Unsur Intrinsik Novel Penutup, yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran-Saran.

19 Cinta termasuk dalam jenis novel populer karena bertemakan cinta asmara, mempunyai alur yang datar dengan karakterisasi yang hitam putih, menggunakan bahasa yang aktual, lincah, dan gaya cerita yang sentimental, bertujuan menghibur, dan mempunyai pembaca yang komersial.

F. Unsur Intrinsik Novel

Novel memiliki unsur-unsur pembangun yang menyebabkan karya sastra itu hadir sebagai karya sastra. Unsur itu adalah unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir, sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang secara langsung turut serta membangun cerita. 36 Sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra. Secara lebih khusus ia dapat dikatakan sebagai unsur- unsur yang mempengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra namun tidak menjadi bagian di dalamnya. Yang termasuk unsur ekstrinsik, antara lain: pendidikan pengarang, agama pengarang, pandangan hidup pengarang, latar belakang budaya dan bahasa pengarang, dan keadaan masyarakat pada waktu sastra itu ditulis. Pada pembahasan ini penulis tidak akan membicarakan unsur ekstrinsik secara luas. Unsur intrinsik novel seperti berikut: 1. Tema Menurut Suminto A. Sayuti, tema adalah makna cerita, gagasan sentral, atau dasar cerita. Istilah tema sering disamakan dengan topik, padahal kedua istilah ini memiliki pengertian yang berbeda. Topik dalam suatu karya adalah pokok pembicaraan, sedangkan tema merupakan 36 Nurgiyantoro, Op. Cit., h. 23. 20 gagasan sentral, yakni sesuatu yang hendak diperjuangkan dalam dan melalui karya fiksi. 37 Menurut Freir dan Lazarus, tema dinyatakan secara tidak terus terang, meskipun ada dan dirasakan oleh pembaca, serta tema tidak lain daripada ide pokok, ide sentral atau ide yang dominan dari karya sastra. Menurut Anglo Saxon, tema mewakili pemikiran pusat, pemikiran dasar, atau tujuan utama penulisan suatu hasil karya. 38 Tema adalah masalah yang menjadi pokok pembicaraan atau yang menjadi inti topik dalam suatu pembahasan. Tema dapat juga berupa makna atau gagasan yang mendasari karya sastra. Ada tiga cara untuk menentukan tema, yaitu 39 : a. Melihat persoalan mana yang paling menonjol. b. Menentukan persoalan mana yang paling banyak menimbulkan konflik, yakni konflik yang melahirkan peristiwa. c. Dengan cara menghitung waktu penceritaan, yaitu waktu yang diperlukan untuk menceritakan peristiwa atau tokoh-tokoh di dalam sebuah karya sastra sehubungan dengan persoalan yang bersangkutan. 2. Alur Pengertian alur sering disamakan dengan jalan cerita. Dua istilah ini berbeda dan mempunyai makna yang berbeda. Pengertian alur sebagai rangkaian peristiwa yang membangun cerita, dipahami sama seperti jalan cerita yang terdiri atas rangkaian peristiwa. Jika Alur selalu didasari oleh adanya hubungan sebab-akibat maka jalan cerita hanya berupa rangkaian peristiwa saja. Dengan demikian, perbedaan asasi antara alur dan jalan cerita terletak pada ada tidaknya hubungan sebab akibat. 40 37 Sayuti, Op. Cit., h. 187. 38 Made Sukada, Pembinaan Kritik Sastra Indonesia, Bandung: Angkasa, 2005, h. 70. 39 S. R. H. Sitanggang, Joko Adi Sasmito, dan Maini Trisna Jayawati, Religiusitas dalam Tiga Novel Modern: Kemarau, Khotbah di Atas Bukit, dan Kubah, Jakarta: Pusat Bahasa, 2003, h. 8. 40 Maman S. Mahayana, 9 Jawaban Sastra Indonesia, Jakarta: Bening Publishing, 2005, h. 152—153. 21 Alur adalah struktur yang berwujud jalinan peristiwa di dalam karya sastra yang memperlihatkan kepaduan tertentu yang diwujudkan antara lain oleh hubungan sebab akibat, tokoh, tema, atau ketiganya. 41 Pada umumnya alur cerita rekaan terdiri dari: alur buka, yaitu situasi mulai terbentang sebagai suatu kondisi permulaan yang akan dilanjutkan dengan kondisi berikutnya. Alur tengah, yaitu kondisi mulai bergerak kearah kondisi yang mulai memuncak. Alur puncak, yaitu kondisi mencapai titik puncak sebagai klimaks peristiwa, serta alur tutup, yaitu kondisi memuncak sebelumnya mulai menampakkan pemecahan atau penyelesaian. 42 Fungsi alur adalah membawa pembaca kearah maju dalam memahami cerita, sekalipun sesungguhnya tidak semua detail dapat diketahuinya dan alur menyediakan tahap atau peluang bagi penulis untuk meletakkan sesuatu yang dikehendakinya untuk diperlihatkan. 43 Alur adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun secara logis. Alur dibangun oleh beberapa peristiwa. Unsur-unsur alur ialah: a. Perkenalan b. Pertikaian c. Perumitan d. Klimakspuncak e. Peleraian f. Akhir Unsur-unsur alur ini tidak selalu urutannya bersusun seperti itu, tetapi ada yang dari tengah terlebih dahulu, lalu kembali ke peristiwa awal, kemudian berakhir. Ada pula yang dari akhir terus menuju ke tengah kemudian sampai ke awal. Karena kedudukan unsur inilah maka ada yang disebut alur maju, alur mundur, dan alur maju dan mundur. Berdasarkan kualitas hubungan tiap unsur alur maka ada alur longgar dan alur erat. Yang dimaksud alur longgar adalah jika sebagian 41 Bambang Trimansyah, Cerita Anak Kontemporer, Yogyakarta: Nuansa, 1999, h. 41. 42 M. Atar Semi, Anatomi Sastra, Padang: Angkasa Raya, 1988, h. 44. 43 Sukada, Op. Cit., h. 72. 22 peristiwanya kita lepaskan tidak dibaca tidak mengganggu keutuhan ceritanya, sedangkan alur erat, bila sebagian ceritanya kita tinggalkan akan mengganggu keutuhan cerita. 44 3. Latar Latar adalah waktu yang menunjukkan kapan sebuah cerita terjadi dan tempat di mana cerita itu terjadi. Secara garis besar latar fiksi dapat dikategorikan sebagai berikut: latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Latar tempat menyangkut deskripsi tempat suatu peristiwa cerita terjadi. Latar waktu mengacu pada saat terjadinya peristiwa, dalam plot secara historis. Latar sosial merupakan lukisan status yang menunjukkan hakikat seseorang atau beberapa orang tokoh dalam masyarakat yang ada di sekelilingnya. 45 Menurut Asul Wiyanto, latar adalah tempat, waktu, dan suasana terjadinya peristiwa dalam cerita. Jadi latar mencakupi tiga hal, yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar suasana. 46 a. Latar Tempat Latar tempat adalah tempat peristiwa itu terjadi. Sebuah peristiwa bisa saja terjadi di halaman rumah, di stasiun, di tepi sungai, dll. b. Latar Waktu Latar waktu adalah kapan peristiwa itu terjadi. Sebuah peristiwa bisa saja terjadi pada masa sepuluh tahun yang lalu, zaman Majapahit, zaman revolusi fisik, atau zaman sekarang. Bisa juga pagi, siang, sore, atau malam hari. c. Latar suasana Peristiwa itu terjadi dalam suasana apa. Suasana ada dua macam, yaitu suasana batin dan suasana lahir. Yang termasuk suasana batin, yaitu perasaan bahagia, sedih, tegang, cemas, marah, dan sebagainya yang dialami para pelaku. Sementara yang termasuk suasana lahir ialah sepi 44 Widjojoko, Op. Cit., h. 46. 45 Sayuti, Op. Cit., h. 127. 46 Wiyanto, Op. Cit., h. 81—82. 23 tak ada gerak, sunyi tak ada suara, senyap tak ada suara, senyap tak ada suara dan gerak, romantis, hiruk-pikuk, dan lain-lain. Menurut Hudson, latar terdiri atas: latar sosial dan latar fisikmaterial. Latar sosial adalah tingkah laku, tata krama, adat istiadat, pandangan hidup, penggambaran keadaan masyarakat, kelompok sosial, sikapnya, bahasa, dan lain-lain yang melatari peristiwa, sedangkan latar fisikmaterial adalah lukisan latar belakang alam atau lingkungan seperti bangunan dan daerah. 47 4. Penokohan Tokoh dan perwatakan tokoh mestinya suatu struktur pula. Ia memiliki fisik dan mental yang secara bersama-sama membentuk suatu totalitas perilaku yang bersangkutan. Tokoh cerita biasanya mengemban suatu perwatakan tertentu yang diberi bentuk dan isi oleh pengarang. Perwatakan dapat diperoleh dengan memberi gambaran mengenai tindak- tanduk, ucapan, kebiasaan, dan sebagainya. 48 Wellek membedakan dua macam penokohan, yaitu penokohan “datar” dan penokohan “bulat”. Dikatakan tokoh datar jika watak tokoh dilukiskan tetap, tidak berubah-ubah sejak awal hingga akhir cerita. Sebaliknya, tokoh bulat mengalami perubahan watak secara menonjol. Berdasarkan peranannya, tokoh dapat dibedakan atas tokoh utama dan tokoh bawahan. Tokoh utama memegang peranan utama; dia diceritakan sejak awal hingga akhir cerita. Tokoh tambahan lebih berperan sebagai pembantu untuk memperjelas peranan dan watak tokoh utama. 49 Tokoh juga dapat dibedakan menjadi tokoh utama, protagonis, antagonis, tritagonis, dan tokoh pembantu. a. Tokoh utama protagonis Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritanya dalam sebuah novel. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, 47 Sitanggang, Op. Cit., h. 7. 48 Semi, Op. Cit., h. 36—37. 49 Sitanggang, Op. Cit., h. 7—8. 24 baik sebagai pelaku kejadian, maupun yang dikenai kejadian, termasuk konflik sehingga tokoh tersebut mempengaruhi perkembangan plot. 50 b. Tokoh Antagonis Yaitu tokoh yang menimbulkan konflik terhadap tokoh utama protagonis. c. Tokoh Tritagonis Yaitu tokoh menjadi penengah antara pelaku protagonis dan antagonis. d. Tokoh pembantu atau tambahan Yaitu pelaku bertugas membantu pelaku utama dalam rangkaian mata rantai cerita pelaku pembantu, mungkin berperan sebagai pahlawan, mungkin juga sebagai penenang atau sebagai penegah jika terjadi konflik. Uraian mengenai cara menggambarkan karakterisasi ini yang agak terperinci diberikan oleh M. Saleh Saad, yang dapat diuraikan pokok- pokoknya di sini sebagai berikut 51 : a. Cara analitik, pengarang dengan kisahnya dapat menjelaskan karakterisasi seorang tokoh. b. Cara dramatik, menggambarkan apa dan siapanya tokoh itu tidak secara langsung, tetapi melalui hal-hal lain: 1 menggambarkan tempat atau lingkungan sang tokoh 2 cakapan percakapan antara tokoh dengan tokoh lain atau percakapan tokoh-tokoh lain tentang dia 3 pikiran sang tokoh atau pendapat tokoh-tokoh lain atau dia 4 perbuatan sang tokoh c. Cara analitik yang panjang ditutup dengan dua-tiga kalimat cara dramatik dan cara dramatik yang panjang ditutup dengan dua-tiga kalimat cara analitik. 50 Nurgiyantoro, Op. Cit., h. 176. 51 Sukada, Op. Cit., h. 64—65. 25 5. Sudut Pandang Sudut pandang dalam narasi cerita itu menyatakan bagaimana fungsi seorang pengisah narrator dalam sebuah narasi, apakah ia mengambil bagian langsung dalam seluruh rangkaian kejadian atau sebagai pengamat terhadap objek dari seluruh aksi atau tindak-tanduk dalam narasi. 52 Sudut pandang atau titik kisah adalah posisi pencerita pengarang tehadap kisah yang diceritakannya. 53 Sudut pandang terdiri atas : a. Sudut Pandang Orang Ketiga “Diaan” Sudut pandang ketiga “dia” digunakan dalam pengisahan cerita dengan gaya “dia”. Narator atau pencerita adalah seseorang yang menampilkan tokoh-tokoh cerita yang menyebut nama, misalnya John, Mary, dan sebagainya atau penggunaan kata ganti seperti: ia, dia, mereka. Nama- nama tokoh cerita, khususnya yang utama kerap atau terus menerus disebut dan sebagai variasi, pengarang menggunakan kata ganti. Sudut pandang orang ketiga terdiri atas: 1 Teknik Pencerita “Diaan” Mahatahu Teknik pencerita “diaan” maha tahu yakni pencerita yang berada di luar cerita yang melaporkan peristiwa-peristiwa yang dialami para tokoh dari sudut pandang dia. Pencerita mengetahui berbagai hal tentang tokoh, peristiwa, dan tindakan termasuk motivasi yang melatarbelakanginya. Ia bebas bergerak dan menceritakan apa saja dalam lingkup waktu dan tempat cerita, berpindah-pindah dari satu tokoh ke tokoh lainnya, menceritakan atau menyembunyikan ucapan dan tindakan tokoh. Bahkan, pencerita mampu mengungkapkan pikiran, perasaan, pandangan, dan motivasi tokoh secara jelas seperti halnya ucapan dan tindakan nyata. 52 Gorys Keraf, Argumentasi dan Narasi, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2004, cet. XV, h. 191. 53 Wiyanto, Op. Cit., h. 83. 26 2 Teknik Pencerita “Diaan” Terbatas Sudut pandang yang menggunakan teknik pencerita “diaan” terbatas , “dia” berfungsi sebagai pengamat, yaitu pencerita berada di luar cerita dan biasanya ia mengetahui segala sesuatu tentang diri seorang tokoh saja—baik tindakan dan batin si tokoh tersebut. Selanjutnya teknik ini menyajikan kepada pembaca pengamatan- pengamatan luar yang berpengaruh terhadap pikiran, ingatan, dan perasaan yang membentuk kesadaran total pengamatan. Dengan demikian, sudut pandang cerita menjadi objektif. Pengarang tidak mengganggu dengan memberikan komentar dan penilaian yang bersifat subjektif terhadap peristiwa, tindakan tokoh-tokoh yang diceritakan. Ia hanya berlaku sebagai pengamat, melaporkan segala sesuatu yang dialami dan dijalani oleh seorang tokoh. b. Sudut Pandang Orang Pertama “Akuan” Sudut pandang orang pertama “aku” terdiri atas: “aku” tokoh utama yaitu pencerita yang ikut berperan sebagai tokoh utama, melaporkan cerita dari sudut pandang “aku” dan menjadi fokus atau pusat cerita dan “aku” tokoh tambahan, yaitu pencerita yang tidak ikut berperan dalam cerita, hadir sebagai tokoh tambahan yang aktif sebagai pendengar atau penonton dan hanya untuk melaporkan cerita kepada pembaca dari sudut pandang “saya”. Sudut pandang orang pertama “aku” terbagi atas: pertama, “aku” tokoh utama, yaitu pencerita yang ikut berperan sebagai tokoh utama, melaporkan cerita dari sudut pandang “aku” dan menjadi fokus atau pusat cerita. Kedua, “aku” tokoh tambahan, yaitu pencerita yang tidak turut serta berperan dalam cerita, hadir sebagai tokoh tambahan yang aktif sebagai pendengar atau penonton dan hanya untuk melaporkan cerita kepada pembaca dari sudut pandang “aku”. 1 Teknik Pencerita “Akuan” Sertaan 27 Teknik pencerita “akuan” sertaan digunakan bila pencerita berlaku sebagai tokoh yang terlibat langsung dengan kejadian- kejadian dalam cerita. Teknik pencerita “akuan” sertaan adalah apabila cerita disampaikan oleh seorang tokoh dengan menggunakan “aku”. Salah seorang tokoh dalam cerita berkisah dengan mengacu pada dirinya dengan kata ganti orang pertama “aku” dan ia berperan dalam pengisahan. Bila pencerita “akuan sertaan” menggunakan “aku” sebagai tokoh utama, ia menceritakan segala-galanya mengenai dirinya, pengalaman, pandangan, keyakinan, dan lain-lain. Nuansanya lebih subjektif dan pembaca seakan-akan dibawa oleh si pencerita mengikuti apa yang dialaminya dan apa yang diyakininya. Pembaca kerap bertanya-tanya apakah semua ini merupakan idegagasan si pengarang. 2 Teknik Pencerita “Akuan” Tak Sertaan Teknik pencerita “akuan” tak sertaan digunakan bila pencerita tidak terlibat langsung dalam cerita walaupun ia berada di dalamnya. 3 Teknik pencerita “Aku” tokoh utama dan “Aku” tokoh tambahan Teknik pencerita “aku” tokoh utama menceritakan berbagai peristiwa dan tingkah laku yang dialaminya secara fisik dan batiniah serta hubungannya dengan segala sesuatu di luar dirinya. Pada teknik pencerita “aku” tokoh tambahan, si pencerita atau “aku” menampilkan kepada pembaca tokoh lain yang dibiarkannya bercerita tentang dirinya. Si pencerita inilah yang menjadi tokoh utama dengan menampilkan berbagai pengalaman, peristiwa, lakuan, dan hubungannya dengan tokoh lain. c. Sudut Pandang Campuran Sudut pandang campuran terdapat dalam sebuah novel apabila si pengarang menggunakan lebih dari satu teknik pencerita. Pengarang berjalan berganti-ganti dari satu teknik ke teknik lainnya. Misalnya 28 penggunaan sudut pandang persona ketiga dengan teknik “dia” mahatahu dan “dia” sebagai pengamat, persona pertama dengan teknik ”aku” sebagai tokoh utama dan “aku” sebagai tokoh tambahan atau sebagai saksi. 54 6. Gaya Bahasa Dilihat dari segi bahasa, gaya bahasa adalah cara menggunakan bahasa. 55 Gaya bahasa adalah bahasa indah yang digunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta membandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum. Secara singkat penggunaan gaya bahasa tertentu dapat mengubah serta menimbulkan konotasi tertentu. Gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis pemakai bahasa. Sebuah gaya bahasa yang baik harus mengandung tiga unsur berikut: kejujuran, sopan-santun, dan menarik. 56 Gaya bahasa adalah cara khas dalam menyampaikan pikiran dan perasaan. Dengan cara yang khas itu kalimat-kalimat yang dihasilkannya menjadi hidup. Karena itu, gaya bahasa dapat menimbulkan reaksi tertentu dan dapat menimbulkan tanggapan pikiran pembaca. Semuanya itu menyebabkan karya sastra menjadi indah dan bernilai seni. 57 Gaya bahasa mencakup diksi atau pilihan leksikal, struktur kalimat, majas, citraan, pola rima, matra, yang digunakan seorang sastrawan atau yang terdapat dalam sebuah karya sastra. Kita dapat menduga siapa pengarang sebuah karya sastra karena kita menemukan ciri-ciri 54 Albertine Minderop, Metode Karakterisasi Telaah Fiksi, Jakarta: Yayasan Obor Jakarta, 2005, cet I, h. 96—112. 55 Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2009, cet. XIX, h. 113. 56 Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa, Bandung: Angkasa, 2009, cet. I, h. 4—5. 57 Wiyanto, Op. Cit., h. 84. 29 penggunaan bahasa yang khas, kecenderungannya untuk secara konsisten menggunakan struktur tertentu, gaya bahasa pribadi seseorang. 58 7. Amanat Amanat adalah unsur pendidikan, terutama pendidikan moral yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca lewat karya sastra yang ditulisnya. Unsur pendidikan ini tentu saja tidak disampaikan secara langsung. Pembaca karya sastra baru dapat mengetahui unsur pendidikannya setelah membaca seluruhnya. 59 Amanat adalah pesan tersurat atau tersirat yang didapat oleh pembaca dari karya sastra yang ditulis oleh pengarang tersebut. Jadi, Unsur intrinsik novel terdiri atas: tema, alur, latar, penokohan, sudut pandang, gaya bahasa, dan amanat.

G. Nilai-Nilai Agama