harus terpenuhi dalam model regresi adalah tidak adanya multikolinearitas.
Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas yang tinggi antar variabel independen dapat dideteksi dengan cara melihat
nilai tolerance dan variance inflation factor VIF. Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan
oleh variabel independen lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel
independen lainnya. Sebagai dasar acuannya dapat disimpulkan: 1.
Jika nilai tolerance 0,10 dan nilai VIF 10, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolinearitas antar variabel
independen dalam model regresi. 2.
Jika nilai tolerance 0,10 dan nilai VIF 10, maka dapat disimpulkan bahwa ada multikolinearitas antar variabel
independen dalam model regresi.
3.7.1.3 Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas ditujukan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dan residual
satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka
disebut homoskedastis dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas sebagaimana dikutip oleh Hernawati dalam Ghozali 2001: 69.
Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak
Universitas Sumatera Utara
terjadi heteroskedastisitas. Cara untuk mendeteksi ada atau heteroskedastisitas dapat diketahui dengan melihat ada tidaknya pola
tertentu pada grafik scatterplot antara nilai prediksi variabel terikat ZPRED dengan residualnya SRESID. Dasar analisis dari uji
heteroskedastis melalui grafik plot adalah sebagai berikut Ghozali, 2009: 37:
a. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk
pola tertentu yang teratur bergelombang, melebar kemudian menyempit, maka mengindikasikan telah terjadi
heteroskedastisitas. b.
Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y secara acak, maka
tidak terjadi heteroskedastisitas.
3.7.1.4 Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu
pada periode t dengan kesalahan pengaganggu pada periode t-1 atau sebelumnya Ghozali, 2005. Jika terjadi korelasi dinamakan ada
masalah autokorelasi. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya
autokorelasi, penulis menggunakan Durbin - Watson DW test Ghozali, 2006. Uji Durbin – Watson digunakan untuk autokorelasi
tingkat satu first order autocorrelation dan mensyaratkan adanya
Universitas Sumatera Utara
intercept konstan dalam model regresi dan tidak ada variabel lag diantara variabel bebas.
Nilai Durbin – Watson yang dihasilkan dari pengolahan data secara statistik dengan menggunakan SPSS yaitu d akan
dibandingkan dengan nilai table Durbin – Watson dengan menggunakan nilai signifikansi sebesar 5 jumlah sampel n
sampel dan jumlah variabel bebas k variabel bebas. Dari pengamatan table Durbin – Watson dengan jumlah sampel, jumlah
variabel bebas dan tingkat signifikansi tertentu tersebut diperoleh bilai batas atas du. Keputusan tidak bisa menolak H0 tidak ada
autokorelasi baik positif maupun negatif terjadi apabila nilai du d 4 – du. Menurut Makridakis 1983 untuk mendeteksi ada atau
tidaknya autokorelasi maka dilakukan pengujian Durbin-Watson DW dengan ketentuan sebagai berikut Sulaiman, 2004: 89:
a. 1,65 DW 2,35 berarti tidak terjadi autokorelasi. b. 1,21 DW 1,65 atau 2,35 DW 2,79 berarti tidak dapat
disimpulkan. c. DW 1,21 atau DW 2,79 berarti terjadi autokorelasi.
3.7.2 Model Regresi Berganda