Faktor Perusak Kayu Bangunan Gedung

bangunan dapat disebabkan oleh organisme perusak. Organisme perusak seperti rayap umumnya menjadikan kayu sebagai sumber makanan atau tempat perlindungan. Watt 1999, menjelaskan mekanisme proses kerusakan bangunan berkayu atau bahan lainnya dibagi menjadi 5 tahapan, yaitu proses kerusakan secara mekanis, proses kerusakan secara fisis, proses kerusakan secara kimia, proses kerusakan secara biotis, dan kerusakan yang disebabkan oleh faktor manusia vandalisme. 1. Kerusakan secara mekanis Jenis kerusakan yang disebabkan oleh gaya, baik statis maupun dinamis. Bentuk kerusakan misalnya berupa retakan, patahan atau pecahan; kerusakan tesebut dapat menjadi parah bila semakin membesar dan meluas, sehingga daya dukung untuk menahan beban makin berkurang. 2. Kerusakan secara fisis Jenis kerusakan disebabkan oleh faktor iklim setempat, seperti panas dan kelembaban. Hal ini tentu saja akan membawa dampak yang berbahaya, terutama bahan yang umurnya sudah tua dan kondisinya telah rapuh. Gejala yang terjadi misalnya berupa keausan, terkelupasnya lapisan cat, perubahan warna, pemudaran cat dan sebagainya. 3. Kerusakan secara kimiawi Agen utama proses pelapukan secara kimia adalah air, baik berupa air kapiler maupun air hujan. Contoh gejala ini diantaranya pembusukan kayu yang kena air hujan akibat genteng yang bocor. 4. Kerusakan secara biotis Jenis kerusakan ini terutama disebabkan oleh pertumbuhan jasad renik, jamur atau lumut pada permukaan dinding plesteran atau kayu sehingga terjadi proses pelapukan dn pembusukan. 5. Kerusakan oleh faktor manusia vandalisme Bentuk kerusakan yang ditimbulkan antara lain berupa goresan benda tajam, coretan cat dan lain-lain. Sifat vandalisme biasanya hanya disebabkan oleh faktor yang sangat ringan seperti ingin mengabadikan identitas diri pada bangunan tersebut, namun akibat yang ditimbulkannya bisa sangat parah misalnya bangunan menjadi kotor, rusak dan tidak utuh lagi, atau mengurangi nilai keindahan aslinya. Penurunan masa pakai service life dari sebuah bangunan tidak hanya disebabkan adanya kerusakan bangunan, dapat pula berupa cacat bangunan. Kecacatan pada bangunan dapat diartikan sebagai kegagalan atau kelemahan suatu fungsi, performa, tata laksana, atau syarat-syarat sebuah bangunan yang berdampak terhadap struktur dan pelayanan bangunan tersebut. Adapun cacat pada bangunan yang menimbulkan berkurangnya kekuatan dapat diakibatkan oleh beberapa faktor yang saling berpengaruh, diantaranya: 1. Cacat bangunan secara alami Cacat bangunan secara alami dapat terjadi karena: a. Faktor kimia dan perubahannya Unsur-unsur kimia dan komponen bahan bangunan yang digunakan di dalam dan sekitar bangunan akan berinteraksi dengan manusia, proses alami dan lingkungan. Contoh cacat bangunan akibat perubahan kimia diantaranya adalah proses berkaratnya logam, kerusakan pada beton dan semen akibat sulfat, berkurangnya daya lekat beton dan tulangan. b. Faktor fisika dan perubahannya Bahan bangunan terpengaruh oleh panas, kelembaban, kristalisasi larutan garam, cahaya bunyi, listrik dan magnetisme. Perubahan yang biasa terjadi berupa pergerakan suhu, pergerakan kelembaban dan kristalisasi larutan garam. c. Faktor Biologis dan perubahannya Kerusakan bangunan oleh faktor biologis dijelaskan oleh Watt 1999 sebagai interaksi antara bangunan dan lingkungan biotiknya berupa tumbuhan dan hewan. Adapun penyebab biologis yang mengakibatkan kerusakan pada bangunan antara lain: rayap, jamurcendawan, kumbangbubuk, tumbuhan, burung dan binatang pengganggu serta lumut, alga dan tumbuhan tingkat rendah lainnya. Menurut Singh and Bannet 1995 dan Singh 1997 dalam Watt 1999, faktor kimia, fisika dan biologi yang dapat berpengaruh terhadap bangunan disajikan pada Tabel 2.4.1. Tabel 2.4.1. Faktor Kimia, Fisika dan Biologi yang berpengaruh terhadap bangunan gedung Kimia Fisika Biologi 1 Oksigen 2 Karbon dioksida 3 Polutan eksternal 4 Bahan Bangunan 5 Larutan organik 6 Asap 7 Bahan dari proses industry 1 Suhu 2 Kelembaban relatif 3 Pergerakan udara 4 Cahaya 5 Radiasi elektromagnet 6 Bunyi dan Suara 7 Getaran 8 Psikosomatic 1 Psikologi ruang dan Warna 2 Penghuni bangunan 3 Tumbuhan dan Hewan 4 Mikroba Jamur, Bakte Virus, dll 5 Ergonomi Sumber: Singh and Bannet 1995 dan Singh 1997 dalam Watt 1999. 2. Cacat akibat kesalahan pelaksanaan pembangunan Pelaksanaan pembangunan merupakan implementasi dari rencana yang dilaksanakan oleh kontraktor yang mendapat tugas mendirikannya. Cacat bangunan seringkali terjadi pada pelaksanaan bangunan karena kurangnya kesesuaian antara yang direncanakan dengan yang dikerjakan. Kesalahan yang menimbulkan cacat pada bangunan dapat terjadi pada saat bangunan sedang dalam tahapan rancang bangun atau pra konstruksi, tahap knstruksi maupun tahap pasca konstruksi. Usaha dalam mempertahankan bangunan untuk dapat bertahan lama dan dapat berfungsi sebagaimana mestinya membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Tindakan pengamanan dan pertahananan sudah harus dimulai pada saat pemilihan lokasi bangunan atau sebelum bangunan didirikan pra konstruksi. Jika tindakan pengamanan dilakukan setelah komponen mengalami kerusakan maka akan membutuhkan biaya lebih besar karena komponen yang sudah rusak harus diganti dan kemungkinan untuk rusak kembali oleh faktor yang sama akan lebih besar pula. Oleh karena itu, guna meminimalkan kerusakan kembali pada bangunan diperlukan juga tindakan pengendalian. Faktor-faktor penyebab kerusakan bangunan perlu diketahui sebelum melakukan usaha proteksi bangunan maupun usaha dalam rangka membasmi faktor perusak tersebut. Watt 1999 menjelaskan klasifikasi penyebab kerusakan bangunan yang ada di luar dan di dalam bangunan pada Tabel 2.4.2. Tabel 2.4.2. Klasifikasi penyebab kerusakan bangunan yang berada di luar dan di dalam bangunan Penyebab Bekerja di luar bangunan Bekerja di dalam bangunan Atmosfer Tanah Penghuni Akibat desain Penyebab mekanik Gravitasi Beban salju dan hujan Tekanan tanah dan air Beban hidup Beban mati Penurunan kekuatan dan pembebanan Tekanan salju, suhu dan kelembaban Amblas, bergeser Pelekukan Pergeseran, penyusutan Energi kinetik Angin, hujan es, badai pasir Gempa bumi Akibat internal, pemakaian Penurunan kadar air Getaran bunyi Bunyi guruh pesawat, ledakan, lalulintas, mesin Getaran lalulintas Bunyi dan getaran musik, hiburan, alat rumah Bunyigetaran Penyebab electromagnet Radiasi Radiasi matahari, radiasi radioaktif Radiasi radioaktif Lampu, radiasi radioaktif Radiasi permukaan Listrik Cahaya Arus listrik - Listrik statis suplai listrik Magnetisme - - Medan magnet Medan magnet Penyebab suhu Panas, embun, perubahan suhu Panas tanah, embun Panas tubuh, rokok Pemanasan kebakaran Penyebab kimia Air dan larutan permukaan Kelembaban udara, kondensasi, presipitasi Air tanah dan air Penyemprotan air, kondensasi, deterjen, alkohol Pemanasan, kebakaran Penyebab oksidasi Oksigen, ozon, nitrooksida Potensial elektrokimia positif Desenfektan, pemutih Potensial elektrokimia positif Penyebab reduksi Asam Asam karbonat, asam sulfurat, kotoran burung Asam karbonat, asam humat Cuka, asam sitrat, asam karbonat Asam sulfat, asam karbonat Basa - Kapur Sodium, potasium Semen Garam Kabut garam Nitrat, fosfat, klorida, sulfat Sodium klorida Gips, sulfat Bahan kimia netral Debu Batu kapur, silica Lemak, minyak, tinta, debu Lemak, minyak, debu Penyebab biologi Tumbuhan dan mikroba Bakteri, benih tumbuhan Bakteri, lumut, jamur, akar pohon Bakteri, tanaman hias - Hewan Serangga, burung Rayap, tikus, ulat Hewan piaraan - Sumber: Watt 1999.

2.5. Penyebab Kerusakan Biologis pada Bangunan

Kayu sebagai bahan bangunan perumahan dan gedung mempunyai kelemahan, antara lain dapat rusak atau lapuk akibat serangan organisme perusak kayu berupa serangga dan jamur Hariyanto et al. 2000. Agen biodeterirasi tersebut menyebabkan menurunnya kualitas dan kuantitas kayu. Terjadinya proses biodeteriorasi ditandai dengan adanya kerusakan pada kayu oleh faktor-faktor perusak, seperti adanya cacat-cacat berupa lubang gerek bore holes, pewarnaan staining, pelapukan decay, lembap damp, rekahan brittles, dan pelunakan softing. Setiap tanda-tanda kerusakan yang terlihat merupakan gejala spesifik dari salah satu faktor penyebab, sedangkan adanya tanda serangan sendiri sekaligus merupakan kriteria bahwa kayu atau hasil hutan yang bersangkutan telah terserang hama, penyakit atau penyebab lainnya Tarumingkeng, 2004. Selanjutnya dikemukakan bahwa proses biodeteriorasi tersebut dapat diperparah jika kondisi lingkungan, termasuk suhu dan kelembaban, mendukung berkembangnya agen biodeteriorasi.

1. Rayap

Rayap pada mulanya merupakan serangga yang termasuk ordo isoptera. Dimana serangga ini bersifat sosial dengan sistem kasta yang berkembang dengan baik. Ciri-ciri kelompok ini adalah memiliki dua pasang sayap mirip membran berukuran sama, yang menempel pada bagian toraks dan bagian mulut pengunyah Nicholas 1987. Namun, berdasarkan hasil analisis molekuler dan analisis morfologi menunjukkan bahwa rayap masuk dalam golongan kecoak yang berkerabat dekat dengan Cryptocercus. Kekerabatan rayap dan Cryptocercus merupakan kerabat dekat dari Ordo Blatodea sehingga konsekuensi dari analisis filogeni tersebut diusulkan bahwa isoptera tidak digunakan lagi untuk nama kelompok rayap dan sekaligus ditempatkan suku termitidae untuk mengakomodasi semua jenis rayap dan tingkatan famili yang ada sekarang diturunkan tingkatan taksonnya Inward et al. 2007 dalam Zumarlin 2011. Rayap diperkirakan telah menghuni bumi sekitar 220 juta tahun yang lalu atau 100 juta tahun sebelum serangga sosial lainnya menghuni bumi Nandika et al . 2003. Di beberapa bagian dunia, rayap sering disebut sebagai semut putih. Hal ini dikarenakan perut rayap miskin sclerotization, terutama pada kasta pekerja, sehingga mereka tampak putih Pearce 1997. Sigit dan Hadi 2006 diacu dalam Herdiansyah 2007 menjelaskan sebenarnya rayap banyak memberikan manfaat bagi ekosistem bumi, sebagai makrofauna tanah rayap memiliki peran dalam