35 penyelesaian dinding, lantai, plafon,
pintu, jendela, biaya penutupan dan pelapisan,
peralatan saniter, atap, dan biaya penyelesaian tangga. Biaya MEP terdiri dari
pipa saluran air,
hidran, listrik, alarm kebakaran, data, telepon, sound system,
dan biaya lain-lain.
Biaya provisional sum terdiri dari tunjangan untuk pekerjaan eksternal, konstruksi, dan MEP work.
Salah satu yang membedakan biaya pembangunan green building dengan bangunan konvensional lainnya adalah adanya biaya sertifikasi green building,
yaitu sebesar Rp67.000.000. Setelah sertifikasi diperoleh tidak terdapat biaya tambahan yang harus dikeluarkan oleh pemilik terkait dengan sertifikasi. Uraian
biaya pembangunan green building PT. XYZ dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Biaya pembangunan green building
Uraian Jumlah Rp
Persiapan 2.575.200.000
Siteworks 20.399.540
Structure works 9.022.926.090
Arsitektur 5.582.808.816
MEP Mechanical, Electrical,an Plumbing works 1.412.344.700
Provisional sum 1.465.000.000
Sub total 20.078.679.146
PPN 10 2.007.867.915
Total 22.086.547.061
Pembulatan 22.087.000.000
Biaya sertifikasi 67.000.000
Total biaya 22.154.000.000
Sumber: PT. XYZ 2014
Berdasarkan hasil wawancara dengan kontraktor, biaya pembangunan gedung konvensional adalah sebesar Rp4.000.000 per m
2
sehingga biaya pembangunan gedung konvensional seluas green building PT. XYZ adalah
sebesar Rp13.800.000.000. Biaya pembangunan green building Rp8.354.000.000 60,54 lebih mahal jika dibandingkan dengan biaya pembangunan gedung
konvensional. Biaya pembangunan green building tidak menjadi masalah bagi pemilik
karena nilai manfaat yang diperoleh pemilik dari green building lebih besar dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Biaya akan dianggap mengganggu
apabila nilai manfaat yang diperoleh lebih kecil. Green building diharapkan
36 mampu memberikan manfaat yang besar seperti meningkatkan kenyamanan,
mengurangi polusi, serta penggunaan air dan listrik yang lebih efisien. Penggunaan air dan listrik yang lebih efisien menurunkan biaya listrik dan air
yang harus dikeluarkan oleh perusahaan dan berimplikasi pada pengurangan biaya operasional perusahaan.
6.4 Efisiensi energi
Efisiensi energi pada green building PT. XYZ diperoleh melalui energy modelling untuk memilih kombinasi desain yang terbaik, mengurangi penggunaan
pendingin udara, mengurangi penggunaan lampu pada siang hari, memaksimalkan pencahayaan alami, serta membentuk tim khusus yang menangani operasional
green building agar berjalan sesuai dengan standar USGBC. Pada saat proses desain telah dilakukan energy modelling yang disahkan oleh USGBC.
Berdasarkan energy modelling, konsumsi energi listrik green building adalah sebesar 1.014.038 kWhtahun. Jika dibagi dengan luas bangunan 3.450 m
2
maka intensitas konsumsi energi adalah sebesar
293,924 kWhm
2
tahun. Perhitungan aktual konsumsi listrik pada green building PT. XYZ adalah sebesar 287.907
kWhtahun sehingga jika dibagi dengan luas green building maka intensitas konsumsi energinya sebesar 83,45 kWhm
2
tahun. Konsumsi listrik green building dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Konsumsi listrik green building
Keterangan Desain
Pengukuran aktual KVA
KWhhari KWhtahun
KVA KWhhari
KWhtahun Internal Lighting
133,4 1.267
361.061 34
323 92.055
External Lighting 2,4
31 11.023
2,4 31,92
11.172 Air Conditioning
237,1 2.252
641.954 72
648 184.680
Total 373
3550 1.014.038
108,4 1.002,92
287.907
Sumber: PT. XYZ 2014
Perhitungan efisiensi energi pada green building dilakukan dengan dua perbandingan. Pertama membandingkan IKE aktual dengan IKE berdasarkan
desain yang telah dibuat. Kedua membandingkan IKE aktual dengan IKE standar gedung di Indonesia. Hasil perhitungan efisiensi dapat dilihat pada Tabel 10.
37 Tabel 10 Efisiensi energi pada green building
Pengukuran 1
2 Konsumsi listrik KWhtahun
1.014.038 287.907
IKE kWhm
2
293,92 83,45
Penghematan kWhm
2
210,47 166,55
Efisiensi 71,61
66,62 Nilai ekonomi Rptahun
583.083.193 461.398.179
Keterangan: 1: Perbandingan IKE green building aktual dengan desain 2: Perbandingan IKE green building aktual dengan standar SNI
Tingkat efisiensi energi pada green building jika dibandingkan dengan IKE desain adalah 71,61 dengan nilai ekonomi sebesar Rp583.083.193 per tahun.
Tingkat efisiensi energi jika dibandingkan dengan IKE standar gedung di Indonesia maka efisiensinya adalah sebesar 66,62 dengan nilai ekonomi
efisiensi energi sebesar Rp461.401.792,5 per tahun. Hasil tersebut menunjukkan bahwa green building secara nyata bermanfaat dalam mengurangi konsumsi listrik
yang berimplikasi pada penghematan biaya operasional gedung. Nilai efisiensi energi sebesar 66,62 saat dibandingkan dengan IKE desain
dan 71,61 saat dibandingkan dengan IKE standar gedung Indonesia dikatakan sangat baik karena menurut Gunawan 2012 efisiensi energi pada green building
di Indonesia seperti pada gedung menara BCA mencapai 18, gedung Sinarmas Land Plaza mencapai 31, gedung Institut Teknologi dan Sains Bandung
mencapai 44,01, Kantor Kementerian ESDM mencapai lebih dari 50, pada gedung PT. Dahana mencapai 55, serta pada kantor Kementerian PU sebesar
56. Efisiensi energi pada gedung BCA diperoleh melalui pengaturan pencahayaan dan sistem AC yang digunakan. Efisiensi energi pada gedung
Sinarmas Land Plaza diperoleh melalui simulasi cahaya, simulasi arah angin, penggunaan lampu Light Emmiting Diode LED hemat energi, sistem ventilasi
alami, dan desain tata letak bangunan yang meminimalisir panas matahari. Efisiensi energi pada gedung ITSB diperoleh melalui pemasangan kisi-kisi cahaya
untuk memantulkan cahaya matahari ke zona sinar matahari dalam serta penggunaan sistem pendingin udara split. Efisiensi energi pada PT. Dahana
diperoleh melalui sistem pencahayaan dan ventilasi alami. Efisiensi energi pada gedung Kementerian ESDM diperoleh melalui sistem pencahayaan alami,
penggunaan pendingin udara dengan sistem multisplit yang lebih efisien
38 dibandingkan pendingin udara konvensional, serta lampu LED hemat energi.
Efisiensi energi pada gedung Kementerian PU diperoleh dengan pemasangan sistem pencahayaan yang dapat dikontrol dan dilengkapi dengan sensor
pencahayaan serta sistem pemantul cahaya yang dapat mengurangi intensitas panas yang masuk.
Menurut Lockwood 2006 dalam Nalewaik dan Venter 2009 Pada tahun pertama operasional green building di Amerika Serikat dapat mengurangi
konsumsi energi sebesar 42 melalui desain bangunan berkelanjutan yang diterapkan, pengurangan peralatan elektronik, penggunaan cahaya matahari,
ventilasi alami, penggunaan photovoltaic sebagai sumber daya, serta pengurangan penggunaan energi. Berdasarkan uraian tersebut terlihat bahwa efisiensi energi
pada green building dipengaruhi oleh beberapa aspek. Pertama, sasaran efisiensi energi perlu ditentukan pada awal proyek. Pada proses desain perlu dilakukan
simulasi energi untuk memperoleh desain yang menghasilkan kinerja terbaik. Efisiensi energi pada green building dicapai dengan membuat desain
pengorganisasian ruangan yang memperhatikan pencahayaan matahari, arah angin, peninggian langit-langit, serta pemilihan arsitektur dan furnitur yang dapat
membantu bias cahaya matahari. Kedua, penerapaan teknologi dalam proses pembangunan dan operasional
gedung juga dapat merubah kinerja bangunan. Teknologi yang digunakan adalah teknologi terbaik untuk mencapai bangunan hemat energi. Teknologi yang
dimaksud adalah teknologi yang dapat mengurangi penggunaan energi dalam bangunan seperti menggunakan lampu dan pendingin udara hemat energi yang
dilengkapi dengan sensor agar dapat padam secara otomatis ketika tidak digunakan. Ketiga adalah sistem manajemen bangunan. Manajemen pengelola
green building perlu memiliki komitmen untuk mengoperasionalkan green building sesuai standar agar tujuan efisiensi energi dapat tercapai.
Efisiensi energi yang tinggi dapat dicapai dengan mengintegrasikan desain, teknologi, dan sistem operasional green building. Hal tersebut sesuai dengan
EECCHI 2011 bahwa keberhasilan penggunaan energi secara efisien sangat dipengaruhi oleh kebiasaan, perilaku, kedisiplinan, kesadaran mengenai hemat