26
diakibatkan oleh deskriminasi tersebut. Dengan kata lain, meskipun semua faktor kuantitas dan kualitas pendidikan dan berbagai bentuk latihan kerja,
usia, masa kerja dan sebagainya, antara tenaga kerja perempuan dan laki-laki sama, tetapi tingkat pendapatan mereka dari bidang pekerjaan yang sama tetap
saja berbeda.
3.2. Tinjauan Studi Empirik
Model ekonomi rumahtangga petani agricultural household model telah dicoba diaplikasikan dengan beberapa modifikasi untuk menjelaskan perilaku
ekonomi rumahtangga nelayan oleh beberap peneliti seperti Aryani 1994 dan Reniati 1998. Kedua peneliti menganalisis perilaku ekonomi rumahtangga
nelayan dalam kegiatan berproduski, curahan kerja, pendapatan dan pengeluaran secara simultan. Kedua peneliti tersebut menggunakan model yang digunakan
untuk ekonomi rumahtangga yang diturunkan dari teori ekonomi rumahtangga atas dasar model yang disusun oleh Bagi dan Singh, dengan memasukkan peubah
relevan dengan kondisi ekonomi rumahtangga nelayan di pedesaan pantai. Dalam penelitian tersebut, baik Aryani 1994 maupun Reniati 1998
mendisagregasi rumahtangga nelayan menjadi nelayan juragan dan nelayan buruh secara terpisah, sementara besarnya penerimaan sebagai pendapatan nelayan
buruh dari kegiatan melaut adalah terkait erat dengan penerimaan juragan dari kegiatan kerja melaut, karena besarnya pendapatan juragan dan pendega nelayan
buruh didasarkan pada sistem bagi hasil yang berlaku Direktorat Jenderal Perikanan, 1993; Pranadji, 1995. Dalam penelitian ini nelayan yang menjadi
responden adalah nelayan tradisional yang tidak terikat dengan juragan, sedangkan pendapatan melaut tidak ditentukan oleh upah ataupun bagi hasil,
27
pendapatan nelayan tradisional ditentukan oleh produksi atau jumlah yang didapat saat melakukan penangkapan di laut.
Para istri dan angkatan kerja perempuan lainnya dalam rumahtangga nelayan sebagaimana ditunjukkan oleh kedua peneliti adalah bekerja untuk
kegiatan produksi pengolahan dan perdagangan ikan, di samping bekerja pada kegiatan ekonomi yang tidak terkait dengan pemanfaatan nilai tambah komoditi
perikanan, seperti pertanian tanaman pangan, industri batik, dan lainnya. Kegiatan ekonomi rumahtangga nelayan dalam meningkatkan pendapatan rumahtangganya
pada umumnya menangani kegiatan pengolahan dan perdagangan ikan, di samping kegiatan produktif nonperikanan, seperti tukang, pertanian dan lainnya
Direktorat Jenderal Perikanan, 1993; Antunes, 1998, dan Pranadji, 1995. Bahkan menurut Antunes 1998 sebagian para perempuan anggota keluarga nelayan
benar-benar menjadi pengusaha perikanan yang berhasil. Di Muncar, Jawa Timur sebagian istri nelayan adalah bertindak sebagai
pembantu utama dalam usaha produksi ikan olahan pindang atau ikan kering Tim Peneliti Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya, 1999. Kegiatan agroindustri
kecil yang umum diusahakan adalah pemindangan dan pengeringan ikan, karena kegiatan tersebut dengan mudah dapat dikelola oleh para perempuan nelayan,
karena proses pengolahan sederhana dan mudah dikelola dengan tingkat pendidikan perempuan nelayan yang ada saat ini Erizal, 1995. Menurut Saragih
1998, agroindustri adalah merupakan motor peggerak dalam sistem agribisnis pertanian dalam arti luas, termasuk perikanan. Oleh karena itu, para petani atau
nelayan perlu dipacu agar mengembangkan usahanya dengan pendekatan agribisnis.
28
Susilowati 1998 memfokuskan pada faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi perempuan dalam kegiatan ekonomi rumahtangga, dengan
kesimpulan: 1 berhubungan positif dalam peran perempuan untuk pengambilan keputusan rumahtangga nelayan, dan 2 berhubungan negatif dalam faktor
pendidikan tidak nyata, pekerjaan suaminya, posisi status sosial suami dalam masyarakat nelayan dan jumlah anggota keluarga yang jadi tanggung jawabnya.
Makin tinggi pendapatan dan status sosial suami serta jumlah anggota keluaraga yang menjadi tanggung jawabnya, maka makin rendah partisipasi perempuan
nelayan dalam kegiatan ekonomi. Seperti halnya Erizal 1995, di Kabupaten Brebes sebagian besar istri dan
anak perempuan bekerja pada kegiatan pascapanen yaitu membersihkan ikan beteti serta menjemur, sedangkan suami dalam melakukan kegiatan seperti
halnya Aryani 1994 dan Reniati 1998 melakukan kegiatan seperti tukang, buruh, tukang ojek dan lain-lain
Reniati 1998 memasukkan peubah tingkat perkembangan perekonomian desa, yaitu dipilih desa miskin dan tidak miskin. Dengan melakukan disagregasi
wilayan desa dengan tingkat ekonomi yang berbeda tersebut, Reniati 1998 menganalisis perilaku rumahtangga nelayan juragan dan pendega untuk kondisi
ekonomi yang berbeda di desa miskin dan tidak miskin. Dalam penelitian ini pemilihan kabupaten atau desa didasarkan dengan jumlah nelayan terbanyak, hal
ini dilakukan untuk dapat memotret dengan jelas perilaku rumahtangga nelayan dengan segala variasi ataupun cara untuk mendapatkan pendapatan dan mengatur
pengeluaran rumahtangganya.
29
Sementara itu, Muhammad 2002 memasukan kebijakan pemerintah dalam pembangunan perikanan di pedesaan pantai dengan pengembangan
teknologi dan prasarana pelabuhan perikanan atau tempat pendaratan ikan Direktorat Jenderal Perikanan, 1993. Dengan demikian, pengembangan
prasarana pelabuhan di samping membentuk pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di pedesaan pantai, juga berorientasi pada pengembangan kelautan untuk memacu
pengembangan teknologi perikanan dan memberikan kemudahan kapal ikan mendaratkan hasil tangkapan dari laut, sehingga wilayah desa tersebut tumbuh
menjadi kaya. Adanya pelabuhan atau tempat pendaratan ikan telah memacu petumbuhan
ekonomi perikanan di pedesaan pantai Utara Jawa, karena pelabuhan atau tempat pendaratan ikan tersebut dapat berfungsi semacam pusat pertumbuhan growth
center atau growth pole ekonomi. Pendekatan pusat-pusat pertumbuhan memegang peranan penting dalam perspekif pembangunan wilayah desa pada era
otonomi daerah Azis, 1994, karena desa dimana pelabuhan perikanan berada akan tumbuh menjadi desa kaya dan menjadi salah satu lokasi yang menyediakan
sumber Pendapatan Asli Daerah PAD melalui retribusi perikanan yang dapat dipungut oleh pemerintah daerah.
Di samping itu, pelabuhan perikanan di pantai Utara Jawa biasa dilengkapi dengan tempat pelelangan ikan TPI, dimana para nelayan menjual hasil
tangkapannya. Di tempat ini, nelayan dapat memperoleh layanan dan barang- barang yang diperlukan untuk operasi penangkapan ikan dan kegiatan ekonomi
wilayah akan tumbuh berkembang. Dengan demikian, diagregasi klasifikasi desa memerlukan pengembangan yang dikaitkan dengan alternatif kebijakan
30
pemerintah dalam pengembangan sarana dan prasarana pelabuhan perikanan tersebut.
Dengan background didominasi oleh nelayan tradisional di Kabupaten Brebes pelabuhan tempat bersadarnya kapal masih sangat sederhana, sedangkan
proses jual beli yang terjadi antara nelayan dengan pedagang tidak dilakukan di TPI, mereka sudah mempunyai pengumpul sendiri untuk hasil-hasil tangkapanya.
Nelayan tradisional juga tidak mengenal pajak sebagai retribusi bagi pemerintah daerah.
Berbeda dengan model yang dibuat oleh Aryani 1994, Reniati 1998 yang mengelompokkan perilaku konsumsi rumahtangga nelayan menjadi
konsumsi pangan dan nonpangan. Muhammad 2002 mencoba mengelompokkan konsumsi dengan kebutuhan dasar basic needs, yaitu pangan, sandang, papan,
pendidikan dan kesehatan sebagai indikator kesejahteraan sosial Ginting, 1996. Sebenarnya dalam pengelompokkan perilaku konsumsi rumahtangga nelayan,
baik menggunakan pangan dan nonpangan serta kebutuhan dasar semuanya dapat merangkum dengan jelas tentang pola pengeluaran rumahtangga, dalam penelitian
ini digunakan pendekatan pengeluaran dengan pengelompokkan konsumsi pangan dan nonpangan
Dalam penelitian Aryani 1994 dan Reniati 1998, kedua peneliti tersebut belum memasukkan perilaku rumahtangga menabung dan berinvestasi.
Oleh karena itu agar memiliki implikasi kebijakan dalam peningkatan kesejahteraan nelayan, maka dalam penelitian ini digunakan pendekatan untuk
melakukan saving. Model ekonomi rumahtangga nelayan tradisional, seperti halnya pada model ekonomi rumahtangga petani, terdapat 4 empat komponen
31
variabel yang menjadi unsur utama yang membentuk keterkaitan perilaku ekonomi rumahtangga nelayan, yaitu: kegiatan produksi, curahan kerja,
pendapatan dan pengeluaran rumahtangga.
3.3. Kerangka Pemikiran Teoritis