Pemanfaatan PLC Sebagai Peralatan Otomatisasi Industri Berbasis Ladder Logic Diagram

(1)

TUGAS AKHIR

PEMANFAATAN PLC SEBAGAI PERALATAN OTOMATISASI

INDUSTRI BERBASIS LADDER LOGIC DIAGRAM

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada Departemen Teknik Elektro

Oleh

FREDY ANGGA NIM: 060402055

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PEMANFAATAN PLC SEBAGAI PERALATAN OTOMATISASI

INDUSTRI BERBASIS LADDER LOGIC DIAGRAM

Oleh:

FREDY ANGGA NIM: 060402055

Tugas Akhir ini diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Teknik Elektro

Disetujui oleh: Pembimbing,

Ir. Riswan Dinzi, MT NIP: 19610404 198811 1 001

Diketahui oleh:

Ketua Departemen Teknik Elektro FT USU,

Ir. Surya Tarmizi Kasim, M.Si NIP: 19540531 198601 1 002

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

ABSTRAK

Programmable Logic Controller (PLC) digunakan secara luas untuk keperluan kendali proses di dunia industri. Dalam penerapannya, PLC perlu diprogram dengan metode yang tepat dan

support software yang sesuai. Salah satu metode pemrograman yang dijumpai pada hampir semua

support software PLC adalah Diagram Tangga Logika. Namun untuk proses yang kompleks, penggunaan Diagram Tangga Logika saja akan sulit untuk memecahkan perancangan sistem kendali yang sesuai.

Penulis berkeyakinan bahwa fokus pembelajaran filosofi pembuatan sistem kendali tidak harus tergantung pada suatu merek PLC tertentu. Oleh karena itu, dalam Tugas Akhir ini penulis mencoba melakukan pendekatan umum dan sistematis terhadap PLC, dengan penekanan pada kombinasi penggunaan Bagan Fungsi Sekuensial (Sequential Function Chart = SFC) dan Diagram Tangga Logika untuk mendapatkan solusi sistem kendali proses yang sesuai dan handal. Dalam Tugas Akhir ini, Diagram Tangga Logika yang sudah dirancang akan diuji dengan memanfaatkan support software PLC yang memiliki fitur simulasi.

Hasil Tugas Akhir ini menunjukkan bahwa pemanfaatan SFC dapat menghasilkan Diagram Tangga Logika secara sistematis dan handal, dimana rele internal memegang peranan penting dalam menjembatani SFC dan diagram tangga logika. Selain itu proses penelusuran kesalahan (debug) maupun modifikasi sistem menjadi lebih mudah dan cepat. Akan tetapi Diagram Tangga Logika yang dihasilkan relatif lebih panjang.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkah dan rahmat-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan dengan baik Tugas Akhir yang berjudul: “PEMANFAATAN PLC SEBAGAI PERALATAN OTOMATISASI INDUSTRI BERBASIS LADDER LOGIC DIAGRAM”. Penulisan Tugas Akhir ini merupakan salah satu persyaratan yang wajib dipenuhi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Elektro FT USU.

Tugas Akhir ini penulis persembahkan untuk kedua orangtua yang telah membesarkan penulis dengan kasih sayang yang tidak terhingga yaitu: Ang Hwa Hong dan Saini; kakak penulis, yaitu: Lisa; ketiga adik penulis, yaitu: Rudy Angga, Ervina Angga dan Ernita Angga.

Selama masa kuliah sampai masa penyelesaian Tugas Akhir ini, penulis mendapat dukungan, bimbingan, dan pertolongan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan setulus hati penulis hendak menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Ir. Riswan Dinzi, MT selaku dosen pembimbing Tugas Akhir saya, yang telah bersedia meluangkan waktu di sela-sela kesibukan beliau untuk membimbing penulis mulai dari awal sampai selesainya Tugas Akhir ini;

2. Bapak Ir. T. Ahri Bahriun, M.Sc selaku dosen wali penulis yang banyak memberikan masukan dan pengarahan selama penulis menempuh perkuliahan;

3. Bapak Ir. Surya Tarmizi Kasim, M.Si dan Bapak Rahmat Fauzi, ST, MT selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara;


(5)

4. Bapak Ir. Bonggas L. Tobing, selaku Kepala Laboratorium Teknik Tegangan Tinggi tempat dimana penulis diberikan kesempatan dan kepercayaan menjadi asisten, juga kepada Bapak Ir. Syarawardi dan Ir. Hendra Zulkarnaen, selaku staf pengajar dan staf di laboratorium yang bersangkutan;

5. Seluruh staf pengajar dan administrasi Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara,

6. Teman-teman terbaik semasa SMP sampai sekarang, yaitu: Eddy Setiawan dan Pendy atas segala motivasi dan dukungannya selama ini, juga atas kebersamaannya berangkat bersama menempuh ujian masuk USU di tahun 2006, sungguh kenangan yang tak terlupakan;

7. Teman-teman semasa SMA sampai sekarang, yaitu: Thomas William, Andi, Frederick, Hastomo Ardi, Hartarto, dan seluruh keluarga besar “EXODUS” lainnya yang memberikan semangat dan inspirasi dalam hidup ini;

8. Teman-teman sesama asisten di Laboratorium Teknik Tegangan Tinggi, yaitu: Ko Herman, Ko Andry, Bang Lamringan, Rumonda, Setia dan Yoakim;

9. Teman-teman senior 2005 dan ke atas, Ko Joni Susanto, Bang Ferry D. Hutagalung, Bang Bastanna E. Bangun, Bang Windy Tobing, dan yang lainnya;

10. Teman-teman sesama mahasiswa stambuk 2006, Thomas William, Sugianto, Hendrik, Andi Halim, Budiman Chandra, Firmanto, Desmanto, Sanita SFN, Sukesih, Iqbal, Taufik, Nasir Andi Hakim Nasution, Supenson, Kristian, Fransiscus, Folda, Jaitun, dan yang lainnya;

11. Teman-teman junior, yaitu: pasangan Joni-Angel, Denny Tanaya, Yuyanto, Yudi, Antonius, Teguh, Wilfian, dan yang lainnya;


(6)

12. Teman-teman di KMB-USU yang banyak memberikan semangat dan kenangan-kenangan lucu, begitu juga semua anggota KPU KMB-USU yang telah bersama-sama saya melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya;

13. Semua orang yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang telah memberikan kontribusinya kepada penulis, baik secara langsung maupun tidak langsung, jasa kalian akan senantiasa penulis kenang dan sebagai acuan untuk menempuh hari-hari ke depan dengan penuh semangat dan lebih baik lagi.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi penyempurnaan Tugas Akhir ini. Akhirnya penulis berharap Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, khususnya mahasiswa yang ingin lebih mengetahui dan mendalami masalah sistem kendali berbasis diagram tangga untuk keperluan otomatisasi industri.

Medan, Maret 2011


(7)

DAFTAR ISI

Hal. LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAK... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR... xi

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah... 2

1.3 Tujuan Penulisan... 3

1.4 Manfaat Penulisan... 3

1.5 Batasan Masalah... 4

1.6 Metodologi Pembahasan... 4

1.7 Sistematika Pembahasan... 5

BAB II SISTEM KENDALI, DIAGRAM TANGGA & PLC... 6

2.1 Sejarah Perkembangan Sistem Kendali dan Otomatisasi Industri 6 2.2 Sistem Kendali Konvensional... 7

2.3 Transduser dan Sensor... 8


(8)

2.5 Rele... 9

2.6 Time Delay Relay (Timer)... 12

2.7 Pencacah (Counter)... 13

2.8 Diagram Tangga... 14

2.9 Programmable Logic Controller (PLC)... 16

2.10Operasi pada PLC... 18

2.11Bagian Utama PLC... 19

2.11.1 Prosesor... 19

2.11.2 Catu Daya... 20

2.11.3 Memori... 20

2.11.4 Input dan Output... 21

2.11.5 Perangkat Pemrograman... 21

2.12Sistem Pengkodean PLC... 21

BAB III SISTEM PENGAWATAN PLC & TEKNIK PERANCANGAN DIAGRAM TANGGA... 23

3.1 Teknik Pengawatan PLC... 23

3.1.1 Koneksi Daya... 25

3.1.2 Sinking dan Sourcing... 26

3.1.3 Pengawatan Input... 27

3.1.3.1Input (Sinking)... 28

3.1.3.2Input (Sourcing)... 28


(9)

3.1.4.1 Tipe Rele... 29

3.1.4.2 Tipe Transistor... 30

3.1.4.3 Tipe Triac... 30

3.2 Dasar Diagram Tangga... 31

3.3 Pemrograman Diagram Tangga... 33

3.3.1 Pemrograman Input dan Output... 33

3.3.2 Pemrograman Timer... 34

3.3.3 Pemrograman Counter... 34

3.3.4 Pemrograman Marker... 35

3.4 Teknik Pemrograman Diagram Tangga Logika... 35

3.4.1 Rangkaian Pengunci... 36

3.4.2 Rangkaian Interlok... 36

3.4.3 Operasi One Shot... 37

3.4.4 Set dan Reset... 37

3.4.5 Master Control Relay (MCR)... 38

3.5 Bagan Fungsi Sekuensial... 39

3.6 Elemen Bagan Fungsi Sekuensial... 41

3.6.1 Langkah Awal (Initial Step)... 41

3.6.2 Langkah (Step)... 41

3.6.3 Transisi (Transition)... 42

3.6.4 Kumpulan Step (Macrostep)... 42

3.7 Percabangan Bagan Fungsi Sekuensial... 42


(10)

3.7.2 Percabangan Paralel... 43

3.8 Teknik Perancangan SFC... 44

3.9 Penerapan SFC dalam Diagram Tangga... 45

3.10Teknik Pendeteksian Kegagalan... 51

3.10.1 Pengecekan Pewaktuan... 51

3.10.2 Output Aktif Terakhir... 51

3.10.3 Replikasi... 52

3.10.4 Pengecekan Nilai Perkiraan... 52

BAB IV PEMANFAATAN PLC SEBAGAI PERALATAN OTOMATISASI INDUSTRI BERBASIS LADDER LOGIC DIAGRAM... 53

4.1 Aplikasi PLC pada Dunia Industri... 53

4.2 Batasan Pengujian... 54

4.3 Aplikasi PLC pada Dunia Industri (melibatkan Percabangan Selektif)... 55

4.3.1 Penentuan Jumlah Input dan Output... 55

4.3.2 Penentuan Jumlah Timer dan Counter... 55

4.3.3 Penegasan Proses menjadi Deskripsi Langkah Proses... 56

4.3.4 Perancangan SFC... 56

4.3.5 Konversi SFC menjadi Diagram Tangga Logika... 57

4.3.6 Pengujian Diagram Tangga Logika... 60

4.4 Aplikasi PLC pada Dunia Industri (melibatkan Percabangan Paralel)... 61


(11)

4.4.1 Penentuan Jumlah Input dan Output... 61

4.4.2 Penentuan Jumlah Timer dan Counter... 62

4.4.3 Penegasan Proses menjadi Deskripsi Langkah Proses... 62

4.4.4 Perancangan SFC... 63

4.4.5 Konversi SFC menjadi Diagram Tangga Logika... 63

4.4.6 Pengujian Diagram Tangga... 67

4.5 Perancangan Program PLC untuk Sistem yang Kompleks... 68

4.5.1 Topik Perancangan... 68

4.5.2 Penjelasan Umum Sistem... 69

4.5.3 Penentuan Jumlah Input dan Output... 71

4.5.4 Penentuan Jumlah Timer dan Counter... 72

4.5.5 Penegasan Proses menjadi Deskripsi Langkah Proses... 73

4.5.6 Perancangan SFC... 75

4.5.7 Konversi SFC menjadi Diagram Tangga Logika dan Pengujiannya... 75

BAB V PENUTUP... 76

5.1 Kesimpulan... 76

5.2 Saran... 77

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(12)

DAFTAR TABEL

Hal.

Tabel 2.1 Perbandingan sistem bilangan... 22

Tabel 3.1 Simbol terminal input PLC... 26

Tabel 3.2 Simbolisasi langkah dan transisi... 47

Tabel 4.1 Jumlah maksimum elemen TwidoSuite... 53

Tabel 4.2 Jenis pengecatan kotak... 54

Tabel 4.3 Daftar input dan output sistem... 54

Tabel 4.4 Penggunaan timer pada sistem... 55

Tabel 4.5 Simbolisasi langkah dan transisi... 56

Tabel 4.6 Waktu proses aplikasi... 60

Tabel 4.7 Daftar input dan output sistem... 61

Tabel 4.8 Penggunaan timer pada sistem... 61

Tabel 4.9 Simbolisasi langkah dan transisi... 63

Tabel 4.10 Daftar input untuk sistem AMF... 70

Tabel 4.11 Daftar output untuk sistem AMF... 70


(13)

DAFTAR GAMBAR

Hal.

Gambar 2.1 Bagian utama sebuah rele... 9

Gambar 2.2 Simbol komponen utama sebuah rele... 10

Gambar 2.3 Plug-in relay... 11

Gambar 2.4 Timer... 12

Gambar 2.5 Counter... 13

Gambar 2.6 Rangkaian kendali dasar... 14

Gambar 2.7 Diagram tangga suatu sistem sederhana... 15

Gambar 2.8 Gambaran umum sebuah PLC... 16

Gambar 3.1 Tampilan suatu PLC generik... 24

Gambar 3.2 Rangkaian input PLC menggunakan penggandeng optik (optocupler) yang disederhanakan: (a) Catu daya AC; (b) Catu daya DC... 27

Gambar 3.3 Rangkaian Sensor jenis output PNP (sourcing) yang disederhanakan... 28

Gambar 3.4 Rangkaian Sensor jenis output NPN (sinking) yang disederhanakan ... 29

Gambar 3.5 Rangkaian output PLC tipe rele yang disederhanakan... 30

Gambar 3.6 Rangkaian output PLC tipe transistor yang disederhanakan... 30


(14)

Gambar 3.8 Rangkaian pengunci... 36

Gambar 3.9 Rangkaian interlok dasar... 37

Gambar 3.10 Diagram pewaktuan untuk fungsi one shot... 37

Gambar 3.11 Diagram pewaktuan untuk fungsi Set dan Reset... 38

Gambar 3.12 Contoh program dengan menggunakan Set dan Reset... 38

Gambar 3.13 Master Control Relay... 39

Gambar 3.14 Simbol langkah awal pada SFC... 41

Gambar 3.15 Simbol langkah pada SFC... 41

Gambar 3.16 Simbol transisi pada SFC... 42

Gambar 3.17 Simbol macrostep pada SFC... 42

Gambar 3.18 Simbol percabangan selektif pada SFC... 43

Gambar 3.19 Simbol percabangan paralel pada SFC... 44

Gambar 3.20 Bagan Fungsi Sekuensial... 45

Gambar 3.21 SFC untuk suatu sistem sederhana... 46

Gambar 3.22 Diagram tangga untuk aktivasi transisi... 47

Gambar 3.23 Diagram tangga untuk aktivasi langkah... 48

Gambar 3.24 Diagram tangga untuk aktivasi output... 49

Gambar 3.25 Diagram tangga untuk aktivasi timer... 49

Gambar 4.1 Ladder Diagram untuk Langkah Awal sistem... 58

Gambar 4.2 Diagram tangga untuk aktivasi transisi sistem... 58

Gambar 4.3 Diagram tangga untuk aktivasi langkah sistem... 59


(15)

Gambar 4.5 Diagram tangga untuk aktivasi timer sistem... 60

Gambar 4.6 Diagram tangga untuk aktivasi transisi sistem... 65

Gambar 4.7 Diagram tangga untuk aktivasi langkah sistem... 66

Gambar 4.8 Diagram tangga untuk aktivasi output sistem... 67

Gambar 4.9 Diagram tangga untuk aktivasi timer sistem... 67


(16)

ABSTRAK

Programmable Logic Controller (PLC) digunakan secara luas untuk keperluan kendali proses di dunia industri. Dalam penerapannya, PLC perlu diprogram dengan metode yang tepat dan

support software yang sesuai. Salah satu metode pemrograman yang dijumpai pada hampir semua

support software PLC adalah Diagram Tangga Logika. Namun untuk proses yang kompleks, penggunaan Diagram Tangga Logika saja akan sulit untuk memecahkan perancangan sistem kendali yang sesuai.

Penulis berkeyakinan bahwa fokus pembelajaran filosofi pembuatan sistem kendali tidak harus tergantung pada suatu merek PLC tertentu. Oleh karena itu, dalam Tugas Akhir ini penulis mencoba melakukan pendekatan umum dan sistematis terhadap PLC, dengan penekanan pada kombinasi penggunaan Bagan Fungsi Sekuensial (Sequential Function Chart = SFC) dan Diagram Tangga Logika untuk mendapatkan solusi sistem kendali proses yang sesuai dan handal. Dalam Tugas Akhir ini, Diagram Tangga Logika yang sudah dirancang akan diuji dengan memanfaatkan support software PLC yang memiliki fitur simulasi.

Hasil Tugas Akhir ini menunjukkan bahwa pemanfaatan SFC dapat menghasilkan Diagram Tangga Logika secara sistematis dan handal, dimana rele internal memegang peranan penting dalam menjembatani SFC dan diagram tangga logika. Selain itu proses penelusuran kesalahan (debug) maupun modifikasi sistem menjadi lebih mudah dan cepat. Akan tetapi Diagram Tangga Logika yang dihasilkan relatif lebih panjang.


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada masa sekarang, sistem kendali di dunia industri sudah dan masih terus mengalami perkembangan yang sangat pesat. Salah satu piranti yang digunakan secara luas untuk berbagai keperluan kendali proses adalah Programmable Logic Controller atau yang lebih populer dikenal dengan sebutan PLC. Berbagai disiplin ilmu teknik tentunya memegang peranan penting dalam sejarah perkembangannya. Dari begitu banyak cabang ilmu teknik, teknik elektro bisa dikatakan merupakan cabang ilmu teknik yang berada pada ranah pengguna PLC yang cukup dominan. Oleh karena itu, lulusan teknik elektro hendaknya memiliki pengetahuan yang memadai mengenai PLC dan dasar penggunaannya.

Dalam sejarah perkembangannya, PLC tidak terlepas dari rangkaian kendali berbasis diagram tangga. Diagram tangga telah menjadi suatu alat bantu dalam menerangkan sistem kerja berbagai rangkaian kendali, mulai dari rangkaian yang sederhana sampai pada rangkaian kendali yang cukup rumit.

Dasar pembuatan program kendali pada PLC, sebenarnya diadopsi dari sistem kendali konvensional yang banyak menggunakan berbagai peralatan kendali, misalnya: rele, timer, counter, dsb. Dengan kata lain, PLC dapat menggantikan peralatan kendali pada sistem kendali konvensional. Untuk keperluan ini, PLC membutuhkan support software untuk bisa menuliskan program yang dibutuhkan untuk suatu jenis aplikasi tertentu.


(18)

Pada kenyataannya, terdapat berbagai vendor yang memproduksi PLC. Support software masing-masing PLC juga bervariasi satu sama lainnya sehingga cara pemrograman PLC antara satu merek dan merek lainya memiliki perbedaan. Dalam perkembangannya banyak pula support software PLC yang menyediakan fitur simulasi. Dengan fitur tersebut perancangan dan pengujian suatu rangkaian kendali berbasis Diagram Tangga Logika menjadi lebih gampang. Untuk itulah penulis mencoba mengangkat topik PLC dalam Tugas Akhir ini dari sudut pandang PLC itu sendiri secara lebih detail dan menyeluruh, serta memanfaatkan fitur simulasi untuk keperluan pembelajaran sistem otomatisasi industri.

1.2 Rumusan Masalah

Untuk menulis Tugas Akhir ini, diperlukan sebuah rumusan masalah sehingga permasalahan menjadi lebih jelas. Adapun Rumusan Masalah yang dimaksudkan adalah:

1. Bagaimana sejarah perkembangan sistem kendali di dunia industri?

2. Apa yang dimaksud dengan sistem kendali konvensional dan elemen apa saja yang diperlukan untuk membentuk suatu sistem kendali?

3. Apa yang dimaksud dengan PLC dan bagaimana cara penggunaannya?

4. Apa perbedaan antara sistem kendali konvensional dan sistem kendali yang sudah memanfaatkan PLC?

5. Apa yang dimaksud dengan Diagram Tangga Logika?

6. Mengapa pemahaman tentang rele dapat mempermudah pembelajaran dan pemahaman Diagram Tangga Logika?


(19)

7. Bagaimana prinsip pembuatan Diagram Tangga Logika dan penerapannya dalam pemrograman PLC?

8. Bagaimana cara menerjemahkan proses industri menjadi Diagram Tangga Logika?

9. Apa yang dimaksud dengan SFC dan bagaimana penerapannya di dalam Diagram Tangga Logika?

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan Tugas Akhir ini adalah:

1. menekankan kembali pentingnya pembelajaran dan pemahaman rangkaian kendali dan relevansinya dengan penggunaan PLC pada masa sekarang;

2. mempelajari teknik pembuatan Diagram Tangga Logika untuk berbagai proses kendali di dunia industri;

3. memotivasi dan memberikan suatu rujukan kepada mahasiswa yang tertarik pada sistem kendali sehingga memiliki bekal yang memadai untuk memasuki dunia kerja di industri maupun mengikuti berbagai ajang perlombaan;

4. merancang suatu topik bahasan yang esensial menyangkut hal-hal pokok seputar rangkaian kendali berbasis Diagram Tangga Logika;

1.4 Manfaat Penulisan

Adapun manfaat penulisan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut:

1. mahasiswa dapat lebih memahami mengenai sistem kendali proses dan berbagai peralatan pendukungnya di dunia inustri pada masa kini;


(20)

2. mahasiswa dapat memahami dan sekaligus merasakan pengalaman perancangan Diagram Tangga Logika untuk keperluan sistem kendali proses, yang dibutuhkan untuk keperluan otomatisasi industri;

3. Tugas Akhir ini dapat digunakan sebagai salah satu referensi untuk memberikan pengetahuan mengenai PLC, terutama untuk kalangan mahasiswa.

1.5 Batasan Masalah

Cakupan Tugas Akhir ini perlu dibatasi sehingga bisa terfokus dengan baik. Adapun batasan masalah dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah:

1. Tugas Akhir ini hanya berfokus pada penerapan metode Diagram Tangga Logika dan Bagan Fungsi Sekuensial;

2. Untuk keperluan pengujian terhadap Diagram Tangga Logika (hasil perancangan sistem kendali), Tugas Akhir ini akan menggunakan support software PLC yang memiliki fitur simulasi.

1.6 Metodologi Penulisan

Metode Penulisan dalam Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut:

a. Studi Literatur, berupa tinjauan dari buku teks, buku pedoman, artikel, dan dokumen lainnya yang berhubungan dengan PLC dan perkembangan sistem kendali di dunia industri.

b. Studi Bimbingan, berupa konsultasi/diskusi dengan dosen pembimbing maupun dosen lainnya yang berkompetensi dalam topik bahasan yang menjadi fokus penulisan Tugas Akhir.


(21)

1.7 Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Bagian ini berisikan: Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Batasan Masalah, Metodologi Penulisan, dan Sistematikan Penulisan Tugas Akhir.

BAB II SISTEM KENDALI, DIAGRAM TANGGA & PLC

Bab ini membahas dan menjelaskan hal-hal yang mendasar mengenai sistem kendali dan beberapa komponen utamanya. Selain itu pada bab ini juga akan membahas secara garis besar mengenai dasar diagram tangga dan hal-hal penting seputar PLC.

BAB III SISTEM PENGAWATAN PLC & TEKNIK PERANCANGAN DIAGRAM TANGGA

Bab ini membahas hal-hal yang mendasar mengenai PLC, sistem pengawatan PLC, teknik dasar pemrograman diagram tangga pada PLC, dasar-dasar SFC, dan penerapan SFC ke dalam Diagram Tangga.

BAB IV PEMANFAATAN PLC SEBAGAI PERALATAN OTOMATISASI INDUSTRI BERBASIS LADDER LOGIC DIAGRAM

Pada Bab ini akan dilakukan perancangan beberapa sistem kendali untuk keperluan otomatisasi industri. Kemudian hasil perancangan tersebut akan diuji secara simulasi.

BAB V PENUTUP

Bab ini merumuskan beberapa kesimpulan dan saran dari penulisan Tugas Akhir.


(22)

BAB II

SISTEM KENDALI, DIAGRAM TANGGA & PLC

2.1 Sejarah Perkembangan Sistem Kendali dan Otomtisasi Industri

Pada awalnya, proses kendali mesin-mesin dan berbagai peralatan di dunia industri yang digerakkan oleh motor listrik masih menggunakan saklar-saklar biasa yang digerakkan secara manual oleh manusia, dalam hal ini operator pabrik. Seiring dengan berjalannya waktu sistem kendali manual ini dirasakan kurang handal dan menawarkan fleksibilitas yang sangat rendah, serta tidak efisien lagi. Hal ini lah yang melatarbelakangi para ahli dan praktisi industri secara bertahap dan terus menerus melakukan percobaan dan penelitian dalam rangka menciptakan suatu sistem yang dapat melakukan proses produksi secara lebih efisien, praktis dan otomatis.

Tahap pertama pengendalian proses secara manual akhirnya mulai ditinggalkan dan digantikan dengan suatu sistem kendali yang memanfaatkan saklar elektromagnetik. Sistem inilah yang kemudian dikenal dengan sistem kendali konvensional. Saklar elektromagnetik, semisalnya kontaktor dan rele dapat dioperasikan hanya dengan memberikan catu daya listrik yang relatif rendah pada kumparan kerja saklar elektromagnetik tersebut.

Seiring dengan meningkatnya kebutuhan dalam proses produksi dan manufaktur, menuntut perubahan sistem kendali yang semakin meningkat frekuensinya. Hal ini pula yang semakin mendorong perkembangan PLC, mengingat sistem kendali konvensional cukup sulit diubah. Selain itu sistem penelusuran kesalahan pada sistem kendali konvensional cenderung sulit mengingat banyaknya


(23)

kabel penghubung yang digunakan pada sistem tersebut. Sementara itu, sistem kendali yang menggunakan PLC sudah mengurangi penggunaan kabel sampai pada tingkat yang sangat kecil.

PLC pertama kali diperkenalkan sekitar tahun 1960-an. Awalnya PLC dibuat untuk menggantikan sistem kendali yang masih menggunakan relai konvensional dan sekaligus mengurangi biaya perawatannya. Belford Associates mengusulkan MODICON (Modular Digital Controller) untuk perusahaan yang berada di Amerika. MODICON 084 merupakan PLC pertama yang digunakan pada produk yang bersifat komersial.

2.2 Sistem Kendali Konvensional

Sistem kendali proses dalam dunia industri senantiasa berkembang seiring dengan semakin meningkatnya jumlah produksi barang yang harus dihasilkan. Mesin-mesin yang digunakan untuk melakukan proses produksi, pada umumnya digerakkan oleh motor listrik.

Pada awalnya pengendalian mesin-mesin industri yang digerakkan oleh motor listrik masih menggunakan saklar-saklar biasa yang dioperasikan secara langsung oleh tangan manusia, atau yang lebih dikenal dengan sistem manual. Kenyataannya, sistem manual kurang handal dan tidak fleksibel. Untuk itulah para ahli dan praktisi di dunia industri secara berkesinambungan melakukan percobaan dan riset dalam rangka menciptakan suatu sistem kendali yang dapat melaksanakan proses produksi dengan lebih efisien, praktis, dan otomatis. Seiring dengan berjalannya waktu, sistem manual mulai ditinggalakan dan selanjutnya digantikan


(24)

dengan sistem yang menggunakan rele. Pengoperasian peralatan yang membutuhkan daya listrik yang relatif lebih besar, dapat dilakukukan dengan mencatu daya listrik yang relatif rendah pada sebuah rele. Selanjutnya dengan kombinasi berbagai jenis rele, dapat dibentuk suatu sistem kendali yang melaksanakan suatu proses yang spesifik. Sistem inilah yang dikenal dengan sistem kendali konvensional.

2.3 Transduser dan Sensor

Transduser adalah alat yang mengubah energi dari satu bentuk ke bentuk yang lain. Transduser dapat dibagi menjadi dua kelas: transduser input dan transduser output. Transduser input-listrik mengubah energi non-listrik menjadi energi listrik. Transduser output-listrik bekerja pada urutan yang sebaliknya, yaitu merubah energi listrik menjadi energi non-listrik.

Pada prinsipnya, sensor merupakan alat yang dimaksudkan untuk menggantikan indera yang dimiliki oleh makhluk hidup. Terdapat dua jenis sensor, yaitu sensor diskrit dan sensor analog. Sensor disktit digunakan untuk mendeteksi keberadaan suatu objek. Sementara itu, sensor analog berfungsi untuk mengukur magnitudo suatu besaran fisik yang bersifat analog, misalnya: suhu, tekanan, jarak, dsb. Dalam dunia industri penggunaan sensor sangat luas, sesuai dengan tuntutan kendali proses yang diperlukan.

2.4 Aktuator

Aktuator didefenisikan sebagai alat yang mengubah energi listrik menjadi energi mekanis. Aktuator yang sering dijumpai, dapat berupa relai, solenoid dan


(25)

motor. Dengan sistem kendali konvensional, aktuator sudah bisa dikendalikan sesuai dengan kebutuhan.

2.5 Rele

Rele merupakan piranti yang sangat penting dalam sejarah perkembangan sistem kendali di dunia industri. Prinsip kerja rele juga diterapkan secara luas dalam merancang diagram tangga pada suatu PLC. Atas dasar inilah maka prinsip kerja dari sebuah rele harus dipahami secara menyeluruh.

Gambar 2.1 Bagian utama sebuah rele

Rele merupakan suatu saklar yang bekerja berdasarkan prinsip elektromagnetik. Pada sebuah rele, terdapat dua elemen utama yang perlu dibedakan secara jelas. Elemen yang dimaksudkan adalah “koil” dan “kontak”. Koil merupakan elemen dimana catu daya diberikan, sedangkan kontak menyatakan hubungan


(26)

terminal pada rele dengan peralatan eksternal. Gambar 2.1 menggambarkan bagian-bagian utama sebuah rele.

Selanjutnya terdapat beberapa istilah penting lainnya pula menyangkut rele, yaitu: “energize”, “deenergize”, “normally open (NO)” dan “normally close (NC)”. Dua istilah yang pertama kali disebutkan, merujuk pada koil yang diberikan dan dilepaskan catu dayanya, secara berturut. Dua istilah yang terakhir disebutkan, merujuk pada status kontak dalam keadaan normalnya yang terbuka dan tertutup, secara berurutan.

Status kontak pada sebuah rele ditentukan dari kondisi koil. Sesuai dengan namanya, kedua jenis kontak ini memiliki karakteristik yang saling berlawanan. Pada kondisi koil yang normal (tidak ada pemberian sumber energi listrik) maka kontak NC dalam keadaan tertutup sementara kontak NO dalam keadaan terbuka. Begitu sumber energi listrik diberikan pada koil sebuah rele, maka kontak NC yang tadinya tertutup akan menjadi terbuka, sementara kontak NO yang tadinya terbuka akan menutup. Hal ini akan terus berlangsung selama koil diberikan catu daya listrik. Dengan kata lain, kontak merupakan representasi dari saklar (elektrik) yang dipergunakan untuk keperluan penyambungan/pemutusan rangkaian.

Gambar 2.2 Simbol komponen utama sebuah rele Koil Relai

Kontak NO


(27)

Koil merupakan kumparan yang berfungsi untuk menghasilkan medan magnet ketika diberikan sumber energi listrik. Tegangan untuk mencatu koil sebuah rele yang lazim digunakan adalah 220 VAC atau 24 VDC. Pada kontak jenis NO, pada saat koil rele belum dihubungkan ke catu daya, maka kontak NO akan terbuka; segera setah koil rele dihubungkan ke catu daya yang sesuai, maka arus yang mengalir pada koil akan membangkitkan medan magnet yang menyebabkan kontak NO berubah status, dari terbuka menjadi tertutup. Bila kontak NO tersebut dihubungkan ke peralatan eksternal maka peralatan eksternal akan diaktifkan.

Gambar 2.3 Plug-in relay

Pada aplikasi yang menggunakan rele konvensional, biasanya dikenal istilah “plug-in relay”, artinya rele yang bisa dipasang dengan menggunakan soket. Dengan adanya soket akan sangat memudahkan pemasangan berbagai jenis rele pada rangkaian yang sebenarnya. Selain itu penggantian unit rele yang mengalami kerusakan menjadi sangat gampang dan cepat, karena pada prinsipnya rangkaian rele sudah terhubung dengan rangkaian laiinya melalui perantaraan soket yang ada.


(28)

2.6 Time Delay Relay (Timer)

Pada sebuah rele, segera setelah koil diberikan catu daya listrik maka status kontak akan segera berubah pula. Pada sebuah time delay relay, atau yang lebih populer dikenal dengan sebutan Timer, perubahan status kontak dapat ditunda sesuai dengan tundaan waktu yang diinginkan. Inilah perbedaan antara rele dengan sebuah timer. Timer digunakan pada aplikasi dimana suatu proses memerlukan tundaan waktu. Seperti halnya dengan rele, timer juga terdiri dari “koil” dan “kontak”, hanya saja status kontaknya bisa diatur untuk berubah dalam tundaan waktu yang diperlukan.

Umumnya dikenal dua jenis timer, yaitu “on-delay timer” dan “off-delay timer”. Pada jenis yang pertama, status kontak akan berubah setelah tundaan waktu dari timer tercapai sejak koil mendapatkan sumber energi listrik. Pada jenis yang kedua, status kontak akan langsung berubah segera setelah koil mendapat sumber energi listrik, dan setelah tundaan waktu tercapai, maka status kontak akan berubah ke keadaan awal lagi.


(29)

Selain kedua jenis timer tersebut, dikenal pula berbagai jenis timer yang sering digunakan untuk aplikasi sehari-hari. Salah satu jenis timer yang juga sering digunakan dalam berbagai aplikasi industri adalah timer pulsa. Waktu on/off pulsa juga bisa diatur sesuai dengan kebutuhan. Pada prinsipnya jenis timer yang lain merupakan kombinasi antara on-delay timer dan off-delay timer. Salah satu cara yang efektif untuk memahami prinsip kerja berbagai jenis timer adalah dengan menggunakan diagram pewaktuan (timing diagram) yang biasanya disertai untuk masing-masing jenis timer.

2.7 Pencacah (Counter)

Sebuah pencacah memiliki prinsip kerja yang mirip dengan sebuah timer. Perbedaannya hanya pada parameter yang menyebabkan status kontak berubah. Jika pada timer, tundaan waktu yang berperan menyebabkan status kontak berubah, lain halnya dengan sebuah pencacah. Status kontak sebuah pencacah akan berubah dipengaruhi oleh jumlah cacahan yang sudah ditentukan.


(30)

Umumnya juga terdapat dua jenis counter, yaitu: “up counter” dan “down counter”. Pada jenis yang pertama, counter akan mulai menghitung naik dari nol dan status kontak akan berubah bila counter telah mencacah sampai nilai cacahan yang ditetapkan. Pada jenis kedua, counter akan mulai menghitung mundur dari nilai cacahan yang sudah ditetapkan dan status kontak akan berubah bila nilai cacahan mencapai nol.

2.8 Diagram Tangga

Diagram tangga merupakan teknik pemrograman utama yang digunakan pada PLC. Dalam perkembangannya, diagram tangga dirancang menyerupai logika rele pada sistem kendali konvensional. Sejauh ini diagram tangga masih digunakan secara luas untuk pemrograman PLC. Hal ini mungkin dikarenakan kemiripannya dengan sistem kendali konvensional.

Gambar 2.6 Rangkaian kendali dasar

Diagram tangga digunakan untuk menggambarkan rangkaian kendali dari suatu sistem otomatisasi industri. Umumnya penggambarannya diawali dengan menggambarkan transformator kendali. Gambar 2.6 menunjukkan suatu rangkaian kendali dasar. Dua buah garis vertikal yang disimbolkan dengna 1 dan 2 merupakan

H1 H3 H2 H4

X1 X2


(31)

dikenal dengan istilah rel daya. Beda potensial diantaranya adalah sama dengan tegangan sekunder dari transformator kendali.

Selanjutnya komponen-komponen sistem kendali lainnya, misalnya: Push Button, koil rele, lampu indikator, dsb, digambarkan berada di antara rel 1 dan 2, sesuai dengan fungsi kendali yang diinginkan.

Pada saat membahas diagram tangga sebagai salah satu teknik pemrograman yang digunakan pada PLC, hal penting yang perlu diingat adalah bahwa yang terjadi hanya simbolisasi saja. Hal ini dikarenakan pada pemanfaatan PLC yang sebenarnya, rangkaian untuk input dan output merupakan rangkaian yang terpisah satu sama lainnya. Hal ini tentu saja berbeda dengan rangkaian kendali konvensional, dimana antara input dan outputnya terhubung secara langsung dalam penerapannya. Untuk lebih memperjelas penggunaan diagram tangga pada rangkaian kendali konvensioanal, dapat diperhatikan pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Diagram tangga suatu sistem sederhana

H1 H3 H2 H4

X1 X2

2 1

ON OFF


(32)

2.9 Programmable Logic Controller (PLC)

Programmable Logic Controller (PLC) merupakan suatu bentuk khusus alat kendali berbasis mikroprosesor yang memanfaatkan memori yang dapat diprogram untuk menyimpan instruksi-instruksi dan untuk mengimplementasikan fungsi-fungsi seperti logika, sekuensial, pewaktuan, pencacahan dan aritmetika guna mengendalikan mesin-mesin di dalam suatu sistem kendali proses. Dalam perkembangannya, kemampuan pemrosesan fungsi pada suatu PLC tidak hanya terbatas pada fungsi aritmetika saja. Pada PLC dengan teknologi yang canggih, pemrosesan PID maupun fungsi yang berbasis Fuzzy Logic juga sudah memungkinkan.

Gambar 2.8 Gambaran umum sebuah PLC

PLC sebenarnya merupakan suatu piranti berbasis mikroprosesor yang dikembangkan secara khusus untuk menjawab tantangan di dunia industri. Jika dibandingkan dengan microcontroller, PLC jauh lebih mudah digunakan dan sudah


(33)

dikenal secara umum oleh berbagai kalangan di dunia industri. Sebagai salah satu peralatan kendali yang dapat diprogram, PLC mempunyai banyak kelebihan dibandingkan dengan alat kendali konvensional, yaitu:

1. fleksibel dalam penggunaan;

2. sistem deteksi dan koreksi lebih mudah dan cepat; 3. untuk sistem yang kompleks, investasinya lebih murah;

4. memungkinkan sistem pemantauan yang handal dan terintegrasi; 5. memiliki kecepatan operasi yang sangat baik;

6. implementasi proyek lebih cepat, sederhana dan mudah dalam penggunaannya, begitu juga dengan modifikasinya bila diperlukan;

7. proses dokumentasinya lebih mudah.

Dalam aplikasinya di dunia industri, terdapat beberapa kendala yang mungkin dijumpai pada sistem yang menggunakan PLC, diantranya adalah:

1. Masa transisi dari sistem kendali konvensional menjadi sistem kendali PLC. Hal ini dikarenakan pada implementasi sistem PLC, dibutuhkan keahlian dasar pengoperasian komputer untuk melaksanakan fungsi pemrograman yang menggantikan sistem kendali konvensional;

2. Terdapat berbagai jenis PLC yang beredar di pasaran, yang tidak sama satu sama lainnya (dari segi fungsi maupun teknik pemrogramannya). Oleh karena itu penyesuaian dengan sistem kendali yang akan dirancang sangat diperlukan; 3. Teknologi PLC masih terus mengalami perkembangan dan inovasi, sehingga

update informasi secara berkala sangat dibutuhkan untuk menjamin kekinian piranti PLC yang digunakan;


(34)

4. Mengingat bahwa PLC merupakan piranti yang bersifat elektronik, maka terdapat batasan noise yang bisa ditoleransi oleh piranti PLC. Untuk itulah lokasi pemasangannya juga menjadi salah satu pertimbangan yang wajib diperhatikan dengan seksama, sehingga piranti PLC yang terpasang bisa berfungsi secara benar.

Secara umum PLC diklasifikasikan menjadi dua jenis utama, yaitu: jenis compact dan modular. Pada PLC jenis compact, seluruh bagian vital sebuah PLC sudah tercakup di dalamnya (processor, memori, modul input/output, dan bahkan modul catu daya), namun jumlah I/O maupun memorinya terbatas. Sementara itu pada PLC jenis modular, komponen dasar sebuah PLC merupakan bagian yang terpisah satu sama lainnya dan penggunaannya dapat disesuaikan dengan kebutuhan. Pada umumnya, PLC jenis modular memiliki opsi untuk penambahan jumlah I/O maupun memori. Penggunaan PLC jenis compact terbatas untuk sistem yang sederhana, sedangkan penggunaan PLC jenis modular dikhususkan untuk sistem yang lebih kompleks serta menuntut kehandalan tinggi serta kemungkinan perubahan yang signifikan.

2.10 Operasi pada PLC

PLC bekerja dengan cara melakukan program scanning. Secara umum satu siklus scanning meliputi 3 tahapan utama yaitu: (i) memeriksa status masukan; (ii) melakukan eksekusi program; dan (iii) memperbaharui status keluaran.


(35)

Pada tahapan ini, PLC akan memerikasa seluruh keadaan masukan yang berasal dari piranti eksternal, seperti: saklar tekan, sensor, dsb. Hasil pemeriksaan status input ini kemudian akan disimpan di dalam memori PLC

2.10.2 Melakukan eksekusi program

Pada prinsipnya eksekusi program ditentukan oleh status masukan. Status masukan merupakan syarat wajib untuk memastikan bahwa suatu bagian program perlu dieksekusi.

2.10.3 memperbaharui status keluaran

Hasil dari eksekusi suatu program kemudian akan menentukan perubahan status keluaran dari elemen yang terpasang pada rangkaian keluaran PLC. Setelah itu proses scanning program akan kembali memeriksa status masukan.

Dalam operasi suatu PLC, juga dikenal istilah waktu respons. Waktu respons dapat digambarkan sebagai waktu yang dibutuhkan oleh suatu PLC untuk bisa mengakibatkan terjadinya suatu output.

2.11 Bagian Utama PLC

Secara umum, bagian utama suatu PLC adalah sebagai berikut: prosesor, catu daya, memori, modul input dan output, serta perangkat pemrograman.

2.11.1 Prosesor

Unit prosesor atau lebih populer dengan sebutan central processing unit (CPU) adalah unit yang berisi mikroprosesor yang menginterpretasikan sinyal-sinyal input dan melaksanakan tindakan-tindakan pengendalian, sesuai dengan program


(36)

yang tersimpan di dalam memori. CPU selanjutnya mengkomunikasikan keputusan-keputusan yang diambil sebagai sinyal-sinyal kendali ke antar-muka output.

2.11.2 Catu daya

Unit catu daya diperlukan untuk mengkonversikan tegangan bolak-balik sumber menjadi tegangan rendah searah (0/5 VDC) yang dibutuhkan oleh prosesor dan rangkaian-rangkaian di dalam modul-modul input dan output;

2.11.3 Memori

Unit memori adalah lokasi penyimpanan program yang digunakan untuk melaksanakan tindakan-tindakan pengendalian oleh mikroprosesor. Pada suatu PLC terdapat beberapa elemen memori yang bisa dijumpai, yaitu:

1. Read-only memory (ROM) sistem yang menyediakan fasilitas penyimpanan permanen untuk sistem operasi dan data permanen yang digunakan oleh CPU. 2. Random-access memory (RAM) untuk program yang dihasilkan oleh

pengguna. Selain itu juga ada RAM yang dialokasikan untuk data. Memori ini merupakan tempat penyimpanan informasi mengenai status perangkat-perangkat input dan output, serta nilai-nilai timer, pencacah maupun perangkat eksternal lannya. Sebagian dari memori ini, yaitu blok alamat, diperuntukkan bagi alamat-alamat input dan output dan juga status untuk masing-masing input dan output yang bersangkutan. Sebagian lainnya disisihkan untuk menyimpan data yang telah ditetapkan sebelumnya (preset value) dan sisanya untuk menyimpan nilai-nilai timer, counter, dsb.

3. Sebagai pilihan, dapat pula disertakan suatu modul ekstra erasable and programmable read-only memory (EPROM), yaitu ROM-ROM yang dapat


(37)

diprogram dan setelah itu program tersebut secara permanen tersimpan di dalamnya.

2.11.4 Input dan Output

Bagian input dan output adalah antar-muka di mana prosesor menerima informasi dari dan mengkomunikasikan informasi kendali ke perangkat-perangkat eksternal. Sinyal-sinyal input dapat berasal dari berbagai jenis saklar maupun sensor. Sedangkan sinyal-sinyal output bisa jadi diberikan pada kumparan magnetik kontaktor, katub solenoid, dsb. Perangkat-perangkat input dan output dapat dikagegorikan menjadi perangkat-perangkat yang menghasilkan sinyal-sinyal digital maupun analog.

2.11.5 Perangkat Pemrograman

Perangkat pemrograman dipergunakan untuk memasukkan program yang dibutuhkan ke dalam memori PLC. Perangkat pemrograman bisa berupa komputer yang di dalamnya terdapat support software PLC yang bersesuaian. Setelah program yang dibutuhkan selesai dirancang, maka program tersebut dapat ditransfer ke PLC melalui kabel koneksi ke saluran komunikasi PLC. Jenis port yang sering digunakan adalah port serial dengan spesifikasi yang beragam.

2.12 Sistem Pengkodean PLC

Selama ini kita menggunakan sistem bilangan desimal dalam melakukan perhitungan maupun pengkodean dalam aplikasi sehari-hari. Ketika berhubungan dengan PLC, pengetahuan tentang berbagai sistem bilangan lainnya sangat bermanfaat mengingat pengkodean PLC bisa saja menggunakan sistem bilangan


(38)

selain sistem bilangan Desimal. Tabel 2.1 menunjukkan perbandingan/perbedaan sistem bilangan satu sama lainnya

Tabel 2.1 Perbandingan sistem bilangan

Desimal Oktal Heksadesimal Biner

0 0 0 0

1 1 1 1

2 2 2 10

3 3 3 11

4 4 4 100

5 5 5 101

6 6 6 110

7 7 7 111

8 10 8 1000

9 11 9 1001

10 12 A 1010

11 13 B 1011

12 14 C 1100

13 15 D 1101

14 16 E 1110

15 17 F 1111


(39)

BAB III

SISTEM PENGAWATAN PLC & TEKNIK PERANCANGAN DIAGRAM TANGGA

3.1 Teknik Pengawatan PLC

Salah satu bahasan penting yang sering terlewatkan pada saat pembelajaran PLC adalah cara menghubungkannya dengan sistem yang akan dikendalikan. Koneksi yang dimaksudkan bisa jadi saklar pembatas, sensor kedekatan, sensor cahaya, kontaktor, dsb. PLC memerlukan teknik pengawatan yang sesuai sehingga bisa melaksanakan tugas kendali dengan tepat pula.

Sistem PLC biasanya melibatkan penanganan rangkaian yang beroperasi pada beberapa level tegangan maupun arus. Catu daya PLC bisa jadi memerlukan sumber 220 VAC, sementara itu peralatan sensor biasanya membutuhkan catu daya tegangan 24 VDC. Di sisi lainnya, aktuator berupa motor listrik justru membutuhkan catu daya 3 phasa, 380 VAC. Arus untuk peralatan sensor hanya berkisar pada ratusan mA, sementara itu arus untuk sebuah motor listrik bisa berkisar dari beberapa ampere sampai ratusan ampere.

Untuk bisa memfasilitasi berbagai peralatan dengan level tegangan/arus yang bervariasi, suatu teknik antar-muka (interface) yang tepat akan mampu menyelesaikan permasahan yang dimaksudkan. Sebagai contoh, output suatu PLC yang hanya memungkinkan pensaklaran komponen DC dapat diantar-muka dengan suatu rele yang memerlukan catu daya DC. Setelah itu kontak dari rele tersebut sudah bisa digunakan untuk berbagai keperluan pensaklaran komponen DC maupun


(40)

AC. Hal ini dikarenakan kontak dari sebuah rele bersifat bebas, yang lebih populer dengan sebutan “free contact”.

Gambar 3.1 Tampilan suatu PLC generik

Koneksi PLC, kecuali untuk daya utama hanya terbatas menghubungkan input pada peralatan perasa dan saklar, dan menghubungkan output dengan peralatan yang akan dikendalikan (lampu, kontaktor, motor, dsb). Pada Gambar 3.1, ditunjukkan sebuah tampilan PLC generik, maksudnya adalah sebuah PLC secara umum, tanpa merujuk kepada suatu merek/tipe tertentu. PLC generik ini diasumsikan memiliki 6 input dan 4 output (10 I/O). Sistem penyampungan input pada PLC generik ini diasumsikan memiliki tipe selectable common (disimbolkan dengan S/S).

Q4 COM 4 Q3 COM 3 Q2 COM 2 Q1 COM 1 0 V 24 V DC I2 I1 I4 I3 I6 I5 S/S S/S N L

100-240 V AC

OUTPUT INPUT GENERIC PLC Programming Port


(41)

Terminal S/S bagian bawah menangani I1, I2, dan I3; sementara itu terminal S/S bagian atas menangani I4, I5, dan I6. Sistem penyambungan output pada PLC generik ini diasumsikan memiliki tipe rele dan memiliki common masing-masing. Pada PLC generik ini, diasumsikan bahwa catu daya yang dibutuhkan adalah AC; sementara itu tegangan searah akan otomatis dibangkitkan ketika unit PLC generik sudah mendapatkan catu daya antara 100 – 240 VAC.

3.1.1 Koneksi Daya PLC

Catu daya suatu PLC bervariasi tergantung pada jenis PLC yang digunakan. PLC yang tersedia dapat beroperasi dalam rentang penggunaan yang luas, misalnya: 24 VDC, 120 VAC, dan 240 VAC. Bahkan dijumpai juga vendor yang memproduksi unit yang beroperasi dalam tegangan antara 120 sampai 240 VAC tanpa perlu melakukan modifikasi pada unit tersebut. Khusus untuk koneksi daya pada unit yang menggunakan DC, perhatian lebih harus diberikan untuk memastikan bahwa terminal (+) dan (-) telah dipasang dengan benar. Koneksi daya untuk unit AC tidak terlalu penting untuk diperhatikan terkecuali spesifikasi PLC mengharuskan kawat phasa dan netral dihubungkan pada terminal yang sesuai.

Pada dasarnya, terlepas dari jenis catu daya yang digunakan, level tegangan kendali yang digunakan untuk pemrosesan di dalam unit PLC merupakan tegangan DC (0/5 V), dimana tegangan 0 VDC merepresentasikan logika “0” dan tegangan 5 VDC merepresentasikan logika “1”. Jadi untuk unit PLC yang menggunakan catu daya AC, sebenarnya pada unit PLC tersebut akan terjadi suatu mekanisme penyearahan sumber AC menjadi DC.


(42)

3.1.2 Sinking dan Sourcing

Sinking dan sourcing merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan tentang kutub positif dan negatif yang menghubungkan antara catu daya dengan beban (output). Sebagian besar PLC memungkinkan pemakai memilih untuk melakukan pemasangan saklar pada posisi sinking atau sourcing pada bagian input. Biasanya produsen PLC menyediakan terminal khusus pada bagian input untuk keperluan tersebut. Pada terminal ini, catu daya sinking (-) atau sourcing (+) dihubungkan. Sementara itu penghantar catu daya lainnya dihubungkan dengan peralatan input eksternal tertentu yang dihubungkan dengan PLC.

Beberapa jenis PLC hanya memiliki inputsinking (-) atau sourcing (+) saja. Untuk itu jika menemui PLC jenis ini, cara pemasangannya harus memperhatikan konfigurasi dari PLC tersebut. Untuk membedakan antara sinking (-) dan sourcing (+) yang terdapat pada PLC, pada umumnya digunakan simbol-simbol yang berbeda untuk mengidentifikasi terminal sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 2.1.

Tabel 3.1 Simbol terminal input PLC

Tipe Terminal Simbol Contoh Tegangan Fixed positive common + COM + V 24 VDC Fixed negative common - COM - V 0 VDC

Selectable common S/S 0 atau 24 VDC

Pemasangan komponen output PLC hampir sama dengan pemasangan komponen input pada PLC jika menggunakan rele, karena rele menggunakan isolasi mekanis yang memungkinkan segala macam tipe tegangan diubah (voltage free contacts). Jika menggunakan triac, sinking/sourcing tidak digunakan karena triac mengubah tegangan AC yang polaritasnya bisa saling dipertukarkan. Jika


(43)

menggunakan transistor, hal yang sangat penting adalah menentukan penggunaan sinking/sourcing. Hal ini dikarenakan transistor dirancang khusus untuk beroperasi dengan tegangan negatif atau tegangan positifnya saja. Oleh karena itulah penghubungan tegangan pada output tipe transistor harus pada terminal yang benar dan tepat.

3.1.3 Pengawatan Input

Rangkaian input pada suatu PLC menggunakan penggandeng optik (optocoupler), untuk mengisolasi rangkaian eksternal dan rangkaian internal input PLC secara elektrik. Penggandeng optik bertujuan melindungi rangkaian internal PLC dari kemungkinan kerusakan akibat pemasangan piranti input. Rangkaian input PLC yang sederhana bisa berupa yang AC maupun DC. Selain itu terdapat pula yang sinking maupun sourcing.

Gambar 3.2 Rangkaian input PLC menggunakan penggandeng optik (optocupler) yang disederhanakan: (a) Catu daya AC; (b) Catu daya DC

Piranti input bisa merupakan saklar ataupun sensor. Untuk piranti input yang memiliki jenis output sinking harus dihubungkan dengan PLC dengan jenis input sourcing dan sebaliknya, untuk piranti input yang memiliki jenis output sourcing harus dihubungkan dengan PLC dengan jenis input sinking. Atau dengan kata lain,

+

-L

N


(44)

pemasangan piranti input ke rangkaian input PLC harus sepasang (sinkig-sourcing atau sourcing-sinking).

Jika pemasangannya tidak memenuhi kaidah yang dimaksudkan maka piranti input yang dipasang tidak akan berfungsi dengan benar atau bahkan tidak berfungsi sama sekali, sehingga berpotensi mengakibatkan kesalahan dalam proses kendali yang sudah dirancang.

3.1.3.1 Input (Sinking)

Jenis input sinking tepat digunakan bila terdapat beberapa catu daya di dalam sistem PLC. Piranti yang bisa dihubungkan ke input PLC jenis sinking adalah piranti dengan jenis output sourcing.

Gambar 3.3 Rangkaian Sensor jenis output PNP (sourcing) yang disederhanakan

3.1.3.2 Input (Sourcing)

Jenis input sourcing tepat digunakan bila terdapat catu daya tunggal di dalam sistem PLC. Piranti yang bisa dihubungkan ke input PLC jenis sourcing adalah piranti dengan jenis output sinking.

Vcc

Gnd Output RANGKAIAN


(45)

Gambar 3.4 Rangkaian Sensor jenis output NPN (sinking) yang disederhanakan 3.1.4 Pengawatan Output

Pada prinsipnya, rangkaian output pada PLC juga umumnya menggunakan suatu isolator optik, untuk menghindari kontak langsung rangkaian output internal PLC dengan berbagai peralatan output yang terhubung pada PLC. Isolator optik ini menggunakan transistor yang bersifat sinking atau sourcing. Unit yang menggunakan transistor NPN, dikenal dengan unit sinking; sementara unit yang menggunakan transistor PNP, dikenal dengan unit sourcing.

Selain itu, pada bagian rangkaian output juga ditambahkan dengan rele, transistor, ataupun triac, untuk melaksanakan fungsi pensaklaran yang dibutuhkan. Masing-masing tipe output memiliki karakteristiknya masing-masing. Oleh karena itu untuk aplikasi yang menggunakan PLC, pemilihan tipe output yang sesuai akan sangat berpengaruh pada unjuk kerja peralatan yang dikendalikan.

3.1.4.1 Tipe Rele

Pada PLC dengan output tipe rele, memungkinkan pensaklaran peralatan yang membutuhkan catu daya ac maupun dc. Oleh karena itu, output tipe rele sering disebut juga dengan output tegangan bebas (volt-free).

Vcc

Gnd Output RANGKAIAN


(46)

Gambar 3.5 Rangkaian output PLC tipe rele yang disederhanakan

3.1.4.2 Tipe Transistor

Untuk keperluan pensaklaran yang lebih cepat, biasanya PLC dengan output tipe transistor lebih direkomendasikan. Hal ini dikarenakan waktu respons transistor lebih cepat dibandingkan dengan rele. Akan tetapi output tipe transistor hanya bisa diaplikasikan untuk peralatan yang menggunakan catu daya dc.

Gambar 3.6 Rangkaian output PLC tipe transistor yang disederhanakan

3.1.4.3 Tipe Triac

Jika peralatan output menggunakan catu daya ac, dan diperlukan switching yang lebih cepat, maka PLC dengan output tipe triac merupakan pilihan yang tepat. Waktu respons triac lebih cepat daripada rele dan relatif lebih tahan terhadap

BEBAN

-/N +/L

BEBAN

+

-+


(47)

switching yang cepat. Akan tetapi, output tipe triac membutuhkan suatu mekanisme perlindungan terhadap kemungkinan terjadinya arus lebih.

Gambar 3.7 Rangkaian output PLC tipe triac yang disederhanakan

3.2 Dasar Diagram Tangga

Ketika merancang program untuk sebuah PLC, latar belakang mengenai rangkaian kendali konvensional berbasis diagram tangga akan sangat bermanfaat. Alasannya adalah pada tahap awal perancangan program pada PLC, program diagram tangga sangat mirip dengan diagram tangga pada sistem kendali konvensional. Hal ini bukanlah sebuah kebetulan. Pada saat awal PLC dikembangkan, para rekayasawan yang terlibat sudah menyadari bahwa rangkaian berbasis diagram tangga merupakan rangkaian kendali yang dikenal secara luas oleh pengguna di kalangan industri. Hal inilah yang kemudian menjadi alasan kuat untuk mengembangkan teknik pemrogramman PLC berbasis diagram tangga. Sampai sekarang, teknik pemrograman berbasis diagram tangga masih digunakan secara luas dan merupakan salah satu teknik pemrograman yang sangat populer di kalangan pengguna industri.

BEBAN

L


(48)

Pada sistem kendali konvensional, diagram tangga yang dirancang merepresentasikan cara pemasangannya untuk kondisi yang sebenarnya. Sebagai contoh, kita akan merancang sebuah sistem untuk mengendalikan (menjalankan/menghentikan) sebuah motor induksi 3 phasa. Jika tombol tekan “START” ditekan sesaat maka motor akan dijalankan. Sementara itu tombol tekan “STOP” yang ditekan sesaat akan menghentikan catu daya pada motor. LAMPIRAN F menunjukkan diagram tangga untuk sistem yang dimaksudkan, baik dengan rangkaian kendali konvensional, maupun dengan memanfaatkan PLC.

Pada Gambar F.1, ditunjukkan diagram tangga untuk sistem kendali konvensional. Pada diagram tangga ini juga sudah dilengkapi dengan nomor terminal untuk masing-masing peralatan kendali (magnetik kontaktor maupun overload relay). Pada aplikasi yang sebenarnya keseluruhan elemen kendali ini akan dipasang sedemikian rupa dengan merujuk pada Gambar F.1.

Berbeda halnya dengan sistem kendali yang sudah menggunakan PLC, pemasangan elemen fisik seperti halnya PB1, PB2, KM1, dan Alarm tidak terhubung seperti yang tampak pada diagram tangga untuk sistem kendali konvensional. Pada sebuah PLC, Elemen fisik ini akan dihubungkan ke bagian input dan output (I/O) PLC sesuai dengan konfigurasi PLC yang digunakan. Jadi hal penting yang perlu dilakukan dalam pemrograman diagram tangga untuk sistem yang bersangkutan adalah pemetaan elemen fisik menjadi elemen pemrograman di dalam program PLC. Gambar F.2 menunjukkan diagram pengawatan untuk koneksi input dan output pada suatu PLC Generik. Sementara itu program diagram tangga yang perlu dituliskan tampak pada bagian bawah Gambar F.2. Dari sinilah muncul dua istilah yang sangat


(49)

sering digunakan untuk membedakan sistem kendali konvensional dengan sistem kendali yang menggunakan PLC, yaitu: “hard-wiring” dan “soft-wiring”, secara berturut.

Pada sistem kendali konvensional, untuk sejumlah input dan output yang sama, jika dibutuhkan perubahan sistem kendali maka perubahan harus langsung dilakukan pada sistem pengawatan yang sebenarnya. Akan tetapi bila menggunakan sistem PLC, maka perubahannya hanya cukup dilakukan pada program diagram tangga yang bersangkutan.

3.3 Pemrograman Diagram Tangga

Pemrograman PLC dengan menggunakan LD memiliki kemiripan dengan sistem rele konvensional, hanya saja piranti seperti halnya rele, timer maupun counter merupakan komponen built-in yang sudah terdapat pada unit PLC. Dengan menggunakan PLC, memungkinkan rele, timer maupun counter diprogram sesuai dengan proses kerja yang diinginkan dengan cepat dan dinamis.

3.3.1 Pemrograman Input dan Output

Simbol yang digunakan untuk mereferensikan suatu I/O pada PLC cukup beragam, tergantung dari merek yang digunakan. Dalam Tugas Akhir ini kita akan menggunakan I untuk input dan Q untuk output. Dalam aplikasinya, input diprogramkan berupa kontak (NO maupun NC) sementara output diprogramkan berupa koil dan atau kontak (N0 maupun NC). Input dapat saja berupa tombol tekan konvensional maupun peralatan sensor lainnya. Sementara itu output dapat saja berupa lampu indikator yang sederhana, koil Magnetic Contactor (MC), Buzzer, dsb.


(50)

3.3.2 Pemrograman Timer

Simbol yang umum digunakan untuk timer adalah “T”. Dalam Tugas Akhir ini kita juga akan menggunakan simbol tersebut. Timer bisa diprogramkan berupa koil dan atau kontak (N0 maupun NC). Selain itu tidak jarang juga, Timer diprogramkan sebagai suatu blok tundaan. Terlepas dari cara pemrogramannya, Timer digunakan untuk menghasilkan tundaan waktu aktif (On delay) maupun tundaan waktu padam (off delay) tergantung dengan kebutuhan. Salah satu parameter yang wajib diatur adalah waktu acuan (time base). Pada kebanyakan PLC, waktu acuan yang sering digunakan adalah 100 ms. Hubungan antara tundaan waktu (TD) dengan pengaturan waktu (TS) dan waktu acuan (TB) dinyatakan dalam Persamaan (3.1).

TD = TS*TB … (3.1)

Sebagai contoh untuk mendapatkan tundaan waktu sebesar 5 detik maka pengaturan waktu perlu dibuat “50”.

3.3.3 Pemrograman Counter

Simbol yang umum digunakan untuk timer adalah “C”. Dalam Tugas Akhir ini kita juga akan menggunakan simbol tersebut. Seperti halnya Timer, sebuah Counter juga diprogramkan berupa koil dan atau kontak (NO maupun NC). Selain itu tidak jarang juga, counter diprogramkan sebagai suatu blok counter. Parameter penting yang perlu diatur pada suatu counter adalah jumlah cacahan dan tipe penghitungannya (up counter atau down counter). Selain itu pada Counter, diperlukan perintah untuk bisa melakukan “RESET”.


(51)

3.3.4 Pemrograman Marker

Simbol yang umum digunakan untuk Marker adalah “M”. Dalam Tugas Akhir ini kita juga akan menggunakan simbol “M”. Marker merupakan istilah lain dari rele internal (Internal Relay) atau memory bit. Rele Internal sebenarnya bukanlah sebuah perangkat rele dalam pengertian yang sesungguhnya, namun hanya merupakan bit-bit di dalam memori penyimpanan data yang berprilaku sebagaimana layaknya sebuah rele. Dalam penggunaannya, marker dapat dianggap seperti halnya sebuah rele konvensional yang terdiri dari koil dan kontak (NO maupun NC). Jadi rele internal dapat diprogramkan baik sebagai koil maupun kontak. Kontak dari sebuah rele internal dapat dipergunakan berulang kali sesuai dengan kebutuhan.

Struktur umum pendeklarasian rele internal serupa dengan output, hanya saja simbol yang digunakan sudah berbeda. Selain itu pada beberapa PLC, sistem pengkodeaannya juga berbeda. Namun seperti ingin saya tegaskan kembali bahwa simbolisasi maupun pengkodean bukanlah inti dari suatu perancangan sistem. Jadi yang kita perlu lakukan ketika sudah memutuskan menggunakan suatu tipe PLC tertentu, adalah penyesuaian dengan simbolisasi dan pengkodean yang terdapat pada PLC yang dimaksudkan.

3.4 Teknik Pemrograman Diagram Tangga Logika

Terlepas dari merek PLC yang digunakan, berikut ini akan dijabarkan secara jelas namun ringkas, beberapa rangkaian dasar yang sering dibutuhkan dalam pembuatan diagram tangga.


(52)

3.4.1 Rangkaian Pengunci

Seperti yang sudah pernah disinggung pada bahasan 3.3.1, suatu rangkaian pengunci merupakan rangkaian yang sangat sering dibutuhkan untuk menjalankan suatu aplikasi pengendalian proses. Dengan menggunakan PLC, rangkaian pengunci dapat dibuat dengan gampang.

Gambar 3.8 Rangkaian pengunci

Dalam beberapa kondisi, kita perlu mengunci rele sedemikian rupa sehingga jika peralatan yang mengaktifkannya dinonaktifkan maka rele tetap berada dalam kondisi aktif. Rangkaian ini berguna ketika kita ingin mendapatkan fungsi layaknya tombol tekan permanen dengan menggunakan tombol tekan sesaat.

3.4.2 Rangkaian Interlok

Rangkaian interlok sangat sering digunakan dalam perancangan suatu sistem kendali. Dengan rangkaian ini, kita bisa memastikan bahwa suatu aksi tidak akan terjadi bila aksi lainnya sedang terjadi. Dengan adanya rangkaian interlok, maka kemungkinan terjadinya kecelakaan dalam suatu kendali proses di industri dapat dihindari. Rangkaian interlok dapat dibentuk dengan mengombinasikan beberapa kontak input. Akan tetapi dalam kebanyakan kasus, rangkaian interlok dibentuk dengan mengombinasikan kontak input dengan kontak dari suatu output.

On Off

M0 M0


(53)

Gambar 3.9 Rangkaian interlok dasar

3.4.3 Operasi One Shot

Salah satu fungsi yang disediakan oleh sejumlah pabrikan PLC adalah kemampuan untuk memrogramkan rele internal sedemikian rupa sehingga kontak-kontaknya dapat diaktifkan selama hanya satu siklus, yaitu satu kali pembacaan seluruh diagram tangga. Oleh karena itu, rele semacam ini menghasilkan sebuah pulsa berdurasi tetap pada kontak-kontaknya ketika dioperasikan. Fungsi semacam ini sering disebut juga sebagai operasi “one shot”.

Gambar 3.10 Diagram pewaktuan untuk fungsi one shot

3.4.4 Set dan Reset INPUT

OUTPUT

On1 M2

M1 M1

On2 M1

M2 M2

Off1


(54)

Operasi Set dan Reset merupakan suatu alternatif lain untuk menghasilkan suatu rangkaian pengunci. Istilah yang juga sering digunakan adalah Latch dan Unlatch, yang memiliki ekivalensi dengan istilah Set dan Reset, secara berturut.

Gambar 3.11 Diagram pewaktuan untuk fungsi Set dan Reset

Seperti terlihat pada diagram pewaktuan pada Gambar 3.11, Instruksi set akan mengakibatkan rele mempertahankan keadaanya, yaitu terkunci (latching). Rele selanjutnya akan tetap berada dalam kondisi tersebut hingga instruksi reset diterima. Istilah lainnya yang juga sering digunakan adalah flip-flop. Gambar 3.12 menunjukkan suatu diagram tangga yang memanfaatkan teknik set dan reset untuk menyalakan suatu rele internal M1

Gambar 3.12 Contoh program dengan menggunakan Set dan Reset

3.4.5 Master Control Relay (MCR)

Ketika sejumlah output harus dikendali untuk memenuhi kondisi-kondisi tertentu terkadang seluruh bagian yang ada pada sebuah diagram tangga harus

SET RESET OUTPUT

Set M1

Reset M1

SET


(55)

dimatikan atau dihidupkan. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan konta-kontak dari sebuah rele internal yang sama di setiap anak tangga sedemikian rupa sehingga pengoperasian rele tersebut akan mempengaruhi seluruh anak tangga.

Untuk menghindari penggunaan kontak rele internal secara massal pada suatu program diagram tangga, kita bisa menanfaatkan MCR sebagai alternatifnya. Sesuai dengan namanya, rele ini berfungsi mengendalikan sejumlah besar anak tangga program.

Gambar 3.13 Master Control Relay

3.5 Bagan Fungsi Sekuensial (Sequential Function Chart = SFC)

Kebanyakan mesin industri beroperasi secara sekuensial. Untuk itu PLC perlu melaksanakan pengaktifan output yang tidak hanya tergantung dari kombinasi input saja, tetapi juga memperhitungkan tahapan dalam urutan kerjanya. Suatu output yang beroperasi tidak pada saatnya, dapat mengakibatkan kecelakaan kerja ataupun kerusakan peralatan. Untuk itulah teknik pemrograman yang benar dan sistematis merupakan tuntutan yang utama dan penting.

I1 MC

MC1 RESET

I2 M1


(56)

Untuk sistem yang sederhana, dimana hanya terdapat aktivitas tunggal pada suatu waktu, diagram tangga masih cukup gampang dirancang. Akan tetapi untuk proses sekuensial yang rumit, penggunaan alat bantu lainnya sangatlah dibutuhkan. SFC merupakan suatu teknik yang tepat diterapkan apabila berhadapan dengan sistem kendali yang rumit. SFC juga dikenal sebagai GRAFCET (GRAphe Foncionnel de Commande, Etapes, Transitions). SFC dipergunakan untuk merujuk pada representasi piktorial (gambar) dari operasi sebuah sistem, guna memperlihatkan rangkaian kejadian (event) yang berlangsung di dalam operasi tersebut. Suatu SFC memiliki fitur-fitur sebagai berikut:

a. sebuah operasi digambarkan sebagai sejumlah langkah (step) yang berdiri sendiri, yang satu sama lainnya dirangkai secara sekuensial melalui suatu transisi;

b. setiap langkah memiliki sebuah kondisi input, sebuah kondisi output, dan sebuah kondisi perpindahan (transisi);

c. ketika kondisi input ke sebuah keadaan bernilai benar, keadaan tersebut akan menghasilkan sebuah kondisi output, yaitu sebuah output yang merealisasikan keadaan tersebut;

d. ketika sebuah kondisi transisi terpenuhi, terjadi perubahan dari langkah sebelumnya ke langkah berikutnya;

e. apabila kondisi input untuk langkah berikutnya bernilai benar, keadaan itu terealisasikan;

f. proses ini terus berlangsung dari satu langkah ke langkah berikutnya hingga satu siklus mesin selesai dilaksanakan.


(57)

3.6 Elemen Bagan Fungsi Sekuensial

Sebelum merancang suatu SFC, pengetahuan yang memadai mengenai berbagai elemen utama dari sebuah SFC sangat penting untuk dipahami. Pada prinsipnya, SFC merupakan kumpulan dari berbagai elemen yang membentuk suatu fungsi sekuensial. Adapun elemen dari sebuah SFC adalah langkah awal, langkah, transisi, dan macrostep.

3.6.1 Langkah Awal

Langkah awal diperlukan untuk mendeklarasikan suatu kondisi permulaan dalam suatu sistem kendali. Langkah ini sering disebut juga dengan istilah “idle step”. Suatu SFC wajib memiliki sekurang-kurangnya satu langkah awal untuk bisa berfungsi dengan benar.

Gambar 3.14 Simbol langkah awal pada SFC 3.6.2 Langkah (Step)

Langkah merupakan suatu kondisi dimana suatu aktivitas akan dieksekusi ketika langkah tersebut diaktifkan. Aktivitas yang dilaksanakan dapat dianalogikan sebagai pengaktifan suatu output pada diagram tangga logika. Output yang diaktifkan bisa hanya satu ataupun lebih tergantung pada sistem kendali yang diinginkan.


(58)

3.6.3 Transisi (Transition)

Transisi dapat diartikan sebagai suatu hal yang menyebabkan suatu langkah berubah menjadi langkah lainnya. Langkah setelah transisi akan menjadi aktif apabila kondisi transisi yang dimaksudkan tercapai. Sederhananya, pada transisi terdapat kondisi syarat yang bisa terdiri dari satu atau lebih input. Jika input dan kondisi input yang disyaratkan dipenuhi maka transisi yang bersangkutan akan menjadi aktif dan meneruskan sistem ke langkah setelah transisi yang dimaksudkan.

Gambar 3.16 Simbol transisi pada SFC 3.6.4 Kumpulan Step (Macrostep)

Macrostep bisa dikatakan sebagai suatu kumpulan dari beberapa langkah kerja, atau terkadang dikenal juga dengan istilah “subroutine”.

Gambar 3.17 Simbol macrostep pada SFC

3.7 Percabangan Bagan Fungsi Sekuensial 3.7.1 Percabangan Selektif

Percabangan Selektif merujuk kepada hanya salah satu jalur yang akan diaktifkan, tergantung dari syarat yang ditetapkan. Percabangan selektif


(59)

memungkinkan terealisasinya keadaan-keadaan yang berbeda sesuai dengan kondisi transisi yang terjadi. Dalam suatu sistem kendali, sering terdapat keharusan bagi suatu urutan produksi untuk memilih suatu jalur selanjutnya, sesuai dengan faktor pertimbangan yang ada. Contoh sederhananya adalah jika barang dinyatakan bagus maka akan dilanjutkan ke tahap selanjutnya; akan tetapi bila barang ternyata dinyatakan bermasalah, maka barang tersebut perlu disisihkan. SFC dapat menangani situasi seperti ini dengan gampang.

Selain itu masih terdapat banyak aplikasi yang membutuhkan suatu pengambilan keputusan yang berbeda sesuai dengan keadaan yang bersesuaian.

Gambar 3.18 Simbol percabangan selektif pada SFC 3.7.2 Percabangan Paralel

Percabangan paralel juga dikenal dengan istilah percabangan simultan. Dengan menggunakan suatu percabangan paralel, dua langkah atau lebih dapat diaktifkan secara bersamaan pada saat yang sama. Untuk proses yang independen, penggunaan percabangan paralel sangat tepat karena dapat menghasilkan efisiensi waktu pada suatu sistem kendali proses. Dengan begitu laju produksi dapat ditingkatkan pula.


(60)

Gambar 3.19 Simbol percabangan paralel pada SFC

3.8 Teknik Perancangan SFC

Pada SFC, sistem melalui keadaan demi keadaan secara beruntun. Keadaan ini dihubungkan satu sama lainnya dengan transisi, dengan kata lain transisi merupakan jembatan penghubung antara suatu langkah dengan langkah lainnya. Langkah selanjutnya akan diaktifkan apabila syarat pada transisi dipenuhi. Seperti telah dijelaskan secara sekilas pada subbab 3.6, percabangan selektif dan paralel merupakan dua jenis percabangan yang akan menentukan tingkat kerumitan suatu sistem kendali proses.

Suatu sistem akan terbentuk dari berbagai percabangan (selektif maupun paralel). Semakin banyak percabangan yang muncul pada sistem yang akan dirancang, maka semakin tinggi pula tingkat kerumitan perancangan SFC. Dengan mengkombinasikan elemen dasar SFC (langkah dan transisi) ke dalam berbagai bentuk percabangan maka suatu sistem kendali proses yang handal akan bisa dihasilkan sehingga sistem yang dirancang akan mudah ditelusuri dan dimodifikasi bila diperlukan nantinya.


(61)

Pada Gambar 3.20 tampak suatu SFC sederhana yang terdiri dari 3 langkah dan 3 transisi, dimana langkah S1 merupakan langkah awal SFC. Untuk beralih dari langkah S1 menjadi langkah S2, maka transisi T1-2 perlu dipenuhi terlebih dahulu, demikian seterusnya sampai mencapai langkah S3. Untuk bisa mencapai langkah S1 kembali, maka transisi T3-1 wajib dipenuhi terlebih dahulu.

Gambar 3.20 Bagan Fungsi Sekuensial

3.9 Penerapan SFC dalam Diagram Tangga

Pada beberapa perangkat pemrograman PLC, SFC merupakan salah satu metode pemrograman yang bisa digunakan secara langsung. Namun pada bagian ini kita akan mencoba mempelajari cara pengkonversiannya menjadi LD. Kita akan

S1

S2

S3

T1-2

T2-3


(62)

menggunakan relai internal untuk setiap keadaan dan transisi. Adapun urutan pengkonversian dari SFC menjadi LD adalah sebagai berikut: (i) Simbolisasi parameter dan penentuan hubungan transisi, keadaan transisi dan langkah; (ii) Aktivasi Transisi; (iii) Aktivasi Langkah; (iv) Aktivasi Output; (v) Aktivasi Timer/Counter.

Sebagai contoh sederhana, misalnya kita akan merancang suatu sistem untuk menyalakan dua buah lampu secara bergantian dalam selang waktu 2 detik. Untuk itu kita akan merancang SFC untuk sistem yang dimaksudkan seperti terlihat pada Gambar 3.21.

Gambar 3.21 SFC untuk suatu sistem sederhana

S2 (LAMPU1)

S3 (LAMPU2)

T2-3

(TIMER1 = 2 detik) S1

Menunggu

T1-2 (ON)

T3-1


(63)

Sesuai dengan SFC pada Gambar 3.23, kita bisa melakukan proses konversinya menjadi diagram tangga. Sebelum proses konversi diawali, kita perlu melakukan simbolisasi rele internal yang akan digunakan. Tabel 3.2 menunjukkan daftar penggunaan rele internal untuk sistem yang dimaksudkan.

Tabel 3.2 Simbolisasi langkah dan transisi

Langkah/Transisi Relai Internal

S1 M1

S2 M2

S3 M3

T1-2 M11

T2-3 M12

T3-1 M13

Sesuai dengan rekomendasi pada subbab 3.8, kita akan mengawali proses konversi SFC menjadi diagram tangga, dimulai dengan pembuatan diagram tangga untuk aktivasi transisi, seperti terlihat pada Gambar 3.22. aktivasi transisi dipengaruhi oleh langkah sebelum transisi tersebut dan kondisi yang dipersyaratkan untuk transisi itu sendiri.

Gambar 3.22 Diagram tangga untuk aktivasi transisi

S1 ON

T1-2 S2 TIMER1

T2-3 S3 TIMER2


(64)

Gambar 3.23 Diagram tangga untuk aktivasi langkah

Selanjutnya kita akan melaksanakan pembuatan diagram tangga untuk aktivasi langkah. Seperti terlihat pada Gambar 3.23, proses pembuatannya diawali dengan aktivasi langkah awal (S1). Aktivasi langkah awal (S1) terlihat seperti Gambar 3.23, untuk memastikan bahwa pada saat aktivasinya, langkah lainnya tidak boleh terjadi. Untuk aktivasi langkah lainnya, dipengaruhi oleh transisi sebelum dan sesudah langkah yang bersesuaian, seperti bisa dilihat pada Gambar 3.23, pada anak tangga kedua dan ketiga untuk langkah S2 dan S3, secara berturut.

Setelah aktivasi langkah selesai, maka kita sudah siap untuk melaksanakan pembuatan diagram tangga untuk akitvasi output. Output merupakan suatu hasil akhir yang diinginkan dari suatu sistem kendali proses. Untuk pembuatannya, hanya perlu menyesuaikan output yang akan diaktifkan dengan langkah yang bersesuaian sesuai dengan SFC yang telah dirancang. Gambar 3.24 menunjukkan diagram tangga untuk proses pengaktifan output.

S1 T1-2 T2-3

S2

T2-3 T3-1

S3

S2 S3

S2


(65)

Gambar 3.24 Diagram tangga untuk aktivasi output

Jika pada sistem yang ditinjau masih terdapat penggunaan timer dan atau counter, maka langkah terakhir adalah aktivasi untuk kedua elemen yang dimaksudkan tersebut. Aktivasi timer ditentukan oleh langkah sebelum timer yang bersesuaian. Gambar 3.25 menunjukkan diagram tangga untuk mengaktifkan timer yang digunakan pada sistem yang ditinjau.

Gambar 3.25 Diagram tangga untuk aktivasi timer

Sebagai perbandingan, untuk sistem yang sederhana ini, dengan menerapkan prinsip pemrograman Diagram Tangga tanpa perantaraan SFC sebenarnya masih memungkinkan. Gambar 3.26 menunjukkan Diagram Tangga untuk sistem kendali yang dimaksudkan. Meskipun terdapat perbedaan program Diagram Tangga untuk sistem yang ditinjau ini, diagram pengawatan input dan output tidak mengalami perubahan. Gambar F.3 pada LAMPIRAN F, menunjukkan diagram pengawatan untuk sistem yang dimaksudkan.

S2 LAMPU1

S3 LAMPU2

S2 TIMER1


(66)

Gambar 3.26 Diagram tangga untuk menyalakan dua buah lampu secara bergantian dalam selang waktu tertentu (tanpa menggunakan SFC)

Pada sistem yang sederhana ini, pemanfaatan SFC seolah-olah hanya memperpanjang program Diagram Tangga. Hal ini dikarenakan perancangan sistem secara langsung dengan Diagram Tangga, untuk sistem yang sederhana ini masih cukup mudah, karena hanya terdiri dari sejumlah langkah dan transisi yang masih sedikit. Akan tetapi untuk perancangan sistem kendali yang rumit, penggunaan Diagram Tangga saja akan sangat menyulitkan proses perancangan sistem kendali dan relatif membutuhkan waktu yang lama nantinya dalam proses penelusuran kesalahan (debugging), apalagi jika sistem yang sudah dirancang membutuhkan modifikasi yang signifikan suatu saat nanti.

ON Lampu 1

Lampu 1

Lampu 2

Lampu 1

Timer 1

Lampu 2 Lampu 2

Timer 2 Lampu 2

Timer 1


(67)

3.10 Teknik Pendeteksian Kegagalan

Dalam suatu sistem kendali, suatu kondisi gagal bisa saja terjadi. Jika kondisi ini terjadi, kita perlu mempersiapkan suatu instruksi yang akan mengamankan sistem yang dimaksudkan. Untuk itulah teknik pendeteksian kegagalan memegang peranan penting guna memastikan sistem kendali dapat beroperasi secara aman, bahkan pada saat terjadi kondisi gagal.

3.10.1 Pengecekan Pewaktuan

Istilah watchdog (pengawas) merujuk pada aktivitas pengecekan pewaktuan yang dilaksanakan oleh PLC untuk memastikan bahwa suatu fungsi dijalankan dalam periode waktu yang normal. Apabila fungsi tersebut tidak dilaksanakan dalam waktu normalnya maka kegagalan diasumsikan terjadi dan saklar timerwatchdog diaktifkan sehingga mengaktifkan sebuah tanda peringatan (alarm) dan bahkan jika memungkinkan akan mematikan CPU.

Di dalam sebuah program, anak tangga tambahan dapat disisipkan sehingga ketika sebuah fungsi mulai dijalankan, timer juga mulai bekerja. Apabila fungsi tersebut selesai dijalankan sebelum waktu timer habis maka program akan berjalan ke tahap selanjutnya, selain itu program akan melaksanakan instruksi lompat (jump) ke sekumpulan anak tangga khusus yang sudah dirancang untuk memberikan tanda peringatan, atau bahkan menghentikan sistem.

3.10.2 Output Aktif Terakhir

Teknik ini melibatkan penggunaan lampu status (state lamp) untuk mengindikasikan output terakhir yang diaktifkan di dalam proses yang saat itu dihentikan. Lampu semacam ini disertakan sedemikian rupa di dalam program,


(68)

sehingga ketika setiap output dihasilkan, sebuah lampu akan menyala. Nyala lampu oleh karenanya mengindikasikan output yang diaktifkan. Program harus dirancang untuk dapat mematikan lampu status sebelumnya dan menyalakan lampu status berikutnya seiring dengan bergantiannya pengaktifan output.

3.10.3 Replikasi

Berkaitan dengan isu keamanan dalam kasus terjadinya kegagalan sistem, teknik-teknik pengecekan dapat dilaksanakan secara berkala untuk mendeteksi kegagalan. Salah satu di antara teknik-teknik ini disebut dengan pengecekan repliksai, yang melibatkan aktivitas “menggandakan”, atau meriplikasi, sistem PLC yang bersangkutan. Hal ini berarti bahwa sistem akan mengulangi setiap operasi yang dilakukannya sebanyak dua kali dan apabila hasil yang diperolehnya sama, diasumsikan tidak terjadi kegagalan. Prosedur ini dapat mendeteksi kegagalan-kegagalan transien. Alternatif lainnya yang lebih mahal adalah menggandakan seluruh sistem PLC dan membandingkan hasil yang diberikan oleh kedua sistem tersebut. Apabila kegagalan tidak terjadi, hasil yang diberikan oleh kedua sistem akan sama. Sebaliknya kegagalan akan tercermin pada perbedaan kedua hasil.

3.10.4 Pengecekan Nilai Perkiraan

Kesalahan-kesalahan software dapat dideteksi dengan memeriksa apakah nilai yang diperkirakan benar-benar diperoleh ketika suatu input yang spesifik diberikan. Apabila nilai yang diperkirakan tidak diperoleh maka diasumsikan telah terjadi suatu kegagalan.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)