Beberapa keunggulan dengan penggunaan M-16 antara lain :
a. Menekan potensi pencemaran lingkungan dan mempersiapkan dekomposisi
limbah organik.
b. Mempercepat proses dekomposisi bahan organik c. Meningkatkan ketersediaan unsur hara dan nutrisi alam
d. Memperbaiki sifat kimia dan biologis tanah e. Mampu menurunkan folume sampah dan mengurangi bau
f. Produk akhirnya mudah diserap oleh tanah dan tanaman.
2.6 Limbah Padat Rumah Potong Hewan
Dalam proses pengomposan, peran mikroorganisme sangat besar untuk mendekomposisi bahan organik. Oleh karena itu diperlukan nutrient sebagai
sumber energi dan untuk membangun sel-sel baru mikroorganisme, sehingga proses dekomposisi dapat berjalan dengan baik. Sumber nutrient tersebut dapat
ditemukan pada kotoran ternak yang telah dikenal kegunaannya sebagai pupuk kandang.
Limbah padat yang dihasilkan rumah potong hewan dapat diolah menjadi kompos. Proses pembuatan kompos tersebut adalah penguraian bahan padat
organik oleh bakteri aerob yang ditandai dengan timbulnya suhu yang cukup tinggi. Setelah proses selesai akan diperoleh bahan padat yang menyerupai humus
yang stabil dan secara biologi tidak akan terdegradasi lagi.
Tabel 2.8 Karakteristik limbah padat rumah potong hewan. Jenis Bahan
Parameter Nilai
Limbah padat Rumah Potong Hewan
Kadar Air 86.48
C 51.3
N 2.87
Rasio CN 17.87
Sumber :Yustiowatie, 2006
2.7 Landasan Teori
Dalam pengomposan Composting dapat berjalan secara dua proses, yaitu proses aerobik dan proses anaerobik.
2.7.1 Proses Pengomposan Secara Aerobik
Jika pengomposan berjalan secara aerobik, menurut setiawan 2007 mikroorganisme akan melakukan proses biokimia secara dua tahap, yaitu proses
oksidasi senyawa organik dan proses sintesa sel sebagai berikut. a.
Oksidasi senyawa organik Dalam proses ini senyawa organik dioksidasi menjadi CO
2
, NH
3
, C
5
H
7
NO
2
Reaksi yang terjadi : dan hasil akhir oleh organisme hetrotropik.
Zat Organik + O
2 Mikroorganisme
CO
2
+ NH
3
+ C
5
H
7
NO
2
+ hasil akhir ..........2.2
b. Sintesa sel Pada proses ini dilakukan sintesa sel oleh organisme heterotropik menjadi CO
2
, H
2
O, amonia dan energi.
Reaksi yang terjadi : C
5
H
7
NO
2
+ 5O
2 Mikroorganisme
CO
2
+ H
2
O + NH
3
+ Energi ...........2.3
Sehingga secara keseluruhan proses biokimia yang terjadi pada proses aerobik sebagai berikut :
Zat Organik + O
2 Mikroorganisme
Sel baru + CO
2
+ H
2
O + NH
3
+ SO
2 2-
2.7.2 Proses Pengomposan Secara Anaerobik
+ E .....2.4
Jika pengomposan berjalan secara anaerobik, Menurut Winarti 2002 maka dalam pengomposan tersebut akan terjadi proses biokimia secara empat tahap.
Adapun tahap proses biokimia sebagai berikut : a.
Proses hidrolisis Pada proses ini terjadi beberapa perubahan, yaitu protein diubah menjadi
asam amino, polisakarida diubah menjadi glukosa, Lemak diubah menjadi gliserol dan asam lemak berantai panjang. Hal ini dikarenakan enzim yang dihasilkan oleh
bakteri fermentasi menghidrolisa senyawa organik kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana.
b. Proses asidogenesis
Pada proses ini dihasilkan H
2
, CO
2
Reaksi yang terjadi , asam-asam volatil, asam laktat, dan
etanol oleh bakteri fermentasi.
Asam organik
Mikroorganisme
CH
3
CH
2
OH+CO
2
+H
2
c. Proses asetogenesis
………….2.5
Pada proses ini terjadi proses terhadap hasil proses asidogenesis menjadi asam asetat oleh bakteri asetogenik. Bakteri asetogenesis terdiri dari dua
kelompok, yaitu : 1. Bakteri hidrogenogenik yang mengubah asam-asam volatil menjadi H
2
CH dan
asam asetat.
3
CH
2
OH+H
2
O CH
3
COOH+2H
2
2. Bakteri hidrogenotropik mengubah H ...……..2.6
2
dan CO
2
3H menjadi asetat
2
+2CO
2
CH
3
COOH+2H
2
d. Proses Methanogenesis
O ...……..2.7
Pada proses ini mengubah H
2
, CO
2
1. Bakteri asetotropik mengubah asam asetat menjadi metan dan asam asetat menjadi gas methan
oleh bakteri methanogenik. Bakteri methanogenik terdiri dari :
CH
3
COOH CH
4
+CO
2
2. Bakteri hidrogenotropik mengubah H ………..2.8
2
dan CO
2
menjadi gas methan
4H
2
+CO
2
CH
4
+H
2
Gas methan yang dihasilkan oleh bakteri asetotropik kurang lebih 70-75 sedangkan sisanya dihasilkan oleh bakteri hidrogenotropik.
O ..……...2.9
Sehingga secara keseluruan proses biokimia yang terjadi pada proses anaerobik sebagai berikut :
Zat Organik
Mikroorganisme
Sel baru+Energi+CH
4
+CO
2
+Hasilakhir .........2.10
2.7.3 Faktor Yang Mempengaruhi Proses Pengomposan
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengomposan secara anaerob sebagai berikut :
a. Ukuran partikel Semakin kecil ukuran partikel, semakin banyak jumlahnya dan semakin
luas permukaannya yang memungkinkan yang memungkinkan permukaan yang dapat dicerna mikroorganisme lebih banyak CPIS,1992. Untuk hasil
yang maksimal ukuran sampah harus antara 25 – 75 mm Tchobanoglous,1993 b. Rasio CN Bahan
Nilai rasio CN bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Hal tersebut disebabkan karena Karbon C merupakan sumber
energi bagi mikroorganisme, sedangkan Nitrogen N digunakan untuk membangun sel–sel tubuh mikroorganisme Polprasert,1996. Besarnya
perbandingan unsur CN tergantung pada jenis sampah, adapun rasio CN yang
ideal untuk proses pengomposan adalah 20:1 sampai dengan 40:1 dimana rasio yang terbaik adalah 30:1 CPIS, 1992.
Jika diketahui bahwa campuran bahan belum mencapai perbandingan CN yang ideal, maka perlu dilakukan pencampuran. Bila rasio CN bahan
tinggi, proses pembusukan akan berlangsung lama. Sebaliknya bila rasio CN terlalu rendah maka sisa nitrogen akan berlebihan sehingga terbentuk amonia
NH
3
c. Pencampuran dan Penambahan mikroorganisme Blending and Seeding yang menimbulkan bau yang menggangu. Untuk bahan dengan rasio
CN yang kurang dapat ditambahkan sumber karbon lain yang memiliki rasio CN lebih tinggi Yuwono,2006.
Dua faktor yang berpengaruh pada pencampuran dari sampah untuk pengomposan yaitu rasio CN dan kadar kelembababan. Seeding adalah
penambahan mikroorganisme dalam proses yang berfungsi untuk mempercepat dekomposisi sebagai aktivator. Seeding yang disarankan yaitu 1–5 dar berat
sampah Tchobanoglous,1993 d. Kelembaban Bahan
Kadar air yang baik untuk proses pengomposan secara anaerob antara 50-60 dengan nilai yang terbaik 55 Tchobanoglous,1993. Bahan yang
terlalu kering akan mengganggu kehidupan mikroorganisme sedang bahan yang terlalu basah akan menyebabkan udara sulit masuk ke pori-pori kompos.
Bila kelembaban kurang dapat dilakukan penambahan air, sedangkan kelembaban yang tinggi perlu dilakukan pencampuran dengan bahan lain yang
lebih kering, misalkan tanah dan sebuk gergaji.
e. Pengadukan dan pembalikan Mixing Turning Untuk menjaga kelembaban dan jalannya udara dalam proses
pengomposan, maka perlu dilakukan pengadukan atau pembalikan bahan sesuai jadwal atau pada saat dibutuhkan Tchobanoglous,1993.
f. Temperatur Kisaran suhu ideal tumpukan adalah 55 – 65
°C, dengan suhu minimum 45
°C selama proses pengomposan. Suhu ideal bagi perkembangan jasad termofilia adalah 50-65
°C. Pada suhu tersebut, perkembangan mikroba adalah yang paling baik sehingga populasinya lebih banyak. Disamping itu, enzym
yang dihasilkan untuk menguraikan bahan organik juga paling efektif daya urainya CPIS, 1992.
g. Kontrol Patogen Hal ini sebaiknya dilakukan, memungkinkan untuk membunuh semua
patogen, bibit hama dan bibit rumput liar. Untuk melakukannya temperatur harus mencapai 60-70
°C level termofilik selama 24 jam Tchobanoglous,1993.
h. Kebutuhan Oksigen Pada komposting anaerob dikondisikan agar setiap bagian kompos
mendapatkan suplai udara yang cukup. Suhu kompos yang meningkat akan membuat bahan hancur dengan cepat dan akhirnya memadat. Kurangnya
oksigen dapat juga disebabkan oleh kelembaban bahan terlalu tinggi sehingga bahan melekat satu sama lain. Agar aerasi lancar, pengomposan dilakukan
ditempat terbuka sehingga udara dapat masuk dari berbagai sisi dan secara berkala dilakukan pembalikan kompos Yuwono,2006.
i. Derajat keasaman pH Derajat keasaman pH yang terbaik untuk proses pengomposan anaerob
adalah pada kondisi pH netral yaitu berkisar antara 6 – 8 CPIS,1992. Untuk mengurangi hilangnya nitrogen dalam bentuk gas amoniak, pH seharusnya
tidak lebih dari 8.5 Tchobanoglous,1993.
2.8 Hipotesis
Diduga bahwa dengan meninjau waktu yang dibutuhkan pada pengomposan dengan penambahan limbah padat rumah potong hewan dan M-16
sebagai biostarter, maka penurunan ratio CN bahan organik sampah UPN “Veteran” JATIM sampai sama dengan ratio CN tanah dapat dicapai.
33
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Sampah Organik yang diambil dari sampah UPN “Veteran“ JATIM.
b. Limbah padat rumah potong hewan sebagai Biostarter. c. M-16 yang digunakan sebagai Biostarter.
3.2 Peralatan Penelitian
Peralatan yang akan digunakan untuk proses pengomposan ini berupa bak plastik . Sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1 Desain Reaktor Penelitian