Elementary School Building Damages in Bogor

Prof. Dr. Ir. Dodi Nandika, MS NIP. 19511207 198203 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan


(6)

KERUSAKAN BANGUNAN SEKOLAH DASAR (SD)

DI KOTA BOGOR

ADE RAHMAH HIDAYATI

E24080108

Skripsi

sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

 

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul “Kerusakan Bangunan Sekolah Dasar (SD) di Kota Bogor”. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan penulis dan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor (IPB).

Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian karya tulis ini. Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan karya ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Desember 2012

Penulis


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 13 September 1990. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak H.Chuzaini dan Ibu Roipah. Penulis memulai pendidikan pada tahun 1996 di Sekolah Dasar (SD) Negeri Bantarjati IV Bogor dan menyelesaikan pendidikan tersebut pada tahun 2002 di Sekolah Dasar (SD) Yapis Bogor. Ia melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Bumiayu, Brebes, Jawa Tengah dan lulus pada tahun 2005, kemudian menempuh pendidikan menengah atas di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Bogor sampai tahun 2008. Pada tahun yang sama (2008), penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dengan mayor Teknologi Hasil Hutan. Pada tahun 2011 penulis mengambil minat studi di Laboratorium Teknik Peningkatan Mutu Kayu (TPMK).

Selama menjadi mahasiswa Departemen Hasil Hutan, penulis merupakan anggota dan pengurus Himasiltan periode 2009/2010 dan 2010/2011, aktif dalam kepanitiaan kegiatan kampus, menjadi anggota Program Kreativitas Mahasiswa Kewirausahaan (PKM-K) yang didanai Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) Kementerian Pendidikan Nasional dengan judul “Analisis Profitabilitas Sosis Keong Sawah (Pila ampullacea) sebagai Makanan Bergizi dan Rendah Kolesterol”. Selama menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan, penulis juga mengikuti Praktek Pengenalan Ekositem Hutan (PPEH) pada tahun 2010 di Pangandaran-Gunung Sawal, Ciamis. Pada tahun 2011, penulis mengikuti Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Sukabumi, kemudian tahun 2012 Praktek Kerja Lapang (PKL) di Pabrik Gondorukem dan Terpentin (PGT) Sukun, Ponorogo, Jawa Timur.

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, penulis melakukan penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul “Kerusakan Bangunan Sekolah Dasar (SD) di Kota Bogor “ di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Dodi Nandika MS.


(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Kedua orangtua, Ayahanda Chuzaini dan Ibunda Roipah, serta seluruh keluarga atas doa, kasih sayang dan dukungan baik materi maupun moril yang diberikan.

2. Prof. Dr. Ir. Dodi Nandika, MS., selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan pengetahuan, bimbingan, arahan, nasehat, dan motivasi untuk keberhasilan studi dan meraih kesuksesan.

3. Prof. Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc., selaku Kepala Departemen Hasil Hutan sekaligus ketua sidang komprehensif yang telah memberikan sarannya kepada penulis.

4. Dr. Ir. Arzyana Sunkar, M.Sc., selaku dosen penguji yang telah memberikan sarannya kepada penulis.

5. Kepala Dinas Pendidikan Kota Bogor, Kepala Dinas Pengawasan Bangunan dan Pemukiman Kota Bogor, serta seluruh Kepala Sekolah Dasar (SD) yang menjadi sekolah contoh dalam penelitian ini, atas kerjasama dan bimbingan selama penulis melakukan penelitian.

6. Segenap jajaran Dosen dan seluruh staf Departemen Hasil Hutan IPB atas segala bantuannya.

7. Teman-teman terbaikku; Ayu Wahyuni, Haqqi Fadilah, Dimas Rizki, Nur Aini, Sri Puji, Gina Aprilliana, Dannis Lakshita, Silvya Sherly dan Febriandi Randana, yang selalu siap membantu penulis saat dalam kesulitan.

8. Rekan - rekan mahasiswa THH Angkatan 45, Fakultas Kehutanan IPB yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, atas kebersamaan selama ini.

Bogor, Desember 2012


(10)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

  I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 2 

  II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Kota Bogor ... 3

2.2 Bangunan Gedung ... 6

2.3 Kerusakan Bangunan ... 7

2.4 Faktor Perusak Kayu Bangunan Gedung ... 8

2.5 Penyebab Kerusakan Biologis pada Bangunan ... 12 

  III. METODE PENELITIAN ... 18

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 18

3.2 Alat dan Bahan ... 18

3.3 Metode Penelitian ... 18

3.3.1 Teknik Penenentuan Bangunan Contoh ... 18

3.3.2 Penilaian Tingkat Kerusakan ... 18

3.3.3 Wawancara dan Studi Pustaka ... 19

3.3.4 Analisis Data ... 20

  IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21

4.1 Karakteristik Umum Bangunan Sekolah ... 21

4.2 Frekuensi Kerusakan Bangunan Sekolah ... 23

4.3 Jenis dan Bentuk Kerusakan Bangunan Sekolah ... 26


(12)

 

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 44

5.1 Kesimpulan ... 44 5.2 Saran ... 44 

 

DAFTAR PUSTAKA ... 46 LAMPIRAN ... 49


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman 2.1.1. Kondisi Demografi Kota Bogor Tahun 2010 Dirinci

Menurut Kecamatan ... 4 2.1.2. Jumlah Sekolah, Murid dan Guru Sekolah Dasar (SD) per

Kecamatan ... 4 2.1.3. Jumlah Sekolah, Murid dan Guru Sekolah Menengah

Pertama (SMP) per Kecamatan ... 5 2.1.4. Jumlah Sekolah, Murid dan Guru Sekolah Menegah Atas

(SMA) per Kecamatan ... 5 2.1.5. Jumlah Sekolah, Murid dan Guru Sekolah Menegah

Kejuruan (SMK) per Kecamatan ... 5 2.4.1. Faktor Kimia, Fisika dan Biologi yang berpengaruh

terhadap bangunan gedung ... 11 2.4.2. Klasifikasi penyebab kerusakan bangunan yang berada di

luar dan di dalam bangunan ... 12 4.1.1. Jumlah Sekolah Dasar (SD) dan Siswa Sekolah Dasar (SD)

per Kecamatan di Kota Bogor ... 21 4.2.1. Keadaan Umum Bangunan Gedung SD per Kelurahan

Contoh ... 25 4.3.1. Bentuk dan Frekuensi Kerusakan Komponen Bangunan


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

2.2.1. Skema hubungan bangunan gedung dan lingkungannya ... 7

2.3.1. Siklus keusangan bangunan ... 8

4.1.1. Komposisi Umur Bangunan SD Contoh di Kota Bogor ... 22

4.1.2. Frekuensi Komposisi Umur Bangunan Sekolah per Kecamatan Contoh ... 22

4.2.1. Keadaan Bangunan Sekolah per Kecamatan Contoh ... 24

4.3.1. Frekuensi Jenis Kerusakan Komponen Bangunan ... 27

4.3.2. Pelapukan pada Rangka Atap Bangunan Sekolah ... 29

4.3.3. Atap Salah Satu Ruang Kelas yang Roboh ... 30

4.3.4. Serangan Rayap pada Kuda-kuda Bangunan Sekolah ... 31

4.3.5. Rayap Coptotermes curvignathus Holmgren yang Menyerang Rangka Atap Salah Satu Bangunan Sekolah ... 31

4.3.6. Sarang Rayap Coptotermes curvignathus Holmgren yang Menyerang Rangka Atap di Salah Satu Bangunan Sekolah ... 32

4.3.7. Pecahnya Lempengan Plafon Bangunan Sekolah ... 33

4.3.8. Serangan Rayap pada Rangka Plafon ... 33

4.3.9. Perubahan Warna pada Lempengan Plafon Akibat Kebocoran ... 34

4.3.10. Lapisan Veneer yang Terkelupas pada Plafon Bangunan Sekolah ... 34

4.3.11. Keretakan pada Dinding Bangunan Sekolah ... 36

4.3.12. Terkelupasnya Permukaan Dinding Bangunan Sekolah ... 36

4.3.13. Lumut pada Permukaan Dinding Bangunan Sekolah ... 36

4.3.14. Keretakan dan pecah keramik pada Lantai Bangunan Sekolah ... 38

4.3.15. Terlepasnya Keramik pada Lantai Bangunan Sekolah ... 38

4.3.16. Serangan Rayap pada (a) Kusen Pintu dan (b) Kusen Jendela bangunan Sekolah Contoh ... 39


(15)

4.3.17. Contoh kasta prajurit (a) rayap tanah Macrotermes gilvus,

(b) rayap tanah Coptotermes curvignathus dan (c) rayap kayu kering Cryptotermes spp. yang menyerang

komponen kusen ... 40 4.4.1. Hubungan umur bangunan terhadap intensitas kerusakan ... 41


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Peta Kelas Bahaya Pelapukan Kayu di Pulau Jawa ... 50 2. Peta Wilayah Administratif Kota Bogor ... 51 3. Kuesioner Studi Kerusakan Bangunan Sekolah Dasar (SD)

pada Tingkat Kelurahan ... 52 4. Kuesioner Studi Kerusakan Bangunan Sekolah Dasar (SD)

pada Sekolah Contoh ... 53 5. Analisis hubungan antara intensitas kerusakan bangunan

dengan umur bangunan, frekuensi pemeliharaan dan

frekuensi perawatan bangunan SD ... 56 6. Tabel Rekapitulasi Keadaan Bangunan Sekolah Dasar per


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan adalah sistem rekayasa sosial terbaik untuk meningkatkan kesejahteraan, harkat dan martabat suatu bangsa. Hal ini sejalan dengan amanat Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Naional (Sisdiknas) bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sedemikian pentingnya pendidikan, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memasukan urusan pendidikan ini kedalam salah satu Tujuan Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals, MDGs), yang merupakan komitmen bersama diantara 189 negara anggota PBB dalam upaya memenuhi hak-hak dasar kebutuhan manusia (Bappenas, 2008).

Penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas tentu tidak terlepas dari infrastruktur yang mendukungnya, termasuk bangunan gedung sekolah sebagai prasarana utama tempat belajar siswa. Ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai akan memberikan peluang yang lebih besar bagi terlaksananya sebuah proses pendidikan yang berkualitas yang kemudian berpotensi melahirkan generasi yang cerdas dan kreatif (Setyawan 2005 dalam Herdiansyah 2007). Di pihak lain berbagai sumber informasi mengungkapkan bahwa frekuensi dan intensitas kerusakan bangunan sekolah di Indonesia masih cukup tinggi.

Berdasarkan data Kementerian Pendidikan Nasional, pada tahun 2009/2010 saja secara nasional tercatat ruang kelas Sekolah Dasar (SD) yang rusak ringan dan rusak berat mencapai 347.998 unit (39,08%). Sejalan dengan itu, Sulaiman (2005) menyatakan bahwa kondisi bangunan sekolah dasar yang ada di Bogor memiliki nilai rata-rata keterandalan 48,42% (tergolong rusak ringan). Dalam kaitan ini Herdiansyah (2007) menyebutkan kerugian akibat serangan perusak biologis kayu pada bangunan sekolah di Bogor mencapai Rp 1.074.483.390.


(18)

Banyaknya ruang kelas yang rusak bukan saja membebani anggaran masyarakat dan anggaran negara, tetapi juga dapat mengganggu proses belajar mengajar. Disamping itu, kerusakan bangunan sekolah juga dapat mengancam keselamatan siswa dan guru yang berada di dalam bangunan tersebut. Di pihak lain tingginya frekuensi dan intensitas kerusakan bangunan sekolah tersebut tidak didukung oleh informasi ilmiah tentang karakteristik kerusakan bangunan sekolah secara komprehensif dan faktor penyebabnya. Padahal informasi tersebut sangat penting sebagai basis perumusan kebijakan pengelolaan sarana dan prasarana pendidikan (termasuk perencanaan dan penganggaran rehabilitasi bangunan sekolah pada setiap tahun anggaran).

Berdasarkan pertimbangan tersebut dirasa perlu melaksanakan penelitian tentang kerusakan bangunan sekolah sebagai basis pengetahuan dalam menunjang penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan di Kota Bogor.

1.2. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik kerusakan bangunan sekolah dasar di Kota Bogor terutama menyangkut:

1) Frekuensi dan intensitas kerusakan bangunan. 2) Faktor penyebab kerusakan bangunan sekolah.

3) Hubungan antara umur bangunan serta frekuensi pemeliharaan dan perawatan terhadap Indeks Keterandalan (IK).

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam:

1) Perumusan kebijakan untuk pemeliharaan, perawatan, dan pengendalian kerusakan bangunan sekolah dasar (SD) di Kota Bogor.

2) Pengembangan model pendugaan masa pakai (service life) bangunan sekolah dasar di Kota Bogor.

3) Pengalokasian anggaran pemeliharaan, perawatan, dan pengendalian kerusakan bangunan sekolah dasar (SD) di Kota Bogor, termasuk untuk merehabilitasinya.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kota Bogor

Kota Bogor adalah salah satu kota yang berada dalam wilayah administratif Propinsi Jawa Barat, terletak di antara koordinat 106o48’ BT dan 6o36’ LS, dikelilingi oleh bentangan pegunungan menyerupai huruf U mulai dari Gunung Pancar, Gunung Megamendung, Gunung Gede, Gunung Pangrango, Gunung Salak dan Gunung Halimun. Kota ini terletak pada ketinggian 190 m sampai dengan 330 m dari permukaan laut dengan curah hujan yang cukup tinggi yaitu berkisar antara 3.500 sampai 4.000 mm/tahun. Curah hujan bulanan rata-rata mencapai 239 mm dengan curah hujan minimum (37 mm) terjadi pada bulan Juni, sedangkan curah hujan maksimum (555 mm) terjadi di bulan Januari. Jumlah hari hujan rata-rata di Kota ini juga cukup tinggi yaitu antara 13-22 hari/bulan. Mengingat tingginya curah hujan dan hari hujan tersebut, maka Kota Bogor dikenal sebagai Kota Hujan. Suhu udara rata-rata wilayah Kota Bogor adalah 26°C dengan suhu tertinggi 33,1°C dan kelembaban udara rata-rata 85 % (Badan Perencanaan Daerah Kota Bogor 2010).

Luas wilayah Kota bogor adalah 11.850 Ha, yang secara administratif terdiri dari enam kecamatan, 68 kelurahan, 210 dusun, 623 rukun warga (RW), 2.712 rukun tetangga (RT) dengan batas wilayah sebagai berikut :

a) Sebelah Utara berbatasan dengan Kec. Kemang, Kec. Bojong Gede, dan Kec. Sukaraja Kabupaten Bogor.

b) Sebelah Timur berbatasan dengan Kec. Sukaraja dan Kec. Ciawi, Kabupaten Bogor.

c) Sebelah Barat berbatasan dengan Kec. Darmaga dan Kec. Ciomas, Kabupaten Bogor.

d) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kec. Cijeruk dan Kec. Caringin, Kabupaten Bogor.

Kota Bogor merupakan salah satu kota satelit dari Ibukota Jakarta. Sejalan dengan perannya sebagai kota satelit, Kota Bogor memiliki pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi. Pada tahun 2010 penduduk Kota Bogor telah


(20)

mencapai 942.204 jiwa dengan pertumbuhan penduduk 0,71% per tahun, kepadatan 80 jiwa/Ha dan laju urbanisasi 0,07% per tahun (Tabel 2.1.1).

Tabel 2.1.1. Kondisi Demografi Kota Bogor Tahun 2010 Dirinci Menurut Kecamatan

Kecamatan

Pertumbuhan Penduduk Total Penduduk

(jiwa) Lahir Meninggal dunia Migrasi

L P Total L P Total Datang Pindah Jumlah

Bogor Selatan 738 673 1411 337 272 609 1.085 1.602 2.687 179.494

Bogor Timur 171 148 319 78 32 110 253 343 596 94.329

Bogor Utara 626 699 1.325 340 202 542 993 1.387 2380 166.245

Bogor Tengah 486 565 1.051 288 200 488 1.226 929 2.155 111.952

Bogor Barat 811 726 1.537 376 266 642 2.780 2.179 4.959 205.123

Tanah Sareal 1997 1938 3.935 293 233 526 2.664 1.861 4.525 185.061

Kota Bogor 942.204

Sumber: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bogor 2010.

Pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi di Kota Bogor menyebabkan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakatnya terus meningkat, termasuk kebutuhan akan pendidikan. Banyaknya jumlah bangunan sekolah di Kota Bogor, menunjukkan tingginya kepedulian masyarakat Kota Bogor terhadap penyelenggaraan pendidikan. Jumlah sekolah, jumlah siswa, dan jumlah guru Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kota Bogor masing-masing disajikan pada Tabel 2.1.2., Tabel 2.1.3., Tabel 2.1.4. dan Tabel 2.1.5.

Tabel 2.1.2.Jumlah Sekolah, Murid dan Guru Sekolah Dasar (SD) per Kecamatan Kecamatan

Negeri Swasta Jumlah

Sekolah Siswa Guru Sekolah Siswa Guru Sekolah Siswa Guru

[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10]

Bogor Selatan 43 17.774 646 9 2.511 116 52 20.285 762

Bogor Timur 26 9.206 362 5 2.175 110 31 11.381 472

Bogor Utara 39 14.241 517 5 669 110 44 14.910 627

Bogor Tengah 47 17.466 713 7 3.237 123 54 20.703 836

Bogor Barat 58 19.043 782 9 3.758 259 67 22.801 1.041

Tanah Sareal 35 15.124 531 6 1.998 123 41 17.122 654

Total 248 92.854 3.551 41 14.348 841 289 107.202 4.392


(21)

Tabel 2.1.3. Jumlah Sekolah, Murid dan Guru Sekolah Menengah Pertama (SMP) per Kecamatan

Kecamatan Negeri Swasta Jumlah

Sekolah Siswa Guru Sekolah Siswa Guru Sekolah Siswa Guru

[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10]

Bogor Selatan 2 2.616 171 22 5.359 431 24 7.975 602

Bogor Timur 4 1.064 86 8 1.540 134 12 2.604 220

Bogor Utara 2 2.230 121 9 2.017 142 10 4.247 263

Bogor Tengah 2 6.060 113 18 6.567 409 20 12.627 522

Bogor Barat 6 2.076 347 25 6.616 447 31 8.692 794

Tanah Sareal 4 4.261 211 14 2.578 214 18 6.839 425

Total 20 18.307 1.049 96 24.677 1.777 116 42.984 2.826

Sumber: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bogor 2010.

Tabel 2.1.4. Jumlah Sekolah, Murid dan Guru Sekolah Menegah Atas (SMA) per Kecamatan

Kecamatan Negeri Swasta Jumlah

Sekolah Siswa Guru Sekolah Siswa Guru Sekolah Siswa Guru

[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10]

Bogor Selatan 1 933 70 10 1.127 136 11 2.060 206

Bogor Timur 1 908 71 6 1.240 168 7 2.148 239

Bogor Utara 2 2.082 124 5 2.359 177 7 4.441 301

Bogor Tengah 2 1.591 127 13 1.863 179 15 3.454 306

Bogor Barat 2 1.972 118 8 3.198 258 10 5.170 376

Tanah Sareal 2 1.925 124 3 254 56 5 2.179 180

Total 10 9.411 634 45 10.041 974 55 19.452 1.608

Sumber: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bogor 2010.

Tabel 2.1.5. Jumlah Sekolah, Murid dan Guru Sekolah Menegah Kejuruan (SMK) per Kecamatan

Kecamatan Negeri Swasta Jumlah

Sekolah Siswa Guru Sekolah Siswa Guru Sekolah Siswa Guru

[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10]

Bogor Selatan - - - 8 3.075 228 8 3.075 228

Bogor Timur - - - 9 8.036 585 9 8.036 585

Bogor Utara 1 1.408 95 11 1.417 78 12 2.825 173

Bogor Tengah 1 1.224 102 9 4.676 333 10 5.900 435

Bogor Barat - - - 11 6.595 332 11 6.595 332

Tanah Sareal 1 1.377 64 12 6.301 327 13 7.678 391

Total 3 4.009 261 60 30.100 1.883 63 34.109 2.144


(22)

2.2. Bangunan Gedung

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 24/PRT/M/2008 dan UU No.28 tahun 2002 menjelaskan bahwa bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus. Fungsi bangunan gedung meliputi fungsi hunian, keagamaan, usaha, sosial dan budaya dan fungsi khusus adalah ketetapan mengenai pemenuhan persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung.

Menurut Puspantoro (1996) dalam Sulaiman (2005) ditinjau dari strukturnya, sebuah bangunan sederhana dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu: 1) Struktur bawah ialah bagian bangunan yang berada di bawah permukaan tanah,

yaitu pondasi.

2) Struktur atas ialah bagian bangunan yang berada di atas permukaan tanah, terdiri atas dua bagian, yaitu badan bangunan dan atap.

Lebih lanjut Pupantoro (1996) dalam Sulaiman (2005) menyatakan bahwa untuk mempelajari sebuah bangunan sederhana, dapat ditinjau bagian-bagian yang merupakan bagian pokok dari bangunan dan fasilitas sanitasinya. Bagian-bagian tersebut terdiri dari atap, pondasi, rangka dinding, langit-langit, dinding, kusen/daun, lantai, drainase halaman dan utilitas.

Konstruksi bangunan harus diperhitungkan secara teliti berdasarkan syarat-syarat bangunan termasuk perhitungan yang menunjang misalnya mekanika teknik. Keawetan suatu bangunan juga tergantung bahan bangunan yang digunakan, pelaksanaan dalam pembuatan dan juga perawatannya. Di samping hal tersebut di atas faktor lain yang berpengaruh dan perlu mendapatkan perhatian adalah air tanah, gempa bumi, angin dan sebagainya.

Pemeliharaan bangunan gedung adalah kegiatan menjaga keandalan bangunan gedung beserta prasarana dan sarananya agar bangunan gedung selalu laik fungsi. Perawatan bangunan gedung adalah kegiatan memperbaiki dan/atau mengganti bagian bangunan gedung, komponen, bahan bangunan, dan/atau prasarana dan sarana agar bangunan gedung tetap laik fungsi [Departemen


(23)

Pekerjaan bangunan

Gambar 2

2.3. Ker Dep kerusakan kelemahan bangunan gedung. W tercapai, m untuk dip gedung ju Gambar 2

Umum, 2 gedung dis

2.2.1. Skem Watt

rusakan Ba

partemen Pe n atau cac

n suatu fu yang berda Watt (1999) mengindika perbaiki. Di uga terjadi .3.1. 2008]. Pend ajikan pada ma hubungan 1999). angunan ermukiman at yang te ungsi, perf ampak terha menjelaska asikan adany i samping karena sikl dekatan sk a Gambar 2.

n bangunan

dan Prasa erjadi pada forma, tata adap struktu an jika perfo ya cacat a itu kemund lus keusang

9Aktivitas Peng

9Kondisi Lingku dalam Bangun

9Isi Bangunan

kematis unt .2.1.

n gedung da

arana Wilay a bangunan laksana, ur dan pelay

orma terbaik atau kekura duran kuali gan bangun

ghuni  ungan di  nan  uk memah an lingkung yah (2002) n sebagai atau syara yanan atau k k dari suatu angan yang itas (deteri nan seperti hami kebera gannya (Sum mendefini kegagalan at-syarat se kinerja bang u bangunan g harus dian orasi) bang yang ditunj adaan mber: isikan atau ebuah gunan tidak nalisis gunan jukan


(24)

Gambar 2.3.1. Siklus keusangan bangunan (Sumber: Watt 1999).

2.4. Faktor Perusak Kayu Bangunan Gedung

Kerusakan kayu seringkali dinyatakan dalam berbagai istilah, yaitu dekomposisi, degradasi dan deteriorasi. Dekomposisi dan degradasi merujuk pada perubahan satu atau lebih struktur polimer kayu menjadi molekul yang lebih sederhana. Sedangkan deteriorasi kayu pada bangunan, pada prinsipnya dapat dilihat sebagai salah satu bentuk mekanisme perubahan penurunan sifat yang berhubungan dengan penurunan ketahanan kayu. Deteriorasi ini secara signifikan banyak dijumpai pada struktur atau bangunan yang memanfaatkan kayu. Hal ini dapat terjadi dengan atau tanpa dapat dilihat secara langsung pada permukaan kayu hingga pada suatu kondisi dimana struktur kayu tersebut betul-betul mengalami kerusakan yang sangat parah sehingga masa pakai (service life) bangunan gedung berkurang. Deteriorasi kayu dapat disebabkan oleh faktor abiotik dan faktor biotik.

Deteriorasi kayu akibat faktor abiotik dapat dilihat pada unsur kayu bangunan yang mengalami perubahan warna setelah digunakan dalam jangka waktu tertentu. Kerusakan ini akan semakin besar jika kayu tersebut tidak diberikan perlakuan/ perlindungan sebagaimana mestinya, terlebih lagi jika digunakan pada kondisi yang terekspos terhadap lingkungan luar.

Bangunan-bangunan dari kayu yang mengalami kerusakan akibat faktor biotik menunjukkan kerusakan atau penurunan ketahanan dalam struktur

Perkembangan  Akhir

Total Keusangan

Sebelum  Pengembangan Perkembangan 

awal Perkembangan Pertengahan


(25)

bangunan dapat disebabkan oleh organisme perusak. Organisme perusak seperti rayap umumnya menjadikan kayu sebagai sumber makanan atau tempat perlindungan.

Watt (1999), menjelaskan mekanisme proses kerusakan bangunan berkayu atau bahan lainnya dibagi menjadi 5 tahapan, yaitu proses kerusakan secara mekanis, proses kerusakan secara fisis, proses kerusakan secara kimia, proses kerusakan secara biotis, dan kerusakan yang disebabkan oleh faktor manusia (vandalisme).

1. Kerusakan secara mekanis

Jenis kerusakan yang disebabkan oleh gaya, baik statis maupun dinamis. Bentuk kerusakan misalnya berupa retakan, patahan atau pecahan; kerusakan tesebut dapat menjadi parah bila semakin membesar dan meluas, sehingga daya dukung untuk menahan beban makin berkurang.

2. Kerusakan secara fisis

Jenis kerusakan disebabkan oleh faktor iklim setempat, seperti panas dan kelembaban. Hal ini tentu saja akan membawa dampak yang berbahaya, terutama bahan yang umurnya sudah tua dan kondisinya telah rapuh. Gejala yang terjadi misalnya berupa keausan, terkelupasnya lapisan cat, perubahan warna, pemudaran cat dan sebagainya.

3. Kerusakan secara kimiawi

Agen utama proses pelapukan secara kimia adalah air, baik berupa air kapiler maupun air hujan. Contoh gejala ini diantaranya pembusukan kayu yang kena air hujan akibat genteng yang bocor.

4. Kerusakan secara biotis

Jenis kerusakan ini terutama disebabkan oleh pertumbuhan jasad renik, jamur atau lumut pada permukaan dinding plesteran atau kayu sehingga terjadi proses pelapukan dn pembusukan.

5. Kerusakan oleh faktor manusia (vandalisme)

Bentuk kerusakan yang ditimbulkan antara lain berupa goresan benda tajam, coretan cat dan lain-lain. Sifat vandalisme biasanya hanya disebabkan oleh faktor yang sangat ringan seperti ingin mengabadikan identitas diri pada bangunan tersebut, namun akibat yang ditimbulkannya bisa sangat parah


(26)

misalnya bangunan menjadi kotor, rusak dan tidak utuh lagi, atau mengurangi nilai keindahan aslinya.

Penurunan masa pakai (service life) dari sebuah bangunan tidak hanya disebabkan adanya kerusakan bangunan, dapat pula berupa cacat bangunan. Kecacatan pada bangunan dapat diartikan sebagai kegagalan atau kelemahan suatu fungsi, performa, tata laksana, atau syarat-syarat sebuah bangunan yang berdampak terhadap struktur dan pelayanan bangunan tersebut. Adapun cacat pada bangunan yang menimbulkan berkurangnya kekuatan dapat diakibatkan oleh beberapa faktor yang saling berpengaruh, diantaranya:

1. Cacat bangunan secara alami

Cacat bangunan secara alami dapat terjadi karena: a. Faktor kimia dan perubahannya

Unsur-unsur kimia dan komponen bahan bangunan yang digunakan di dalam dan sekitar bangunan akan berinteraksi dengan manusia, proses alami dan lingkungan. Contoh cacat bangunan akibat perubahan kimia diantaranya adalah proses berkaratnya logam, kerusakan pada beton dan semen akibat sulfat, berkurangnya daya lekat beton dan tulangan.

b. Faktor fisika dan perubahannya

Bahan bangunan terpengaruh oleh panas, kelembaban, kristalisasi larutan garam, cahaya bunyi, listrik dan magnetisme. Perubahan yang biasa terjadi berupa pergerakan suhu, pergerakan kelembaban dan kristalisasi larutan garam.

c. Faktor Biologis dan perubahannya

Kerusakan bangunan oleh faktor biologis dijelaskan oleh Watt (1999) sebagai interaksi antara bangunan dan lingkungan biotiknya berupa tumbuhan dan hewan. Adapun penyebab biologis yang mengakibatkan kerusakan pada bangunan antara lain: rayap, jamur/cendawan, kumbang/bubuk, tumbuhan, burung dan binatang pengganggu serta lumut, alga dan tumbuhan tingkat rendah lainnya.

Menurut Singh and Bannet (1995) dan Singh (1997) dalam Watt (1999), faktor kimia, fisika dan biologi yang dapat berpengaruh terhadap bangunan disajikan pada Tabel 2.4.1.


(27)

Tabel 2.4.1. Faktor Kimia, Fisika dan Biologi yang berpengaruh terhadap bangunan gedung

Kimia Fisika Biologi 1) Oksigen

2) Karbon dioksida

3) Polutan eksternal

4) Bahan Bangunan

5) Larutan organik

6) Asap

7) Bahan dari proses industry

1) Suhu

2) Kelembaban relatif 3) Pergerakan udara 4) Cahaya

5) Radiasi elektromagnet 6) Bunyi dan Suara 7) Getaran

8) Psikosomatic

1) Psikologi ruang dan Warna

2) Penghuni bangunan 3) Tumbuhan dan Hewan 4) Mikroba (Jamur, Bakte

Virus, dll) 5) Ergonomi Sumber: Singh and Bannet (1995) dan Singh (1997) dalam Watt (1999).

2. Cacat akibat kesalahan pelaksanaan pembangunan

Pelaksanaan pembangunan merupakan implementasi dari rencana yang dilaksanakan oleh kontraktor yang mendapat tugas mendirikannya. Cacat bangunan seringkali terjadi pada pelaksanaan bangunan karena kurangnya kesesuaian antara yang direncanakan dengan yang dikerjakan. Kesalahan yang menimbulkan cacat pada bangunan dapat terjadi pada saat bangunan sedang dalam tahapan rancang bangun atau pra konstruksi, tahap knstruksi maupun tahap pasca konstruksi.

Usaha dalam mempertahankan bangunan untuk dapat bertahan lama dan dapat berfungsi sebagaimana mestinya membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Tindakan pengamanan dan pertahananan sudah harus dimulai pada saat pemilihan lokasi bangunan atau sebelum bangunan didirikan (pra konstruksi). Jika tindakan pengamanan dilakukan setelah komponen mengalami kerusakan maka akan membutuhkan biaya lebih besar karena komponen yang sudah rusak harus diganti dan kemungkinan untuk rusak kembali oleh faktor yang sama akan lebih besar pula. Oleh karena itu, guna meminimalkan kerusakan kembali pada bangunan diperlukan juga tindakan pengendalian. Faktor-faktor penyebab kerusakan bangunan perlu diketahui sebelum melakukan usaha proteksi bangunan maupun usaha dalam rangka membasmi faktor perusak tersebut.

Watt (1999) menjelaskan klasifikasi penyebab kerusakan bangunan yang ada di luar dan di dalam bangunan pada Tabel 2.4.2.


(28)

Tabel 2.4.2. Klasifikasi penyebab kerusakan bangunan yang berada di luar dan di dalam bangunan

Penyebab Bekerja di luar bangunan Bekerja di dalam bangunan

Atmosfer Tanah Penghuni Akibat desain

Penyebab mekanik

Gravitasi Beban salju dan hujan

Tekanan tanah

dan air Beban hidup Beban mati Penurunan kekuatan dan pembebanan Tekanan salju, suhu dan kelembaban

Amblas, bergeser Pelekukan Pergeseran, penyusutan Energi kinetik Angin, hujan es,

badai pasir Gempa bumi

Akibat internal, pemakaian

Penurunan kadar air Getaran & bunyi

Bunyi guruh pesawat, ledakan, lalulintas, mesin Getaran lalulintas Bunyi dan getaran musik, hiburan, alat rumah Bunyi&getaran Penyebab electromagnet

Radiasi Radiasi matahari, radiasi radioaktif Radiasi radioaktif Lampu, radiasi radioaktif Radiasi permukaan Listrik Cahaya Arus listrik - Listrik statis &

suplai listrik

Magnetisme - - Medan magnet Medan magnet

Penyebab suhu Panas, embun, perubahan suhu Panas tanah, embun Panas tubuh, rokok Pemanasan kebakaran Penyebab kimia

Air dan larutan permukaan

Kelembaban udara, kondensasi,

presipitasi

Air tanah dan air

Penyemprotan air, kondensasi, deterjen, alkohol Pemanasan, kebakaran Penyebab oksidasi Oksigen, ozon, nitrooksida Potensial elektrokimia positif Desenfektan, pemutih Potensial elektrokimia positif Penyebab reduksi Asam Asam karbonat, asam sulfurat, kotoran burung Asam karbonat, asam humat Cuka, asam sitrat, asam karbonat Asam sulfat, asam karbonat

Basa - Kapur Sodium,

potasium Semen

Garam Kabut garam Nitrat, fosfat,

klorida, sulfat Sodium klorida Gips, sulfat Bahan kimia

netral Debu Batu kapur, silica

Lemak, minyak, tinta, debu Lemak, minyak, debu Penyebab biologi Tumbuhan dan mikroba Bakteri, benih tumbuhan Bakteri, lumut, jamur, akar pohon Bakteri, tanaman

hias -

Hewan Serangga, burung Rayap, tikus, ulat Hewan piaraan - Sumber: Watt (1999).

2.5. Penyebab Kerusakan Biologis pada Bangunan

Kayu sebagai bahan bangunan perumahan dan gedung mempunyai kelemahan, antara lain dapat rusak atau lapuk akibat serangan organisme perusak


(29)

kayu berupa serangga dan jamur (Hariyanto et al. 2000). Agen biodeterirasi tersebut menyebabkan menurunnya kualitas dan kuantitas kayu. Terjadinya proses biodeteriorasi ditandai dengan adanya kerusakan pada kayu oleh faktor-faktor perusak, seperti adanya cacat-cacat berupa lubang gerek (bore holes), pewarnaan (staining), pelapukan (decay), lembap (damp), rekahan (brittles), dan pelunakan (softing). Setiap tanda-tanda kerusakan yang terlihat merupakan gejala spesifik dari salah satu faktor penyebab, sedangkan adanya tanda serangan sendiri sekaligus merupakan kriteria bahwa kayu atau hasil hutan yang bersangkutan telah terserang hama, penyakit atau penyebab lainnya (Tarumingkeng, 2004). Selanjutnya dikemukakan bahwa proses biodeteriorasi tersebut dapat diperparah jika kondisi lingkungan, termasuk suhu dan kelembaban, mendukung berkembangnya agen biodeteriorasi.

1. Rayap

Rayap pada mulanya merupakan serangga yang termasuk ordo isoptera. Dimana serangga ini bersifat sosial dengan sistem kasta yang berkembang dengan baik. Ciri-ciri kelompok ini adalah memiliki dua pasang sayap mirip membran berukuran sama, yang menempel pada bagian toraks dan bagian mulut pengunyah (Nicholas 1987). Namun, berdasarkan hasil analisis molekuler dan analisis morfologi menunjukkan bahwa rayap masuk dalam golongan kecoak yang berkerabat dekat dengan Cryptocercus. Kekerabatan rayap dan Cryptocercus merupakan kerabat dekat dari Ordo Blatodea sehingga konsekuensi dari analisis filogeni tersebut diusulkan bahwa isoptera tidak digunakan lagi untuk nama kelompok rayap dan sekaligus ditempatkan suku termitidae untuk mengakomodasi semua jenis rayap dan tingkatan famili yang ada sekarang diturunkan tingkatan taksonnya (Inward et al. 2007 dalam Zumarlin 2011).

Rayap diperkirakan telah menghuni bumi sekitar 220 juta tahun yang lalu atau 100 juta tahun sebelum serangga sosial lainnya menghuni bumi (Nandika et al. 2003). Di beberapa bagian dunia, rayap sering disebut sebagai semut putih. Hal ini dikarenakan perut rayap miskin sclerotization, terutama pada kasta pekerja, sehingga mereka tampak putih (Pearce 1997). Sigit dan Hadi (2006) diacu dalam

Herdiansyah (2007) menjelaskan sebenarnya rayap banyak memberikan manfaat bagi ekosistem bumi, sebagai makrofauna tanah rayap memiliki peran dalam


(30)

pembuatan lorong-lorong di dalam tanah dan mengakibatkan tanah menjadi gembur sehingga baik untuk pertumbuhan tanaman. Nandika et al. (2003) pun menyatakan rayap memiliki peran dalam membantu manusia sebagai dekomposer dengan cara menghancurkan kayu atau bahan organik lainnya dan mengembalikan sebagai hara ke dalam tanah.

Bagai dua sisi mata uang, rayap pun dapat menjelma sebagai mikroorganisme perusak kayu yang sangat berbahaya serangannya. Nicholas (1973) menyatakan bahwa rayap biasa menyerang kayu yang kurang padat, yaitu bagian kayu awal dari riap tumbuh. Apabila kayu awal habis maka rayap siap untuk memakan kayu akhir. Selain itu, Nandika et al. (2003) mengatakan rayap mampu merusak komponen bangunan gedung, bahkan juga menyerang dan merusak mebeler di dalamnya, buku-buku, kabel-kabel listrik serta barang-barang yang disimpan.

Menurut Lee (2007) dalam Diba et al. (2010), rayap dikenal sebagai kelompok hama yang serius dalam dunia. Rayap tanah C.curvignathus Holmgren adalah kelompok penting dari hama serangga perkotaan di daerah negara tropis. Untuk mencapai sasarannya rayap tanah dapat menembus tembok yang tebalnya beberapa centimeter, menghancurkan plastik, kabel bahkan bentuk konstruksi bangunan seperti : slab dan basement serta penghalang fisik lainnya. Jangkauan serangan sampai bagian-bagian yang tinggi dengan membuat sarang di dalam bangunan yang jauh dari tanah dan memanfaatkan sumber-sumber kelembaban yang tersedia dalam bangunan tersebut. Kondisi ini berlaku pada rayap tanah

Coptotermes curvignathus yang hidupnya mutlak tergantung dari adanya air dan tanah sebagai kebutuhan penting untuk kehidupan rayap (Nandika et al. 2003). Hal ini berbeda dengan rayap kayu kering yang mempunyai kemampuan hidup pada kayu-kayu kering dalam rumah, bangunan atau gedung-gedung, mereka tidak membangun sarang-sarang atau terowongan-terowongan pada tempat terbuka sehingga sulit untuk diketahui.

Rayap memiliki keragaman spesies yang cukup tinggi, tercatat 2500 spesies telah berhasil diidentifikasi. Spesies tersebut terbagi kedalam tujuh famili, 15 sub-famili, dan 200 genus yang tersebar di berbagai negara di dunia (Nandika et al.


(31)

penyebaran dan aktifitas rayap sangat dipengaruhi oleh faktor suhu dan curah hujan, Namun demikian, beberapa genus rayap dapat hidup di daerah-daerah dingin seperti Archotermopsis yang hidup di puncak Pegunungan Himalaya (ketinggian 3000 mdpl). Di Indonesia ditemukan 200 spesies rayap yang terdiri dari 3 famili yaitu Kalotermitidae, Rhinotermitidae dan Termitidae.

2. Jamur

Jamur merupakan tumbuhan tingkat rendah yang tidak mempunyai zat hijau daun (chlorophyl). Untuk hidupnya mereka harus memperoleh makanan dari bahan-bahan organik yang dihasilkan oleh tumbuhan hijau melalui fotosintesa. Dengan demikian kayu sebagai produk tumbuhan hijau menjadi sumber makanan bagi jamur. Pelapukan kayu oleh jamur merupakan proses kimia antara enzim-enzim yang dikeluarkan oleh jamur dengan senyawa-senyawa pada kayu (holoselulosa dan lignin) sehingga terbentuk senyawa-senyawa lain yang lebih sederhana. Dengan demikian senyawa-senyawa tersebut dapat diabsorbsi dan digunakan dalam proses metabolisme untuk perkembangan jamur. Akibat dari proses tersebut maka sifat-sifat kayu (fisik, kimia, mekanik) mengalami perubahan yang cenderung merugikan (Tambunan dan Nandika 1989).

Jamur perusak kayu menurut Panshin dan de Zeuw (1970) dapat dipisahkan menjadi dua kelompok yaitu : jamur perusak kayu (wood destroying fungi) dan jamur pewarna kayu (wood staining fungi). Jenis-jenis cendawan/jamur perusak kayu :

a. Pembusuk coklat (brown rot)

Brown rot disebabkan oleh jamur (Basidiomycetes) yang dapat masuk ke dalam kayu menghasilkan pembusukan. Brown rot membutuhkan kadar air yang rendah untuk tumbuh dan berkembang. Nicholas (1973) menjelaskan hanya fraksi karbohidrat akan dihapus secara luas oleh pembusuk coklat, dan residu menjadi semakin tinggi di fraksi lignin. Brown rot juga mengakuisisi warna coklat kayu, sering seakan hangus, cenderung retak di permukaan, dan mengalami penyusutan normal.

b. Pembusuk putih (white rot)

White rot adalah golongan jamur yang termasuk ke dalam kelas Basidiomycetes. Menurut Nicholas (1973), white rot merombak lignin dan


(32)

selulosa sehingga kayu cenderung kehilangan warna. Ridout (2001) menjelaskan pembusukan dimulai dengan proses depolimerisasi selulosa. Akibat dari pembusukan white rot, menyebabkan munculnya serat putih dan bisa terjadi kehilangan berat hingga mencapai 95 %. White rot dalam bangunan cenderung tumbuh subur dalam keadaan lebih basah dibandingkan dengan jamur brown rot. Jamur ini sering terdapat dibagian luar jendela dan di bawah atap yang bocor.

c. Busuk lunak (soft rot)

Soft rot adalah jamur perusak kayu dari klas Ascomycetes dan klas Deuteromicetes atau “Fungi imperfecti”. Cara penyerangan hanya bagian tertentu saja dari dinding sel yang dirombak yaitu bagian tengah dinding sekunder. Penyerangan jamur dimulai melalui noktah sel. Struktur kayu yang diserang tidak banyak berubah tetapi kekuatan akan berkurang serta menjadi lunak dan berwarna kotor pada permukaannya. Soft rot sering dijumpai pada kayu yang berhubungan dengan tanah (Panshin dan de Zeuw 1970).

d. Jamur pewarna kayu (staining fungi)

Jamur Pewarna kayu adalah jamur yang tumbuh pada kayu tetapi tidak merombak komponen-komponen kayu sehingga tidak banyak mempengaruhi kekuatannya. Jenis jamur perusak warna kayu antara lain :

1) Mold adalah jamur yang menyerang permukaan kayu dimana miseliumnya tidak menembus ke dalam kayu, tetapi hanya menyebabkan pewarnaan pada kayu yang diserangnya (Nandika et al. 1996). Mold nampak seperti benang-benang halus, berwarna putih sampai keabu-abuan atau hijau biru, hijau kekuning-kuningan atau seperti tepung kemerah-merahan pada permukaan kayu, sehingga warna kayu menjadi rusak pada bagian permukaanya. Mold pada umumnya menyerang permukaan kayu gubal, akan tetapi dapat juga menyerang kayu teras. Selain itu, mold sering dijumpai apabila temperatur udara yang rendah pada periode yang panjang (Panshin and de Zeuw 1970).

2) Jamur blue stain

Blue stain adalah jenis jamur yang menyerang kayu segar (baru ditebang) dimana kadar airnya lebih besar dari 25 %. Tidak hanya itu, blue stain juga


(33)

menyerang kayu teras. Serangannya sering terjadi bersamaan denga n serangan kumbang ambrosia. Hal ini karena jenis jamur tersebut merupakan makanan dari kumbang ambrosia. Jenis jamur blue stain yang paling sering menyerang kayu adalah jenis Ceratocystis. Kayu yang terserang jamur ini akan kehilangan warna aslinya.

3. Kumbang

Kumbang (ordo Coleoptera) merupakan anggota kelas insecta dengan jumlah spesies kira-kira 350.000 atau 40 % dari seluruh spesies serangga. Anggota dari ordo Coleoptera sering disebut bubuk, dan dibagi menjadi dua golongan yaitu bubuk kayu kering dan bubuk kayu basah.

a. Bubuk kayu kering

Jenis kumbang ini disebut bubuk kayu kering (powder post beetles) karena larva dari jenis ini menggerek kayu dan ekskremen-ekskreman yang dihasilkan bentuknya halus menyerupai tepung. Bubuk kayu kering ini hanya terdapat pada kayu kering. Pola serangan bubuk kayu kering sejajar dengan arah serat Beberapa famili yang terpenting dari ordo ini adalah : Lyctidae,

Anobidae, Cerambycidae, dan Bostrichidae (Kollman et al. 1975). b. Bubuk kayu basah

Serangan bubuk kayu basah dilakukan oleh jenis Ambrosia beetles atau “Pinhole borer”. Bubuk ini hidup dari fungi (mold) yang hidup pada dinding lubang-lubang gereknya. Bubuk ini banyak menyerang kayu yang baru ditebang. Umumnya untuk hidup ia membutuhkan kadar air di atas 40 % sedang pada kadar air di bawah 25 % kumbang ini akan mati (Tambunan dan Nandika 1989).

4. Lumut, Alga dan Tumbuhan Tingkat Rendah Lainnya

Lumut dan tumbuhan tingkat rendah lainnya dapat tumbuh membentuk koloni dipermukaan luar dimana organisme ini mendapatkan makanan (garam/mineral) dan mengeluarkan bahan-bahan yang dapat menutupi atap dan dinding bangunan. Kerugian akibat tumbuhnya lumut, alga, dan tumbuhan tingkat rendah lainnya yaitu dapat menyebabkan masalah-masalah struktur, serta menyebabkan masalah-masalah estetika tentang keindahan suatu bangunan (Allsopp et al. 2003).


(34)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kota Bogor, selama tiga bulan yaitu dari bulan Juli sampai September tahun 2012.

3.2. Alat dan Bahan

Bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah peta Kota Bogor,

tally sheet, botol koleksi serangga, alkohol 70% dan lain-lain. Peralatan yang digunakan adalah meteran baja, palu, obeng, gergaji kecil, kalkulator, lampu senter, kamera dan sebagainya.

3.3. Metode Penelitian

3.3.1.Penentuan Bangunan Contoh

Penentuan bangunan sekolah contoh dilakukan dengan teknik Pengambilan Contoh Acak Berlapis Tiga Tahap (three stages stratified random sampling) sebagai berikut:

Tahap I : Pemilihan Kecamatan Contoh di Kota Bogor

Tahap II : Pemilihan Kelurahan Contoh dalam setiap Kecamatan contoh Tahap III : Pemilihan Sekolah Dasar Contoh dalam setiap kelurahan contoh.

Pengambilan contoh pada tahap I, dilakukan dengan cara memilih secara acak tiga Kecamatan Contoh dari enam kecamatan di Kota Bogor. Pada setiap Kecamatan Contoh kemudian dilakukan pemilihan tahap II, yaitu dengan memilih secara acak tiga Kelurahan Contoh di setiap Kecamatan Contoh. Selanjutnya dilakukan pengambilan contoh tahap III yaitu dengan memilih secara acak empat SD Negeri di setiap Kelurahan Contoh. Dengan demikian diperolehlah bangunan sekolah contoh sebanyak 36 unit.

3.3.2.Penilaian Tingkat Kerusakan

Pada masing-masing sekolah contoh dilakukan pengamatan terhadap ada tidaknya kerusakan pada komponen bangunan sekolah, baik komponen bangunan


(35)

pada upper structure (penutup atap, rangka atap/kuda-kuda, plafon, lispang), main

sructure (dinding, tiang/kolom), sub structure (lantai, pondasi), serta komponen

non-structure (jendela, pintu, kusen). Setiap kerusakan pada komponen bangunan, diberi skor (skala 1-100); dicatat juga penyebabnya, baik faktor biologis (lumut, ganggang, tumbuhan jamur, rayap, kumbang dll), fisis (cuaca, bocor, korosi, api), dan atau mekanis (retak, pecah, aus dll). Kerusakan pada upper structure memiliki bobot 40%, main sructure berbobot 30%, sub structure berbobot 20% dan non-structure berbobot 10%. Total skor indeks keterandalan pada satu gedung sekolah setelah dilakukan penilaian berupa skor pada masing-masing komponen bangunan dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

IK = (40% x SU) + (30% x Sm) + (20% x Ss) + (10% x Sn) 1)

dimana: IK  = Indeks kerterandalan bangunan sekolah contoh

Su = Skor kerterandalan bangunanpada komponen upper structure (skor 1-100)

Sm = Skor kerterandalan bangunan pada komponen main sructure (skor 1- 100)

Ss = Skor kerterandalan bangunanpada komponen sub structure (skor 1- 100)

Sn = Skor kerterandalan bangunanpada komponen non-structure (skor 1-100)

Spesimen agen perusak biologis yang ditemukan di bangunan sekolah contoh diambil untuk diidentifikasi di laboratorium. Dalam identifikasi agen perusak berupa Rayap digunakan kunci identifikasi Akhmad (1958) dan Tho (1992).

3.3.3. Wawancara dan Studi Pustaka

Selain pengamatan secara langsung terhadap kondisi bangunan sekolah, dilakukan juga wawancara dengan masing-masing Kepala Sekolah Contoh untuk menghimpun informasi tentang sejarah bangunan sekolah, perawatan dan pemeliharaan sekolah, dan sistem pemantauan kerusakan sekolah.

1)


(36)

Studi pustaka merupakan suatu metode pengumpulan data berupa laporan-laporan studi terdahulu, paper atau makalah, serta data sekunder yang dibutuhkan dalam mendisain riset, serta menganalisis hasil studi (Sinaga 2008). Studi pustaka dilakukan untuk menghimpun informasi dan data pendukung yang terkait dengan hasil pengamatan lapangan. 

 

3.3.4. Analisis Data

Indeks kerterandalan (IK) masing-masing bangunan sekolah contoh dikelompokkan menjadi tiga skala ordinal, yaitu:

a) Baik, jika IK > 80

b) Rusak ringan, jika IK antara 61 sampai 80 c) Rusak sedang, jika IK antara 41 sampai 60 d) Rusak berat, jika IK ≤40

Ketiga skala IK tersebut digunakan sebagai dasar pengelompokkan kondisi bangunan sekolah contoh, baik menurut kecamatan maupun kelurahan. Tabel klasifikasi silang (cross-tabulation) digunakan untuk menentukan hubungan antara umur serta frekuensi pemeliharaan dan perawatan terhadap Indeks kerterandalan bangunan. 


(37)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Karakteristik Umum Bangunan Sekolah

Kota Bogor memiliki 284 unit sekolah dasar (SD), 242 unit (85,2%) diantaranya merupakan sekolah dasar negeri, sedangkan sisanya (42 unit atau 14,8%) merupakan sekolah dasar milik masyarakat/swasta. Keseluruhan sekolah tersebut merupakan tempat belajar bagi 111.430 orang siswa SD di Kota Bogor. Dalam hal ini Kecamatan Bogor Barat merupakan wilayah yang paling banyak jumlah unit sekolahnya (66 unit atau 23,2%) dan paling banyak jumlah siswanya (24.248 siswa atau 21,8%). Sementara itu jumlah unit sekolah dasar (SD) di kecamatan lainnya berkisar antara 34 sampai 53 unit (Tabel 4.1.1).

Tabel 4.1.1. Jumlah Sekolah Dasar (SD) dan Siswa Sekolah Dasar (SD) per Kecamatan di Kota Bogor

No Kecamatan

SD Negeri SD Swasta Jumlah

Sekolah (unit)

Murid (orang)

Sekolah (unit)

Murid (orang)

Sekolah (unit)

Murid (orang)

1 Bogor Selatan 44 18.361 9 2.440 52 20.801

2 Bogor Timur 28 10.593 6 2.459 31 13.052

3 Bogor Utara 37 13.834 6 1.124 44 14.958

4 Bogor Tengah 44 17.543 5 2.600 54 20.143

5 Bogor Barat 56 20.106 10 4.142 67 24.248

6 Tanah Sareal 33 15.765 6 2.463 41 18.228

Kota Bogor 242 96.202 42 15.228 284 111.430

Sumber: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bogor 2010.

Bangunan Sekolah Dasar (SD) di Kota Bogor sebagian besar (55,5% atau 20 unit) dibangun pada periode tahun 1952 sampai tahun 1981 atau berumur antara 31 tahun sampai 60 tahun. Dengan perkataan lain sebagian besar bangunan sekolah contoh di Kota Bogor sudah memasuki “masa kritis” dalam hal kemungkinan mengalami kerusakan. Komposisi umur bangunan sekolah contoh di Kota Bogor akan ditunjukkan pada Gambar 4.1.1.


(38)

Gam Ban dijadikan budaya, ti Bogor Te sekolah ca 4.1.2 di ba

Gambar 4 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% Persentase 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% Frekuensi (% )

mbar 4.1.1. K gunan seko bangunan idak boleh ngah merup agar budaya awah ini: 4.1.2. Freku Cont 0-30 tah 16.7 % % % % % % % % % 0-30 ta 16.67% 33.3 Komposisi olah yang b cagar bud diubah ben pakan Keca a terbanyak uensi Komp oh. hun 70% U ahun 33% 50% Umur Bang berumur leb daya. Bang ntuk bangun amatan Con k (70% atau

posisi Umu 31-60 tahun 55.50% Umur Bangun 31-60 tahun 45% 15% 40 Umur Ban

gunan SD C ih dari 60 t gunan yang nan aslinya

ntoh yang u 7 unit), se

ur Banguna

≥61

nan

≥61 t

20% 0%

ngunan

Contoh di K tahun oleh g tergolong

. Dalam ha memiliki ju eperti terlih an Sekolah 1 tahun 27.80% tahun 70% 10% Kota Bogor. pemerintah g sebagai al ini Kecam

umlah bang hat pada Ga

per Kecam 0-30 31-6 ≥61 Bogor Selatan Bogor Tengah Bogor h kota cagar matan gunan ambar matan 0 tahun 60 tahun tahun n h Utara


(39)

Seluruh bangunan sekolah contoh merupakan bangunan permanen, sebagian besar (86,1% atau 31 unit) berlantai satu dengan luas bangunan berkisar antara 311 m2 sampai 2868 m2. Lantai bangunan sekolah tersebut kebanyakan terbuat dari keramik (90, 49% atau 257 ruang), sedangkan bahan lainnya adalah plesteran (7,755 atau 22 ruang) dan marmer (1,76% atau 5 ruang). Pondasi bangunan umumnya berupa pondasi bertipe menerus bersloop beton (94,4%), sisanya pondasi titik (5,6%). Pondasi menerus dibutuhkan untuk menopang beban menerus yang berasal dari dinding pemikul atau dinding batu bata penyekat ruang beban yang dipikul kemudian disalurkan dengan sistem garis/beban merata. Pondasi titik diperlukan untuk meneruskan beban-beban terpusat atau terkumpul (pada kolom) dan meneruskannya ke dalam tanah. Pondasi titik terdapat hanya ada pada kolom-kolom utama bangunan sekolah.

Sementara itu seluruh bangunan sekolah berdinding batu bata yang permukaanya diplester. Kusen pintu dan kusen jendela pada umumnya terbuat dari kayu (99,30%) dan sisanya menggunakan alumunium (0,70%). Kayu yang digunakan untuk komponen kusen umumnya menggunakan kayu kelas awet IV dan V, seperti kayu meranti dan kelapa. Plafon bangunan sekolah pada umumnya terbuat dari eternit (89,79%), sisanya menggunakan kayu lapis (7,75%) dan papan (2,46%). Sebagian besar sekolah contoh (75,70%) menggunakan kayu sebagai bahan rangka atap /kuda-kuda. Sisanya menggunakan baja ringan (22,89%), dan besi (1,41%). Jenis kayu yang digunakan sebagai rangka atap bangunan sekolah bervariasi. Untuk rangka atap bangunan sekolah yang dibangun sebelum tahun 1951 (berumur ≥61 tahun ) pada umumnya terbuat dari kayu jati (Tectona grandis) yang termasuk kayu kelas awet II, sedangkan rangka atap bangunan sekolah yang dibangun setelah tahun 1951 (berumur 0-60 tahun) pada umumnya terbuat dari kayu kelas awet IV dan V seperti meranti, sengon, dan lain-lain. Penelitian juga menunjukkan bahwa atap bangunan sekolah hampir seluruhnya menggunakan genteng.

4.2. Frekuensi Kerusakan Bangunan Sekolah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar (83,33% atau 30 unit) bangunan sekolah dasar (SD) di Kota Bogor, mengalami kerusakan ringan,


(40)

sedangkan baik (5,56 Bogor Te Kecamata Ga Hal di Kecam Bogor Se dilakukan ringan yan tingkat ke Kecamata tahun. Sel sebagai ko yang terja komponen Jati (Tect

dengan ko 0% 5% 10% 15% 20% 25% 30% 35% Frekuensi (%) 1) Rusak 2) Rusak

n sisanya da 6% atau 2 engah lebih an Bogor Se

ambar 4.2.1 ini diduga matan Bogor latan dan K

perawatan ng terjadi p erusakan leb an Bogor Te

lain frekuen omponen b adi pada b n bangunan ona grandi ondisi baik % % % % % % % % Bogor S 2.78%

ringan, jika I sedang, jika I

alam keada unit). Ditin h baik dib elatan dan K

. Keadaan B karena frek r Tengah itu

Kecamatan n dan peme

pada bangun bih rendah engah merup

nsi perawat bangunan m bangunan se dengan jen

is) yang m k yang ada

Selatan 25%

5.56%

K

K antara 61 sa IK antara 41 s

aan rusak ru njau dari lo bandingkan Kecamatan B

Bangunan S kuensi peraw

u sendiri re Bogor Ut eliharaan ba

nan sekolah , meskipun pakan bangu

an dan pem merupakan f ekolah di nis kayu yan merupakan k di Kecama Bogor Tenga 0% 33.33% Kecamatan C ampai 80 sampai 60 usak sedang okasinya ba n dengan k Bogor Utara

Sekolah per watan dan p elatif lebih

ara (Lampi angunan SD h tersebut d n sebagian b

unan yang s meliharaan, faktor peny Kecamatan ng digunaka kayu kelas atan Bogor ah Bog 2.78 % 0% Contoh g (11,11% angunan SD keadaan ba a (Gambar 4

Kecamatan pemeliharaa

tinggi darip iran 6). R D menyeba dapat seger besar bang sudah berum jenis kayu yebab renda n Bogor Te an kebanya awet II. r Selatan d gor Utara 8%

25%

5.56%

atau 4 unit D di Kecam angunan S 4.2.1). n Contoh. an banguna pada Kecam Relatif serin abkan kerus a diperbaik unan sekol mur lebih da

yang digun ahnya kerus engah. Di akan adalah

Sekolah co dan Bogor U

% Ba Ru Rin Ru sed t) dan matan D di an SD matan ngnya sakan ki dan lah di ari 60 nakan sakan mana kayu ontoh Utara ik usak ngan usak dang


(41)

merupakan unit sekolah yang baru saja mengalami renovasi pada tahun 2011/2012. Keadaan umum bangunan sekolah per Kelurahan Contoh disajikan pada Tabel 4.2.1.

Tabel 4.2.1. Keadaan Umum Bangunan Gedung SD per Kelurahan Contoh

No Kecamatan/Kelurahan

Jumlah Sekolah (unit)

Jumlah R.Kelas (ruang)

Jl Sekolah yang Rusak

Jl Ruang Kelas yang rusak unit % ruang % 1 Kec. Bogor Selatan

1. Kel. Batutulis 4 40 3 8,34% 26 9,16%

2. Kel. Bondongan 4 22 4 11,11% 22 7,75%

3. Kel. Ranggamekar 4 27 4 11,11% 27 9,51%

2 Kec. Bogor Tengah

1. Kel. Pabaton 4 34 4 11,11% 34 11,97%

2. Kel. Paledang 4 44 4 11,11% 44 15,49%

3. Kel. Gudang 4 23 4 11,11% 23 8,10%

3 Kec. Bogor Utara

1. Kel. Bantarjati 4 34 3 11,11% 25 8,80%

2. Kel. Tegal Gundil 4 33 4 11,11% 33 11,61%

3. Kel. Kedung Halang 4 27 4 11,11% 27 9,51%

Berdasarkan data Balitbang Kemdiknas Tahun 2010, jumlah gedung sekolah dasar (SD) di Kota Bogor hingga tahun 2010 yang mengalami rusak berat sebanyak 847 gedung (8,74% dari 9.695 gedung SD rusak berat di Provinsi Jawa Barat). Sampai pada Oktober 2011, ada 545 ruang kelas SD di Kota Bogor yang mengalami kerusakan. Jumlah ini hampir seperempat dari jumlah keseluruhan ruang kelas SD yang ada di Kota Bogor yang mencapai 1.995 ruang kelas. Dari jumlah tersebut, 361 ruang kelas mengalami kerusakan ringan hingga sedang, sedangkan 184 ruang kelas tercatat rusak berat.

Melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 dan 79 Tahun 2007, Pemerintah juga telah menetapkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Pendidikan yang merupakan acuan atau “rambu-rambu minimal” bagi pemerintah daerah, termasuk Pemerintah Kabupaten/Kota, untuk menyelenggarakan pendidikan dasar dan pendidikan menengah sesuai dengan paradigma desentralisasi pendidikan. Di dalam SPM tersebut antara lain ditentukan jenis dan syarat-syarat prasarana pendidikan, termasuk bangunan sekolah yang harus disediakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dalam rangka memenuhi amanat UUD 1945, sekaligus dalam rangka “menjangkau” Standar Nasional Pendidikan.


(42)

Dalam menjangkau Standar Nasional Pendidikan ini harus disiapkan kebijakan sistematis yang memungkinkan realisasinya sesuai peraturan dan standar yang ada.

4.3. Jenis dan Bentuk Kerusakan Bangunan Sekolah

Kerusakan bangunan sekolah dapat disebabkan oleh faktor mekanis, faktor biologis, dan faktor fisis. Kerusakan mekanis merupakan jenis kerusakan yang disebabkan oleh gaya, baik statis maupun dinamis. Bentuk kerusakan misalnya berupa retak, patah atau pecah;, sehingga daya dukung untuk menahan beban makin berkurang. Kerusakan mekanis teerjadi hampir di seluruh komponen bangunan. Sementara itu kerusakan bangunan oleh faktor biologis dijelaskan oleh Watt (1999) sebagai interaksi antara bangunan dan lingkungan biotiknya berupa tumbuhan dan hewan. Adapun faktor perusak biologis yang ditemukan selama penelitian adalah lapuk, serta serangan rayap kayu kering Cryptotermes spp. dan rayap tanah (jenis Coptotermes curvignathus dan Macrotermes gilvus). Kerusakan oleh faktor biologis tidak terbatas pada komponen kayu saja, melainkan pada semua komponen yang terbuat dari bahan organik atau bahan yang mengandung lignoselulosa. Menurut Priadi (2011), Kota Bogor termasuk ke dalam Kelas Kerawanan Pelapukan Bangunan sangat tinggi. Oleh karena itu diduga ini salah satu faktor pendukung berkembangnya organisme perusak kayu pada bangunan gedung.

Letak demografis Kota Bogor diduga menjadi salah satu faktor tingginya kerusakan bangunan sekolah. Tingginya curah hujan dan kelembaban udara menyebabkan faktor biologis berupa organisme perusak kayu tumbuh dan berkembang dengan cepat. Kerusakan yang disebabkan oleh perusak biologis bisa berakibat fatal ditinjau dari bidang konstruksi dan nilai bangunan. Kerusakan oleh faktor biologis pun tidak terbatas pada komponen kayu saja, melainkan pada semua komponen yang terbuat dari bahan organik atau bahan yang mengandung lignoselulosa. Curah hujan yang tinggi juga menyebabkan bangunan lebih mudah mengalami lembap (damp) dan lapuk (decay).

Jenis kerusakan fisis umumnya disebabkan oleh faktor iklim setempat, seperti suhu dan kelembaban. Gejala yang terjadi misalnya berupa keausan, terkelupasnya lapisan cat, perubahan warna, pemudaran cat dan sebagainya.


(43)

Selain itu lingkunga kerusakan kapiler m yang digu selanjutny diantarany yang diseb awal pang tidak han komponen komponen sebagian k dan pintu. Hasi faktor den menyerang frekuensi banyak p retakan/pe 4.3.1.) G 0% 20% 40% 60% 80% 100% Frekuensi   (%) retak-retak an, yaitu pe n fisis dap maupun air unakan di d ya mengalam

ya lembab/ d

babkan oleh gkal kerusak nya akan n bangunan n bangunan komponen b il penelitian ngan inten g seluruh faktor me ula bentuk ecah yang Gambar 4.3 Meka

kecil atau r erubahan s pat disebabk

hujan. Uns dalam dan mi proses

damp pada h atap boco kan secara f

menyebabk melainkan n. Frekuens bangunan se n menunjuk sitas terting komponen ekanis terha k kerusakan terjadi ham 3.1. Frekuen anis 100% retak rambu suhu panas

kan juga ol sur-unsur k

sekitar ban alami deng sebagian be or. Kebocor fisis, karena kan lembap akan berke si kerusakan ekolah yaitu kkan kerusa

ggi, hal in n bangunan

adap kerus n yang dia mpir pada

nsi jenis ker Fisis

70%

Jenis Kerusa

ut dapat jug dan dingi leh agen pe kimia dan k

ngunan aka gan lingkun esar kompo

ran yang te a jika dibiar p/damp yan embang men n secara fi u rangka at akan karena ni disebabk n (Gamba sakan komp akibatkanny seluruh ko rusakan kom B % akan a disebabka in yang dr

erusak air, komponen b

an berintera ngannya. C

nen akibat t erjadi pada rkan terlalu ng mengub njadi pelapu isis akibat ap, plafon, a faktor mek kan karena r 4.3.1.). ponen ban ya yaitu ke

omponen b

mponen ban Biologis

50%

an oleh peng astis. Selai baik berup bahan bang aksi dengan ontoh gejal terkena air atap merup lama kebo bah warna ukan/decay air terjadi lisplang, je kanis merup faktor me Semakin ngunan, sem erusakan b bangunan (T ngunan. garuh in itu pa air gunan n air, la ini hujan pakan coran a asli

y pada pada endela pakan ekanis besar makin erupa Tabel


(44)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk kerusakan bangunan sekolah yang paling banyak ditemukan retak/ pecah, disusul oleh lapuk (decay), keropos akibat serangan rayap, perubahan warna dan atap bocor. Menarik untuk dicatat bahwa frekuensi/persentase kebocoran pada penutup atap/genting bangunan sekolah contoh juga cukup tinggi (57%). Jenis kerusakan bangunan sekolah contoh dan frekuensinya pada masing-masing komponen bangunan disajikan pada Tabel 4.3.1.

Tabel 4.3.1. Bentuk dan Frekuensi Kerusakan Komponen Bangunan Sekolah Contoh

Komponen Bangunan Kerusakan

Bentuk Jumlah Persentase

1. Upper Structure

1.1. Penutup Atap Bocor 162 57%

1.2. Rangka Atap Lapuk 122 43%

Serangan Rayap 102 36%

Retak/Pecah 48 17%

1.3. Plafon Lapuk 216 76%

Serangan Rayap 57 20%

Retak/Pecah 99 35%

Lembap/Perubahan Warna 38 14%

1.4. Lisplang Lapuk 142 50%

Serangan Rayap 71 25%

Retak/Pecah 68 24%

2. Main Structure

2.1. Dinding Retak/Pecah 156 55%

Lembap/Perubahan Warna 37 13%

2.2. Tiang/Kolom Retak/Pecah 48 17%

3. Sub Structure

3.1. Lantai Retak/Pecah 136 48%

3.2. Pondasi Retak/Pecah 17 6%

4. Non Structure

4.1. Jendela Lapuk 54 19%

Serangan Rayap 108 38%

Retak/Pecah 85 30%

4.2. Pintu Lapuk 40 14%

Serangan Rayap 77 27%

Retak/Pecah 99 35%

Data pada Tabel 4.3.1. juga mengungkapkan bahwa plafon, penutup atap/genteng, dinding, lisplang, lantai, dan rangka atap/kuda-kuda merupakan komponen bangunan yang paling rawan terhadap kerusakan (frekuensi kerusakan >40%). Di sisi lain komponen bangunan yang relatif “aman” dari kerusakan adalah tiang/kolom (17%) dan pondasi (6%).

Berdasarkan identifikasi terhadap spesimen rayap yang ditemukan menyerang kayu bangunan sekolah, diketahui bahwa jenis tersebut adalah rayap


(45)

tanah Cop Cryptoterm (1958) da curvignath pada komp (2010), ra tanah C.

perkotaan Keru tersendiri 1. Kerus Atap menutup b hujan. Ke pecahnya Keru segera dita pada struk struktur at penurunan kebocoran disusul ol penelitian Gamb

ptotermes c mes spp. I an Tho (199

hus merupa ponen bang ayap dikena

curvignath

di daerah n usakan pad sebagai ber sakan pada p sangat b bangunan d erusakan pa

penutup ban usakan sep angani dan ktur atap b tap bahkan n daya du n atap sekol leh pelapuk

(Gambar 4

bar 4.3.2. Pe

curvignathu

Identifikasi 92). Hasil p akan jenis r gunan sekol al sebagai k

us Holmgre negara tropi da masing-m

rikut: atap bangun berperan b dari sinar m ada atap ban ngunan (gen perti keboco

dibiarkan te angunan ya struktur uta ukung (det

lah yang ke kan pada s

.3.2.).

elapukan pa

us, Macrote

rayap men penelitian m ayap yang p lah contoh. kelompok h

en adalah k s. masing ban nan esar dalam matahari, ata ngunan teru nteng) atau oran pada erlalu lama ang terbuat ama bangun terioration) emudian me struktur ata

ada rangka a

ermes gilvu nggunakan menunjukka paling bany Menurut Le hama yang

kelompok p ngunan seko

m bangunan ap juga ber utama boco bergeserny atap bangu akan meny t dari kayu. nan sekolah . Fenomen enyebabkan ap, sempat

atap dan pla

us, dan ray kunci iden an bahwa sp yak menyeb

ee (2007) d

serius dala penting dar olah memil

n, selain b rfungsi seba or dapat dia ya penutup a unan sekola yebabkan pe . Jika hal i h akan rusak na “pengab n timbulnya

ditemui pe

afon bangun

yap kayu k ntifikasi Ah pesies raya abkan kerus

dalam Diba am dunia. R i hama sera liki karakte

berfungsi u agai penaha akibatkan k atap. ah apabila elapukan (d

ini terjadi, k dan meng baian” terh a lembap (d

enulis pada

nan sekolah kering

hmad p C.

sakan et al. Rayap angga eristik untuk an air karena tidak decay) maka alami hadap damp) a saat h.


(46)

Di samping itu kebocoran akibat bergesernya penutup atap, apabila tidak segera diperbaiki, akan menyebabkan peningkatan kadar air/kelembaban pada kayu rangka atap seperti kaso, reng dan kuda-kuda. Hal ini sudah barang tentu menyebabkan potensi terjadinya kerusakan komponen bangunan sekolah oleh faktor biologis (biodeteriration) yang akan berpengaruh terhadap masa pakai (service life) konstruksi atap. Penurunan kekuatan atap dapat menyebabkan robohnya atap bangunan sekolah seperti yang akan ditunjukkan pada Gambar 4.3.3.

Selain penutup atap, pada komponen kuda-kuda juga banyak ditemukan kerusakan seperti lapuk (decay), serangan rayap (Gambar 4.3.4.), retak/pecah dan perubahan warna. Rayap yang menyerang rangka atap diidentifikasi di laboratorium dan berdasar pada kunci identifikasi Akhmad (1958) dan Tho (1992), diketahui bahwa jenis rayap perusak yang menyerang komponen kayu bangunan sekolah contoh antara lain spesies Coptotermes curvignathus Holmgren (Gambar 4.3.5.). Rayap C. curvignathus dapat memperluas serangannya sampai bagian-bagian yang tinggi dengan membuat sarang kedua atau sarang tambahan (secondary nest) di dalam bangunan yang jauh dari tanah dengan memanfaatkan sumber-sumber kelembaban dan makanan yang tersedia dalam bangunan tersebut (Gambar 4.3.6.). Tarmumingkeng (2004) menjelaskan makanan rayap adalah selulosa baik berbentuk arsip kantor, buku, perabot, kayu bagian konstruksi, serasah, sampah, tunggak


(47)

G

Gambar 4

Gambar 4.3.4

4.3.5. Ray rang

4. Serangan

yap Coptote

gka atap sal

n rayap pada

ermes curv

lah satu ban

a kuda-kuda

vignathus H ngunan seko

a bangunan

Holmgren y olah (perbes

sekolah.

yang meny saran 10x ).


(48)

Gambar 4 2. Kerus Keru lempengan rayap (Ga akibat keb rayap pad atap yang bahan kom kelas awe awet IV, s sekolah y adanya d perekat) p

4.3.6. Saran yang sakan pada p

usakan pada n plafon (G ambar 4.3.8

bocoran pe da rangka pl g bocor. Se

mponen ran et III bahkan

sehingga m yang mengg delaminasi pada plafon ng sekunder menyerang plafon a plafon ban Gambar 4.3.7 8.), atau pe enutup atap

lafon dapat lain itu dar ngka plafon n ada juga mudah untuk gunakan kay

(pengelupa yang terbua

r dari rayap g rangka ata

ngunan seko 7.), dan ker erubahan w p (Gambar diakibatkan ri hasil waw

pada umum yang meng k diserang o

yu kelas aw asan lapisan at dari kayu

p Coptoterm

ap di salah s

olah umumn oposnya ran warna/lemba 4.3.9.). Be n keadaan p wancara, k mnya jenis k ggunakan je

oleh rayap. wet II. Pad

n veneer

u lapis (Gam

mes curvign

satu bangun

nya berupa ngka plafon ap pada lem esarnya fre

plafon yan kayu yang d

kayu borneo enis kayu se Hanya beb da beberapa

akibat “lep mbar 4.3.10.

nathus Holm nan sekolah.

lapuk, peca n akibat sera mpengan p kuensi sera ng lembab a digunakan u

o yang term engon dari berapa bang a kasus diju pasnya” la ). mgren ahnya angan plafon angan akibat untuk masuk kelas gunan umpai apisan


(1)

57 

 

5.2. Hubungan antara intensitas kerusakan dengan frekuensi pemeliharaan bangunan SD

pemeliharaan * IK Crosstabulation

Count

IK

Total Ringan Sedang

pemeliharaan 1 15 2 17

2 13 0 13

3 3 1 4

4 2 0 2

Total 33 3 36

5.3. Hubungan antara intensitas kerusakan dengan frekuensi perawatan bangunan SD

perawatan * IK Crosstabulation

Count IK

Total Ringan Sedang

perawatan 1 17 2 19

2 13 1 14

3 3 0 3


(2)

Lampiran 6a Rekapitulasi Data Keadaan Bangunan Sekolah SD Negeri Contoh di Kecamatan Bogor Selatan

*IK = Intensitas Kerusakan Bangunan

Kelurahan Nama Sekolah Dasar (SD) Contoh Dibangun Tahun Konstruksi Tipe

Luas Bangunan

(m2) Jl.Ruang

Frek. Perawatan

Frek. Pemeliharaan

Skor Kerusakan Bangunan

Faktor Penyebab Upper

Str

Main Str

Sub Str

Non Str

IK

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Batutulis 1. SD Batutulis 1 1951 Permanen 1120 16 1

2 kali setiap

tahun 90% 90% 90% 85% 89,5 Retak

2. SD Batutulis 2 1953 Permanen 502 9 2 Setiap tahun 70% 79% 81% 85% 76,2 Retak, Pecah, Cuaca, Lapuk 3. SD Batutulis 3 1950 Permanen 800 10 2 Setiap tahun 42% 71% 75% 70% 60 Retak, Pecah, Cuaca, Lapuk, Rayap 4. SD Batutulis 4 1975 Permanen 1092 14 1 Setiap tahun 60% 78% 79% 70% 70,2 Retak, Pecah, Cuaca, Lapuk, Rayap Bondongan 1. SD Bondongan 1 1961 Permanen 384,65 8 1 Setiap tahun 35% 80% 80% 75% 61,5 Retak, Pecah, Cuaca

2. SD Bondongan 2 1961 Permanen 634,85 9 1 Setiap tahun 70% 80% 76% 70% 74,2 Retak, Pecah, Rayap

3. SD Bondongan 3 1961 Permanen 390,54 7 1 Setiap tahun 65% 75% 70% 68% 69,3 Retak, Pecah, Cuaca, Lapuk, Bocor 4. SD Bondongan 4 1961 Permanen 360,85 8 1 Setiap tahun 65% 75% 71% 65% 69,2 Retak, Pecah, Cuaca, Rayap Ranggamekar 1. SD Ranggamekar 1983 Permanen 1707 14 1 Setiap tahun 50% 65% 70% 65% 60 Retak, Pecah, Cuaca, Lapuk, Rayap

2. SD pamoyanan 1 1960 Permanen 440 7 1 Setiap tahun 68% 70% 78% 75% 71,3 Retak, Pecah, Cuaca, Lapuk 3. SD Pamoyanan 2 1973 Permanen 1750 8 2 Setiap tahun 70% 78% 78% 80% 75 Retak, Pecah, Cuaca


(3)

Lampiran 6b Rekapitulasi Data Keadaan Bangunan Sekolah SD Negeri Contoh di Kecamatan Bogor Tengah

*IK = Intensitas Kerusakan Bangunan

Kelurahan Nama Sekolah Dasar (SD) Contoh

Tahun Dibangun

Tipe Konstruksi

Luas Bangunan

(m2)

Jl.Ruang Frek. Perawatan

Frek. Pemeliharaan

Skor Kerusakan Bangunan

Faktor Penyebab Upper

Str

Main Str

Sub Str

Non Str

IK

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Pabaton 1. SD Pengadilan1 1901 Permanen  623 12 2 4 kali setiap tahun 55% 73% 70% 70% 66,9 Retak, Pecah, Cuaca, Lapuk, Bocor 2. SD Pengadilan 2 1920 Permanen  2868 18 3 2 kalli setiap tahun 70% 78% 80% 80% 75,2 Retak, Pecah, Cuaca, Lapuk, Rayap 3. SD Pengadilan 3 1982 Permanen  870 15 1 2 kalli setiap tahun 69% 78% 78% 75% 74,1 Retak, Pecah, Cuaca, Lapuk, Rayap, Bocor 4. SD Pengadilan 5 1920 Permanen  873 11 2 Setiap tahun 70% 78% 80% 80% 75,4 Retak, Pecah, Cuaca, Lapuk

Paledang 1. SD Polisi 1 1976 Permanen  1408 22 2 Setiap tahun 75% 83% 80% 80% 78,9 Retak, Pecah, Cuaca, Lapuk, Bocor 2. SD Polisi 2 1920 Permanen  488 9 1 2-3 kali setiap tahun 80% 78% 80% 78% 79,2 Retak, Pecah, Cuaca, Lapuk, Bocor 3. SD Polisi 4 1930 Permanen  977 29 2 Setiap tahun 78% 80% 80% 80% 79,2 Retak, Pecah, Cuaca, Lapuk, Rayap, Bocor 4. SD Polisi 5 1985 Permanen  408 14 2 2-3 kali setiap tahun 80% 80% 80% 65% 78,5 Retak, Pecah, Cuaca, Lapuk, Rayap, Bocor Gudang 1. SD Empang 1 1937 Permanen  311 10 2 2 kalli setiap tahun 75% 78% 78% 79% 76,9 Retak, Pecah, Cuaca, Lapuk, Bocor

2. SD Empang 2 1963 Permanen  518 9 1 2 kalli setiap tahun 75% 78% 79% 80% 77,2 Retak, Pecah, Cuaca, Lapuk, Bocor 3. SD Empang 3 1937 Permanen  362,5 7 1 1-2 kali setiap tahun 65% 70% 74% 78% 69,6 Retak, Pecah, Cuaca, Lapuk, Bocor, Lumut 4. SD Empang 5 1978 Permanen  395 7 1 2 kalli setiap tahun 75% 80% 78% 80% 77,6 Retak, Pecah, Cuaca


(4)

Lampiran 6c Rekapitulasi Data Keadaan Bangunan Sekolah SD Negeri Contoh di Kecamatan Bogor Utara

*IK = Intensitas Kerusakan Bangunan

Kelurahan Nama Sekolah Dasar (SD) Contoh

Tahun Dibangun

Tipe Konstruksi

Luas Bangunan

(m2)

Jl.Ruang Frek. Perawatan

Frek. Pemeliharaan

Skor Kerusakan Bangunan

IK Faktor Penyebab

Upper Str

Main Str

Sub Str

Non Str

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Bantarjati 1. SD Bantarjati1 1950 Permanen  1008 20 1 Setiap tahun 45% 70% 75% 60% 60 Retak, Pecah, Cuaca, Lapuk, Lumut, Bocor 2. SD Bantarjati 9 1985 Permanen  905,47 12 3

2-3 kali setiap

tahun 75% 82% 85% 88% 80,4 Retak, Pecah, Cuaca

3. SD Kawung Luwuk 2 1976 Permanen  987,5 8 2 Setiap tahun 70% 80% 80% 85% 76,5 Retak, Pecah, Cuaca, Lapuk, Rayap 4. SD Kawung Luwuk 3 1976 Permanen  940 8 2

4 kali setiap

tahun 75% 80% 80% 80% 78 Retak, Pecah, Cuaca, Lapuk

Tegal Gundil 1. SD Ceger 1 1979 Permanen  760 11 2 2 kali setiap

tahun 79% 81% 80% 75% 79,4 Retak, Pecah, Rayap 2. SD Ceger 2 1985 Permanen  336 8 1 Setiap tahun 75% 76% 78% 65% 74,9 Retak, Pecah, Rayap

3. SD Bantarjati 5 1968 Permanen  1531 20 2

2 kali setiap

tahun 78% 80% 80% 75% 78,7 Retak, Pecah, Rayap, Lapuk, Cuaca 4. SD Bantarjati 6 1981 Permanen  1232 14 3

2 kali setiap

tahun 76% 80% 81% 85% 79,1 Retak, Pecah, Cuaca, Lapuk Kedung Halang 1. SD Kedung Halang 1 1962 Permanen  448 8 2

2 kali setiap

tahun 75% 83% 80% 90% 79,9 Retak, Pecah

2. SD Kedung Halang 2 1967 Permanen  680 7 1 2 kali setiap

tahun 60% 79% 80% 78% 71,5 Retak, Pecah, Cuaca, Lapuk 3. SD Kedung Halang 5 1983 Permanen  324 9 1

2 kali setiap

tahun 74% 80% 80% 79% 77,5 Retak, Pecah, Rayap 4. SD Tunggilis 1979 Permanen  385 9 1

2-3 kali setiap


(5)

xii   

 

DHH

SUMMARY

Elementary School Building Damages in Bogor

Ade Rahmah Hidayati1 and Dodi Nandika2

INTRODUCTION. Quality education could not be separated from the

availability and quality of school buildings. However, some field surveys indicates that many school buildings are damaged. In 2009/2010, the Ministry of National Education recorded that 347,998 units (39.08%) of elementary school classrooms (SD) were slightly damaged and heavily damaged. Meanwhile, scientific information regarding the characteristics of school building damages in Indonesia, including the city of Bogor, is very limited. A study was conducted to determine the performance of elementary school buildings in Bogor, focussing on the frequency and intensity of building damages as well as damage types and their causing factors.

METHODS. Thirty six elementary school (SD) in Bogor were selected as school

samples based on three stages stratified random sampling. Observation was conducted on each school sample to determine types and causes of buildings damages. The school buildings reliability was analysed using cross-tabulation to determine the correlation between the age of the building and the frequency of maintenance of the school buildings.

RESULT AND DISCUSSION. The results showed that the majority (83.33%) of

elementary school buildings in Bogor suffered from minor damage, while the rest are medium damaged (11.11%) and sound (5, 56%). Types of damages which most commonly found are cracked / broken (70%), followed by decay (50%), termite attacks (50%), discoloration (20%) and leakage (10%). Building components that relatively durable are the foundation (6%) and poles / columns (17%). The frequency of building maintenance is greatly affecting the school building reliability. In contrast, the age of the school buildings do not significantly affecting the the school building reliability.

 

In this regard, the monitoring of the school building damage periodically by the Department of Education needs to be increased. Correspondingly data base on the condition of school buildings in the city of Bogor need to be developed. In addition, it was time to do the training for principals on the identification of damage to school buildings. Through these activities are expected to awareness and knowledge of the principals of the importance of monitoring damage to increased of .school buildings.


(6)

xii   

RINGKASAN

ADE RAHMAH HIDAYATI. E24080108. Kerusakan Bangunan Sekolah Dasar

(SD) di Kota Bogor. Dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Dodi Nandika MS.

Penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas tidak terlepas dari ketersediaan dan kualitas bangunan sekolah sebagai sarana utama pendidikan. Di pihak lain kenyataan menunjukkan bahwa masih banyak bangunan gedung sekolah yang mengalami kerusakan. Pada tahun 2009/2010, Kementerian Pendidikan Nasional mencatat jumlah ruang kelas Sekolah Dasar (SD) yang rusak ringan dan rusak berat mencapai 347.998 unit (39,08%). Sementara itu, informasi ilmiah tentang karakteristik kerusakan bangunan sekolah di Indonesia, termasuk Kota Bogor, masih sangat terbatas.

Suatu penelitian telah dilakukan untuk mengetahui karakteristik kerusakan bangunan Sekolah Dasar di Kota Bogor terutama menyangkut frekuensi dan intensitas kerusakan bangunan, bentuk kerusakan serta faktor penyebabnya. Penentuan bangunan sekolah contoh dilakukan dengan Teknik Pengambilan Contoh Acak Berlapis Tiga Tahap (three stages stratified random sampling). Pada tahap pertama secara acak dipilih tiga Kecamatan Contoh dari enam kecamatan di Kota Bogor. Pada setiap Kecamatan Contoh kemudian dilakukan pemilihan secara acak tiga Kelurahan Contoh, selanjutnya pada setiap Kelurahan Contoh dipilih empat SD Negeri secara acak. Pada setiap sekolah contoh dilakukan pengamatan ada tidaknya kerusakan komponen bangunan dan intensitas kerusakannya. Indeks keterandalan bangunan sekolah contoh diuji dengan menggunakan analisis

cross-tabulation untuk mengetahui korelasi antara umur bangunan dan frekuensi

pemeliharaan/perawatan terhadap indeks keterandalan bangunan sekolah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar (83,33%) bangunan sekolah dasar (SD) di Kota Bogor mengalami kerusakan ringan, sedangkan sisanya dalam keadaan rusak sedang (11,11%) dan baik (5,56%). Bentuk kerusakan bangunan yang paling banyak ditemukan adalah retak/ pecah (70%) pada plafon dan dinding; disusul oleh lapuk (50%) pada rangka atap, lisplang, plafon; keropos akibat serangan rayap (50%); perubahan warna (20%) dan bocor (10%). Komponen bangunan yang relatif “bebas” dari kerusakan adalah pondasi (6%) dan tiang/kolom (17%). Frekuensi pemeliharaan dan perawatan sangat berpengaruh terhadap indeks keterandalan bangunan sekolah. Sebaliknya umur bangunan sekolah tidak berpengaruh nyata terhadap indeks keterandalan. Sehubungan dengan hal tersebut, pemantauan kerusakan bangunan sekolah secara berkala oleh Dinas Pendidikan Kota Bogor perlu ditingkatkan. Sejalan dengan itu pangkalan data (data base) tentang kondisi bangunan sekolah di Kota Bogor perlu dikembangkan. Di samping itu sudah saatnya dilakukan pelatihan bagi kepala sekolah tentang identifikasi kerusakan bangunan sekolah. Melalui kegiatan ini diharapkan kepedulian dan pengetahuan para kepala sekolah tentang pentingnya pemantauan kerusakan bangunan sekolah meningkat.