lvi perekonomian Indonesia berasal dari publikasi Bank Indonesia. Data
sekunder lain yang digunakan yaitu data kurs valuta asing diperoleh dari surat kabar Bisnis Indonesia, website
www.bi.co.id .
2. Kepustakaan Selain itu data-data untuk penelitian ini diperoleh dari berbagai
bahan-bahan tertulis, baik berupa literatur-literatur ilmiah yang digunakan untuk meletakan dasar-dasar teoritis, maupun dari majalah,
surat kabar, laporan penelitian, jurnal ilmiah, serta tulisan-tulisan lainnya yang menunjang dan berkaitan dengan penelitian ini.
D. Metode Analisis
1. Metode ARCH dan GARCH Untuk mengetahui pengaruh variabel dependen terhadap
variabel independen, maka digunakan model regresi majemuk dengan
persamaan sebagai berikut :
Y = a + b
1
X
1
+ b
2
X
2
+ b
3
+X
3
+ e
t
Keterangan : Y = Economic exposure Prosentase perubahan harga saham individu
a = Intercept variabel yang tidak dipengaruhi oleh variabel dependen dan independen.
b = Koefisien dari X X
1
= Prosentase perubahan kurs Rupiah terhadap US Dollar X
2
= Prosentase perubahan Indeks Harga Saham Gabungan
lvii X
3
= Indeks Harga Konsumen Inflasi ARCH merupakan suatu pendekatan untuk menggambarkan
proses-proses stochastic yang ditandai oleh varian time-independence volatilitas. Model ARCH diperkenalkan oleh Engle pada tahun 1982
dengan mengenalkan konsep Conditional Heterocedastic, sebuah konsep tentang ketidak-konstanan data acak, dan perubahan variasi ini
dipengaruhi oleh data acak sebelumnya yang tersusun dalam urutan waktu.
Persamaan R
it
=
01
+
11
R
xt
+
21
R
mt
+
it
dalam mencari eksposur ekonomi perusahaan serta persamaan Y = a + b
1
X
1
+ b
2
X
2
+ b
3
+X
3
+ e dalam mencari faktor-faktor yang mempengarhi eksposur
ekonomi perusahaan di analisis dengan menggunakan metode ARCH
Auto Regressive Conditional Heteroscedasticity dan GARCH Generalized Auto Regressive Conditional Heteroscedasticity.
,menurut Nachrowi Djalal dan Hardius Usman 2006 dan William H. Greene 2003, alasan yang mendasari untuk menggunakan metode
tersebut adalah : a. Data dalam penelitian ini memiliki varian error e
t
yang tidak konstan heteroskedastisitas.
b. Dalam metode ARCH dan GARCH varian error e
t
yang tidak konstan itu dapat dimanfaatkan untuk memboat model.
lviii c. Agar hasil penelitian ini dapat dijadikan pembanding dengan
penelitian sebelumnya yang menggunakan teknik analisa lain. Dalam metode ARCH dan GARCH tidak memandang
heteroskedastisitas sebagai suatu permasalahan, tetapi justru memanfaatkan kondisi tersebut untuk membuat model. Adakalanya
dalam suatu model varian dari error tidak tergantung pada variabel bebasnya melainkan varian tersebut berubah-ubah seiring dengan
perubahan waktu. Data yang meiliki sifat heteroskedastisitas seperti ini dapat
dimodelkan dengan
Auto Regressive
Conditional Heteroscedasticity
ARCH yang dikenalkan oleh Robert Engle, sebagaimana berikut
t 2
= +
1
e
2 t – 1
;
t 2
= var e
t
. Dapat dilihat bahwa var e
t
dijelaskan oleh dua komponen :
1.
Komponen konstanta 2. Komponen variabel
1
e
2 t – 1
yang disebut komponen ARCH. Pada model ini, e
t
heteroskedastisitas, conditional pada e
t-1
. Dengan menambahkan informasi conditional ini, estimator dari a, b
1
, b
2
dan b
3
akan menjadi lebih efisien. Model ARCH di atas, di mana var e
t
tergantung hanya pada volatilitas periode lalu, seperti pada
t 2
= +
1
e
2 t – 1
, disebut dengan model ARCH 1. Sedangkan secara umum, nila var e
t
tergantung pada volatilitas beberapa periode lalu seperti
t 2
= +
1
e
2 t – 1
+
2
e
2 t – 2
+ …
p
e
2 t – p
disebut model ARCH p
lix Pada model ini, agar varian menjadi positif vare
2
0, maka harus di buat pembatasan yaitu :
0 dan 0
1
1. untuk mengestimasi a, b
1
, b
2
, b
3
. Pada model ARCH p di atas, dengan jumlah p yang relatif
besar akan mengakibatkan banyaknya parameter yang harus diestimasi, agar parameter yang diestimasi tidak terlalu banyak, var e
t
dapat dijadikan model berikut :
t 2
= +
1
e
2 t – 1
+
1 2
t – 1
modet tersebut di atas disebut dengan model GARCH 1 karena
t 2
tergantung pada e
2
t – 1
dan
2
t – 1
yang masing-masing memiliki waktu satu. Sama halnya dengan model ARCH, agar varian menjadi positif
vare
2
0, maka pada model ini juga harus di buat pembatasan, yaitu
0 0
;
1
dan
1
0 ; dan
1
+
1
1. Sebagaimana pada model ARCH, maka model GARCH ini juga
dapat di estimasi dengan teknik Maximum Likelihood. Secara umum, var e
t
darat direpresentasikan dalam bentuk :
p q t
2
= +
1
e
2 t – i
+
1 2
t – 1
i = 1 i = 1
model tersebut di atas disebut dengan model GARCH p,q. dari model di atas terlihat bagwa besaran var e
t
juga tergantung pada
2
pada masa lalu.
lx Perhitungan dan pengolahan data dalam penelitian ini
menggunakan alat bantu melalui software statistik dan ekonometrik dalam komputer yang sesuai, yaitu E-Views 5 Version khusus untuk
multikolinieritas menggunakan SPSS 14
2. Pengujian Persyaratan Analisis Dalam penggunaan analisis regresi agar menunjukkan hubungan
yang valid atau tidak bias maka perlu pengujian asumsi klasik pada model regresi yang digunakan. Adapun asumsi dasar yang harus
dipatuhi antara lain : a. Normalitas
Menurut Singgih Santoso 2000: 213 normalitas bertujuan untuk menguji apakah sebuah model regresi, variabel dependen,
variabel independen ataupun kaeduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah distribusi data
normal atau mendekati normal. Dalam penelitian ini digunakan uji Jarque-Berra dalam
mengidentifikasi normalitas data penelitian ini Untuk mengetahui apakah model regresi tersebut mengalami masalah normalitas atau
tidak dapat dideteksi dengan melihat probabilitas dari grafik Jarque- Berradimana dalam penelitian ini = 5 0.05, maka
probabilitas 0.05 maka dapat diambil kesimpulan bahwa data tersebut normal, jika sebaliknya maka tidak normal.
lxi b. Multikoliniearitas
Istilah multikoliniearitas atau disebut juga kolinearitas ganda diciptakan oleh Ranger Frish di dalam bukunya yang berjudul
“Statistical Confluence Analysis by Means of Complete Regression System”
. Istilah tersebut berarti adanya hubungan linier yang sempurna atau eksak di antara variabel-variabel bebas dalam model
regresi J. Supranto; 1938. Uji multikolinearitas digunakan untuk mendeteksi ada atau
tidaknya hubungan antara beberapa variabel independen atau semua variabel independen dalam model regresi serta merupakan
keadaan di mana satu atau lebih variabel independen yang dinyatakan sebagai konsisi linier dengan variabel lainnya. Artinya
bahwa jika di antara peubah-peubah bebas yang digunakan sama sekali tidak berkorelasi satu dengan yang lain maka bisa dikatakan
bahwa tidak terjadi multikolinearitas. Salah satunya dengan melihat nilai VIF yang harus berada di sekitar 1 yaitu masing-
dengan nilai tolerance yang berkisar pada angka 1 pula. Multikolinieritas dapat dihadapi dengan beberapa alternatif,
yaitu: 1. Tambahkan datanya bila memungkinkan, karena masalah
multikolinier biasanya muncul karena jumlah observasinya sedikit.
lxii 2.
Hilangkan salah satu variabel independen, terutama yang memiliki hubungan linear yang kuat dengan variabel lain.
Namun apabila menurut teori variabel independen tersebut tidak dapat dihilangkan, berarti harus tetap dipakai.
3. Transformasikan salah satu atau beberapa variabel,
termasuk misalnya dengan melakukan diferensi. Wing Wahyu Winarno; 2007
c. Autokorelasi Istilah autokorelasi autocorrelation menurut Maurice G.
Kendall dan William R. Buckland di dalam Dictionary of Statistical Term
dikatakan bahwa, “correlation between member’s of series of observation ordered in time as in time-series data or
space as cross-sectional data” . Maksudnya, autokorelasi
merupakan korelasi antara anggota seri observasi yang disusun menurut urutan waktu seperti data time series atau menurut
urutan tempat seperti data cross section atau korelasi pada dirinya sendiri.
Autokorelasi dapat pula didefenisiskan sebagi terjadinya korelasi diantara data pengamatan sebelumnya, dengan kata lain
bahwa munculnya suatu data dipengaruhi oleh data sebelumnya. Untuk mendeteksi terjadinya autokorelasi atau tidak dapat dilihat
melalui nilai Durbin Watson DW. Bila nilai DW terletak di antara d
u
d 4-d
u
maka dapat dikatakan tidak terjadi autokorelasi baik
lxiii positif maupun negatif atau jika nilai d mencapai sekitar 2, di mana
d
u
adalah batas atas dan d
L
adalah batas bawah J. Sopranto; 1983. Menurut Durbin Watson Statistic, terdapat lima kondisi itu
bisa disebut autokorelasi, yakni : 1. 0 d d
L
berarti ada autokorelasi positif. 2. d
L
d d
u
berarti inconclusive keraguan adanya autokorelasi positif.
3. d
u
d 4-d
u
berarti tidak terjadi autokorelasi positif maupun negatif.
4. 4-d
u
d 4-d
L
berarti inconclusive. 5. 4-d
L
d 4 berarti ada autokorelasi negatif. Jika ada masalah dengan autokorelasi, maka model regresi
yang seharusnya signifikan dilihat angka probabilita F dan signifikansinya menjadi tidak layak untuk di pakai. Uji F uji
secara simultan autokorelasi dapat diatasi dengan berbagai macam cara, antara lain dengan melakukan tranformasi data serta
menambah data observasi. Ada atau tidaknya autokorelasi dapt juga dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 3.2. Tabel Uji Durbin Watson
0 dL dU 2 4-dU 4-dL
4 1.48
1.689 2.311 2.52
Ada autokorelasi
positif Tidak Dapat
Diputuskan Tidak ada
Autokorelasi Tidak
Dapat Diputuskan
Ada autokorelas
i positif
lxiv d. Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas adalah keadaan di mana varian dari kesalahan penganggu tidak konstan untuk semua nilai variabel
bebas, J. Supranto; 1983. Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terdapat ketidaksamaan
varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varian dari residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain
tetap, maka disebut dengan homoskedasitas dan jika berbeda disebut
heteroskedastisitas. Model
yang baik
adalah homoskedasitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas.
Dalam menguji ada atau tidaknya herokedastisitas, penulis mengujinya dengan uji White White’s Heteroscedasticity Test
dimana dalam implementasinya, model ini relatif lebih mudah dibandingkan dengan uji-uji lainya. Perhatikan persamaan regresi
berikut: Y = a + b
1
X
1
+ b
2
X
2
+ b
3
+X
3
+ e
t
Berdasarkan regresi yang memiliki tiga variabel bebas tersebut, dapat dilakukan uji white dengan beberapa tahapan
prosedur, yaitu:
1
Hasil estimasi dari model di atas akan menghasilkan nilai error, yaitu: e
t
2
2 Buat persamaan regresinya, yakni:
lxv
e
t 2
= a
o
+ b
1
X
1
+ b
2
X
2
+ b
3
+X
3
+ b
4
X
1 2
+ b
5
X
2 2
+ b
6
+X
3 2
+ b
7
X
1
X
2
X
3
+V
i
Dimana: e
t 2
adalah nilai error a adalah intercept
b adalah koefisien dari X X
1
adalah prosentase perubahan kurs Rupiah terhadap US Dollar
X
2
adalah prosentase perubahan Indeks Harga Saham Gabungan IHSG
X
3
adalah Indeks Harga Konsumen Inflasi 3 Sampel berukuran n dan koefisien determinasi R
2
yang Didapat dari regresi akan mengikuti distribusi Chi-
square dengan derajat bebas jumlah variabel bebas atau
jumlah koefisien regresi diluar intercept. Jika nilai penghitungan melebihi nilai kritis dengan = 5,
diputuskan bahwa tidak terdapat heteroskedastisitas. e. Uji F Uji Secara Simultan
Uji F dilakukan untuk melihat kemaknaan dari hasil model regresi tersebut. Bila nilai F
hitung
lebih besar dari F
tabel
atau tingkat signifikansinya lebih kecil dari 5 : 5 = 0.05maka hal ini
menunjukan bahwa H ditolak dan H
1
diterima yang berarti bahwa variabel independen mempunyai pengaruh yang signifikan
lxvi terhadap variabel dependen secara simultan prosentase perubahan
kurs, prosentase perubahan IHSG serta inflasi terhadap koofisien economic exposure
dalam hal ini adalah prosentase perubahan harga saham perusahaan tersebut sebagai indikatornya.
f. Uji T Uji Secara Parsial Uji T digunakan untuk menganalisis pengaruh variabel
independen terhadap variabel dependen secara parsial. Bila Z
hitung
lebih besar atau lebih kecil dari Z
tabel
atau nilai signifikansinya T : 5 = 0.05 maka H
ditolak dan H
1
diterima yang berarti bahwa terdapat pengaruh yang signifikan secara parsial variabel
independen terhadap variabel dependen. Dalam penelitian ini berarti terdapat pengaruh signifikan secara parsial prosentase
perubahan kurs, prosentase perubahan IHSG serta inflasi terhadap koofisien economic exposure pada perusahaan di sektor barang
konsumsi yang tercatat di Bursa Efek Jakarta.
g. Uji Koofisien Determinasi R
2
Uji koofisien determinasi ditujukan untuk melihat seberapa besar kemampuan variabel independen menjelaskan variabel
dependenya yang dapat di lihat melalui adjusted R square karena variabel independen dalam penelitian ini lebih dari dua.
lxvii
E. Operasional Variabel