Partai-partai yang berideologi dan berbasis massa umat islam umumnya harus memiliki ciri khas dan mempunyai beberapa karakter yang menjadi symbol
perwakilan refresentative umat islam dalam mengaspirasikan tuntutan mayoritas umat islam yang salah satunya untuk menerapkan sistem yang diatur oleh hukum
islami, beberapa karakter yang harus ada pada setiap partai islam, di antaranya : Pertama, Dasarnya Islam. Artinya Islam bukan hanya menjadi dasar, tetapi harus
menjadi panduan partai untuk membangun pandangan partai, pemikiran dan hukum yang diadopsi dan diperjuangkan. Kedua, Kaderisasi yang Islami, artinya
generasi partai yang berpikir dan berbuat berdasarkan nilai-nilai yang islami, generasi yang siap menerapkan syariah islam yang ikhlas dan berjuang tanpa
pamrih. Ketiga, Memiliki Jiwa memimpin secara islami, artinya kepemimpinannya dibangun dengan pemikiran islam dan ditaati selama tidak
menyimpang dari aturan yang berlaku. Kempat, Memiliki konsep yang universal yang islami, artinya partai islam harus memiliki konsepsi yang jelas, tegas dan
berani tapi tetap mengarah pada syariah islam yang bisa diterima semua lapisan masyarakat. Kelima, Arah dan metodenya sesuai dengan perjuangan Rasulullah
SAW. Keenam, melakukan fungsi-fungsi pembangunan antara lain : a Membangun tubuh partai dengan pembinaan yang intensif, b Membina umat
dengan islam dan pemikiran, ide dan hukum syariah, c Melakukan perang pemikiran dengan semua ide, pemikiran dan aturan yang bertentangan dengan
islam, d Melakukan koreksi terhadap penguasa yang tidak menerapkan atau mendzalimi rakyatnya e Perjuangan politik terhadap penjajahan kaum kafir.
51
4. Politik Islam
51
www.hizbut-tahrir.or.id Buletin Dakwah Al-Islam. Edisi 400Tahun XV h. 2-3
a. Politik Islam Sebelum membahas gerakan politik Islam kita terlebih dahulu harus
mengetahui uraian sederhana mengenai pengertian politik siyasah. Siyasah berasal dari
kata saasa, yasusu, siyasah yang artinya mengendalikan.
52
Yang artinya bahwa inti dari politik adalah pengendalian. Pengertian politik juga dapat diartikan secara
lebih luas kepada sistem pengendalian yang lain, semisal pengedalian kekuasaan siyasah-daulah, pengendalian masyarakat siyasatul-mujtama.
53
Politik Islam dapat diartikan sebagai upaya-upaya yang dilakukan untuk menjadikan Islam
sebagai pengendali sistem kehidupan manusia.
Makna Politik Islam dihayati dalam sebuah pemahaman bahwa agama yang dibawa nabi Muhammad SAW ini adalah ajaran yang tidak sekadar
berdimensi individual mengatur hubungan manusia dengan Allah, tetapi juga berdimensi sosial mengatur hubungan manusia dengan manusia. Pemahaman ini
menjadi dasar untuk tampilnya Islam di tengah kehidupan manusia dalam posisi sebagai pengendali. Pembahasan politik Islam sangat terkait erat dengan
kepemimpinan, karena dengan kepemimpinanlah pengendalian dapat dilakukan.
54
Dengan demikiantema kepemimpinan merupakan tema yang sangat penting, karena manusia diciptakan Allah Swt sebagai makhluk majemuk yang
membutuhkan kepemimpinan. Bahkan fenomena ini adalah fenomena universal yang dapat dilihat pada kehidupan hampir semua makhluk, hidup maupun mati.
Politik Islam tidak dapat diwujudkan kecuali oleh sekelompok manusia yang
52
www. Republika Online. co.id Edisi 04 Agustus Tahun 1999 h. 1
53
Ibid h. 1
54
www.Republika Online. co.id Edisi 04 Agustus Tahun 1999 h. 1-2
solid, yang berpijak pada suatu visi dan kepentingan yang sama, yaitu Islam. Dari sisi sosial mereka disebut kelompok al-jamaah dan dari sisi politik mereka
disebut dengan partai al-hizb. Partai bukanlah sekadar sebuah kumpulan orang yang bertemu secara tiba-tiba yang dengan kepentingan-kepentingan pinggiran
mendirikan sebuah lembaga yang diharapkan bisa ikut dalam pemilihan umum.
Terkadang pengertian hakiki partai sering dikaburkan dengan pengertian partai-partai formal seperti masa sekarang ini. Kebanyakan orang mengira
bahwa partai itu harus senantiasa hanya memenuhi ketentuan-ketentuan seperti memiliki nama tertentu, terdaftar di departemen umum, dan memiliki kartu
anggota resmi. Sebuah partai berideologikan agama islam akan disebut dengan partai Islam, jika di dalam anggaran dasarnya tertera asas Islam.
55
Partai yang hakiki bisa saja berbentuk sebuah partai formal, tetapi bisa juga mengambil
bentuk-bentuk semiformal lainnya selain partai, misalnya sebuah yayasan, organisasi kemasyarakatan, atau malah tak memiliki bentuk formal sama sekali
semisal sebuah gerakan bawah tanah. Eksistensi kejamaahan dalam sebuah bentuk kesatuan niat, tujuan, metode, dan wawasan, yang penting tetap terjaga.
Uraian pengertian diatas dikuatkan lagi dengan adanya pendapat-pendapat para orientalis
56
sebagai berikut: 1
Dr. V. Fitzgerald berkata: Islam bukanlah semata agama a religion, namun ia juga merupakan sebuah sistem politik a political system.
Meskipun pada dekade-dekade terakhir ada beberapa kalangan dari umat
55
H.A Chudlary Syafi’i Hadzami, Anak Betawi Di Pentas Politik Jakarta,Yayasan Al- Asyirotusy syafi’iyyah : Jakarta, 2004 cet. ke-1 h. 157
56
Dr.Dhiuddin Rais, Nazhariyyat as Siyasiyyah al Islamiyyah Teori Politik Islam Terjamahan Universitas Al-Azhar Cairo Mesir. Agustus 2000 h. 5
Islam, yang mengklaim diri mereka sebagai kalangan modernis, yang berusaha memisahkan kedua sisi itu, namun seluruh gagasan pemikiran
Islam dibangun di atas fundamental bahwa kedua sisi itu saling bergandengan dengan selaras, yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
2 Prof. C. A. Nallino berkata: Muhammad telah membangun dalam waktu
bersamaan: agama a religion dan negara a state. Dan batas-batas teritorial negara yang ia bangun itu terus terjaga sepanjang hayatnya.
3 Dr. Schacht berkata : Islam lebih dari sekadar agama: ia juga
mencerminkan teori-teori perundang-undangan dan politik. Dalam ungkapan yang lebih sederhana, ia merupakan sistem peradaban yang
lengkap, yang mencakup agama dan negara secara bersamaan. 4
Prof. R. Strothmann berkata : Islam adalah suatu fenomena agama dan politik. Karena pembangunnya adalah seorang Nabi, yang juga seorang
politikus yang bijaksana, atau negarawan. 5
Prof D.B. Macdonald berkata : Di sini di Madinah dibangun negara Islam yang pertama, dan diletakkan prinsip-prinsip utama undang-undang
Islam. 6
Sir. T. Arnold berkata : Adalah Nabi, pada waktu yang sama, seorang kepala agama dan kepala negara.
7 Prof. Gibb berkata : Dengan demikian, jelaslah bahwa Islam bukanlah
sekadar kepercayaan agama individual, namun ia meniscayakan berdirinya suatu bangunan masyarakat yang independen. Ia mempunyai metode
tersendiri dalam sistem kepemerintahan, perundang-undangan dan institusi.
57
57
Dr.Dhiuddin Rais, Nazhariyyat as Siyasiyyah al Islamiyyah Teori Politik Islam Terjamahan Universitas Al-Azhar Cairo Mesir. Agustus 2000 h. 5-6
BAB III GAMBARAN UMUM DEWAN PIMPINAN CABANG DPC PPP
KABUPATEN BOGOR
A. Sejarah Berdirinya Dewan Pimpinan Cabang Partai Persatuan Pembangunan DPC-PPP Kabupaten Bogor
Sejarah tidaklah bergerak secara linear, melainkan seringkali bergerak secara dialektik. Itu pula yang terjadi di kalangan partai-partai politik Islam. Pada
5 Januari 1973, tokoh-tokoh Islam dan ulama yang berasal dari NU, PERTI, PSII, dan Parmusi berkumpul dan bermusyawarah di rumah kediaman HMS
Mintaredja. Yang akhirnya tercapai mufakat untuk bersatu dan berfusi dalam satu wadah partai politik yang bernama Partai Persatuan Pembangunan PPP.
58
Inilah awal mula sejarah PPP berdiri yang berangkat dari terjadinya sejarah masa lalu
dimana partai-partai Islam pada itu masih tersekat-sekat oleh kepentingan masing- masing.
Ada empat alasan bersatu dan berfusinya partai-partai Islam pada waktu itu, Pertama, kelompok demokrasi pembangunan sudah berencana melakukan fusi
partai pada tanggal 10 februari 1973, sehingga Partai Persatuan Pembangunan tidak mau ketinggalan. Kedua, semangat persatuan di kalangan partai Islam
terutama pimpinannya begitu menonjol, setelah kalah pada pemilu 1971. Ketiga, isu penyederhanaan partai sejak paska pemilu 1971 semakin santer digaungkan
pemerintah. Maka jalan tengahnya, mau tidak mau partai-partai Islam lebih baik bersatu dan berfusi daripada harus dibubarkan dengan alasan melanggar Undang-
58
Masykur Hasyim, Menusantarakan Politik Islam, Jembatan Politik PPP Yayasan Sembilan Lima, 2002 h.71