Dalam analisis SPSS, untuk mengetahui ada atau tidaknya gejala ini dapat dideteksi dari nilai tolerance dan VIF Variance Inflation Factor. Jika angka
tolerance bernilai nol atau mendekati nol sedangkan nilai VIF lebih dari sepuluh 10, maka terjadi multikolineritas pada variabel tersebut: Suatu model yang bebas
multikolineritas dapat di lihat dari, Santoso 2000 : 206: a. Besaran VIF dan Tolerance
1. Mempunyai nilai VIF di sekitar angka 1 2. Mempunyai angka tolerance mendekati 1
b. Besaran korelasi antar variabel bebas 1. Koefisien korelasi antar variabel bebas harus lemah 0,5
2. Jika terjadi korelasi kuat, maka terjadi problem multikolineritas
3.8.3. Uji Heteroskesdastisitas
Heteroskedastisitas digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah regresi menunjukkan variansi antar variabel tersebar dan tidak sama. Uji heterokedastisitas
merupakan uji ekonometri yang digunakan untuk menguji suatu data apakah terjadi korelasi antar variabel rambang atau pengganggu dengan variabel bebasnya Santoso,
2000 : 208. Heteroskedastisitas diuji dengan beberapa cara, seperti menggunakan uji koefisien korelasi Rank Spearman yaitu mengkorelasikan antara absolut residual
hasil regresi dengan semua variabel bebas. Bila probabilitas hasil korelasi lebih kecil
Universitas Sumatera Utara
dari 0,05 5 maka persamaan regresi tersebut mengandung heterokedastisitas dan sebaliknya berarti non heteroskedastisitas atau homokedastisitas.
Bentuk uji heteroskedastisitas lainnya adalah menggunakan uji Glejser. Uji Glejser meregresikan nilai absolut residual dengan variabel independennya. Jika nilai
t signifikan berarti terjadi heteroskedastisitas.
3.8.4. Uji Autokorelasi
Autokorelasi merupakan korelasi antara sesama urutan pengamatan dari waktu ke waktu. Bila terjadi autokorelasi maka penafsiran-penafsiran tidak lagi
efesien yang menyebabkan variabel sampel tidak dapat menggambarkan variabel populasinya.
Digunakan untuk menguji asumsi klasik regresi berkaitan dengan adanya autokorelasi, yaitu dengan Durbin Watson DW, yaitu dengan membandingkan nilai
DW statistik dengan DW table. Apabila nilai DW statistik terletak pada daerah no autocorrelation berarti telah memenuhi asumsi klasik regresi.
Untuk mengetahui posisi tersebut terlebih dahulu dilakukan perhitungan untuk menentukan nilai Durbin - Watson dengan rumus : 4–du dan 4–dl. Untuk
mencari nilai du dan dl dilakukan dengan melihat Tabel Durbin Watson. Lebih jelasnya autokorelasi digambarkan sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.1. Diagram Durbin – Watson
Dimana : 0 dw dl
: ada korelasi positif dl dw du
: tidak ada autokorelasi positif 4-dl dw 4
: ada korelasi negative dldw4-du
: tidak ada korelasi positif atau negatif
dl ≤dw≤du
: pengujian tidak bias disimpulkan inconclusive
4-du ≤dw≤4-dl : pengujian tidak bias disimpulkan
inconclusive
Universitas Sumatera Utara
Dari gambar di atas dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Jika d dl atau d 4-dl, maka hipotesis nol ditolak dan hipotesis
alternatif diterima, berarti terdapat autokorelasi b. Jika d terletak diantara du dan 4-du, maka hipotesis nol diterima yang
berarti tidak ada autokorelasi.
Menurut Santoso 2000, patokan umum daerah penerimaan DW adalah sebagai berikut:
a. Angka DW di bawah -2 berarti ada autokorelasi positif +. b. Angka DW di antara -2 sampai +2 berarti tidak terjadi
autokorelasi. c. Angka DW di atas +2 berarti ada autokorelasi negatif -.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian 4.1.1. Gambaran Umum Bursa Efek Indonesia