Keberadaan cagar biosfer di Indonesia dapat meningkatkan upaya konservasi tidak
hanya di daerah – daerah yang sebelumnya
telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi, tetapi juga di daerah
– daerah lainnya di sekitar kawasan konservasi yang juga
merupakan kawasan pembangunan.
Setiap 10 tahun UNESCO mengadakan evaluasi terhadap penerapan konsep cagar
biosfer di setiap Negara. Oleh karena itu apabila cagar
– cagar biosfer yang ada di Indonesia tidak menerapkan konsep dan
program cagar biosfer, maka predikat pengakuan sebagai kawasan cagar biosfer
dapat dicabut Purwanto 2008. Peningkatan usaha konservasi juga didukung oleh bantuan
dana dari para pendonor yang peduli pada usaha
– usaha konservasi di wilayah cagar biosfer. Laporan tahun 2010 di Cagar Biosfer
Cibodas menyebutkan bahwa ada bantuan dana sebesar 591,630 US dari ITTO The
International Tropical Timber Organization
untuk tahun 2011-2012 MAB Indonesia 2011.
2.2 Zonasi Cagar Biosfer
Pengelolaan suatu Cagar Biosfer dibagi menjadi 3 zona yang saling berhubungan
seperti terlihat pada Gambar 2 yaitu zona inti core area, zona penyangga buffer area,
dan zona transisi transition area.
Gambar 2 Peta zonasi cagar biosfer MAB Indonesia 2011
Area inti Core Area adalah kawasan konservasi atau kawasan lindung dengan
luas yang
memadai, mempunyai
perlindungan hukum jangka panjang, untuk
melestarikan keanekaragaman
hayati beserta ekosistemnya. Zona penyangga Buffer Zone adalah
wilayah yang
mengelilingi atau
berdampingan dengan area inti dan teridentifikasi, untuk melindungi area inti
dari dampak negatif kegiatan manusia. Dimana hanya kegiatan-kegiatan yang
sesuai dengan tujuan konservasi yang dapat dilakukan.
Area transisi Transition Zone adalah wilayah
terluar dan
terluas yang
mengelilingi atau berdampingan dengan zona
penyangga. Kegiatan-kegiatan
pengelolaan sumberdaya alam secara lestari dan model - model pembangunan
berkelanjutan dipromosikan
dan dikembangkan.
Secara fisik, cagar biosfer harus terdiri atas tiga elemen, yaitu: i satu atau lebih
zona inti yang merupakan kawasan lindung bagi konservasi keanekaragaman hayati,
pemantauan ekosistem, dan tempat kegiatan penelitian yang tidak merusak serta kegiatan
lainnya yang berdampak rendah seperti pendidikan. Pengelolaan zona inti serupa
dengan pengelolaan untuk cagar alam. Peraturan pengelolaan untuk kawasan suaka
alam cagar alam dan suaka marga satwa serta kawasan pelestarian alam taman
nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam tercantum dalam UU No. 5 Tahun 1990
dan Peraturan pemerintah PP No. 68 Tahun 1998 tentang kawasan suaka alam dan
kawasan pelestarian alam.
ii Zona penyangga merupakan kawasan yang mengelilingi atau berdampingan dengan
zona inti. Tujuan utama zona penyangga adalah menjamin perlindungan zona inti.
Konsep zona penyangga versi UNESCO selaras dengan konsep daerah penyangga di
Pasal 16 ayat 2 dalam UU No. 5 Tahun 1990 yakni kawasan penyangga adalah kawasan di
luar kawasan suaka alam yang dibebani hak untuk menjaga keutuhan kawasan suaka alam.
iii Zona transisi, atau zona peralihan. Zona transisi berkaitan dengan daerah
pembangunan berkelanjutan yang mungkin berisi kegiatan pertanian, pemukiman dan
pemanfaatan lain Soedjito 2004.. Salah satu kekuatan konsep cagar biosfer adalah
fleksibilitas dan kreatifitasnya dalam berbagai situasi. Hal ini semata karena pendekatan dari
konsep cagar biosfer dapat diterapkan sesuai dengan
kebutuhan dari
wilayah yang
bersangkutan. 2.3 Cagar Biosfer Cibodas
Cagar Biosfer Cibodas seperti terlihat pada Gambar 3 ditunjuk tahun 1977 dengan
area inti TNGP seluas 15,196 ha yang ditetapkan pada tahun 1980 MAB Indonesia
2011.
Gambar 3 Cagar Biosfer Cibodas Tahun 2007 Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango 2007
TNGP merupakan salah satu dari lima taman nasional yang pertama diumumkan di
Indonesia pada tahun 1982. TNGP ditetapkan oleh UNESCO sebagai Cagar Biosfer dan
sebagai Sister Parks berdasarkan kerjasama Indonesia-Malaysia.
TNGP memiliki
keanekaragaman ekosistem yang terdiri dari ekosistem sub Montana, Montana, sub alphin,
danau, rawa dan savana. Ekosistem sub montana dicirikan oleh banyaknya pohon -
pohon yang besar dan tinggi seperti jamuju Podocarpus imbricata, dan puspa Schima
walichii
. Sedangkan ekosistem sub alphin dicirikan oleh adanya dataran yang ditumbuhi
rumput Isachne pangrangensis , bunga eidelweis Anaphalis javanica, dan lumut
merah Spagnum
gedeanum .
TNGP dinyatakan oleh Peraturan Menteri Pertanian
No: 811KptsUmII1980 tentang peresmian lima taman nasional. TNGP terletak di
Kabupaten Bogor, Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat,
memiliki temperatur udara 25
– 28 C. Curah
hujan rata-rata 3,600 mmtahun dengan ketinggian tempat 1,000
– 3,000 mdpl. Satwa langka yang dapat dijumpai di
TNGP antara lain owa Hylobates moloch, surili Presbytis aygula, lutung Presbytis
cristata , macan tutul Panthera pardus, dan
anjing hutan Cuon alpinus. TNGP terkenal kaya akan berbagai jenis burung, yaitu
sebanyak 251 jenis dari 450 jenis yang terdapat di Pulau Jawa dapat dijumpai di
taman nasional ini. Beberapa jenis diantaranya merupakan burung langka seperti elang jawa
Spizaetus bartelsi dan jenis burung hantu Otus angelinae.
2.4 Zonasi Cagar Biosfer Cibodas