darah normal selama beberapa tahun. Penyebab utama kegagalan adaptasi sel β masih
belum jelas. Tetapi ada anggapan bahwa beberapa mekanisme yang mungkin berperan termasuk efek samping daripada FFA yang banyak dalam sirkulasi lipotoksisitas atau
hiperglikemi kronik glukotoksisitas. Disfungsi sel β pada DM tipe 2 merangkumi aspek kualitatif dan kuantitatif.
• Disfungsi sel β kualitatif pada mulanya bermanifestasi sebagai abnormalitas yang
kurang jelas, seperti hilangnya pulsasi normal, gangguan sekresi insulin, dan berkurangnya sekresi insulin yang tinggi yang biasanya dipicu oleh peningkatan
glukosa dalam darah. Semakin lama, defek pada sekresi insulin ini berkembang dan walaupun masih ada sekresi insulin basal, namun ianya tidak adekuat untuk
mengatasi resistensi insulin. •
Disfungsi sel β kuantitatif pula bermanifestasi sebagai penurunan massa sel β,
degenerasi sel-sel pankreas, dan penumpukan amiloid pankreas. Protein amiloid pankreas amilin merupakan karakteristik utama pada penderita DM tipe 2 dan
ditemukan pada lebih 90 pada pankreas penderita DM yang diperiksa. Amiloidosis
pankreas berhubungan dengan penurunan massa sel β, walupun masih belum dapat dipastikan sama ada amiloid adalah penyebab ataupun akibat
daripada kerusakan sel pada DM tipe 2. Dalam konteks ini, penting untuk perhatikan bahwa walaupun massa sel β ”normal” pada pasien diabetes, tetapi
sebenarnya masih menunjukkan reduksi relatif karena pada keadaan normal, seharusnya terjadi hiperplasia sebagai kompensasi terhadap resistensi insulin.
2.1.5. Kriteria diagnostik DM tipe 2
American Diabetes Association telah menetapkan beberapa kriteria untuk menegakkan diagnosa DM tipe 2. Antaranya adalah seperti terdapat simptom-simptom
klasik DM seperti poliuri, polidipsi, polifagi, penurunan berat badan dan kadar glukosa plasma sewaktu adalah
≥ 200 mgdL, kadar gula darah puasa adalah ≥ 126 mgdL, dan kadar gula darah selepas 2 jam pengambilan glukosa 75 g adalah
≥ 200 mgdL, dan dipastikan setelah melakukan tes ulang. Puasa di sini membawa maksud tidak mengambil
kalori untuk sekurang-kurangnya 8 jam. Individu dengan kadar gula darah puasa 110 mgdL, atau 140 mgdL selepas OGTT, dikira sebagai euglikemi. Individu dengan
Universitas Sumatera Utara
kadar gula darah puasa 110 mgdL tetapi 126 mgdL, atau nilai OGTT 140 mgdL tetapi 200 mgdL, dikira mengalami gangguan toleransi glukosa. Individu dengan
gangguan toleransi glukosa mempunyai resiko yang besar untuk diabetes, dimana 5 hingga 10 berkembang menjadi DM per tahun. Selain itu, individu dengan gangguan
toleransi glukosa juga beresiko untuk mendapat gangguan kardiovaskular, akibat dari abnormalitas metabolisme karbohidrat dan ditambah dengan faktor-faktor yang lain.
Robbins, Basic Pathology, 8
th
edition
2.1.6. Penatalaksanaan DM
Metode penatalaksanaan pada DM meliputi modifikasi gaya hidup, obat antidiabetik oral dan injeksi insulin
Tabel 2.2. Rekomendasi Komposisi Diet pada Penderita DM Persentase masukan energi
Karbohidrat Sukrosa
45-60 Sehingga 10
Lemak total n-6 polyunsaturated
n-3 polyunsaturated Monosaturated
Saturated 35
10 Makan ikan 1 atau 2 kali seminggu
10-20 10
Protein 10-15 tidak melebihi 1gkg
beratbadan
Berbagai obat efektif dalam menurunkan hiperglikemi pada penderita DM. Antara obat- obat yang digunakan adalah seperti sulfonilurea, biguanid, alpha-glucosidase inhibitors,
tiazolidinedion TZD, meglitinid dan derivat asam amino.
Tabel 2.3. Durasi Kerja dalam jam Preparat Insulin
Universitas Sumatera Utara
Insulin Onset
Peak Durasi
Rapid-actinglispro,aspart,glulisine
0,5 0,5 – 2,5
3 – 4,5 Short-acting soluble reguler
0,5 -1 1 - 4
4 - 8 Intermediate-actingisophane,lente
1 - 3 3 - 8
7 - 14 Long-actingbovine ultralente
2 - 4 6 - 12
12 - 30 Long-actingglargine,detemir
1 - 2 Tiada
18 - 24
Davidson’s, 2006
2.2. Tuberkulosis Paru 2.2.1. Definisi