Teori Pembangunan Tidak Seimbang Unbalanced Growth

menggunakan teknik yang paling produktif yang kadang-kadang membutuhkan kapital yang besar. Konsentrasi pada investasi yang selanjutnya menghasilkan alat-alat kapital untuk mempertahankan pendapatan dan pertumbuhan output. Konsumsi sebaliknya ditekan, sehingga investasi dapat terus ada. Titik berat pada “economic of scale” yang berupa produksi massa large scale production dan tentunya juga membutuhkan kapital yang banyak.

3. Teori Pembangunan Seimbang Balanced Growth

Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Rosenstein-Rodan 1953, yang menitikberatkan bahwa perekonomian itu ada kemungkinan untuk berkembang apabila ada perimbangan yang baik antara berbagai-bagai sektor di dalam perekonomian. Dengan pertumbuhan seimbang balanced growth ini diartikan bahwa perkembangan ekonomi tidak akan berhasil bila investasi hanya sebatas pada “titik pertumbuhan” growing point tertentu atau sektor-sektor yang sedang berkembang saja, sebab sektor-sektor lain berhubungan erat. Investasi harus disebarkan pada semua sektor sehingga memperluas pasar antara satu sektor dengan sektor lainnya. Makin erat hubungan saling ketergantungan antar berbagai sektor maka pasar akan semakin kuat. Untuk mewujudkan teori ini tentu saja harus didukung oleh investasi yang besar.

4. Teori Pembangunan Tidak Seimbang Unbalanced Growth

Teori ini dikemukakan oleh Hirschman 1992 yang pada awalnya mengkritik teori pembangunan seimbang. Menurutnya bahwa masyarakat yang masih rendah Universitas Sumatera Utara tingkat pendapatannya tidak dapat merubah sistem perekonomian yang tradisional menjadi sistem yang modern. Disamping itu, kapital yang besar tidak dapat disediakan oleh negara yang masih berkembang. Justru dengan tidak adanya keseimbangan akan mendorong kemajuan ekonomi yang lebih cepat dan biaya- biaya ekspansi dapat diminimumkan. Bila satu sektor masih rendah outputnya maka akan tetap ada permintaan yang banyak di sektor lain dan akan ada suatu keuntungan super normal pada sektor yang rendah outputnya itu.

2.1.3. Alokasi investasi regional

Gambaran perkembangan pembangunan daerah secara makro sektoral tidak lepas dari perkembangan distribusi dan alokasi investasi antar daerah. Hal ini telah diteliti oleh Rahman 1963 yang mengetengahkan suatu masalah optimisasi sederhana yaitu kalau ada dua daerah homogen, bagaimana dana investasi harus dialokasikan diantara dua daerah tersebut sehingga pendapatan nasional pada akhir periode perencanaan mencapai maksimum. Adapun kondisi yang harus dipenuhi : a. Keseimbangan antara tabungan dan investasi b. Tidak akan terjadi disinvestment c. Disparitas pendapatan antara kedua daerah tidak melampaui tingkat tertentu bisa dianggap sebagai batasan politis Maka sistem optimasi itu dapat ditulis sebagai berikut, Azis,1994 Max. Z T = Y T i + Y T j …………………………………2.2 dimana, Universitas Sumatera Utara Z T = Pendapatan Nasional Y = Pendapatan Daerah i dan j = Nama daerah yang diamati T = Waktu tahun Menurut Rahman 1963, jika daerah i lebih produktif daripada daerah j maka investasi akan dialokasikan ke daerah i. Selanjutnya, oleh Intrilligator 1964 juga melakukan penelitian tentang hal tersebut. Dengan menggunakan tujuan atau fungsi objektif yang berbeda, yaitu memaksimumkan konsumsi total perkapita selama periode perencanaan, Intrilligator menyimpulkan bahwa alokasi investasi yang tepat adalah dari daerah yang produktifitasnya tinggi ke daerah yang laju pertumbuhannya cepat. Penelitian terus berlanjut. Fujita 1994, yang menggunakan pendekatan alokasi investasi antar daerah dengan mempertimbangkan kemungkinan gejala return to scale . Disimpulkanya bahwa daerah yang berada pada kondisi increasing phase akan mendapat prioritas alokasi investasi daripada daerah yang berada pada kondisi decreasing phase .

2.1.4. Pengukuran ICOR dan proyeksi investasi

Kaitan antara pertumbuhan ekonomi dan pendapatan dengan investasi dapat dikaji melalui konsep Incremental Capital Output Ratio ICOR. Menurut Daryanto dan Hafizrianda 2010, ICOR merupakan konsep paling penting dan sangat berguna bagi perencanaan pembangunan ekonomi di suatu wilayah, terutama dirasakan pada Universitas Sumatera Utara saat memeriksa konsistensi antara sasaran pertumbuhan pendapatan regional dengan modal tambahan yang mungkin akan terkumpul dari tabungan domestik yang sedang berjalan. Dalam memperkirakan keperluan finansial pertumbuhan diperlukan adanya perkiraan mengenai volume investasi yang dibutuhkan untuk mencapai target output tertentu. Dengan demikian, besar kecilnya perkiraan investasi di masa mendatang sangat ditentukan oleh nilai ICOR, karena itu ketepatan dalam mengukur ICOR menjadi salah satu syarat utama yang harus dipenuhi sewaktu perencana pembangunan ingin memperkirakan kebutuhan investasi. Untuk memperkirakan kebutuhan investasi dan pertumbuhan ekonomi wilayah dimasa mendatang dapat digunakan perhitungan ICOR yang bersifat continous yang biasa disebut dengan MCOR Marginal Capital Output Ratio, yang dibangun melalui persamaan berikut: Daryanto dan Hafizrianda, 2010 : 67, Y t = a + b I it-n dimana : + e …………………………………..2.3 Y = Produk Domestik Regional Bruto PDRB I = investasi Oleh karena persamaan ini mengambil bentuk linier, maka MCOR dapat diturunkan menjadi : k t dimana : = 1b………………………………………………2.4 k = MCOR b = koefisien regresi Universitas Sumatera Utara maka, ∆I t = k . g t ∆I ……………………………………………2.5 t g = perkiraan pertumbuhan ekonomi = tambahan investasi baru Proyeksi investasi yang memiliki manfaat sebagai dasar dalam perencanaan investasi, alat untuk mendapatkan gambaran besarnya masalah ivestasi yang dihadapi pada masa yang akan datang dan alat dalam penyusunan kebijakan untuk mengatasi masalah investasi, dapat juga dihitung dengan menggunakan asumsi pertumbuhan geometris yaitu, Daryanto dan Hafizrianda, 2010 : 76, : I t = I 1 + r n dimana : ………………………………………2.6 I t I = Perkiraan investasi pada tahun t o r = Laju Pertumbuhan investasi = Investasi pada tahun dasar n = selisih tahun perkiraan dengan tahun dasar Sedangkan r dapat dihitung dengan rumus : r = antilog 1n log I t I o 2.1.5. Daya tarik investasi daerahwilayah – 1 ………………………..2.7 Persaingan yang semakin tajam menuntut Pemerintah Daerah menyiapkan daerahnya sedemikian rupa sehingga mampu menarik investasi, orang dan industri ke daerah. Keberhasilan daerah untuk meningkatkan daya tariknya terhadap investasi tergantung dari kemampuan daerah dalam merumuskan kebijakan yang berkaitan Universitas Sumatera Utara dengan investasi. Menurut Sirojuzilam 2011 yang juga dipertegas oleh Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah KPPOD, 2003, bahwa faktor-faktor yang menentukan daya tarik suatu daerah terhadap investasi adalah : 1. Perekonomian Kota, yakni berkaitan dengan keunggulan komparatif dan kompetitif suatu kotadaerah seperti potensi dan struktur ekonomi; 2. Ketenagakerjaan, yakni berkaitan dengan produktifitas tenaga kerja yang sangat dipengaruhi oleh kualitas pendidikan; 3. Sarana dan Prasarana, yakni berkaitan dengan sarana transportasi dan sarana publik lainnya; 4. Sosial Budaya, yakni berkaitan dengan masalah keamanan, kondisi sosial kemasyarakatan dan faktor budaya; 5. Institusi, yakni berkaitan dengan pelayanan, kebijakan, keuangan dan peraturan daerah yang mendukung.

2.2. Pengembangan Wilayah

Menurut Sandy 1982 Pengembangan wilayah adalah pelaksanaan pembangunan nasional di suatu wilayah yang disesuaikan dengan kemampuan fisik dan sosial wilayah tersebut serta mentaati peraturan perundangan yang berlaku. Selanjutnya menurut Hadjisaroso 1994, pengembangan wilayah adalah suatu tindakan mengembangkan wilayah atau membangun daerah atau kawasan dalam rangka usaha memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup masyarakat atau memajukan dan memperbaiki serta meningkatkan sesuatu yang sudah ada. Universitas Sumatera Utara Pengembangan wilayah juga bermakna sebagai peningkatan aktifitas terhadap unsur-unsur dalam wilayah yang mencakup institusi, ekonomi, sosial dan ekologi dalam upaya meningkatkan tingkat dan kualitas hidup masyarakat. Dengan demikian, menurut Misra 1982 perencanaan dan pembangunan wilayah ditopang oleh empat pilar yaitu aspek geografi, aspek ekonomi, teori lokasi dan perencanaan kota. Namun, menurut Budiharsono 2005, keempat pilar di atas belum mencakup aspek-aspek lainnya yang juga memberikan kontribusi besar terhadap pengembangan wilayah seperti aspek biogeofisik sosial dan lingkungan. Hal ini sedikit bebeda dengan pandangan sebagian besar para ahli ilmu ekonomi regional barat yang lebih menitik beratkan bahwa pembangunan regional mencakup kepada empat aspek utama yakni aspek kelembagaan, aspek sosial, aspek ekonomi dan aspek ekologi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengembangan wilayah pada dasarnya adalah peningkatan nilai manfaat wilayah bagi masyarakat suatu wilayah tertentu mampu menampung lebih banyak penghuni dengan tingkat kesejahteraan masyarakat yang rata-rata membaik disamping menunjukkan lebih banyak saranaprasarana, barang atau jasa yang tersedia dan kegiatan usaha-usaha masyarakat yang meningkat baik dalam arti jenis,intensitas, pelayanan maupun kualitasnya.

2.2.1. Isu utama pengembangan wilayah

Adanya berbagai tatanan sosial yang bersifat dualistis merupakan tatanan sosial yang sering menjadi ciri penting yang membedakan perkembangan wilayah di negara-negara sedang berkembang dengan negara-negara industri maju. Menurut Universitas Sumatera Utara Rustiadi 2011, tatanan sosial yang terbagi atas masyarakat tradisional dengan masyarakat yang lebih modern kerap ditemui secara bersama-sama pada suatu wilayah. Tatanan sosial modern merupakan produk interaksi sosial dengan tatanan luar yang diimpor, sedangkan tatanan sosial tradisional merupakan corak khas milik pribumi. Sebagai implikasi berlakunya keadaan di atas, maka muncullah berbagai macam dualisme di dalam tatanan perekonomian negara-negara berkembang yakni dualisme teknologi, finansial dan regional. Masalah lain yang muncul sebagai akibat adanya berbagai dualisme sosial ekonomi seperti diuraikan di atas adalah adanya lingkaran perangkap kemiskinan pada sektor masyarakat tradisional. Di sektor masyarakat tradisional, banyak sekali sumber daya alam yang belum dikembangkan secara optimal sebagai akibat masih terbelakangnya masyarakat tersebut dan kekurangan modal. Kenyataan ini mengakibatkan tingkat produktifitas di sektor tersebut sangat rendah yang berimplikasi terhadap tingkat pendapatan yang rendah. Pada kondisi tingkat pendapatan yang rendah tersebut selain kemampuan menabung yang rendah juga tingkat demand-nya rendah akibat rendahnya tingkat konsumsi. Karena tingkat demand yang rendah kurang mendukung terhadap perkembangan ekonomi wilayah maka rangsangan investasi di wilayah tersebut juga rendah. Akhirnya jumlah modal yang terbentuk di wilayah tersebut masih tetap di bawah yang dibutuhkan untuk memutuskan lingkaran perangkap kemiskinan tersebut. Universitas Sumatera Utara Lingkaran perangkap kemiskinan suatu wilayah dapat semakin diperburuk dengan adanya kebocoran modal ke luar wilayah regional linkages. Kebocoran ini terjadi akibat adanya international and interregional demonstration, yakni sifat masyarakat tertinggal cenderung mencontoh pola konsumsi di kalangan masyarakat modern. Wilayah-wilayah yang telah lebih maju memperkenalkan produk-produk yang mutuna “lebih baik” sehingga wilayah-wilayah masyarakat tradisional mingimpor dan mengkonsumsi barang-barang tersebut. Akhirnya sejumlah modal yang telah terakumulasi bukan digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayahnya dengan membeli produk lokal tetapi justru bocor ke luar wilayah. Dengan demikian, wilayah yang sudah lebih dulu maju dan semakin cepat perkembangan ekonominya, sedangkan wilayah yang terbelakang perkembangannya tetap lamban bahkan cenderung menurun.

2.2.2. Indikator pembangunan wilayah

Keberhasilan suatu pembangunan wilayah dapat dilihat dari beberapa indikator Pembangunan Wilayah berdasarkan basispendekatan sebagai berikut, Rustiadi, 2011: 1. Pendekatan Tujuan pembangunan yang terdiri atas beberapa kelompok yaitu: a Kelompok produktifitas, efisiensi dan pertumbuhan dengan indikator operasionalnya antara lain : 1 Pendapatan Wilayah seperti PDRB, PDRB Perkapita dan Pertumbuhan PDRB Universitas Sumatera Utara 2 Kelayakan FinansialEkonomi seperti NPV, BC Ratio, IRR dan BEP 3 Spesialisasi, Keunggulan KomparatifKompetitif seperti IQ, Shift Share Analysis 4 Produksi – produksi utama seperti migas, produksi padiberas, karet dan kelapa sawit b Kelompok Pemerataan, Keberimbangan dan Keadilan dengan indikator operasionalnya antara lain : 1 Distribusi pendapatan seperti : Gini ratio, Struktural vertikal 2 Ketenagakerjaan Pengangguran, seperti pengangguran terbuka, terselubung dan setengah menganggur 3 Kemiskinan seperti Good-service ratio, persen konsumsi makanan, garis kemiskinan 4 Regional balance seperti Spatial balance, sentral balance, capital balance dan sektor balance c Kelompok Keberlanjutan sustainable dengan indikator operasionalnya antara lain: 1 Dimensi lingkungan 2 Dimensi ekonomi 3 Dimensi sosial Universitas Sumatera Utara 2. Pendekatan Sumber Daya yang terdiri atas beberapa kelompok yaitu : a Kelompok Sumber Daya Manusia dengan indikator operasionalnya antara lain: 1 Pengetahuan 2 Keterampilan 3 Kompetensi 4 Etos kerja sosial 5 Pendapatanproduktifitas 6 Kesehatan 7 Indeks Pembangunan Manusia b Kelompok Sumber Daya Alam dengan indikator operasionalnya antara lain: 1 Tekanan 2 Dampak 3 Degradasi c Kelompok Sumber Daya BuatanSarana dan Prasarana dengan indikator operasionalnya antara lain: 1 Skalogram fasilitas pelayanan 2 Aksesbilitas terhadap fasilitas d Kelompok Sumber Daya Sosial dengan indikator operasionalnya sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara 1 Regulasi aturan-aturan adatbudaya 2 Organisasi sosial network 3 Rasa percaya trust 3. Pendekatan Proses Pembangunan yang terdiri atas beberapa kelompok yaitu : a Kelompok input dengan indikator operasionalnya Input dasar seperti SDA, SDM, Infrastruktur b Kelompok Prosesimplementasi dengan indikator operasionalnya seperti input antara, efisensi manajemen, tingkat partisipasi masyarakatstakeholder c Kelompok Output dengan indikator operasionalnya seperti total volume produksi d Kelompok Outcome e Kelompok Benefit f Kelompok Impact

2.2.3. Strategi pengembangan wilayah

Dalam upaya mempercepat pengembangan suatu wilayah, diperlukan strategi- strategi pembangunan wilayah yang efektif. Strategi pembangunan yang efektif dapat dibagi dalam dua kategori yaitu, Rustiadi, 2011 :

1. Strategi Demand Side