Batas Umur Dalam Perundangan
24
orang tersebut dapat memberikan izin setelah terlebih dahulu mendengar orang- orang tersebut dalam ayat 2, 3 dan 4 pasal ini
”.
22
Dengan demikian, apabila izin tidak didapatkan dari orang tua, pengadilan dapat memberi izin.
23
KUHPerdata dalam pasal 29 menentukan, setiap laki-laki yang belum berusia 18 tahun penuh dan wanita belum berusia 15 tahun penuh, tidak
diperbolehkan mengadakan perkawinan namun bila ada alasan-alasan penting Presiden dapat menghapuskan larangan-larangan itu dengan memberikan
dispensasi.
24
Sementara di dalam Kompilasi Hukum Islam diatur dalam pasal 15 ayat 1 untuk kemaslahatan keluarga dan rumah tangga perkawinan hanya boleh
dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur yang ditetapkan dalam Pasal 7 Undang-Undang No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan, yakni calon
suami sekurang-kurangnya berumur 19 tahun dan calon isteri sekurang- kurangnya berumur 16 tahun.
25
Sedangkan dalam UU No.23 Tahun 2003 Tentang Perlindungan Anak sebagai instrument HAM juga tidak menyebutkan
secara eksplisit tentang usia minimum menikah selain menegaskan bahwa anak
22
Kumpulan Perundang-Undangan memuat NTCR, Bandung: CV madani,2007
23
Watjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia Jakarta:Balai Aksara,1987 h.26.
24
R.Subekti, R.Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta: Pradnya paramita, 2006Cet.Ke-37. h. 540.
25
Tim Redaksi Fokus Media, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Tentang Kompilasi Hukum Islam, Bandung: Fokus Media, 2005, h.10.
25
adalah mereka yang berusia dibawah 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan seorang ibu.
26
Bagi orang yang belum mencapai umur minimal tersebut ada kemungkinan melangsungkan perkawinan dengan syarat dispensasi dari
pengadilan atu pejabat lain, seperti disebutkan dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 7 ayat 2
,”Dalam hal penyimpangan terhadap ayat 1 pasal ini dapat meminta dispensasi kepada pengadilan atau
pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun pihak wanita.”
27
Dari ketentuan tersebut di atas bisa ditarik suatu kesimpulan bahwa Undang-undang telah memberikan batasan usia minimum untuk dapatnya
seseorang melangsungkan perkawinan secara pasti. Bertujuan untuk mencegah terjadinya perkawinan anak-anak, agar pemuda pemudi yang akan menjadi
suami isteri benar-benar telah matang jiwa raganya untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Begitu pula dimaksudkan untuk dapat mencegah
terjadinya perceraian muda, dan agar dapat membenihkan keturunan yang baik dan sehat, serta tidak berakibat laju kelahiran yang lebih tinggi sehingga
mempercepat pertambahan penduduk.
26
Undang-undang RI No.23 Tahun 2003 Tentang Perlindungan Anak, Jakarta: Trinity, 2007, Cet.Ke-1.h.3.
27
R. Subekti, R.Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Jakarta: Pradnya Paramita, 2006, Cet.Ke-37. h.540.
26