Latar Belakang Masalah PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN PERMAINAN BAHASA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN KOMUNIKASI SISWA PADA MATA PELAJARAN BAHASA INGGRIS DI MADRASAH TSANAWIYAH.

1 Muhson, 2014 Pengembangan model pembelajaran permainan bahasa untuk meningkatkan keterampilan komunikasi siswa pada mata pelajaran bahasa inggris di Madrasah Tsanawiyah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bahasa merupakan medium yang paling penting dalam kehidupan manusia untuk berkomunikasi. Sebagai sarana komunikasi bahasa itu bersifat unik sekaligus bersifat universal. Dalam kenyataannya hanya manusia yang mampu menggunakan komunikasi verbal, dan manusia pula yang mampu mempelajarinya. Bruner 1990 meneliti bagaimana orang dewasa menggunakan bahasa untuk menjembatani dunia sekitar dengan anak-anak, sehingga menurutnya bahasa adalah alat yang sangat esensial bagi pertumbuhan kognitif anak. Bahkan sebagian besar aktivitas manusia dalam kehidupannya menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi. Dimyati 1992 menyatakan bahwa bahasa berfungsi sangat besar dalam kehidupan manusia, temasuk di dalamnya fungsi bahasa sebagai fungsi simbolik, emotif, dan afektif. Tak terkecuali dalam dunia pendidikan, bahasa merupakan alat transformasi dan sarana pengembangan ilmu pengetahuan. Dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 pasal 33 ayat 3 dijelaskan bahwa bahasa asing dapat digunakan sebagai bahasa pengantar pada satuan pendidikan tertentu untuk mendukung kemampuan bahasa asing siswa. Dalam pelaksanaan Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia, bahasa Inggris telah dipilih sebagai bahasa asing yang paling dominan digunakan mulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Bahkan bahasa Inggris merupakan bahasa asing pertama di Indonesia yang memiliki peran esensial karena mendukung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kualitas Muhson, 2014 Pengembangan model pembelajaran permainan bahasa untuk meningkatkan keterampilan komunikasi siswa pada mata pelajaran bahasa inggris di Madrasah Tsanawiyah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu sumber daya manusia. Lagi pula bahasa Inggris juga diperlukan ketika seseorang menginginkan pekerjaan prospektif atau posisi strategis. Itulah sebabnya, Departemen Pendidikan Nasional menegaskan bahwa Bahasa Inggris adalah mata pelajaran wajib di sekolah mulai tingkat pendidikan dasar, pendidikan menengah pertama sampai pendidikan menengah atas. Idealnya, para siswa yang telah tamat dari Sekolah Menengah Tingkat Atas SLTA diharapkan mampu menguasai keterampilan berbahasa Inggris dengan baik. Bahasa Inggris adalah bahasa internasional yang merupakan alat komunikasi antar bangsa dan negara yang senantiasa digunakan dalam komunikasi kapanpun tentang isu penting dunia. Bahkan Harmer 2002: 2 memprediksi bahwa bahasa Inggris menjadi bahasa yang paling dominan di antara bahasa-bahasa dunia dan sebagai alat komunikasi yang sangat vital bagi para usahawan, akademisi, wisatawan, serta warga dunia yang ingin berkomunikasi dengan mudah. Hasil- hasil teknologi dan informasi baik berupa barang cetakan printed maupun audio- visual saat ini sebagian telah banyak yang disajikan dalam bahasa Inggris. Untuk menghadapi pesatnya perkembangan teknologi dan informasi serta globalisai, generasi muda perlu dibekali dengan keterampilan berbahasa Inggris secara aktif. Hal ini berkaitan dengan tuntutan perkembangan zaman, di mana saat ini banyak bidang kehidupan yang menuntut keterampilan manusia dalam berinteraksi dengan berbahasa Inggris. Tidaklah berlebihan jika disimpulkan bahwa bahasa Inggris merupakan satu-satunya bahasa internasional pada era globalisasi ini karena sangat membantu umat manusia antar bangsa di seluruh dunia bisa berkomunikasi lebih mudah. Hakikatnya, bahasa adalah alat komunikasi terpenting dalam kehidupan manusia yang merupakan alat untuk menyampaikan informasi, pikiran dan perasaan. Suatu alat akan memiliki manfaat manakala digunakan, dan akan tidak ada artinya apabila tidak digunakan. Komunikasi dibagi menjadi dua bagian penting yakni; lisan oral dan tulisan written. Alat komunikasi yang paling awal dalam berhubungan adalah lisan, sehingga secara faktual, bayi yang lahir penutur awal akan diajarkan bagaimana mereka berbicara lisan dengan pola meniru dan Muhson, 2014 Pengembangan model pembelajaran permainan bahasa untuk meningkatkan keterampilan komunikasi siswa pada mata pelajaran bahasa inggris di Madrasah Tsanawiyah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu mempraktikkan mim-mem theory, periksa Jaini: 2008. Selanjutnya berbicara adalah bahasa lisan merupakan bentuk yang paling efektif untuk berkomunikasi dan paling penting serta paling banyak dipergunakan Soemantri. 2007: 230. Kemampuan untuk berkomunikasi dalam bahasa asing merupakan salah satu kompetensi atau keterampilan hidup life skill yang harus dikuasai dalam menghadapi era globalisasi ini. Undang-undang SISDIKNAS menegaskan perlunya program pendidikan yang berfungsi untuk meningkatkan kualitas dan status kehidupan bangsa Indonesia. Salah satu indikatornya adalah kemampuan bangsa dalam berinteraksi dengan bangsa lain. Tentunya dalam hal ini menuntut kemahiran berkomunikasi dalam bahasa asing utamanya bahasa Inggris. Menyadari betapa pentingnya fungsi bahasa Inggris dalam kehidupan manusia, maka berbagai usaha yang mendukung proses pembelajaran telah dilakukan, di antaranya; penyempurnaan kurikulum, dilengkapinya sarana prasarana pendidikan dan peningkatan mutu guru. Namun demikian perbaikan tersebut masih mempersepsikan bahwa siswa masih dilihat sebagai unsur yang harus dilayani belum memandang bahwa mereka sebagai elemen utama pendidikan yang memiliki potensi. Sehubungan dengan potensi siswa inilah, upaya guru dalam posisi ini agar mengaktifkan potensi itu sehingga siswa mampu berperan aktif dalam proses pembelajaran Ramainas, 2006: 77. Lebih dari itu bahwa anak-anak siswa dengan potensi yang mereka miliki merupakan pengamat yang baik dan belajar dari apa yang mereka lihat dan amati. Lepper 2009 menyatakan bahwa;” children learn from actively investigating the world around them. When children play with friends, they learn from each other”. Proses pembelajaran di Madrasah Tsanawiyah menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP yang mana proses penyusunannya mengikuti Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 dan 23 tahun 2006 tentang Standar Isi dan Standar Kelulusan. Mengingat KTSP merupakan kurikulum yang disusun sendiri oleh madrasah, maka karakteristik dan kebutuhan siswa menjadikan pertimbangan utama. Maka madrasah harus mengembangkan silabus Muhson, 2014 Pengembangan model pembelajaran permainan bahasa untuk meningkatkan keterampilan komunikasi siswa pada mata pelajaran bahasa inggris di Madrasah Tsanawiyah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu sendiri yang bisa mengakomodasi kebutuhan siswanya. Kurikulum yang telah tersusun tersebut akan menjadi kurikulum operasional. Keuntungan kurikulum baru ini memberikan kesempatan bagi para guru untuk menyusun silabus dan rencana program pembelajaran serta mengembangkan model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan siswa di kelasnya. Proses pembelajaran Bahasa Inggris dengan pendekatan Genres Genre Based Approach seharusnya tetap mengutamakan kemampuan berkomunikasi siswa dan tingkat literasi yang harus dicapai yakni literasi tingkat fungsional Hamid dalam Emilia, 2012: iv. Artinya kemampuan berkomunikasi secara lisan dan tulisan dimanfaatkan untuk menyelesaikan masalah sehari-hari. Namun kenyataannya hingga dewasa ini para guru masih banyak yang menekankan pada jenis teksnya genre saja. Komunikasi yang semestinya dipelajari oleh pemula adalah komunikasi lisan yang perlu diterapkan kepada penutur awal yang mempelajari bahasa, termasuk di dalamnya siswa Madrasah Tsanawiyah yang dikategorikan penutur awal. Tetapi faktanya, mayoritas guru Madrasah Tsanawiyah mengajarkan bahasa lebih didominasi oleh pembelajaran berbasis buku teks. Banyak alasan mengapa mereka lebih memilih tahapan-tahapan pembelajaran berdasarkan buku teks daripada melihat silabus. Mereka percaya bahwa buku teks adalah “buku suci” yang akan mengantarkan tujuan pembelajaran. Kreativitas guru untuk mengembangkan model pembelajaran masih sangat kurang karena kebanyakan mereka hanya memberikan materi ajar yang dicontohkan oleh Standar Kompetensi SK dan Kompetensi Dasar KD yang dibuat oleh Pemerintah Pusat, sehingga membuat siswa tidak senang dan merasa belajar bahasa Inggris itu susah. Ini diakibatkan anggapan bahwa bahasa Inggris sebagai ilmu yang tertulis dalam buku teks bukan sebagai alat komunikasi sebagaimana fungsi yang sebenarnya. Survei terhadap pembelajaran bahasa Inggris SLTP dan SLTA dengan responden siswa, guru dan orang tua siswa di 26 propinsi yang dilakukan oleh direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah pada tahun 1989 dan 1990 Muhson, 2014 Pengembangan model pembelajaran permainan bahasa untuk meningkatkan keterampilan komunikasi siswa pada mata pelajaran bahasa inggris di Madrasah Tsanawiyah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu menunjukkan sebagian besar orang tua dan siswa menghendaki agar siswa dapat berbicara dan membaca bahasa Inggris, dan mereka belajar bahasa Inggris agar mudah mendapatkan pekerjaan kelak Huda, 1990: 7-8. Selanjutnya Dirjen Dikdasmen melaporkan bahwa nilai mata pelajaran Bahasa Inggris dalam Ujian Nasional rendah. Gambaran kongkretnya hasil survei nasional pembelajaran bahasa Inggris tahun 2009, di SLTP nilai tes siswa rendah dan sangat heterogen; nilai rata-ratanya adalah 44,71 dengan rentangan 0 – 95. Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa betapa esensialnya keterampilan berbicara dan menyimak telah dilakukan oleh Donald E. Bird dalam Tarigan, Djago dan Tarigan, 1996: 48 yang melakukan penelitian terhadap aktivitas keterampilan berbahasa dengan hasil persentase sebagai berikut: menyimak 42, berbicara 25, membaca 15, dan menulis 18. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa persentase keterampilan menyimak dan berbicara memiliki tingkat yang lebih besar dibandingkan dengan dua keterampilan lainnya. Hal ini membuktikan betapa pentingnya berbicara dan menyimak bagi setiap individu karena setiap aktivitas individu dalam kehidupan sehari-hari terkait dengan berbicara dan menyimak. Penelitian serupa yang dilakukan oleh Agustina, et al 2006: 45 menyimpulkan bahwa peningkatan kemampuan berbicara bahasa Inggris melalui pendekatan proses dalam membaca cerita dapat memotivasi siswa untuk menyenangi aktivitas pembelajaran, berinteraksi secara optimal melalui sarana isi cerita dan dengan bermain peran serta drama terkait dengan cerita siswa juga memperoleh kenikmatan dalam mengembangakan ketrampilan berbicaranya. Selanjutnya, kesimpulan penelitian Sa’adah 2008; vi menyebutkan bahwa permainan bahasa untuk mengajar berbicara bahasa Inggris bagi siswa SMPMTs bisa meningkatkan partisipasi siswa dan kemampuan berbicara mereka. Dengan demikian belajar bahasa melalui permaian merupakan salah satu cara yang efektif dan menarik serta dapat diaplikasikan pada kelas manapun. Permainan dapat digunakan tidak ahanya untuk kesenangan saja tetapi yang lebih penting lagi untuk praktek dan mempelajari ulang pelajaran bahasa sehingga pada akhirnya Muhson, 2014 Pengembangan model pembelajaran permainan bahasa untuk meningkatkan keterampilan komunikasi siswa pada mata pelajaran bahasa inggris di Madrasah Tsanawiyah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu mampu mengantarkan pada pencapain tujuan peningkatan kemampuan komunikasi siswa. Survei terhadap nilai prestasi bahasa Inggris melalui buku nilai catatan guru kelas III SMP di Jawa Timur pada tahun pelajaran 20022003 dan 20032004 selama dua tahun yang dilakukan oleh Nurhadi dkk. 2004: 114 menunjukkan bahwa khusus keterampilan berbicara speaking nilai rata-ratanya 65 untuk tahun pertama dan 62 pada tahun kedua. Hasil analisis guru menyebutkan bahwa dari setiap evaluasi bulanan, nilai rata-rata keseluruhan yakni nilai evaluasi rata-rata bulanan setiap caturwulan 3 diperoleh 62,5. Hingga saat ini secara pasti belum diketahui penyebab masalah tersebut. Namun demikian, hasil pengamatan guru yang terekam dalam buku nilai mereka itu menunjukkan beberapa indikasi yang dapat dijadikan sebagai dasar asumsi penyebab masalah. Selanjutnya Nurhadi dkk. 2004: 115 mengungkapkan penyebab terjadinya masalah tersebut di antaranya; 1 Siswa merasa enggan mempraktikkan bahasa Inggris baik di ruang kelas, lingkungan sekolah, apalagi di luar lingkungan sekolah karena mereka belum memahami benar keberadaan bahasa Inggris sebagai bahasa ilmu pengetahuan, terutama kesadaran terhadap penguasaan keterampilan berbicara speaking sebagai alat komunikasi lisan internasional. 2 Guru terlalu mendominasi kelas, dalam arti persentase berbicara guru lebih besar daripada siswa dalam kegiatan dialog. 3 Penekanan proses pembelajaran lebih terfokus pada aspek gramatika sehingga siswa enggan mengungkapkan perasaannya karena takut disalahkan dan dilecehkan. 4 Proses pembelajaran lebih berorientasi pada hafalan teks-teks printed conversation yang tidak berhubungan dengan konteks lingkungan siswa. 5 Hubungan guru dengan siswa relatif bersifat formal dan kaku. 6 Pendekatan proses pembelajaran masih bersifat tradisional, yakni a fokus lebih mengarah pada isi buku teks yang telah ditentukan terikat, tidak dinamis, b setting pembelajaran bersifat kaku, tidak komunikatif, c peran guru lebih besar dan bersifat teacher-centered, sehingga membuat siswa relatif pasif, d tujuan pembelajaran lebih ditentukan oleh guru, tanpa mempertimbangkan minat dan aspirasi siswa. Muhson, 2014 Pengembangan model pembelajaran permainan bahasa untuk meningkatkan keterampilan komunikasi siswa pada mata pelajaran bahasa inggris di Madrasah Tsanawiyah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Contoh lain hasil penelitian model pembelajaran yaitu model integratif Majid, 2001. Dengan model ini siswa Sekolah Dasar diharapkan untuk dapat meningkatkan komunikasinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa skor evaluasi siswa meningkat secara signifikan. Ini menunjukkan bahwa pembelajaran integratif lebih baik daripada konvensional. Kasus ini sama dengan penelitian Sundayana 2009. Permasalahan yang timbul yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah bagaimana pengembangan kurikulum yang mengarah pada kemampuan komunikasi lisan serta pengembangan model pembelajarannya secara satu paket. Hasil penelitian tersebut menggambarkan bahwa menyimak dan berbicara begitu penting dalam kehidupan manusia. Menyimak diperlukan dalam berbagai kegiatan manusia antara lain dalam belajar, berdiskusi, bercakap-cakap, menonton televisi, dan bahkan sampai mendengarkan radio lebih sering digunakan dibandingkan dengan aktivitas keterampilan membaca dan menulis. Berbicara dan menyimak merupakan sarana yang utama untuk belajar. Oleh karena itu, pembelajaran berbicara dan menyimak seharusnya memperoleh perhatian yang lebih banyak pada tingkat Madrasah Tsanawiyah khususnya kelas VII sehingga pada gilirannya nanti akan meningkatkan motivasi berbahasa Inggris pesert didik. Bahasa Inggris merupakan mata pelajaran yang paling lama dipelajari di samping Bahasa Indonesia dan Pendidikan Kewarganegaraan PKn. Bahasa Inggris disisipkan dalam kurikulum inti pendidikan dasar menengah selama enam tahun SMP-SMA. Di samping itu dalam Surat Keputusan Menteri Pendidikan No. 060U1993 dan No. 1702104M1994 tentang pembelajaran bahasa Inggris di Sekolah Dasar, menganjurkan untuk memasukkan pembelajaran bahasa Inggris dalam kurikulum lokal pada Sekolah Dasar kelas 4 sampai 6. Menilik kebijakan tersebut, maka menjadi tidak rasional mengapa hasil pembelajaran bahasa Inggris di Indonesia masih lemah. Untuk berkomunikasi lisan saja, mayoritas siswa SLTA tidak mampu mempraktikannya. Hingga saat ini banyak orang hanya melihat hasil pembelajaran dan penguasaan bahasa Inggris lulusan madrasah masih sangat kurang, tetapi mereka tidak berupaya untuk menemukan apa penyebabnya, bagaimana proses Muhson, 2014 Pengembangan model pembelajaran permainan bahasa untuk meningkatkan keterampilan komunikasi siswa pada mata pelajaran bahasa inggris di Madrasah Tsanawiyah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu pembelajarannya, kesulitan apa yang dihadapi oleh para guru bahasa Inggris, dan seterusnya. Terkait dengan masalah ini, Latief 2002: 266 berpendapat,” the teaching of English in Indonesia has been considered ineffective. A radical revolutionary change in the educational paradigm has to be done from the behavioristic to constructivistic paradigm”. Pendidikan bahasa yang telah mengalami pergeseran paradigma sayangnya tidak diikuti oleh perubahan paradigma guru dalam pembelajaran. Menurut Latief, beberapa faktor yang harus diubah yaitu kurikulum, metode, materi ajar, fasilitas pembelajaran, dan sistem penilaian. Menurut hemat penulis, yang terpenting dari pergesean paadigmatik tersebut adalah perubahan paradigma mengajar guru dari behavioristik ke konstruktivistik. Terkait dengan keberhasilan pembelajaran, Huda 1999: 9 berpandangan; “Sejumlah faktor berpengaruh terhadap keberhasilan pembelajaran bahasa Inggris, antara lain kemampuan guru, banyaknya siswa dalam satu kelas, jumlah jam pelajaran, sarana belajar, lingkungan linguistik, dan manajemen nasional pembelajaran bahasa Inggris. Di antara faktor-faktor itu, faktor lingkungan linguistik acapkali kurang diperhitungkan dalam melakukan evaluasi umum keberhasilan pembelajaran ”. Bahasa Inggris di Madrasah Tsanawiyah merupakan muatan kurikulum wajib. Siswa Madrasah Tsanawiyah adalah siswa yang pertama kali secara formal mendapatkan pembelajaran bahasa Inggris. Walaupun mereka mendapatkan pembelajaran bahasa Inggris di jenjang pendidikan yang lebih rendah semisal Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar, tetapi Bahasa Inggris sebagai mata pelajaran muatan lokal dan tentu tidak wajib. Hasilnya belum mampu mengantarkan pembelajaran bahasa Inggris menjadi alat komunikasi lisan siswa dalam taraf tertentu. Mayoritas pembelajaran di SDMI lebih fokus kepada pembendaharaan kata, tetapi masalah yang banyak timbul adalah banyaknya guru yang bukan berlatar belakang pendidikan bahasa Inggris mengajarkan bahasa Inggris, sehingga pembelajarannya banyak dipandang salah, sehingga masuk Madrasah Tsanawiyah perlu ada perbaikan-perbaikan yang signifikan. Oleh Muhson, 2014 Pengembangan model pembelajaran permainan bahasa untuk meningkatkan keterampilan komunikasi siswa pada mata pelajaran bahasa inggris di Madrasah Tsanawiyah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu karena itu, Madrasah Tsanawiyah dipandang merupakan langkah kedua tetapi tahapan awal untuk memperbaiki input siswa dalam bahasa Inggris. Pembelajaran menyimak listening merupakan bagian dari pembelajaran bahasa Inggris di Madrasah Tsanawiyah. Pembelajaran menyimak dapat dipadukan dengan berbicara speaking dalam pembelajaran, karena menyimak merupakan dasar pengetahuan berbahasa yang bersifat fungsional dan lebih bermakna bagi manusia untuk mengungkapkan lambang-lambang kata yang merupakan suatu proses mengucapkan dan mendengarkan bunyi bahasa, mengidentifikasi, menilai, dan mereaksi atas makna yang terkandung di dalamnya. Adapun tujuan utama menyimak adalah untuk berkomunikasi, yaitu menyingkap, memahami atau menghayati pesan, ide, gagasan yang tersurat dalam bahan simakan. Untuk itulah, demi mewujudkan peristiwa komunikasi yang mendekati ideal, dalam kurikulum pembelajaran, khususnya pembelajaran Bahasa, memuat keterampilan berbicara dan menyimak di samping keterampilan lain, yaitu keterampilan membaca dan menulis. Dalam komunikasi antara guru dan siswa atau antarsiswa dalam proses pembelajaran, keterampilan berbicara dan menyimak merupakan unsur yang penting. Melalui berbicara, guru atau murid menyampaikan informasi melalui suara dan bunyi bahasa, sedangkan dalam menyimak, siswa akan mendapat informasi melalui ucapan atau suara yang diterimanya dari guru atau rekannya. Selama ini pembelajaran keterampilan berbicara dan menyimak belum mendapatkan hasil yang maksimal seperti yang diharapkan. Para siswa belum sepenuhnya mempunyai kemampuan komunikatif. Mereka masih takut, malu, dan ragu ketika harus berbicara di depan kelas apalagi di depan umum guna menyampaikan gagasan-gagasannya. Di madrasah, pembelajaran berbicara dan menyimak masih sering terabaikan atau belum mendapat perhatian yang wajar dari guru. Perhatian guru masih terfokus pada penumbuhan kemampuan membaca dan menulis para siswa. Kurangnya perhatian terhadap pembelajaran menyimak dikemukakan oleh Utari Muhson, 2014 Pengembangan model pembelajaran permainan bahasa untuk meningkatkan keterampilan komunikasi siswa pada mata pelajaran bahasa inggris di Madrasah Tsanawiyah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu dan Nababan 1993: 54 bahwa sampai saat ini guru masih beranggapan bahwa berbicara dan menyimak merupakan kemampuan berbahasa yang mudah dan alami dalam pemerolehannya, serta masih kurang materi berupa buku teks dan sarana lainnya, seperti rekaman yang diperdengarkan untuk menunjang tugas guru dalam melaksanakan pembelajaran menyimak. Pembelajaran berbicara dan menyimak merupakan keterampilan penting, karena; 1 dalam kaitannya dengan pemerolehan bahasa, kemampuan berbicara dan menyimak dapat menjadi dasar bagi kemampuan berbahasa lainnya, ketidakmampuan menyimak dapat mengakibatkan kemunduran dalam keterampilan berbicara, kemunduran dalam keterampilan berbicara berarti kemunduran dalam berbahasa lisan dan anak yang mengalami kemunduran dalam berbahasa lisan dapat berakibat sulit dalam memperoleh kemampuan berbahasa tulis, 2 dari segi fungsi penggunaan bahasa dalam kehidupan praktis, keterampilan berbicara dan menyimak sangatlah fungsional Tarigan, 1986: 24. Pentingnya pembelajaran dua keterampilan tersebut belum didukung oleh mekanisme penilaian yang tepat. Paradigma para guru terhadap penilaian masih perlu diluruskan. Sebagian besar dari mereka masih berorientasi pada penilaian hasil dan masih sangat kurang menekankan penilaian proses. Pelaksanaan evaluasi hasil belajarnya menggunakan penilaian dan pengukuran “paper and pen”. Guru jarang menggunakan performance sebagai wujud dari penilaian proses. Salah satu kesulitan guru dalam mengembangkan evaluasi itu adalah kurang berkembangnya model evaluasi yang dikhususkan untuk menguji melalui performance tadi, sehingga guru mengambil test paper and pen sebagai model uji tunggal. Dengan dikembangkannya model evaluasi yang beragam diharapkan guru bahasa Inggris di Indonesia dapat bervariasi dalam mengevaluasi hasil belajar siswa. Hal ini dilakukan untuk mengejar target evaluasi sebagai konsekuensi performance sebagai evaluasi terbaik dalam bahasa lisan. Hasil riset tentang kemampuan komunikatif siswa sekolah menengah secara nasional tidak dapat ditunjukkan secara cermat. Hal ini akibat evaluasi akhir nasional hanya mengukur kemampuan menjawab tes tertulis tanpa mengukur hasil Muhson, 2014 Pengembangan model pembelajaran permainan bahasa untuk meningkatkan keterampilan komunikasi siswa pada mata pelajaran bahasa inggris di Madrasah Tsanawiyah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu keterampilan komunikasi lisan siswa listening-speaking. Hasil riset tentang kemampuan komunikasi siswa sekolah menengah masih sangat terbatas. Walaupun terbatas, hal itu dapat dijadikan acuan temuan bahwa keterampilan komunikasi lisan harus digarap dengan serius. Suganda dan rekan 2012 misalnya menemukan kemampuan berbicara siswa SMP di Cimahi masih rendah dari tahun ke tahun. Indikatornya adalah ketika mengekspresikan bahasa Inggris secara lisan siswa sering berhenti di tengah pembicaraan, durasi bicara rata-rata dibawah 5 menit, menggunakan kosa kata sangat terbatas, kurang keberanian untuk memulai bicara dalam bahasa Inggris baik kepada guru maupun ke teman sekelas. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan teridentifikasi berbagai persoalan yang menyebabkan mayoritas siswa MTs belum mampu berbahasa Inggris dengan baik, khususnya kelas VII yang menjadi subjek penelitian. Peneliti mengidentifkasi beberapa faktor yang menyebabkan kegagalan tersebut dari aspek input atau siswa adalah perasaan takut melakukan kesalahan, motivasi yang rendah, kemampuan komunikasi yang rendah dan penguasaan kosa kata yang kurang. Adapun pada aspek lingkungan ditemukan indikasi bahwa lingkungan berbahasa kurang mendukung terbentuknya kompetensi komunikatif, sementara dari aspek instrumental guru mengajar dengan metode atau teknik yang monoton. Kegelisahan akademik tentang rendahnya kemampuan komunikasi siswa sekolah menengah mendorong peneliti untuk mengembangkan model pembelajaran yang lebih menekankan praktik komunikasi lisan sebagai target utama dalam belajar-mengajar di kelas. Model pembelajaran yang dikembangkan lebih menekankan kepentingan pembelajaran bahasa Inggris di sekolah lanjutan SMPMTs yakni kemampuan komunikasi lisan serta menyesuaikan dengan taraf perkembangan siswa. Penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “Pengembangan Model Pembelajaran Permainan Bahasa untuk Meningkatkan Keterampilan Komunikasi siswa pada Mata Pelajaran Bahasa Inggris di Madrasah Tsanawiyah”. Permainan bahasa penting agar tercipta pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan dengan menekankan pada orientasi utama Muhson, 2014 Pengembangan model pembelajaran permainan bahasa untuk meningkatkan keterampilan komunikasi siswa pada mata pelajaran bahasa inggris di Madrasah Tsanawiyah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu pembelajaran bahasa Inggris di Sekolah Menengah PertamaMadrasah Tsanawiyah SMPMTs yakni keterampilan komunikasi lisan.

B. Identifikasi Masalah