tumbuh sepanjang permukaan kayu dan melakukan penetrasi untuk pertama kalinya melalui dinding sel kayu atau lubang yang dibuat oleh hifa itu sendiri.
Kejadian tersebut merupakan awal dari proses pelapukan. Kemampuan hifa menyerang sel-sel kayu ditentukan oleh kenormalan
aktivitas pertumbuhan sel hifa, yang dikenal sebagai zona sub-apikal hifa. Sel-sel pada ujung hifa selain dapat mengadakan proses biokimia juga dapat
menghasilkan enzim yang diperlukan untuk mempercepat katalisator proses biokimia dalam rangka menembus dinding sel kayu serta perolehan zat makanan
yang diperoleh hifa. Pelapukan kayu oleh jamur dapat dibagi ke dalam dua tahap, yaitu tahap awal dan tahap lanjutan.
Tahap Pelapukan Awal Pada tingkat permulaan, yaitu terjadinya kontak antara hifa dan dinding sel
kayu, proses biokimia sudah mulai terjadi sehingga hifa dapat menembus dinding sel kayu dan kemudian mencapai dinding sel berikutnya. Tahap ini ditandai oleh
munculnya perubahan warna kayu, bahan kayu dapat mengeras atau kaku. Tahap permulaan pelapukan oleh jamur mengakibatkan perubahan penampilan struktur
dan berkurangnya kekuatan kayu. Tahap Pelapukan Lanjutan
Pada tahap selanjutnya, warna maupun sifat fisik kayu akan berubah, secara sebagian atau keseluruhan. Tahap ini ditandai oleh mudahnya kayu
dihancurkan dengan penekanan. Kerusakan berlanjut hingga kayu teras rusak berat dan terbentuk lubang-lubang di dalam kayu. Kadangkala hanya lapisan tipis
kayu gubal yang tertinggal sebagai penahan Herliyana 1994.
2.8 Ketahanan Kayu terhadap Jamur Pelapuk
S. commune
Ketahanan terhadap pelapukan dan dengan demikian ketahanan kayu ditentukan oleh kandungan bahan fenolik yang terbentuk dalam kayu. Kandungan
bahan kimia dalam kayu mempengaruhi ketahanan kayu terhadap pelapukan. Kandungan zat ekstraktif yang bersifat racun bagi jamur pelapuk menyebabkan
kayu lebih tahan terhadap jamur tersebut. Zat-zat ekstraktif yang dikenal menghambat pelapukan adalah senyawa-senyawa fenolik.
Pada prinsipnya semua jenis kayu dengan berbagai bentuk dan ukuran dapat diserang oleh jamur. Akan tetapi ada juga beberapa jenis kayu yang tahan
terhadap serangan jamur. Hal ini disebabkan karena adanya zat ekstraktif di dalam kayu yang bersifat anti jamur fungisida alami.
Berbagai faktor yang mempengaruhi ketahanan kayu terhadap pelapukan, beberapa di antaranya menyangkut sifat kayunya sendiri dan lainnya adalah
kondisi dimana kayu digunakan. Yang menyangkut sifat kayunya sendiri seperti kandungan kimia dan berat jenis specific gravity dari kayu, sedang yang
termasuk faktor luar adalah kelembaban, temperatur, dan tersedianya oksigen. Kayu yang ditebang pada musim pertumbuhan lebih peka terhadap pelapukan
daripada yang ditebang pada periode dorman. Sementara perbedaan arah serat kayu tidak mempengaruhi kepekaan kayu terhadap serangan kayu.
Faktor lain yang mempengaruhi ketahanan kayu adalah umur pohon. Menurut Tim ELSSPAT 1997 dalam Fitriyani 2010, umur pohon memiliki
hubungan yang positif dengan ketahanan kayu. Jika pohon ditebang dalam umur yang tua, pada umumnya lebih awet daripada jika ditebang ketika muda karena
semakin lama pohon tersebut hidup maka semakin banyak zat ekstraktif yang dibentuk.
Kayu teras umumnya lebih awet dibandingkan dengan kayu gubal, karena strukturnya yang lebih padat, mengandung air dan oksigen yang lebih rendah serta
memiliki zat-zat ekstraktif yang bersifat racun terhadap jamur atau mengandung zat resin yang bersifat mengurangi penyerapan air.
Berdasarkan kehilangan berat kayu oleh jamur pelapuk, kayu dibagi ke dalam beberapa kelas awet.
Tabel 7. Kelas Ketahanan Kayu terhadap Jamur Kelas
Ketahanan Kehilangan Berat
I Sangat tahan
1 II
Tahan 1-5
III Agak tahan
5-10 IV
Tidak tahan 10-30
V Sangat tidak tahan
30
Sumber: SNI 01-7207-2006
Menurut Findly dan Martawijaya 1977 dalam Pratiwi 2009, terdapat lima kelas awet kayu. Mulai dari kelas awet I yang paling awet sampai kelas
awet V yang paling tidak awet. Martawijaya 1977 dalam Pratiwi 2009 menyatakan bahwa kelas awet kayu didasarkan atas ketahanan kayu teras karena
bagaimana pun awetnya suatu jenis kayu, bagian gubalnya selalu mempunyai ketahanan yang terendah kelas awet V. Hal ini disebabkan karena pada bagian
kayu gubal tidak terbentuk zat-zat ekstraktif seperti phenol, tannin, alkaloide, saponine, chinon, dan dammar. Zat-zat tersebut memiliki daya racun terhadap
organisme perusak kayu.
III. METODOLOGI