Persepsi Masyarakat Terhadap Keberadaan Kafe Remang-Remang (Studi Deskriptif di Kel. Sunggal, Kec. Medan Sunggal, Medan

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP

KEBERADAAN KAFE REMANG-REMANG

(Studi deskriptif di Kel. Sunggal, Kec. Medan Sunggal, Medan)

SKRIPSI

Diajukan Oleh :

NAMA

: ANDRIADI

NIM

: 050901019

DEPARTEMEN

: SOSIOLOGI

GUNA MEMENUHI SALAH SATU SYARAT

UNTUK MEMPEROLEH GELAR SARJANA

ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui dan dipertahan oleh :

Nama : Andriadi

Nim : 050901019

Departemen : Sosiologi

Judul : PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP

KEBERADAAN KAFE REMANG-REMANG

(Studi Deskriptif di Kel. Sunggal, Kec. Medan Sunggal, Medan.

Dosen Pembimbing Ketua Departemen

(Drs, Junjungan SBP. S, M.Si) (Dra, Lina Sudarwati, M.Si) NIP . 1960061419860110002 NIP . 1966031819899032001

Dekan

(Prof.Dr. Badaruddin, M.Si) NIP : 1968052519922031002


(3)

ABSTRAK

Geliat kehidupan malam adalah salah satu tanda atau cirri yang tersaji pada ruang perkotaan. Keberadaan sarana dan prasaran kehidupan malam adalah sebuah unsur yang sudah menjadi aspek primer pada masyarakat perkotaan. Sebagai kota terbesar ketiga di Indonesia, Medan tentunya tidak terlepas dari berbagai fenomena hingar bingar dunia malam. Berbagai lokasi hiburan malam sangat tidak jarang ditemukan dikota yang telah beralih menjadi metropolis. Kafe remang-remang misalnya, merupakan salah satu produk dari fasilitas dunia malam.

Secara subtansi umum kafe ini hanyalah sebuah kedai atau warung biasa yang berlaku sama pada semua jenis kedai atau warung yang notabene hanya menjual makanan dan minuman. Namun, subtansi umum tersebut sepertinya telah mengalami pergeseran seiring diperlukannya kreasi yang luar biasa didalam menyambut hadirnya nilai modernis yang hinggap didaerah perkotaan. Menjajakan makanan dan minuman adalah simbol atau formalitas belaka yang diduga untuk mengelabui masyarakat yang taat azas atas aktifitas dan segala transaksi yang terjadi didalamnya.

Penelitian ini dilangsungkan untuk mengetahui bagaimana persepsi masyarakat terhadap keberadaan kafe remang-remang yang selama ini sangat marak dan telah menjamur didaerah yang menjadi lokasi penelitian. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Sunggal, Kecamatan Medan Sunggal, Kota Madya Medan. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian Deskriptif dengan teknik pendekatan kuantitaf. Proses pengumpulan data pada penelitian ini memiliki beberapa sarana ataupun media seperti observasi, distribusi kuesioner, wawancara, dokumentasi dan studi kepustakaan. Data dan informasi yang telah diperoleh dari lapangan baik bersifat langsung maupun tidak langsung kemudian dilakukan pengelolahan dan penginterpretasian melalui teknik analisis data.

Hasil penelitian yang telah terlaksana dan telah mendapat berbagai filterisasi dan analisa dapat diketahui bahwa persepsi masyarakat akan keberadaan kafe remang-remang adalah sangat rendah. Hal tersebut dapat dilihat dari kesediaan masyarakat akan keberadaan kafe remang-remang menunjukkan frenkuensi 81% yang mneyatakan ketidaksetujuan mereka atas keberadaan kafe remang-remang.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena berkat, rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Persepsi Masyarakat Terhadap Keberadaan Kafe Remang-remang” ( Studi Deskriptif pada Masyarakat Kelurahan Sunggal, Kecamatan Medan Sunggal, Medan) guna memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana (SI) dari Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari banyak menghadapi hambatan, kesulitan, hal ini disebabkan oleh keterbatasan wawasan penulis dan kurangnya pengalaman. Akan tetapi, karena berkat dan kasih sayang-Nya semua hambatan dan kesulitan itu dapat penulis lalui, sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai. Hal ini tidak luput dari banyak pihak yang selalu memberikan motivasi, dukungan dan doa. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini. Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. Lina Sudarwati, M.Si, selaku Ketua Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Junjungan, SBPS, selaku dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dan dengan sabar membimbing dan memberi masukan kepada penulis.


(5)

4. Terkhusus dan teristimewa buat kedua orang tua penulis, Syukri dan Nurchailis yang telah mendidik dan mendukung penulis dengan kasih sayang semenjak kecil hingga saat ini, selalu memberikan nasehat, motivasi dan doa yang tidak dapat dibandingkan dengan apapun, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih Papa/Mama buat semua perhatian dan dana yang telah Papa/Mama berikan. Terima kasih buat kedua mertua penulis, Tawar, S.E, MM ( Kepala Dinas Inspektorat Kab. Aceh Tengah ) dan Siti Rahma ( Guru SMPN 1 Takengon ), yang telah memberikan semangat, masukan ,motivasi dan doa yang telah diberikan. Saya bangga punya orang tua seperti kalian yang menjadi contoh suri tauladan bagi saya.

5. Buat isteri tersayang dan tercinta Sisma Arita S.Farm, yang telah memberikan semangat, dukungan, masukan, motivasi serta doa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih ya sayang.

6. Buat abangku Sertu Febri Sulistyono di Yon Kav. 6 Serbu dan adikku M. Rifaldi Luthfi yang kusayangi, terima kasih atas doa dan dukungannya. Buat adik-adik iparku Apriandiora, Rezeki Pira dan Reni Mahara terima kasih atas dukungannya. Doakan agar abang cepat dapat kerja dan selalu menjadi contoh yang baik buat kalian. Buat keponakanku tersayang Harist Yusuf Wira Tama semoga cepat besar ,sehat selalu, jangan bandel dan jangan manja.

7. Buat sahabatku, teman seperjuangan, M. Zailani (Chen-cen), M. Panca Arjuna, S.Sos, Safriyanti M.S. Srg, Irdha Septimura S,Sos, Nova Liawati, S.Sos, Habibi, S.Sos, Eko Jono Lase, S.Sos. Terima kasih buat dukungan,


(6)

semangat dan waktu yang kita jalani semoga persahabatan kita abadi selamanya. Perbedaan karakter diantara kita semoga menjadi jalan untuk kita saling melengkapi. Semoga kita semua menjadi generasi penerus bangsa yang berkarakter intelektual dan professional, khususnya di bidang sosiologi.

8. Buat teman-teman stambuk 05 yang selalu kompak dan akur terima kasih buat dukungan dan semua kenangan yang telah kita lalui.

9. Buat Sekretaris Camat Medan Sunggal, Irfan Siregar, S.Sos, terima kasih atas semangat dan dukungannya.

10.Buat Bapak/ibu di Kelurahan Sunggal, Kecamatan Medan Sunggal, yang tidak bias saya sebutkan satu persatu, terima kasih kerjasamanya.

11.Buat semua responden yang telah meluangkan waktu untuk menjawab kuesioner yang diberikan penulis.

12.Buat semua pihak yang turut membantu yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saya mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih.

Medan, Maret 2011 Penulis


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

Abstrak ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

1.5. Kerangka Teori ... 7

1.6. Defenisi konsep... 17

1.7. Defenisi Operasional ... 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 20

2.1. Pengertian Persepsi ... 20

2.2. Penyimpangan Sosial ... 25

BAB III METODE PENELITIAN ... 28

3.1. Jenis Penelitian ... 28

3.2. Lokasi Penelitian ... 28

3.3. Populasi dan Teknik Penarikan Sampel ... 29

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 32


(8)

3.6. Jadwal Kegiatan ... 34

3.7. Keterbatasan penelitian ... 34

BAB IV HASIL DAN ANALISIS DATA PENELITIAN ... 36

4.1. Deskripsi Lokasi ... 36

4.1.1. Sejarah Singkat Lokasi Penelitian ... 36

4.1.2. Keadaan Penduduk ... 39

4.2. Penyajian Data Penelitian ... 40

4.2.1. Identifikasi Responden ... 40

4.3. Analisis Data Penelitian ... 60

BAB V PENUTUP ... 65

5.1. Kesimpulan ... 65

5.2. Rekomendasi ... 66 DAFTEAR PUSTAKA


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1. Jumlah Populasi ... 29

Tabel 3.2. Jumlah Sampel Penelitian ... 31

Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Usia ... 41

Tabel 4.2. Distribusi Berdasarkan Jenis Kelamin ... 42

Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan ... 43

Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Suku Bangsa ... 44

Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Kepercayaan ... 45

Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 46

Tabel 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Pendapatan ... 47

Tabel 4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Akan Keberadaan Kafe Remang-remang ... 48

Tabel 4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Intensitas Kunjungan Masyarakat Ke Kafe Remang-remang ... 49

Tabel 4.10. Distribusi Responden Berdasarkan Kesediaan Masyarakat Terhadap Keberadaan kafe Remang-remang ... 50

Tabel 4.11. Distribusi Responden Berdasarkan Pengaruh yang Dirasakan Masyarakat Akan Keberadaan Kafe Remang-remang ... 51

Tabel 4.12. Distribusi Responden Berdasarkan Kenyamanan Masyarakat Akan Keberadaan Kafe Remang-remang ... 52

Tabel 4.13. Distribusi Responden Berdasarkan Dampak Positif yang Dirasakan Masyarakat Terhadap Keberadaan Kafe Remang- remang ... 53


(10)

Tabel 4.14. Distribusi Responden Berdasarkan Dampak Negatif yang Dirasakan Masyarakat Terhadap Keberadaan Kafe Remang-

Remang ... 54 Tabel 4.15 Distribusi Responden Berdasarkan Kapasitas Hal Buruk

Akan Keberadaan Kafe Remang-remang ... 55 Tabel 4.16. Distribusi Responden Berdasarkan Kontribusi Kafe Remang-

remang ... 56 Tabel 4.17. Distribusi Responden Berdasarkan Dampak Kesejahteraan

Ekonomi Masyarakat Terhadap Keberadaan Kafe Remang-

remang ... 57 Tabel 4.18. Distribusi Responden Berdasarkan Pengaruh Kafe Remang-

remang Terhadap Kerukunan Masyarakat... 58 Tabel 4.19. Distribusi Responden Berdasarkan Keresahan Masyarakat

Akan Keberadaan Kafe Remang-remang ... 59 Tabel 4.20. Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Orang Tua Terhadap

Anak Terkait Keberadaan Kafe Remang-remang ... 60 Tabel 4.21. Distribusi Responden Berdasarkan Dampak Terhadap Sikap

Pemuda dan Remaja Terkait Keberadaan Kafe Remang-


(11)

ABSTRAK

Geliat kehidupan malam adalah salah satu tanda atau cirri yang tersaji pada ruang perkotaan. Keberadaan sarana dan prasaran kehidupan malam adalah sebuah unsur yang sudah menjadi aspek primer pada masyarakat perkotaan. Sebagai kota terbesar ketiga di Indonesia, Medan tentunya tidak terlepas dari berbagai fenomena hingar bingar dunia malam. Berbagai lokasi hiburan malam sangat tidak jarang ditemukan dikota yang telah beralih menjadi metropolis. Kafe remang-remang misalnya, merupakan salah satu produk dari fasilitas dunia malam.

Secara subtansi umum kafe ini hanyalah sebuah kedai atau warung biasa yang berlaku sama pada semua jenis kedai atau warung yang notabene hanya menjual makanan dan minuman. Namun, subtansi umum tersebut sepertinya telah mengalami pergeseran seiring diperlukannya kreasi yang luar biasa didalam menyambut hadirnya nilai modernis yang hinggap didaerah perkotaan. Menjajakan makanan dan minuman adalah simbol atau formalitas belaka yang diduga untuk mengelabui masyarakat yang taat azas atas aktifitas dan segala transaksi yang terjadi didalamnya.

Penelitian ini dilangsungkan untuk mengetahui bagaimana persepsi masyarakat terhadap keberadaan kafe remang-remang yang selama ini sangat marak dan telah menjamur didaerah yang menjadi lokasi penelitian. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Sunggal, Kecamatan Medan Sunggal, Kota Madya Medan. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian Deskriptif dengan teknik pendekatan kuantitaf. Proses pengumpulan data pada penelitian ini memiliki beberapa sarana ataupun media seperti observasi, distribusi kuesioner, wawancara, dokumentasi dan studi kepustakaan. Data dan informasi yang telah diperoleh dari lapangan baik bersifat langsung maupun tidak langsung kemudian dilakukan pengelolahan dan penginterpretasian melalui teknik analisis data.

Hasil penelitian yang telah terlaksana dan telah mendapat berbagai filterisasi dan analisa dapat diketahui bahwa persepsi masyarakat akan keberadaan kafe remang-remang adalah sangat rendah. Hal tersebut dapat dilihat dari kesediaan masyarakat akan keberadaan kafe remang-remang menunjukkan frenkuensi 81% yang mneyatakan ketidaksetujuan mereka atas keberadaan kafe remang-remang.


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Kultur dunia malam Indonesia adalah sasaran yang mudah untuk diselubungkan dengan citra negatif. Lebih lanjut dijelaskan bahwa pengikut kultur dunia malam sering kali dianggap sebagai segerombolan anak muda yang hedonis (paham yang dianut oleh orang-orang yang mencari kesenangan hidup semata-mata) dan penganut sekularisme (tidak mengijinkan suatu negara yang berdasarkan agama atau kepercayaan tertentu). Masyarakat umumnya telah mempersepsikan bahwa kehidupan malam adalah bukan bagian dari budaya Timur yang dimiliki bangsa Indonesia. Apa yang ada di dalam kehidupan dunia malam adalah sesuatu yang akan merusak generasi muda bangsa ini.

Hampir di setiap daerah di Indonesia, terutama diperkotaan, sering ditemukan fenomena “Kafe Remang-Remang”. Disebut remang-remang, karena kafe ini hanya difasilitasi listrik seadanya. Para pengguna jalan kerap memanfaatkan warung ini untuk melepas lelah, minum kopi sejenak agar mata tetap cerah selama bepergian jauh. Tetapi belakangan warung ini diimbuhi konotasi negatif. Pasalnya, selain karena penerangannya kurang, letak tempat ini lumayan terpencil, terlindung belukar bertungkai tinggi atau bahkan di area hutan. Tidak jarang, warung “remang-remang” dijadikan lokasi praktik prostitusi ilegal.

Dewasa ini, perkembangan dan pertumbuhan kota di beberapa daerah di Indonesia terlihat semakin maju. Salah satu pembangunan yang berkembang pesat adalah tempat hiburan. Berbagai tempat-tempat hiburan di daerah perkotaan terus


(13)

bertambah, mulai dari tempat hiburan yang dapat dinikmati semua golongan, tempat hiburan untuk anak-anak dan para remaja, hingga tempat hiburan yang hanya didatangi oleh golongan-golongan tertentu saja seperti diskotik.

Geliat kehidupan malam kota Medan yang ditandai dengan munculnya pusat hiburan malam seakan tidak mau kalah dibanding kota besar lainnya seperti Jakarta, Surabaya, Makassar, Bandung, juga Batam. Indikasinya semakin kuat terasa dengan munculnya pusat hiburan malam beraroma hedonis. Jenisnya pun beraneka ragam, mulai dari salon, panti pijat, cafe, karaoke, club/bar, hotel, hingga diskotik dimana segmentasi (pengelompokkan pasar ke dalam kelompok pembeli yang potensial dengan kebutuhan) pasarnya pun beragam.

Sebagai kota terbesar ketiga di Indonesia, Medan memiliki peran strategis. Secara geografis, di sebelah Barat, Timur dan Selatan, kota ini berbatasan langsung dengan Kabupaten Deli Serdang yang dikenal kaya dengan sumber daya alamnya. Di sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka, salah satu jalur lintas laut paling sibuk (padat) di dunia. Kota Medan juga didukung daerah yang kaya sumber alam lainnya seperti Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai dan lain-lain.

Beralih menjadi kota metropolis, kini Medan semakin hingar bingar di saat malam. Masyarakatnya pun seolah tak pernah tidur. Lihat saja, lokasi hiburan malam yang selalu penuh sesak dipenuhi masyarakat dari berbagai usia. Sepanjang tahun 2009 hingga pertengahan Januari 2010, mulai dari karoke keluarga, pub dan karoke, klub malam, live musik hingga diskotik. Dari penelusuran yang ditemui, karoke keluarga ada yang memberikan pelayanan


(14)

dengan santun tanpa menyediakan jasa wanita penghibur. Beda halnya dengan sejumlah pub dan karoke lainnya. sejumlah wanita disediakan untuk menghibur pengunjung mulai menemani bernyanyi juga berjoget. Sementara, fasilitas yang diperoleh pengunjung di Live musik, Club Malam dan Diskotik malah sulit untuk dibedakan. Bahkan, perbedaan ini juga ternyata membingungkan instansi yang mengurusi fasilitas pariwisata di Kota Medan.

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata kota Medan mengaku bingung untuk membedakan fasilitas yang diberikan di tiga tempat hiburan malam ini. Sesuai dengan perda NO. 37/2002 tentang Retribusi Izin Fasilitas Pariwisata. Di dalam Perda itu tidak ada yang merinci dengan jelas tentang perbedaan jenis tempat hiburan malam.

Bila secara defenisi, Kepala Bidang Sarana dan Prasana Pariwisata Kota Medan, Ramlan menerangkan, Live Musik merupakan tempat untuk mendengarkan musik langsung, bisa dari keyboard dan band yang tampil di lokasi Live Musik. Sedangkan untuk Club Malam, merupakan musik yang dipancarkan langsung dari satu tempat dan kecenderungannya musik DJ (Disk Jocki), Sementara itu, diskotik ini sendiri merupakan fasilitas hiburan malam yang merupakan full musik DJ dan disediakan tempat untuk berdisko. Kenyataannya, aturan perbedaan ini tidak sesuai dengan apa yang ada di Medan. Sejumlah fasilitas hiburan malam khususnya Live Musik, Diskotik dan Club Malam hampir seluruhnya menyediakan musik DJ. Uniknya, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata tidak mengetahui hal ini.


(15)

Saat disinggung mengenai alat untuk perbedaan ketiga fasilitas pariwisata Kota Medan ini, Ramlan mengakui bahwa sulit untuk dirinci masalah perbedaan fasilitas hiburan malam jenis ini. Bisa dilihat sekarang ini, diskotik itu ada lima yang memiliki izin yakni LG, The Song, M-Three, X-Three dan Iguana dan untuk Club Malam ada dua yaitu Super dan Tobasa. Namun, ketika dinyatakan bahwa baru-baru ini terlihat jelas bahwa sejumlah fasilitas hiburan malam ini menyediakan alat DJ, apakah ini bertentangan dengan izin yang telah dikeluarkan oleh pihaknya.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Medan, Maju Siregar mengakui bahwa ketiga fasilitas hiburan malam di Kota Medan ini masih sulit dibedakan sesuai dengan alatnya. Kemungkinan ketiganya bisa dibedakan sesuai dengan tarif retribusi yang diatur dalam Perda No 37/2002, yang diatur untuk diskotik tarifnya justeru lebih mahal.

Mengenai sejumlah live musik dan club malam yang berubah fungsi menjadi diskotik, dia mengakui sebenarnya ada lima diskotik yang ada di Kota Medan. Bila melihat potensi kota besar di Indonesia, jumlah fasilitas hiburan malam jenis diskotik ini masih perlu ada penambahan. Namun, hal ini masih sulit dilakukan akibat pengusaha hiburan malam belum memiliki minat yang besar dalam membuat usaha diskotik ini. Tetapi, jika ada Live Musik dan Club Malam memakai musik DJ dan ada disediakan tempat disko tentunya ini melanggar. Akan tetapi, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Medan mengakui kalau pihaknya belum bisa langsung mengambil tindakan. Sebab, ada hal yang tidak diatur di dalam Perda. Sehingga menjadi dilema bagi pihaknya. Mereka akan


(16)

tetap memantau, bila memungkinkan mereka revisi Perda terlebih dahulu baru melakukan penindakan terhadap tempat hiburan malam tersebut.

Pada kesempatan ini, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Medan mengingatkan kepada seluruh pengusaha hiburan malam di Kota Medan untuk segera mengurus izin usaha langsung ke Dinas Kebudayaan dan Pariwisata tanpa melalui calon, sebab seluruh lokasi hiburan malam di Kota Medan akan dievaluasi izinnya.

Beliau menegaskan, bila nantinya masih ada hiburan malam yang kedapatan tidak memiliki izin, atau izinnya telah mati. Maka akan diberikan sanksi tertulis hingga dua kali, bila tidak diindahkan juga maka akan diberikan tindakan tegas yakni penutupan lokasi hiburan malam. “Saya akan turunkan tim untuk memeriksa seluruh hiburan malam di Kota Medan ini, dan seluruhnya akan diperiksa.

Melihat tindakan ini, Ketua Komisi C DPRD Medan terpilih, Aripay Tambunan menegaskan persoalan hiburan malam di Kota Medan tidak mesti diulur-ulur, bila ada kesalahan dalam operasionalnya maka harus diberikan tindakan keras. Apalagi, ketika operasionalnya bertentangan dengan izin yang dimiliki.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan diatas, maka kehidupan hiburan malam di kota medan sangat menarik untuk di teliti. Sehingga membawa peneliti untuk melakukan penelitian tentang “Bagaimana Persepsi Masyarakat Terhadap Keberadaan Kafe Remang-remang di Jl. Ringroad/Gagak Hitam, Kec. Medan Sunggal”.


(17)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana persepsi masyarakat terhadap keberadaan kafe remang-remang ?”

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas yang menjadi tujuan yang diharapkan dan dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap keberadaan kafe remang-remang.

b. Untuk mengetahui kegiatan yang dilakukan pengunjung di dalam kafe remang-remang tersebut.

1.4. Manfaat Penelitian

Setiap penelitian diharapkan mampu untuk memberikan manfaat, baik untuk diri sendiri maupun orang lain, terlebih lagi untuk perkembangan ilmu pengetahuan. Untuk itu, yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah :

a. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperoleh cakrawala dan wawasan pengetahuan yang lebih mendalam tentang persepsi masyarakat terhadap keberadaan kafe remang-remang kepada penulis dan juga pembaca serta dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan teori ilmu- ilmu sosial khususnya sosiologi.


(18)

b. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi masyarakat dan khususnya penelitian ini dapat menjadi referensi penunjang yang diharapkan dapat berguna bagi peneliti berikutnya, terutama masalah dibidang perkotaan yaitu pada tempat-tempat hiburan malam.

c. Manfaat Bagi Penulis

Penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan serta wawasan penulis mengenai gambaran yang ada dalam masyarakat dan sebagai wadah latihan serta pembentukan pola pikir yang rasional dalam menghadapi segala macam persoalan yang ada dalam masyarakat.

1.5. Kerangka Teori

1. Definisi kafe remang-remang

Secara leksikal kafe berasal dari bahasa Inggris yaitu cafe, artinya kedai kopi. Berdasarkan arti tersebut dapat disimpulkan bahwa kafe adalah suatu tempat atau warung yang berjualan kopi. Pada kenyataannya kafe kini mengalami pembiasan dengan hadirnya kafe remang-remang, tidak hanya berdagang kopi, juga berjualan minuman-minuman beralkohol.

Berbicara tentang kafe remang-remang yang disinyalir di dalamnya terdapat prostitusi terselubung, secara ilmiah belum dapat dibuktikan sehingga menjadi perdebatan panjang antara yang pro dan kontra, antara yang suka dan


(19)

tidak suka. Tetapi yang jelas keberadaan kafe remang-remang mempunyai dua dampak sekaligus, yakni:

1. Dampak positif, dengan adanya usaha kafe dapat menyerap tenaga kerja sehingga tingkat pengangguran dapat diminimalisir.

2. Dampak negatif, pada umumnya pengunjung kafe adalah anak-anak muda yang secara psikologis mempunyai tingkat emosional tinggi. Di samping itu tidak sedikit para pengunjung kafe adalah orang-orang yang mencari kompensasi diri akibat adanya tekanan ekonomi, broken home dan sebagainya.

Kedua kelompok ini rentan terhadap gesekan-gesekan sosial dan pada gilirannya akan menyebabkan konflik. Di sisi yang lain akan terjadi pergeseran nilai-nilai budaya tradisional menuju nilai-nilai budaya barat (westernisasi). Misalnya masyarakat desa yang dulunya suka minum kopi atau teh, setelah datang ke kafe kebiasaan tersebut berubah menjadi kebiasaan meminum minuman keras. Selain itu tidak menutup kemungkinan akan menkonsumsi obat-obatan terlarang sebab peredaran narkoba biasanya selalu berhubungan dengan tempat-tempat yang berjualan minuman keras.

Kafe remang-remang yang cenderung mempunyai dampak negatif lebih besar terhadap generasi muda dan penduduk desa di sekitarnya. Maka perlu adanya perhatian khusus dari berbagai pihak.

2. Gaya Hidup

Istilah gaya hidup (lifestyle) sampai sekarang masih kabur (Hastuti, 2007:70). Lebih lanjut dijelaskan Hastuti bahwa, istilah ini memiliki arti


(20)

sosiologis yang lebih terbatas dengan merujuk pada gaya hidup khas dari berbagai kelompok status tertentu. Dalam budaya konsumen kontemporer istilah ini mengkonotasikan individualitas, ekspresi diri, serta kesadaran diri yang semu. Tubuh, busana, bicara, hiburan saat waktu luang, pilihan makanan dan minuman, rumah, kendaraan dan pilihan hiburan, dan seterusnya di pandang sebagai indicator dari individualitas selera serta rasa gaya dari pemiliki atau konsumen (Featherstone, 2005 : 201).

Gaya hidup merupakan cirri sebuah dunia modern, atau yang biasa juga di sebut modernitas, maksudnya adalah siapapun yang hidup untuk menggambarkan tindakannya sendiri maupun orang lain (Chaney, 1996 : 40). Lebih lanjut dijelaskan Chaney bahwa gaya hidup adalah pola-pola tindakan yang membedakan antara satu orang dengan orang lain. Dalam interaksi sehari-hari setiap orang dapat menerapkan suatu gagasan mengenai gaya hidup tanpa harus menjelaskan apa yang dimaksud.

Salah satu faktor utama yang mendorong munculnya gaya hidup adalah pola komsumsi, pola konsumsi masyarakat perkotaan telah menjadikan barang-barang ataupun jasa sebagai identitas mereka, barang-barang dan jasa dikonsumsi bukan dikarenakan kebutuhan mereka melainkan hanya sebatas memenuhi keinginan dan penunjuk identitas sosial mereka. Pola konsumsi masyarakat perkotaan ini telah merubah nilai suatu produk yang awalnya memiliki nilai fungsional menjadi nilai simbolis. Perubahan nilai-nilai suatu barang dan jasa ini kemudian memunculkan gaya hidup masyarakat perkotaan. Salah satu gaya hidup tersebut adalah para penikmat hiburan malam di kafe remang-remang.


(21)

Gaya hidup adalah suatu titik tempat pertemuan antara kebutuhan ekspresi diri dan harapan kelompok terhadap seseorang dalm bertindak, yang tertuang dalam norma-norma kepantasan (Hastuti, 2007 : 72). Lebih lanjut dijelaskan Hastuti bahwa terdapat norma-norma kepantasan yang diinternalisasikan dalam diri individu, sebagai standar dalam mengekspresikan dirinya dalam kehidupannya di dalam masyarakat.

Gaya hidup sendiri lahir karena adanya masyarakat komoditas, masyarakat yang mengkonsumsi barang-barang dan jasa bukan karena kebutuhannya tetapi untuk memuaskan keinginannya. Masyarakat komoditas ini terjadi karena meningkatnya tuntutan terus menerus akan pemuasan kebutuhan masyarakat terhadap benda-benda komoditas.

Gaya hidup bisa merupakan identitas kelompok. Gaya hidup setiap kelompok akan mempunyai cirri-ciri unit tersendiri. Gaya hidup secara khas diidentifikasikan oleh bagaimana orang menghabiskan waktu mereka (aktivitas), apa yang mereka anggap penting dalam lingkungannya (ketertarikan), dan apa yang dipikirkan tentang diri mereka sendiri dan juga dunia sekitarnya. Gaya hidup suatu masyarakat akan berbeda dengan masyarakat lainnya. Bahkan, dari masa ke masa gaya hidup suatu individu dan kelompok masyarakat tertentu akan bergerak dinamis. Namun demikian, gaya hidup tidak cepat berubah sehingga pada kurun waktu tertentu gaya hidup relatif permanen.

Menurut Weber, konsumsi juga merupakan gambaran gaya hidup tertentu dari kelompok status tertentu (Hastuti, 2007 : 72). Lebih lanjut dijelaskan Hastuti bahwa pola konsumsi suatu individu atau kelompok terhadap barang merupakan


(22)

landasan bagi perjenjangan dari kelompok status, selain itu konsumsi juga dapat dijadikan penggunaan barang-barang simbolik kelompok tertentu. Dengan demikian ia dibedakan dari kelas yang landasan perjenjangannya adalah hubungan terhadap produksi dan perolehan barang-barang. Dalam hal ini konsumsi seseorang menentukan gaya hidup seseorang. Karena penggunaan barang-barang simbolik tersebut seperti pemilihan konsumsi gaya berpakaian, selera dalam hiburan, selera konsumsi terhadap makanan dan minuman menetukan dari kelas mana ia berada.

Engel, Blackwel, dan Miniard (1995) mengartikan gaya hidup sebagai pola dimana manusia hidup dan menghabiskan waktu dan uang. Gaya hidup merefleksikan aktivitas, minat, dan pendapat seseorang. Selanjutnya, Chaney (1996) mengemukakan gaya hidup sebagai pola-pola tindakan yang membedakan antara satu orang dengan orang lain.

Gaya hidup membantu memahami apa yang orang lakukan, mengapa mereka melakukannya, dan apakah yang mereka lakukan bermakna bagi dirinya maupun orang lain. Gaya hidup merupakan bagian dari kehidupan sosial sehari-hari dunia modern. Menurut Adler (dalam Hall & Lindzey, 1993) faktor yang menentukan gaya hidup seseorang sebagian besar ditentukan oleh inferioritas-inferioritas khusus, entah khayalan atau nyata yang dimiliki orang. Gaya hidup merupakan kompensasi dari suatu inferioritas khusus. Apabila anak memiliki kelemahan fisik, maka gaya hidupnya akan berwujud melakukan hal-hal yang akan menghasilkan fisik yang kuat. Sementara itu, faktor pembentuk gaya hidup menurut teori Bordieu (dalam Piliang, 2006) dicerminkan dalam sebuah rangkaian


(23)

atau lingkup proses social yang lebih panjang atau luas, yang melibatkan modal, kondisi objektif, habitus, disposisi, praktik gaya hidup, sistem tanda, dan selera.

Sementara itu, penggolongan gaya hidup mengukur hal-hal sebagai berikut (Loudon & Della Bitta, 1993):

a. Bagaimana orang-orang menghabiskan waktu luang dalam suatu kegiatan atau aktivitas.

b. Apa yang paling menarik atau paling penting bagi mereka dalam lingkungannya ketika itu.

c. Pendapat dan pandangan mereka mengenai mereka sendiri dan dunia di sekitar mereka.

3. Persepsi Masyarakat

Istilah persepsi diartikan sebagai pendapat, pandangan seseorang atau kelompok manusia, dan sebagainya. Namun, sebenarnya istilah persepsi memiliki pengertian yang lebih mendalam adalah suatu penglihatan atau gambaran terhadap sesuatu yang dilakukan seseorang atau kelompok.

Manusia sebagai makhluk sosial yang sekaligus juga makhluk individual, maka terdapat perbedaan antara individu yang satu dengan yang lainnya (Wolberg, 1967). Adanya perbedaan inilah yang antara lain menyebabkan mengapa seseorang menyenangi suatu obyek, sedangkan orang lain tidak senang bahkan membenci obyek tersebut. Hal ini sangat tergantung bagaimana individu menanggapi obyek tersebut dengan persepsinya. Pada kenyataannya sebagian besar sikap, tingkah laku dan penyesuaian ditentukan oleh persepsinya.


(24)

Menurut Wagito (1981) menyatakan bahwa persepsi merupakan proses psikologis dan hasil dari penginderaan serta proses terakhir dari kesadaran, sehingga membentuk proses berpikir. Melalui persepsi kita dapat mengenali dunia sekitar kita, yaitu seluruh dunia yang terdiri dari benda serta manusia dengan segala kejadian-kejadiannya. Dengan persepsi kita dapat berinteraksi dengan dunia sekeliling kita, khususnya antar manusia. Persepsi adalah suatu proses yang kompleks dimana kita menerima dan menyadap informasi dari lingkungan (Fleming & Levie, 1978). Persepsi merupakan kesan yang pertama untuk mencapai suatu keberhasilan. Persepsi seseorang dalam menangkap informasi dan peristiwa-peristiwa menurut Muhyadi (1989) dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu:

1) orang yang membentuk persepsi itu sendiri, khususnya kondisi intern (kebutuhan, kelelahan, sikap, minat, motivasi, harapan, pengalaman masa lalu dan kepribadian).

2) stimulus yang berupa obyek maupun peristiwa tertentu (benda, orang, proses dan lain-lain).

3) stimulus dimana pembentukan persepsi itu terjadi baik tempat, waktu, suasana dan lain-lain.

Persepsi Sebagai Proses Aktif Dalam Perbedaan Individu

Persepsi dulu dianggap sebagai suatu proses pasif, yang harus dilakukan hanya tetap menjaga agar mata dan telinga terbuka dan dunia secara otomatis akan memperlihatkan dirinya kepada kita. Sekarang kita tahu bahwa anggapan ini adalah salah. Kenyataannya pencapaian persepsi yang berarti merupakan suatu proses aktif, dengan individu penerima yang memainkan peranan penting dalam menentukan pengalamannya. Peranan ini bergerak melebihi sebuah keputusan


(25)

sederhana apa yang dilihat untuk disentuh. Kita jarang hanya merasakan satu sensasi pada satu waktu. Malahan kita dengan konstan diserang ribuan pesan yang harus disingkat, diidentifikasi dan ditafsirkan. Kita harus memilih beberapa pesan tertentu dari serangan pesan yang dating, mengidentifikasinya dan mencari bagaimana hubungan satu dengan yang lain, dengan maksud untuk membangun gambaran realita yang berarti. Persepsi ini tidak hanya bergantung pada sensasi saja tetapi juga pada pengalaman, keinginan dan kebutuhan (Rubin, 1985:116).

Hal ini didukung oleh pendapat Runyon (1984: 175) yang menyatakan persepsi sebagai proses aktif, yaitu adanya sifat selektif dari persepsi. Adapun persepsi selektif ini digambarkannya yaitu ; selama bertahun-tahun manusia dikelilingi oleh ribuan stimuli. Pada suatu saat, bukan tidak mungkin hal ini mengundang semua stimuli untuk menyerang pikiran manusia. Dengan demikian, manusia tidak dapat membaca, mengikuti suatu percakapan dan menonton televise pada saat yang sama. Pada saat kita mencobanya, kita akan menjumpai perubahan perhatian dari suatu sumber stimuli kepada yang lain dengan pemahaman kita masing-masing aktivitas ini menjadi terpisah dan terpecah. Untuk ulasan ini kita cenderung untuk memilih di stimuli mana disekitar kita yang paling penting, dengan mengabaikan yang lain.

4. Penyimpangan

Penyimpangan adalah kegagalan untuk menyesuaikan dengan norma-norma budaya yang diperkuat. Norma-norma-norma sosial yang berbeda dalam satu budaya yang bertentangan dengan yang lain. Sebagai contoh, suatu tindakan yang menyimpang dapat dilakukan di satu masyarakat atau budaya yang melanggar norma sosial di sana, tetapi mungkin dianggap biasa bagi kebudayaan lain dan


(26)

masyarakat. Beberapa tindakan mungkin penyimpangan tindak pidana, tetapi juga, sesuai dengan masyarakat atau budaya, penyimpangan dapat benar-benar melanggar norma sosial yang utuh.

Penyimpangan dalam konteks sosiologis menggambarkan tindakan atau perilaku yang melanggar norma-norma budaya yang berlaku termasuk-aturan formal (misalnya, kejahatan) maupun informal dan pelanggaran norma-norma sosial (misalnya, adat istiadat).

Perilaku menyimpang yang lazim disebut dengan nonkonformitas merupakan tindakan yang dilakukan oleh individu perorangan atau kelompok dalam masyarakat untuk menghidar dari nilai dan norma. Prilaku yang tidak sesuai dengan nilai dan kaidah dinamakan menyim- pang atau suatu perbuatan disebut menyimpang bilamana perbuatan ini dinyatakan sebagai menyimpang. Beberapa pengertian perilaku menyimpang oleh para ahli sosiologi, diantaranya yaitu;

a. Becker, perilaku menyimpang bukanlah kualitas yang dilakukan orang, melainkan konsekuensi dari adanya suatu peraturan dan penerapan sangsi yang dilakukan oleh orang lain terhadap pelaku tindakan tersebut.

b. Robert M.Z. Lawang, penyimpangan sebagai tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam suatu sistem sosial dan menimbulkan usaha dari pihak berwenang untuk memperbaiki perilaku yang menyimpang.

c. James Vander, Penyimpangan merupakan perilaku yang oleh sejumlah orang dianggap sebagai hal yang tercela dan di luar batas toleransi. Dengan demikian penyimpangan adalah setiap perilaku yang dinya- takan


(27)

sebagai sutau pelanggaran terhadap norma-norma kelom-pok atau masyarakat. Penyimpangan memilki ciri mengganggu stabilitas masyarakat.

Bruce J. Cohen menjelaskan terjadinya penyimpangan sosial diakibatkan oleh beberapa faktor yaitu :

a. Adanya perubahan norma-norma dari suatu periode ke periode waktu lain. b. Tidak ada norma atau aturan yang bersifat mutlak yang bisa digunakan untuk menentukan benar tidaknya kelakuan seseorang. Norma sesuai dengan masyarakat dan kebudayaan masyarakat yang berbeda satu sama lain.

c. Individu-individu yang tidak mematuhi norma disebabkan karena mengamati orang-orang lain yang tidak mematuhi atau karena mereka tidak dididik untuk mematuhinya.

d. Adanya individu-individu yang belum mendalami norma dan belum manyadari kenapa norma-norma itu harus dipatuhi. Hal ini disebabkan karena proses sosialisasi yang belum sempurna dalam dirinya.

e. Adanya individu-individu yang kurang yakin akan kebenaran atau kebaikan norma, atau dihadapkan dengan situasi di mana terdapat norma-norma yang tidak sesuai.

f. Terjadi konflik peran dalam seorang individu karena ia menjalankan beberapa peran yang menghendaki corak perilaku yang berbeda.

Prilaku menyimpang merupakan salah satu cara untuk menyesuaikan kebudayaan dengan perubahan sosial. Dewasa ini tidak ada satu pun masyarakat


(28)

yang dapat bertahan dalam kondisi statis untuk jangka waktu yang lama. Masyarakat yang paling terisolasi pun akan terkena perubahan sosial.

I.6. Defenisi Konsep

Untuk memperjelas maksud dan pengertian, serta menghindari timbulnya kesalahan penafsiran dalam penelitian maka perlu menguraikan batasan konsep yang digunakan. Adapun batasan konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Persepsi Masyarakat

Persepsi masyarakat adalah pandangan sekelompok masyarakat terhadap objek atau lingkungan melalui panca inderanya berdasarkan pengalaman dan pengetahuan yang dimilikinya.

2. Kafe Remang-remang

Adalah suatu tempat yang memiliki fasilitas tempat duduk, hiburan musik, menyediakan makanan dan minuman, dengan menggunakan penerangan (cahaya lampu) yang remang.

3. Perilaku menyimpang

Adalah tindakan atau perbuatan yang melanggar aturan-aturan yang berada pada suatu kelompok masyarakat atau daerah.

4. Norma

adalah seperangkat aturan atau kumpulan aturan yang mengikat perilaku dan tindakan suatu kelompok masyarakat atau daerah tertentu.

5. Kenakalan Remaja

Adalah perbuatan atau tindakan yang tidak sesuai dengan norma ataupun aturan yang berlaku yang diakibatkan oleh suatu gejala tertentu.


(29)

6. Pengaruh

Adalah suatu bentuk rangsangan atau stimulus yang menggerakkan nilai psikis suatu individu ataupun kelompok.

I.7. Defenisi Operasional

Defenisi operasional adalah spesifikasi kegiatan peneliti dalam mengukur atau memanipulasi suatu variabel. Defenisi operasional memberikan batasan atau arti suatu variabel dengan merinci hal yang harus dikerjakan oleh peneliti untuk mengukur variabel tersebut (Sarwono, 2006:12).

Dalam penelitian kuantitatif, secara umum terdiri dari 2 (dua) variabel, yaitu variabel terikat (dependent) dan variabel bebas (independent). Dalam penelitian ini yang menjadi variabelnya adalah sebagai berikut :

1. Kafe remang-remang ( X )

Kafe remang-remang menjadi variabel (X) atau variebel terikat (dependent), yaitu variabel yang perubahannya dipengaruhi variabel lain. Adapun yang menjadi indikator dalam penelitian ini, yaitu :

- Pelayanan yang diberikan pihak pemilik terhadap pengunjung - Fasilitas yang diberikan di kafe remang-remang

• Positif ( X1 )

Keberadaan kafe remang-remang dapat memberikan kontribusi yang berguna bagi masyarakat sekitar, yaitu :

- membuka lapangan kerja - tempat refreshing


(30)

• Negatif ( X2 )

Keberadaan kafe remang-remang menimbulkan pandangan buruk masyarakat terhadap keberadaan kafe tersebut, yaitu :

- tempat prostitusi

- transaksi jual beli narkoba

2. Persepsi Masyarakat ( Y )

Persepsi Masyarakat menjadi variabel (Y) atau variabel bebas (independent) yang merupakan variabel yang akan diteliti berpengaruh terhadap masalah yang akan diajukan. Adapun yang menjadi indikator variabel dalam penelitian ini, yaitu :

• Pengetahuan masyarakat tentang kafe remang-remang : - Lokasi

- Fungsi - Tujuan - Manfaat

- Kegiatan yang dilakukan di kafe remang-remang

• Tanggapan masyarakat terhadap keberadaan kafe remang-remang : - Tanggapan dari tokoh masyarakat

- Tanggapan dari tokoh agama - Tanggapan dari tokoh pemuda


(31)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Persepsi

Orang melihat sesuatu itu selalu berbeda antara yang satu dengan yang lainnya, bahkan fakta-fakta sekalipun mungkin tampak sangat berbeda bagi orang yang berlainan. Faktor yang paling penting dalam menentukan pandangan seseorang terhadap dunia adalah relevansinya dengan kebutuhan hidupnya, hal-hal yang memuaskan kebutuhan seseorang akan lebih cepat terlihat. Dalam pengertian sehari-hari persepsi sering diartikan sebagai suatu pandangan, tanggapan, respon atau pendapat seseorang terhadap sesuatu hal tertentu. Pada dasarnya tindakan seseorang atas sesuatu perbuatan (aktivitas) yang disadari bermula dari timbulnya apakah baik atau tidak, menarik atau tidak menarik. Selanjutnya dari hasil persepsi ini akan diwujudkan dalam suatu bentuk tindakan yang nyata.

Secara etimologis “persepsi” berasal dari bahasa inggris yaitu “perseption” yang berarti tanggapan, penglihatan, daya memahami, menanggapi (Jhon M. Echols dan Hasan Shadily 1976: 424). Dari pengertian diatas menekankan bahwa persepsi ditentukan oleh person yang berpersepsi artinya persepsi muncul sebagai hasil penglihatan, tanggapan, pemahaman seseorang terhadap sesuatu hal diluar dirinya, disisi lain persepsi diartikan sebagai sesuatu hasil yang pernah dialami. Jalaludin Rahmat (1988) merumuskan pengertian persepsi sebagai pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang di peroleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Dari beberapa pengertian diatas terlihat ada banyak hal yang menentukan munculnya persepsi seseorang terhadap


(32)

suatu objek, persepsi tidak hanya ditentukan oleh faktor personal dan faktor situasional akan tetapi persepsi ini sangat ditentukan oleh faktor perhatian. Bagaimana mungkin seseorang itu memberikan persepsinya terhadap sesuatu masalah/objek tanpa mempunyai perhatian sama sekali terhadap masalah atau objek tersebut.

Dalam ensiklopedia Indonesia dikemukakan bahwa persepsi merupakan proses mental yang menhasilkan bayangan pada diri individu sehingga dapat mengenal suatu objek dengan jalan mengasosiasikan pada suatu ingatan tertentu, baik secara indera penglihatan, indera peraba dan sebagainya. Akhirnya bayangan itu dapat disadari (ensiklopedia, 1993: 2684). Kata lain dari defenisi ini adalah persepsi merupakan segala sesuatu yang dialami manusia.

Kretch dan Crutchfield secara bersama-sama merumuskan 4 (empat) hal pokok tentang persepsi, yaitu :

a. Persepsi bersifat secara fungsional.

Dalam pengertian dalil ini bahwa objek-objek yang mendapat tekanan dari individu yang melakukan persepsi, yang dimaksud dalam hal ini yaitu pengaruh kebutuhan, kesiapan mental/suasana, emosional, dan latar belakang budaya.

b. Medan perseptual dan kognitif selalu diorganisasikan dan di beri arti. Dalam pengertian ini orang yang memberikan persepsi mengorganisasikan stimuli atau rangsangan dengan melihat konteksnya, orang yang memberikan persepsi akan mengisinya dengan interpretasi yang konsisten dengan rangkaian stimuli yang dipersepsi.


(33)

c. Sifat-sifat perseptual dan kognitif dari sub struktur ditentukan pada umumnya oleh sifat struktur secara keseluruhan. Adapun maksud dari dalil ini adalah jika individu dianggap sebagai anggota kelompok akan dipengaruhi oleh keanggotaan kelompoknya, dalam pengertian lain bahwa persepsi seseorang terhadap suatu objek, peristiwa atau masalah dapat dipengaruhi oleh sesuatu kekuatan besar yang melingkupi si individu karena keterikatan baik secarayuridis maupun organisasi. Dengan demikian, bahwa persepsi suatu kelompok dapat menonjolkan atau melemahkan persepsi individu. Dampak yang timbul dari dasar persepsi yang ketiga ini adalah munculnya dampak asimilasi dan kontras, dampak asimilasi disini maksudnya sifat kelompok dapat mempengaruhi kuat lemahnya sifat individu. Sedangkan dampak yang kontras maksudnya seseorang akan cenderung memberikan penilaian yang berlebihan apabila seseorang melihat sifat objek persepsi bertolak belakang dengan sifat kelompokya.

d. Objek atau peristiwa yang berdekatan dalam ruang dan waktu menyerupai satu sama lain, cenderung ditanggapi sebagai bahagian dari struktur yang sama. Pada prinsipnya dalil ini hanya betul-betul bersifat structural dalam mengelompokkan objek-objek fisik seperti titik, garis atau balok, jika ditarik kearah persepsi sosial pengelompokkan ini tidak murni struktural sebab apa yang dianggap sama atau berdekatan oleh individu lain. Begitu juga dengan kebudayaan dan status sosial juga berperan dalam melihat kesamaan pada masyarakat yang menitik beratkan pada sisi kekayaan atau


(34)

material, orang akan membagi masyarakat atas kelompok orang kaya dan orang miskin. Demikian juga bila dilihat dari sisi pendidikan orang akan membagikan golongan masyarakat atas kelompok terdidik dan kelompok tidak terdidik. Kecenderungan untuk mengelompokkan stimuli berdasarkan kesamaan dan kedekatan adalah hal yang universal sifatnya dalam tatanan masyarakat yang heterogen dan beranekaragam persepsi.

Pendapat lain proses persepsi dikemukakan oleh Joseph A. Devito (1990: 82) bahwa persepsi bersifat begitu kompleks. Tidak ada hubungan antara yang satu dengan yang lain, antara pesan-pesan yang terjadi “di luar sana” di dunia dengan pesan-pesan yang pada akhirnya sampai pada otak kita. Persepsi mempunyai tiga tahapan, dimana sebenarnya satu sama lain saling berhubungan dan melengkapi.

Tahap Pertama : Kita Merasa.

Tahap pertama ini kita merasakan stimuli. Kita mendengar kaset terbaru milik Paul Gilbert, kita melihat teman lama dari kelompok lama kita, kita mencium parfum orang yang duduk di sebelah kita. Semua itu mengambil informasi melalui lima indera kita. Di luar dari apa yang mungkin dapat kita rasa, sebenarnya kita merasa sangat sedikit. Kita memahami bagian yang sangat kecil dari suatu objek dan menggambarkan keterangan keseluruhan dari bagian kecil yang kita rasakan. Walaupun memungkinkan untuk merasa lebih dari sekedar bagian kecil objek atau pesan, kita tidak akan selalu begitu. Contohnya, ketika kita melamun di kelas, kita tidak akan tahu ucapan guru sampai dia dia benar-benar memanggil nama kita, lalu kita sadar. Kita tahu guru memanggil kita, tetapi tidak


(35)

tahu kenapa. Ini adalah contoh yang jelas bagaimana kita memahami apa yang penting untuk kita dan tidak mengambil apa yang kelihatannya tidak berarti bagi kita.

Tahap kedua : Kita Mendengar.

Tahap kedua, kita mengatur sesuai dengan beraneka prinsip stimuli yang kita terima. Satu yang lebih sering digunakan “prinsip-prinsip” adalah kedekatannya atau kedekatan secara fisik. Kita menerima hal-hal yang sangat fisik bersatu sebagai satu kesatuan. Contohnya, kita mengartikan orang yang selalu bersama, atau pesan-pesan yang disampaikan satu dengan lainnya, segera sesudah yang lain sebagai satu kesatuan. Prinsip kedua adalah kesamaan. Kita menerima hal-hal yang secara fisik sama, hal-hal yang kelihatannya serupa, sebagai satu kesatuan. Penerapan pada persepsi orang, persepsi kesamaan mengarahkan kita untuk melihat orang yang berpakaian serupa semestinya bersama. Kedekatan dan kesamaan hanya dua dari sekian banyak prinsip pengaturan. Bagaimana sesungguhnya seseorang mengatur seperangkat stimuli tidak berdasarkan suatu pola yang berarti bagi kita.

Tahap Ketiga : Kita Mengartikan-Mengevaluasi.

Tahap ketiga dalam proses persepsi adalah pengertian pengevaluasian. Kita menghubungkan dengan garis penghubung istilah-istilah ini untuk menekankan bahwa mereka bersangkut-paut. Tahap ketiga ini adalah proses subjektif tinggi. Walaupun kita semua mungkin merasakan stimuli eksternal yang sama, kita akan mengartikan-mengevaluasikan dengan berbeda. Dari proses tersebut, dapat dikatakan bahwa bila kita melihat sebuah iklan, dalam hal ini iklan mengenai tempat tinggal yang ramah lingkungan, maka kita akan melewati proses


(36)

melihat dan mendengar pesan itu layak atau tidak layak untuk kita terima dan pesan yang sudah kita susun itu akan kita artikan dan kita evaluasi lagi kebenarannya apakah sesuai atau tidak bagi kita. Aaker (1982: 236) mengatakan proses persepsi mencakup dua tahap, perhatian dan pengertian. Keduanya memainkan peranan dalam membantu penanggulangan individu dengan jalan yang tidak akan mungkin diproses.

Tahap pertama adalah filter perhatian. Individu, dengan terang-terangan atau tidak sengaja, menghindari keterbukaan pada stimuli. Seseorang membaca hanya publikasi-publikasi yang pasti-pasti saja, melihat hanya program terpilih. Lagipula, hamper semua stimuli dimana seseorang diterima dihalang keluar karena dia menganggap tidak menarik dan menyimpang. Jadi, hanya sebagian kecil dari program tersebut yang diterima individu melalui filter perhatian. Tahap kedua adalah proses pengertian. Individu menyusun isi stimuli kepada bentuk kenyataan, bentuk yang mungkin sangat berbeda dari individu lain si pengirim. Dengan demikian, seseorang sering menyederhanakan untuk merubah, mengatur dan bahkan “membuat” stimuli. Out put dari proses ini adalah kesadaran kognitif dan pengartian stimulus kognisi.

2.2. Penyimpangan Sosial

Penyimpangan merupakan perilaku yang oleh sejumlah besar orang dianggap sebagai hal yang tercela dan di luar batas toleransi. (James vander Zanden, 1979). Meskipun masyarakat telah berusaha agar setiap anggota berperilaku sesuai dengan harapan masyarakat, namun tiap masyarakat kita selalu menjumpai adanya anggota yang menyimpang dan menjumpai adanya penyimpangan atau nonkonformitas.


(37)

Dalam ilmu sosiologi dikenal beberapa teori interaksi untuk menjelaskan penyimpangan, salah satunya adalah teori differential association yang diciptakan oleh Edwin H. Sutherland. Menurut pandangan Sutherland, penyimpangan bersumber pada differential association pada pergaulan yang berbeda. Penyimpangan dipelajari melalui proses alih budaya (cultural transmission). Melalui proses belajar ini, seseorang mempelajari suatu deviant subculture (suatu subkebudayaan menyimpang). Contoh yang diajukan Sutherland adalah proses mengisap ganja, tetapi proses yang sama berlaku pula dalam mempelajari beraneka jenis perilaku menyimpang lainnya.

Teori interaksi yang lain untuk menjelaskan penyimpangan adalah teori Labelling yang dipelopori Edwin M. Lemert. Menurut Lemert, seseorang menjadi penyimpang karena proses labeling, pemberian julukan, cap, etiket, merk yang diberikan masyarakat kepadanya. Mula-mula seseorang melakukan suatu penyimpangan, yang dinamakan oleh Lemert sebagai penyimpangan priemer (primary deviation). Akibat dilakukannya penyimpangan tersebut, misalnya seperti pencurian, penipuan, pelanggaran susila, perilaku aneh maka si penyimpang lalu diberi cap sebagai pencuri, penipu, pemerkosa, wanita nakal, orang gila dan sebagainya. Sebagai tanggapan terhadap pemberian cap oleh orang lain maka si pelaku penyimpangan primer kemudian mendefenisikan dirinya sebagai penyimpang dan mengulangi lagi perbuatan menyimpangnya yang disebut sebagai penyimpangan sekunder (secondary deviation), sehingga mulai menganut suatu gaya hidup menyimpang (deviant life style) yang menghasilkan suatu karir menyimpang (deviant career).


(38)

Robert K. Merton ( 1965 : 131-194) mencoba menjelaskan penyimpangan sosial pada jenjang makro, yaitu pada jenjang struktural sosial. Menurut argument Merton struktur sosial tidak hanya menghasilkan perilaku konfermis, tetapi menghasilkan pula perilaku menyimpang, struktur sosial menciptakan keadaan yang menghasilkan pelanggaran terhadap aturan sosial, menekan orang-orang tertentu kea rah perilaku nonkonform.

Merton mengemukakan bahwa dalam struktur sosial dan budaya dijumpai tujuan, sasaran atau kepentingan yang didefenisikan oleh kebudayaan sebagai tujuan yang sah bagi seluruh atau pun sebagian anggota masyarakat. Tujuan budaya tersebut merupakan hal-hal yang pantas di raih. Selain itu, melalui institusi dan aturan struktur budaya mengatur dan juga cara yang harus ditempuh untuk meraih tujuan budaya tersebut. Aturan tersebut bersifat membatasi, cara-cara tertentu seperti menipu, atau memaksa tidak dibenarkan. Hipotesa Merton adalah bahwa perilaku menyimpang merupakan pencerminan tidak adanya kaitan antara aspirasi yang ditetapkan kebudayaan dan cara yang dibenarkan struktur sosial untuk mencapai tujuan tersebut. Menurut merton struktur sosial menghasilkan tekanan ke arah anomie dan perilaku menyimpang.


(39)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian survei dengan menggunakan pendekatan kuantitatif yang bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.

Penelitian deskriptif ditujukan untuk :

a. Mengumpulkan informasi actual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada.

b. Mengidentifikasi masalah/memeriksa kondisi. c. Membuat perbandingan atau evaluasi.

d. Menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar dari pengalaman, untuk menetapkan rencana dan keputusan pada waktu yang akan dating.

3.2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Kelurahan Sunggal, Kecamatan Medan Sunggal. Alasan penetapan lokasi penelitian ini dilakukan karena pada lokasi tersebut terdapat kafe remang-remang yang jumlahnya lebih banyak dibanding


(40)

daerah lain serta secara langsung dekat dengan lingkungan atau tempat tinggal masyarakat.

3.3. Populasi dan Teknik Penarikan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan gejala atau satuan yang ingin diteliti (Prasetyo, 2005:119), serta menurut Sugiono (2005:90) populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas subyek yang memiliki kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya. Sedangkan menurut Ridwan (2004 : 6) mengatakan bahwa populasi adalah keseluruhan dari karakteristik atau unit hasil pengukuran yang menjadi objek penelitian. Maka dari pendapat-pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa populasi merupakan objek atau subyjek yang berada pada suatu wilayah dan memenuhi syarat-syarat tertentu berkaitan dengan masalah penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah 29.811 orang. Dalam penelitian ini yang menjadi populasinya adalah seluruh masyarakat yang ada di sekitar kafe remang-remang, Kelurahan Kecamatan Medan Sunggal, Kota Medan.

Tabel 3.1 Jumlah Populasi

No. Nama Lingkungan Responden

1. I 1.704

2. II 1.148

3. III 2.032

4. IV 3.612

5. V 2.642

6. VI 2.793

7. VII 1.267

8. VIII 1.582


(41)

10. X 1.973

11. XI 2.955

12. XII 2.719

13. XIII 1.475

14. XIV 1.695

Total 29.811

Sumber : Data monografi kantor Kelurahan Sunggal Tahun 2010.

3.3.2.Teknik Penarikan Sampel

Dalam konteks ini, peneliti memutuskan untuk mengambil ukuran sampel yaitu dengan cara pengambilan sampel sistematis purposif. Sistem purposif merupakan rancangan pengambilan sampel dengan cara mengambil unit populasi yang teratas menuju kebawah. Namun demikian, pengambilan angka tetap dilakukan secara acak. Biasanya angka pertama diacak antara angka 2 sampai 5, hal ini dilakukan agar tidak terjadi kelipatan dengan jarak yang terlalu besar, atau terlalu kecil (Burhan Bungin, 2006:108-109).

3.3.2.1. Sampel

Menurut Hadari Nanawi dalam (Nanawi 1994:114) sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Sampel secara sederhana dapat diartikan sebagai bahan dari populasi yang menjadi sumber data sebenarnya dalam suatu penelitian.

Sesuai dengan teknik penarikan sampel diatas, maka dilakukan penentuan angka kelipatan awal, yaitu mengacak bilangan 2 sampai 5, dan ternyata angka 3 terpilih sebagai angka kelipatan, maka terpilih angka (nomor urut pada daftar jumlah populasi Tabel 2) : 6, 9, 12 maka terdapat 5 lingkungan yang menjadi populasi dari sampel dalam penelitian ini dengan jumlah populasi seperti pada table 3 berikut dibawah ini:


(42)

Tabel 3.2 Jumlah Sampel

No. Nama Lingkungan Responden

1. Lingkungan 6 2.793

2. Lingkungan 9 2.214

3. Lingkungan 12 2.719

Total 7.726

Untuk menghitung besarnya sampel didasarkan pada pendapat Taro Yamane dalam (Jonathan 2006:99) yang mengajukan pilihan ukuran sampel berdasarkan tingkat presisi 10% dan tingkat kepercayaan 90%. Rumus yang dikemukakan Taro Yamane adalah :

N n =

N (d)2 + 1 Dimana, n : Besarnya sampel

N : Besarnya populasi

d : Presisi atau derajat kebebasan (peneliti menetapkan 10% atau d = 0,1)

Jadi :

7.726 n =

7.726 (0.01) + 1 = 7.726

78.26 = 98.7

= 99


(43)

Untuk menghitung persentase dari populasi setiap lingkungan, yaitu : % = 99 X 100%

7.726 = 1.28 %

Jadi dari tiap sampel lingkungan adalah :

Lingkungan VI : 2.642 x 1.28 % = 34,8 = 35 orang Lingkungan IX : 2.214 x 1.28 % = 28,3 = 28 orang Lingkungan XII : 2.719 x 1.28 % = 35.8 = 36 orang

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan atau mengumpulkan data (informasi) yang dapat menjelaskan dan atau menjawab permasalahan penelitian yang bersangkutan secara objektif.

Data penelitian dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu data primer dan data skunder. Dimana data tersebut diperoleh dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang biasa digunakan dalam penelitian. Dalam penelitian ini digunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :

1. Studi lapangan : yaitu teknik pengumpulan data melalui penelitian langsung dengan turun kelokasi penelitian untuk mencari fakta/ data-data yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, yaitu dengan cara :

a. Observasi, merupakan pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti untuk mendapatkan gambaran yang tepat mengenai objek penelitian.


(44)

b. Kuesioner, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan jalan mengedarkan suatu pertanyaan berupa formulir, diajukan secara tertulis kepada responden untuk mendapatkan jawaban tertulis.

c. Wawancara, yaitu proses pengumpulan informasi dengan mengajukan pertanyaan secara langsung mengenai penelitian untuk melengkapi data dari koesioner.

d. Dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan pada subjek penelitian, namun melalui dokumen. Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data yang ada pada instansi atau lembaga yang relevan untuk menyusun deskriptif wilayah penelitian dan untuk melengkapi bahan analisa.

2. Studi kepustakaan : yaitu teknik pengumpulan data atau informasi yang menyangkut masalah yang diteliti dengan mempelajari dan menelaah buku, majalah, atau surat kabar dan bentuk tulisan lainnya yang ada relevansi dengan masalah yang diteliti.

3.5. Unit Analisis Data

Dalam menganalisis data, penelitian ini menggunakan teknik distribusi frekuensi. Perhitungan data dengan distribusi ini dengan menghitung frekuensi data tersebut dipersentasekan disebut juga frekuensi relatif (Burhan Bungin, 2004: 171). Untuk menghitung frekuensi tersebut dengan menggunakan rumus :

Fx

N = X100% n


(45)

Keterangan

Fx : Frekuensi individu

n : Jumlah Frekuensi/ Kejadian

Dari data tersebut kemudian dianalisis, dievaluasi, serta disusun kedalam sebuah laporan penelitian.

3.6. Jadwal Kegiatan

No Kegiatan Bulan ke

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 Pra Observasi √

2 ACC Judul √

3 Penyusunan Proposal Penelitian √ √ 4 Seminar Proposal Penelitian √

5 Revisi Proposal Penelitian √

6 Penelitian Ke Lapangan √

7 Pengumpulan Data dan Analisis Data √

8 Bimbingan √ √ √ √

9 Penulisan Laporan Akhir √ √

10 Sidang Meja Hijau √

3.7. Keterbatasan Penelitian

Tentunya terdapat berbagai varian dalam konteks kelemahan dan kekurangan pada penelitian yang dilaksanakan oleh peneliti. Keterbatasan waktu merupakan salah satu bagian dari kurangnya validitas yang didapat atas kekonkritan hasil penelitian yang diinginkan oleh peneliti. Keberadaan dan karakter responden yang kurang bersahabat dalam hal ini masih belum secara


(46)

transparan didalam memberikan data juga menjadi kendala yang dihadapi peneliti, sehingga data yang didapat dari sebagian mereka masih belum maksimal.

Kondisi dan keadaan yang tersaji pada peneliti tentu menjadikan sebuah tantangan tersendiri bagi peneliti untuk tetap bekerja dan berusaha secara maksimal sehingga mulai dari proses pengumpulan data dan hasil analis yang dikerjakan dapat berjalan sesuai yang diinginkan peneliti.


(47)

BAB IV

HASIL DAN ANALISA DATA PENELITIAN

4.1. Deskripsi Lokasi

4.1.1. Sejarah Singkat Lokasi Penelitian

Kota medan adalah kota yang sudah berkembang sebagai pusat pemerintahan dan pusat perekonomian hingga saat ini. Memiliki luas 26.510 hektar (265,10 km2) atau 3,6 % dari pusat keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Secara administratif, wilayah Kota Medan hampir secara keseluruhan berbatasan dengan Daerah Kabupaten Deli Serdang, yaitu sebelah Barat, Selatan dan Timur. Sedangkan sebelah Utara berbatasan langsung dengan Selat malaka. Mayoritas penduduk kota Medan sekarang adalah suku Batak dan Minang. Keanekaragaman etnis di Medan terlihat dari jumlah tempat ibadah, seperti masjid, gereja, vihara dan kuil yang banyak tersebar di seluruh kota Medan.

Perkembangan kota Medan tidak terlepas dari sejarah yang mendukung keberadaannya. Dimana dengan adanya Perkebunan Tembakau Deli, kota Medan dijadikan sebagai pusat pemerintahan dan pusat perdagangan pada tahun 1918. Hingga saat ini sudah banyak berbagai jenis perusahaan, baik jasa, perdagangan, maupun industry manufaktur tersedia di kota Medan. Wilayah kota Medan dikepalai oleh Walikota yang membawahi 21 kecamatan dan 151 Kelurahan

Kecamatan Medan Sunggal, Medan adalah salah satu dari 21 Kecamatan di kota Medan, Sumatera Utara, Indonesia. Kecamatan Medan Sunggal, Medan berbatasan dengan :


(48)

• Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Helvetia. • Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Medan Selayang. • Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Medan Baru.

• Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang.

Pada tahun 2009 kecamatan ini mempunyai penduduk sebesar 130.470 jiwa. Kecamatan ini memiliki luas area dengan jumlah keseluruhan 1.390 Ha yang terdiri dari 961,939 Ha daerah pemukiman dan kantor dan 122,5 Ha lahan kosong. Kecamatan ini juga mempunyai 6 kelurahan yaitu : Kelurahan Tanjung Rejo, Kelurahan Simpang Tanjung, Kelurahan Sei Sikambing B, Kelurahan Sunggal, Kelurahan Lalang dan Kelurahan Babura dan memiliki 88 Lingkungan.

Di kecamatan ini, tepatnya di Jl. Medan Sunggal terdapat sebuah lembaga pendidikan yang cukup terkenal bernama Yayasan Budi Bersubsidi Sunggal. Lembaga pendidikan ini telah menghasilkan cukup banyak lulusan yang telah berhasil di dunia pendidikan, pemerintahan maupun dunia usaha.

Selain itu tepat di sebelah gedung Yayasan Budi Bersubsidi Sunggal terdapat sebuah bangunan megah, namun sayangnya diterlantarkan. Bangunan tersebut dulunya merupakan sebuah studio film milik PPFN. Namun seiring merosotnya perfilman nasional, nasib studio film yang megah tersebut turut menjadi suram. Kini hanya ilalang dan rumput liar menghiasi bangunan bersejarah tersebut.

Menyusuri jalan Medan Sunggal kearah Asam Kumbang, tepatnya di Jl. PDAM Tirtanadi maka kita akan menemukan tempat rekreasi yang berada di


(49)

samping bangunan pengolahan air minum PDAM Tirtanadi Sunggal. Tempat rekreasi tersebut dikenal dengan nama Bendungan. Pada hari libur dan hari-hari besar lainnya, bendungan ramai dikunjungi oleh orang-orang yang berekreasi.

Masih disebelah PDAM Tirtanadi terdapat sebuah mesjid bersejarah bernama Mesjid Baddiuzzaman. Kabarnya umur mesjid ini lebih tua dari Mesjid Raya Al Maksun Medan, yang berada dekat dengan Istana Maimun. Di pekarangan belakang mesjid ini terdapat komplek pemakaman para tetua/ bangsawan Melayu Sunggal.

Sekolah Menengah Atas Negeri 14 Medan, yang berada di Jl. Pembangunan No. 14 Medan, juga berada di kawasan ini. Para alumni sekolah ini banyak yang menjadi orang penting baik di pemerintahan maupun militer dan kepolisian.

Berjalan melewati ujung Jl. PDAM Tirtanadi kearah Simpang Melati, Medan Tuntungan, kita akan menjumpai sebuah Peternakan Buaya. Pusat penangkaran buaya ini memiliki ribuan ekor buaya. Tempat ini juga menjadi tujuan wisata bagi para turis asing maupun domestik. Para pengunjung akan ditarik sejumlah biaya tiket masuk yang cukup murah. Kemudian mereka akan disuguhi berbagai atraksi menarik. Misalnya atraksi seekor monyet yang masuk ke mulut seekor buaya. Namun yang paling menarik adalah pada saat pemberian makan buaya. Para buaya akan saling berebutan dan berlompatan keatas saat ayam-ayam makanan mereka dilemparkan oleh para penjaga.

Kelurahan adalah pembagian wilayah administratif di Indonesia di bawah kecamatan. Dalam konteks otonomi daerah di Indonesia, Kelurahan merupakan


(50)

wilayah kerja Lurah sebagai Perangkat Daerah Kabupaten atau kota. Kelurahan dipimpin oleh seorang Lurah yang berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil.

Kelurahan merupakan unit pemerintahan terkecil setingkat dengan desa. Berbeda dengan desa, kelurahan memiliki hak mengatur wilayahnya lebih terbatas. Dalam perkembangannya, sebuah desa dapat diubah statusnya menjadi kelurahan 2011).

Lokasi yang menjadi penelitian adalah Kelurahan Sunggal yang merupakan daerah yang ditempati oleh beranekaragam etnis dan kepercayaan. Kelurahan ini terdiri dari 14 (empat belas) lingkungan dan setiap lingkungan dikepalai oleh seorang Kepala Lingkungan masing-masing. Di kawasan Kelurahan sunggal penduknya banyak yang bekerja sebagai pegawai swasta. Sedangkan yang bekerja sebagai pegawai negeri sebanyak setengah dari keseluruhan jumlah penduduk yang ada di Kelurahan Sunggal.

4.1.2. Keadaan Penduduk

Berdasarkan data penduduk yang diperoleh dari profil Kelurahan Sunggal, maka jumlah penduduk yang ada di Kelurahan Sunggal adalah 29.811 jiwa yang tersebar dalam 14 (empat belas) lingkungan. Dari jumlah penduduk tersebut dapat dibagi dalam beberapa klasifikasi yaitu berdasarkan usia, tingkat pendidikan, agama, etnis yang lebih lengkapnya akan disajikan dalam penyajian data penelitian.


(51)

4.2. Penyajian Data Penelitian

Untuk mendapatkan data penelitian dilapangan, perlu dilakukan secara teliti dan hati-hati. Data yang akan diteliti harus benar-benar mewakili dan sesuai dengan permasalahan. Pengumpulan data dilapangan dilakukan dengan cara terjun langsung ke lapangan dan berhadapan langsung dengan objek penelitian. Untuk memperoleh kevaliditasan data diperlukan pengambilan data yang bersifat obyektif. Data-data yang dikumpulkan berfungsi untuk memecahkan masalah. Oleh karena itu pengumpulan data harus teliti dan cermat sehingga menghasilkan data yang benar. Adapun pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner penelitian yang dibimbing langsung oleh peneliti, serta wawancara. Wawancara dalam hal ini dilakukan untuk mendapatkan informasi sebanyak mungkin dari responden dan untuk mengantisipasi adanya tumpang tindih informasi atau data.

4.2.1. Identifikasi Responden

Identitas responden yang disajikan adalah profil responden terkait dalam tingkat usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, pendapatan suku bangsa dan agama.

4.2.1.1. Identitas Responden Berdasarkan Usia

Data Statistik Indonesia

_pdf_powered_pdf_generated 19 Januari, 2011) mengemukakan usia seseorang dapat diketahui apabila tanggal, bulan, tahun kelahiran setiap orang dan dinyatakan dengan Daftar SUPAS05-S, pencacah menanyakan tanggal kelahiran setiap orang dan dinyatakan dalam Kalender Masehi. Di dalam penghitungan usia seseorang harus selalu dibulatkan ke bawah atau umur menurut ulang tahun


(52)

terakhir. Apabila tanggal, bulan maupun tahun kelahiran seseorang tidak diketahui, maka pencacah harus berusaha mendapatkan keterangan mengenai usia dengan beberapa cara misalnya dengan menghubungkan kejadian-kejadian penting baik yang bersifat nasional maupun daerah. Berikut distribusi responden berdasarkan usia.

Tabel 4.1

Distribusi Responden Berdasarkan Usia

Usia

Lingkungan

Total

VI IX XII

F % F % F % F %

20-30 8 22,86 % 7 25 % 10 27,77 % 25 25,25% 31-40 10 28,57 % 9 32,14 % 14 38,89 % 33 33,33 % 41-50 14 40 % 7 25 % 10 27,78 % 31 31,31 % Lainnya 3 8,57 % 5 17,86 % 2 5,56 % 10 10,1 %

Jumlah 35 100 % 28 100 % 36 100 % 99 100 % Sumber : Kuesioner Lapangan Maret 2011

Dari tabel 4.1 menunjukkan bahwa usia responden dalam penelitian ini berbeda-beda setiap lingkungan. Jumlah responden dari keseluruhan lingkungan yang berusia 31-40 tahun lebih mendominasi dengan jumlah 33 orang (33,3%), sedangkan responden yang berusia 41-50 tahun berjumlah 31 orang (33,33%), responden yang berusia 20-30 tahun berjumlah 25 orang (25,25%), dan responden yang berusia diatas 50 tahun ke atas berjumlah 10 orang (10,1%). Hal ini menunjukkan bahwa responden yang berusia 31-40 tahun di Kelurahan Sunggal lebih banyak dari responden yang lainnya sehingga memunculkan pemahaman yang berbeda-beda terhadap keberadaan kafe remang-remang. Karena faktor usia mempengaruhi pengetahuan dan persepsi seseorang terhadap keberadaan kafe remang-remang.


(53)

4.2.1.2. Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Persepsi responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel dan kesimpulan sebagai berikut :

Tabel 4.2

Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin

Lingkungan

Total

VI IX XII

F % F % F % F %

Laki-laki 22 62,86 % 17 60,71 % 21 58,33 % 60 60,60 %

Perempuan 13 37,14 % 11 39,29 % 15 41,67 % 39 39,40 %

Jumlah 35 100 % 28 100 % 36 100 % 99 100 % Sumber : Kuesioner Lapangan Maret 2011

Dari tabel 4.2 menunjukkan bahwa responden laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan responden perempuan, dimana responden laki-laki berjumlah 60 orang (60,60%), sedangkan responden perempuan berjumlah 39 orang (39,40%). Dari hasil penyebaran kuesioner di lapangan responden laki-laki lebih mudah di jumpai dan lebih banyak meluangkan waktu dibanding responden perembuan, sebab responden laki-laki banyak di temukan dibeberapa warung kopi yang terdapat disekitar lingkungan masyarakat. Sedangkan responden perempuan banyak yang bekerja mengurus pekerjaan rumah tangga mereka, seperti membersihkan rumah, memasak, hingga mengurus anak-anak mereka yang masih berusia dibawah 15 tahun saat berada dirumah.

4.2.1.3. Identitas Responden Berdasarkan Pendidikan

Persepsi responden berdasarkan pendidikan dapat dilihat pada tabel dan kesimpulan sebagai berikut :


(54)

Tabel 4.3

Distribusi Responden berdasarkan Pendidikan

Tingkat Pendidikan

Lingkungan

Total

VI IX XII

F % F % F % F %

Tamat SD 7 20 % 5 17,86 % 6 16,67 % 18 18,18 % Tamat

SLTP/ Sederajat

5 14,29 % 8 28,57 % 8 22,22 % 21 21,21 %

Tamat SLTA/ Sederajat

20 57,14 % 15 53,57 % 21 58,33 % 56 56,57 %

Tamat Akademi/D3

1 2,86 % 0 0 % 1 2,78 % 2 2,02 %

SI/ Sarjana 2 5,71 % 0 0 % 0 0 % 2 2,02 %

S2/S3 0 0 % 0 0 % 0 0 % 0 0 %

Lainnya 0 0 % 0 0 % 0 0 % 0 0 %

Jumlah 35 100 % 28 100 % 36 100 % 99 100 % Sumber : Kuesioner Lapangan Maret 2011

Dari tabel 4.3 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan responden dari keseluruhan lingkungan dalam penelitian ini belum terlalu tinggi, dimana tingkat pendidikan responden yang paling banyak adalah tingkat pendidikan tamat SLTA/Sederajat dengan jumlah 56 orang (56,57%), sedangkan responden yang hanya tamatan SLTP/Sederajat berjumlah 18 orang (18,18%), dan responden yang tamat Akademi/D3 dengan jumlah 2 orang (2,02%), dan responden yang lulusan SI/Sarjana adalah 2 orang (2,02%).

Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan responden dalam penelitian ini masih rendah sehingga pengetahuan mereka terhadap keberadaan kafe remang-remang masih rendah, walaupun sebagian dari responden mengetahui yang informasinya diperoleh dari media massa dan proses interaksi di masyarakat.


(55)

4.2.1.4. Identitas Responden Berdasarkan Suku bangsa

Persepsi responden berdasarkan suku bangsa dapat dilihat pada tabel dan kesimpulan sebagai berikut :

Tabel 4.4

Distribusi Responden Berdasarkan Suku Bangsa

Suku Bangsa

Lingkungan

Total

VI IX XII

F % F % F % F %

Batak 5 14,29 % 3 10,71 % 2 5,56 % 10 10,10 %

Jawa 13 37,14 % 18 64,29 % 18 50% 49 49,50 %

Melayu 17 48,57 % 7 25 % 16 44,44 % 40 40,40 %

Lainnya 0 0 % 0 0 % 0 0 % 0 0 %

Jumlah 35 100 % 28 100 % 36 100 % 99 100 % Sumber : Kuesioner Lapangan Maret 2011

Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa mayoritas suku bangsa responden adalah suku Jawa sebanyak 49 orang (49,50%), sedangkan responden yang berasal dari suku Melayu adalah 40 orang (40,40%), dan responden yang berasal dari etnis Batak berjumlah 10 orang (10,10%).

Suku Jawa merupakan suku mayoritas responden yaitu sebanyak 49 orang (49,50 %), hal ini karena suku Jawa merupakan salah satu suku terbesar yang mendiami Provinsi Sumatera Utara, termasuk di Kelurahan Sunggal. Suku Jawa merupakan suku yang menganut sistem kekeluargaan yang kuat dimana serikat tolong-menolong pada suku Jawa masih kuat, begitu juga serikat tolong-menolong suku Jawa dengan suku yang lainnya disekitar tempat tinggal mereka.

4.2.1.5. Identitas Responden Berdasarkan Agama/Kepercayaan

Persepsi responden agama/kepercayaan dapat dilihat pada tabel dan kesimpulan sebagai berikut :


(56)

Tabel 4.5

Distribusi Responden Berdasarkan Agama/Kepercayaan

Agama/ Kepercayaan

Lingkungan

Total

VI IX XII

F % F % F % F %

Islam 31 88,57 % 26 92,86 % 27 75 % 84 84,84 % Kristen

Protestan

3 8,57 % 2 7,14 % 4 11,11 % 9 9,10 % Kristen

Katolik

1 2,86 % 0 0 % 5 13,89 % 6 6,06 %

Budha 0 0 % 0 0 % 0 0 % 0 0 %

Hindu 0 0 % 0 0 % 0 0 % 0 0 %

Lainnya 0 0 % 0 0 % 0 0 % 0 0 %

Jumlah 35 100 % 28 100 % 36 100 % 99 100 % Sumber : Kuesioner Lapangan Maret 2011

Dari tabel 4.7 menunjukkan bahwa agama/kepercayaan yang mendominasi dianut responden dalam penelitian ini adalah agama Islam yaitu dengan jumlah responden 84 orang (84,84%), sedangkan responden yang beragama Kristen Protestan berjumlah 9 orang (9,10%), dan rsponden yang beragama Kristen Katolik berjumlah 6 orang (6,06%). Meskipun dalam penelitian ini bermacam-macam agama yang di anut, tetapi tidak pernah terjadi konflik. Hubungan kerjasama dan toleransi sangat kuat pada masyarakat, setiap masyarakat saling menghargai dan tidak membeda-bedakan dalam interksi sehari-hari.

4.2.1.6. Identitas Responden Berdasarkan Pekerjaan

Persepsi responden berdasarkan pekerjaan dapat dilihat pada tabel dan kesimpulan sebagai berikut :


(57)

Tabel 4.6

Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan

Lingkungan

Total

VI IX XII

F % F % F % F %

Buruh 7 20% 7 25 % 11 30,56 % 25 25,25 %

Guru 5 14,29 % 3 10,71 % 0 0 % 8 8,08 %

Dosen 0 0 % 0 0 % 0 0 % 0 0 %

Pegawai Negeri

4 11,43 % 0 0 % 0 0 % 4 4,04 % Pegawai

Swasta

13 37,14 % 13 46,43 % 22 61,11 % 48 48,49 %

Pengusaha 6 17,14 % 5 17,86 % 3 8,33 % 14 14,14 %

Lainnya 0 0 % 0 0 % 0 0 % 0 0 %

Jumlah 35 100 % 28 100 % 36 100 % 99 100 % Sumber : Kuesioner Lapangan Maret 2011

Dari table 4.6 responden lebih banyak bekerja sebagai Pegawai Swasta dengan jumlah 48 orang (48,49%), sedangkan responden yang bekerja sebagai buruh berjumlah 25 orang (25,25%), adapun respnden yang bekerja sebagai pengusaha dengan jumlah 14 orang (14,14%) dan responden yang bekerja sebagai Pegawai Negeri berjumlah 4 orang (4,04%). Pekerjaan adalah suatu tindakan yang dilakukan unuk mendapatkan penghasilan demi memenuhi kebutuhan hidup keluarga ataupun individu. Dengan demikian responden di Kelurahan Sunggal lebih mendominasi bekerja sebagai Pegawai Swasta disbanding dengan jenis pekerjaan lainnya.

4.2.1.7. Identitas Responden Berdasarkan Pendapatan

Persepsi responden berdasarkan pendapatan dapat dilihat pada tabel dan kesimpulan sebagai berikut :


(58)

Tabel 4.7

Distribusi Responden Berdasarkan Pendapatan

Pendapatan

Lingkungan

Total

VI IX XII

F % F % F % F %

Rp 500.000 –

Rp 1.000.000 8 22,86 % 10 35,71 % 5 13,89 % 23 23,23 %

Rp 1.000.001 –

Rp 1.500.000 12 34,29 % 8 28,57 % 6 16,67 % 26 26,26 %

Rp 1.500.001 – Rp 2.000.000

9 25,71 % 4 14,29 % 18 50 % 31 31,31 %

< Rp 2.000.001 6 17,14 % 6 21,43 % 7 19,44 % 19 19,20 %

Lainnya 0 0 % 0 0 % 0 0 0 %

Jumlah 35 100 % 28 100 % 36 100 % 99 100 % Sumber : Kuesioner Lapangan Maret 2011

Berdasarkan tabel 4.7 menunjukkan bahwa responden dalam penelitian ini, 31 orang (31,31%) merupakan responden yang memiliki pendapatan Rp. 1.500.001 – Rp. 2.000.000, sedangkan responden yang memiliki pendapatan Rp. 1.500.000 – Rp. 2.000.001 berjumlah 26 orang (26,26%), responden yang memiliki pendapatan Rp. 500.000 – Rp. 1.000.001 berjumlah 23 orang (23,23%), dan responden yang memiliki pendapatan > Rp. 2.000.000 berjumlah 19 orang (19,20%). Penghasilan responden yang mendominasi dengan jumlah Rp. 1.500.001 – Rp. 2.000.000 dapat dikatan berada pada level menengah ke bawah. Karena dengan jumlah penghasilan tersebut mereka mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga.

4.2.2. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Akan Keberadaan Kafe Remang-remang

Persepsi responden berdasarkan pengetahuan akan keberadaan kafe remang-remang dapat dilihat pada tabel dan kesimpulan sebagai berikut :


(59)

Tabel 4.8

Pengetahuan Akan Keberadaan Kafe Remang-remang

Sumber : Kuesioner Lapangan Maret 2011

Berdasarkan tabel 4.8 diatas keberadaan kafe remang-remang hampir diketahui oleh keseluruhan masyarakat yang menjadi daerah penelitian, hal tersebut dapat dilihat dari persebaran persentase yang tampak pada table diatas dimana terdapat 94 orang (95%) masyarakat sekitar yang mengetahui keberadaan kafe remang-remang tersebut. Persentase sedemikian diakibatkan oleh daerah atau lokasi tempat tinggal masyarakat sangat berdekatan dengan keberadaan kafe remang-remang tersebut dan bahkan beberapa rumah penduduk hanya memiliki jarak sekitar 50 meter dari lokasi rumah mereka.

Kedekatan yang cukup signifikan tentunya menjadi acuan atau parameter yang tepat dalam konteks pengetahuan masyarakat akan keberadaan kafe remang-remang tersebut. Sementara itu, hanya 5 orang (5%) masyarakat (responden) yang tidak mengetahui keberadaan lokasi kafe remang-remang tersebut. Kurangnya sikap bergaul serta sikap acuh tampaknya menjadi indikator akan persentase tersebut.

No. Pernyataan Frekuensi Persentase

1. Ya 94 95 %

2. Tidak 5 5 %


(1)

2. Dampak peningkatan ekonomi atau kesejahteraan masyarakat atas keberadaan kafe remang-remang Masyarakat setempat menyatakan bahwa keberadaan kafe remang-remang tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan ekonomi masyarakat setempat / 75%.

Pengunjung menyatakan bahwasanya adanya korelasi antara peningkatan penghasilan atau kesejahteraan ekonomi masyarakat setempat terhadap keberadaan kafe remang-remang / 87%.

3. Kontribusi yang dihasilkan kafe remang-remang Masyarakat menyatakan bahwa keberadaan kafe remang-remang tidaklah memiliki kontribusi yang positif dan hanyalah semata manghadirkan nilai yang negative / 80%.

Pengunjung menyatakan bahwa keberadaan kafe remang-remang adalah suatu wahana yang

berguna bagi masyarakat setempat

terlebih didalam memberikan kontribusi yang positif / 85%.

4. Pengaruh buruk yang dihasilkan atas keberadaan kafe remang-remang Masyarakat menyatakan bahwa keberadaan kafe remang-remang adalah suatu tempat yang selalu menghadirkan dampak buruk / 86%.

Pengunjung menyatakan bahwa keberadaan kafe remang-remang tidaklah menghasilkan sesuatu yang buruk / 57%.

5. Keresahan

masyarakat akan keberadaan kafe remang-remang Masyarakat menyatakan keresahan mereka akan keberadaan kafe remang-remang / 84%.

Pengunjung menyatakan bahwa secara mendasar masyarakat tidaklah terlalu resah akan keberadaan kafe remang-remang / 86%.


(2)

BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengumpulan data baik melalui penyebaran kuesioner, wawancara dan referensi data pendukung yang telah dianalis mengenai Persepsi Masyarakat Terhadap Keberadaan Kafe Remang-Remang yang terdapat di Kelurahan Sunggal, Kecamatan Medan Sunggal, Kodya Medan, maka dapat dikemukakan beberapa kesimpulan yakni sebagai berikut :

1. Sebagian besar masyarakat yang berdomisili didaerah sekitar mengetahui keberadaan kafe remang-remang. Keberadaan kafe remang-remang tersebut tersorot secara negatif oleh sebagian besar orangtua yang berdomisili disekitar daerah tersebut. Hal ini tidak terlepas dari penglihatan mereka yang mendapati banyak terjadi tindakan-tindakan yang kurang baik dikafe remang-remang tersebut misalnya tawuran, merokok bagi pelajar, minum-minuman beralkohol hingga berujung pada praktek seks komersil.

2. Keberadaan kafe remang-remang dijadikan sebagai tempat hiburan untuk kumpul-kumpul atau dalam istilah penelitian ini tempat untuk cuci mata dan sebagai lokasi yang tepat untuk berpacaran yang kebanyakan berasal dari kalangan kawula muda.

3. Kafe remang-remang banyak dikhawatikarkan masyarakat yang berasal dari kalangan orang tua karena takut anak mereka melakukan hal-hal yang tidak terpuji atau perbuatan yang melanggar hukum, dimana kafe


(3)

remang-mereka (orang tua) serta sulitnya remang-mereka (orang tua) untuk mengontrol mereka ketika berada pada kafe tersebut.

4. Tendensi nongkrong atau kumpul-kumpul dalam intesitas yang cukup sering sangat memberi dampak negatif bagi posisi anak yang notanya adalah kebanyakan pelajar, dimana keluhan orang tua dalam hal pendidikan mereka yang cukup mengkhawatirkan. Hal ini dapat ditangkap melalui beberapa pernyataan orang tua dimana anak mereka sering sekali pulang kerumah hingga larut malam, antara pukul 1 hingga 2 yang berakibat buruk pada pendidikan mereka, dan ada juga beberapa anak yang putus sekolah akibat pergaulan yang dilakukan disekitar kafe remang-remang tersebut. Selain konteks pendidikan, para orangtua juga melihat bahwa sumber kenakalan remaja lebih berpotensi disebabkan oleh keberadaan kafe remang-remang tersebut, misalnya perkelahian antar kelompok remaja, atau antar pemuda kelompok lainnya yang mana sangat merugikan khyalak sekitar khususnya para orangtua yang anaknya terlibat didalamnya.

5.2. Rekomendasi

Kesimpulan yang dikemukakan oleh penulis diatas merupakan kesimpulan yang mutlak bersumber dari hasil penelitian yang dilaksanakan peneliti sendiri. Peneliti tidak hanya memberikan kesimpulan yang dalam konteks ini bermuatkan kesimpulan yang lumayan bermasalah, maka dari itu peneliti juga memberikan masukan yang dalam hal ini beberapa rekomendasi yang tentunya bertujuan untuk memberikan pencegahan terhadap beberapa kejadian yang kurang diingini para


(4)

masyarakat (orangtuan). Adapun rekomendasi yang disajikan penulis adalah sebagai berikut :

1. Hendaknya para orang tua semakin meningkatkan peran controlling atau pengawasan terhadap anak-anak mereka. Hal dapat dilakukan dengan melakukan jam malam bagi anak-anak mereka, atau melakukan berbagai kegiatan yang berfaedah bagi mereka.

2. Melakukan sosialisasi dalam bentuk dialog atau diskusi terbuka terhadap para pemilik kafe remang-remang untukmengurangi jadwal operasi kafe mereka, hal ini dapat dilakukan dengan melibatkan oleh para orangtua, pihak berwajib, unsur pemerintah setempat, serta para pemuka masyarakat. 3. Memberikan sanksi bagi para pemilik kafe yang melanggar setiap

ketentuan yang dalam hal ini melakukan setiap penyimpangan sehingga menimbulkan efek jera bagi mereka yang melanggar.

4. Melakukan pengawasan secara berkelanjutan terhadap ruang gerak aktifitas yang ada dikafe remang-remang tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan membentuk badan pengawas siskamling, atau mengaktifkan sistem kamtibmas.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2005. Manajemen Penelitian (edisi revisi). Jakarta : PT. Rineka Cipta

Bungin, Burgin. 2005. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana. Chulsum, Umi, dkk. 2006. Kamus Besar Bahasa Indonesia Jakarta: Djambatan. Cohen, Bouce J. 1992, Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rineka Cipta.

Faisal, Sanapiah. 2003. Format-format Penelitian Sosial : Dasar-dasar dan

Aplikasi. Jakarta: Rajawali Perss.

Lawang, M.Z Robert. 1980. Pengantar Sosiologi. Jakarta: UT.

Merton, Robert K. 1965. Social Theory and Social Structure. Revised and enlarged edition. New York: The Free Press.

Nawawi, Hadari. 1991. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Poloma, Margaret, 2004. Sosiologi Kontemporer. PT. Raja Grafindo. Jakarta Piliang. (2006). Resitensi Gaya Hidup: Teori dan Realitas (A. Adlin, ed).

Yogyakarta: Jalasutra.

Prasetyo, Bambang. 2005. Metote Penelitian Kuantitatif. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada

Ridwan, 2004. Metode Penelitian Dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung : Alfabeta.

Singarimbun, Masri & Sofian, Efendi. 1989. Metode Penelitian Survei. Jakarta: PT Pustaka LP3ES.


(6)

Soekanto, Soerjono. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Sunarto, Kamanto. 1993. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Soekanto, Soerjono dan Heri Tjandasari. 1987. Pengendalian Sosial. Jakarta. CV. Rajawali.

Sarwono, Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Sumber-sumber lain :

http://journal.marisaduma.net/2007/04/30/mengenai-budaya-clubbing- dan-rave-indonesia, diakses tanggal 3 Desember 2010.

http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:5Azijdij7oUJ:bappeda.su mutprov.go.id/index.php%3Foption%3Dcom_wrapper%26view%3Dwrap per%26Itemid%3D488+kecamatan+medan+sunggal&cd=5&hl=id&ct=cln k&gl=id&client=firefox-a&source=www.google.co.id, diakses Maret 2011.

http://demografi.bps.go.id/versil_pdf_powered_pdf_generated 19 Januari, 2011. http://id.wikipedia.org/wiki/Kelurahan, diakses pada tanggal 20 Maret 2011. http://id.wikipedia.org/wiki/Medan, diakses pada tanggal 19 Januari 2011.


Dokumen yang terkait

Gambaran Penanganan Kasus Trauma Gigi Permanen Oleh Dokter Gigi di Kecamatan Medan Baru, Medan Sunggal, Medan Helvetia, Medan Petisah, Medan Maimun dan Medan Selayang

1 71 76

Persepsi Masyarakat Terhadap Kinerja Perbankan di Kota Medan

0 41 98

Persepsi Masyarakat Terhadap ”Kesemrawutan” Transportasi Di Kota Medan (Studi Deskriptif Pada Masyarakat Kelurahan Padang Bulan, Kecamatan Medan Baru)

3 40 80

Persepsi Masyarakat Terhadap Acara “Tukar Nasib“ (Studi Deskriptif Tentang Persepsi Masyarakat Perumahan Bumi Asri Medan Terhadap Acara Reality Show “Tukar Nasib“ di SCTV).

2 52 132

Persepsi Masyarakat Terhadap Keberadaan Kafe Remang-Remang (Studi Deskriptif di Kel. Sunggal, Kec. Medan Sunggal, Medan

49 330 87

Strategi Bertahan Penjualan Jamu Gendong (Studi Deskriptif Pada Penjual Jamu Gendong di Kelurahan Helvetia, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang)

12 86 76

Brand Awareness ”Avolution” Dan Keputusan Membeli (Studi Korelasional Pengaruh Brand Awareness Sampoerna ”Avolution” Terhadap Keputusan Membeli Masyarakat di Kelurahan Sunggal, Kecamatan Medan Sunggal, Kota Medan)

2 58 125

Persepsi Penyintas Banjir Terhadap Pergeseran Solidaritas Sosial (Studi Deskriptif Pada Masyarakat Sekitar Sungai Deli, Kelurahan Sukaraja, Kecamatan Medan Maimun).

1 66 190

Gambaran Penanganan Kasus Trauma Gigi Permanen Oleh Dokter Gigi di Kecamatan Medan Baru, Medan Sunggal, Medan Helvetia, Medan Petisah, Medan Maimun dan Medan Selayang

0 0 14

Persepsi Masyarakat Terhadap Kinerja Perbankan di Kota Medan

0 1 11