PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE THINK PAIR SHARE DENGAN MEDIA GRAFIS UNTUK MENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN TEMATIK KELAS IVB SDN 6 METRO PUSAT TAHUN 2013/2014
ABSTRACT
IMPLEMENTATION OF COOPERATIVE LEARNING MODELS TYPE THINK PAIR SHARE WITH GRAPICH MEDIA TO INCREASE
ACTIVITY AND STUDY RESULT ON THEMATIC LEARNING IN IVB CLASS AT
SDN 6 METRO PUSAT 2013/2014th
By
AYU PAKARTI DEWI
The research was based by the low of activity and study result of student in IVB class at SDN 6 Metro Pusat on thematic learning. This aims was research were to increase activity and study result by implementing of cooperative learning models type think pair share with grapich media.
The method of research was classroom action research that consisted of planning, implementing, observing, and reflecting. The instrument of data collection used observation sheet and test. The technique of data analyze used qualitative and quantitative analyze.
The result of research showed increase activity and study result. Average of learning activity student in first cycle was 55,41 “enough active” (CA) and second cycle was 75,44 “active” (A). Average of cognitive study result in first cycle was 65,12 “enough” (C) and second cycle was 72,87 “good” (B). Average of affective study result in first cycle was 63,43 “enough” (C) and second cycle was 76,85 “good” (B). Average of psychomotor study result in first cycle was 59,79 “enough” (C) and second cycle was 73,87 “good” (B). Implementation of cooperative learning models type think pair share with grapich media can increase activities and study result on thematic learning in IVB class SDN 6 Metro Pusat.
(2)
ABSTRAK
PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE THINK PAIR SHARE DENGAN MEDIA GRAFISUNTUK MENINGKATAN
AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN TEMATIK KELAS IVB
SDN 6 METRO PUSAT TAHUN 2013/2014
Oleh
AYU PAKARTI DEWI
Penelitian ini berlatar belakang dari rendahnya aktivitas dan hasil belajar siswa kelas IVB SDN 6 Metro Pusat pada pembelajaran tematik. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa melalui penerapan model cooperative learning tipe think pair share dengan media grafis.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas dengan tahapan, yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik nontes dan tes. Teknik analisis data dengan analisis kualitatif dan kuantitatif.
Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa. Rata-rata aktivitas belajar siswa pada siklus I sebesar 55,41 “cukup aktif” (CA) dan siklus II sebesar 75,44 “aktif” (A). Rata-rata hasil belajar kognitif pada siklus I sebesar 65,12 “cukup” (C) dan siklus II sebesar 72,87 “baik” (B). Rata-rata hasil belajar afektif pada siklus I sebesar 63,43 “cukup” (C) dan siklus II sebesar 76,85 “baik” (B). Rata-rata hasil belajar psikomotor pada siklus I sebesar 59,79 “cukup” (C) dan siklus sebesar II 73,87 “baik” (B). Penerapan model
cooperative learning tipe think pair share dengan media grafis dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada pembelajaran tematik kelas IVB SDN 6 Metro Pusat
(3)
(4)
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Kerangka Berpikir ... 47
2. Siklus PTK ... 49
3. Grafik Peningkatan Kinerja Guru Siklus I dan II... 136
4. Grafik Peningkatan Aktivitas Belajar Siswa Siklus I dan II ... 138
5. Ketuntasan Hasil Belajar Kognitif Siklus I dan II ... 141
7. Grafik Peningkatan Hasil Belajar Afektif Siswa Siklus I dan II ... 142
8. Grafik Peningkatan Hasil Belajar Psikomotor Siswa Siklus I dan II ... 144
(5)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... x
I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 7
C. Pembatasan Masalah ... 7
D. Rumusan Masalah ... 8
E. Tujuan Penelitian... 8
F. Manfaat Penelitian ... 9
II KAJIAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran ... 10
B. Model Pembelajaran Kooperatif Cooperative Learning ... 11
1. Pengertian Model Cooperative Learning ... 11
2. Karakteristik Model Cooperative Learning ... 13
3. Tujuan Model Cooperative Learning ... 14
4. Langkah-langkah/Sintaks Model Cooperative Learning ... 16
5. Jenis-jenis Model Cooperative Learning ... ... 17
C. Tipe Think Pair Share ... 18
1. Pengertian Tipe Think Pair Share... . ... 18
2. Langkah-langkah Pembelajaran Think Pair Share ... . ... 19
3. Kelebihan Dan Kelemahan Think Pair Share ... 21
D. Media Pembelajaran ... 24
1. Pengertian Media Pembelajaran ... 24
2. Jenis-jenis Media Pembelajaran ... 25
3. Media Grafis ... 26
E. Belajar ... 27
1. Pengertian Belajar ... 27
2. Aktivitas Belajar ... 28
3. Hasil Belajar... 31
F. Pembelajaran Tematik ... 34
1. Pengertian Pembelajaran Tematik ... 34
2. Karakteristik Pembelajaran Tematik ... 35
G. Bidang Kajian Ilmu dalam Pembelajaran Tematik ... 36
1. Bahasa Indonesia ... 36
(6)
H. Penilaian Otentik (Authentic Assesment) ... 42
1. Pengertian Penilaian Otentik... 42
2. Karakteristik Penilaian Otentik (Authentic Assesment) ... 43
I. Pendekatan Ilmiah (Sientific Appoach) ... 44
J. Kerangka Pikir ... 45
K. Hipotesis Tindakan ... 47
III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 48
B. Setting Penelitian ... 49
C. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ... 50
1. Teknik Pengumpulan Data ... 50
2. Alat Pengumpulan Data ... 51
D. Teknik Analisis Data ... 58
1. Teknik Analisis Data Kualitatif ... 58
2. Teknik Analisis Data Kuantitatif... 62
E. Prosedur Penelitian ... 63
1. Siklus I ... 64
2. Siklus II ... 68
F. Indikator Keberhasilan ... 72
IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Profil Sekolah ... 73
B.Pelaksanaan Kegiatan dan Hasil Penelitian …..………..……… 74
1. Refleksi Awal ... 74
2. Siklus I ... 74
a. Perencanaan ... 74
b. Pelaksanaan ... 75
c. Observasi ... 89
d. Refleksi Siklus I ... 100
e. Saran Perbaikan Penelitian Siklus II ... 102
3. Siklus II ... 103
a. Perencanaan ... 103
b. Pelaksanaan ... 104
c. Observasi ... 123
d. Refleksi Siklus II ... 132
D. Pembahasan ... 135
1. Kinerja Guru Dalam Proses Kegiatan Pembelajaran ... 135
2. Aktivitas Siswa Dalam Proses Kegiatan Pembelajaran ... . 137
3. Hasil Belajar Kognitif ... 140
4. Hasil Belajar Afektif ... 141
5. Hasil Belajar Psikomotor ... 143
(7)
DAFTAR PUSTAKA ... 149 LAMPIRAN ... 153
(8)
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Langkah-Langkah Model Cooperative Learning... 16
2. Jadwal Kegiatan Penelitian Tindakan Kelas ... 50
3. Kisi-kisi Penilaian Kinerja Guru ... 52
4. Kisi-kisi Indikator Penilaian Aktivitas Belajar Siswa ... 54
5. Kisi-kisi Rubrik Penilaian Aktivitas Belajar Siswa ... 54
6. Kisi-kisi Penilaian Kognitif Siswa ... 55
7. Indikator Penilaian Afektif ... 56
8. Kisi-kisi Rubrik Penilaian Hasil Belajar Afektif Siswa ... 57
9. Kisi-kisi Penilaian Hasil Belajar Psikomotor ... 57
10.Indikator Hasil Belajar Psikomotor Siklus I ... 58
11.Indikator Hasil Belajar Psikomotor Siklus II ... 58
12.Kategori Kinerja Guru Berdasarkan Perolehan Nilai... 59
13.Kategori Aktivitas Berdasarkan Perolehan Nilai ... 60
14.Kriteria Keaktifan Kelas Dalam Satuan Persen ... 60
15.Kategori Hasil Belajar Afektif ... 61
16.Kategori Hasil Belajar Psikomotor ... 61
17.Kriteria Ketuntasan Hasil Belajar Siswa Dalam Persen ... 63
18.Rekapitulasi Nilai Kinerja Guru Siklus I ... 91
19.Rekapitulasi Nilai Aktivitas Belajar Siswa Siklus I ... 93
20.Persentase Jumlah Siswa Aktif Siklus I ... 93
21.Klasifikasi Hasil Belajar Kognitif Siswa Siklus I ... 95
22.Rekapitulasi Nilai Afektif Siswa Siklus I ... 96
23.Persentase Hasil Belajar Afektif Siklus I ... 97
24.Rekapitulasi Nilai Psikomotor Siswa Siklus I ... 99
25.Persentase Hasil Belajar Psikomotor Siswa Sikklus I... 99
26.Rekapitulasi Nilai Kinerja Guru Siklus II ... 124
27.Rekapitulasi Aktivitas Belajar Siswa Siklus II ... 126
28.Persentase Jumlah Siswa Aktif Siklus II ... 127
29.Klasifikasi Hasil Belajar Kognitif Siswa Siklus II ... 128
30.Rekapitulasi Nilai Afektif Siswa Siklus II ... 129
31.Persentase Hasil Belajar Afektif Siklus II ... 130
32.Rekapitulasi Nilai Psikomotor Siswa Siklus II ... 131
33.Persentase Hasil Belajar Psikomotor Siklus II ... 132
34.Rekapitulasi Kinerja Guru Siklus 1 dan II ... 136
35.Rekapitulasi Aktivitas Siswa Siklus 1 dan II ... 138
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
MOTO
“Man Jadda Wa Jadda”
“Siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan berhasil”
(Al-hadits)
“Menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim dan muslimah”
(Rasulullah SAW)
“Kesulitan hadir untuk dihadapi bukan untuk dihindari.
Semakin kompleks ujian hidup, maka akan semakin kuat dalam
menghadapinya”
(Ayu Pakarti Dewi)
(14)
PERSEMBAHAN
Bismillahirrohmanirrohim…
Kupersembahkan karya ini sebagai rasa syukur kepada ALLAH SAW beserta Nabi junjungan kami Muhammad SAW dan ucapan terima kasih serta rasa banggaku
kepada:
Ayahanda dan Ibundaku tercinta, Bapak Sunarto dan Ibu Sutarmi
Yang sudah membesarkanku, mendidik, bekerja membanting tulang yang tiada ternilai harganya, dan selalu memberikan semangat untuk terus berjuang dalam menggapai
cita-cita, yang tidak pernah lelah untuk selalu memberikan do’a, dan nasihat. Kakak tercinta Agung Nugroho dan adikku Bangkit Sudrajat
Yang selalu memberikan motivasi dalam setiap senyuman dan semangat untuk terus berjuang dalam menggapai cita-cita, terimakasih.
Yang tercinta Diah Susanti, Astri wahyuningtiasih, Dwi Fitriani dan Mohammad Sainer
Yang selalu memberikan senyum, dukungan dan motivasi untuk terus berjuang dalam menyelesaikan skripsi ini, terimakasih.
Teman-teman Angkatan 2010
Yang selalu memberikan motivasi, senyum dan semangat untuk terus berjuang dalam menyelesaikan studi ini, terimakasih.
(15)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di RT/RW I, Dusun I Kelurahan
Srimulyo, Kecamatan Kalirejo, Kabupaten Lampung
Tengah pada tanggal 25 Juli 1992, sebagai anak kedua dari
tiga bersaudara, pasangan Bapak Sunarto dan Ibu Sutarmi.
Penulis menempuh pendidikan Taman Kanak-kanak
(TK) di TK Pertiwi Sridadi, Kecamatan Kalirejo, Kabupaten Lampung Tengah
diselesaikan tahun 1998, Pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri 1
Sidoharjo, Kabupaten Pringsewu diselesaikan pada tahun 2004, Sekolah
Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 1 Kalirejo, Kabupaten Lampung
Tengah diselesaikan pada tahun 2007, dan menyelesaikan Pendidikan Sekolah
Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 1 Kalirejo pada tahun 2010.
Pada tahun 2010, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi
S1-PGSD melalui Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SMPTN), Jurusan Ilmu
(16)
SANWACANA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Think Pair Share Dengan Media Grafis Untuk Meningkatan Aktivitas Dan Hasil Belajar Siswa Pada Pembelajaran Tematik Kelas IVB SDN 6 Metro Pusat Tahun 2013/2014”.
Penulis menyadari bahwa dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini
tentunya tidak akan mungkin terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir Sugeng P. Hariyanto, M.S., selaku Rektor Universitas
Lampung yang telah banyak berjasa dalam kemajuan Universitas Lampung
dan membawa nama Universitas Lampung terus menjadi yang terbaik di
lingkup nasional.
2. Bapak Dr. Hi. Bujang Rahman, M. Si., selaku Dekan FKIP Unila yang telah
memberikan dukungan yang teramat besar terhadap perkembangan program
studi PGSD dan membantu peneliti dalam menyelesaikan surat guna syarat
skripsi.
3. Bapak Drs. Baharuddin Risyak, M. Pd., selaku Ketua Jurusan Ilmu
Pendidikan yang telah membantu sumbangsih untuk kemajuan kampus
(17)
kampus PGSD tercinta.
5. Ibu Dra. Asmaul Khair, M. Pd., selaku Ketua PGSD UPP Metro yang telah
memberikan dukungan dan bantuan selama proses penyusunan skripsi.
6. Bapak Drs. Sarengat, M. Pd., selaku Pembahas yang telah memberikan
saran-saran dan masukan guna perbaikan dalam penyusunan dan kelancaran
skripsi ini.
7. Bapak Dr. Alben Ambarita, M. Pd., selaku Pembimbing Utama atas jasanya
baik tenaga dan pikiran yang tercurahkan untuk bimbingan, masukan, kritik
dan saran yang diberikan dengan sabar dan ikhlas di sela kesibukannya
dalam penyelesaian skripsi ini.
8. Bapak Drs. Hi. A. Sudirman, M. H., selaku Pembimbing Kedua, sekaligus
Pembimbing Akademik yang dalam kesibukannya senantiasa meluangkan
waktu untuk membimbing dalam penyusunan skripsi ini.
9. Bapak/ibu Dosen dan Staf Karyawan PGSD UPP Metro, yang telah
membantu sampai skripsi ini selesai.
10. Ibu Siti Rohana, S. Pd., selaku Kepala Sekolah SD Negeri 6 Metro Pusat
yang telah memberikan izin dan dukungan dalam pelaksanaan penelitian dan
penyusunan skripsi ini.
11. Ibu Nurtaufiqoh, S. Pd. SD. selaku Wali Kelas dan Guru kelas IVB SDN 6
Metro Pusat yang telah bersedia menjadi teman sejawat dan membantu
(18)
penyusunan skripsi ini.
13. Siswa-siswi kelas IVB SDN 6 Metro Pusat yang ikut andil pada pelaksanaan
penelitian dan penulisan skripsi ini.
14. Sahabat seperjuangan (Diah Susanti, Astri Wahyuningtiasih, Dwi Fitriani,
Indah Fitriani, Devy Larasati S, Hidayatulloh), Mbak-mbak kosan (Septa
Indah Y, Tika Miftahul J), dan adik-adik kosan (Sovia Rina, Dianti, Fika
Dewi, Fajar Rahayu N, Vina A, Uli, Tiara, Ayu Husni, Widia U, Fitri M,
Etik, Resta, Anes, Sari dan Nurul) yang telah memberikan senyum, motivasi
dan bantuan dalam penyusunan skripsi ini.
15. Seluruh rekan-rekan mahasiswa PGSD angkatan 2010 kelas A dan B yang
telah bersama-sama berusaha dari awal hingga akhir.
Metro, Juli 2014 Penulis,
Ayu Pakarti Dewi NPM 1013053041
(19)
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan dipandang sebagai aset kehidupan yang sangat penting
bagi bangsa. Untuk itu, pelaksanaan pendidikan diharapkan mampu
membekali peserta didik dengan berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi
serta keterampilan yang bermakna untuk eksis mempertahankan kehidupan
selanjutnya. Dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Menurut Mulyasa (2013: 17) menyatakan bahwa pendidikan
merupakan sarana untuk menyiapkan sumber daya manusia generasi masa
kini dan sekaligus masa depan. Hal ini berarti bahwa proses pendidikan
yang dilakukan pada saat ini bukan semata-mata untuk hari ini, melainkan
untuk masa depan. Selanjutnya Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan bahwa pendidikan nasional
(20)
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berahklak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Untuk dapat mewujudkan tujuan pendidikan nasional, pemerintah
telah melakukan inovasi dalam pengembangan kurikulum baru yakni
kurikulum 2013. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas
pasal 36 ayat 31 menyebutkan bahwa pengembangan kurikulum dilakukan
dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional. Implementasi kurikulum 2013 menekankan
pada tercapainya aspek kognitif, afektif, psikomotor dan erat kaitannya
dengan pendekatan ilmiah (scientific approach). Pendekatan ilmiah dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati (observing), menanya (Quetioning), menalar (associating), mencoba (eksperimenting), membentuk jejaring (networking). Kemendikbud (2013: 2) pembelajaran merupakan proses ilmiah, karena itu Kurikulum 2013 mengamanatkan
esensi pendekatan ilmiah dalam pembelajaran. Pendekatan ilmiah diyakini
sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan,
dan pengetahuan peserta didik.
Saat ini perkembangan zaman semakin kompleks, persaingan semakin
ketat, serta Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) semakin maju. Untuk
itu, dibutuhkan individu yang berkompeten, berpengetahuan luas, memiliki
(21)
bekerjasama dalam menyelesaikan segala persoalan yang dihadapi dalam
kehidupan sehari-hari. Untuk merealisasikan hal tersebut, perlu adanya
peningkatan mutu pendidikan siswa sejak dini, mulai dari kanak-kanak
sampai dewasa. Dengan diberlakukan kurikulum 2013 diharapkan
pendidikan di Indonesia dapat menghasilkan lulusan yang berkompeten, dan
diharapkan kegiatan pembelajaran disekolah dapat meningkatkan aktivitas
belajar siswa, sehingga kompetensi kognitif, afektif dan psikomotor dapat
tercapai.
Pembelajaran yang diterapkan dalam kurikulum 2013 adalah
pembelajaran tematik pada semua kelas di Sekolah Dasar (SD), proses
pembelajaran berbasis tematik didasarkan pada tema dan kemudian
dikaitkan dengan mata pelajaran lainnya. Menurut Trianto (2009: 7)
pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema
untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan
pengalaman belajar yang bermakna kepada peserta didik. Oleh karena itu,
dengan adanya penggabungan beberapa mata pelajaran akan sangat
membantu siswa dalam memahami materi pelajaran, karena sesuai dengan
tahap perkembangan, siswa melihat segala sesuatu sebagai satu kesatuan
utuh (holistic).
Berdasarkan wawancara dengan guru dan hasil observasi yang
dilakukan peneliti di SDN 6 Metro Pusat kelas IVB pada tanggal 16 sampai
17 Januari 2013, diketahui bahwa di dalam pelaksanaan pembelajaran sudah
menerapkan kurikulum 2013, akan tetapi masih banyak kendala dan
(22)
menyebabkan belum optimalnya hasil belajar siswa pada pembelajaran
tematik. Permasalahan tersebut diantaranya yaitu: kurang maksimalnya
motivasi dan minat siswa dalam belajar, hal ini menyebabkan rendahnya
aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran tematik. Kegiatan pembelajaran
kurang menarik dan monoton, tidak adanya variasi atau model-model yang
diterapkan, guru masih mengunakan pendekatan yang konvensional, seperti
metode ceramah yang seringkali dilakukan oleh guru dalam menyampaikan
materi, sehingga kegiatan pembelajaran hanya bersifat satu arah dimana
guru jadi pusat perhatian siswa. Guru aktif sedangkan siswa pasif, hanya
mendengarkan saja (teacher centered).
Penelusuran lebih lanjut, diketahui bahwa guru belum sepenuhnya
menerapkan pendekatan scientific, dan belum maksimal dalam menggunakan media sebagai alat bantu dalam proses pembelajaran.
Kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan sudah dilakukan secara
berkelompok, namun masih terlihat siswa enggan melakukan interaksi dan
kerjasama dengan teman. Adapun pada saat siswa bersama kelompok
memperoleh kesempatan untuk mempersentasikan hasil diskusinya,
sebagian besar siswa gaduh sehingga ide/pendapat yang muncul tidak
menyebar ke semua siswa. Siswa belum diberi kesempatan untuk
merumuskan dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai materi yang
diajarkan.
Berdasarkan hasil ulangan siswa pada kelas IVB belum cukup
maksimal. Hal ini dibuktikan dengan hasil ulangan semester ganjil tahun
(23)
keseluruhan 31 siswa, terdapat 20 siswa atau sebesar 65% siswa yang belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu ≥65 dengan nilai rata-rata kelas 57.
Sebagai alternatif untuk dapat mengatasi masalah tersebut diperlukan
suatu strategi/model pembelajaran yang dapat membuat siswa aktif dalam
mengikuti pembelajaran tematik. Salah satu model pembelajaran yang
digunakan adalah model cooperative learning tipe think pair share. Model-model pembelajaran banyak sekali yang cocok diterapkan untuk
meningkatkan kemampuan belajar siswa, akan tetapi tipe think pair share
dikatakan tepat untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa, karena
tipe pembelajaran ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja
sendiri serta bekerja sama dengan teman.
Model pembelajaran tipe think pair share berarti berfikir (think),
berpasangan (pair), dan berbagi (share). Artinya di dalam penerapanya, siswa harus bekerja secara mandiri atau berfikir sendiri dalam memberikan
ide-ide, pendapat atas permasalahan yang diberikan oleh guru, kemudian
siswa juga diberikan kesempatan untuk bekerja sama dan berdiskusi dengan
pasangannya, saling memberikan umpan balik. Di dalam interaksi
pembelajaran yang berlangsung akan menumbuhkan nilai karakter siswa,
dan jiwa sosial siswa. Menurut Huda (2013: 206) menyatakan bahwa
manfaat tipe think pair share adalah memungkinkan siswa untuk bekerja sendiri dan bekerja sama dengan orang lain, mengoptimalkan partisipasi
siswa, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan
(24)
Penggunaan media pembelajaran mempunyai peran penting dalam
usaha meningkatkan hasil belajar siswa. Menurut Sadiman (2006: 7) media
adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari
pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan,
perhatian, minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses
belajar terjadi. Oleh karena itu penggunaan media pembelajaran sangat
penting karena sangat berpengaruh terhadap tercapainya tujuan
pembelajaran. Salah satu media yang sesuai untuk membantu penerapan tipe think pair share dalam pelaksanaan pembelajaran tematik adalah media grafis. Menurut Sadiman (2006: 28) media grafis termasuk media visual
yang berfungsi untuk menyalurkan pesan dari sumber ke penerima pesan,
saluran yang dipakai menyangkut indera penglihatan, selain itu berfungsi
untuk menarik perhatian, memperjelas sajian ide, mengilustrasikan atau
menghiasi fakta yang mungkin akan cepat dilupakan atau diabaikan bila
tidak digrafiskan. Pesan yang disampaikan dalam media grafis dituangkan
ke dalam simbol-simbol komunikasi visual, simbol-simbol tersebut perlu
dipahami benar artinya agar proses penyampaian pesan dapat berhasil dan
efisien. Dengan demikian peneliti melaksankan kegiatan pembelajaran
menggunakan tipe think pair share dan media grafis dalam pembelajaran tematik.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu dilakukan perbaikan
kualitas pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas dengan menerapkan
(25)
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas IVB SDN 6 Metro
Pusat tahun 2013/2014.
B. Indentifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasi
permasalahan yang ada, sebagai berikut.
1. Kurang maksimal aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran tematik
kelas IVB SDN 6 Metro Pusat tahun pelajaran 2013/2014.
2. Kurang maksimal hasil belajar siswa dalam pembelajaran tematik kelas
IVB SDN 6 Metro Pusat tahun pelajaran 2013/2014.
3. Kerjasama dalam pembelajaran berkelompok belum optimal.
4. Guru masih menerapkan pendekatan konvensional, sehingga kegiatan
pembelajaran bersifat teacher centered pada pembelajaran tematik. 5. Guru belum sepenuhnya menerapkan pendekatan scientific pada
pembelajaran tematik.
6. Belum maksimal motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran
tematik.
7. Guru belum maksimal dalam menggunakan media pembelajaran sebagai
alat bantu dalam kegiatan pembelajaran.
C. Pembatasan Masalah
Untuk menghindari meluasnya permasalahan yang akan dikaji, maka
masalah dalam penelitian ini dibatasi, dalam:
1. Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe
(26)
2. Model pembelajaran tipe think pair share dengan media grafis yang dimaksud adalah untuk membuat suasana pembelajaran lebih aktif
dengan meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas IVB SDN 6
Metro Pusat.
3. Tema yang akan diteliti adalah Tema 7 “Cita-Citaku” pada Subtema 1 “Aku dan Cita-citaku” dan Subtema 2 “ Hebatnya Cita-Citaku”
4. Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas IVB SDN 6 Metro Pusat.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi di atas, dalam penelitian ini perlu dirumuskan
permasalahan yang akan diteliti. adapun permasalahan tersebut dirumuskan
sebagai berikut:
1. Bagaimanakah Penerapan model pembelajaran tipe think pair share
dengan media grafis dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa pada
pembelajaran tematik kelas IVB SDN 6 Metro Pusat tahun 2013/2014?
2. Bagaimanakah Penerapan model pembelajaran tipe think pair share
dengan media grafis dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada
pembelajaran tematik kelas IVB SDN 6 Metro Pusat tahun 2013/2014?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, dalam penelitian tindakan
kelas ini bertujuan untuk:
1. Meningkatkan aktivitas belajar siswa melalui tipe think pair share
dengan media grafis pada pembelajaran tematik siswa kelas IVB SDN
(27)
2. Meningkatkan hasil belajar siswa melalui tipe think pair share dengan media grafis pada pembelajaran tematik siswa kelas IVB SDN 6
Metro Pusat tahun 2013/2014.
F. Manfaat penelitian
1. Bagi Siswa
Agar siswa lebih aktif dan termotivasi dalam mengikuti proses
pembelajaran, sehingga hasil belajar siswa dapat mencapai KKM pada
pembelajaran tematik siswa kelas IV B SDN 6 Metro Pusat tahun
2013/2014.
2. Bagi Guru
Sebagai bahan masukan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran
di kelasnya, serta menambah dan mengembangkan kemampuan guru
dalam menerapkan tipe think pair share dan media grafis dalam kegiatan pembelajaran.
3. Bagi Sekolah
Mengharumkan nama baik sekolah, karena hasil belajar siswa jauh
lebih meningkat daripada sebelumnya. Dengan adanya penelitian ini
maka guru-guru lain akan termotivasi memperbaiki model pembelajaran
yang selama ini mereka terapkan.
4. Bagi Peneliti
Dapat menambah pengalaman, ilmu pengetahuan dan penguasaan
tentang penelitian tindakan kelas sehingga kelak akan menjadi seorang
(28)
II. KAJIAN PUSTAKA
A. Model Pembelajaran
Model pembelajaran merupakan suatu teknik yang dipilih oleh guru
pada proses kegiatan pembelajaran untuk membuat suasana belajar lebih
efektif dan menyenangkan. Menurut Warsono (2012: 25) model pembelajaran
adalah model yang dipilih dalam pembelajaran untuk mencapai tujuan
pembelajaran dan dilaksanakan dengan suatu sintaks (langkah-langkah yang
sistematis dan urut) tertentu. Sedangkan Hanafiah & Suhana (2010: 41)
menyatakan bahwa model pembelajaran merupakan salah satu pendekatan
dalam rangka mensiasati perubahan tingkah laku peserta didik secara adaptif
maupun generatif. model pembelajaran erat kaitannya dengan gaya belajar
peserta didik (learning style) dan gaya mengajar guru (teaching style).
Menurut Soekamto (dalam Trianto 2009: 74) menyatakan bahwa model
pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang
sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai
tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang
pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar
mengajar. Selanjutnya menurut Trianto (2009: 75) setiap model pembelajaran
diawali dengan upaya menarik perhatian siswa dan memotivasi siswa agar
(29)
pelajaran yang meliputi kegiatan merangkum pokok-pokok pelajaran yang
dilakukan siswa dengan bimbingan guru.
Terdapat beberapa model pembelajaran yang dapat dilaksanakan dalam
kegiatan belajar mengajar. Menurut Arends (dalam Trianto 2009: 76)
menyeleksi enam model pembelajaran yang sering dan praktis digunakan
guru dalam mengajar, yaitu: presentasi, pembelajaran langsung, pembelajaran
konsep, pembelajaran kooperatif, pembelajaran berdasar masalah, dan diskusi
kelas.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa
model pembelajaran adalah suatu model pembelajaran yang mempunyai pola
urut/sintaks yang sistematis. Model pembelajaran yang dipilih oleh guru
digunakan sebagai pedoman dalam mengajar dan bertujuan untuk menarik
perhatian siswa dalam belajar sehingga meningkatkan keaktifan siswa dalam
kegiatan pembelajaran. Model pembelajaran yang digunakan guru
bermacam-macam diantaranya yaitu presentasi, pembelajaran langsung, pembelajaran
konsep, pembelajaran kooperatif, pembelajaran berdasar masalah, dan diskusi
kelas. Adapun model pembelajaran yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah model pembelajaran kooperatif/ cooperative learning dalam pembelajaran tematik.
B. Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) 1. Pengertian Model Cooperative Learning
Model cooperative learning adalah model pembelajaran yang dilaksanakan secara berkelompok dan bekerjasama dalam memecahkan
(30)
dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu bersama-sama lainnya sebagai satu kelompok
atau satu tim. Kunandar (2011: 270) mendefinisikan pembelajaran
cooperative adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang saling asuh antar siswa untuk
menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat
menimbulkan permusuhan.
Sedangkan Warsono (2012: 161) berpendapat bahwa pembelajaran
cooperative adalah metode pembelajaran yang melibatkan sejumlah kelompok kecil siswa yang bekerja sama dan belajar bersama dengan
saling membantu secara interaktif untuk mencapai tujuan pembelajaran
yang dirumuskan. Slavin (dalam Isjoni 2010: 12) menyatakan bahwa
cooperative learning adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif
yang anggotanya 4-6 dengan struktur kelompok heterogen.
Selanjutnya Isjoni (2010: 86) menyatakan bahwa dalam
cooperative learning siswa atau peserta didik lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka saling mendiskusikan masalah-masalah tersebut dengan temannya. Melalui diskusi akan terjalin komunikasi dimana siswa saling berbagi ide tau pendapat. Melalui diskusi akan terjadi elaborasi kognitif yang baik sehingga dapat meningkatkan daya nalar, keterlibatan siswa dalam pembelajaran dan memberi kesempatan pada siswa untuk mengungkapkan pendapatnya.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti menyimpulkan
bahwa pembelajaran cooperative adalah suatu model pembelajaran yang dilakukan oleh siswa secara berkelompok untuk memecahkan suatu
(31)
kelompok heterogen. Dalam pembelajaran ini para siswa dapat bekerja
bersama saling membantu satu sama lain, berbagi ide atau pendapat,
sekaligus dapat melatih sikap dan keterampilan sosial sebagai bekal dalam
kehidupan masyarakat.
2. Karakteristik Model Cooperative Learning
Model cooperative learning memiliki ciri-ciri tersendiri apabila dibandingkan dengan model pembelajaran lainnya. Menurut Isjoni (2010:
20) terdapat beberapa ciri dari cooperative learning adalah: a) setiap anggota memiliki peran,
b) terjadi hubungan interaksi langsung diantara siswa,
c) setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman-teman sekelompoknya,
d) guru membantu mengembangkan keterampilan-kerampilan interpersonal kelompok, dan
e) guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.
Selanjutnya Slavin (dalam Isjoni 2010: 21) mengemukakan bahwa
terdapat tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik cooperative learning yaitu penghargaan kelompok, pertanggung jawaban individu, dan kesempatan yang sama untuk berhasil. Menurut Bennet (dalam Isjoni
2009: 60) menyatakan lima unsur yang dapat membedakan cooperative learning dengan kerja kelompok yaitu (1) Positive Interdependece, yaitu hubungan timbal balik yang didasari adanya kepentingan yang sama
antara anggota kelompok, (2) Interaction face to face, yaitu interaksi yang langsung terjadi antar siswa tanpa adanya perantara, (3) Adanya
tanggung jawab pribadi mengenai materi pelajaran dalam kelompok
sehingga siswa termotivasi untuk membantu temannya, (4)
(32)
dan (5) meningkatkan keterampilan bekerjasama dalam memecahkan
masalah (proses kelompok).
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti menyimpulkan
karakteristik atau ciri-ciri cooperative learning diantaranya adalah pembelajaran dilakukan secara berkelompk, setiap anggota memiliki
peran dan tanggung jawabnya masing-masing, terjadi interaksi langsung
antar siswa, penghargaan atas kelompok yang telah mencapai nilai
terbaik, mencipatakan hubungan antar pribadi dan meningkatkan
keterampilan bekerjasama dalam pemecahan suatu masalah.
3. Tujuan Model Cooperative Learning
Setiap strategi atau model pembelajaran memiliki suatu tujuan yang
ingin dicapai, salah satunya yaitu untuk mengaktifkan kegiatan belajar
siswa saat proses pembelajaran. Begitu pula pada model cooperative learning. Menurut Isjoni (2010: 21) menyatakan bahwa tujuan utama dalam penerapan model belajar mengajar cooperative learning adalah agar peserta didik dapat belajar secara berkelompok bersama
teman-temannya dengan cara saling menghargai pendapat dan memberikan
kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan gagasannya dengan
menyampaikan pendapat mereka secara berkelompok. Sedangkan
Hamdani (2010: 32) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran kooperatif
adalah menciptakan situasi, yaitu keberhasilan individu ditentukan atau
(33)
Selanjutnya menurut Ibrahim (dalam Isjoni, 2010: 27) model
cooperative learning dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan pembelajaran yang dirangkum sebagai berikut:
a) Hasil belajar akademik
Dalam pembelajaran cooperative selain bertujuan untuk meningkatkan kemampuan bersosial adalah untuk memperbaiki
prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa
ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa
memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah
menunjukkan, model struktur pembelajaran kooperatif telah dapat
meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan
norma yang berhubungan dangan hasil belajar.
b) Penerimaan terhadap perbedaan individu
Tujuan lainnya adalah penerimaan secara luas dari orang orang
yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan
dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi
peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk
bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan
melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling
menghargai satu sama lain.
c) Pengembangan keterampilan sosial
Tujuan penting ketiga adalah mengajarkan kepada siswa
keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Seperti keterampilan
(34)
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti dapat
menyimpulkan tujuan model cooperative learning adalah agar para siswa dapat melakukan kegiatan bekerja sama, saling menghargai pendapat
temannya, memberi kesempatan untuk saling mengemukakan
pendapatnya masing-masing, selain itu untuk meningkatkan hasil belajar
akademik, penerimaan terhadap perbedaan individu dan pengembangan
keterampilan sosial.
4. Langkah-langkah/Sintaks Model Cooperative Learning
Adapun langkah-langkah/sintaks model cooperative learning yang dikemukakan oleh Spencer Kagan (dalam Warsono 2012: 183) adalah
sebagai berikut:
Tabel 1. Langkah-langkah Model Cooperative Learning
Fase Perilaku Guru
Fase 1
Menyajikan tujuan pembelajaran dan perangkat pembelajaran
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan menyiapkan perangkat pembelajaran, memberi motivasi siswa.
Fase 2
Menyajikan informasi
Guru menyajikan informasi kepada siswa misalnya dengan cara demonstrasi atau penyajian teks.
Fase 3
Mengorganisasikan siswa dalam tim belajar
Guru menjelaskan kepada para siswa bagaimana caranya membentuk tim belajar dan membantu seluruh kelompok agar transisi dari situasi kelas total menjadi kelompok berlangsung efisien, tidak gaduh.
Fase 4
Membantu kelompok tim dan kajian tim
Guru membantu tim pembelajaran selama mereka mengerjakan tuganya
Fase 5
Melaksanakan tes berdasarkan materi kajian
Guru melakukan tes terhadap hasil kerja kelompok
Fase 6
Memberikan penghargaan terhadap kinerja kelompok
Guru memberikan penghargaan baik kepada individu maupun kelompok untuk
mengetahui berbagai upaya dan pencapaian kinerjanya
(35)
Berdasarkan pendapat ahli di atas, peneliti menyimpulkan
langkah-langkah atau sintaks cooperative learning terdiri dari 6 fase yaitu fase pertama guru menyampaikan tujuan pembelajaran serta perangkat
pembelajaran, fase kedua guru menyajikan informasi, fase ketiga guru
mengorganisasikan siswa dalam tim belajar, fase ketiga guru membantu
kelompok tim dan kajian tim, fase kelima melaksankan tes berdasarkan
materi kajian, dan fase keenam memberikan penghargaan terhadap
kinerja kelompok.
5. Jenis-jenis Model Cooperative Learning
Jenis-jenis model cooperative learning sangat beragam. Menurut Isjoni (2010: 51) dalam Coooperative Learning terdapat beberapa variasi model yang diterapkan, yaitu diantaranya: a) Student Team Achivement Division (STAD), b) Jigsaw, c) Group Investigation (GI), d) Rotating Trio Exchange, dan f) Group Resume.
Sedangkan menurut Komalasari (2010: 62) menyatakan bahwa
terdapat beberapa model pembelajaran kooperatif yaitu: Number Head Together (NHT), Cooperative Script, Student Team Achivement Division
(STAD), Think Pair Share, Jigsaw, Snowball Throwing, Team Games Tournament, Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC),
Two Stray Two Stray.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
jenis-jenis pembelajaran kooperatif yang dapat diterapkan oleh guru
dalam kegiatan pembelajaran sangat beranekaragam, salah satunya yaitu
(36)
memilih model cooperative learning tipe think pair share, karena tipe ini dinilai dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam
kegiatan pembelajaran.
C. Tipe Think Pair Share
1. Pengertian Tipe Think Pair Share
Model pembelajaran tipe think pair share merupakan model pembelajaran kooperatif sederhana yang berarti
berfikir-berpasangan-dan berbagi. Warsono (2012: 202) Model cooperative learning tipe think pair share yang berarti berfikir-berpasangan-berbagi semula dikembangkan oleh Frank Lyman, juga oleh Spencer Kagan bersama
Jack Hassard. Model ini oleh Johnson dan Johnson menyebutrnya
tengoklah pasanganmu (Turn To Your Partner). Isjoni (2010: 78) menyatakan bahwa tehnik ini memberikan siswa kesempatan untuk
bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Keunggulan teknik
ini adalah optimalisasi partisipasi siswa, yaitu memberi kesempatan
delapan kali lebih banyak kepada siswa untuk dikenali dan menunjukkan
partisipasi mereka kepada orang lain.
Menurut Huda (2013: 206) menyatakan bahwa Strategi think pair share memperkenalkan gagasan tentang waktu „tunggu atau berfikir‟ (wait or think time) pada elemen pembelajaran kooperatif yang saat ini menjadi salah satu faktor ampuh dalam meningkatkan respons siswa
terhadap pertanyaan. Sedangkan Menurut Arends (dalam Husaini. 2012.
(37)
Model pembelajaran think pair and share merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua resitasi atau diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam think pair and share dapat memberi murid lebih banyak waktu berfikir, untuk merespon dan saling membantu.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti menyimpulkan
bahwa pembelajaran tipe think pair share adalah pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja sendiri, berpikir
sendiri mengenai masalah-masalah yang diberikan oleh guru dan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan
teman, memberikan umpan balik untuk merespon dan saling membantu.
Dalam tipe ini siswa dapat mengembangkan kemampuan dalam
bekerjasama dan komunikasi antar siswa. Interaksi yang berlangsung
selama proses pembelajaran dapat meningkatkan daya pikir dan
meningkatkan aktivitas siswa dalam belajar.
2. Langkah-langkah Pembelajaran Tipe Think Pair Share
Sama halnya dengan model-model pembelajaran lainnya, Model
cooperative learning tipe think pair share memiliki langkah-langkah dalam pelaksanaannya. Menurut Warsono (2012: 203) Sintaks atau cara
kerja pembelajaran tipeadalah sebagai berikut:
a) Siswa duduk berpasangan,
b) Guru melakukan presentasi dan kemudian mengajukan pertanyaan, c) Mula-mula siswa diberi kesempatan berfikir secara mandiri, d) Siswa kemudian saling berbagi (share) bertukar pikiran dengan
pasanganya untuk menjawab pertanyaan guru, e) Guru memandu pleno kecil diskusi, setiap kelompok
(38)
f) Guru memberikan penguatan tentang prinsip-prinsip apa yang harus dibahas, menambahkan pengetahuan atau konsep yang luput dari perhatian siswa saat berdiskusi dengan pasanganya
g) Simpulan dan refleksi.
Sedangkan menurut Anita Lie (dalam Ningsih. 2011.
eprint.uny.ac.id) menguraikan langkah-langkah pembelajaran tipe Think Pair Share adalah sebagai berikut:
a) Guru membagi siswa dalam kelompok berempat dan memberikan tugas kepada semua kelompok;
b) Setiap siswa memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut sendiri; c) Siswa berpasangan dengan salah satu rekan dalam kelompok dan
berdiskusi dengan pasangannya;
d) Kedua pasangan bertemu kembali dalam kelompok berempat. Siswa mempunyai kesempatan untuk membagikan hasil kerjanya kepada kelompok berempat.
Menurut Huda (2013: 207), langkah-langkah model cooperative learning tipe think pair share dalam pelaksanaan pembelajaran adalah sebagai berikut:
a) Siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok. Setiap kelompok terdiri dari empat anggota/siswa;
b) Guru memberikan tugas pada setiap kelompok;
c) Masing-masing anggota memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut sendiri-sendiri terlebih dahulu;
d) Kelompok membentuk anggota-anggotanya secara berpasangan. Setiap pasangan mendiskusikan hasil pengerjaan individunya; e) Kedua pasangan lalu bertemu kembali dalam kelompoknya
masing-masing untuk menshare hasil diskusinya.
Sesuai dengan salah satu ciri dari tipe think pair share yaitu pair
(berpasangan), pada dasarnya tipe ini hanya dapat diterapkan pada kelas
yang jumlah siswanya genap. Namun, tidak menutup kemungkinan tipe
ini juga dapat diterapkan pada kelas yang jumlah siswanya ganjil. Hal ini
diperkuat dengan pendapat Kristin (dalam Marbun 2013: 22) menyatakan
(39)
siswa tersebut dalam kelompok yang dirasa guru memiliki prestasi
belajar rendah, karena akan banyak masukan-masukan atau pendapat
dalam menyelesaikan soal-soal.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dalam pelaksanaan
kegiatan pembelajaran dengan jumlah kelompok siswa yang ganjil akan
digabungkan dengan sebagian kecil siswa yang memiliki prestasi belajar
rendah dan pada penelitian ini akan menggunakan
langkah-langkah/Sintaks think pair share dari teori yang dikemukakan oleh Anita lie dan Huda dalam pembelajaran tematik.
3. Kelebihan dan Kekurangan Tipe Think Pair Share
Di dalam model cooperative learning tipe think pair share
memiliki kelebihan sekaligus kekurangan yang harus diperhatikan.
Menurut Anita Lie (dalam Ningsih. 2011. eprint.uny.ac.id) memaparkan
beberapa kelebihan dari pembelajaran tipe think pair share yaitu: (a) meningkatkan partisipasi siswa, (b) cocok untuk tugas sederhana, (c)
lebih banyak kesempatan untuk kontribusi masing-masing anggota
kelompok, (d) Interaksi lebih mudah, dan (e) lebih mudah dan cepat
membentuknya.
Selanjutnya menurut Lie (2004: 57), kelebihan tipe think pair share
adalah sebagai berikut.
1) Memungkinkan siswa untuk merumuskan dan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan mengenai materi yang diajarkan karena
(40)
oleh guru, serta memperoleh kesempatan untuk memikirkan materi
yang diajarkan.
2) Siswa akan terlatih menerapkan konsep karena bertukar pendapat
dan pemikiran dengan temannya untuk mendapatkan kesepakatan
dalam memecahkan masalah.
3) Siswa lebih aktif dalam pembelajaran karena menyelesaikan
tugasnya dalam kelompok, dimana tiap kelompok hanya terdiri dari
2 orang.
4) Siswa memperoleh kesempatan untuk mempersentasikan hasil
diskusinya dengan seluruh siswa sehingga ide yang ada menyebar.
5) Memungkinkan guru untuk lebih banyak memantau siswa dalam
proses pembelajaran
Sedangkan menurut Huda (2013: 206) menyatakan
kelebihan/manfaat tipe think pair share antara lain a) memungkinkan siswa untuk bekerja sendiri dan bekerja sama dengan orang lain, b)
mengoptimalkan partisipasi siswa dan c) memberikan kesempatan
kepada siswa untuk menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain.
Menurut Fadholi (dalam Husaini. 2012.
http//matheducations.blogspot.com) mengemukakan 5 Kelebihan
pembelajaran tipe think pair and share sebagai berikut:
a) Memberi murid waktu lebih banyak untuk berfikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain;
b) Lebih mudah dan cepat membentuk kelompoknya;
c) Murid lebih aktif dalam pembelajaran karena menyelesaikan tugasnya dalam kelompok, dimana tiap kelompok hanya terdiri dari 2 orang;
d) Murid memperoleh kesempatan untuk mempersentasikan hasil diskusinya dengan seluruh murid sehingga ide yang ada menyebar;
(41)
e) Memungkinkan murid untuk merumuskan dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai materi yang diajarkan karena secara tidak langsung memperoleh contoh pertanyaan yang diajukan oleh guru, serta memperoleh kesempatan untuk memikirkan materi yang diajarkan.
Sedangkan kekurangan dalam pelaksanan tipe think pair share
menurut Anita Lie (dalam Ningsih. 2011. eprint.uny.ac.id) menyatakan
bahwa kekurangan tipe iniantara lain adalah : (a) banyak kelompok yang
melaporkan dan perlu dimonitor, (b) lebih sedikit ide yang muncul, dan
(c) jika ada perselisihan, tidak ada penengah. Selanjutnya menurut
Fadholi (dalam Husaini. 2012. http//matheducations.blogspot.com)
mengemukakan 5 Kelemahan tipe think pair and share sebagai berikut: a) Jumlah murid yang ganjil berdampak pada saat pembentukan
kelompok, karena ada satu murid tidak mempunyai pasangan; b) Jika ada perselisihan,tidak ada penengah;
c) Jumlah kelompok yang terbentuk banyak; d) Menggantungkan pada pasangan;
e) Sangat sulit diterapkan di sekolah yang rata-rata kemampuan muridnya rendah.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka peneliti harus lebih
optimal dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran menggunakan tipe
think pair share sehingga meminimalisir terjadinya kekurangan-kekurangan yang terjadi pada proses pembelajaran. Dalam hal ini peneliti
menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan tipe think pair share dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada
siswa untuk bekerja sendiri dan bekerjasama dengan teman, dengan
langkah-langkah sebagai berikut: 1) guru membagi siswa dalam
kelompok yang terdiri dari 4-5 orang, 2) guru memberikan tugas kepada
(42)
secara individual, 4) kelompok membentuk anggota-anggotanya secara
berpasangan, setiap pasangan mendiskusikan hasil pengerjaan
individunya, dan 5) kedua pasangan lalu bertemu kembali dalam
kelompoknya masing-masing untuk membagikan (share) hasil diskusinya.
D. Media Pembelajaran
1. Pengertian Media Pembelajaran
Media pembelajaran adalah suatu alat bantu yang digunakan oleh
guru agar kegiatan belajar berlangsung secara efektif. Sadiman (2006: 7)
Media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan
pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran,
perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa
sehingga proses belajar terjadi.
Menurut Briggs (dalam Sadiman 2006: 6) berpendapat bahwa
media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta
merangsang siswa untuk belajar. Menurut Trianto (2010: 199) Media
sebagai komponen strategi pembelajaran merupakan wadah dari pesan
yang oleh sumber atau penyalurnya ingin diteruskan kepada sasaran atau
penerima pesan tersebut, dan materi yang ingin disampaikan adalah
pesan pembelajaran, dan bahwa tujuan yang ingin dicapai adalah
terjadinya proses belajar
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, maka peneliti
(43)
digunakan oleh guru untuk menunjang keberhasilan proses pembelajarn
serta merangsang siswa untuk bergairah dalam belajar.
2. Jenis-jenis Media Pembelajaran
Media meliputi semua sumber belajar yang dibutuhkan oleh siswa
untuk meningkatkan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran. Media
pembelajaran mempunyai banyak jenisnya, yang dapat digunakan sesuai
dengan kebutuhan guru dan diperlukan saat kegiatan belajar berlangsung.
Rudi & Breatz (dalam Trianto 2010: 201) mengklasifikasikan media
kedalam tujuh komponen media, yaitu: a) media audio visual gerak, b)
media audio visul diam, c) media audio semi gerak, d) media visual
gerak, e) media visual diam, f) media audio, dan g) media cetak.
Menurut Asyhar (2012: 44) ada empat jenis media pembelajaran,
yaitu:
a) Media visual, yaitu jenis media yang digunakan hanya mengandalkan indera penglihatan semata-mata dari peserta didik, misalnya: media visual non proyeksi (benda realita, model protetif, dan grafis), dan media proyeksi (power point, paint dan auto cad), b) Media audio, yaitu jenis media yang digunakan dalam proses
pembelajaran dengan hanya mengandalkan indera pendengaran siswa, misalnya: radio, pita kaset suara, dan piringan hitam,
c) Media audio-visual, yaitu jenis media yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran dengan melibatkan pendengaran dan penglihatan sekaligus dalam satu proses atau kegiatan, misalnya: video kaset dan film bingkai,
d) Multimedia, yaitu media yang melibatkan beberapa jenis media dan peralatan secra terintegrasi dalam suatu proses atau kegiatan pembelajaran, misalnya: TV dan power point.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti menyimpulkan
bahwa jenis-jenis media yang dapat diterapkan dalam pembelajaran
(44)
sesuai dengan kebutuhannya. Dalam hal ini peneliti mempergunakan
media visual yang dikhususkan pada media grafis dalam model
pembelajaran cooperative think pair share. Karena media grafis dinilai dapat mengaktifkan kegiatan belajar siswa pada pembelajaran tematik.
3. Media Grafis
Media grafis termasuk media visual yang digrafiskan dalam bentuk
gambar. Menurut Sadiman (2006: 28) Media grafis termasuk media visual
yang berfungsi untuk menyalurkan pesan dari sumber ke penerima pesan,
selain itu berfungsi pula untuk menarik perhatian, memperjelas sajian ide,
mengilustrasikan atau menghiasi fakta yang mungkin akan cepat
dilupakan bila tidak digrafiskan. Hamdani (2010: 188) menyatakan bahwa
media grafis yaitu gambar atau visual yang penampilannya tidak
diproyeksikan (grafik, chart, poster, kartu).
Menurut Asyhar (2012: 57) media grafis merupakan suatu sarana
untuk menyalurkan pesan dan informasi melalui symbol-simbol visual.
Sedangkan Angkowo dan Kosasih (2007: 13) mengemukakan bahwa
media grafis merupakan pesan yang akan disampaikan dan dituangkan
kedalam simbol-simbol komunikasi visual (menyangkut indera
penglihatan). Selanjutnya Hamdani menyebutkan bahwa media grafis
termasuk media yang sederhana, mudah dan relative murah apabila dilihat
dari segi biayanya. Banyak jenis media grafis diantaranya yaitu,
gambar/foto, sketsa, diagaram, bagan (chart), dan grafik (grahs),
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti menyimpulkan
(45)
suatu media pembelajaran yang dapat dilihat oleh indera penglihatan
melalui simbol-simbol visual, seperti (gambar/foto, sketsa, diagram,
bagan (chart), grafik (grahs), poster dan kartun). Media garfis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah media grafis berupa gambar sebagai
alat bantu guru menyampaikan pesan, informasi dan materi pelajaran
kepada siswa. Adapun indikator media grafis yang dapat dikembangkan
dalam penelitian ini adalah (1) mudah dan relatif harganya, (2)
menghasilkan pesan yang menarik perhatian siswa, (3) memperjelas
sajian ide atau materi pelajaran, (4) dapat mengilustrasikan suatu fakta
dengan baik, dan (5) pesan disampaikan melalui simbol-simbol
komunikasi visual.
E. Belajar
1. Pengertian Belajar
Belajar adalah suatu proses kegiatan yang dilakukan siswa untuk
memperoleh ilmu pengetahuan melalui pengalaman dan latihan terus
menerus. Menurut Hamalik (2007: 52) belajar adalah modifikasi atau
memperkuat tingkah laku melalui pengalaman dan latihan. Belajar juga
diartikan sebagai suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui
interaksi dengan lingkungannya. Sedangkan Sardiman (2011: 99) Belajar
adalah berbuat dan sekaligus merupakan proses yang membuat anak didik
harus aktif. Menurut Djamarah (2006: 10) menyatakan bahwa belajar
adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan, artinya
(46)
pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek
organisme atau pribadi.
Sadiman (2006: 2) mengemukakan bahwa belajar adalah proses
yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur
hidup, sejak dia masih bayi hingga ke liang lahat nanti. salah satu
pertanda bahwa seseorang telah belajar adalah adanya perubahan tingkah
laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut baik
perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif) dan keterampilan
(psikomotor) maupun yang menyangkut nilai dan sikap (afektif).
Sedangkan menurut Thobroni (2012: 22) menyatakan bahwa belajar
merupakan proses yang terjadi karena dorongan kebutuhan dan tujuan
yang ingin dicapai. Belajar adalah proses sistemik yang dinamis,
konstruktif, dan organik. Belajar merupakan kesatuan fungsional dari
berbagai komponen belajar selain itu belajar merupakan suatu
pengalaman yaitu suatu hasil interaksi antara siswa dan lingkungannya.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti dapat
menyimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses yang kompleks atau
proses perubahan tingkah laku yang terjadi pada setiap individu melalui
pengalamannya yaitu suatu hasil interaksi antara siswa dengan
lingkungannya. Perubahan tingkah laku tersebut bersifat pengetahuan
(kognitif), sikap (afektif) dan keterampilan (psikomotor).
2. Aktivitas Belajar
Aktivitas belajar adalah semua kegiatan yang dilakukan oleh siswa
(47)
Menurut Hanafiah & Suhana (2010: 23) proses aktivitas pembelajaran
harus melibatkan seluruh aspek psikofisis peserta didik, baik jasmani
maupun rohani sehingga akselerasi perubahan perilakunya dapat terjadi
secara cepat, tepat, mudah dan benar, baik berkaitan dengan aspek
kognitif, afektif, maupun psikomotor.
Menurut Dierich yang dikutip Hamalik (dalam Hanafiah & Suhana
2010: 24) menyatakan, aktivitas belajar dibagi kedalam delapan
kelompok, yaitu sebagai berikut.
1) kegiatan-kegiatan visual, yaitu membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, dan mengamati orang lain bekerja atau bermain,
2) kegiatan-kegiatan lisan (oral), yaitu mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan
pertanyaan, member saran, mengemukakan pendapat,
berwawancara, diskusi dan interupsi,
3) kegiatan-kegiatan mendengarkan, yaitu mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan atau mendengarkan radio,
4) kegiatan-kegiatan menulis, yaitu menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan copy, membuat outline atau rangkuman, dan mengerjakan tes, serta mengisi angket,
5) kegiatan-kegiatan menggambar, yaitu menggambar, membuat grafik, chart, diagaram, peta, dan pola,
6) kegiatan-kegiatan metrik, yaitu melakukan percobaan, memilih
alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model,
menyelenggarakan pemainan, serta menari dan berkebun,
7) kegiatan-kegiatan mental, yaitu merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisa faktor-faktor, melihat hubungan-hubungan, dan membuat keputusan,
8) kegiatan-kegiatan emosional, yaitu minat, membedakan, berani, tenang, dan lain-lain.
Sardiman (2011: 100) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan
aktivitas belajar itu adalah aktivitas yang bersifat fisik maupun mental.
Dalam kegiatan belajar kedua aktivitas itu harus selalu terkait. Menurut
(48)
keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, perhatian, dan aktivitas
dalam kegiatan pembelajaran guna menunjang keberhasilan proses
pembelajaran dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut. Indikator
aktivitas siswa dapat dilihat dari: pertama, mayoritas siswa beraktivitas
dalam pembelajaran, kedua, aktivitas pembelajaran didominasi oleh
kegiatan siswa, ketiga mayoritas siswa mampu mengerjakan tugas yang
diberikan oleh guru dalam LKS.
Menurut Hamalik (2007: 91) aktivitas siswa dalam proses
pembelajaran memiliki manfaat antara lain: siswa mencari
pengalamannya sendiri, memupuk kerjasama yang harmonis dikalangan
para siswa yang dapat memperlancar kerja kelompok, siswa belajar
berdasarkan minat dan kemampuan sendiri, dapat memupuk disiplin
belajar dan suasana belajar yang demokratis dan kekeluargaan,
pembelajaran dan belajar dilaksanakan secara relistik dan konkrit,
sehingga mengembangkan pemahaman dan berpikir kritis, pembelajaran
dan kegiatan belajar menjadi hidup sebagai mana kehidupan dalam
masyarakat yang penuh dinamika.
Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh para ahli, maka
yang dimaksud dengan aktivitas belajar dalam penelitian ini adalah
seluruh rangkaian kegiatan siswa pada proses pembelajaran yang
melibatkan aspek fisik maupun pikiran dalam bentuk sikap, pikiran dan
perhatian untuk memahami dan menguasai materi pelajaran. Aktivitas
belajar siswa dapat dilihat melalui mayoritas siswa beraktivitas, aktivitas
(49)
mengerjakan tugas. Adapun indikator yang digunakan dalam penelitian
ini adalah partisipasi, minat, perhatian dan presentasi. Dari indikator
tersebut dapat dikembangkan dalam penelitian ini adalah (1)
mendengarkan penjelasan guru dengan seksama, (2) tertib terhadap
intruksi yang diberikan oleh guru, (3) antusias/semangat dalam mengikuti
pelajaran, (4) menampakkan keceriaan dan kegembiraan dalam belajar,
(5) melakukan kerjasama dengan anggota kelompok, (6) Menunjukkan
sikap jujur (7) merespon aktif pertanyaan dari guru, (8) mengajukan
pertanyaan, (9) aktif mengerjakan tugas, dan (10) mengikuti semua
tahapan pembelajaran dengan baik.
3. Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan suatu hasil atau nilai yang diperoleh siswa
setelah selesai mengerjakan berbagai tes baik tes lisan maupun tulisan,
akan tetapi hasil belajar bukan hanya penilaian terhadap tes saja melainkan
segala perubahan perilaku seorang siswa secara keseluruhan melalui
berbagai banyak pengalaman. Menurut Hamalik (2007: 33) hasil belajar
adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku
pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak
mengerti menjadi mengerti.
Sedangkan Nasution (dalam Kunandar 2011: 276) menyatakan
bahwa hasil belajar adalah suatu perubahan pada individu yang belajar,
tidak hanya mengenai pengetahuan, tetapi juga membentuk kecakapan dan
penghayatan dalam diri pribadi individu yang belajar. Sedangkan menurut
(50)
setelah mengikuti suatu materi tertentu dari mata pelajaran yang berupa
data kuantitatif maupun kualitatif. Untuk melihat hasil belajar dilakukan
suatu penilaian terhadap siswa yang bertujuan untuk mengetahui apakah
siswa telah menguasai suatu materi atau belum. Menurut Suprijono (dalam
Thobroni, 2012: 22) hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai,
pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan. Sejalan
dengan merujuk pemikiran Gagne (dalam Thobroni, 2012: 22-23)
menyatakan bahwa hasil belajar berupa hal-hal yang berkaitan dengan (1)
informasi verbal yaitu kemampuan mengungkapkan pengetahuan dalam
bentuk bahasa, baik lisan maupun tulisan, (2) keterampilan intelektual,
yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang, (3) strategi
kognitif, yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas
kognitifnya, (4) keterampilan motorik, yaitu kemampuan melakukan
serangkaian gerakan jasmani dan (5) sikap adalah kemampuan menerima
atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tertentu.
Tujuan dari hasil belajar dapat dilihat dari tiga ranah yaitu ranah
kognitif, afektif dan psikomotor. Ranah kognitif menitikberatkan pada
proses intelektual. Bloom (dalam Hamalik 2007: 80-81) mengemukakan 6
jenjang tujuan dari ranah kognitif yaitu dari pengetahuan, pemahaman,
penerapan (aplikasi), analisis (pengkajian), sintesis, dan penilaian
(evaluasi), sedangkan pada ranah afektif yaitu penerimaan (receiving),
sambutan (responding), menilai (valuing), organisasi (organization) dan karakterisari (menghayati). Sedangkan ranah psikomotor menurut Hamalik
(51)
menunjukkan pada gerakan-gerakan jasmaniah dan kontrol jasmaniah.
Kecakapan-kecakapan fisik dapat berupa pola-pola gerakan atau
keterampilan fisik yang khusus atau urutan keterampilan
Sejalan dengan Benyamin Bloom (dalam Sudjana, 2010: 23)
menyatakan bahwa
hasil belajar psikomotor tampak dalam bentuk keterampilan
(skill) dan kemampuan bertindak individu. Ada enam tingkatan keterampilan, yakni: (1) gerakan reflex (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar), (2) keterampilan pada gerakan-gerakan dasar, (3) kemampuan perceptual, termasuk di dalamnya membedakan visual, membedakan auditif, motoris, dan lain-lain, (4) kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan, dan ketepatan, (5) gerakan-grerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada keterampilan yang kompleks, dan (6) kemampuan berkenaan dengan komunikasi non-decursive seperti gerakan ekspresif yang interpretatif.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti menyimpulkan
bahwa hasil belajar dalam penelitian ini adalah adanya perubahan tingkah
laku yang terjadi pada setiap siswa yang belajar setelah melaksanakan
proses pembelajaran, perubahan tersebut meliputi aspek kognitif, afektif
maupun psikomotor. Adapun indikator yang ingin dicapai pada penelitian
ini yaitu pada aspek kognitif meliputi pengetahuan, pemahaman,
penerapan, analisis, sintesis dan penilaian. Pada aspek afektif meliputi
sikap jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli dan percaya diri.
Sedangkan pada aspek psikomotor meliputi peniruan, manipulasi,
pengalamiahan dan artikulasi. Dalam indikator psikomotor dapat
dikembangkan dalam penelitian ini adalah: menggambar, menemukan atau
(52)
F. Pembelajaran Tematik
1. Pengertian Pembelajaran Tematik
Pembelajaran tematik merupakan pembelajaran terpadu yang
menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga
dapat memberikan pengalaman belajar yang bermakna kepada siswa.
Trianto (2010: 78) pembelajaran tematik dimaknai sebagai pembelajaran
yang dirancang berdasarkan tema-tema tertentu. Dalam pembahasannya
tema itu ditinjau dari berbagai mata pelajaran. Contohnya tema “air” dapat ditinjau dari mata pelajaran IPA dikaitkan dengan matematika.
Lebih luas lagi tema itu dapat ditinjau dari mata pelajaran seperti IPS,
bahasa, dan seni.
Pembelajaran tematik memiliki prinsip-prinsip dasar yang harus
diperhatikan. Prinsip-prinsip tersebut terangkum dalam Trianto
(2010:85-86) menyebutkan pembelajaran tematik dapat diklasifikasikan menjadi:
a) prinsip penggalian tema, artinya tema-tema yang saling rumpang
tindih dan ada keterkaitan menjadi target utama dalam pembelajaran, b)
prinsip pengelolaan pembelajaran, artinya guru harus mampu
menempatkan diri sebagai fasilitator dan mediator dalam proses
pembelajaran, c) prinsip evaluasi, merupakan penilaian dalam
pembelajaran tematik dengan memberikan kesempatan kepada peserta
didik untyuk melakukan evaluasi dirinya disamping bentuk evaluasi
lainnya, dan d) prinsip reaksi, artinya guru harus bereaksi terhadap aksi
(53)
bermakna, serta guru hendaknya menemukan kiat-kiat untuk
memunculkan hal yang dicapai melalui dampak pengiring.
Berdasarkan pendapat ahli di atas, peneliti menyimpulan bahwa
pembelajaran tematik adalah suatu kegiatan pembelajaran yang
mengaitkan beberapa mata pelajaran dalam satu tema sehingga
memberikan pengalaman bermakna bagi siswa. Dalam penerapannya
pembelajaran tematik harus memperhatikan prinsip-prinsipnya, yaitu:
prinsip penggalian tema, prinsip pengelolaan pembelajaran, prinsip
evaluasi, dan prinsip reaksi.
2. Karakteristik Pembelajaran Tematik
Pembelajaran tematik memiliki karakteristik yang berbeda bila
dibandingkan dengan pembelajaran pada mata pelajaran yang dilakukan
secara terpisah-pisah. Menurut Depdiknas (dalam Trianto 2010: 91)
pembelajaran tematik memiliki beberapa ciri khas antara lain:
a) Pengalaman dan kegiatan belajar sangat relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak usia sekolah dasar,
b) Kegiatan-kegiatan yang dipilih dalam pelaksanaan
pembelajaran tematik bertolak dari minat dan kebutuhan siswa,
c) Kegiatan belajar akan lebih bermakna dan berkesan bagi siswa sehingga hasil belajar dapat bertahan lebih lama,
d) Membantu mengembangkan keterampilan berfikir siswa, e) Menyajikan kegiatan belajar yang bersifat pragmatis sesuai
dengan permasalahan yang sering ditemui siswa dalam lingkungannya,
f) Mengembangkan keterampilan sosial siswa, seperti
kerjasama, toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang lain.
Selain itu terdapat karakteristik-karakteristik lainnya yang
(54)
pembelajaran tematik harus berpusat pada siswa, b) pembelajaran tematik
harus memberikan pengalaman langssung kepada siswa, c) pemisahan
mata pelajaran tidak begitu jelas, d) menyajikan konsep dari berbagai
mata pelajaran, e) pembelajaran tematik bersifat luwes (fleksibel), dan f)
menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan.
Berdasarkan karakteristik yang dikemukakan ahli di atas, bahwa
pembelajaran tematik jika diterapkan pada anak usia sekolah dasar (SD)
akan memberikan banyak manfaat diantaranya yaitu dapat memberikan
pengalaman yang bermakna dan berkesan kepada siswa, karena
pengalaman dan kegiatan belajar sangat relevan dengan tingkat
perkembangan dan kebutuhan anak usia SD, dan dapat Mengembangkan
keterampilan sosial siswa, seperti kerjasama, toleransi, komunikasi, dan
tanggap terhadap gagasan orang lain.
G. Bidang Kajian Ilmu dalam Pembelajaran Tematik 1. Bahasa Indonesia
Pendidikan Bahasa diberikan kepada masyarakat sejak lahir sampai
hayat. Dengan adanya bahasa dapat memudahkan orang lain dalam
memahami suatu ilmu. Selain itu Bahasa Indonesia merupakan bahasa
kesatuan masyarakat Indonesia sebagai bahasa pemersatu bangsa yang
digunakan manusia sebagai sarana berkomunikasi dengan orang lain.
Menurut Resmini, dkk., (2006: 35) fungsi pembelajaran bahasa Indonesia antara lain: (1) sarana pembinaan kesatuan dan persatuan bangsa, (2) sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan bahasa Indonesia dalam rangka pelestarian dan pengembangan budaya, (3) sarana peningkatan dan pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, (4) sarana penyebarluasan pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan sesuai dengan konteks
(55)
berbagai masalah, dan (5) sarana pengembangan kemampuan intelektual.
Bahasa Indonesia memiliki banyak fungsi salah satunya yaitu
sebagai sarana peningatan dan pengembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni. Sehingga menjadikan Bahasa Indonesia sebagai mata
pelajaran pokok diberbagai jenjang pendidikan, terutama pendidikan di
sekolah dasar. Menurut Hartati, dkk., (2006: 197) mata pelajaran bahasa
Indonesia di SD merupakan mata pelajaran yang strategis, karena dengan
bahasalah pendidikan dapat mentransformasikan ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, dan informasi kepada siswa tanpa bahasa tidak munkin
para siswa dapat menerima atau dengan baik.
Dalam Permendiknas No. 22 tahun 2006 menyatakan bahwa Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Pembelajaran bahasa diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya, dan budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut, dan menemukan serta menggunakan kemampuan analitis dan imaginatif yang ada dalam dirinya.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
Bahasa Indonesia adalah mata pelajaran yang memiliki peran sentral
dalam perkembangan intelektual, selain itu Mata pelajaran Bahasa
Indonesia berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berbahasa siswa
dan membantu siswa dalam menunjang keberhasilan dalam mempelajari
(56)
2. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
IPS adalah suatu mata pelajaran yang berhubungan dengan
lingkungan sosial siswa. IPS merupakan penyederhanaan disiplin
ilmu-ilmu sosial yang meliputi ilmu-ilmu geografi, sejarah, sosiologi, ekonomi,
politik hukum dan budaya. Menurut Permendikans No. 22 tahun 2006
menyatakan bahwa Ilmu IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta,
konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang
SD/MI mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi,
dan Ekonomi.
Menurut Djahiri (dalam Sapriya, 2006: 7), IPS merupakan ilmu
pengetahuan yang memadukan sejumlah konsep pilihan dari
cabang-cabang ilmu sosial dan ilmu lainnya kemudian diolah berdasarkan prinsip
pendidikan dan didaktik untuk dijadikan program pengajaran pada
tingkat persekolahan. Sedangkan menurut Supriatna (2006: 50)
menyatakan bahwa di dalam pembelajaran, IPS mengembangkan
keterampilan sosial karena banyaknya isu-isu sosial dalam kehidupan
sehari-hari siswa. Keterampilan dengan sikap sosial positif melalui
membiasakan siswa mempraktekan sikap positif tersebut.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti menyimpulkan
bahwa IPS adalah Ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan lingkungan
masyarakat, mengakaji segala fenomena yang terjadi dalam kehidupan
bermasyarakat yang didalam pembelajarannya menekankan pada
(1)
belajar kognitif sebesar 29,04% dan peningkatan rata-rata sebesar 7,75.
b) Hasil belajar afektif siswa siklus I memperoleh rata-rata 63,43 dengan kategori cukup, meningkat pada siklus II sebesar 76,85 kategori baik, dengan peningkatan sebesar 13,42. Persentase ketuntasan hasil belajar afektif siklus I sebesar 54,83%, pada siklus II 77,14% dengan peningkatan sebesar 22,58%.
c) Hasil belajar psikomotor siklus I memperoleh rata-rata sebesar 59,79 dengan kategori cukup, pada siklus II sebesar 73,87 kategori baik, dengan peningkatan sebesar 14,08. Persentase ketuntasan hasil belajar psikomotor siklus I sebesar 51,61% meningkat pada siklus II menjadi 77,41%, dengan peningkatan sebesar 25,80%
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang diuraikan di atas, berikut ini disampaikan saran-saran sebagai berikut:
1. Siswa
Diharapkan dapat selalu aktif dan menunjukkan partisipasinya dalam mengikuti kegiatan pembelajaran sehingga dapat menghasilkan pengetahuan yang bersifat komperehensif baik kognitif, afektif, dan psikomotor. Siswa diharapkan dapat bertanggung jawab akan tugas yang diberikan guru baik tugas individu (think) maupun kelompok dan dapat bekerja sama dalam tim belajar secara berpasangan (pair) dan berkelompok. Peningkatan yang ditunjukkan dalam penerapan tipe think pair share dengan media grafis dapat meningkatkan aktivitas dan hasil
(2)
belajar siswa secara optimal baik secara individu (think), berpasangan (pair) maupun berbagi dengan kelompok saling berbagi (share).
2. Guru
Beberapa hal yang pelu diperhatikan sebagai pelaksanaan penerapan tipe think pair share dan media grafis adalah perlu mempersiapkan segala perangkat pembelajaran dan media yang mendukung yang disesuaikan dengan tema maupun subtema yang akan dibahas dan mengaitkannya dengan kehidupan siswa sehingga semua mata pelajaran dapat terkait secara harmonis. Diharapkan pada penerapan tipe ini lebih mengoptimalkan partisipasi aktif siswa dalam belajar baik secara individu, berpasangan (pair) maupun pada tahap berbagi dengan kelompok (share). Guru lebih memfasilitasi dan membimbing siswa dalam kelompok saat mempresentasikan hasil diskusi sehingga ide-ide dapat menyebar.
3. Sekolah
Pengoptimalan sarana dan prasarana serta penyediaan alat dan media sebagai penunjang yang mendukung pelaksanaan pembelajaran agar siswa lebih aktif dan termotivasi dalam penerapan tipe think pair share dan media grafis.
4. Peneliti
Penelitian ini dilakukan melalui penerapan tipe think pair share dan media grafis pada mata pelajaran tematik dengan tema cita-citaku. Diharapkan peneliti berikutnya dapat mengembangkan dan melaksanakan perbaikan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran sejenis pada jenjang kelas lain atau pada tema lain.
(3)
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, Nyimas. 2007. Pengembangan Pembelajaran MTK SD. Depdiknas. Jakarta.
Angkowo & Kosasih. 2007. Optimalisasi Media Pembelajaran. Grasindo. Jakarta. Aqib, Zainal. 2009. Penelitian Tindakan Kelas untuk guru SD, SLB & TK. Yrama
Widya. Bandung.
Arikunto, Suharsimi, dkk. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Bumi Aksara. Jakarta.
Asyhar, Rayandra. 2012. Kreatif Mengembangkan Media Pembelajaran. Refrensi Jakarta. Jakarta.
Asy’ari, Muslichach. 2006. Penerapan Pendekatan Sains-Teknologi-Masyarakat dalam Pembelajaran Sains di Sekolah Dasar. Depdiknas Ditjen Dikti. Jakarta.
Depdiknas. 2009. UU SISDIKNAS (Undang-Undang RI No. Tahun 2003). Sinar Grafika. Jakarta.
_________. 2006. Permendiknas no 22 tahun 2006 berisi tentang standar isi. Jakarta.
Djamarah, Syaiful Bahri & Aswan Zain. 2006. Strategi Belajar Mengajar. PT Rineka Cipta. Jakarta.
Gulo, W. 2004. Strategi Belajar Mengajar. PT Grasindo. Jakarta.
Hamalik, Oemar. 2007. Kurikulum dan Pembelajaran. Bumi Aksara. Jakarta _____________. 2009. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara. Jakarta
(4)
Hamdani. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Pustaka Setia. Bandung.
Hanafiah, Nanang & Cucu, Suhana. 2010. Konsep Strategi Pembelajaran. Refika Aditama. Bandung.
Hartati, Tatat, dkk. 2006. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Rendah. UPI Pers. Bandung
Huda, Miftahul. 2011. Cooperative Learning Metode, Teknik, Struktur dan Model Penerapan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
__________. 2013. Model-model Pengajaran dan Pembelajaran. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Husaini, Hafiz. 2012. Model Pembelajaran Think-Pair-Share. http://Matheducations.Blogspot.com/2012/11/html. (diakses pada 31 januari 2014).
Isjoni. 2010. Cooperative Learning. Alfabeta. Bandung.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Tema 7 Cita-Citaku: Buku Guru SD/MI Kelas IV. Kemendikbud. Jakarta.
________. 2013. Tema 7 Cita-Citaku: Buku Siswa SD/MI Kelas IV. Kemendikbud. Jakarta.
________. 2013. Panduan Teknis Penilaian di Sekolah Dasar Kurikulum 2013. Jakarta.
________. 2013. Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta
________. 2013. Konsep Pendekatan Sientific. Kemendikbud. Jakarta
Komalasari, Kokom. 2010. Pembelajaran Kontekstual. Refika Aditama. Bandung Kunandar. 2011. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai
Pengembang Profesi Guru. PT Rajawali Pers. Jakarta.
________. 2013. Penilaian Autentik (Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik Berdasarkan Kurikulum 2013). PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Lie, Anita. 2004. Cooperative Learning, Mempraktekkan Cooperative Learning
(5)
Majid, Abdul. 2008. Perencanaan PembelajaranMengembangkan Standar Kompetensi Guru. PT Remaja Rosdakarya. Bandung.
Marbun, Rosnita. 2013. Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Think Pair Share Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar Siswa Pada Pembelajaran Matematika Kelas IVa Sd Negeri 1 Panjang Selatan Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013.Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Mulyasa. 2013. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. PT Remaja Rosdakarya.
Ningsih, Ari Yunita. 2011. Penggunaan Media Kelereng dalam Model Pembelajaran Kooperatif (Think Pair Shre) untuk Meningkatkan Kemampuan Berhitung Perkalian Siswa Kelas II Sd Negeri 01 Dagen Jaten Karanganyar Tahun Pelajaran 2010/2011. Eprint. Uny. ac.id. (diakses pada 31 januari 2014).
Nurgiyantoro, Burhan. 2011. Penelitian Otentik dalam Pembelajaran. Gadjah Mada University Pers. Yogyakarta.
Poerwanti, Endang, dkk. 2008. Assesmen Pembelajaran SD. Dirjen Dikti Dediknas. Jakarta.
Purwanto, Ngalim. 2008. Prinsip-Prinsip Dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Remaja Rosdakarya. Bandung.
Resmini, Novi, dkk. 2006. Pembinaan dan Pengembangan Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. UPI Press. Bandung.
Sadiman, Arief S dkk. 2006. Media Pendidikan Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya. Raja Grafindo. Jakarta.
Sapriatna, Nana dkk. 2006. Pendidikan IPS di SD. UPI PRESS. Bandung.
Sapriya, dkk. 2006. Pembelajaran dan Evaluasi Hasil Belajar IPS. UPI Press. Bandung
Sardiman. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Sudjana, Nana. 2010. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Remaja. Rosdakarya. Bandung.
(6)
Sutrisno, Leo. dkk. 2007. Pengembangan Pembelajaran IPA SD. Depdiknas. Jakarata.
Suwangsih, Erna, dkk. 2006. Model Pembelajaran Matematika. UPI Press, Bandung.
Tarigan, Herman. 2010. Mata Kuliah Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Thobroni, Muhammad, & Arif Mustofa. 2012. Belajar dan Pembelajaran
Pengembangan Wacana dan Praktik Pembelajaran dalam
Pembangunan Nasional. Ar-Ruzz Media. Yogyakarta.
Trianto. 2009. Mengembangkan Model Pembelajaran Tematik. PT Prestasi Puastaka. Jakarta.
Universitas Lampung. 2009. Format Penulisan Karya Ilmiah. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Warsono & Hariyanto. 2012. Pembelajaran Aktif. PT Remaja Rosdakarya. Bandung.