4. Aset Pengetahuan Rutin routine asset
Aset pengetahuan rutin merupakan pengetahuan tacit yang sudah rutin menyatu dan menjadi aturan dalam kegiatan atau praktik organisasi.
Keterampilan, kegiatan rutin, dan budaya organisasi yang dilakukan sehari-hari. Melalui praktik berkesinambungan, pola pikir atau tindakan tertentu dikuatkan
dan dilakukan bersama oleh anggota organisasi.
2.5 Penelitian Terdahulu
Purwanto 2010 dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Faktor- Faktor Pendukung Proses Penciptaan Pengetahuan Organisasi di Koperasi Susu”
meneliti enam koperasi susu, yaitu KPSBU, SAE, KUD Warga Mulya, KUD Jatinom, KUD Cepogo, dan KUD Musuk. Penelitian ini bertujuan 1
mengidentifikasi faktor-faktor pendukung dalam proses penciptaan pengetahuan organisasi pada koperasi susu di Indonesia dan 2 menganalisis faktor-faktor
pendukung bagi proses penciptaan pengetahuan koperasi susu di Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah data primer, yaitu berasal dari
kuesioner dan wawancara dengan karyawan di enam koperasi serta data sekunder berasal dari data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh
pengumpul data primer maupun oleh pihak lain. Selain itu data sekunder berasal dari studi pustaka yang berkaitan dengan bahasan penelitian seperti buku, jurnal,
dan internet. Penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda untuk mengetahui hubungan antara variabel independen visi bersama, pengelolaan
percakapan, penyebaran pengetahuan internal, dan variabel dummy terhadap variabel dependen pengetahuan organisasi koperasi susu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan keseluruhan, visi bersama, pengelolaan percakapan, dan penyebaran pengetahuan internal memiliki
pengaruh nyata terhadap pengetahuan organisasi koperasi susu. Namun secara parsial, ternyata hanya pengelolaan percakapan dan penyebaran pengetahuan
internal yang memiliki pengaruh nyata terhadap pengetahuan organisasi koperasi susu. Variabel dummy D1 dan D4 juga berpengaruh nyata terhadap pengetahuan
organisasi koperasi susu. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum tingkat pengetahuan organisasi Koperasi KPSBU dibandingkan dengan Koperasi SAE
dan Koperasi Warga Mulya adalah lebih tinggi. Dan secara umum, karakteristik
responden yang dilihat dari jenis kelamin, pengalaman, pendidikan, dan gaji tidak berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan organisasi koperasi susu. Untuk ukuran
kebaikan model masih kurang bagus karena nilai koefisien determinasi R
2
= 29,7 persen yang artinya keragaman yang mampu dijelaskan oleh faktor-faktor X
dalam model regresi di atas hanya 29,7 persen, sedangkan sisanya 70,3 persen dijelaskan oleh faktor lain di luar model.
Sukmawati et al 2010 dalam penelitiannya yang berjudul “Model
Kontribusi Aset Pengetahuan dalam Memfasilitasi Proses Penciptaan Pengetahuan pada Koperasi Susu” bertujuan untuk 1 mengidentifikasi aset-aset pengetahuan
yang dimiliki Koperasi Susu dan 2 menganalisis peran aset-aset pengetahuan tersebut dalam proses konversi pengetahuan organisasi yang mendorong inovasi
pada Koperasi Susu di Indonesia. Dalam penelitian ini, pengumpulan data primer berupa pendapat peternak, karyawan koperasi, dan pengurus koperasi dilakukan di
tiga koperasi primer yang merupakan anggota Gabungan Koperasi Susu di Indonesia GKSI, yaitu Koperasi Peternak Sapi Perah KPS Bogor di Bogor,
Koperasi Susu Sinau Andandani Ekonomi SAE Pujon di Malang, dan Koperasi Sukamulya, Wates di Kediri. Pengumpulan data tersebut dilakukan dengan
meminta 105 orang responden mengisi kuesioner. Sampel diambil secara acak sederhana random sampling. Data sekunder meliputi anggota koperasi, data
produksi, dan data penunjang lain. Penelitian ini menggunakan analisis korelasi kanonikal untuk mengetahui hubungan timbal balik antara empat kategori aset
pengetahuan aset pengetahuan eksperiensial, aset pengetahuan konseptual, aset pengetahuan sistemik, dan aset pengetahuan rutin dengan empat model proses
penciptaan pengetahuan sosialisasi, eksternalisasi, kombinasi, dan internalisasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dibanding aset pengetahuan
lainnya, aset pengetahuan konseptual memiliki korelasi yang lebih besar terhadap proses sosialisasi dan eksternalisasi. Aset pengetahuan rutin memiliki korelasi
lebih besar terhadap proses eksternalisasi. Aset pengetahuan rutin ini merupakan pengetahuan tacit yang sudah menyatu dan menjadi aturan dalam praktik
berkesinambungan dan pola pikir atau tindakan tertentu yang dikuatkan dan dilakukan bersama sehingga menjadi budaya organisasi. Aset pengetahuan
eksperiensial memiliki korelasi lebih besar terhadap proses internalisasi dan
kombinasi. Aset pengetahuan eksperiensial merupakan pengetahuan tacit yang dibangun melalui kebersamaan dan pengalaman bersama dalam organisasi atau
pengalaman bekerja sama diantara karyawan, pelanggan, pemasok, atau organisasi afiliasi. Dibandingkan aset pengetahuan lainnya, pengetahuan sistemik terbukti
memiliki korelasi paling lemah terhadap proses penciptaan pengetahuan. Aset pengetahuan sistemik merupakan aset pengetahuan yang bersifat pengetahuan
eksplisit yang tersistemasi dan terkemas, seperti teknologi yang dirumuskan eksplisit, spesifikasi produk, manual atau informasi terdokumentasi tentang
pelanggan dan pemasok, termasuk juga proteksi, dan hak kekayaan intelektual secara legal.
Raras 2010 dalam penelitiannya yang berjudul “Kajian Penerapan Manajemen Pengetahuan Untuk Menjadi Organisasi Pembelajar Learning
Organization Studi Kasus Perhimpunan Pelestarian Burung Liar Indonesia Burung Indonesia” bertujuan untuk 1 mengkaji penerapan Manajemen
Pengetahuan yang ada di Burung Indonesia dan 2 menganalisis gambaran pembelajaran organisasi yang ada di Burung Indonesia yang menjadi dasar
organisasi untuk menilai kapasitas organisasi menjadi organisasi pembelajar learning organization. Dua faktor digunakan dalam penelitian di Burung
Indonesia untuk menilai penerapan manajemen pengetahuan. Dua faktor tersebut, yaitu kualitas pembelajaran di organisasi dan kualitas proses pengelolaan
pengetahuan. Untuk melihat gambaran pembelajaran organisasi di Burung Indonesia yang merupakan organisasi non pemerintah digunakan organizational
profile plot dari pembelajaran organisasi. Gambaran pembelajaran tersebut dilihat dari delapan fungsi kunci organisasi pembelajar, yaitu penciptaan budaya yang
mendukung, pengumpulan pengalaman internal, pengaksesan pembelajaran eksternal, sistem komunikasi, mekanisme untuk menarik kesimpulan,
pengembangan memori organisasi, pengintegrasian pembelajaran ke dalam strategi dan kebijakan, serta penerapan pembelajaran.
Hasil penelitian untuk kualitas pembelajaran di Burung Indonesia diperoleh skor sebesar 7,4 menunjukkan bahwa Burung Indonesia telah memiliki
dasar yang baik untuk menjadi organisasi pembelajar, sedangkan untuk kualitas proses pembelajaran di Burung Indonesia diperoleh skor sebesar 46 yang
menunjukkan bahwa Burung Indonesia telah memiliki beberapa karakteristik untuk menjadi organisasi pembelajar. Gambaran pembelajaran organisasi
organization profile plot dilihat secara keseluruhan dan menurut kelima divisi yang ada di Burung Indonesia. Kelima divisi tersebut, yaitu Knowledge Center,
Conservation Programme, Communication and Business Development, Finance, dan General Affairs and Administration. Jika dilihat secara keseluruhan dimensi
yang memiliki nilai tertinggi adalah pengaksesan pembelajaran eksternal yang bernilai 14,26 sedangkan skor terendah berada pada dimensi memori organisasi
yang bernilai 11,83. Dari gambaran pembelajaran di masing-masing divisi terlihat bahwa empat divisi memiliki skor tertinggi pada pembelajaran eksternal,
sedangkan tiga divisi memiliki skor terendah pada memori organisasi dan dua divisi memiliki skor terendah pada budaya yang mendukung. Hasil gambaran
pembelajaran tersebut digunakan Burung Indonesia sebagai dasar untuk merefleksikan pembelajaran yang telah ada dan dapat melihat kekuatan dan
kelemahan organisasi di dalam pembelajaran tersebut.
III. METODE PENELITIAN