Pollution Burden Analysis And Assimilation Capacity Of Cidurian River Banten Province

(1)

ANALISIS BEBAN PENCEMARAN

DAN KAPASITAS ASIMILASI SUNGAI CIDURIAN

PROVINSI BANTEN

ISTIANA WINDU KARTIKA

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisa Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi Sungai Cidurian Provinsi Banten adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun sudah diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam tesis dan dicantumkan dalam daftar pustaka bagian akhir tesis ini.

Bogor, April 2012 Istiana Windu Kartika P052094064


(3)

ABSTRACT

ISTIANA WINDU KARTIKA, Pollution Burden Analysis and Assimilation Capacity of Cidurian River Banten Province, under direction of ETTY RIANI and BUDI KURNIAWAN.

The river has the ability to clean itself of the burden of pollution naturally which is known as the capacity of assimilation. Incoming load exceeds the capacity of assimilation would lead to a decrease in the quality of the river until the river functions decline. This research aims to analyze the water quality of Cidurian River, analyze the contribution of pollution loads entering River Cidurian, and knowing the assimilation capacity of the stream. Research results show that the water quality, starting from the upstream to downstream concentrations of BOD, TSS, COD and

E. coli

are likely to exceed the standard of quality. Contribution to the total burden of polluters from certain sources (point source) in DAS Cidurian 2,4 tons/month BOD, COD 4,3 tons/month, TSS 2,26 tons/month. The contribution burden of polluters undefinable (non point source) based on the analysis of land use from agricultural sector BOD 206,76 tons/month,TSS 24,13 ton/month, based on the analysis of the population of each sub DAS, domestic sector have 1.374 tons/month of BOD, COD 1.890 tons/month, TSS 1.305 tons/month and E.coli 1,02 E 16 tons/month. Total contribution burden of polluters undefinable (non point source) parameters BOD 1.580 tons/month, COD 1.890 tons/month, TSS 1.324 tons/month, more dominant compared to certain sourced (point source). Capacity of assimilation to the parameters of TSS 22.901,55 tons/month, BOD 2.347,83 tons/month, COD 24.208,33 tons/month, E.coli 424.629,90 tons/month. Overall value of assimilation capacity is smaller compared to the burden of pollution of the river, resulting in the organic matter pollution experienced TSS, BOD, COD and

E.coli

. The high contribution to the burden of domestic source of polluters and agriculture, as well as the capacity of assimilation to consider in an attempt to control water pollution. Keyword: water quality, pollution burden, assimilation capacity,


(4)

Sungai Cidurian Provinsi Banten, dibimbing oleh ETTY RIANI dan BUDI KURNIAWAN

Sungai merupakan sumber daya alam yang dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan baik ekologi, ekonomi maupun sosial. Namun sungai juga digunakan manusia sebagai tempat pembuangan limbah. Berbagai aktifitas di bidang industri, domestik serta pertanian berpotensi menghasilkan limbah yang di buang ke sungai baik secara langsung maupun tak langsung. Hal ini mengakibatkan sungai menerima beban pencemaran yang melebihi kemampuannya dalam membersihkan diri atau dikenal sebagai kapasitas asimilasi. Kondisi dimana beban pencemaran yang diterima ke sungai melebihi kapasitas asimilasi dikatakan sebagai kondisi tercemar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas air Sungai Cidurian,, menganalisis potensi beban pencemaran yang masuk Sungai Cidurian, serta mengetahui nilai kapasitas asimilasi.

Lokasi penelitian adalah DAS Cidurian, dengan meninjau wilayah ekosistem maupun administrasi. Ekosistem DAS Cidurian meliputi sub DAS Cidurian Hulu, sub DAS Cibereum, serta sub DAS Cidurian Hilir. Wilayah administratif yang dilintasi DAS Cidurian antara lain ; Kabupaten Bogor, Kabupaten Lebak, Kabupaten Serang serta Kabupaten Tangerang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi penentuan status mutu air menggunakan metode storet dan indeks pencemar, analisa kualitas air dengan membandingkan baku mutu menurut kelas II Peraturan Pemerintah no 82 tahun 2001. Sedangkan metode analisis beban pencemaran dilakukan melalui analisis terhadap beban pencemaran dari sumber tertentu (point source) serta sumber tak tentu (non point  source), untuk setiap sub DAS maupun wilayah administratif, serta analisis sektor kegiatan yang berkontribusi paling dominan terhadap beban pencemaran di Sungai Cidurian. Pendekatan yang dilakukan untuk menentukan beban pencemaran dari sumber tak tentu (non point source) melalui asumsi emisi yang dikeluarkan kegiatan pertanian dan domestik. Kegiatan pertanian berkaitan dengan penggunaan lahan untuk sawah, palawija dan perkebunan lain. Kegiatan domestik berkaitan dengan emisi yang dihasilkan per orang per hari. Untuk mengetahui penggunaan lahan dan pola penyebaran penduduk sepanjang DAS Cidurian digunakan alat bantu GIS (

geographic information system

). GIS membantu memilah jumlah penduduk berdasarkan jarak pemukiman terhadap sungai. Asumsi yang digunakan adalah semakin dekat dengan sungai semakin besar potensi membuang limbah domestik secara langsung. Metode penentuan kapasitas asimilasi dilakukan dengan menarik garis regresi antara beban pencemaran sungai serta kualitas air yang diamati langsung di lapangan pada Bulan Oktober, November dan Desember 2011.


(5)

Sungai Cidurian berada dalam kondisi tercemar oleh bahan organik. Hal ini diperkuat dari hasil penelitian kualitas air pada setiap lokasi pengamatan memiliki kecenderungan melebihi baku mutu.menurut Peraturan Pemerintah no 82 tahun 2001. Parameter yang dominan antara lain TSS, BOD, COD dan

E.coli

. Hasil penentuan status mutu air menunjukkan Sungai Cidurian berada dalam kondisi tercemar sedang sampai berat, sesuai Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup no 115 tahun 2003.

Kontribusi beban pencemar dari sumber tertentu, dari sektor industri untuk parameter BOD sebesar 2,4 ton/bulan, COD sebesar 4,3 ton/bulan, TSS sebesar 2,26 ton/bulan, Berdasarkan analisa ekosistem tiap sub DAS, diperoleh hasil bahwa kontribusi beban pencemaran tertinggi dari sumber pertanian untuk parameter BOD adalah sub DAS Cidurian Hilir sebesar 116,63 ton/bulan, untuk parameter TSS adalah sub DAS Cibereum sebesar 21,12 ton/bulan. Hal ini berkaitan dengan penggunaan lahan di daerah hilir banyak didominasi oleh sawah yang mempunyai faktor emisi dari pembusukan jerami sebesar 18 gr/ha/musim tanam. Sub DAS Cibereum penggunaan lahannya lebih bervariasi, untuk sawah, palawija dan perkebunan lain. Kontribusi beban pencemar dari sumber domestik yang paling dominan adalah sub DAS Cidurian Hulu, dengan nilai

E.coli

, TSS, BOD, COD berturut - turut sebesar; 0,56 ton/bulan, 0,59 ton/bulan dan 0,81 ton/bulan. Sub DAS Cidurian Hilir jumlah penduduknya lebih tinggi dibandingkan sub DAS Cidurian Hulu. Namun beban pencemaran sub DAS Cidurian Hilir dari sumber domestik lebih kecil dari sub DAS Cidurian Hilir. Hal ini disebabkan penduduk di sub DAS Cidurian Hulu sebagian besar pemukimannya berdekatan dengan sungai, yang berpeluang membuang limbah secara langsung ke sungai.

Berdasarkan analisa wilayah, diperoleh hasil wilayah yang dominan terhadap kontribusi beban pencemaran, dari sektor pertanian dan domestik, sebagai bahan masukan pengambilan kebijakan pengendalian pencemaran air. Total kontribusi beban pencemar dari sumber tak tentu (non point source) parameter BOD 1.580 ton/bulan, COD 1.890 ton/bulan, TSS 1.329 ton/bulan. Secara umum diperoleh gambaran bahwa kontribusi beban pencemaran dari sumber tak tentu (non point source) lebih besar dibandingkan dengan sumber tertentu (point source).

Nilai kapasitas asimilasi masing masing parameter yang diamati berturut-turut TSS 22.901,55 ton/bulan, BOD 2.347,83 ton/bulan, COD 24.208,33 ton/bulan,

E.coli

424.629,90 ton/bulan. Secara umum diperoleh gambaran, beban pencemaran TSS, BOD, COD,

E.coli

 melebihi kapasitas asimilasi, sehingga Sungai Cidurian dalam kondisi tercemar.


(6)

(7)

ANALISIS BEBAN PENCEMARAN

DAN KAPASITAS ASIMILASI SUNGAI CIDURIAN

PROVINSI BANTEN

ISTIANA WINDU KARTIKA

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(8)

Penguji luar komisi pada ujian tesis :


(9)

(10)

Puji syukur yang tak hingga kami sampaikan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tesis ini. Judul yang dipilih adalah Analisis Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi Sungai Cidurian Provinsi Banten. Penelitian dilakukan selama Bulan Agustus 2011 sampai dengan Desember 2011.

Kami menyampaikan terima kasih kepada Ibu Dr.Ir.Etty Riani, MS dan Bapak Dr. Budi Kurniawan, M.Eng, selaku dosen pembimbing. Kami juga menyampaikan penghargaan yang setinggi tingginya kepada rekan rekan Badan Lingkungan Hidup serta Balai Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Banten , serta semua pihak yang telah membantu dalam pengumpulan data serta penyelesaian tesis ini. Tak lupa kami sampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada rekan-rekan PSL kelas khusus angkatan kedua, atas dukungannya. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Orangtua kami, suami, anak-anak tercinta serta seluruh keluarga besar atas doa, dukungan dan pengorbanannya.


(11)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Malang pada tanggal 7 Oktober 1969 dari ayah H.Faisal Munieb dan Ibu Solichah Ashadi. Penulis merupakan anak kedelapan dari delapan bersaudara. Penulis lulus dari Sekolah Dasar di Malang tahun 1982, dan melanjutkan di SMP Negeri 1 Malang. Setelah tamat tahun 1985, penulis melanjutkan studi ke SMA Negeri 3 Malang, dan tamat tahun 1988. Pada tahun 1988 penulis melanjutkan studi ke Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya (ITS) Jurusan Teknik Lingkungan, dan tamat tahun 1993.

Pada tahun ajaran 2009 – 2010 penulis melanjutkan studi ke Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Saat ini penulis bekerja di Badan Lingkungan Hidup Provinsi Banten.


(12)

Halaman

DAFTAR TABEL………...

DAFTAR GAMBAR………

DAFTAR LAMPIRAN………

BAB I. PENDAHULUAN………

1.1 Latar Belakang……… 1

1.2 Kerangka Pemikiran………. 2

1.3 Perumusan Masalah……….. 4

1.4 Tujuan Penelitian……….. 5

1.5 Manfaat Penelitian……….. 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kualitas Air Sungai……… 6

2.2 Beban Pencemaran……… 7

2.3 Kapasitas Asimilasi………... 14

2.4 Sungai Cidurian……… 15

2.5 Pengendalian Pencemaran Air Sungai……… 18

BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian………... 20

3.2 Jenis dan Sumber Data……… 20

3.3 Metode Sampling……….. 3.4 Metode Analisis Potensi Beban Pencemaran……….. 20 23 3.5 Metode Analisis Kapasitas Asimilasi Beban Pencemaran………. 27

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisa Kualitas Air Sungai Cidurian……….. 29

4.2 Analisa Beban Pencemaran Sungai Cidurian……… 44

4.2.1 Analisa Ekosistem……… 44

4.2.2 Analisa Wilayah ……… 58

4.2.3 Analisa Sektoral……….. 78


(13)

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan……… 5.2 Saran………..

94 94 DAFTAR PUSTAKA………....

LAMPIRAN………...

96 98


(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Emisi air limbah domestik………. 12

2. Klasifikasi emisi BOD di Indonesia………. 12

3. Emisi dari kegiatan pertanian……….. 13

4. Pembagian lokasi sampling berdasarkan sub DAS……….. 21

5. Metode analisa kualitas air……… 21

6. Lokasi sampling logam berat……… 23

7. Hasil pemantauan kualitas air Sungai Cidurian parameter TSS………. 30

8. Hasil pemantauan kualitas air Sungai Cidurian parameter COD……… 32

9. Hasil pemantauan kualitas air Sungai Cidurian parameter BOD……… 34

10. Hasil pemantauan kualitas air Sungai Cidurian parameter DO……… 37

11. Hasil pemantauan kualitas air Sungai Cidurian parameter E.coli………... 38

12. Hasil pemantauan logam berat Sungai Cidurian……….. 40

13. Hasil pehitungan status mutu air metode storet bagian hulu……….. 41

14. Hasil perhitungan status mutu air metode storet bagian tengah……… 41

15. Hasil perhitungan status mutu air metode storet bagian hilir……….. 42

16. Rekapitulasi hasil perhitungan status mutu air metode storet……… 42

17. Hasil perhitungan status mutu air metode indeks pencemaran……….. 43

18. Perhitungan beban pencemaran BOD dari kegiatan industri……… 44


(15)

20. Perhitungan beban pencemaran TSS dari kegiatan industri………... 48

21. Beban pencemaran BOD dari kegiatan pertanian di DAS Cidurian…………... 49

22. Rekapitulasi penggunaan lahan di DAS Cidurian………. 50

23. Beban pencemaran TSS dari kegiatan pertanian di DAS Cidurian……… 53

24. Beban pencemaran domestik berdasarkan analisa ekosistem……….. 54

25. Penggunaan lahan di Kabupaten Lebak………. 55

26. Kontribusi beban pencemaran dari pertanian di Kabupaten Lebak…………... 56

27. Kontribusi beban pencemaran dari pertanian di Kabupaten Serang………… 58

28. Kontribusi beban pencemaran dari pertanian di Kabupaten Tangerang…….. 59

29. Kontribusi beban pencemaran dari pertanian di Kabupaten Bogor……… 61

30. Beban pencemaran dari kegiatan domestik di Kabupaten Lebak……….. 64

31. Beban pencemaran dari kegiatan domestik di Kabupaten Serang……… 66

32. Beban pencemaran dari kegiatan domestik di Kabupaten Tangerang……….. 69

33. Beban pencemaran dari kegiatan domestik di Kabupaten Bogor……….. 72 34. Perbandingan beban pencemaran dari sektor domestik dan pertanian di

Kabupaten Lebak………

74

35. Perbandingan beban pencemaran dari sektor domestik dan pertanian di Kabupaten Serang……….

77

36. Perbandingan beban pencemaran dari sektor domestik dan pertanian di Kabupaten Tangerang………..

79

37. Perbandingan beban pencemaran dari sektor domestik dan pertanian di Kabupaten Bogor……… 38. Fungsi hubungan beban pencemaran sungai dan kualitas sungai bagian hilir

80


(16)

Kabupaten Bogor………..


(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Kerangka pemikiran analisis beban pencemaran dan kapasitas asimilasi 3

2. Lokasi sampling……….. 22

3. Grafik analisa kualitas air Sungai Cidurian periode pengamatan (2010-2011) parameter TSS……….

30

4. Grafik analisa kualitas air Sungai Cidurian dari hulu sampai hilir (2010-2011) parameter TSS………

31

5. Grafik analisa kualitas air Sungai Cidurian periode pengamatan (2010-2011) parameter COD………..

32

6. Grafik analisa kualitas air Sungai Cidurian dari hulu sampai hilir (2010-2011) parameter COD………..

33

7. Grafik analisa kualitas air Sungai Cidurian periode pengamatan (2010-2011) parameter BOD………..

35

8. Grafik analisa kualitas air Sungai Cidurian dari hulu sampai hilir (2010-2011) parameter BOD………..

35

9. Grafik analisa kualitas air Sungai Cidurian periode pengamatan (2010-2011) parameter DO……….

37

10. Grafik analisa kualitas air Sungai Cidurian dari hulu sampai hilir (2010-2011) parameter E. coli ………...

39

11. Grafik status mutu air berdasarkan nilai indeks pencemar……… 43 12. Grafik perbandingan beban pencemaran dari kegiatan industri di DAS

Cidurian………..

48

13. Prosentase penggunaan lahan untuk sawah dan palawija di DAS

Cidurian….………..

51

14. Prosentase penggunaan lahan untuk perkebunan lain di DAS Cidurian… 52 15. Kontribusi beban pencemar dan prosentase BOD dari pertanian…………. 53 16. Grafik perbandingan penggunaan lahan di DAS Cidurian……….. 54 17. Kontribusi beban pencemaran TSS dari kegiatan pertanian di DAS

Cidurian………..


(18)

19. Kontribusi beban pencemaran dari domestic berdasarkan analisa

ekosistem………

57

20. Jumlah penduduk di tiap sub DAS Cidurian dan prosentase jumlah penduduk………

57

21. Penggunaan lahan DAS Cidurian di Kabupaten Lebak……….. 58 22. Kontribusi beban pencemaran BOD dan prosentase kontribusi beban

pencemaran BOD dari pertanian di Kabupaten Lebak………

59

23. Hubungan antara beban pencemaran BOD dari pertanian dengan luas penggunaan lahan………

59

24. Kontribusi beban pencemaran TSS dan prosentase kontribusi beban pencemaran TSS dari pertanian di Kabupaten Lebak………

60

25. Hubungan antara luas lahan pertanian dengan beban pencemaran TSS dari pertanian di Kabupaten Lebak………

61

26. Kontribusi beban pencemaran BOD dan prosentase kontribusi beban pencemaran BOD dari pertanian………

62

27. Hubungan antara luas lahan pertanian dengan kontribusi beban

pencemaran BOD dari pertanian di Kabupaten Serang………..

62

28. Kontribusi beban pencemaran TSS dan prosentase kontribusi beban pencemaran TSS dari pertanian di Kabupaten Serang………..

63

29. Hubungan antara luas lahan pertanian dengan beban pencemaran TSS dari pertanian di Kabupaten Serang………

63

30. Kontribusi beban pencemaran BOD dan perbandingan luas lahan pertanian di Kabupaten Tangerang……….... 31. Kontribusi beban pencemaran TSS dan prosentase kontribusi beban

pencemaran TSS dari pertanian di Kabupaten Tangerang…………

65

66 32. Penggunaan lahan DAS Cidurian serta prosentase kontribusi beban

pencemar BOD dari pertanian di Kabupaten Bogor………

67 33. Kontribusi beban pencemar TSS serta prosentase kontribusi beban

pencemar TSS dari pertanian di Kabupaten Bogor……….


(19)

34. Kontribusi dan prosentase beban pencemaran BOD dari domestik di Kabupaten Lebak……….

69

35. Kontribusi dan prosentase beban pencemaran COD dari domestik di Kabupaten Lebak……….

70

36. Kontribusi dan prosentase beban pencemaran TSS dari domestik di Kabupaten Lebak………..

70

37. Kontribusi dan prosentase beban pencemaran E. coli dari domestik di

Kabupaten Lebak………..

71

38. Kontribusi dan prosentase kontribusi beban pencemaran BOD, COD, TSS dari domestik di Kabupaten Serang………

73

39. Kontribusi dan prosentase kontribusi beban pencemaran

E coli

dari domestik di Kabupaten Serang………...

73

40. Kontribusi dan prosentase kontribusi beban pencemaran BOD, COD, TSS dari domestic di Kabupaten Tangerang……….

75

41. Kontribusi dan prosentase kontribusi beban pencemaran E coli dari

domestik di Kabupaten Tangerang……….

76

42. Prosentase kontribusi beban pencemar dari domestik di Kabupaten Tangerang………..

76

43. Prosentase jumlah penduduk di DAS Cidurian wilayah Kabupaten Bogor.. 44. Kontribusi beban pencemar dari domestik di Kabupaten Bogor………

77 78 45. Perbandingan kontribusi beban pencemaran BOD dan TSS dari domestik

dan pertanian di Kabupaten Lebak………

79

46. Prosentase pola penyebaran penduduk di DAS Cidurian wilayah

Kabupaten Lebak………. 47. Perbandingan kontribusi beban pencemaran BOD dan TSS dari domestik

dan pertanian di Kabupaten Serang……….

80

81 48. Prosentase pola penyebaran penduduk di DAS Cidurian Kecamatan

Tanara Kabupaten Serang……….


(20)

dan pertanian di Kabupaten Tangerang………... 50. Prosentase pola penyebaran penduduk di DAS Cidurian wilayah

Kabupaten Tangerang………. 51. Perbandingan kontribusi beban pencemaran BOD dan TSS dari domestik

dan pertanian di Kabupaten Bogor………

84

85 52. Prosentase pola penyebaran penduduk di DAS Cidurian wilayah

Kabupaten Bogor……….. 53. Analisa regresi antara beban pencemaran TSS dengan konsentrasi TSS

Sungai Cidurian pada bulan pengamatan Oktober sampai Desember 2011………. 54. Analisa regresi antara beban pencemaran BOD dengan konsentrasi BOD

Sungai Cidurian pada bulan pengamatan Oktober sampai Desember .2011……… 55. Analisa regresi antara beban pencemaran COD dengan konsentrasi COD

Sungai Cidurian pada bulan pengamatan Oktober sampai Desember 2011………. 56. Analisa regresi antara beban pencemaran

E. coli

dengan konsentrasi

E. coli Sungai Cidurian pada bulan pengamatan Oktober sampai

Desember 2011……….

85

88

89

90


(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Matrik luas penggunaan lahan berdasarkan sub DAS dan administrasi

wilayah dari metode GIS………..

82

2. Perhitungan beban pencemaran kegiatan pertanian parameter BOD berdasarkan analisa ekosistem……….

89

3. Perhitungan beban pencemaran kegiatan domestik berdasarkan jumlah penduduk per sub DAS ( analisa ekosistem )………

91

4. Perhitungan beban pencemaran kegiatan pertanian parameter BOD berdasarkan analisa wilayah………

97

5. Perhitungan beban pencemaran kegiatan domestik berdasarkan jumlah penduduk per kecamatan per Kabupaten ( analisa wilayah )………

98

6. Perhitungan beban pencemaran Sungai Cidurian pada bulan

pengamatan Oktober 2011 sampai dengan Desember 2011………

102

7. Beban pencemaran total dan kualitas air di hilir untuk menentukan kapasitas asimilasi……… 8. PETA batas sub DAS Cidurian………

103

104 9. PETA penggunaan lahan……….

10. PETA zona koefisien transfer beban………..

105 106


(22)

1.1 Latar belakang

SungaiCidurian merupakan salah satu sungai strategis di Provinsi Banten yang mengalir dari hulu di Kabupaten Bogor, dan melewati Kabupaten Lebak, perbatasan Kabupaten Serang dan Kabupaten Tangerang serta bermuara di Laut Jawa. Keberadaan sungai ini sangat penting bagi masyarakat khususnya yang tinggal di bantaran DAS Cidurian. Berbagai aktifitas di sekitar wilayah sungai seperti pertanian, industri, penambangan pasir, serta aktifitas masyarakat berdampak terhadap pelestarian fungsi sungai sebagai penyedia sumber daya air. Dampak yang sangat potensial adalah terjadinya pencemaran sungai yang mengakibatkan penurunan kualitas air sungai, sehingga tidak dapat dimanfaatkan sesuai peruntukkan kelas sungai .

Sungai Cidurian kualitas airnya termasuk ke dalam kelas III dan IV (BLHD Banten, 2009), berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Kualitas Air peruntukkan tersebut tidak sesuai untuk air baku air minum. Kondisi tersebut, mendorong untuk dilakukan upaya pengendalian pencemaran Sungai Cidurian, sehingga Sungai Cidurian dapat berfungsi sesuai peruntukan kelas I khususnya sebagai penyedia air bersih untuk masyarakat, industri dan aktifitas lainnya.

Pengendalian pencemaran sungai yang ada saat ini baru pada tingkat pengendalian pada sumber efluennya melalui pendekatan kebijakan penetapan baku mutu air limbah dari industri. Kebijakan ini mendorong industri melakukan pendekatan teknologi seperti produksi bersih, end of pipe instalasi pengolahan air limbah, pemberlakuan prinsip 3 R (reuse, reduce, recycle). Namun pengendalian pencemaran belum mencapai hasil yang optimal. Terbukti masih tingginya tingkat pencemaran di Sungai Cidurian. Hal ini mengindikasikan bahwa ada sumber pencemar dari kegiatan lain yang belum mampu dikendalikan, serta belum diketahui kemampuan Sungai Cidurian dalam melakukan pembersihan alami terhadap beban pencemaran yang diterima, yang disebut dengan kapasitas asimilasi.

Bertitik tolak dari hal tersebut, perlu dilakukan analisis beban pencemaran dari sumber tertentu (point source), serta dari sumber yang tak tentu (non point source) serta mempertimbangkan kondisi alamiah sungai. Pada hakekatnya


(23)

2

secara alamiah, sungai memiliki kapasitas asimilasi. Namun kemampuannya terbatas, untuk itu diperlukan suatu analisis mengenai kapasitas asimilasi sungai. Limbah cair yang dibuang ke Sungai Cidurian berasal dari berbagai macam sumber. Sampai saat ini analisis beban pencemaran dan kapasitas asimilasi Sungai Cidurian belum diketahui bahkan belum pernah dilakukan penelitian secara khusus. Analisis beban pencemaran dan kapasitas asimilasi badan air (sungai) yang benar-benar riil sebenarnya sangat sulit dilakukan. Hal ini dikarenakan banyaknya variabel yang mempengaruhi kemampuan air sungai untuk melakukan kapasitas asimilasi, diantaranya debit sungai, kecepatan, jenis dan jumlah pencemar, suhu, cuaca, musim, bentuk aliran dan oksigen terlarut. Oleh karena itu maka pada penelitian ini dilakukan estimasi analisis beban pencemaran dan kapasitas asimilasi

1.2 Kerangka Pemikiran

Masalah yang dihadapi Sungai Cidurian Provinsi Banten saat ini adalah penurunan kualitas air sungai, sehingga sungai tidak berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Penurunan kualitas air disebabkan oleh faktor alamiah dan pengaruh aktifitas manusia. Sumber pencemar yang alami berasal dari erosi dan tanah longsor yang menyebabkan peningkatan kandungan bahan tersuspensi. Sumber pencemar yang berasal dari aktifitas manusia adalah dari kegiatan domestik, pertanian yang telah menggunakan bahan pestisida dan herbisida, serta industri yang tidak diolah atau melebihi baku mutu air limbah yang ditetapkan. Data dari Badan Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten (BLHD 2009) menunjukkan adanya penurunan status mutu air menurut Peraturan Pemerintah No 82 tahun 2001 dari kelas II menjadi kelas III dan IV. Berdasarkan Pearaturan Pemerintah tersebut, mutu Kelas III dan IV adalah kelas air untuk kepentingan pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi tanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Berdasarkan hal tersebut maka kelas III dan IV tidak layak digunakan sebagai air baku air minum. Penurunan status mutu air, disebabkan oleh tingginya beban pencemaran pada Sungai Cidurian. Menurut data dari BLHD Provinsi Banten ada tiga buah Perusahaan Daerah Air Minum dan sepuluh industri yang mengambil air baku dari Sungai Cidurian, selain masyarakat sekitar yang memanfaatkan sebagai kegiatan domestik.


(24)

Sampai saat ini pengendalian pencemaran air pada Sungai Cidurian dilakukan dengan monitoring dan evaluasi kualitas air rutin setiap bulan oleh Badan Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten. Namun belum pernah dilakukan penelitian mengenai analisis beban pencemar dan kapasitas asimilasi di Sungai Cidurian. Bertitik tolak dari hal tersebut, perlu dilakukan upaya pendekatan sistem pengendalian pencemaran air yang tepat, dengan mempertimbangkan beban pencemaran dari sumber tertentu (point source) dan sumber tak tentu (non point source) serta perlu melihat kemampuan sungai dalam mereduksi beban pencemaran atau kapasitas asimilasi. Kerangka pemikiran ini disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Kerangka pemikiran analisis beban pencemaran dan kapasitas asimilasi

Sumber Tertentu (industri) industri Sumber Tak tentu :

Domestik dan Pertanian

Kualitas air

kapasitas asimilasi Sungai secara alami

terbatas

Kontribusi Beban pencemar

Dasar dalam Kebijakan pengendalian

pencemaran air

Analisis beban pencemaran dan kapasitas asimilasi

Identifikasi Penduduk dan penggunaan lahan

di DAS

sumber efluennya dan besarannya sulit

ditentukan Pencemaran Air Sungai

sumber efluennya dan besarannya mudah


(25)

4

1.3 Perumusan Masalah

Pencemaran yang terjadi pada Sungai Cidurian berasal dari sumber tertentu (point source) seperti efluen dari limbah industri maupun sumber tak tentu (non point source) seperti domestik, pertanian. Sumber polutan dari domestik cukup besar karena jumlah penduduk di DAS Cidurian berjumlah ± 1.656.769 orang (BPS Banten 2010), dan rata-rata penduduknya memanfaatkan Sungai Cidurian sebagai sumber kehidupan. Saat ini pengendalian pencemaran Sungai Cidurian belum mengakomodir pencemaran dari limbah domestik dan pertanian. Faktor penyebabnya adalah kesulitan dalam menentukan beban pencemaran dari limbah domestik dan pertanian. Oleh karena itu dilakukan pendekatan melalui metode estimasi beban pencemaran. Pengendalian pencemaran dari sumber industri telah dilakukan melalui pengaturan limbah yang masuk ke sungai agar tidak melebihi baku mutu, namun belum mencapai hasil yang diharapkan. Terbukti kualitas air Sungai Cidurian masih dibawah baku mutu yang ditetapkan. Hal ini mengindikasikan tinggginya beban pencemaran dari sumber domestik dan pertanian yang belum dapat dikendalikan.

Secara teoritis air limbah baik yang diolah ataupun yang tidak diolah apabila masuk ke badan air akan mengalami tekanan oleh ekosistem air. Tekanan tersebut berupa pengurangan atau penghilangan bahan pencemar oleh berbagai proses yang ada dalam air. Proses ini meliputi pengenceran secara fisik, penyebaran dan pengendapan, reaksi kimia, adsorbsi, penguraian secara biologis dan stabilisasi. Proses-proses tersebut pada dasarnya merupakan sifat alamiah air yang memiliki kemampuan untuk membersihkan atau menghancurkan berbagai kontaminan dan pencemar yang dibawa air limbah. Kemampuan air untuk membersihkan diri secara alamiah dari berbagai kontaminan dan pencemar dikenal sebagai kapasitas asimilasi. Namun kapasitas asimilasi ada batasnya. Beban pencemar yang masuk ke Sungai Cidurian, apabila melebihi kapasitas asimilasi menyebabkan penurunan kualitas air.

Analisis beban pencemaran dan kapasitas asimilasi diharapkan dapat digunakan sebagai dasar dalam mengendalikan pencemaran berdasarkan potensi beban pencemar maupun kondisi kualitas perairan alami. Oleh karenanya muncul beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana kualitas air Sungai Cidurian saat ini?

2. Seberapa besar beban pencemaran pada Sungai Cidurian saat ini baik dari sumber titik (point source) maupun dari sumber menyebar (diffuse


(26)

source)?

3. Berapa kapasitas asimilasi Sungai Cidurian saat ini?

1.4 Tujuan Penelitian

1. Menganalisis kualitas air Sungai Cidurian ditinjau dari kelas air menurut Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 dan status mutu air menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.115 thun 2003

2. Menganalisis potensi kontribusi beban pencemaran pada Sungai Cidurian dari sumber titik (point source) maupun sumber menyebar (diffuse source).

3. Menganalisis kapasitas asimilasi Sungai Cidurian terhadap beban pencemaran.

1.5 Manfaat penelitian

1. Pemanfaat dapat mengetahui kualitas air Sungai Cidurian sesuai dengan peruntukan kelas sungai ditinjau dari kelas air menurut Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001 serta status mutu air menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.115 thun 2003

2. Pemerintah mendapatkan informasi potensi beban pencemaran pada Sungai Cidurian dari sumber titik (point source) maupun sumber menyebar (diffuse source), serta kapasitas asimilasi sebagai bahan masukan dalam pengendalian pencemaran air.


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kualitas Air Sungai

Kualitas air adalah kondisi kualitatif air yang diukur dan atau diuji berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003). Kualitas air dapat dinyatakan dengan parameter kualitas air. Parameter ini meliputi parameter fisik, kimia, dan mikrobiologis. Parameter fisik menyatakan kondisi fisik air atau keberadaan bahan yang dapat diamati secara visual/kasat mata, Parameter fisik meliputi kekeruhan, kandungan partikel/padatan, warna, rasa, bau, suhu, dan sebagainya. Pengelolaan kualitas air menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 01 Tahun 2010 adalah upaya pemeliharaan air sehingga tercapai kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukannya untuk menjamin agar kualitas air tetap dalam kondisi alamiah. Peruntukan badan air masing-masing kelas menurut PP No 82 Tahun 2001. Pasal 8 adalah sebagai berikut;

• Kelas satu, adalah air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

• Kelas dua, adalah air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air prasarana/ sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

• Kelas tiga, adalah air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

• Kelas empat, adalah air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.


(28)

2.2 Beban Pencemaran

Definisi pencemaran menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 01 Tahun 2010 adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu air limbah yang telah ditetapkan. Beban pencemaran adalah jumlah suatu unsur pencemar yang terkandung dalam air atau limbah . Beban pencemaran juga merupakan besaran satuan berat zat pencemar dalam satuan waktu, misal 1 ton BOD/hari (Anonim, 2010).

2.2.1 Sumber dan Jenis Beban Pencemaran

Sumber pencemar (polutan) dapat berupa suatu lokasi tertentu (point source) dan tak tentu/tersebar (non-point/diffuse source) Sumber pencemar point source misalnya knalpot mobil, cerobong asap pabrik, dan saluran limbah industri. Pencemar yang berasal dari point source bersifat lokal. Efek yang ditimbulkan dapat ditentukan berdasarkan karakteristik spasial kualitas air. Volume pencemar dari point sourcebiasanya relatif tetap. Sumber pencemar non - point source bersifat menyebar dalam jumlah yang banyak Misalnya limpasan dari daerah pemukiman dan domestik dan limpasan dari daerah perkotaan (Effendi, 2003).

Bahan pencemar (polutan) adalah bahan-bahan yang bersifat asing bagi alam atau bahan yang berasal dari alam itu sendiri yang memasuki suatu tatanan ekosistem sehingga mengganggu peruntukan ekosistem tersebut. Berdasarkan cara masuknya ke dalam lingkungan, polutan dikelompokkan menjadi dua, yaitu polutan alamiah dan polutan antropogenik. Polutan alamiah adalah polutan yang memasuki suatu lingkungan (misalnya badan air) secara alami, misalnya akibat letusan gunung berapi, tanah longsor, banjir, dan fenomena alam yang lain. Polutan yang memasuki suatu ekosistem secara alamiah sukar dikendalikan. Polutan antropogenik adalah polutan yang masuk ke badan air akibat aktifitas manusia, misalnya kegiatan domestik (rumah tangga), kegiatan urban (perkotaan), maupun kegiatan industri. Intensitas polutan antropogenik dapat dikendalikan dengan cara mengontrol aktifitas yang menyebabkan timbulnya polutan tersebut (Effendi, 2003).

Menurut Effendi (2003) polutan yang memasuki perairan terdiri atas campuran berbagai jenis polutan. Jika diperairan terdapat lebih dari dua jenis


(29)

8

polutan, maka kombinasi pengaruh yang ditimbulkan oleh beberapa jenis polutan tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga sebagai berikut :

1. Additive; pengaruh yang ditimbulkan oleh beberapa jenis polutan merupakan penjumlahan dari pengaruh masing-masing polutan. Misalnya, pengaruh kombinasi zinc dan kadmium terhadap ikan

2. Synergism; pengaruh yang ditimbulkan oleh beberapa jenis polutan lebih besar daripada penjumlahan pengaruh dari masing-masing polutan. Misalnya , pengaruh kombinasi copper dan klorin atau pengaruh kombinasi copper dan surfaktan

3. Antagonism; pengaruh yang ditimbulkan oleh beberapa jenis polutan saling mengganggu sehingga pengaruh secara kumulatif lebih kecil atau mungkin hilang. Misalnya pengaruh kombinasi kalsium dan timbal atau zinc atau

aluminium.

Rao (1991) dalam (Hefni, 2003) mengelompokkan bahan pencemar di perairan menjadi beberapa kelompok, yaitu :

1. Limbah yang menyebabkan penurunan kadar oksigen terlarut

Semua limbah yang dioksidasi, terutama limbah domestik, termasuk dalam kategori limbah penyebab penurunan kadar oksigen terlarut (oxygen demanding waste). Oksigen sangat penting bagi kelangsungan hidup organisme pada ekosistem perairan. Kadar oksigen terlarut di perairan dipengaruhi oleh proses aerasi, fotosintesis, respirasi dan oksidasi limbah. Aerasi adalah proses transfer oksigen dari atmosfer ke perairan melalui proses difusi. Apabila kadar oksigen terlarut di perairan mencapai saturasi dan berada dalam kesetimbangan dengan kadar oksigen di atmosfer maka proses aerasi tidak akan berlangsung. Transfer oksigen dari udara ke dalam air berlangsung apabila kadar oksigen pada badan air belum mencapai tingkat jenuh (saturasi), dan sebaliknya. Pada siang hari, proses fotosintesis menghasilkan oksigen di perairan. Sebaliknya, pada malam hari oksigen justru dimanfaatkan oleh makhluk hidup untuk keperluan respirasi. Penurunan kadar oksigen di perairan juga diakibatkan oleh keberadaan limbah organik yang membutuhkan oksigen untuk melakukan perombakan atau dikenal dengan istilah dekomposisi (Anonim, 2007).

2. Limbah yang mengakibatkan timbulnya penyakit

Air mudah tercemar oleh mikroorganisme berbahaya (patogen) yang masuk melalui limbah. Berbagai metode untuk mengidentifikasi bakteri patogen di perairan telah banyak dikembangkan. Akan tetapi, penentuan semua jenis


(30)

bakteri patogen membutuhkan waktu dan biaya yang besar, sehingga penentuan grup bakteri coliform dianggap sudah cukup baik dalam menilai tingkat higienitas perairan. Escherichia coli adalah salah satu bakteri coliform total tidak berbahaya yang ditemukan dalam tinja manusia. Keberadaan E. coli secara berlimpah menggambarkan bahwa perairan tersebut tercemar oleh kotoran manusia, yang mungkin juga disertai dengan cemaran bakteri patogen.

3. Limbah yang merupakan senyawa organik

Bahan organik baik yang alami maupun sintesis masuk ke badan air, sebagai hasil dari aktifitas manusia. Penyusun utama bahan organik biasanya berupa polisakarida (karbohidrat), polipeptida (protein), lemak (fats), asam nukleat (nucleid acid). Setiap bahan organik memiliki karakteristik fisika, kimia, dan toksisitas yang berbeda. Limbah organik juga mengandung bahan-bahan organik sintesis yang toksik. Beberapa contoh bahan organik yang bersifat toksik terhadap organisme akuatik adalah minyak, fenol, pestisida, surfaktan, dan

polychlorinated biphenyl (PCBs). Berbeda dengan limbah organik alami yang relatif mudah diurai secara biologis, senyawa organik sintetik pada umumnya tidak dapat diurai secara biologis (non biodegradable). Senyawa organik sintesis juga bersifat persisten atau bertahan dalam waktu yang lama di dalam badan air serta bersifat kumulatif. Bahan buangan organik pada umumnya berupa limbah yang dapat membusuk atau terdegradasi oleh mikroorganisme, sehingga hal ini dapat mengakibatkan semakin berkembangnya mikroorganisme dan mikroba patogen pun ikut juga berkembang baik dimana hal ini dapat mengakibatkan berbagai macam penyakit. Limbah pertanian dari penggunaan pestisida jenis klorotalonil maupun pestisida golongan klor-organik lainnya, susah larut dalam air. Senyawanya dapat berikatan dengan senyawa organik lain yang bersifat asam (Manuaba ,2007).

4. Limbah yang merupakan senyawa anorganik dan mineral

Senyawa anorganik terdiri atas logam dan logam berat yang pada umumnya bersifat toksik. Davis dan Cornwell (1991) dalam Hefni (2003) mengemukakan, bahan anorganik yang dianggap toksik adalah arsen (As), barium (Ba), kadmium (Cd), kromium (Cr), timbal (Pb), air raksa (Hg), selenium (Se) dan perak (Ag). Senyawa anorganik dapat berasal dari limbah domestik, dan industri. Limpasan perkotaan merupakan sumber utama timbal (Pb) dan seng (Zn) (Davis dan Cornwell, 1991 dalam Hefni, 2003). Bahan buangan


(31)

10

anorganik pada umumnya berupa limbah yang tidak dapat membusuk dan sulit didegradasi oleh mikroorganisme. Dalam perairan, buangan anorganik menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah ion logam di dalam air, sehingga hal ini dapat mengakibatkan air menjadi bersifat sadah, karena mengandung ion kalsium (Ca) dan ion yang bersifat toksik.

5. Sedimen

Sedimen meliputi tanah dan pasir yang masuk ke badan air akibat erosi atau banjir. Pada dasarnya, sedimen tidak bersifat toksik. Sedimen berupa bahan-bahan tersuspensi di dalam air. Keberadaan sedimen dalam badan air air mengakibatkan terjadinya peningkatan kekeruhan perairan, yang selanjutnya menghambat penetrasi cahaya dan transfer oksigen dari atmosfer ke perairan. Peningkatan kekeruhan akan menghambat daya lihat (visibilitas) dan terganggunya kehidupan organisme akuatik.

6. Minyak

Minyak tersebar di perairan dalam bentuk terlarut, lapisan film yang tipis yang terdapat di permukaan, emulsi dan fraksi yang terserap. Di perairan, interaksi dari bentuk minyak ini sangat kompleks, dipengaruhi oleh nilai specific

gravity, titik didih, tekanan permukaan, viskositas, kelarutan dan penyerapan.

Kadar minyak mineral dan produk-produk petroleum yang diperkenankan terdapat dalam air minum berkisar antara 0,01 – 0,1 mg/liter. Kadar yang melebihi 0,3 mg/liter bersifat toksik terhadap beberapa jenis ikan air tawar (UNESCO/WHO/UNEP, 1992).

2.2.2 Penentuan Beban Pencemaran

Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 1 tahun 2010 tentang tata laksana pengendalian pencemaran air, metode untuk menentukan beban pencemaran dikelompokkan berdasarkan sumber pencemar tertentu (point source) dan sumber tak tentu (non point source).

Penentuan beban pencemar dari sumber tertentu (point source) berdasarkan data primer dari lapangan maupun data sekunder hasil pemantauan instansi yang berwenang. Data kuantitas dan kualitas pencemar air dari sumber tertentu dievaluasi dan dikaji dengan menggunakan metode estimasi sebagai berikut :

I,j = Ci x V x OpHrs/1.000.000 Keterangan :


(32)

I,i = Besar beban/emisi pencemar atau parameter i, kg/tahun C,i = Konsentrasi jneis pencemar i dalam buangan air limbah, mg/l (data pemantauan lapangan)

V = Laju alir buangan air limbah liter/jam OpHrs =Jumlah jam operasi per tahun, jam/tahun 1 000. 000 = faktor konversi, mg/kg

(Sumber : Permen LH no 01 tahun 2010)

Beban pencemar dari sumber tak tentu (non point source) diperkirakan dengan terlebih dahulu menentukan faktor emisi yang bersifat spesifik untuk masing-masing kategori kegiatan. Metode estimasi untuk setiap kelompok kegiatan yang menghasilkan air limbah kategori sumber tak tentu (non Point source) sebagai berikut :

Kegiatan dan penggunaan barang konsumsi menghasilkan emisi berupa : a. Emisi polutan dari proses sanitasi dan pencucian

b. Emisi yang berkaitan dengan kepadatan penduduk

Hasil penelitian Irianto dan Iskandar, 2007 emisi air limbah domestik seperti Tabel 1

Tabel 1. Emisi air limbah domestik

No Parameter Faktor Emisi (gr/hari)

1. TSS 38

2. BOD 40

3. COD 55

4. Minyak dan Lemak 1,22 5. Detergen 0,189

6. NH4-N 1,8

7. NO2-N 0,002 8. NO3-N 0,01 9. Organik-N 0,11 10. Total-N 1,95 11. PO4-P 0,17 12. Total-P 0,21

13. S 1,3

14. Phenol 0,001 15. Coli Tinja 3 E +14 Sumber : Irianto dan Iskandar, 2007 dalam Puslitbang SDA

Anonim (2010) mengatakan bahwa emisi BOD untuk limbah domestik seperti pada Tabel 2 :


(33)

12

Tabel 2. Klasifikasi emisi BOD di Indonesia

No Daerah Klasifikasi Rentang Beban gr BOD/orang/hari

Rata-rata Beban gr BOD/orang/hari

Rasio ekivalen kota 1. Kota Tinggi 37,5 – 42,5 40 1 2. Pinggiran

kota

Sedang 27,5 – 37,5 32,5 0,8125

3. Pedalaman Rendah 22,5 – 27,5 25 0,625 Sumber : Balai Lingkungan Keairan Pusat Litbang Sumber Daya air

Beban pencemar dapat diestimasi dengan beberapa rumus berikut :

(1) Beban pencemar = faktor emisi x kepadatan populasi x rasio ekivalen kota (Iskandar, 2007)

(2) Beban pencemar = jumlah penduduk x x faktor emisi (tabel 1) (Anonim, 2010)

(3) Beban pencemar = Luas daerah pemukiman x kepadatan penduduk x faktor emisi

(PerMenLH no 01 tahun 2010)

Keterangan:

: koefisien transfer beban, (0,3 – 0,8), yang merupakan pendekatan dari estimasi air limbah yang masuk ke sungai berdasarkan jarak pemukiman terhadap sungai. Asumsi yang digunakan adalah semakin dekat dengan sungai semakin besar peluang membuang limbah langsung ke sungai. Sebaliknya semakin jauh dari sungai masyarakat semakin rendah peluang membuang limbah secara langsung ke sungai (Kurniawan, 2003)

Jarak 0 - 100 m ; nilai = 1 Jarak 100 m - 500 m ; nilai = 0,85 Jarak 500 m – 1 km ; nilai = 0,5 Jarak 1 km ; nilai = 0,3

Sumber pencemar kegiatan pertanian berasal dari sisa pemakaian pupuk dan jerami yan merupakan sisa hasil panen. Pupuk yang dipakai per Ha sawah terdiri dari komposisi 200 kg Nitrogen, 100 kg Phospor, 100 kg kalium, selain itu untuk pencegahan hama dipakai juga pestisida 2 l/Ha sawah. Pupuk yang


(34)

digunakan hanya 80 % yang efektif diserap, sedangkan sisanya 20% terbawa aliran terutama pada saat musim hujan. Jerami padi merupakan produksi sampingan pada saat musim panen. Setiap ha sawah menghasilkan 3 ton jerami padi, dan setiap tonnya menghasilkan 30 kg BOD. Emisinya diperkirakan sebanyak 20% dari jerami tersebut terbawa ke dalam aliran sungai (Anonim, 2010). Emisi dari kegiatan pertanian untuk setiap parameter dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Emisi dari kegiatan pertanian

Sumber : Balai Lingkungan Keairan Pusat Litbang Sumber Daya air

2.3 Kapasitas Asimlasi

Kapasitas asimilasi didefinisikan sebagai kemampuan badan air dalam menerima beban pencemar, tanpa menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air yang ditetapkan sesuai peruntukannya (Quano, 1993). Kapasitas asimilasi atau kapasitas homeostatis merupakan kemampuan badan air dalam menetralisir atau membersihkan sendiri (self purification) terhadap beban pencemar sampai kondisi tidak tercemar.

Sungai dikatakan berada dalam kondisi tercemar, apabila mengalami perubahan karakteristik fisik, kimia dan biologi. Perubahan karakteristik disebabkan adanya tekanan ekologis yang berkaitan dengan fungsi sungai sebagai badan air penerima limbah. Pada awalnya limbah yang masuk ke sungai dapat secara alami dinetralisir sampai pada kondisi tidak tercemar. Namun apabila konsentrasi limbah yang masuk lebih besar daripada kemampuan sungai dalam menetralisir lmbah, maka akan terjadi pencemaran. Bahan pencemar (polutan) dapat berupa gas, bahan-bahan terlarut, dan partikulat. Pencemar memasuki badan air dengan berbagai cara, misalnya melalui atmosfer, tanah,

No Jenis Pertanian Parameter Limbah Pertanian

BOD N P TSS Pestisida Kg/ha/musim tanam ;/ha/musim tanam 1. Sawah (jerami padi yang

membusuk

18 20 10 0,04 0,16 2. Palawija (humus yang terkikis) 9 10 5 2,4 0,08 3. Perkebunan lain (humus yang

terkikis)


(35)

14

limpasan (run off) pertanian, limbah domestik dan perkotaan, pembuangan limbah industri, dan lain-lain (Effendi, 2003).

Konsentrasi dari partikel polutan yang masuk ke perairan akan mengalami tiga macam fenomena yaitu pengenceran (dilution), penyebaran (dispersion) dan reaksi penguraian (decay of reaction). Pengenceran terjadi pada arah vertical ketika air limbah sampai di permukaan perairan, sedangkan penguraian merupakan pengenceran pada permukaan perairan ketika limbah tercampur karena arus (Quano, 1993).

Metode yang digunakan untuk menentukan nilai kapasitas asimilasi dikemukakan oleh Quano (1993), sebagai berikut :

- Metode hubungan antara kualitas air dan beban pencemaran

Kapasitas asimilasi ditentukan dengan cara memplotkan nilai-nilai kualitas air suatu perairan pada kurun waktu tertentu dengan beban pencemaran dalam suatu grafik. Selanjutnya direferensikan dengan nilai baku mutu air kelas II Peraturan Pemerintah no 82 tahun 2001.

- Metode arus bermuatan partikel

Kapasitas asimilasi ditentukan dengan cara membandingkan konsentrasi limbah dengan konsentrasi air sungai yang menerima limbah, dengan memperhitungkan kecepatan aliran, perbedaan konsentrasi dan debit sungai.

- Metode penurunan oksigen dari streeter dan phelps

Kapasitas asimilasi ditentukan dengan cara mengamati pengurangan nilai oksigen terlarut. Faktor yang diperhitungkan dalam metode ini antara lain waktu perjalanan limbah di sungai.

Kapasitas asimilasi juga merupakan kemampuan sungai dalam menerima bahan organik bersifat mudah terurai secara biologis (biodegradable) yang banyak membutuhkan oksigen untuk proses dekomposisi, sehingga menurunkan kadar oksigen dalam badan air. Sungai mampu melakukan asimilasi penambahan oksigen dari atmosfer melalui proses reaerasi sehingga kandungan oksigen terlarut dalam perairan mencukupi untuk kehidupan organisme (Hasham, 2004).

Ada dua konsep yang berhubungan dengan kapasitas asimilasi menurut (Gang et al.2004) yaitu beban kritis (critical load) dan kemampuan membersihkan diri (self purification). Beban kritis merupakan beban yang mampu diterima oleh badan air untuk membersihkan diri secara alami.


(36)

Penentuan kapasitas asimilasi sangat sulit karena ada beberapa sifat dari organisme yang berbeda. Misalnya organisme yang bersifat mudah terurai secara biologis dan yang sulit terurai secara biologis. Penentuan kapasitas asimilasi sangat penting sebagai bahan masukan pengambilan kebijakan pengendalian pencemaran air (Lee et al. 2008).

2. 4 SUNGAI CIDURIAN

2.4.1 Kondisi geografis Daerah Penelitian

Provinsi Banten merupakan lokasi keberadaan Sungai Cidurian. Agar diperoleh gambaran tentang daerah penelitian, berikut ini diuraikan tentang kondisi umum wilayah yang dilalui Sungai Cidurian.

Secara geografis letak Sungai Cidurian antara 106°00’30” BT dan 6°40’ LS. Luas Sungai Cidurian ± 815 km dengan panjang sungai 81,5 km, mempunyai dua anak sungai, yaitu Sungai Cimandaya dan Sungai Cibeureum (Anonim, 2010).

Wilayah aliran Sungai Cidurian ini dibatasi oleh Laut Jawa di bagian Utara , wilayah aliran Sungai Ciujung di bagian Barat, wilayah aliran Sungai Cisadane-Ciliwung di bagian timur, wilayah aliran sungai Cibaliung-Cibareno di bagian selatan. Sungai Cidurian mengalir dari sumber mata air yang berada di komplek G. Gede ke Laut Jawa dengan melewati empat kabupaten yaitu Kabupaten Bogor, Kabupaten Lebak, Kabupaten Serang dan Kabupaten Tangerang. Sungai Cidurian ini mempunyai tiga anak sungai utama, yaitu Sungai Cidurian Hulu, Sungai Cibeureum dan Sungai Cipangaur terletak pada daerah Cilaang dan pertemuan sungai Cidurian dan Sungai Cibeureum pada daerah Cikande.

Topografi Sungai Cidurian yang merupakan daerah dataran dengan kemiringan antara 0,00012 – 0,00025 (satuan ) terletak pada daerah muara sungai sampai dengan daerah pertemuan dengan Cibeureum dan Sungai Cidurian dan untuk topografi yang landai ke arah terjal (daerah pegunungan) terletak pada daerah pertemuan Sungai Cidurian dengan Sungai Cipangaur sampai ke arah hulu dengan kemiringan 0,0004 – 0,0007 (Anonim, 2009).

Lahan yang ada di kiri kanan Daerah Aliran Sungai Cidurian secara umum merupakan daerah perbukitan, perkebunan, hutan, sawah, pemukiman, industri dan sebagainya. Jenis lahan yang ada sangat dipengaruhi oleh keberadaan tempat tersebut terhadap topografi sungai yang ada.


(37)

16

Secara rinci, lahan yang ada di kiri kanan sungai dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Daerah bagian hulu sungai : hutan, perkebunan, galian golongan C (pasir), persawahan, perkotaan, pemukiman

b. Daerah bagian tengah sungai : kebun, persawahan, pemukiman, galian golongan C (pasir), jaringan irigasi, industri

c. Daerah bagian hilir sungai : kebun, pemukiman, galian golongan C (pasir), industri, perkotaan, tambak

2.4.2 Peuntukan Sungai Cidurian

Berdasarkan keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat

Nomor 34 tahun 1996, dari hulu Sungai Cidurian beserta anak-anak sungainya sampai dengan muara sungai Cidurian di Desa Tenjoayu Kec. Tirtayasa Kab. Serang, termasuk golongan B, C, dan D, yaitu untuk pemanfaatan air baku air minum, perikanan, peternakan, pertanian, dll.

Berdasarkan Peraturan pemerintah No 82 th 2001, tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran air, Sungai Cidurian masuk dalam klasifikasi mutu air kelas II, III dan IV, yaitu untuk peruntukkan prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, pertanian dan peternakan.

Pemanfaatan lahan di DAS Cidurian terbesar adalah sebagai kawasan budi daya pertanian. Hanya sebagian kecil yang merupakan kawasan lindung, berada pada wilayah Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak. Menurut data dari Balai Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Banten, Sungai Cidurian dimanfaatkan untuk kegiatan industri dan irigasi. Perusahaan Daerah Air Minum memanfaatkan Sungai Cidurian untuk penyediaan kebutuhan air bersih bagi masyarakat.

2.4.3. Debit Sungai Cidurian

Debit maksimum bulanan Sungai Cidurian yang diamati di Stasiun Bendung Ranca Sumur mulai dari tahun 2001 sampai tahun 2010 sebesar 602,189 m³/detik yang terjadi pada Bulan Mei tahun 2001 dan debit minimum sebesar 1,166 m³/detik yang terjadi pada bulan September tahun 2010 (Anonim


(38)

2010). Rasio terbesar antara debit rata-rata pada saat musim hujan terjadi pada tahun 2007 yaitu 1 : 2,90.. Debit rata-rata bulanan Sungai Cidurian yang diamati di stasiun pengamatan Bendung Ranca Sumur dapat dilihat pada Lampiran 9. Debit Sungai Cidurian bagian hulu sebesar 272,9 m³/detik dan bagian hilir 536,61 m³/detik berdasarkan data dari Status Lingkungan Hidup Kabupaten Tangerang (Anonim, 2010).

2.4.4 Permasalahan di Sungai Cidurian

Permasalahan utama yang dialami Sungai Cidurian adalah pencemaran air sungai dan kerusakan DAS Cidurian. Indikator kerusakan DAS Cidurian adalah adanya fluktuasi debit yang sangat tinggi antara musim hujan dan musim kemarau. Selain itu adanya lahan kritis di daerah hulu yang mengakibatkan terjadinya erosi dan sedimentasi di daerah hilir.

Pencemaran di Sungai Cidurian disebabkan oleh pencemaran limbah domestik, industri, pertanian dan peternakan. Sumber polutan dari domestik adalah aktifitas penduduk yang memanfaatkan Sungai Cidurian untuk MCK. Jumlah penduduk di DAS Cidurian berjumlah ± 1.656.769 orang (BPS Banten 2010) orang. Sumber polutan dari industri adalah aktifitas perusahaan yang air limbahnya belum memenuhi Baku Mutu Lingkungan. Berdasarkan data dari BLHD Provinsi Banten, tahun 2009 (Laporan Pemantauan Kualitas Sungai Cidurian), industri yang membuang limbahnya di Sungai Cidurian adalah ; PT. Tunas Sumber Idea Kreasi Kimia, PT. Kulit Murni Asia Tenggara, PT. Frans Putratex, PT. Sari Daya Plasindo, , PT. Shinta Woo Sung, PT. Panca Plaza Indo Textile, PT. Singlong Brother Industri, PT. Eka Nindya Karsa, Pt. Platinum Resin, PT. Mariza Sari Murni.

Hasil pemantauan dari Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, kualitas air Sungai Cidurian cenderung mengalami penurunan, dari 18 parameter yang dipantau, empat parameter berada diatas baku mutu, yaitu COD, nitrit, H₂S dan kekeruhan. Hasil pemantauan dari BLHD Provinsi Banten, 2009, diketahui beberapa parameter yang melebihi baku mutu berdasarkan PP 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air kelas II yaitu COD, BOD, Zn, E coli dan total coli. Kelas air Sungai Cidurian adalah kelas III dan IV.


(39)

18

2.5 Pengendalian Pencemaran Air Sungai

Manajemen pengelolaan kualitas air dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan yaitu :

1. Pendekatan dari sumber titik (point source) melalui teknologi pengolahan limbah Pemerintah melalui Keputusan Menteri Lingkungan Hidup, menetapkan Baku Mutu Bagi Limbah untuk berbagai kegiatan, mulai dari industri, rumah sakit, perhotelan. Baku Mutu yang dimaksud dalam KepMenLH No 55 Tahun 1995, tentang baku mutu limbah industri.

2. Pendekatan dari pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air menurut PP 82 tahun 2001, antara lain penetapan status mutu air sesuai dengan Pasal 14 (1) PP 82 Tahun 2001. Status mutu air ditetapkan untuk menyatakan: a. kondisi cemar, apabila mutu air tidak memenuhi baku mutu air; b. kondisi baik, apabila mutu air memenuhi baku mutu air. dan pedoman penentuan status mutu air ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri. Sejalan dengan hal diatas Pasal 15 (1) PP 82 Tahun 2001. Dalam hal status mutu air menunjukkan kondisi cemar, maka Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangan masing-masing melakukan upaya penanggulangan pencemaran dan pemulihan kualitas air dengan menetapkan mutu air sasaran. (2) Dalam hal status mutu air menunjukkan kondisi baik, maka pemerintah dan pemerintah propinsi, pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangan masing-masing mempertahankan dan meningkatkan kualitas air, pemantauan kualitas air sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran menyatakan bahwa untuk menjamin kualitas air yang dinginkan sesuai peruntukannya agar tetap dalam kondisi alamiahnya, maka perlu dilakukan upaya pengelolaan kualitas air. 3. Pendekatan daya tampung beban pencemaran dengan memadukan antara

potensi beban pencemaran dari berbagai sumber dengan kualitas air.

Dasar hukum penetapan daya tampung beban pencemaran, diatur dalam Undang-undang No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dalam pasal 1,8,12,16,17 dan 19. Secara tegas disebutkan dalam undang-undang tersebut, pentingnya pertimbangan daya tampung dan daya dukung lingkungan dalam pengelolaan lingkungan hidup. Peraturan Pemerintah no 82 Tahun 2001 pasal 20 dan 23 juga mengatur penetapan daya tampung, dan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup no 110 Tahun 2003 tentang pedoman penetapan daya tampung beban pencemaran air pada sumber air.


(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan lokasi penelitian

Penelitian dilakukan mulai Bulan Juli sampai dengan Bulan Desember 2011 Lokasi penelitian adalah Sungai Cidurian Provinsi Banten yang meliputi 3 sub daerah aliran sungai (DAS) yaitu sub DAS Cidurian Hulu, sub DAS Cidurian Hilir serta sub DAS Cibereum.

3.2 Jenis dan sumber data

zData yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer berupa data pengukuran kualitas fisik, kima dan biologis yang diperoleh langsung di lapangan.

Data sekunder diambil dari berbagai sumber, seperti hasil penelitian terdahulu, laporan ataupun kajian dari berbagai instansi yang berkaitan dengan Sungai Cidurian. Instansi tempat pengambilan data meliputi :

1. Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Provinsi Banten 2. Balai Pengelolaan Sumber Daya Air (BPSDA) Provinsi Banten 3. Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Ciujung, Cidurian, Cidanau 4. Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Banten

5. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Serang.

3.3 Metode Sampling

A. Pengambilan sampel kualitas air

Tujuan pengambilan sampel adalah untuk mendapatkan gambaran tentang sifat fisik, kimia dan biologi Sungai Cidurian. Penentuan lokasi dilakukan secara (purposive). Lokasi sampling (Gambar 2) ditetapkan berdasarkan titik sampling yang mewakili kondisi kualitas air di DAS Cidurian. Lokasi sampling diambil berdasarkan wilayah sungai yang representative, di titik 6 titik pantau yang lokasinya tersebar di setiap sub DAS. Lokasi dimaksud adalah Sub DAS Cidurian Hulu, Sub DAS Cibereum dan Sub DAS Cidurian Hilir. Adapun pembagian lokasi sampling pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.


(41)

21

Tabel 4 Pembagian lokasi sampling berdasarkan Sub DAS

Sub DAS Kabupaten/Kota Segmen Titik Pantau

Cidurian Hulu Kab. Lebak 1 Kopo Maja

Cidurian Hulu Kab. Lebak 2 Bendung Ranca Sumur Cibereum Kab. Serang 3 Cikande Hulu Asem Cidurian Hilir Kab. Serang 4 Cikande Hilir Parigi Cidurian Hilir Kab. Serang 5 Kresek

Cidurian Hlir 6 Kronjo

Pengambilan sampel air berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) Pengambilan sampel air dilakukan secara komposit.

B. Penentuan parameter sampling

Parameter fisika, kimia, biologi yang diukur dalam penelitian didasarkan pada parameter kelas I Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001, yaitu air yang digunakan untuk air baku air minum. Penentuan analisa kualitas air menggunakan metode seperti pada Tabel 5.

Tabel 5 Metoda analisa kualitas air

No Parameter Metode Analisa

Fisik

1 Temperatur SNI 06-2413-1991

2 Residu Terlarut (TDS) SNI 06-6989.27-2005 3 Residu Tersuspensi (TSS) SNI 06-6989.3-2004

Kimia Anorganik

4 pH SNI 06-6989.11-2004

5 DO SNI 06-6869.14-2004

6 BOD SNI 06-2503-1991

7 COD SNI 06-6989.15-2004

8 Total Phosphat sebagai P SNI 06-2483-1991

9 NO3-N SNI 06-2480-1991

10 Amoniak Bebas (NH3-N) SNI 06-2479-1991 11 Kadmium (Cd) SNI 01- 2354.5-2006

12 Khrom (Cr) SNI

13 Tembaga (Cu)

14 Besi 9 (Fe) 18-6A/IK-Fe

15 Timbal (Pb) SNI 19-2896-1992

16 Mangan (Mn) 18-20A/IK-Mn

17 Air Raksa (Hg) SNI 7387.2009

18 Seng (Zn) SNI 06-6989.7-2004

Kimia Anorganik

19 Minyak dan Lemak HACH

20 Detergen sebagai MBAS SNI 06-6989.51-2005

21 Fenol Std Method 5530 D

Mikrobiologi

22 E. coli SNI 06-4158-1996


(42)

Gambar 2 Lokasi sampling Keterangan :

1. Kronjo 2. Kresek

3. Cikande Parigi 4. Cikande Asem

5. Bendung Ranca Sumur 6. Kopo Maja

1

3 4

5 6 2


(43)

23

C. Sampling logam berat untuk sedimen atau perairan dasar dilakukan di empat titik sampling seperti pada Tabel 6.

Tabel 6 Lokasi sampling logam berat

SUB DAS Lokasi Keterangan

Cidurian Hulu Bendung Ranca Sumur

Sebelum Industri

Cibereum Cikande Hilir Perbatasan

Di depan Industri

Cidurian Hilir Di depan Industri PT. Frans Putratex Cidurian Hilir Kresek Di Hilir

D. Waktu sampling di lapangan.

Pengambilan sampel dilakukan sebanyak enam kali dengan interval waktu 1 bulan, mulai Bulan Oktober sampai Bulan Desember 2011.

3.4 Metode Analisis Potensi Beban Pencemaran

Analisis kontribusi beban pencemaran, ditujukan untuk mengetahui potensi beban pencemar dari berbagai sumber yaitu, sumber tertentu (point source) dan sumber tak tentu (domestik dan pertanian). Metode yang digunakan antara lain :

1. Beban pencemar dari sumber tertentu (point source)

Metode perhitungan langsung menggunakan data hasil pemantauan, misalnya untuk (outlet air limbah industri, instalasi pengolah air limbah komunal domestik). Variabel yang harus diamati seperti dalam matrik dibawah ini :

- Nama perusahaan - Jenis kegiatan - Kapasitas produksi

- Debit air limbah yang dibuang (m3/hari) - Nama anak sungai tempat pembuangan akhir - Titik koordinat outlet IPAL

- Karakteristik limbah

- Waktu operasi per tahun (jam/tahun)


(44)

Perhitungan beban pencemar menggunakan rumus berikut : I,i = Ci x V x Ophrs/1000000

keterangan

I,i = Besar beban/emisi pencemar atau parameter i, kg/tahun C,i = Konsentrasi jneis pencemar i dalam buangan air limbah, mg/l (data pemantauan lapangan)

V = Laju alir buangan air limbah liter/jam OpHrs =Jumlah jam operasi per tahun, jam/tahun 1 000. 000 = faktor konversi, mg/kg

2. Beban pencemar dari sumber tak tentu (non point source)

Beban pencemar dari sumber tak tentu (non point source) dititikberatkan pada kegiatan domestik dan pertanian.

Metode penentuan beban pencemar dari sumber tak tentu (non point source) menggunakan alat bantu PETA GIS (geographic information system) dan melalui pendekatan faktor emisi. Menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 01 Tahun 2010 tentang Tata Laksana Pengendalian Pencemar Air, besaran dari sumber pencemar air tak tentu diperkirakan dengan terlebih dahulu menentukan faktor emisi yang bersifat spesifik untuk masing-masing kategori kegiatan.

Beberapa informasi yang dapat diperoleh dari PETA GIS meliputi :

- Peta penggunaan lahan untuk menentukan beban pencemaran dari kegiatan pertanian

- Peta Sub DAS untuk menentukan kepadatan penduduk di setiap Sub DAS dan menentukan pola penyebaran penduduk di sepanjang DAS Cidurian.

Kelompok kegiatan dari sumber tak tentu yang potensial menghasilkan air limbah antara lain :

a. Kegiatan domestik

b. Kegiatan pertanian dan peternakan

Metode yang digunakan untuk mengetahui beban pencemaran dari sumber domestik adalah metode estimasi, yang dirumuskan seperti dibawah:


(45)

25

PBP = jumlah penduduk x faktor emisi x Keterangan

PBP : Potensi beban pencemaran

Faktor emisi : (dapat dilihat dalam tabel faktor emisi limbah domestik tabel 1 dan faktor emisi limbah pertanian tabel 3)

: nilai koefisien yang menggambarkan jarak pemukiman penduduk terhadap sungai.

Koefisien merupakan nilai yang merepresentatifkan dampak air limbah terhadap beban pencemaran sungai. Diasumsikan semakin dekat penduduk yang tinggal dekat sungai, semakin besar kontribusinya terhadap beban pencemaran sungai, sehinnga nilai koefisien  nya juga semakin besar.

Untuk mendapatkan nilai , digunakan metode GIS Beberapa data yang dapat diperoleh dari GIS meliputi : 1. Data Peta Kepadatan Penduduk

2. Data Pola Penyebaran Penduduk terhadap sungai

3. Data buffer (pembatasan) berdasarkan jaraknya terhadap sungai, sehingga diperoleh nilai  (Kurniawan, 2003):

Jarak 0 - 100 m ; nilai = 1 Jarak 100 m - 500 m ; nilai = 0,85 Jarak 500 m – 1 km ; nilai = 0,5 Jarak 1 km ; nilai = 0,3

Kontribusi beban pencemar dari kegiatan domestik, dilakukan pada setiap sub DAS, yang meliputi sub DAS Cidurian Hulu, sub DAS Cibereum, dan sub DAS Cidurian Hilir. Wilayah administrasi untuk masing-masing sub DAS diketahui dengan menggunakan PETA GIS.

Beban Pencemar untuk parameter BOD, N,P, TSS dari kegiatan pertanian dihitung berdasarkan produksi per luas tanam per musim tanam (kg/ha/musim tanam). Sesuai dengan persamaan :

Beban pencemar = luas lahan x faktor emisi x musim tanam per tahun Keterangan

Luas lahan : luas lahan untuk sawah, palawija dan perkebunan lain yang didapat dari PETA penggunaan lahan


(46)

dengan metode GIS (geographic information system)

Satuan ha

Faktor emisi : Merupakan emisi dari kegiatan penggunaan lahan untuk sawah, palawija dan perkebunan lain (tabel 3)

Musim tanam per tahun

: Jumlah musim tanam dalam satu tahun Misalnya untuk padi 3 kali dalam satu tahun

3. Parameter yang digunakan untuk menentukan beban pencemaran merupakan parameter yang melebihi baku mutu, dari hasil analisa kualitas air.

4. Penentuan kontribusi beban pencemar yang termasuk kategori sumber tertentu dan sumber tak tentu untuk setiap parameter yang melebihi baku mutu.

5. Beban Pencemaran dari kegiatan domestik dibatasi hanya untuk parameter BOD, COD, TSS, dan E. coli

6. Beban Pencemaran dari kegiatan pertanian dibatasi hanya untuk parameter BOD, TSS

7. Inventarisasi dan rekapitulasi data beban pencemaran meliputi : a. Beban pencemaran dari sumber tertentu (point source): sektor industri

b. Beban pencemaran dari sumber tak tentu (non point source): sektor domestik dan pertanian.

8. Analisis data beban pencemaran meliputi :

a. Analisis terhadap DAS (daerah aliran sungai) yang meliputi: sub DAS Cidurian Hulu, sub DAS Cibereum, serta sub DAS Cidurian Hilir

b. Analisis terhadap wilayah administratif yang dilalui DAS Cidurian meliputi Kabupaten Bogor, Kabupaten Lebak, Kabupaten Serang serta Kabupaten Tangerang

c. Analisis terhadap sektor kegiatan yang berkontribusi terhadap beban pencemaran dari sumber domestik dan pertanian

d. Analisis terhadap parameter dominan yang ada di setiap sub DAS maupun wilayah administratif.

9. Analisis perbandingan kontribusi beban pencemaran dari sumber tertentu (point source) maupun sumber tak tentu (non point source)


(47)

27

3.5 Metode Analisis Kapasitas Asimilasi Beban Pencemaran

Nilai Kapasitas asimilasi didapatkan dengan cara membuat grafik hubungan antara konsentrasi masing-masing parameter limbah di Sungai Cidurian dengan total beban pencemaran yang masuk ke sungai. selanjutnya dianalisa dengan memotongkan garis status peruntukkan air sesuai Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001, yaitu kelas II, sebagaimana pada Gambar 3 .

Beban Pencemaran K o n s e n tr a s i p a ra m e te r 50 45 40 35 30 25 20 4,0 3,5 3,0 2,5 2,0 1,5 1,0

Scatterplot of Konsentrasi parameter vs Beban Pencemaran

Gambar 3 Grafik untuk mencari kapasitas asimilasi

Nilai kapasitas asimilasi didapat dari titik perpotongan dengan nilai baku mutu yang berlaku untuk setiap parameter. Selanjutnya dianalisis seberapa besar peran masing-masing parameter terhadap beban pencemarannya.

Secara matematis dapat diformulasikan sebagai berikut : Y = f(X)

Secara matematis persamaan regresi linier dapat dituliskan sebagai berikut : Y = a + bX

Y = nilai konsentrasi parameter X = Beban Pencemaran a = nilai tengah/ rataan umum

b = Koefisien regresi untuk parameter di sungai

Analisis kapasitas asimilasi beban pencemaran dilakukan dengan melihat grafik hubungan antara konsentrasi parameter dengan beban pencemar. Jika beban


(48)

pencemaran di atas nilai kapasitas asimilasi maka perairan tercemar, atau dapat dikatakan beban pencemaran melebihi daya tampung perairan. Kapasitas asimilasi mempunyai nilai yang berbeda untuk masing-masing parameter (Asuhadi, 2006, Indrasti et al. 2006, Walukow et al.2007).


(49)

29 

 

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisa Kualitas Air Sungai Cidurian

Analisa kualitas air Sungai Cidurian dilakukan dengan membagi wilayah sungai berdasarkan sub Daerah Aliran Sungai Cidurian. Ada tiga sub DAS Cidurian yaitu sub DAS Cidurian Hulu, sub DAS Cibereum, dan Sub DAS Cidurian hilir. sub DAS Bagian hulu meliputi wilayah Bendung Seuwu (Kabupaten Bogor), Kopo Maja (Kabupaten Lebak), Bendung Ranca Sumur (Kabupaten Lebak), sub DAS Cidurian hilir meliputi Cikande Hulu (Asem) (Kabupaten Serang), Cikande Hilir (Parigi) Kabupaten Serang, Kresek, Kronjo dan Tanara yang berada di Kabupaten Tangerang. Sub DAS Cibereum wilayahnya meliputi Kabupaten Serang.

Data diambil dari data sekunder yang meliputi data analisa kualitas air hasil pemantauan mulai tahun 2010 sampai dengan tahun 2011 dari Balai Pengelolaan Sumber Daya Air, Badan Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten, serta Badan Lingkungan Hidup Kab. Serang. Data primer diambil dari pemantauan langsung di lapangan, untuk selanjutnya analisa data dilakukan dengan membuat perbandingan kualitas air Sungai Cidurian berdasarkan parameter fisika, kimia dan biologi dengan baku mutu airnya.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 apabila sungai belum ditetapkan kriteria mutu airnya, maka diambil baku mutu kelas II. Sungai Cidurian belum ditetapkan kelas airnya. Kriteria mutu air yang digunakan sebagai acuan adalah baku mutu kelas II.

Hasil pengamatan langsung dilapangan yang diamati pada Bulan Oktober sampai dengan Desember untuk parameter TSS, BOD, COD, E.coli serta total

coli dapat ditunjukkan pada Tabel 7. Hasil analisa kualitas air yang diamati dari data sekunder menunjukkan bahwa, ada kecenderungan parameter yang melebihi baku mutu adalah TSS, COD, BOD , E. coli serta Total coli. Tingkat pencemaran air sungai cenderung meningkat ke arah hilir akibat semakin besarnya input bahan pencemar dan akumulasi dari hulu. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 7 dan Gambar 4.


(50)

Parameter TSS (Total Suspended Solid)

Hasil pengamatan kualitas air Sungai Cidurian untuk parameter TSS pada Bulan April 2010 sampai Bulan September 2011 seperti pada Tabel 7.

Tabel 7 Hasil pemantauan kualitas air Sungai Cidurian parameter TSS

Lokasi Pengamatan

Konsentrasi TSS (mg/l) Bulan April 2010 sampai Bulan September  2011 

Apr‐ 10

Mei‐ 10

Jul‐ 10

Sep‐ 10

Okt‐ 10

Apr‐ 11

Mei‐ 11 

Jul‐ 11 

Sep‐ 11

Hulu Kopo maja 32 152 62 287 102 55 66 225 65

Hulu Bd Ranca Sumur 22 75 71 410 47 79 38 204 72 Hulu Asem 136 132 300 400 395 269 276 439 184

Hilir Cikande Parigi 107 120 276 586 208 481 486 642 422

Hilir Kresek 117 155 322 634 246 145 170 1053 124

Hilir Kronjo 138 238 161 600 197 71 130 129 7

Baku Mutu 50 50 50 50 50 50 50 50 50

Gambar 4 Grafik analisa kualitas air Sungai Cidurian periode pengamatan (2010- 2011) paramer TSS

Berdasarkan hasil pengamatan konsentrasi TSS mulai Bulan April 2010 sampai dengan Bulan September 2011, konsentrasi TSS melebihi baku mutu , seperti tampak pada Gambar 4. Hal ini mengindikasikan bahwa Sungai Cidurian telah tercemar oleh partikulat yang dapat meningkatkan kekeruhan. Konsentrasi TSS yang tinggi disebabkan karena air sungai banyak mengandung endapan lumpur serta pasir halus serta jasad-jasad renik yang terbawa dari kikisan tanah yang terbawa ke badan air (Effendi, 2003). Beban pencemar TSS diakibatkan oleh faktor alam serta faktor antropogenik atau aktifitas manusia. Nilai TSS paling


(51)

31 

 

tinggi berada di daerah Kresek, dan terjadi pada bulan Juli 2011. Daerah Kresek merupakan daerah hilir DAS Cidurian. Nilai TSS yang tinggi dikarenakan hasil akumulatif dari hulu sampai hilir yang melebihi baku mutu. Konsentrasi TSS dari hulu sampai ke hilir semakin tinggi. Kecenderungan dari hulu ke hilir untuk parameter TSS dapat dilihat pada Gambar 4.

 

Gambar 5 Grafik analisa kualitas air Sungai Cidurian dari hulu sampai hilir (2010 - 2011) parameter TSS

Pada Gambar 5 terlihat bahwa konsentrasi TSS dari lokasi pengamatan Kopo Maja dan Bendung Ranca Sumur (bagian hulu) mengalami kenaikan ke arah lokasi hulu asem dan hilir Cikande Parigi (bagian tengah) , dan mengalami kenaikan lagi ke arah hilir Kresek. Hal ini terjadi pada bulan pengamatan April 2010, Juli 2010, September 2010 , Oktober April 2011, Mei 2011, Juli 2011, September 2011. Pada Bulan Mei 2010 konsentrasi TSS tidak mengalami kecenderungan meningkat dari hulu sampai hilir. Konsentrasi TSS di Hulu Kopo Maja pada Bulan Mei 2010 sebesar 152 mg/l melebihi baku mutu. Hal ini diduga ada pengaruh dari faktor alam seperti pelapukan batuan, sedimentasi yang terjadi di bagian hulu .(Efendi, 2003). Konsentrasi TSS mengalami kenaikan yang signifikan di daerah hilir Kresek terutama pada Bulan Juli 2011, dan rata rata menurun di daerah hilir Kronjo. Hal ini disebabkan karena lokasi Kresek merupakan lokasi hilir yang menerima akumulasi konsentrasi langsung dari bagian hulu, tengah sampai hilir. Lokasi kronjo merupakan lokasi hilir yang terletak di percabangan anak sungai. Diduga menurunnya konsentrasi TSS di


(1)

 

 

 

 

 

 

 

 

Lampiran 6. Perhitungan beban pencemaran Sungai Cidurian pada bulan pengamatan Oktober 2011 sampai dengan Desember 2011

Parameter Bendung Ranca Sumur : Q 4.06 m3/dt Cikande Asem : Q: 18.21 m3/dt Cikande Parigi : Q : 18.21 m3/dt Kresek: Q : 22.34 m3/dt Kronjo : Q : 18.25nm3/dt

Konsentrasi BP Konsentrasi BP Konsentrasi BP Konsentrasi BP Konsentrasi BP Konsentrasi BP

mg/l ton/bulan mg/l ton/bulan mg/l ton/bulan mg/l ton/bulan mg/l ton/bulan mg/l ton/bulan

TSS 16 199,90 40 420,94 84 3.964,83 262 12.366,48 262 15.171,18 211 9.981,14

BOD 32 399,79 36 378,85 24 1.132,81 29 1.368,81 25 1.447,63 12,1 572,38

COD 55 687,14 63 662,98 59 2.784,82 55 2.596,02 52 3.011,07 55 2.601,72

E. Coli 11000 137.427,84 3000 31.570,56 3300 155.761,06 2000 94.400,64 3400 196.877,95 2000 94.608,00

Parameter Bendung Ranca Sumur : Q 7.26 m3/dt Cikande Asem : Q: 9.46 m3/dt Cikande Parigi : Q : 11.77 m3/dt Kresek: Q : 23.62 m3/dt Kronjo : Q : 19.57nm3/dt

Konsentrasi BP Konsentrasi BP Konsentrasi BP Konsentrasi BP Konsentrasi BP Konsentrasi BP

mg/l ton/bulan mg/l ton/bulan mg/l ton/bulan mg/l ton/bulan mg/l ton/bulan mg/l ton/bulan

TSS 65 825,55 72 1.354,89 184 4.511,74 422 12.874,3 124 7.180,25 70 3.311,28

BOD 19 241,32 16 301,09 17 416,85 12 366,1 14,2 822,25 11 520,34

COD 24 304,82 25 470,45 33 809,17 58 1.769,5 69 3.995,46 48 2.270,59

E. Coli 2900 36.832,32 3400 63.980,93 9000 220.682,88 11000 335.586,2 14000 810.673,92 11000 520.344,00

Parameter Bendung Ranca Sumur : Q 11.18 m3/dt Cikande Asem : Q: 12.74 m3/dt Cikande Parigi : Q : 33.72 m3/dt Kresek: Q : 32 m3/dt Kronjo : Q : 36.5 m3/dt

Konsentrasi BP Konsentrasi BP Konsentrasi BP Konsentrasi BP Konsentrasi BP Konsentrasi BP

mg/l ton/bulan mg/l ton/bulan mg/l ton/bulan mg/l ton/bulan mg/l ton/bulan mg/l ton/bulan

TSS 68 863,65 337 6.341,64 96 2.353,95 186 5.674,46 140 8.106,74 130 6.149,52

BOD 18 228,61 16 301,09 26 637,53 18 549,14 25 1.447,63 18 851,47

COD 20 254,02 32 602,17 42 1.029,85 45 1.372,85 60 3.474,32 63 2.980,15

E. Coli 11000 139.708,80 4000 75.271,68 1700 41.684,54 5000 152.539,20 3400 196.877,95 8000 378.432,00 Perhitungan Beban PencemaranSungai Cidurian Bulan Desember 2011 pada lokasi :

Kopo Maja ; Q : 13.24 m3/dt

Perhitungan Beban Pencemaran Sungai Cidurian Bulan Oktober 2011 pada lokasi :

Perhitungan Beban PencemaranSungai Cidurian Bulan November 2011 pada lokasi : Kopo Maja ; Q : 4.9 m3/dt


(2)

 

 

 

 

 

 

 

 

Lampiran

 

7.

 

Beban

 

pencemaran

 

total

 

dan

 

kualitas

 

air

 

di

 

hilir

 

untuk

 

menentukan

 

kapasitas

 

asimilasi

Waktu

 

Pengamatan

Beban

 

Pencemaran

 

dan

 

Kualitas

 

Air

 

Sungai

 

Cidurian

  

(

 

TSS

 

)

 

ton/bulan

  

pada

 

lokasi

 

pengamatan

 

:

Total

Kualitas

 

air

 

di

 

hilir

Kopo Maja

Bendung Ranca Sumur

Cikande Asem

Cikande Parigi

Kresek

Kronjo

ton/bulan

Rata-rata (mg/l)

Oktober

 

2011

      

199,90

       

420,94

         

3.964,83

      

12.366,48

    

15.171,18

     

9.981,14

      

42.104,47

236,5

November

 

2011

      

825,55

       

1.354,89

         

4.511,74

      

12.874,31

      

7.180,25

     

3.311,28

      

30.058,02

87

Desember

 

2011

      

863,65

       

6.341,64

         

2.353,95

        

5.674,46

      

8.106,74

     

6.149,52

      

29.489,96

135

Waktu

 

Pengamatan

Beban

 

Pencemaran

 

dan

 

Kualitas

 

Air

 

Sungai

 

Cidurian

  

(

 

BOD

 

)

 

ton/bulan

 

pada

 

lokasi

 

pengamatan

 

:

Total

Kualitas

 

air

 

di

 

hilir

Kopo Maja

Bendung Ranca Sumur

Cikande Asem

Cikande Parigi

Kresek

Kronjo

ton/bulan

Rata-rata (mg/l)

Oktober

 

2011

      

399,79

       

378,85

         

1.132,81

        

1.368,81

      

1.447,63

        

572,38

        

5.300,26

18,55

November

 

2011

      

241,32

       

301,09

      

416,85

366,09408

         

822,25

        

520,34

        

2.667,94

12,6

Desember

 

2011

      

228,61

       

301,09

      

637,53

      

549,14

      

1.447,63

        

851,47

        

4.015,47

21,5

Waktu

 

Pengamatan

Beban

 

Pencemaran

 

dan

 

Kualitas

 

Air

 

Sungai

 

Cidurian

  

(

 

COD

 

)

 

ton/bulan

 

pada

 

lokasi

 

pengamatan

 

:

Total

Kualitas

 

air

 

di

 

hilir

Kopo Maja

Bendung Ranca Sumur

Cikande Asem

Cikande Parigi

Kresek

Kronjo

ton/bulan

Rata-rata (mg/l)

Oktober

 

2011

      

687,14

       

662,98

         

2.784,82

        

2.596,02

      

3.011,07

     

2.601,72

      

12.343,75

53,5

November

 

2011

      

304,82

       

470,45

      

809,17

1769,45472

      

3.995,46

     

2.270,59

        

9.619,95

58,5

Desember

 

2011

      

254,02

       

602,17

         

1.029,85

        

1.372,85

      

3.474,32

     

2.980,15

        

9.713,36

61,5

Waktu

 

Pengamatan

Beban

 

Pencemaran

 

dan

 

Kualitas

 

Air

 

Sungai

 

Cidurian

  

(

E.

 

Coli

 

)ton/bulan

 

pada

 

lokasi

 

pengamatan

 

:

Total

Kualitas

 

air

 

di

 

hilir

Kopo Maja

Bendung Ranca Sumur

Cikande Asem

Cikande Parigi

Kresek

Kronjo

ton/bulan

Rata-rata (mg/l)

Oktober

 

2011

    

137.427,84

       

31.570,56

    

155.761,06

      

94.400,64

  

196.877,95

   

94.608,00

    

710.646,05

      

2.700,00

November

 

2011

      

36.832,32

       

63.980,93

    

220.682,88

    

335.586,24

  

810.673,92

 

520.344,00

1.988.100,29

      

12.500,00

Desember

 

2011

    

139.708,80

       

75.271,68

      

41.684,54

    

152.539,20

  

196.877,95

 

378.432,00

    

984.514,18

      

5.700,00


(3)

Lampiran

 

8.

 

Debit

 

rata

rata

 

Sungai

 

Cidurian

 

pada

 

tahun

 

2001

 

sampai

 

2010

 

di

 

stasiun

 

Bendung

 

Ranca

 

Sumur

   

TAHUN

DEBIT RATA-RATA (m3/detik)

Jan Feb Mar april Mei Juni juli Agus Sep Okt Nop Des

2001 158.991

194.437

170.964

105,86

602.189

141.736 176.917 182,1 220.922 166,14 148.029

-

2002 64.637 43.339 27.941

31.082

137.229

29.622 21.997 16.851 23.517 19.358 37.812 142.225

2003 39.444 33.658 26.608 29.336 29.451 22.287 17.924 13.364 19.418 17.436 29,58

26,63

2004 29,98 33.246 22.914 27.778 26.241 18.968 17.863 11.752 12.283 17.301 28.732

26,41

2005 23.778 28.518 22.857 24.956 22.877 18.690 15.953 7.349 12.206 13.105 23.522 23.636

2006 21.782 28.381 19.015 23.384 22.009 147.564 18.811 6.483 10.303 12.988 23.126 21630

2007 20.598 27.703 11.732 18.594 21.785 213.878 9,5 4.369 6.216 7.459

17.268 18.029

2008 19.853 26,93 11.732

17.074

17.504 10.558 6.419 3.216 5.213 6.132 15.238 16.212

2009 19.569 26.348 11.087 9.908 13.558 10,53 3.792 1.668 1.863 6.109 14.076 12.112

2010

10.925

20.703

10.658

8.944

13.474

7.627

3.474

1,44

1.166

2,87

12.383

6.741


(4)

(5)

Lampiran

 

10.

 

PETA

 

penggunaan

 

lahan

 

di

 

DAS

 

Cidurian

 


(6)