Tahap 7Prinsip 2: Critical Control Point CCP dan pengendalian bahaya Tahap 8Prinsip 3: Penetapan Batas Kritis

Salmonella paratyphi Trichinella spiralis Brucella melitensis Brucella suis Vibrio cholerae 01 Vibrio vulnificus Taenia Solium Clostridium botulinum tipe A, B, E dan F Shigella dysentriae Campylobacter jejuni Enterovirulen Escherichia coli EEC Streptococcus pyogenes Rotavirus Norwalk virus Group Entamoeba histolytica Diphyllocothrium latum Ascaris lumbricoides Cryptosporidium parvum Hepatitis A Hepatitis E Aeromonas spp Brucella abortus Giardia lamblia Plesiomonas shigelloides Vibrio parahaemolyticus Clostridium perfringens Staphylococcus aureus Dept. ITP, 2005

7. Tahap 7Prinsip 2: Critical Control Point CCP dan pengendalian bahaya

CCP atau titik-titik kritis pengawasan adalah tahap dalam proses pengolahan pangan yang harus dikendalikan atau diawasi dengan baik sehingga dapat mengurangi resiko timbulnya bahaya keamanan pangan. Satu CCP dapat mengendalikan satu atau beberapa bahaya, misalnya bahaya fisik dan mikrobiologi atau kombinasi bahaya lainnya. Identifikasi CCP dilakukan berdasarkan pengetahuan tentang proses produksi, potensi bahaya, signifikansi bahaya dan tindakan pencegahan bahaya. Metode ini justru menghasilkan jumlah CCP yang terlalu banyak sehingga merugikan secara ekonomi. Terkadang tim HACCP juga melakukan negosiasi deviasi sehingga terlalu sedikit CCP yang teridentifikasi dan ada tahap berbahaya yang justru tidak diawasi. Untuk menentukan CCP yang tepat, Codex Alimentarius Comission telah memberikan pedoman penentuan CCP dalam bentuk diagram pohon, seperti terlihat pada Lampiran 10. Diagram ini membantu tim HACCP menganalisa dan memberikan jaminan pendekatan yang konsisten bagi tiap tahap atau bahaya yang teridentifikasi.

8. Tahap 8Prinsip 3: Penetapan Batas Kritis

Batas kritis adalah angka dengan satuan tertentu atau tanda- tanda fisik sebagai batas aman bahaya pada tahap CCP tertentu. Batas kritis menunjukkan bahaya masih terkendali atau aman. Contoh batas kritis adalah suhu, waktu, kadar air, jumlah bahan tambahan, berat bersih, jumlah bahan logam, ukuran retensi ayakan dan sebagainya. Batas kritis juga menunjukkan perbedaan antara produk yang aman dan tidak aman. Batas kritis tidak boleh dilanggar untuk menjamin pengendalian bahata mikrobiologis, kimia maupun fisik. Sebaiknya batas kritis mudah diidentifikasi atau diamati oleh operator proses produksi. Batas kritis fisik relatif mudah diidentifikasi. Jika batas kritis fisik tidak dapat digunakan maka batas kritis dapat berupa hasil pengujian kimia, seperti suhu, kadar air, pH, kadar alergen, kadar mikotoksin, kadar antibiotik dan sebagainya. Hasil uji mikrobiologi sebaiknya tidak digunakan sebagai batas kritis karena membutuhkan waktu yang lama dan operator tidak dapat mengetahui kondisi CCP, melakukan tindakan perbaikan atau koreksi dalam waktu singkat. Penetapan batas kritis dilakukan berdasarkan data yang sudah dipublikasikan oleh lembaga pemerintahan terkait, seperti Codex, ICMSF, FDA, Depkes, Deperindag dan sebagainya. Batas kritis juga dapat ditetapkan oleh kaum ahli seperti konsultan, badan peneliti, perusahaan peralatan, pemasok bahan desinfektan, ahli mikrobiologi atau sarjana tehnik pengolahan pangan. Data hasil percobaan atau model matematika juga dapat digunakan untuk menetapkan batas kritis Dept. ITP, 2005.

9. Tahap 9Prinsip 4 : Menetapkan prosedur monitoring