merupakan suatu terapi antibiotika yang diberikan untuk pencegahan pada pasien yang  rentan  terkena  infeksi.  Misalnya  antibiotika  profilaksis  bedah,  hanya
dibenarkan  untuk  kasus  dengan  risiko  infeksi  pasca  bedah  yang  tinggi.  Waktu pemberian  antibiotika  profilaksis  untuk  bedah  optimal  pada  30  menit  sebelum
dilakukan insisi, misalnya saat induksi anastesi. Terapi profilaksis biasanya jenis antibiotika  yang  diberikan  adalah  antibiotika  yang  berspektrum  sempit  dan
spesifik. Klinisi  tidak  boleh  memberikan  terapi  secara  sembarangan  tanpa
mempertimbangkan  indikasi  pemberian  ataupun  menunda  pemberian  antibiotika. Pada  beberapa  kasus  infeksi  yang  telah  ditegakkan  diagnosanya  secara  klinis,
meskipun  tanpa  hasil  pemeriksaan  mikrobiologi,  harus  segera  ditangani  dan diberikan  terapi  antibiotika.  Pada  kasus  infeksi  yang  tergolong  gawat  seperti
sepsis,  demam  disertai  neutropenia,  dan  meningitis  bakterial  terapi  dengan menggunakan antibiotika tidak boleh ditunda walaupun belum diperoleh hasil dari
pemeriksaan kultur mikrobiologinya Leekha, Terrel, dan Edson, 2011.
D. Penggunaan Antibiotika Secara Rasional
Antibiotika  hanya  bekerja  untuk  mengobati  penyakit  infeksi  yang disebabkan  oleh  bakteri.  Antibiotika  tidak  bermanfaat  untuk  mengobati  penyakit
yang  disebabkan  oleh  virus  atau  non  bakterial  lainnya  Agustina,  2001. Penggunaan obat secara rasional, termasuk antibiotika memiliki beberapa kriteria
diantaranya sebagai berikut Munaf dkk, 2004 dan WHO, 2001 :
1. Indikasi  yang  tepat,  kriteria  ini  memerlukan  penentuan  diagnosis  penyakit
dengan  tepat  sehingga  dapat  diketahui  efek  klinis  yang  paling  berperan terhadap  manfaat  terapi.  Pada  kriteria  ini  juga  diperlukan  pengobatan  yang
didasarkan atas keluhan individual serta hasil pemeriksaan fisik yang akurat. 2.
Pemilihan  jenis  obat  yang  tepat,  kriteria  ini  memerlukan  pertimbangan sebagai berikut :
a Manfaat efektivitas atau mutu obat telah terbukti secara pasti.
b Risiko  pengobatan  dipilih  yang  paling  kecil  untuk  pasien  dan
imbang dengan manfaat yang diperoleh. c
Harga  dan  biaya  obat.  Diantaranya  obat-obat  alternatif  dengan keamanan  dan  kemanfaatannya,  obat  yang  dipilih  adalah  yang
paling sesuai dengan kemampuan pasien. d
Jenis obat yang dipilih tersedia di pasaran dan mudah didapat. e
Obat tunggal, atau kombinasinya sedikit mungkin. 3.
Dosis  dan  cara  pemakaian  yang  tepat.  Cara  pemberian  obat  memerlukan pertimbangan farmakokinetika yaitu : rute pemberian, besar dosis, frekuensi
pemberian, dan lama pemberian sampai ke pemilihan cara pemakaian yang paling mudah diikuti pasien, aman dan efektif untuk pasien.
4. Pasien  yang  tepat,  kriteria  ini  mencangkup  pertimbangan  apakah  terdapat
kontraindikasi,  ataupun  terdapat  kondisi-kondisi  khusus  yang  memerlukan penyesuaian  dosis  misalnya  adanya  gangguan  ginjal  yang  memerlukan
penyesuaian dosis secara individual.
5. Meminimalkan potensi efek samping obat dan alergi obat, dalam kriteria ini
perlu  dilakukan  pertimbangan  sebelum  memberikan  obat  kepada  pasien, apakah  terdapat  faktor-faktor  yang  memicu  timbulnya  efek  samping  obat
ataupun  alergi  obat  pada  pasien  atau  tidak.  Dalam  penggunaan  obat,  harus selalu dipertimbangkan manfaat dan risiko pemberian suatu obat.
Untuk meningkatkan
penggunaan antibiotika
secara rasional,
penggunaan antibiotika harus  disesuaikan dengan  formularium  rumah sakit  yaitu daftar  obat  yang  telah  disepakati  dan  informasinya  yang  harus  diterapkan  di
rumah sakit Depkes RI, 2008. Walaupun demikian, menurut data yang dihimpun dari  Departemen  Kesehatan  2011,  penggunaan  antibiotika  masih  sangat  tinggi
dibanyak provinsi di Indonesia dengan persentase lebih dari 80. Penelitian yang dilakukan  oleh  Antimicrobial  Resistence  in  Indonesia  AMRIN  2005
mengemukakan bahwa sebesar 76 penggunaan antibiotika pada peresepan untuk pasien  anak  ditemukan  di  RSUP  Dr.  Kariadi  Semarang.  Tingginya  peresepan
antibiotika  yang  ditujukan  untuk  pasien  anak  dapat  menimbulkan  potensi terjadinya ketidakrasionalan penggunaan antibiotika.
Survei  penggunaan  antibiotika  yang  dilakukan  dibeberapa  rumah  sakit dan  pusat  kesehatan  masyarakat  banyak  ditemukan  penggunaan  obat  yang  tidak
rasional,  dan  obat-obatan  yang  paling  banyak  digunakan  secara  tidak  rasional adalah  antibiotika.  Arti  dari  tidak  rasional  disini  adalah  antibiotika  digunakan
secara  berlebihan,  contohnya:  penggunaan  untuk  indikasi  yang  tidak  jelas  dan penggunaan  dosis  yang  tidak  tepat  sehingga  akan  memberikan  dampak  negatif.
Adapun  dampak  negatif  yang  timbul  dari  penggunaan  antibiotika  yang  tidak
rasional antara lain yaitu resitensi bakteri. Resistensi adalah suatu keadaan dimana mikroogranisme  mempunyai  kemampuan  untuk  menentang  ataupun  merintangi
efek  dari  suatu  antibiotika  pada  konsentrasi  hambat  minimal.  Selain  itu  risiko lainnya yang dapat timbul dari penggunaan antibiotika yang tidak rasional adalah
timbulnya  efek  samping  obat  dan  toksisitas  yang  tidak  perlu,  mempercepat terjadinya resistensi, menyebarluasnya kejadian infeksi dengan kuman yang telah
resisten, terjadinya risiko kegagalan terapi, bertambah berat dan lamanya penyakit pasien serta dapat  meningkatnya biaya  pengobatan yang dikeluarkan  oleh pasien
Munaf et al, 2004. Hasil penilaian kualitas penggunaan antibiotika di RSUP Dr. Kariadi  Semarang  pada  tahun  2002  diperoleh  hasil  sekitar  19-76  penggunaan
antibiotika  tidak  terdapat  indikasi,  9-45  penggunaan  antibiotika  tidak  tepat dilihat  dari  dosis,  jenis  dan  lama  pemberian  dan  1-8  penggunaan  antibiotika
tidak terdapat indikasi profilaksis Dertarani, 2009.
E. Penggunaan Antibiotika pada Pasien Anak