commit to user
50
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Bab ini menjelaskan tentang deskripsi data, pengujian hipotesis dan pembahasan hasil pengujian yang dilakukan selama penelitian. Model analisis yang
digunakan dalam penelitian ini adalah statistik deskriptif, uji asumsi klasik, dan pengujian hipotesis.
A. Deskriptif Data
Analisis deskriptif data terdiri dari seleksi sampel dan statistik deskriptif.
1. Seleksi Sampel
Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa laporan tahunan tahun 2007 hingga 2009. Data ini diperoleh dari situs
www.bumn.go.id ,
www.idx.co.id , dan dari
situs masing-masing perusahaan sampel. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Badan Usaha Milik Negara BUMN
dari tahun 2007 hingga 2009, dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 4.1 Jumlah Populasi dan Sampel Penelitian
Tahun Populasi
Sampel Digunakan
2007 115
18 2008
115 19
2009 114
19 Total
344 56
50
commit to user
51
Populasi dalam penelitian ini adalah BUMN selama tahun 2007-2009 yang berjumlah 344 perusahaan. Pada Tabel 4.1 dijelaskan bahwa pada tahun 2007
terdapat 18 BUMN, pada tahun 2008 terdapat 19 BUMN dan 19 BUMN pada tahun 2009. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling.
Perusahaan yang menjadi sampel adalah perusahaan yang memenuhi beberapa kriteria tertentu yang sudah dijelaskan di Bab III hal. 40. Berdasarkan teknik
pengambilan sampel tersebut, jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 56 perusahaan.
2. Statistik Deskriptif
Pada Tabel 4.2 di bawah ini dijelaskan statistik deskriptif dari variabel dependen penelitian. Informasi mengenai statistik deskriptif tersebut meliputi: nilai
minimum, maksimum, rerata mean, dan standar deviasi yang dihitung dengan menggunakan alat bantu statistik SPSS release 16. Hasil dari perhitungan tersebut
ditampilkan pada Tabel 4.2 berikut:
Tabel 4.2 Statistik Deskriptif Social and Environmental Disclosure
N Min Max Mean Std. Deviation
SEDS 56 9,700 93,500
42,109 15,941
Statistik deskriptif pada Tabel 4.2 menunjukkan bahwa rerata tingkat pengungkapan sosial dan lingkungan pada 56 perusahaan sebesar 42,109 atau rata-
rata baru dapat memenuhi 13 aspek sosial dan lingkungan. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat pengungkapan sosial dan lingkungan pada laporan tahunan perusahaan
commit to user
52
BUMN masih belum memenuhi separuh dari skor total pengungkapan sosial dan lingkungan pada penelitian ini dan memenuhi 31 aspek pengungkapan sosial dan
lingkungan. Dari 56 perusahaan sampel, 19 perusahaan yang skor pengungkapan diatas rerata dan 37 perusahaan lainnya di bawah rerata.
Struktur governance yang direpresentasikan oleh RUPS Rapat Umum Pemegang Saham, dewan komisaris, dan dewan direksi yang mempunyai tujuan
hanya untuk memaksimumkan laba, menyebabkan kegiatan sosial dan lingkungan beserta pengungkapannya menjadi sulit berkembang
, Utama, 2007. Kurangnya
pengungkapan sosial dan lingkungan oleh BUMN dapat dimaklumi dengan masih terjadinya kasus korupsi di dalam BUMN, seperti yang diberitakan bahwa PT Pupuk
Sriwidjaja terindikasi melakukan tindak pidana korupsi dengan melakukan mark up pengadaaan barang
www.situshukum.com , 2010. Hal tersebut membuktikan bahwa
perusahaan tidak mengungkapkan aspek korupsi dalam indikator masyarakat GRI, 2006. Kasus lain yang terjadi pada BUMN adalah kasus perampasan tanah garapan
petani yang dilakukan PT Perkebunan Nasional VIII www.pedulirakyat-online.com
, 2010. Berdasarkan kasus yang terjadi, BUMN dipersepsikan oleh publik sebagai
perusahaan yang tidak menghormati hak penduduk asli dan penuh dengan korupsi dan kolusi Cahyaningrum, 2009. Belum lama ini BUMN memberitakan bahwa
terjadi pergantian dewan komisaris dan dewan pengawas di 12 BUMN pada tahun 2011
www.bumn.go.id , 2010. Pergantian dewan komisaris BUMN tersebut menjadi
bukti sebagai salah satu usaha pemerintah untuk memperbaiki lemahnya penerapan prinsip corporate governance. Rerata tingkat pengungkapan sosial dan lingkungan
commit to user
53
sebesar 42,109 menunjukkan prinsip corporate governance oleh BUMN belum diterapkan dengan baik.
Nilai minimum pengungkapan sosial dan lingkungan pada penelitian ini adalah 9,700 yaitu PT Perusahaan Pengelola Aset 2007 yang hanya mengungkapkan tiga
3 aspek sosial dan lingkungan saja, yaitu aspek biodiversity, overall, dan komunitas. Nilai maksimum pengungkapan sosial dan lingkungan pada penelitian ini
adalah sebesar 93,500 yaitu oleh PT Telkom Indonesia Tbk 2009. Hal ini dikarenakan PT Telkom Indonesia Tbk mengikuti Sustainabilty Reporting Guidelines
dari GRI dengan baik dalam mengungkapkan praktik sosial dan lingkungan. Skor pengungkapan sosial dan lingkungan dalam penelitian ini diperoleh
dengan membagi skor total pengungkapan yang dilakukan perusahaan dengan jumlah total pengungkapan. Berdasarkan Sustainability Reporting Guidelines dari GRI,
terdapat 31 aspek sosial dan lingkungan yang dapat diungkapkan.
Gambar 4.1 Grafik Pengungkapan Lingkungan
commit to user
54
Gambar 4.1 menunjukkan grafik mengenai pengungkapan aspek lingkungan yang dilakukan oleh BUMN selama tahun 2007, 2008, dan 2009. Dari gambar
tersebut dapat diketahui bahwa aspek biodiversity keanekaragaman hayati merupakan aspek yang paling banyak diungkapkan oleh BUMN selama tiga tahun
berturut-turut. Rerata tingkat pengungkapan aspek biodiversity berada pada tingkat 87,329 setiap tahunnya. Salah satu contoh BUMN yang memperhatikan isu
perlindungan lingkungan hidup adalah PT Telkom Tbk 2007. PT Telkom Tbk 2007 dalam laporan tahunannya menyatakan,
“TELKOM menjadi perusahaan yang dipercaya untuk mendukung bidang TI dalam acara konferensi United Nations Framework
Convention on Climate Change UNFCCC di Bali pada tanggal 3-14 Desember 2007. TELKOM adalah perusahaan telekomunikasi yang
dipilih PBB setelah mengalahkan dua perusahaan telekomunikasi lainnya, yaitu Indosat dan XL. UNFCCC adalah salah satu badan milik
PBB di bidang penanganan perubahan iklim dan masalah lingkungan lainnya, terutama menyangkut pergantian iklim yang menyebabkan
pemanasan bumi yang menjadi masalah internasional. Dengan keikutsertaan TELKOM sebagai perusahaan yang mendukung acara
konferensi tersebut, TELKOM telah menunjukkan kepeduliannya terhadap isu-isu pemanasan global” Laporan Tahunan PT Telkom Tbk,
2007: 21.
Pada tahun 2009 pemerintah mengeluarkan UU yang mengatur tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, yaitu UU RI No. 32 Tahun 2009.
Hal tersebut
membuktikan bahwa
dengan adanya
UU tersebut
dan diselenggarakannya konferensi Global Warming and Climate Change membuktikan
bahwa Indonesia adalah negara yang memperhatikan isu lingkungan hidup Suhardjanto dan Permatasari, 2010. Tingkat pengungkapan yang paling rendah
adalah aspek transportasi dengan rerata tingkat pengungkapan sekitar 5,361 setiap
commit to user
55
tahunnya. Selama tiga tahun berturut-turut, tingkat pengungkapan aspek transportasi selalu menjadi yang terendah. Hal ini terjadi dimungkinkan karena aspek transportasi
belum menjadi topik atau isu menarik bagi perusahaan Suhardjanto dan Permatasari, 2010 Regulasi di Indonesia belum ada yang mengatur aspek transportasi.
Perundangan yang terbaru tentang perlindungan lingkungan hidup, yaitu UU RI No. 32 Tahun 2009 tidak menyebutkan peraturan yang mengatur aspek transportasi.
Gambar 4.2 Grafik Pengungkapan Tanggung Jawab Produk
Gambar 4.2 menunjukkan bahwa aspek pemasangan label bagi produk dan jasa merupakan aspek yang paling banyak diungkapkan oleh perusahaan selama tiga tahun
berturut-turut. Rerata tingkat pengungkapan aspek pemasangan label bagi produk dan jasa berkisar pada tingkat 87,524 setiap tahunnya. Hal tersebut membuktikan
bahwa UU RI No.8 Tahun 1999 pasal 7 b telah dipatuhi, yaitu pasal yang mengatur tentang kewajiban pelaku usaha, dimana pelaku usaha wajib memberikan informasi
yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang atau jasa serta
commit to user
56
memberi penjelasan tentang penggunaan dan pemeliharaan. Tingkat pengungkapan yang paling rendah adalah aspek privasi pelanggan atau konsumen dengan rerata
tingkat pengungkapan sekitar 10,624 setiap tahunnya. Selama tiga tahun berturut- turut, tingkat pengungkapan aspek privasi pelanggan atau konsumen selalu menjadi
yang terendah. Hal ini terjadi dimungkinkan karena di dalam UU RI No.8 Tahun 1999 tidak terdapat peraturan yang mengatur tentang aspek privasi pelanggan.
Gambar 4.3 Grafik Pengungkapan Tenaga Kerja dan Pekerjaan yang Layak
Gambar 4.3 menunjukkan aspek yang paling banyak diungkapkan oleh BUMN selama tiga tahun berturut-turut adalah aspek pelatihan dan pendidikan. Rerata tingkat
pengungkapan aspek pelatihan dan pendidikan berkisar pada tingkat 98,148 setiap tahunnya. Hal tersebut membuktikan bahwa UU RI No. 13 Tahun 2003 telah dipatuhi
oleh BUMN, terutama pada Bab V yang mengatur tentang pelatihan kerja. Pasal 9 dalam peraturan tersebut menyebutkan bahwa tujuan pelatihan kerja adalah untuk
commit to user
57
untuk membekali, meningkatkan, dan mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan, produktivitas, dan kesejahteraan.
Gambar 4.4 Grafik Pengungkapan Hak Azasi Manusia
Gambar 4.4 menunjukkan grafik mengenai pengungkapan aspek hak asasi manusia yang dilakukan oleh BUMN selama tahun 2007, 2008, dan 2009. Aspek
yang paling banyak diungkapkan oleh BUMN selama tiga tahun berturut-turut adalah aspek kebebasan berserikat dan perjanjian bersama. Rerata tingkat pengungkapan
aspek kebebasan berserikat dan perjanjian bersama berkisar pada tingkat 55,263 setiap tahunnya. Hal tersebut terjadi karena terdapat beberapa peraturan dan
perundang-undangan di Indonesia yang mengatur tentang aspek kebebasan berserikat, antara lain UU RI No. 39 Tahun 1999. Dalam pasal 39 berbunyi,
“Setiap orang berhak untuk mendirikan serikat pekerja dan tidak boleh dihambat
untuk menjadi
anggotanya demi
melindungi dan
memperjuangkan kepentingannya serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
commit to user
58
Gambar 4.5 Grafik Pengungkapan Masyarakat
Gambar 4.5 menunjukkan aspek yang paling banyak diungkapkan oleh BUMN selama tiga tahun berturut-turut adalah aspek komunitas. Rerata tingkat
pengungkapan aspek komunitas berkisar pada tingkat 98,246 setiap tahunnya. Hal tersebut membuktikan bahwa tingginya kepatuhan BUMN atas Peraturan Menteri
Negara BUMN No. Kep-5MBU2007, dalam peraturan tersebut berisi tata cara pelaksanaan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan dan jumlah laba BUMN yang
harus disisihkan. Tingginya angka pengungkapan tesebut menunjukkan bahwa BUMN konsisten dengan tujuannya untuk memberikan bimbingan dan bantuan
terhadap masyarakat, hal tersebut sesuai dengan peraturan tentang tujuan BUMN dalam UU RI No. 19 Tahun 2003.
commit to user
59
Tabel 4.3 Statistik Deskriptif Variabel Independen
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
PROKI 56
0,000 71,400 29,080
22,844 RPTDK kalitahun 56
3,000 51,000 17,020
9,044 PROKAI
56 0,333
1,000 82,361 17,813
PROFIT 56
4,000 58,600 21,016
13,227 Valid N listwise
56 Rerata proporsi dewan komisaris independen adalah 29,080. Proporsi ini
sudah baik karena berdasarkan Surat Keputusan Menteri BUMN No. KEP-117M- MBU2002 yang menyatakan bahwa proporsi dewan komisaris independen adalah
20 dari total anggota dewan komisaris. Komisaris independen mempunyai peranan penting dalam pengungkapan informasi sosial dan lingkungan pada laporan tahunan.
Ada 19 perusahaan yang mempunyai proporsi dewan komisaris independen kurang dari 20, sebagai contohnya adalah PT Bank Tabungan Negara 2007, dalam
laporan tahunannya, PT BTN mengungkapkan, “Ketiga orang komisaris bank belum ada yang secara eksplisit diangkat
sebagai komisaris independen, meskipun masing-masing individu sudah memenuhi persyaratan sebagai komisaris independen dan pelaksanaan
tugas para komisaris sudah dilakukan secara independen.” Laporan Tahunan PT BTN, 2007:51
Proporsi dewan komisaris independen kurang dari 20 yang berjumlah 19 sampel mengindikasikan bahwa masih terdapat perusahaan yang belum menerapkan
corporate governance dengan baik karena tidak mematuhi keputusan yang
commit to user
60
dikeluarkan oleh Kementerian BUMN yang terkait dengan proporsi dewan komisaris independen.
Rerata proporsi komisaris independen sebesar 29,080 dapat diartikan bahwa perusahaan menerapkan corporate governance dengan baik karena semakin besarnya
proporsi dewan komisaris independen dapat mendorong diterapkannya prinsip tata kelola perusahaan corporate governance di dalam perusahaan melalui tugas
pengawasan dan pemberian nasihat kepada direksi secara efektif serta lebih memberikan nilai tambah bagi perusahaan KNKG, 2006.
Agar proses pengawasan yang dilakukan oleh dewan komisaris berjalan efektif, berdasarkan Surat Keputusan Menteri BUMN No. Kep-117M-MBU2002, rapat
komisaris harus diadakan secara berkala, yaitu sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan. Berdasarkan Tabel 4.3 menunjukkan bahwa rerata jumlah rapat dewan
komisaris sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yaitu sebanyak 17 kali 17,020 dalam setahun, namun terdapat pula 15 perusahaan yang mengungkapkan
bahwa jumlah rapat dewan komisaris perusahaan masih dibawah ketentuan yang ada, perusahaan tersebut antara lain adalah PT Jamsotek 2009, PT Wijaya Karya Tbk
2008, PT Asuransi Jasa Indonesia 2007, dan PT Garuda Indonesia 2009, dimana nilai minimum diperoleh PT Jamsotek 2009 yang hanya mengadakan pertemuan
dewan komisaris sebanyak tiga kali dalam setahun. Hal ini menunjukkan bahwa masih kurangnya kesadaran BUMN di Indonesia terhadap ketentuan yang berlaku.
Menurut McMullen 1996, keberadaan anggota komite audit yang independen dapat meningkatkan transparasi komite audit dalam menjalankan tugasnya. Jumlah
commit to user
61
rerata proporsi komite audit independen perusahaan BUMN adalah 82,361. Tingginya rerata proporsi komite audit independen mengindikasikan bahwa kualitas
kontrol oleh komite audit terhadap aktivitas perusahaan semakin baik Forker, 1992. Rerata profitabilitas sampel pada penelitian ini sebesar 21,016. Hal ini
menunjukkan bahwa tingkat kemampuan dari modal perusahaan untuk menghasilkan laba bagi pemegang saham sebesar 21,016. Profitabilitas tertinggi sebesar 58,600
diperoleh PT Antam Tbk 2007, sedangkan untuk profitabilitas terendah didapat oleh PT Perusahaan Pengelola Aset 2009 sebesar 4,000.
Jaswadi dan Purnomo 2006 mengungkapkan bahwa tingkat profitabilitas perusahaan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kelengkapan
pengungkapan baik yang wajib maupun sukarela. Berdasarkan hal tersebut, semakin tinggi tingkat profitabilitasnya, semakin lengkap perusahaan mengungkapkan
informasi. Di dalam penelitian ini, tingkat pengungkapan sosial dan lingkungan perusahaan dengan tingkat profitabilitas tertinggi, yaitu PT Antam Tbk 2007 lebih
banyak mengungkapkan informasi daripada perusahaan dengan profitabilitas terendah, yaitu PT Perusahaan Pengelola Aset 2009.
Dalam penelitian ini, terdapat satu variabel independen yang merupakan variabel dummy, yaitu pengalaman komisaris utama sehingga tidak ikut
diperhitungkan dalam statistik deskriptif. Perbandingan jumlah pengalaman komisaris utama sebagai berikut:
commit to user
62
Tabel 4.4 Statistik Deskriptif Pengalaman Komisaris Utama
Tahun Sosial, Budaya,
dan Lingkungan Non-Sosial, Budaya,
dan Lingkungan
2007 4
14 2008
5 14
2009 4
15 Total
13 43
Pada Tabel 4.4 di atas dapat dilihat mengenai statistik pengalaman komisaris utama. Pada tahun 2007 terdapat empat 4 komisaris utama yang memiliki
pengalaman sosial, budaya, dan lingkungan dan 14 komisaris utama lainnya tidak memiliki pengalaman sosial, budaya, dan lingkungan. Pada tahun 2008 terdapat 5
lima komisaris utama yang memiliki pengalaman sosial, budaya, dan lingkungan dan 14 komisaris utama lainnya tidak memiliki pengalaman sosial, budaya, dan
lingkungan. Pada tahun 2009 terdapat 4 komisaris utama yang memiliki pengalaman sosial, budaya, dan lingkungan dan 15 komisaris utama lainnya tidak memiliki
pengalaman sosial, budaya, dan lingkungan. O’Neal dan Thomas 1996 menyatakan bahwa strategi dalam memilih anggota
dewan komisaris seharusnya mempertimbangkan kompetensi, termasuk pengalaman komisaris karena komisaris tersebut berpotensi untuk meningkatkan kinerja dewan
komisaris. Pengalaman komisaris utama turut menentukan keputusan perusahaan untuk mengungkapkan informasi sosial dan lingkungan. Tidak ada keharusan bagi
komisaris utama untuk memiliki pengalaman sosial, budaya, dan lingkungan, tetapi lebih baik jika komisaris utama memiliki pengalaman sosial, budaya, dan lingkungan,
commit to user
63
karena komisaris utama memiliki kemampuan untuk meningkatkan pengungkapan sosial dan lingkungan.
Berdasarkan hasil statistik deskriptif dan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa rerata pengungkapan sosial dan lingkungan sebesar 42,109; rerata proporsi
komisaris independen sebesar 29,080; rerata jumlah rapat dewan komisaris sebanyak 17 kali per tahun; rerata proporsi komite audit independen sebesar 82,361;
dan rerata profitabilitas sebesar 21,016.
B. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan