Kemandirian Belajar Kajian Teoritik 1. Pembelajaran Matematika

2. Kemandirian Belajar

Kata kemandirian merupakan kata benda yang kata dasarnya “diri” dengan diberi awalan ke dan akhiran an. Kata kemandirian tidak terlepas dari pembahasan mengenai perkembangan diri itu sendiri, dalam konsep Roger disebut dengan istilah self karena diri itu merupakan inti dari kemandirian. Kartadinata berhasil menginventarisasi sejumlah istilah yang dikemukakan oleh para ahli yang makna dasarnya relevan dengan diri, yaitu self-determinism, autonomous morality, ego integrity, the creative self, self-actualization, self- system, real self, self-efficacy, self-expansion, self-esteem, self-pity, self-respect, self-sentience, self-sufficiency, self-expression, self-direction, self-structure, self- contempt, self- control, self-righteouness, self-effacement 16 . Namun istilah yang paling relevan dengan kemandirian adalah istilah autonomy. Mandiri merupakan suatu keinginan yang timbul dari dalam diri seseorang, “Mandiri adalah suatu suasana di mana seseorang mau dan mampu mewujudkan kehendakkeinginan dirinya yang terlihat dalam tindakanperbuatan nyata guna menghasilkan sesuatu barangjasa demi pemenuhan kebutuhan hidupnya dan sesamanya.” 17 Siswa yang mandiri akan terlihat pada kemampuan belajar sendiri dan tidak menggantungkan diri kepada orang lain. Manusia yang mandiri akan mengembangkan cara berpikir positif dan memandang masa depan dengan optimis. Manusia mandiri biasanya memiliki pengetahuan, menguasai keterampilan dan memiliki kemauan yang kuat. Ciri-ciri individu mandiri: percaya diri, mampu bekerja sendiri, menguasai keahlian dan keterampilan yang sesuai dengan kerjanya, menghargai waktu, tanggung jawab. Mandiri sebagai suatu sikap mental berarti kesiapan untuk mengembangkan diri dengan kekuatan yang ada pada dirinya. Hal ini tidak berarti kita menutup diri dari pengaruh orang lain. Kemandirian berbeda dengan sikap mental egois dan individualistik. Makna kemandirian ialah dalam proses 16 Mohammad Ali dan Mohammad Asrori, Psikologi Remaja, Jakarta: Bumi Aksara, 2008, h.109. 17 Antonius Atoshoki, dkk., Relasi dengan Diri Sendiri, Jakarta: PT Gramedia, 2003h.195 mengenal-menerima dan mengembangkan diri tidak menggantungkan diri kepada orang lain. Dengan mandiri, hubungan sosial dengan sesama tetap terjaga. Menurut Barnadib, kemandirian “meliputi perilaku mampu berinisiatif, mampu mengatasi hambatanmasalah, mempunyai rasa percaya diri dan dapat melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan orang lain. Pendapat tersebut juga diperkuat oleh Kartini dan Dali yang mengatakan bahwa kemandirian adalah “hasrat untuk mengerjakan segala sesuatu bagi diri sendiri” 18 . Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kemandirian mengandung pengertian: 1. Suatu keadaan dimana seseorang yang memiliki hasrat bersaing untuk maju demi kebaikan dirinya, 2. Mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi, 3. Memiliki kepercayaan diri dalam mengerjakan tugas-tugasnya, 4. Bertanggungjawab tetrhadap apa yang dilakukannya Maslow membedakan kemandirian menjadi dua, yaitu: “Kemandirian aman secure autonomy, dan kemandirian tidak aman insecure autonomy.” 19 Kemandirian aman adalah kekuatan yang menumbuhkan cinta kasih pada dunia, kehidupan, dan orang lain, sadar akan tanggung jawab bersama, dan tumbuh rasa percaya terhadap kehidupan. Kekuatan ini untuk mencintai kehidupan serta mencintai seseorang. Kemandirian tidak aman merupakan kekuatan kepribadian yang dinyatakan dalam prilaku menetang dunia mementingkan diri sendiri. Havighurst menambahkan bahwa kemandirian terdiri dari beberapa aspek, yaitu: 1. Emosi, aspek ini ditunjukan dengan kemampuan mengontrol emosi dan tidak tergantungnya kebutuhan emosi dari orang tua. 2. Ekonomi, aspek ini ditunjukan dengan kemampuan mengatur ekonomi dan tidak tergantungnya kebutuhan ekonomi pada orang tua. 3. Intelektual, aspek ini ditunjukan dengan kemampuan untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi. 18 Zainun Mu’tadin, Kemandirian sebagai Kebutuhan Psikologis Remaja, 2002, dalam http:www.e-psikologi.comremaja250602.htm. 19 Mohammad Ali dan Mohammad Asrori, Psikologi Remaja…, hlm.111. 4. Sosial, aspek ini ditunjukan dengan kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak tergantung atau menunggu aksi dari orang lain. 20 Kemandirian merupakan suatu sikap individu yang diperoleh secara kumulatif selama perkembangan, dimana individu akan terus belajar untuk bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai situasi di lingkungan, sehingga individu pada akhirnya akan mampu berpikir dan bertindak sendiri. Dengan kemandiriannya seseorang dapat memilih jalan hidupnya untuk dapat berkembang dengan lebih mantap. Untuk dapat mandiri seseorang membutuhkan kesempatan, dukungan dan dorongan dari keluarga serta lingkungan di sekitarnya, agar dapat mencapai otonomi atas diri sendiri. Pada saat ini peran orang tua dan respon dari lingkungan sangat diperlukan bagi anak sebagai ”penguat” untuk setiap perilaku yang telah dilakukannya. Kemandirian merupakan suatu sikap otonomi dimana seseorang secara relatif bebas dari pengaruh penilaian, pendapat dan keyakinan orang lain. Dengan otonomi tersebut seorang remaja diharapkan akan lebih bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri. . “Kemandirian adalah memerlukan tanggung jawab, mereka yang mandiri adalah mereka yang bertanggung jawab, berinisiatif, memiliki keberanian dan sanggup menerima resiko serta mampu menjadi guru bagi dirinya sendiri.” 21 Kemandirian dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Ada sejumlah faktor yang sering disebut korelat bagi perkembangan kemandirian, yaitu sebagai berikut: 1. Gen atau keturunan orang tua. Orang tua yang memiliki sifat kemandirian tinggi seringkali menurunkan anak yang memiliki kemandirian juga. Namun faktor keturunan ini masih menjadi perdebatan karena ada yang berpendapat bahwa sesungguhnya bukan sifat kemandirian orang tuanya itu menurun kepada anaknya, melainkan sifat orang tuanya muncul berdasarkan cara orang tua mendidik anaknya. 20 Zanun Mu’tadin, Kemandirian sebagai Kebutuhan Psikologis Remaja, 2002, dalam http:www.e-psikologi.comremaja250602.htm. 21 Martinis Yamin, Paradigma Pendidikan Konstruktivistik, Jakarta: GP Press, 2008, h.213. 2. Pola asuh orang tua. Cara orang tua mengasuh atau mendidik anak akan mempengaruhi perkembangan kemandirian anak remajanya. Orang tua yang terlalu banyak melarang atau mengeluarkan kata “jangan” kepada anak tanpa disertai dengan penjelasan yang rasional akan menghambat perkembangan kemandirian anak. Sebaliknya, orang tua yang menciptakan suasana aman dalam interaksi keluarganya akan dapat mendorong kelancaran perkembangan anak. Demikian pula orang tua yang cenderung sering membanding-bandingkan anak yang satu dengan yang lainnya juga akan berpengaruh kurang baik terhadap perkembangan kemndirian anak. 3. Sistem pendidikan di sekolah. Proses pendidikan di sekolah yang tidak mengembangkan demokratisasi pendidikan dan cenderung menekankan indoktrinasi tanpa argumentasi akan menghambat perkembangan kemandirian remaja. Demikian juga, proses pendidikan yang menekankan pentingnya pemberian sanksi atau hukuman punishment juga dapat menghambat perkembangan kemandirian remaja. Sebaliknya, proses pendidikan yang lebih menekankan pentingnya penghargaan terhadap potensi anak, pemberian reward, dan penciptaan kompetisi positif akan memperlancar perkembangan kemandirian remaja. 4. Sistem kehidupan di masyarakat. Sistem kehidupan masyarakat yang terlalu menekankan pentingnya hierarki struktur sosial, merasa kurang aman atau mencekam serta kurang menghargai manifestasi potensi remaja dalam kegiatan produktif dapat menghambat kelancaran perkembangan kemandirian remaja. Sebaliknya lingkungan masyarakat yang aman, menghargai ekspresi potensi remaja dalam bentuk berbagai kegiatan, dan tidak terlaku hierarkis akan merangsang dan mendorong perkembangan kemandirian remaja. 22 Kemandirian merupakan aspek psikologis yang dapat dikembangkan sehingga perlu intervensi positif melalui usaha pengembangan atau pendidikan bagi kelancaran perkembangannya. Oleh karena itu terdapat beberapa upaya pengembangan kemandirian remaja dan dapat dimplikasikan dalam pendidikan. Sejumlah intervensi dapat dilakukan sebagai ikhtiar pengembangan kemandirian remaja, antara lain sebagai berikut: 1. Penciptaan partisipasi dan keterlibatan remaja dalam keluarga. Ini dapat diwujudkan dalam bentuk: a. Saling menghargai antaranggota keluarga; b. Keterlibatan dalam memecahkan masalah remaja atau keluarga. 2. Penciptaan keterbukaan. Ini dapat diwujudkan dalam bentuk: a. Toleransi terhadap perbedaan pendapat; b. Memberikan alasan terhadap keputusan yang diambil bagi remaja; 22 Mohammad Ali dan Mohammad. Asrori, Psikologi Remaja …, hlm.118-119. c. Keterbukaan terhadap minat remaja; d. Mengembangkan komitmen terhadap tugas remaja; e. Kehadiran dan keakraban hubungan dengan remaja. 3. Penciptaan kebebasan untuk mengeksplorasi lingkungan. Ini dapat diwujudkan dalam bentuk: a. Mendorong rasa ingin tahu remaja; b. Adanya jaminan rasa aman dan kebebasan untuk mengeksplorasi lingkungan; c. Adanya aturan tetapi tidak cenderung mengancam apabila ditaati. 4. Penerimaan positif tanpa syarat. Ini dapat diwujudkan dalam bentuk: a. Menerima apapun kelebihan dan kekurangan yang ada pada diri remaja; b. Tidak membeda-bedakan remaja satu dengan yang lain; c. Menghargai ekspresi potensi remaja dalam bentuk kegiatan produktif apapun meskipun sebenarnya hasilnya kurang memuaskan; 5. Empati terhadap remaja. Ini dapat diwujudkan dalam bentuk: a. Memahami dan menghayati pikiran dan perasaan remaja; b. Melihat berbagai persoalan remaja dengan menggunakan perspektif atau sudut pandang remaja; c. Tidak mudah mencela karya remaja betapapun kurang bagusnya karya itu. 6. Penciptaan kehangatan hubungan dengan remaja. Ini dapat diwujudkan dalam bentuk: a. Interaksi secara akrab tetapi tetap saling menghargai; b. Menambah frekuensi interaksi dan tidak bersikap dingin terhadap remaja; c. Membangun suasana humor dan komunikasi ringan dengan remaja. 23 Belajar mandiri didefinisikan sebagai usaha individu mahasiswa yang otonomi untuk mencapai suatu kompetensi akademis. Belajar mandiri bukan berarti belajar sendiri. Belajar mandiri berarti belajar secara berinisiatif, dengan ataupun tanpa bantuan orang lain, dalam belajar. Sebagai mahasiswa yang mandiri, tidak harus mengetahui semua hal dan tidak diharapkan menjadi mahasiswa jenius yang tidak membutuhkan bantuan orang lain. Salah satu prinsip belajar mandiri adalah mampu mengetahui kapan membutuhkan bantuan atau dukungan pihak lain. Pengertian tersebut termasuk mengetahui kapan perlu bertemu dengan mahasiswa lain, kelompok belajar, tutor, atau bahkan tetangga yang kuliah di universitas lain. Bantuandukungan dapat berupa kegiatan saling memotivasi untuk belajar, misalnya saling bertukar pendapat dengan tetangga 23 Mohammad. Ali dan Mohammad Asrori, Psikologi Remaja …, hlm.119-120. yang kuliah di universitas lain, seringkali dapat memotivasi diri untuk giat belajar. Bantuandukungan dapat juga berarti kamus, buku literatur pendukung, kasus dari surat kabar, berita dari radio atau televisi, perpustakaan, informasi tentang jadwal tutorial, dan hal lain yang tidak berhubungan dengan orang. Yang terpenting adalah mampu mengidentifikasi sumber-sumber informasi. Identifikasi sumber informasi ini dibutuhkan untuk memperlancar proses belajar pada saat pembelajar membutuhkan bantuan atau dukungan. Kemandirian belajar diartikan sebagai aktifitas belajar yang berlangsungnya lebih didorong oleh kemauan sendiri, pilihan sendiri, dan tanggung jawab sendiri dari pembelajar. Konsep mandiri dalam belajar bertumpu pada prinsip bahwa individu yang belajar hanya akan sampai kepada perolehan hasil belajar, mulai keterampilan, pengembangan penalaran, pembentukan sikap sampai kepada penemuan diri sendiri, apabila ia mengalami sendiri dalam proses perolehan hasil belajar tersebut. Menurut Arifin, ”kemandirian belajar matematika adalah suatu kemampuan untuk menimbulkan dorongan pada diri sendiri secara berkelanjutan untuk senantiasa terlibat dalam penyelesaian masalah matematika.” 24 Sehingga dapat difahami bahwa kemandirian belajar adalah proses pembelajaran yang dilakukan dengan berinisiatif sehingga memiliki rasa percaya diri dan tanggung jawab dalam belajar.

3. Resource Based Learning