Tinjauan Pustaka LANDASAN TEORI

commit to user 6

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Perkembangan Sosial Anak Sekolah Dasar Secara kodrati manusia tidak mungkin hidup sendiri. Pentingnya kehidupan bersama dalam kelompok untuk memenuhi kebutuhannya, yakni kebutuhan untuk melangsungkan kehidupan, kebutuhan untuk mempertahankan diri dari ancaman terhadap kehidupannya, dan kebutuhan untuk membina keturunannya sebagai penerus kehidupannya. Hal tersebut menunjukkan bahwa kehidupan bersama atau berkelompok menjadi kebutuhan penting bagi setiap individu. Onong Uchjana Effendi 1988: 36--37 menjelaskan bahwa secara umum ada dua jenis kebutuhan yang menyebabkan seseorang memasuki suatu kelompok. Pertama adalah kebutuhan pokok sebagaimana diinginkannya ketika memasuki kelompok; dan kedua adalah kebutuhan sampingan, yaitu kebutuhan untuk selalu bersama-sama dengan kelompoknya. Hal tersebut menunjukkan bahwa setiap individu perlu memasuki suatu kelompok untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya serta kelangsungan hidupnya. Setiap individu dalam kehidupanya sehari-hari memerlukan pergaulan dengan orang lain, bukan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan, melainkan untuk kelangsungan hidup bersama. Oleh karena itu, setiap individu dituntut untuk mampu menyesuaikn diri dengan lingkungan yang ada. Usaha penyesuaian diri pada masing-masing individu tidak semuanya selalu berhasil, karena setiap individu memiliki kemampuan menyesuaikan diri yang berbeda. Keberhasilan penyesuaian diri dapat menimbulkan rasa puas dan bahagia, sehingga menambah rasa percaya diri dan mendorong untuk memperoleh keberhasilan berikutnya. Sebaliknya, kegagalan dalam penyesuaian diri 6 commit to user 7 membuat seseorang kehilangan kepercayaan pada diri sendiri, sehingga membuat seseorang semakin jauh dari kehidupan bermasyarakat. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam penyesuaian diri adalah kepribadian dan kemampuan dalam penyesuaian diri. Kesuksesan dan kegagalan dalam penyesuaian diri sangat dipengaruhi oleh faktor tersebut. Vembriarto 1987: 51 menjelaskan bahwa kesuksesan maupun kegagalan dalam penyesuaian diri dipengaruhi oleh dua faktor yaitu kemampuan menjalin hubungan dengan orang lain terutama keluarga dan dari faktor kepribadian yang bersangkutan. Keluarga merupakan lingkungan pertama sebagai pusat pendidikan. Dalam lingkungan keluarga anak pertama kali mengenal lingkungan pegaulan dan mengawali proses interaksi di dalam keluarga. Keluarga memiliki peran menanamkan komunikasi dan interaksi antar individu serta membekali anak untuk dapat bergaul di lingkungan yang lebih luas yaitu di lingkungan sekolah dan masyarakat. Keluarga sebagai masyarakat kecil memiliki tata peraturan yang menuntut perlunya peraturan yang perlu diikuti ataupun dipatuhi. Lingkungan kedua setelah keluarga adalah sekolah. Sekolah sebagai salah satu bagian dari tri pusat pendidikan mempunyai peranan yang sangat besar yang ikut menyiapkan generasi muda yang sangat tangguh dan mampu membangun dirinya sendiri dan membangun bangsa dan negara. Di sekolah anak tidak hanya memperoleh bermacam-macam ilmu pengetahuan, tetapi juga memperoleh pengalaman, kebiasaan dan keterampilan. Di sekolah anak dapat mengembangkan keseluruhan kecakapan dan kepribadiannya, karena sekolah merupakan salah satu institusi yang mempengaruhi proses sosialisasi anak dari hasil interaksi komunikasi sosial di sekolahnya. Zakiah Daradjat 1987: 96 menjelaskan bahwa sekolah merupakan lembaga sosial atau masyarakat bagi remaja, tempat mereka menghabiskan sebagian waktunya untuk berkumpul dan bergaul dalam umur yang relatif sama serta menyatakan diri dan mendapat tempat di tengah teman-temannya. Melalui sekolah pula commit to user 8 anak dibekali berbagai pengalaman sosial, belajar,adat, norma sosial, dan nilai moral, sehingga anak mampu mengembangkan pengetahuan dan sosialnya. Perkembangan sosial dimaksudkan sebagai usaha pencapaian kematangan dalam hubungan sosial antara individu satu dengan yang lain, dan dapat juga dikatakan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok, tradisi dan moral atau agama. Perkembangan sosial pada anak-anak sekolah dasar ditandai adanya perluasan hubungan sosial, di samping dengan keluarga juga mulai membentuk ikatan baru dengan teman sebaya atau teman sekelas, sehingga ruang gerak hubungan sosialnya lebih bertambah luas. Pada usia anak sekolah anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri-sendiri atau egosentris kepada sikap yang kooperatif yaitu bekerja sama atau mau memperhatikan kepentingan orang lain. Anak dapat berminat terhadap kegiatan-kegiatan teman sebayanya, dan bertambah kuat keinginannya untuk diterima menjadi anggota kelompok, anak akan merasa tidak senang apabila tidak diterima dalam kelompoknya. Berkat perkembangan sosial, anak dapat menyesuaikan dirinya dengan kelompok teman sebaya maupun dengan lingkungan masyarakat sekitarnya. Proses belajar di sekolah, kematangan perkembangan sosial dapat diperoleh melalui pemberian tugas-tugas kelompok, baik yang membutuhkan tenaga fisik, maupun tugas yang membutuhkan pikiran serta tugas yang membutuhkan kerjasama. Tugas-tugas kelompok memberikan kesempatan kepada setiap peserta didik untuk menunjukkan prestasinya, tetapi juga diarahkan untuk mencapai tujuan bersama. dilaksanakannya tugas kelompok, peserta didik dapat belajar tentang sikap dan kebiasaan dalam bekerja sama, saling menghormati, bertenggang rasa dan bertanggungjawab. a. Perkembangan Sosial Anak SD Kelas Rendah 1 Bentuk Sosialisasi Anak SD Kelas Rendah T. Sutjihati Somantri 2006:43--45 menjelaskan bahwa bentuk tingkah laku sosial yang dijumpai pada masa anak-anak dilandasi oleh pola tingkah laku yang terbentuk pada masa bayi, tetapi beberapa diantaranya commit to user 9 merupakan bentuk tingkah laku yang baru. Beberapa diantaranya merupakan bentuk tingkah laku yang tidak sosial bahkan anti sosial. Sekalipun demikian bentuk-bentuk tingkah laku tersebut merupakan hal yang penting bagi proses sosialisasi. Bentuk-bentuk tingkah laku sosial yang sering dijumpai pada masa anak-anak adalah: a Negativisme b Agresi c Kerja sama d Tingkah laku menguasai e Kemurahan hati f Ketergantungan g Persahabatan h Simpati Negativisme adalah merupakan gabungan antara keyakinan diri, perlindungan diri, dan penolakan terhadap yang berlebihan. Negativisme merupakan akibat suatu situasi sosial, misalnya disiplin yang terlalu keras atau sikap orang dewasa yang tidak toleran. Agresi merupakan tindakan nyata yang mengancam sebagai ungkapan rasa benci. Semua anak kecil dalam batas-batas tertentu bersifat agresif.Anak akan menunjukkan kecenderungan untuk mengulangi tindakan agresinya bila tindakan tersebut memberikan hasil yang menyenangkan bagi dirinya, terutama dalan menghadapi frustasi atau kecemasan yang dirasannya. Beberapa penyebab munculnya agresi pada anak-anak antara lain frustasi, keinginan untuk menarik perhatian, kebutuhan akan perlindungan karena rasa tidak aman, dan identifikasi dengan orang tua yang agresif. Kerja sama adalah kemampuan anak untuk bekerja bersama temen- temennya. Usia anak-anak anak mulai dapat bekerja sama, makin banyak anak bergaul dengan anak lain, maka makin cepat dia dapat bekerja sama. commit to user 10 Tingkah laku menguasai diartikan sebagai tindakan untuk mencapai atau mempertahankan penguasaan suatu situasi sosial, bila diarahkan dengan tepat akan berkembang menjadi kepemimpinan. Kemurahan hati yaitu kecenderungan anak untuk mengesampingkan diri sendiri demi kepentingan kelompok. Ketergantungan diartikan sebagai keinginan untuk mendapat bantuan dari orang lain untuk melakukan hal-hal yang tidak dapat dilakukannya sendiri atau dianggapnya tidak dapat dilakukannya sendiri. Pada mulanya menunjukkan ketergantungan pada orang tua, kemudian ketergantungan beralih pada kakak-adiknya sebagai pengganti orang tua, dan ketergantungan kepada kelompok seusianya. Persahabatan adalah Anak-anak menunjukkan persahabatan baik dengan orang dewasa maupun dengan anak-anak lain. Kontak sosial merupakan kebutuhan, bila tidak terpenuhi akan menyebabkan perasaan kurang enak pada diri anak. Simpati diartikan sebagai kemungkinan untuk terpengaruh oleh keadaan emosi orang lain, dan hal ini dimungkinkan dengan adanya kemampuan seseorang untuk membayangkan dirinya pada posisi orang lain. Seorang anak menunjukkan simpati kepada orang lain dengan cara menolong, melindungi, atau mempertahankan orang dari hal- hal yang mengganggu. Berdasarkan pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa bentuk tingkah laku sosial yang dijumpai pada masa anak-anak dilandasi oleh pola tingkah aku pada masa bayi, dan beberapa bentuk tingkah laku baru. Bentuk tingkah laku yang tidak sosial, bahkan anti sosial dapat membuat anak menarik diri dari lingkungan sosial dan pada akhirnya anak tidak diterima dalam kelompok sebaya. Syamsu Yusuf LN 2004: 24--25 menjelaskan bahwa masa usia sekolah dasar sering disebut sebagai masa intelektual atau masa keserasian bersekolah. Kematangan anak bukan semata-mata ditentukan oleh usia, oleh karena itu sulit untuk menentukan usia yang tepat anak matang untuk masuk sekolah dasar. Namun pada umur 6 atau 7 tahun, pada umumnya anak telah commit to user 11 matang untuk memasuki sekolah dasar. Masa keserasian bersekolah secara relatif anak-anak lebih mudah dididik dari pada masa sebelum dan sesudahnya. Masa tersebut dirinci lagi menjadi dua fase, yaitu: masa kelas rendah dan masa kelas tinggi. Masa kelas rendah yaitu kelas 1 sampai dengan kelas 3 sekolah dasar. Masa kelas rendah sekolah dasar berkisar umur 6 atau 7 tahun sampai umur 9 atau 10 tahun. Beberapa sifat anak-anak pada masa kelas rendah antara lain seperti berikut. a Adanya hubungan positif yang tinggi antara keadaan jasmani dengan prestasi, apabila jasmaninya sehat banyak prestasi yang diperoleh. b Sikap tunduk kepada peraturan-peraturan permainan yang tradisional. c Adanya kecenderungan memuji diri sendiri atau menyebut nama sendiri. d Suka membanding-bandingkan dirinya dengan anak yang lain. e Apabila tidak dapat menyelesikan suatu soal, maka soal itu dianggap tidak penting. f Masa kalas rendah pada usia 6-8 tahun anak menghendaki nilai atau angka rapor yang baik, tanpa mengingat apakah pestasinya memang pantas diberi nilai baik atau tidak. Berdasarkan pendapat diatas, dapat dikatakan bahwa kematangan anak tidak dapat ditentukan oleh usia, namun pada umur 6 atau 7 tahun anak telah matang untuk memasuki sekolah dasar dan mudah untuk dididik. Sumadi Suryabrata 1982:27—28 menjelaskan bahwa masa kelas rendah sekolah dasar adalah umur 6;0 atau 7;0 sampai umur 9;0 atau 10;0. beberapa sifat khas anak-anak pada masa ini antara lain adalah: a Adanya korelasi positif yang tinggi antara keadaan jasmani dengan prestasi sekolah. b Sikap tunduk kepada peraturan-peraturan permainan yang tradisional. c Ada kecenderungan memuji diri sendiri. commit to user 12 d Suka membanding-membandingkan dirinya dengan anak lain, kalau hal itu dirasa menguntungkan; dalam hal ini ada kecenderungan untuk meremehkan anak lain. e Kalau tidak dapat sesuatu soal, maka soal itu dianggapnya tidak penting. f Pada masa ini terutama pada umur 6;0 sampai 8;0 anak menghendaki nilai atau angka rapor yang baik, tanpa mengingat apakah prestasinya memang pantas diberi nilai baik atau tidak. Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial, dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral, dan tradisi; meleburkan diri menjadi suatu kesatuan dan saling berkomunikasi dan bekerjasama. Anak diawal kehidupannya belum bersifat sosial, belum memiliki kemampuan untuk bergaul dengan orang lain. Untuk mencapai kematangan sosial, anak harus belajar tentang cara-cara menyesuaikan diri dengan orang lain. Kemampuan ini diperoleh anak melalui berbagai kesempatan atau pengalaman bergaul dengan orang-orang dilingkungannya, baik orang tua, saudara, teman sebaya atau orang dewasa lainnya. Perkembangan anak sangat dipengaruhi oleh proses perlakuan atau bimbingan orangtua terhadap anak dalam mengenalkan berbagai aspek kehidupan sosial, atau norma-norma kehidupan bermasyarakat serta mendorong dan memberikan contoh terhadap anak cara menerapkan norma-norma tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Syamsu Yusuf 2002: 26 menjelaskan bahwa melalui pergaulan atau hubungan sosial, baik dengan orangtua, anggota keluarga, orang dewasa lainnya maupun teman bermainnya, anak mulai mengembangkan bentuk- bentuk tingkah laku sosial. Pada usia anak, bentuk-bentuk tingkah laku sosial itu adalah sebagai berikut: a Pembangkangan b Agresi c Berselisih atau bertengkar commit to user 13 d Menggoda e Persaingan f Kerja sama g Tingkah laku berkuasa h Mementingkan diri sendiri i Simpati Pembangkangan yaitu suatu bentuk tingkah laku melawan, tingkah laku tersebut terjadi sebagai reaksi terhadap penerapan disiplin atau tuntutan orangtua atau lingkungan yang tidak sesuai dengan kehendak anak. Sikap orangtua terhadap tingkah laku melawan pada anak hendaknya orang tua tidak memandangnya sebagai perilaku yang negatif. Dalam hal ini, sebaiknya orangtua dapat memahami tentang proses perkembangan anak, yaitu bahwa secara naluriah anak itu mempunyai dorongan untuk berkembang dari posisi ketergantungan ke posisi mandiri. Tingkah laku melawan merupakan salah satu bentuk dari proses perkembangan setiap individu. Agresi yaitu perilaku menyerang balik secara fisik maupun dengan kata-kata. Agresi merupakan salah satu bentuk reaksi terhadap rasa kecewa karena tidak terpenuhi kebutuhan atau keinginannya. Agresi terwujud dalam perilaku menyerang, seperti: memukul, mencubit, menendang, menggigit, marah- marah, dan mencaci maki. Hukuman terhadap anak yang agresif, menyebabkan meningkatnya agresifitas anak, sebaiknya orangtua berusaha untuk mereduksi, mengurangi agresifitas anak tersebut dengan cara mengalihkan perhatian atau keinginan anak, atau upaya lain yang bisa meredam agresifitas anak tersebut. Berselisih atau bertengkar terjadi apabila seorang anak merasa terganggu oleh sikap dan perilaku anak lain. Menggoda, yaitu sebagai bentuk lain dari tingkah laku agresif. Menggoda merupakan serangan mental terhadap orang lain dalam bentuk verbal yaitu kata-kata ejekan atau cemoohan, sehingga menimbulkan reaksi marah pada orang yang diserangnya. Persaingan yaitu keinginan untuk melebihi orang lain karena dorongan orang lain. Kerja sama, yaitu sikap mau commit to user 14 bekerja sama dengan kelompok. Pada usia enam atau tujuh tahun, sikap kerja sama tersebut sudah berkembang dengan lebih baik. Tingkah laku berkuasa, yaitu sejenis tingkah laku untuk menguasai situasi sosial, mendominasi atau bersikap seperti bos. Wujud tingkah laku tersebut seperti: meminta, menyuruh, dan mengancam atau memaksa orang lain untuk memenuhi kebutuhan dirinya. Mementingkan diri sendiri, yaitu sikap egosentris dalam memenuhi keinginannya. Simpati, yaitu sikap emosi yang mendorong individu untuk menaruh perhatian terhadap orang lain, mau mendekati maupun bekerja sama dengannya. Seiring dengan bertambahnya usia, anak mulai dapat mengurangi sikap mementingkan diri dan mulai mengembangkan sikap sosialnya, yaitu rasa simpati terhadap orang lain. Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya, baik orang tua, sanak keluarga, orang dewasa lainnya atau teman sebayanya. Apabila lingkungan sosial tersebut memfasilitasi atau memberikan peluang terhadap perkembangan anak secara positif, maka anak akan dapat mencapai perkembangan sosialnya secara matang. Namun apabila lingkungan sosial itu kurang kondusif, seperti perlakuan orangtua yang kasar, sering memarahi, acuh tak acuh, tidak memberikan bimbingan, teladan, pengajaran atau pembiasaan anak dalam menerapkan norma-norma, baik agama maupun tatakrama atau budi pekerti, cenderung menampilkan perilaku maladjustment, seperti: bersifat minder, senang mendominasi orang lain, bersifat egois, senang mengisolasi diri atau menyendiri, kurang memiliki perasaan tenggang rasa, dan kurang mempedulikan norma dalam berperilaku. 2 Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial anak SD kelas rendah oleh Sunarto dan B. Agung Hartono 1995:130--133 dijelaskan bahwa perkembangan sosial manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: keluarga, kematangan anak, status sosial ekonomi keluarga, tingkat pendidikan, dan kemampuan mental terutama emosi dan inteligensi. commit to user 15 a Keluarga Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak. Di dalam keluarga berlaku norma-norma kehidupan keluarga, dan dengan demikian pada dasarnya keluarga merekayasa perilaku kehidupan budaya anak. Proses pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih banyak ditentukan oleh keluarga. Pola pergaulan dan bagaimana norma dalam menempatkan diri terhadap lingkungan yang lebih luas ditetapkan dan diarahkan oleh keluarga. b Kematangan Bersosialisasi memerlukan kematangan fisik dan psikis. Untuk mampu mempertimbangkan dalam proses sosial, memberi dan menerima pendapat orang lain, memerlukan kematangan intelektual dan emosi. Di samping itu kemampuan berbahasa ikut pula menentukan, dengan demikian, untuk mampu bersosialisasi dengan baik diperlukan kematangan fisik sehingga setiap orang fisiknya telah mampu menjalankan fungsinya dengan baik. c Status sosial ekonomi Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi atau status kehidupan sosial keluarga dalam lingkungan masyarakat. Masyarakat akan memandang anak, bukan sebagai anak yang independen, akan tetapi akan dipandang dalam konteksnya yang utuh dalam keluarga anak itu, ”ia anak siapa”. Secara tidak langsung dalam pergaulan sosial anak, masyarakat dan kelompoknya akan mempertimbangkan norma yang berlaku di dalam keluarganya. Perilaku anak akan banyak memperhatikan kondisi normatif yang telah ditanamkan oleh keluarganya. Sehubungan dengan hal itu, dalam kehidupan sosial anak akan senantiasa menjaga status sosial dan ekonomi keluarganya, dalam hal tertentu menjaga status sosial keluarganya itu mengakibatkan anak commit to user 16 menempatkan dirinya dalam pergaulan sosial yang tidak tepat. Hal ini dapat berakibat lebih jauh, yaitu anak menjadi ”terisolir” dari kelompoknya. Akibat lain mereka akan membentuk kelompok elit dengan normanya sendiri. d Pendidikan Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang terarah. Hakikat pendidikan sebagai proses pengoperasian ilmu yang normatif, akan memberi warna kehidupan sosial anak di dalam masyarakat dan kehidupan mereka di masa yang akan datang. Pendidikan dalam arti luas harus diartikan bahwa perkembangan anak dipengaruhi oleh kehidupan keluarga, masyarakat, dan kelembagaan. Penanaman norma perilaku yang benar secara sengaja diberikan kepada peserta didik yang belajar di kelembagaan pendidikan atau sekolah.Anak bukan saja dikenalkan pada norma-norma lingkungan dekat, tetapi dikenalkan pada norma kehidupan bangsa atau nasional dan norma kehidupan antar bangsa. Etika pergaulan dan pendidikan moral diajarkan secara terprogram dengan tujuan untuk membentuk perilaku kehidupan bermasyarakat dan bernegara. e Kapasitas mental: emosi dan intelegensi Kemampuan berpikir mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan belajar, memecahkan masalah, dan berbahasa. Perkembangan emosi, berpengaruh sekali terhadap perkembangan sosial anak. Anak yang berkemampuan intelektual tinggi akan berkemampuan berbahasa secara baik. Oleh karena itu, kemampuan intelektual tinggi,kemampuan berbahasa baik, dan pengendalian emosi secara seimbang sangat menentukan keberhasilan dalam perkembangan sosial anak. Sikap saling pengertian memahami orang lain merupakan modal utama dalam kehidupan sosial dan hal ini akan dengan mudah dicapai oleh anak yang berkemampuan intelektual tinggi. Pada kasus tertentu, seorang jenius atau superior sukar untuk bergaul dengan kelompok sebaya, karena pemahaman mereka telah setingkat dengan kelompok commit to user 17 umur yang lebih tinggi. Sebaliknya kelompok umur yang lebih tinggi dewasa tepat ”menanggap” dan ”memperlakukannya” sebagai anak- anak. b. Perkembangan Sosial Anak SD Kelas Tinggi 1 Bentuk Sosialisasi Anak SD Kelas Tinggi T. Sutjihati Somantri 2006:47--49 menjelaskan bahwa kehidupan gang berpengaruh terhadap perkembangan sosial anak. Walaupun demikian kontak sosial yang lebih luas dengan anak-anak yang lebih besar dari anak- anak tersebut juga turut menentukan pola tingkah laku pada anak-anak selanjutnya. Beberapa pola tingkah laku pada masa anak-anak akhir adalah: a Kepekaan terhadap penerimaan dan penolakan sosial b Kepekaan yang berlebihan c Sugestibilitas dan kontra sugestibilitas d Persaingan e Kesportifan f Tanggung jawab g Insight sosial h Diskriminasi sosial i prasangka Kepekaan terhadap penerimaan dan penolakan sosial yaitu kepekaan terhadap situasi sosial pada individu. Kepekaan yang berlebihan diartikan sebagai kecenderungan untuk mudah tersinggung dan menginterpretasikan bahwa perkataan dan perbuatan orang lain sebagai ungkapan kebencian. Sugestibilitas dan kontra sugestibilitas seperti kepekaan yang berlebihan. Sugestibilitas atau kemudahan dipengaruhi oleh orang lain bersumber pada keinginan untuk mendapat perhatian dan penerimaan lingkungan. Kontrasugestibilitas diartikan sebagai kecenderungan untuk berpikir dan bertindak bertentangan dengan saran orang lain. Dalam hal ini anak commit to user 18 menunjukkan pemberontakan terhadap orang dewasa dengan menunjukkan kontradisi dengan orang dewasa tersebut. Persaingan pada masa anak-anak ada tiga bentuk, yaitu: a persaingan diantara anggota kelompok untuk memperoleh pengakuan di dalam kelompok b konflik diantara gang dengan gang yang menjadi saingan c konflik antara gang dengan pihak masyarakat yang terorganisasi. Kesportifan adalah kemampuan anak untuk melaksanakan kegiatan sesuai dengan aturan permainan; bekerja sama dengan anak-anak lain dengan jalan mengesampingkan kepentingan individu dan meningkatkan semangat kebersamaan kelompok. Tanggung jawab merupakan keinginan untuk turut ambil bagian dalam memikul beban. Anak kecil pada awalnya menunjukkan ketergantungan kepada orang lain; dengan berkembangnya kemampuan verbal dan keterampilan motoriknya, anak mulai belajar untuk menyelesaikan masalah-masalahnya sendiri dan juga masalah-masalah kelompok. Insight sosial merupakan kemampuan untuk mengambil dan mengerti arti situasi sosial dan orang-orang yang terlibat dalam situasi sosial tersebut. Hal ini bergantung pada empati, yaitu kemampuan anak untuk menempatkan diri dalam posisi psikologi orang lain dan memandang situasi dari sudut pandang orang tersebut. Untuk menyelenggarakan relasi sosial yang baik, anak harus mampu mengamati dan meramalkan tingkah laku, pikiran, dan perasaan orang lain. Kemampuan untuk memperoleh insight sosial dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu: a perbedaan jenis kelamin, anak perempuan cenderung lebih cepat ”matang” dibandingkan dengan anak laki-laki b kecerdasan c status anak dalam kelompok dan d kepribadian anak. commit to user 19 Perkembangan kemampuan untuk memperoleh insight sosial berkaitan erat dengan perkembangan simpati pada masa anak-anak awal. Diskriminasi sosial sebenarnya sudah ada sejak masa anak-anak awal, tetapi berkembang dengan baik ketika anak itu menjadi anggota suatu gang. Anak-anak menunjukkan sikap bahwa anggota kelompok mempunyai nilai yang sama tetapi orang-orang yang tidak menjadi anggota kelompoknya mempunyai nilai yang lebih rendah. Perbedaan itu dapat disebabkan oleh agama, ras, taraf sosial, ekonomi, dan sebagainya. Diskriminasi diartikan sebagai kecenderungan untuk mengklasifikasikan semua orang termasuk kelompok lain sebagai orang yang lebih rendah dan memperlakukan mereka sesuai dengan pandangan tersebut; kelompok lain itu terbentuk karena perbedaan agama dan ras. Prasangka terbentuk melalui beberapa cara yaitu: a pengalaman yang tidak menyenangkan ketika berinteraksi dengan suatu kelompok b nilai-nilai kultur yang diterima begitu saja c imitasi dari orang tua, guru, temam seusia d pendidikan yang diperoleh dari orang tua, guru, atau orang dewasa lainnya mengenai prasangka tertentu. Berdasarkan pendapat di atas, maka kehidupan gang dan kontak sosial yang lebih luas dengan anak-anak yang lebih besar dari anak-anak tersebut menentukan pola tingkah laku pada anak-anak akhir. Syamsu Yusuf LN 2004: 24--25 menjelaskan bahwa masa kelas- kelas tinggi sekolah dasar, berkisar umur 9 atau 10 tahun sampai umur 12 atau 13tahun. Beberapa sifat khas anak-anak pada masa kelas tinggi adalah: commit to user 20 a Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkrit, hal ini menimbulkan kecenderungan untuk membandingkan pekerjaan- pekerjan yang praktis. b Amat realistik, ingin mengetahui, ingin belajar. c Menjelang akhir masa kelas tinggi telah ada minat kepada hal-hal dan mata pelajaran khusus, menonjolnya bakat-bakat khusus. d Sampai berkisar umur 11,0 tahun anak membutuhkan guru atau orang- orang dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugas dan memenuhi keinginannya. Selepas umur 11 tahun pada umumnya anak menghadapi tugas-tugasnya dengan bebas dan berusaha untuk menyelesaikannya. e Pada masa kelas tinggi, anak memandang nilai angka rapor sebagai ukuran yang tepat sebaik-baiknya mengenai prestasi sekolah. f Anak-anak pada usia kelas tinggi gemar membentuk kelompok sebaya biasanya untuk dapat bermain bersama-sama, dalam permainan itu biasanya anak tidak lagi terikat kepada peraturan permainan yang tradisional atau yang sudah ada, tetapi mereka mulai membut peraturan sendiri. Sumadi Suryabrata 1982: 28--29 menjelaskan bahwa masa kelas- kelas tinggi sekolah dasar yaitu usia 9:0 atau 10:0 sampai usia 12:0 atau 13:0. beberapa sifat khas anak-anak pada masa ini ialah: a Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkrit; hal ini menimbulkan adanya kecenderungan untuk membandingkan pekerjaan-pekerjaan yang praktis. b Amat realistik, ingin tahu, ingin belajar. c Menjelang akhir masa ini telah ada minat kepada hal-hal dan matapelajaran-matapelajaran khusus. d Sampai kira-kira usia 11:0 anak membutuhkan guru atau orang-oramg dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugasnya dan memenuhi keinginannya; setelah usia 11:0 pada umumnya anak menghadapi tugas- tugasnya dengan bebas dan berusaha menyelesaikannya sendiri. commit to user 21 e Pada masa ini anak memandang nilai angka rapor sebagai ukuran yang tepat sebaik-baiknya mengenai prestasi sekolah. f Anak-anak pada masa ini gemar membentuk kelompok sebaya, biasanya untuk dapat bermain bersama-sama. Di dalam permainan biasanya anak tidak lagi terikat kepada aturan permainan yang tradisional; mereka membuat peraturan sendiri. Berdasarkan pendapat di atas, maka anak-anak pada usia SD pada dasarnya memiliki kegemaran untuk keluar dari rumah dan bermain dengan kelompok sebayanya, namun ada di antara mereka yang karena sebab-sebab tertentu akan merasa tidak dapat bergaul dan diterima oleh teman-temannya dalam kelompok di sekolah atau dengan kata lain terisolir. 2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial Anak SD Kelas Tinggi. Aankusuma Http:id-id.facebook.com menjelaskan bahwa faktor- faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial anak SD kelas tinggi yaitu: a Faktor dari dalam intrinsik 1 Intelegensi Setiap individu mempunyai intelegensi yang berbeda-beda. Perbedaan intelegensi tersebut berpengaruh dalam daya serap terhadap norma-norma dan nilai-nilai sosial. Orang yang mempunyai intelegensi tinggi pada umumnya tidak kesulitan dalam bergaul, belajar, dan berinteraksi di masyarakat, sebaliknya orang yang intelegensinya di bawah normal akan mengalami berbagai kesulitan dalam belajar di sekolah maupun menyesuaikan diri di masyarakat. Akibatnya terjadi penyimpangan-penyimpangan, seperti malas belajar, emosional, bersikap kasar, tidak bisa berpikir logis. 2 Jenis kelamin Perilaku menyimpang dapat juga diakibatkan karena perbedaan jenis kelamin. Anak laki-laki pada umumya cenderung sok berkuasa dan menganggap remeh pada anak perempuan. commit to user 22 3 Umur Umur memengaruhi pembentukan sikap dan pola tingkah laku individu, makin bertambahnya umur diharapkan seseorang bertambah pula kedewasaannya, makin mantap pengendalian emosi, dan makin tepat dalam segala tindakannya. Kadang dijumpai ketidak sesuaian sikap yang dilakukan oleh anak sekolah dasar, sikapnya seperti anak kecil, manja, minta dituruti segala keinginannya. 4 Kedudukan dalam keluarga Keluarga yang terdiri atas beberapa anak, sering kali anak tertua merasa dirinya paling berkuasa dibandingkan dengan anak kedua atau ketiga. Anak bungsu mempunyai sifat ingin dimanjakan oleh kakak-kakaknya maupun orang tuanya. Oleh karena itu, susunan atau urutan kelahiran kadang akan menimbulkan pola tingkah laku, peranan dan fungsi yang berbeda dalam keluarga. b Faktor dari luar ekstrinsik 1 Peran keluarga Keluarga sebagai unit terkecil dalam kehidupan sosial sangat besar perananya dalam membentuk pertahanan seseorang terhadap serangan penyakit sosial sejak dini. Orang tua yang sibuk dengan kegiatannya sendiri tanpa mempedulikan perkembangan anak- anaknya merupakan awal dari rapuhnya pertahanan anak terhadap serangan penyakit sosial. Sering kali orang tua hanya cenderung memikirkan kebutuhan lahiriah anaknya dengan bekerja keras tanpa mempedulikan bagaimana anak-anaknya tumbuh dan berkembang dengan alasan sibuk mencari uang untuk memenuhi kebutuhan anaknya. Alasan tersebut sangat rasional dan tidak salah, namun kurang tepat, karena kebutuhan bukan hanya materi saja tetapi juga nonmateri. Kebutuhan nonmateri yang diperlukan anak dari orang tua seperti perhatian secara langsung, kasih sayang, dan menjadi teman sekaligus sandaran anak untuk menumpahkan perasaannya. Kasih sayang dan perhatian terhadap anak tersebut cenderung commit to user 23 diabaikan oleh orang tua, oleh sebab itulah anak akan mencari bentuk-bentuk pelampiasan dan pelarian yang kadang mengarah pada hal-hal yang menyimpang, seperti masuk dalam anggota geng, mengonsumsi minuman keras dan narkoba, dan lain-lain. 2 Peran masyarakat Pertumbuhan dan perkembangan kehidupan anak dari lingkungan keluarga akhirnya berkembang ke dalam lingkugan masyarakat yang lebih luas. Ketidakmampuan keluarga memenuhi kebutuhan rohaniah anak mengakibatkan anak mencari kebutuhan tersebut ke luar rumah. Ini merupakan awal dari sebuah petaka masa depan individu, jika di luar rumah anak menemukan sesuatu yang menyimpang dari nilai dan norma sosial. Pola kehidupan masyarakat tertentu kadang tanpa disadari oleh para warganya ternyata menyimpang dari nilai dan norma sosial yang berlaku di masyarakat umum, misalnya masyarakat yang suka berjudi. Itulah yang disebut sebagai subkebudayaan menyimpang, misalnya masyarakat yang sebagian besar warganya hidup mengandalkan dari usaha prostitusi, maka anak-anak di dalamnya akan menganggap prostitusi sebagai bagian dari profesi yang wajar. Demikian pula anak yang tumbuh dan berkembang di lingkungan masyarakat penjudi atau peminum minuman keras, maka akan membentuk sikap dan pola perilaku menyimpang. 3 Pergaulan Pola tingkah laku anak tidak bisa terlepas dari pola tingkah laku anak-anak lain di sekitarnya. Anak-anak lain yang menjadi teman pergaulannya sering kali memengaruhi kepribadian individu, dari teman bergaul tersebut anak akan menerima norma-norma atau nilai- nilai sosial yang ada dalam masyarakat. Apabila teman bergaulnya baik, anak akan menerima konsep-konsep norma yang bersifat positif, namun apabila teman bergaulnya kurang baik, anak sering kali akan mengikuti konsep-konsep yang bersifat negatif. Akibatnya commit to user 24 terjadi pola tingkah laku yang menyimpang pada diri anak tersebut, oleh karena itu, menjaga pergaulan dan memilih lingkungan pergaulan yang baik sangat penting. 4 Media massa Berbagai tayangan di televisi tentang tindak kekerasan, film-film yang berbau pornografi, sinetron yang berisi kehidupan bebas dapat memengaruhi perkembangan perilaku individu. Anak-anak yang belum mempunyai konsep yang benar tentang norma-norma dan nilai-nilai sosial dalam masyarakat, sering kali menerima mentah- mentah semua tayangan itu. Penerimaan tayangan-tayangan negatif yang ditiru mengakibatkan perilaku social negative atau menyimpang. c. Perilaku Sosial Anak SD Monty P. Satiadarma 2001: 49 menjelaskan bahwa bila individu mempersepsikan bahwa seseorang itu baik, maka individu tersebut akan bersikap baik kepada orang tersebut. Jika individu itu memiliki sikap baik kepada orang tersebut, perilaku individu tersebut kepadanya akan baik pula. Masa krisis pertama trotzalter, ketika anak bersikap “keras kepala”, perkembangan rasa sosial tampak seakan-akan terhenti. Tetapi yang sesungguhnya terjadi malah sebaliknya. Masa krisis pertama merupakan permulaan timbulnya kesadaran akan “aku”-nya; dengan kata lain merupakan permulaan sikap objektif. Sebenarnya sikap krisis pertama itu tempat meletakkan dasar untuk perkembangan sosial yang sesungguhnya. Ketika anak mulai bersekolah, anak menyambut teman-teman barunya dengan rasa gembira. Semua murid di kelas adalah temannya, kemudian anak membentuk kelompok-kelompok tersendiri, setiap anak menggabungkan dirinya kedalam salah satu kelompok. Makin lama anak makin banyak memegang peranan dalam kelompoknya. Selanjutnya anak mulai mengetahui bahwa dirinya memiliki bakat dan kepandaian dalam bidang tertentu. Perkembangan selanjutnya muncullah anak yang berkemampuan senagai pemimpin dan anak yang hanya mengikut temannya tanpa inisiatif. commit to user 25 Perkembangan sosial dan kepribadian mulai dari usia prasekolah sampai akhir masa sekolah ditandai oleh meluasnya lingkungan sosial, anak mulai melepaskan diri dari keluarga, mendekatkan dirinya pada orang lain di samping anggota keluarganya. Meluasnya lingkungan sosial bagi anak menyebabkan anak menjumpai pengaruh-pengaruh yang ada di luar pengawasan orang tuanya. Anak bergaul dengan teman-teman mempunyai guru yang berpengaruh terhadap proses emansipasinya. Pada proses emansipasi dan individuasi teman-teman sebaya mempunyai peranan yang dapat membantu menumbuhkan kepercayaan dirinya , di samping itu perkembangan motifasi dan identitas kelamin sangat penting, karena kesadaran jenis kelamin akan dapat membantu memahami diri dan menumbuhkan motifasi sesuai dengan keadaan dirinya, juga perkembangan pengertian norma atau moralitas mendapatkan kemajuan yang esensial dalam periode ini, yakni semakin berkembang anak diharapkan semakin dapat menyasuaikan diri dengan norma yang ada dan secara otomatis akan berperilaku sesuai dengan norma yang diyakini. d. Kelompok Sebaya Anak SD Masa T.K dan S.D anak mempunyai kontak yang intensif dengan teman- teman sebaya, anak-anak saling mempengaruhi satu sama lain. Anak berusaha untuk menjadi anggota suatu kelompok; kelompok teman sebaya yang akrab terjadi pada anak usia sekolah dasar. Anak pada mulanya tidak mengerti tingkah laku yang dipuji atau dihargai dan tingkah laku yang tidak dipuji atau dihargai, anak belum tahu apa yang harus dilakukan untuk dapat diterima dalam kelompok. Sering dapat dilihat bahwa anak menirukan anggota kelompok yang paling aktif dan paling berkuasa. Kelompok-kelompok anak dalam taman kanak-kanak dan kelas- kelas permulaan sekolah dasar belum mempunyai aturan-aturan, kelompok- kelompok tadi baru merupakan kelompok-kelompok informal tanpa struktur dan tanpa aturan. Baru diantara usia 10-14 tahun timbullah kelompok yang ada organisasinya, dengan aturan-aturan dan perjanjian-perjanjian commit to user 26 T.Sutjihati Somantri 2006: 46 menjelaskan bahwa dengan meningkatnya ruang lingkup kegiatan anak, maka anak menunjukkan peningkatan dalam kebutuhan untuk diterima oleh anak-anak lain dari luar keluarganya. Sejak masuk sekolah, anak memasuki suatu masa “gang age” pada usia ini anak menunjukkan pekembangan yang pesat dalam hal kesadaran sosial. Salah satu tugas perkembangan adalah menunjukkan proses sosialisasi. Pada masa ini anak menjadi anggota suatu kelompok anak-anak seusia yang sedikit demi sedikit menggantikan peran keluarga dalam kehidupan anak dan hal ini sangat berpengaruh terhadap pembentukan sikap tingkah laku anak, masa keserasian bersekolah ini diakhiri gengan suatu masa yang disebut poeral. Sifat-sifat khas masa poeral ini secara garis besar dapat di ringkas menjadi dua hal, yaitu: 1 Keinginan untuk berkuasa: sikap, tingkah laku dan perbuatan anak poeral ditujukan untuk berkuasa; apa yang diidam-idamkannya adalah si kuat, si jujur, si juara dan sebagainya. 2 Ekstraversi: berorientasi keluar dirinya; misalnya, untuk mencari teman sebaya untuk memenuhi kebutuhan fisiknya. Anak-anak masa ini membutuhkan kelompok-kelompok sebaya, pada masa anak-anak dorongan bersaing sangat besar sekali, karena itu masa ini sering diberi ciri sebagai masa “competitive socialization”. Bahaya dalam penyesuaian sosial, efek penolakan dan pengabaian yang dilakukan oleh kelompok sosial terhadap anak akan dapat mengakibatkan beberapa gangguan psikologis, diantaranya yaitu: 1 Anak akan merasa kesepian karena kebutuhan sosial mereka tidak terpenuhi. 2 Anak akan merasa tidak bahagia dan tidak aman. 3 Akan mengembangkan konsepdiri yang tidak menyenangkan, yang bisa menimbulkan penyimpangan kepribadian. 4 Anak kurang memiliki pengalamn belajar yang dibutuhkan untuk menjalani proses sosialisasi. commit to user 27 5 Anak akan merasa sedih karena tidak memiliki kegembiran yang dimiliki teman sebaya mereka. 6 Akan memperkecil peluang anak dalam mempelajari berbagai keterampilan sosial. 7 Anak akan hidup dalam ketidakpastian reaksi sosial yang menyebabkan anak merasa cemas, takut dan sangat peka. 8 Melakukan penyesuaian diri yang berlebihan dengan harapan akan dapat meningkatkan penerimaan sosial mereka. Bentuk Kelompok Sebaya dalam Belajar dan Permainan. Elizabeth B. Hurlock 1980:155,156 Akhir masa kanak-kanak sering disebut sebagai “usia berkelompok” karena ditandai dengan adanya minat terhadap aktifitas teman- teman dan meningkatnya keinginan yang kuat untuk diterima sebagai anggota suatu kelompok, dan merasa tidakpuas bila tidak bersama temannya. Pada masa ini anak tidak lagi puas bermain sendiri di rumah atau dengan saudara- saudara kandung atau melakukan kagiatan dengan anggota keluarga. Anak ingin bersama temannya dan akan merasa kesepian serta tidak puas bila tidak bersama temannya. Anak ingin bersama dengan kelompoknya, karena hanya dengan demikian terdapat cukup teman untuk bermain dan berolah raga, dan dapat memberikan kegembiraan. Sejak anak masuk sekolah sampai masa puber, keinginan untuk bersama dan untuk diterima kelompok menjadi semakin kuat. Hal ini berlaku baik untuk anak laki-laki maupun perempuan. Teman pada akhir masa anak-anak berbeda dengan masa anak yang lebih muda, anak yang lebih besar jarang puas dengan rekannya. Untuk memenuhi kebutuhan sosialnya, teman harus berperan sebagi teman bermain atau teman baik. Anak laki-laki cenderung mempunyai hubungan teman sebaya yang lebih luas dari pada anak perempuan. Ia lebih suka bermain berkelompok dari pada hanya dengan satu atau dua anak. Sebaliknya, hubungan sosial anak perempuan lebih intensif dalam arti bahwa ia lebih sering bermain dengan satu atau dua teman dari pada dengan seluruh kelompoknya. commit to user 28 Elizabeth B. Hurlock 1980: 156 menjelaskan bahwa banyak faktor yang menentukan pemilihan teman. Biasanya anak yang dipilih adalah yang dianggap serupa dengan dirinya sendiri dan memenuhi kebutuhan. Daya tarik fisik mempengaruhi kesan pertama, anak cenderung memilih mereka yang berpenampilan menarik menjadi teman bermain dan sebagai teman baik. Keakrapan di sekolah atau di lingkungan tetangga adalah penting karena untuk memilih teman lingkungan anak-anak terbatas pada daerah yang relatif sempit. Terdapat kecenderungan yang kuat bagi anak-anak untuk memilih teman dari kelasnya sendiri di sekolah. Dan yang lebih dipilih adalah teman sejenis dari pada lawan jenis. Sifat-sifat kepribadian penting dalam memilih teman, baik sebagai teman bermain ataupun sebagai teman baik. Anak yang lebih besar memberi nilai tinggi pada kegembiraan, keramahan, kerja sama, kebaikan hati, kejujuran, kemurahan hati, bahkan keramahan dan sportivitas, pada teman bermain maupun teman baik. Menjelang masa anak-anak berakhir, anak lebih menyukai teman dari latar belakang sosial ekonomi, ras dan agama yang sama, khususnya sebagai teman baik. Anak yang dipilih oleh teman-temannya untuk berperan sebagai pemimpin pada akhir masa kanak-kanak adalah anak yang mendekati ideal kelompok. Ia tidak hanya disukai oleh sebagian besar kelompok, tetapi juga memiliki ciri-ciri yang dikagumi.karena anak menghabiskan banyakwaktu dengan bermain dan berolah raga dengan teman-teman sebaya, maka anak yang keterampilannya dalam bidang tersebut melebihi anggota kelompok yang lain mempunyai kesempatan yang sangat baik untuk dipilih sebagai pemimpin. Namun keterampilan saja tidaklah cukup. Anak yang berperan sebagai pemimpin juga harus mempunyai sifat-sifat kepribadian yang dikagumi oleh kelompok, seperti sportif, kerja sama yang baik, murah hati dan jujur. commit to user 29 Bila peran pemimpin tidak memenuhi kebutuhan anak atau kebutuhan anggota maka terjadipergantian pemimpin. Di lain pihak, kalau peran pemimpin memuaskan anggota kelompok dan diri sendiri maka pemimpin akan tetap bertahan. Anak yang berperan sebagai pemimpin dalam permainan atau olah raga dan memuaskan anggota-anggota kelompok, mempunyai kesempatan yang baik untuk dipilih sebagai ketua kelas atau peran pemimpin tidak berhubungan dengan permainan dan olah raga. 2. Studi Kasus a. Pengertian Studi kasus Robert K. Yin 1997: 1 mendefinisikan studi kasus merupakan strategi yang cocok bila pertanyaan penelitian berkenaan dengan “mengapa” atau “bagaimana” dan fokus penelitiannya terletak pada fenomena kehidupan nyata. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa studi kasus merupakan strategi suatu penelitian yang berfokus pada fenomena masa kini di kehidupan nyata untuk menjawab pertanyaan yang berkenaan dengan “mengapa” dan “bagaimana”. Deddy Mulyana 2003: 201 menjelaskan bahwa studi kasus adalah uraian dan penjelasan komprehensif mengenai berbagai aspek seorang individu, suatu kelompok, suatu organisasi komunitas, suatu program, atau situasi sosial. Robert K. Yin 2008: 1 menjelaskan bahwa Studi kasus adalah salah satu metode penelitian ilmu-ilmu sosial. Penelitian kasus adalah suatu penelitian yang dilakukan secara intensif, terrinci dan mendalam terhadap suatu organisme, lembaga, atau gejala tertentu. b. Tujuan studi kasus Studi kasus digunakan dalam penelitian ini, dengan tujuan untuk mendapatkan hasil penelitian yang mendalam mengenai perilaku sosial negatif pada siswa kelas VI SD Negeri I Sedayu. Penelitian dengan studi kasus menghendaki suatu kajian yang rinci, mendalam, dan menyeluruh atas objek tertentu. commit to user 30 Studi kasus merupakan metode penelitian yang dilakukan pada objek dan subjek di suatu tempat dan waktu tertentu dengan melakukan pengamatan terhadap kejadian tertentu untuk dilakukan studi analisa kasus yang diamati untuk diambil suatu tindakan, kaitannya dengan penelitian ini adalah tindakan untuk meningkatkan perilaku sosial positif siswa dengan membantu siswa agar tidak berperilaku sosial negatif di sekolah. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan agar anak dapat berperilaku positif dan dapat bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya. Studi kasus yang dilakukan mempunyai tujuan melakukan evaluasi terhadap suatu kejadian yang menjadi objekpenelitian untuk dilakukan analisa dengan menggunakan metode tertentu yang nantinya dapat digunakan sebagai pembelajaran. Robert K. Yin 2008: 27 mengemukakan bahwa penelitian studi kasus harus mempunyai desain penelitian, definisi dari desain penelitian adalah suatu rencana tindakan yang berangkat dari perencanaan untuk mencapai tujuan penelitian, dengan demikian maka tujuan penelitian studi kasus harus jelas. Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mempelajari suatu kasus secara mendalam,oleh karena itu tujuan khusus penelitian ini adalah: 1. Mengetahui gambaran realitas tentang karakteristik atau gejala anak yang memiliki perilaku sosial negatif di sekolah 2. Memperoleh infomasi secara jelas mengenai faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya perilaku sosial negatif di sekolah. 3. Memperoleh gambaran dampak atau akibat yang terjadi pada anak yang memiliki perilaku sosial neggatif di sekolah 4. Mengetahui pandangan pihak terkait tentang anak yang memiliki perilaku sosial negatif di sekolah. c. Langkak-langkah studi kasus Pelaksanaan studi kasus dengan cara mengadakan pengamatan secara langsung terhadap subjek ppenelitian, dalam hal ini adalah siswa yang berperilaku sosial negatif di sekolah. Penelitian dilakukan dengan studi kasus commit to user 31 terhadap objek penelitian yang terdapat di SD Negeri I Sedayu kecamatan Grobogan Kabupaten Grobogan propinsi jawa tengah. Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus dengan melakukan observasi pada tempat penelitian, kemudian melakukan wawancara terhadap informan kunci di sekolah tersebut yaitu guru kelas VI, guru agama dan guru olahraga serta teman dekat siswa, dan dengan mengacu pada data dokumen mengenai perilaku sosial negatif siswa yang tersedia di sekolah.Pelaksanaan penelitian dan pelaksanaan pengumpulan data didasarkan pada sumber-sumber bukti yang berlainan. Robert K. Yin 2008: 103 mengemukakan bahwa sumber bukti adalah dokumen, rekaman arsip, wawancara, observasi langsung, observasi pemeran serta dan perangkat fisik. Pelaksanaan penelitian dengan studi kasus berdasarkan langkah-langkah atau prosedur, dalam melaksanakan langkah-langkah tersebut digambarkan dengan diagram berikut: commit to user 32 Bagan I Bagan Langkah Penelitian studi kasus Mulai Studi Pustaka Studi Pendahuluan Studi Lapangan Fokus Penelitian Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Pengumpulan Data  Observasi  Wawancara  Dokumentasi Kesimpulan Validitas Data  Reduksi data  Penyajian data  Penarikan Kesimpulan Analisis Data Mulai commit to user 33

B. Kerangka Pemikiran