Analisis Partikel Pemarkah Emotif Bahasa Jepang ; Satu Kajian Pragmatik

(1)

ANALISIS PARTIKEL PEMARKAH EMOTIF

BAHASA JEPANG : SATU KAJIAN PRAGMATIK

TESIS

Oleh

NAZAYA ZULAIKHA

117009009/LNG

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(2)

ANALISIS PARTIKEL PEMARKAH EMOTIF

BAHASA JEPANG : SATU KAJIAN PRAGMATIK

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister dalam Program Studi Linguistik pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

NAZAYA ZULAIKHA

117009009/LNG

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(3)

Judul Tesis : ANALISIS PARTIKEL PEMARKAH EMOTIF BAHASA JEPANG : SATU KAJIAN PRAGMATIK Nama Mahasiswa : Nazaya Zulaikha

Nomor Pokok : 117009009 Program Studi : Linguistik Konsentrasi : Bahasa Jepang

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Nandang Rahmat, M.A.,Ph.D) (Siti Muharami Malayu, M. Hum)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Prof.T. Silvana Sinar, M.A.,Ph.D.) (Prof. Dr. Erman Munir, MSc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 30 Juli 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Nandang Rahmat, M.A., Ph.D

Anggota : 1. Dra. Siti Muharami Malayu, M.Hum 2. Prof. Hamzon Situmorang, Ph.D 3. Dr. Mahriyuni, M.Hum


(5)

PERNYATAAN

Judul Tesis

ANALISIS PARTIKEL PEMARKAH EMOTIF

BAHASA JEPANG : SATU KAJIAN PRAGMATIK

Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya penulis sendiri.

Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan karya ilmiah.

Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, Juli 2013 Penulis,


(6)

ABSTRAK

Penelitian ini membahas partikel/joshi bahasa Jepang sebagai pemarkah emotif melalui pendekatan pragmatik. Partikel dalam bahasa Jepang tidak hanya berperan sebagai pemarkah gramatikal, namun juga berperan sebagai pemarkah emotif. Adapun permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini adalah jenis-jenis partikel yang muncul sebagai pemarkah emotif, makna emotif yang dibawa oleh partikel, dan hubungan makna emotif dengan konteks situasi percakapan. Penelitian ini menggunakan sumber data berupa komik “Gals!” karya Mihona Fujii jilid 1 dan data berupa partikel dengan memberi penekanan analisis pada konteks situasi percakapannya. Data yang dianalisis berjumlah 16 data dengan konteks situasi yang beragam. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dalam mengkaji partikel yang terdapat dalam kalimat percakapan. Landasan teori yang digunakan adalah studi pragmatik berdasarkan teori Leech dan konteks situasi berdasarkan teori LFS. Teknik analisis substitusi dan teknik delesi digunakan sebagai pembuktian keabsahan makna emotif yang dikaji. Hasil temuan menunjukkan terdapat 17 partikel pemarkah emotif yang kesemuanya berperan sebagai partikel akhir kalimat, 3 buah diantaranya dapat menandai makna emotif yang lebih dari satu. Emosi yang dominan muncul adalah emosi negatif dan medan wacana berperan penting dalam menentukan makna emotif suatu partikel. Semua partikel tidak dapat disubstitusi maupun dilesapkan karena menyebabkan terjadi perubahan makna emotif dan kerancuan dalam penerjemahan. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi dalam pembelajaran mata kuliah percakapan bahasa Jepang. Kata kunci : partikel bahasa Jepang, pragmatik, konteks situasi, makna


(7)

ABSTRACT

This research discuss about Japanese particles/joshi as emotive marker through pragmatic approach. Particles have important role in Japanese, not only do as gramatical marker, but also do as emotive marker. Problems discussed in this research are kinds of emotive marker particles, various kinds of emotive meaning marked by particles, and the relation between emotive meaning and context of conversation

situation. “Gals!” by Mihona Fujii volume has been used as data sources and particles as data of this research with emphasize the analysis on the context of conversation. Sixteen data have been analyzed with considering various of context of situation. Descriptive method has been used in this research in order to examine particles in conversation sentences. Theoretical basis used in this research is pragmatic study based on Leech theory and context of situation based on LSF theory. Substitution and deletion analysis techniques have been used as validity and verification instruments of emotive meaning reviewed. The result shown that there are 17 particles which have emotive meaning and all of them are sentence-final particle, where 3 of them mark more than one emotive meanings and field of discourse has a very important role in reviewing emotive meaning in a particle. All particles can not being substituted or deleted because it make a differenciation of emotive meaning and confusion in translation. This research can be a reference in conversation subject in Japanese literature study.

Keyword : Japanese particles, pragmatic, context of situation, emotive meaning


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya tesis ini dapat diselesaikan. Tak lupa penulis mengucapkan salawat dan salam pada junjungan kita, Nabi Besar Muhammad SAW.

Tesis ini berjudul “Analisis Partikel Pemarkah Emotif Bahasa Jepang ;

Satu Kajian Pragmatik”. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan

gelar magister pada Program Studi Magister (S2) Linguistik, Konsentrasi Bahasa Jepang, Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara.

Selama proses, pengerjaan tesis ini, penulis memperoleh bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, selayaknya penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Erman Munir, MSc selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara beserta Staf Akademik dan Administrasinya. 2. Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D. dan Dr. Nurlela, M.Hum. selaku Ketua

dan Sekretaris Program Studi Manager Linguistik Sekolah Pascasarjana USU beserta Dosen dan Staf Administrasinya.

3. Bapak Nandang Rahmat, M.A.,PhD selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu Siti Muharami Malayu, M.Hum selaku Pembimbing II yang telah membimbing penulis dalam penyelesaian tesis ini serta memberikan dorongan dan motivasi. 4. Prof. Hamzon Situmorang, PhD dan Ibu Dr. Mahriyuni, M.Hum selaku dosen

penguji yang telah memberikan masukan dan arahan dalam menyelesaikan tesis ini.

5. Kedua orang tua penulis, Bapak Zulkarnain, SE dan Ibu Eldina, S.Pd, yang telah membesarkan dan membimbing dengan penuh kesabaran dan kasih sayang, dan juga kepada adik penulis, Mizanina Adlini, yang selalu menghibur penulis dalam kondisi apapun.

6. Angkatan 2011 Program Studi Magister Linguistik, Sekolah Pascasarjana USU, terutama kepada Kak Sarma Panggabean dan Kak Mery Silalahi yang telah memberikan banyak bantuan dan support penuh kepada penulis.


(9)

7. Ucapan terima kasih spesial penulis tujukan kepada Rizaldi Restu Pratama yang telah bersedia meluangkan waktu dan selalu memberikan motivasi kepada penulis.

Semoga Allah SWT memberikan kemurahan rezeki, membalas segala doa dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis. Akhir kata, penulis berharap semoga tesis ini dapat meberikan kontribusi dalam kajian linguistik, khususnya yang berhubungan dengan studi pragmatik.

Medan, Juli 2013 Penulis,

Nazaya Zulaikha NIM. 117009009


(10)

RIWAYAT HIDUP

I. Data Pribadi

Nama : NAZAYA ZULAIKHA

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat/Tanggal Lahir : Lhokseumawe, 08 Januari 1990

Alamat : Jln. Sudirman no. 25A

Lubuk Pakam, Kab. Deli Serdang - 20512

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

HP : 0831 9805 2347 / 0821 6135 3547

E-mail : naya.nazaya@gmail.com

II. Riwayat Pendidikan

Tahun 1995-2001 : SD Negeri No. 101900 Lubuk Pakam Tahun 2001-2004 : SMP Negeri 1 Lubuk Pakam

Tahun 2004-2007 : SMA Negeri 1 Lubuk Pakam

Tahun 2007-2011 : Departemen Sastra Jepang, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara

III. Riwayat Pekerjaan

Tahun 2012 – sekarang : Dosen bahasa Jepang di STIKes St. Elisabeth Medan

Tahun 2013 – sekarang : Dosen bahasa Jepang di Fakultas Pariwisata & Perhotelan, Universitas Darma Agung Medan


(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

DAFTAR SINGKATAN ... ix

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Batasan Masalah ... 7

1.3Rumusan Masalah ... 8

1.4Tujuan Penelitian ... 8

1.5Manfaat Penelitian ... 9

1.5.1 Manfaat Teoritis... 9

1.5.2 Manfaat Praktis ... 9

BAB II : KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA ... 10

2.1 Pengantar ... 10

2.2 Pragmatik ... 10

2.3 Konteks ... 11

2.3.1 Konteks Situasi ... 13

2.4 Partikel ... 15

2.4.1 Partikel Pemarkah Emotif ... 18

2.5 Emosi ... 19

2.5.1 Bahasa dan Emosi ... 21

2.5.2 Makna Emotif... 22

2.6 Penelitian yang Relevan ... 23

BAB III : METODE PENELITIAN ... 28

3.1 Pengantar ... 28

3.2 Metode Penelitian ... 28

3.3 Pendekatan Penelitian ... 29

3.4 Teknik Penelitian ... 30

3.4.1 Teknik Pengumpulan Data ... 31

3.4.2 Teknik Analisis Data ... 32

3.5 Sumber Data dan Data ... 33

3.5.1 Sumber Data ... 33

3.5.2 Data ... 33

BAB IV : HASIL PENELITIAN ... 35

4.1 Pengantar ... 32


(12)

BAB V : PEMBAHASAN ... 87

5.1 Pengantar ... 87

5.2 Kemarahan ... 87

5.2.1 Ka ... 87

5.2.2 Yo ... 88

5.2.3 Gabungan ka dan yo ... 90

5.3 Kekhawatiran ... 91

5.3.1 Yo ... 91

5.3.2 Mon ... 93

5.3.3 Na ... 94

5.4 Kekecewaan ... 95

5.4.1 Noni ... 95

5.4.2 Shi ... 97

5.5 Kepasrahan ... 98

5.5.1 Mon ... 98

5.5.2 Sa ... 99

5.6 Kekesalan/Kejengkelan ...100

5.6.1 –Tteba ...100

5.6.2 Kara ...102

5.6.3 –Tte ...103

5.7 Kesenangan ...105

5.7.1 Ne(e) ...105

5.7.2 Na(a) ...106

5.7.3 Yo ...107

5.8 Kebencian ...109

5.8.1 Kuse ni ...109

BAB VI : PENUTUP ...111

6.1 Simpulan ...111

6.2 Saran ...112

DAFTAR PUSTAKA ...114 LAMPIRAN


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Kogal (kogyaru) Lampiran 2 : Komik “Gals!” Lampiran 3 : Data

Data 1 (“Gals!” Jilid 1, 1991 : 2) Data 2 (“Gals!” Jilid 1, 1991 : 7-8)

Data 3 (“Gals!” Jilid 1, 1991 : 8) Data 4 (“Gals!” Jilid 1, 1991 : 9-10)

Data 5 (“Gals!” Jilid 1, 1991 : 12) Data 6 (“Gals!” Jilid 1, 1991 : 21) Data 7 (“Gals!” Jilid 1, 1991 : 17) Data 8 (“Gals!” Jilid 1, 1991 : 30-31)

Data 9 (“Gals!” Jilid 1, 1991 : 31-32)

Data 10 (“Gals!” Jilid 1, 1991 : 32-33)

Data 11 (“Gals!” Jilid 1, 1991 : 65)

Data 12 (“Gals!” Jilid 1, 1991 : 86) Data 13 (“Gals!” Jilid 1, 1991 : 98) Data 14 (“Gals!” Jilid 1, 1991 : 105) Data 15 (“Gals!” Jilid 1, 1991 : 126) Data 16 (“Gals!” Jilid 1, 1991 : 153)


(14)

DAFTAR SINGKATAN

Ket. Wkt : Keterangan waktu Ket. Temp : Keterangan tempat KK : Kata keterangan Konj : Konjungsi Kop : Kopula KS : Kata seru KSf : Kata sifat KT : Kata tanya Mod : Modalitas

N : Nomina

PAK : Partikel akhir kalimat

PKa : Partikel penyambung antar kata PKl : Partikel penyambung antar kalimat PN : Pronomina

PO : Partikel penanda objek PP : Preposisi

PS : Partikel penanda subjek PW : Partikel penanda waktu

S : Subjek


(15)

ABSTRAK

Penelitian ini membahas partikel/joshi bahasa Jepang sebagai pemarkah emotif melalui pendekatan pragmatik. Partikel dalam bahasa Jepang tidak hanya berperan sebagai pemarkah gramatikal, namun juga berperan sebagai pemarkah emotif. Adapun permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini adalah jenis-jenis partikel yang muncul sebagai pemarkah emotif, makna emotif yang dibawa oleh partikel, dan hubungan makna emotif dengan konteks situasi percakapan. Penelitian ini menggunakan sumber data berupa komik “Gals!” karya Mihona Fujii jilid 1 dan data berupa partikel dengan memberi penekanan analisis pada konteks situasi percakapannya. Data yang dianalisis berjumlah 16 data dengan konteks situasi yang beragam. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dalam mengkaji partikel yang terdapat dalam kalimat percakapan. Landasan teori yang digunakan adalah studi pragmatik berdasarkan teori Leech dan konteks situasi berdasarkan teori LFS. Teknik analisis substitusi dan teknik delesi digunakan sebagai pembuktian keabsahan makna emotif yang dikaji. Hasil temuan menunjukkan terdapat 17 partikel pemarkah emotif yang kesemuanya berperan sebagai partikel akhir kalimat, 3 buah diantaranya dapat menandai makna emotif yang lebih dari satu. Emosi yang dominan muncul adalah emosi negatif dan medan wacana berperan penting dalam menentukan makna emotif suatu partikel. Semua partikel tidak dapat disubstitusi maupun dilesapkan karena menyebabkan terjadi perubahan makna emotif dan kerancuan dalam penerjemahan. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi dalam pembelajaran mata kuliah percakapan bahasa Jepang. Kata kunci : partikel bahasa Jepang, pragmatik, konteks situasi, makna


(16)

ABSTRACT

This research discuss about Japanese particles/joshi as emotive marker through pragmatic approach. Particles have important role in Japanese, not only do as gramatical marker, but also do as emotive marker. Problems discussed in this research are kinds of emotive marker particles, various kinds of emotive meaning marked by particles, and the relation between emotive meaning and context of conversation

situation. “Gals!” by Mihona Fujii volume has been used as data sources and particles as data of this research with emphasize the analysis on the context of conversation. Sixteen data have been analyzed with considering various of context of situation. Descriptive method has been used in this research in order to examine particles in conversation sentences. Theoretical basis used in this research is pragmatic study based on Leech theory and context of situation based on LSF theory. Substitution and deletion analysis techniques have been used as validity and verification instruments of emotive meaning reviewed. The result shown that there are 17 particles which have emotive meaning and all of them are sentence-final particle, where 3 of them mark more than one emotive meanings and field of discourse has a very important role in reviewing emotive meaning in a particle. All particles can not being substituted or deleted because it make a differenciation of emotive meaning and confusion in translation. This research can be a reference in conversation subject in Japanese literature study.

Keyword : Japanese particles, pragmatic, context of situation, emotive meaning


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bahasa merupakan alat utama dalam komunikasi dan memiliki daya ekspresi dan informatif yang besar. Bahasa sangat dibutuhkan oleh manusia karena dengan bahasa, manusia dapat berkomunikasi antara satu dengan lainnya.

Salah satu fungsi bahasa adalah untuk mengekspresikan emosi. Untuk memahami emosi dapat dilakukan dengan menganalisis kata emosi yang didapatkan dari masyarakat pemakai bahasa tersebut. Suzuki (2006 : 6) menyebutkan bahwa dalam bahasa Jepang, emosi disampaikan secara eksplisit dimana setiap kalimat ditandai dengan emosi atau informasi personal. Pemarkah emosi yang kerap muncul dalam ujaran bahasa Jepang berupa partikel atau joshi. Hal senada disampaikan Ochs dan Schieffelin dalam Suzuki (2006 : 3) bahwa terdapat berbagai cara dalam mengekspresikan emosi pada berbagai bahasa dan salah satu cara tersebut adalah melalui penggunaan partikel.

Kawashima (1992 : 1) mengungkapkan bahwa dalam bahasa Jepang, partikel mengikuti sebuah kata untuk menunjukkan hubungannya dengan kata lain dalam sebuah kalimat atau memberikan arti dan nuansa tertentu bagi kata tersebut. Dengan menggunakan partikel dalam percakapan, penutur mengekspesikan emosi atau tindakannya kepada lawan tutur, sama halnya dengan mengekspresikan maskulinitas atau feminitasnya. Partikel bahasa Jepang antara lain ne, yo, ka, kara, datte, kana, shi, sa, noni, kara, kashira, no, tara, to, mo, na, wa, tomo, tte, ze, zo,


(18)

dan sebagainya yang menunjukkan makna emotif seperti kemarahan, keraguan, kesenangan, keterkejutan, ketidakpuasan, dan sebagainya.

Bahasa yang muncul pada komik atau manga umumnya merupakan bahasa lisan yang dituliskan, sehingga muncul partikel-partikel pemarkah emotif tertentu yang dapat dipahami apabila disertai dengan konteks ujaran. Partikel dalam bahasa Jepang yang mengacu pada emosi dapat diketahui melalui konteks

pembicaraan yang muncul pada komik “Gals!” karya Mihona Fujii jilid 1 seperti contoh berikut :

Contoh 1 :

Ran : Atashi ga Kotobuki Ran to shittete batoru S PS N PKa V V

Saya Kotobuki Ran dan mengetahui berkelahi

tte n nara, uketetatsu ze PKa Konj V PAK (yg disebut) kalau, merespon

„Kalau ingin berkelahi dengan Kotobuki Ran ini, ayo maju‟

Ganguro I : Kotobuki Ran!? N


(19)

Ganguro II : Ge‟! Saikin Shibuya arashiteru yatsu KS Ket. Wkt Ket. Temp V N E‟! Belakangan ini Shibuya membuat kacau orang da yo

Kop PAK

„E‟! Dia orang yang membuat onar di Shibuya akhir-akhir ini‟

Yabai yo KSf PAK Bahaya

„Bahaya‟

Nige yo- yo! V PAK Kabur ayo

„Ayo pergi!‟

Ganguro I : U .. urareta kenka wa kau no ga kogyaru V N PS V PKa PKl N Ditawarkan perkelahian PS membeli PKa PKl kogal

no tessoku! PKa N jalan hidup


(20)

Ganguro II : Uso! Sonna tessoku nai tte!! V Konj N KK PAK Bohong! yang seperti itu jalan hidup tidak ada

„Bohong! Peinsip seperti itu tidak ada!‟

(“Gals!” Jilid 1, hlm. 9)

Ran merupakan seorang siswa SMA yang tomboy dan suka berkelahi. Di jalanan Shibuya, seorang pria bernama Satoru menggodanya. Karena tidak menyukai hal tersebut, Ran memukul Satoru dengan sangat keras hingga pria itu terjatuh. Kemudian datang wanita ganguro1 yang salah satu diantara mereka adalah pacar Satoru, yakni ganguro I. Ia melihat Satoru dipukul oleh Ran dan membentak Ran. Ran menantang mereka untuk berkelahi, akan tetapi ganguro I dan II terkejut saat Ran menyebut bahwa ia adalah Kotobuki Ran yang ternyata terkenal sebagai pembuat onar di Shibuya. Ganguro II merasa ketakutan dan mengajak kabur, akan tetapi ganguro I bersikeras untuk meladeni tantangan Ran karena menurutnya, menghadapi perkelahian adalah prinsip kogal. Ganguro II terkejut dan tidak setuju dengan pernyataan ganguro I. Emosi kekesalan ganguro II terlihat dari adanya penggunaan partikel –tte pada kalimat „Uso! Sonna tessoku naitte!!‟. Partikel –tte termasuk dalam setsuzokujoshi. Kawashima (1999 : 226)

1

Ganguro merupakan salah satu aliran fashion di kalangan remaja Jepang yang muncul di awal tahun 1990an. Kata ganguro berasal dari gangankuroi (ガンガン黒い) yang berarti „sangat

hitam‟. Aliran ini menentang konsep wanita Jepang tradisional, yakni berkulit pucat, rambut hitam, dan menggunakan make up dengan warna netral sehingga ganguro tampil dengan kulit coklat cenderung hitam, rambut yang diputihkan (di-bleach), dan menggunakan make up dalam banyak warna. (Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Ganguro)


(21)

menyebutkan bahwa partikel –tte yang berada di akhir kalimat menunjukkan kalimat seru yang mengekspresikan perasaan terkejut, marah, dan bermacam emosi lainnya. Apabila partikel -tte disubstitusikan dengan partikel noni seperti

pada kalimat „Uso! Sonna tessoku nai noni!!‟, maka makna emotif yang muncul berubah menjadi kekecewaan. Kemudian, apabila partikel –tte dilesapkan, maka makna emotif terkejut juga menjadi hilang. Dengan demikian, maka pada contoh 1 di atas, partikel –tte membawa makna emotif kekesalan.

Contoh 2 :

Yamato : Hai soko made N Konj PP Ya Disitu sampai

Kimi chotto kouban made kinasai S N PP V

Kamu sebentar kantor polisi sampai tolong datang

„Ya, cukup sampai disitu. Silahkan kamu datang ke kantor polisi‟ Ran : Na nan da yo! Ima omoshiroku naru

PN Kop PAK Ket. Wkt KSf V Apa sekarang menyenangkan menjadi

toko datta noni!!) Kop PAK baru saja

„A.. apa sih! Padahal sekarang sedang seru-serunya!!‟


(22)

Pada contoh 2, Ran bertengkar dengan tiga gadis ganguro dan menimbulkan kericuhan di pinggir jalan. Di saat ketiga ganguro ketakutan dan Ran sedang di atas angin, Yamato yang merupakan seorang polisi dan juga kakak Ran, menangkap dan meminta Ran untuk datang ke kantor polisi. Hal ini menyebabkan Ran kecewa dan tidak puas, karena baginya, situasi tersebut sedang seru. Ketidakpuasan Ran tergambar dari penggunaan partikel noni pada kalimat „na, nandayo! Ima omoshirokunaru toko datta noni!!‟. Noni termasuk dalam setsuzokujoshi. Chino (2008 : 84) menyebutkan bahwa noni pada akhir sebuah kalimat menunjukkan perasaan tidak puas yang tergolong dalam emosi kekecewaan. Apabila noni disubstitusikan dengan -tte seperti pada kalimat „na, nanda yo! Ima omoshirokunaru toko datta tte!!‟, maka emosi yang muncul adalah kemarahan. Apabila noni dilesapkan menjadi seperti pada kalimat „na, nanda yo! Ima omoshirokunaru toko datta!!, maka menjadi kalimat pernyataan dan makna emotif menjadi hilang. Dengan demikian, noni pada contoh 2 di atas menunjukkan ketidakpuasan yang tergolong dalam emosi kekecewaan.

Pada cuplikan percakapan contoh 1, terdapat partikel –tte dan pada contoh 2 terdapat partikel noni yang membawa makna emotif masing-masing, yakni kekesalan pada contoh 1 dan kekecewaan pada contoh 2.

Partikel pemarkah emotif dalam bahasa Jepang sering digunakan dalam percakapan, dimana lawan tutur akan lebih memahami maksud kalimat yang dituturkan apabila disertai dengan emosi yang muncul. Akan tetapi, partikel dalam bahasa Jepang memiliki jumlah yang cukup banyak dan masing-masing memiliki makna emotif yang berbeda-beda, bahkan suatu partikel dapat memiliki beberapa makna emotif yang berbeda, sehingga sebagai akibatnya, penutur sebuah bahasa


(23)

sering mengalami kesalahpahaman dalam suasana dan konteks tuturannya, termasuk dalam memahami makna yang terkandung dalam sebuah kata yang mengacu pada emosi. Dengan adanya perbedaan konteks ujaran, makna emotif yang dihasilkan juga berbeda sehingga diperlukan adanya pemahaman konteks ujaran. Oleh karena itu, dalam menganalisis partikel pemarkah emotif dalam bahasa Jepang hendaknya menggunakan pendekatan pragmatik, yaitu dengan mempertimbangkan konteks situasi ujaran dan makna emotif yang dimaksud penutur.

Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul

Analisis Partikel Pemarkah Emotif Bahasa Jepang : Satu Kajian Pragmatik”.

1.2 Batasan Masalah

Untuk menghindari ruang lingkup penelitian yang terlalu luas dan agar penelitian lebih fokus, perlu ditentukan batasan masalah yang akan diteliti. Dalam penelitian ini, penulis hanya akan membatasi ruang lingkup pembahasan pada partikel yang terdapat dalam kalimat percakapan yang membawa makna emotif yang dituturkan oleh penutur, baik penutur wanita maupun pria, dalam komik

“Gals!” karya Mihona Fujii jilid 1.

1.3 Rumusan Masalah

Dalam bahasa Jepang terdapat partikel kalimat yang berfungsi sebagai pemarkah emotif. Pemarkah emotif ini dapat dipahami melalui konteks ujaran. Dengan kata lain, makna emotif pada partikel bahasa Jepang terikat konteks


(24)

makna pragmatik. Atas dasar pertimbangan seperti ini, rumusan masalah dalam penelitian ini ditetapkan seperti berikut :

1) Partikel apa sajakah yang muncul sebagai pemarkah emotif dalam kalimat percakapan bahasa Jepang berdasarkan konteks situasi percakapan?

2) Makna emotif apa sajakah yang terdapat dalam kalimat percakapan berdasarkan konteks situasi percakapan?

3) Bagaimanakah hubungan makna emotif dan partikel pemarkah emotif dalam konteks situasi percakapan bahasa Jepang?

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan :

1) Jenis partikel pemarkah emotif yang muncul pada kalimat percakapan berdasarkan konteks situasi percakapan.

2) Makna emosi yang dibawa oleh partikel yang muncul pada kalimat percakapan berdasarkan konteks situasi percakapan.

3) Hubungan makna emosi yang muncul dengan konteks situasi percakapan.

1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis

1) Sebagai bahan rujukan penelitian dalam kajian pragmatik bahasa Jepang, khususnya dalam kajian mengenai partikel dan bahasa lisan


(25)

2) Memberikan penjelasan bahwa partikel bahasa Jepang tidak hanya berfungsi sebagai pemarkah gramatikal, melainkan juga sebagai pemarkah emotif.

1.5.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan memperkaya khasanah ilmu linguistik kejepangan serta membantu dalam meningkatkan kualitas penelitian bahasa Jepang terutama mengenai keterkaitan partikel dengan bahasa lisan sehingga berpotensi diterapkan dalam pembelajaran mata kuliah percakapan.


(26)

BAB II

KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengantar

Pada bagian ini diuraikan konsep, kerangka teori, dan kajian pustaka yang digunakan dalam penelitian ini yang terdiri dari teori-teori yang mendasari dan penelitian-penelitian yang relevan.

2.2 Pragmatik

Sistem bahasa dihubungkan dengan alam diluar bahasa oleh apa yang disebut pragmatik. Dalam hal ini, Sudaryat (2004 : 1) menyatakan bahwa pragmatik berfungsi untuk menentukan serasi tidaknya sistem bahasa dengan pemakaian bahasa dalam komunikasi. Hal serupa dinyatakan oleh Leech (1997 : 1) bahwa upaya untuk menguak hakikat bahasa tidak akan membawa hasil yang diharapkan tanpa didasari pemahaman terhadap pragmatik, yakni bagaimana bahasa itu digunakan dalam komunikasi.

Menurut Leech (1997 : 5-6), pragmatik mempelajari maksud ujaran (yaitu untuk apa ujaran itu dilakukan); menanyakan apa yang seseorang maksudkan dengan suatu tindak tutur; dan mengaitkan makna dengan siapa berbicara kepada siapa, dimana, bila mana, bagaimana. Kemudian, Leech (1997 : 8) mengartikan pragmatik sebagai studi tentang makna dalam hubungannya dengan situasi-situasi ujar (speech situasions).

Hal senada pun disampaikan oleh Levinson (1983 : 9) yang menyebutkan bahwa pragmatik sebagai kajian dari hubungan antara bahasa dan konteks yang mendasari penjelasan pengertian bahasa yang merujuk pada fakta bahwa untuk


(27)

mengerti sesuatu ungkapan/ujaran bahasa diperlukan juga pengetahuan di luar makna kata dan hubungan tata bahasanya, yakni hubungannya dengan konteks pemakaiannya. Lebih lanjut, Levinson menyebutkan bahwa pragmatik mengkaji tentang kemampuan pemakai bahasa mengaitkan kalimat-kalimat dengan konteks-konteks yang sesuai bagi kalimat-kalimat itu.

Kecenderungan kajian pragmatik, seperti yang dikemukakan oleh Thomas (1995: 2), terbagi menjadi dua bagian, pertama, dengan menggunakan sudut pandang sosial, menghubungkan pragmatik dengan makna pembicara (speaker meaning); dan kedua, dengan menggunakan sudut pandang kognitif, menghubungkan pragmatik dengan interpretasi ujaran (utterance interpretation).

Berbeda dengan pemikiran Thomas, Yule (1996 : 3-4) berpendapat bahwa pragmatik mencakup empat ruang lingkup, yaitu studi tentang maksud penutur, studi tentang makna kontekstual, studi tentang bagaimana agar lebih banyak yang disampaikan daripada yang dituturkan, dan studi tentang ungkapan dari jarak hubungan.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pragmatik adalah suatu telaah umum mengenai bagaimana suatu konteks mempengaruhi peserta tutur dalam menafsirkan kalimat atau menelaah makna dalam kaitannya dengan situasi ujaran.

2.3 Konteks

Konteks adalah sesuatu yang menyertai atau yang bersama teks. Konteks bahasa menurut Halliday dan Hasan (1992: 14) adalah sebagai konteks internal wacana (internal discourse context) sedangkan segala sesuatu yang melingkupi


(28)

wacana, baik konteks situasi maupun konteks budaya sebagai konteks eksternal wacana(external discourse contex). Hal senada dikemukakan oleh Saragih (2003 : 4) bahwa aspek-aspek internal teks dan segala sesuatu yang secara internal melingkupi teks. Dengan demikian, secara garis besar, konteks dapat dibedakan atas (1) konteks bahasa dan (2) konteks luar bahasa (extralinguistic context), yang disebut „konteks stuasi‟ dan „konteks budaya‟. Lebih lanjut, Saragih (2003: 4) juga memaparkan bahwa konteks merupakan wahana terbentuknya teks. Tidak ada teks tanpa konteks. Konteks mengacu pada segala sesuatu yang mendampingi teks.

Dalam kaitannya dengan studi pragmatik, Cruse (2006 : 136) menyebutkan bahwa bidang makna yang dikaji dalam studi pragmatik adalah makna eksternal, yaitu makna yang terikat konteks (context dependent), yaitu satuan-satuan bahasa dalam suatu tuturan tersebut dapat dijelaskan apabila ada suatu konteks, yaitu konteks siapa yang berbicara, kepada siapa orang itu berbicara, bagaimana keadaan si pembicara, kapan, dimana, dan apa tujuannya sehingga maksud si pembicara dapat dimengerti oleh orang-orang di sekitarnya. Tanpa memahami konteks, lawan tutur bahasa akan kesulitan memahami maksud penutur. Konteks di sini meliputi tuturan sebelumnya, penutur dalam peristiwa tutur, hubungan antar penutur, pengetahuan, tujuan, setting sosial dan fisik peristiwa tutur. Singkatnya, makna dalam pragmatik merupakan suatu hubungan yang melibatkan tiga sisi (triadic relation) atau hubungan tiga arah, yaitu bentuk, makna, dan konteks.


(29)

2.3.1 Konteks Situasi

Apabila menelaah dari segi konteks, konteks situasi memiliki peran yang sangat besar untuk memahami teks. Hal senada dikemukakan oleh Halliday dan Hasan (1992 : 62) yang mengemukakan bahwa konteks yang paling konkret adalah konteks situasi karena konteks ini langsung berhubungan dengan teks atau bahasa, dengan kata lain konteks situasi adalah pintu konteks sosial kepada bahasa.

Lebih lanjut lagi, Halliday (1985:9-10) mengemukakan bahwa terdapat prinsip-prinsip tertentu yang bisa digunakan untuk memilih cara yang memadai untuk mendeskripsikan konteks situasi di balik kegagalan yang bisa muncul dalam mengertikan peristiwa komunikasi. Prinsip sederhana yang memungkinkan berhasilnya suatu komunikasi tersebut adalah berupa kemampuan kita untuk mengetahui apa yang akan dikatakan seseorang. Kita membuat perediksi secara tidak sadar dan prosesnya secara umum di bawah tingkat kesadaran. Prediksi ini bisa dimungkinkan melalui konteks situasi.

Pada bagian lain, Halliday (1985:45) menyatakan bahwa semua penggunaan bahasa memiliki suatu konteks. Ciri-ciri tektual memungkinkan siatuasi wacana menjadi koheren tidak saja dengan dirinya sendiri tetapi juga dengan konteks situasinya. Teks merupakan suatu contoh proses dan produk dari makna sosial dalam kontekssituasi tertentu dan konteks situasi terbungkus dalam teks melalui hubungan sistematik antara lingkungan sosial di satu pihak dan pengorganisasian fungsi bahasa di pihak lain.

Disamping itu, analisis konteks situasi dapat memberikan makna yang cukup besar terhadap teks terjemahan karena terjadinya pergeseran makna.


(30)

Apabila konteks budaya merupakan dasar bagi pemahaman makna teks, maka konteks situasi dapat dipandang sebagai pembatas makna.

Konsep konteks situasi Halliday mencakup tiga aspek, yakni medan wacana (field of discourse); pelibat wacana (tenor of discourse) ; dan sarana wacana (mode of discourse).

Medan wacana (field of discourse) mengacu pada apa yang terjadi pada hakikat tidak sosial yang terjadi, dalam masalah apa partisipan terlibat dan bahasa menjadi komponen yang esensial. Dapat dikatakan bahwa medan wacana merujuk kepada aktivitas sosial yang sedang terjadi serta latar institusi tempat satuan-satuan bahasa itu muncul, yakni apa yang terjadi dengan seluruh proses, partisipan, dan keadaan.

Pelibat wacana (tenor of discourse) mengacu pada siapa yang terlibat, yakni partisipan, status, dan perannya, termasuk jenis hubungan peran yang dimiliki satu sama lainnya, baik yang bersifat permanen atau temporer, status terkait dengan tempat individu dalam masyarakat sehubungan dengan orang lain. Dapat dikatakan bahwa pelibat wacana merujuk pada hakikat relasi antarpartisipan, termasuk pemahaman peran dan statusnya dalam konteks sosial dan lingual. Jarak sosial terkait dengantingkat pengenalan partisipan terhadap partisipan lainnya, akrab atau memiliki jarak.

Sarana wacana (mode of discourse) mengacu pada peran yang dimainkan oleh bahasa, yakni apa yang diharapkan oleh pelibat dari penggunaan bahasa pada situasi tertent, termasuk saluran yang dipilih, apakah lisan atau lisan.

Penelitian ini memfokuskan pada penelaahan partikel pemarkah emotif berdasarkan konteks situasi percakapan, maka digunakan konteks situasi dianalisis


(31)

dengan medan wacana, pelibat wacana, dan sarana wacana. Dengan analisis konteks melalui medan wacana, pelibat wacana, dan sarana wacana, dapat diketahui hubungan antara makna emotif yang ditandai oleh suatu partikel dengan konteks situasi percakapannya. Adapun keseluruhan sarana wacana dalam penelitian ini berupa bahasa lisan dalam bentuk dialog yang dituliskan.

2.4 Partikel

Partikel merupakan salah satu komponen penting dalam bahasa Jepang. Dengan adanya partikel pada suatu kalimat, maka dapat diketahui makna kalimat tersebut. Sutedi Partikel (joshi) menurut Sutedi (2008 : 44) yaitu kata bantu (partikel), tidak bisa berdiri sendiri, dan tidak mengalami perubahan bentuk.

Partikel atau joshi dalam bahasa Jepang menunjukkan hubungan kata dengan kata lain dalam keseluruhan kalimat dan memberikan makna atau nuansa tertentu. Beberapa partikel memiliki padanan dalam bahasa lain seperti bahasa Inggris, ada yang memiliki fungsi yang sama dengan preposisi dalam bahasa Inggris, tetapi partikel juga dapat berfungsi sebagai post-position karena partikel tersebut selalu mengikuti kata yang dilekatinya. Ada juga partikel yang memiliki fungsi khusus/tertentu yang tidak terdapat dalam bahasa Inggris (Japanese.about.com). Karena banyaknya jumlah partikel dan masing-masing partikel dapat memiliki fungsi dan makna yang lebih dari satu macam, sehingga sulit untuk memahami partikel dalam bahasa Jepang.

Partikel tidak memiliki makna secara leksikal, namun memiliki makna secara gramatikal. Hal senada dikemukakan oleh Chino (2008 : vii) yang menyebutkan bahwa sebuah partikel mungkin dapat didefenisikan sebagai bagian yang tidak


(32)

dapat ditafsirkan dalam sebuah percakapan yang memiliki kemutlakan arti tersendiri yang bebas ikatan dan melengkapi dirinya sendiri dalam bagian-bagian pembicaraan. Kaidah bahasa yang disepakati dalam bahasa Jepang mungkin sekali bahwa partikel sesungguhnya tidak memiliki arti, kecuali arti yang berhubungan dengan konteksnya. Oleh karena itu, suatu kata yang hanya terdiri dari partikel saja tidak memiliki arti apapun, namun dengan ditambahkan kata lain, maka akan membawa perbedaan yang signifikan.

Partikel / joshi menurut Sudjianto (2000 : 80-81) terbagi dalam empat kategori, yaitu :

1) Fukujoshi, yaitu partikel yang digunakan untuk menghubungkan kata-kata yang ada sebelumnya dengan kata-kata-kata-kata yang ada pada bagian berikutnya. Partikel yang termasuk dalam fukujoshi antara lain : bakari, dake, demo, hodo, ka, kiri, koso, kurai/gurai, made, mo, nado, nari, noni, sae, shika, wa, dan yara

2) Kakujoshi, yaitu partikel yang digunakan setelah taigen (nomina) untuk menyatakan hubungan satu bunsetsu (suku kata) dengan bunsetsu lainnya. Partikel yang termasuk dalam kakujoshi antara lain : de, e, ga, kara, ni, no, to, ya, dan yori.

3) Setsuzokujoshi, yaitu partikel yang berfungsi untuk menghubungkan bagian-bagian kalimat (penyambung kalimat). Partikel yang termasuk dalam setsuzokujoshi antara lain : ba, ga, kara, keredomo, nagara, node, noni, shi, tari, te, temo, dan to.

4) Shuujoshi, yaitu partikel yang digunakan di bagian akhir kalimat untuk menyatakan pertanyaan, rasa heran, keragu-raguan, harapan, atau rasa


(33)

haru pembicara. Partikel yang termasuk dalam shuujoshi antara lain : ka, kashira, kke, na/naa, ne, sa, tomo, wa, ya, yo, ze, dan zo.

Pendapat yang berbeda dikemukakan oleh Masuoka dan Takubo (1993: 49-53) yang mengelompokkan jenis-jenis joshi dalam lima kelompok berdasarkan fungsinya, yakni :

1) Kakujoshi

Kakujoshi merupakan partikel yang menunjukkan hubungan terhadap predikat dengan kata pelengkap. Joshi yang termasuk dalam kelompok ini adalah: ga, o, ni, kara, to, de, e, made, yori.

2) Teidaijoshi

Teidaijoshi merupakan partikel yang berfungsi untuk menunjukkan subjek kalimat. Joshi yang termasuk dalam kelompok ini misalnya: wa, nara, tte, ttara.

3) Toritatejoshi

Toritatejoshi merupakan partikel yang berfungsi untuk memberikan sebuah contoh yang mewakili suatu hal yang sifat atau jenisnya sama. Joshi yang termasuk dalam kelompok ini misalnya: wa, mo, sae, demo, sura, datte, made, dake, bakari, nomi, shika, koso, nado, nanka, nante, kurai.

4) Setsuzokujoshi

Setsuzokujoshi merupakan partikel yang berfungsi untuk menghubungkan klausa dengan klausa dan kata dengan kata. Joshi yang termasuk dalam kelompok ini misalnya : no, made, nari, kiri, kara, keredomo, nara, node, noni, nagara, tsutsu.


(34)

5) Shuujoshi

Shuujoshi merupakan partikel yang muncul di akhir kalimat. Partikel yang termasuk dalam kelompok ini adalah yang menyatakan kepastian atau kesimpulan (seperti sa), pertanyaan (seperti ka, kai, kana, kashira), penegasan atau persetujuan konfirmasi (seperti ne, na), pemberitahuan atau informasi (seperti yo, zo, ze), perasaan kagum (seperti naa, wa), ingatan atau konfirmasi (seperti kke), dan larangan (seperti na).

Dalam penelitian ini merujuk pada pendapat yang dikemukakan oleh Sudjianto yang membagi partikel / joshi dalam empat kategori, yakni kakujoshi, fukujoshi, setsuzokujoshi, dan shuujoshi. Dengan adanya klasifikasi kelompok partikel / joshi dalam bahasa Jepang, maka dapat diketahui kelompok partikel

yang dominan muncul dalam komik “Gals!” karya Mihona Fujii jilid 1.

2.4.1 Partikel Pemarkah Emotif

Partikel atau joshi dalam bahasa Jepang menurut Sugihartono (2001 : viii) adalah jenis kata yang tidak mengalami perubahan dan tidak bisa berdiri sendiri yang berfungsi membantu dan menentukan arti, hubungan penekanan, pernyataan, keraguan, dalam suatu kalimat bahasa Jepang baik dalam ragam lisan maupun ragam tulisan. Hal senada dikemukakan oleh Kitahara (1972 : 214) yang menyebutkan bahwa sebagai fungsinya, partikel menempel pada kata lain dan menyatakan hubungan kata itu dengan kata lain, serta memberikan arti tertentu pada kata yang diikutinya.


(35)

Partikel dalam kaitannya sebagai pemarkah emotif, Makino dan Tsutsui (1997 : 49) menyebutkan bahwa partikel, terutama partikel akhir kalimat, memiliki peran penting dalam menentukan fungsi sebuah kalimat. Selain itu, dengan menggunakan partikel dalam percakapan, penutur mengekspesikan emosi atau tindakannya kepada lawan tutur, sama halnya dengan mengekspresikan maskulinitas atau feminitasnya. Selain itu, Sakakura (1989 : 314) mengungkapkan bahwa shuujoshi merupakan golongan partikel yang berfungsi untuk mengungkapkan pertanyaan, perasaan, seruan, larangan, perintah, penekanan, dan harapan dari pembicaranya.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa partikel dapat memberikan arti dan fungsi tertentu pada kata yang dilekatinya, dan salah satu fungsi partikel adalah mengungkapkan emosi penutur. Dengan demikian, salah satu fungsi partikel adalah sebagai pemarkah emotif.

2.5 Emosi

Emosi adalah kata serapan dari bahasa Inggris, yakni emotion. Emosi digunakan untuk menggambarkan perasaan yang kuat akan sesuatu dan perasaan yang sangat menyenangkan atau sangat mengganggu. Menurut Safaria dan Saputra dalam Hikmah (2011 : 25), emosi dalam makna paling harfiah didefinisikan sebagai setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu dari setiap keadaan mental yang hebat atau meluap-luap.

Menurut Daniel Goleman (2002 : 411), emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk


(36)

bertindak. Sebagai contoh, emosi gembira mendorong seseorang berperilaku tertawa, emosi sedih mendorong seseorang berperilaku menangis, dan sebagainya. Lebih lanjut lagi, Wierzbicka dalam Hikmah (2011 : 26), emosi diekspresikan dalam bentuk verbal maupun nonverbal. Misalnya menulis dalam kata-kata, dan perubahan ekspresi wajah. Ekspresi dari kedua bentuk tersebut dapat berupa sedih, marah, takut, senang, bahagia, ceria, atau cinta. Pengkategorian emosi yang cukup bermanfaat adalah dengan membedakan emosi berdasarkan skenario kognitif yang dimiliki seseorang terhadap emosi yang dialami, berdasarkan nilai positif dan negatif, dan kedekatan makna antara kata-kata emosi, dan lainnya.

Dalam memahami emosi, Rintell dalam Hong (2007 : 114) menyebutkan bahwa ekspresi emosi tidak hanya menarik dari sisi studi mengenai tindakan manusia, tetapi juga sebagai praktik pragmatik.

Emosi dasar menurut Fehr dan Russell dalam Hong (2007 : 116) terbagi atas tujuh, yakni kebahagiaan, kemarahan, kesedihan, cinta, ketakutan, kebencian, dan keterkejutan. Berbeda dengan pendapat di atas, Daniel Goleman (2002 : 411) mengemukakan emosi dasar menjadi delapan, yaitu : amarah (seperti beringas, mengamuk, benci, jengkel, kesal hati), kesedihan (seperti sedih, muram, melankolis, putus asa), takut (seperti cemas, gugup, khawatir), kenikmatan (seperti bahagia, riang, senang), cinta (seperti penerimaan, persahabatan, kepercayaan, hormat), terkejut (seperti terkesiap, terkejut), jengkel (seperti hina, jijik, muak, tidak suka), malu (seperti malu hati, kesal).

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa emosi merupakan suatu ungkapan perasaan manusia yang dapat diungkapkan melalui bentuk verbal


(37)

dan nonverbal dan terdiri dari beberapa emosi dasar seperti kesenangan/kebahagiaan, kemarahan, kesedihan, keterkejutan, dan sebagainya.

2.5.1 Bahasa dan Emosi

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia mengungkapkan emosi, baik dalam bentuk kata, kelompok kata, maupun kalimat. Ungkapan emosi ini diucapkan di mana saja. Semua ungkapan tersebut merupakan pesan dalam bentuk bahasa. Semua bahasa memiliki ekspresi-ekspresi afektif yang membantu memperkaya komunikasi dengan menyatakan secara tidak langsung perbedaan-perbedaan yang halus, seperti memvariasikan tingkat kejengkelan atau kepasrahan, keraguan, atau humor. Seperti yang dikemukakan oleh Suleski dan Masada (2012 : 1) bahwa penutur bahasa asli atau native speaker dari suatu bahasa menggunakan ekspresi-ekspresi ini di setiap waktu untuk memberikan bumbu pada percakapan mereka. Hal senada juga dinyatakan oleh Fujimura (2008 : 545) yang menyatakan bahwa dalam interaksi sehari-hari, orang-orang mengekspresikan tindakan, mood, dan perasaan mereka dan bahasa memiliki lingkup yang luas dalam pemarkah wacana dan ekspresi yang mengartikulasikan sikap afektif pembicara.

Pemahaman emosi sangat terkait dengan struktur bahasa melalui unsur-unsur makna yang tercermin dalam kata yang menggambarkan pengalaman emosi. Oleh karena itu, pemahaman mengenai emosi dapat dilakukan dengan menganalisis kata emosi yang didapatkan dari masyarakat pengguna bahasa tersebut. Emosi mewadahi individu untuk berhubungan dengan dunia, tetapi hubungan ini tidak lengkap sampai emosi dikaitkan dengan status kognitif individu yang memberikan sebuah label berupa kata-kata pada emosinya. Kata emosi tidak lahir dengan


(38)

sendirinya tanpa didahului adanya sebuah realitas berupa status emosi yang dilambangkan dengan kata tersebut. Kata emosi menurut Wijokongko dalam Widhiarso (2004 : 21) secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu emosi yang berhubungan dengan peristiwa yang baik (emosi positif) dan emosi yang berhubungan dengan peristiwa yang buruk (emosi negatif). Emosi dalam kelompok pertama meliputi kata-kata seperti gembira, senang, riang, dan bangga. Emosi dalam kelompok kedua yang disebut juga sebagai emosi negatif mencakup kata-kata seperti sedih, marah, malu, takut, dan kecewa. Lebih lanjut lagi, Morgan dalam Widhiarso dan Hadiyono (2010 : 153) mengemukakan, kosa kata emosi adalah label verbal yang digunakan untuk menggambarkan dan mengekspresikan status emosi yang dialami individu. Label ini dapat berupa: 1) kosa kata yang menggambarkan emosi murni (marah, sedih); 2) kosa kata yang menggambarkan perilaku ketika emosi muncul (menangis, tertawa); 3) kosa kata sebagai metafora suasana hati (tercabik,berbunga).

Berdasarkan pendapat di atas, bahasa sebagai media yang berperan dalam pengungkapan emosi manusia yang didalamnya terdapat kata-kata yang merujuk pada emosi yang berbeda-beda di setiap bahasa. Dengan memahami kata bermuatan emosi dalam bahasa Jepang yang dalam hal ini merupakan partikel pemarkah emotif, maka komunikasi yang terjadi menjadi lebih lancar tanpa adanya kesalahpahaman dalam memaknai emosi dalam percakapan tersebut.

2.5.2 Makna Emotif

Makna emotif (emotive meaning) menurut Suwandi (2008 : 94) adalah makna yang timbul akibat adanya reaksi pembicara atau rangsangan pembicara mengenai


(39)

penilaian terhadap apa yang dipikirkan atau dirasakan. Hal senada dikemukakan oleh Sudaryat (2004 :26) yang menyebutkan bahwa makna emotif merupakan makna yang timbul sebagai akibat reaksi penutur terhadap penggunaan bahasa dalam dimensi rasa yang berhubungan dengan perasaan yang timbul setelah pesapa mendengar atau membaca sesuatu kata sehingga menunjukkan adanya nilai emosional. Karena itu, makna afektif atau makna emotif berhubungan dengan perasaan pribadi penutur, baik terhadap penutur maupun objek pembicaraan. Makna ini lebih terasa dalam bahasa lisan daripada bahasa tulisan.

Secara semantis, orang yang mengalami emosi dikatakan pengalam (experiencer). Ada dua cara yang digunakan pengalam untuk mengungkap emosi: secara verbal dan nonverbal. Ungkapan emosi verbal melalui kata-kata atau ujaran emosi, sedangkan ungkapan emosi nonverbal melalui ekspresi wajah (mimik), gerakan tangan, gerakan kata, mengangkat bahu, dan sebagainya.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa makna emotif merupakan makna yang timbul akibat adanya reaksi dari penutur mengenai apa yang dipikirkan atau dirasakan yang dalam penelitian ini digambarkan melalui adanya penggunaan partikel pemarkah emotif. Partikel sebagai pemarkah emotif memegang peranan untuk menyampaikan makna emotif penutur kepada lawan tutur dalam suatu percakapan bahasa Jepang.

2.6. Penelitian yang Relevan

Mia (2007) dalam tesisnya “Analisis Fungsi Shuujoshi Kana dan Kashira dalam Manga Berjudul Asari Chan 1,5, dan 9” menganalisis tentang perbedaan fungsi shuujoshi kana dan kashira. Ia menyebutkan bahwa kana digunakan dalam


(40)

ragam bahasa pria dan kashira dalam ragam bahasa wanita. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, kedua partikel tersebut mulai digunakan baik pada pria maupun wanita.

Penelitian di atas memberikan pandangan mengenai penggunaan kana dan kashira dalam ragam percakapan pria dan wanita. Kana dan kashira sebagai salah satu partikel akhir kalimat cenderung pada pengungkapan keragu-raguan, pengandaian, dan pengungkapan saran kepada diri sendiri. Hal ini membantu dalam menganalisis partikel sebagai pemarkah emotif dalam percakapan.

Manurung (2010) dalam jurnal “Analisis Penggunaan Partikel Akhiran

Shuujoshi „Ne‟ dan „Yo‟ pada Novel “Sabiru Kokoro” menganalisis tentang perbedaan makna sebagai pembeda fungsi pada shuujoshi ne dan yo. Dalam jurnal tersebut, dinyatakan bahwa shuujoshi ne, digunakan oleh penutur saat ia mempunyai kesamaan persepsi dengan pendengarnya, sedangkan penggunaan shuujoshi yo terjadi apabila pernyataan penutur berbeda dengan persepsi si pendengarnya. Selain itu juga terdapat perbedaan makna yang besar diantara sesama shuujoshi ne dan sesama shuujoshi yo.

Ne dan yo sebagai salah satu partikel akhir kalimat merupakan partikel yang cukup sering digunakan dalam percakapan yang berfungsi untuk menyetujui maupun tidak menyetujui pendapat lawan bicara. Melalui penelitian di atas memberikan pandangan mengenai fungsi yang berbeda antara partikel ne dan yo sehingga penelitian di atas dapat mempermudah dalam menganalisis makna emotif partikel ne dan yo dalam penelitian ini.

Nurhayati (2010) dalam tesisnya “Analisis Penggunaan Josei Senyou no Bunmatsushi dalam Bahasa Wanita dalam Bahasa Jepang Modern” yang


(41)

menganalisis mengenai bunmatsushi (shuujoshi), yakni partikel di akhir kalimat yang biasa digunakan oleh wanita untuk menunjukkan perasaan pembicara terhadap lawan bicara, seperti kashira, mono, no, yo, dan wa, serta bentuk kalimat yang menyertainya. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, ditemukan bahwa josei senyou no bunmatsushi berfungsi untuk menghindari pernyataan langsung, tidak bersifat memerintah, dan tidak memaksakan pendapat terhadap lawan bicara, yang umumnya digunakan pada lawan bicara yang dekat atau berusia yang lebih muda dalam situasi tidak formal. Bentuk kalimat yang disertai josei senyou no bunmatsushi sebagian besar dalam bentuk biasa (futsutai).

Penelitian di atas memiliki kajian yang mendekati penelitian ini, yakni membahas mengenai fungsi partikel akhir kalimat yang umum digunakan oleh wanita. Dalam fungsi partikel yang dibahas pada penelitian di atas terdapat hasil penelitian yang menunjukkan adanya makna emotif pada beberapa partikel akhir kalimat dalam percakapan wanita, sehingga penelitian ini membantu proses analisis data dalam penelitian ini

Laili (2010) dalam artikel jurnalnya berjudul “Penggunaan Bahasa Ragam Pria Danseigo oleh Tokoh-Tokoh Utama Wanita dalam Komik Chibi Maruko Chan Karya Momoko Sakura” yang menganalisis fungsi shuujoshii (partikel akhir kalimat) dan pronomina dalam ragam bahasa pria bahasa Jepang yang digunakan oleh tokoh wanita dalam komik Chibi Maruko Chan 3. Analisis dilakukan terhadap 188 data kalimat dengan menyertakan konteks percakapan melalui pendekatan sosiolinguistik. Hasil penelitian menunjukkan fungsi-fungsi shuujoshi dalam ragam bahasa wanita yang berjumlah 52 kalimat dan yang dianalisis


(42)

berjumlah 11 data dan fungsi pronomina dalam ragam bahasa pria yang berjumlah 4 kalimat dan yang dianalisis berjumlah 3 data.

Penelitian di atas melakukan analisis terhadap partikel dan bahasa Jepang, yakni shuujoshi (partikel akhir kalimat) yang didalamnya menyinggung fungsi shuujoshi yang berkaitan dengan makna emotif. Penelitian di atas memberikan pandangan mengenai fungsi shuujoshi dalam kaitannya dengan makna emotif yang juga merupakan salah satu objek kajian dalam penelitian ini

Aderyn (2011) dalam tesisnya “Analisis Fungsi Partikel Ka (Shuujoshi) dalam Novel Rough Karya Aoki Hikaru” yang menganalisis mengenai berbagai macam fungsi partikel ka. Dari penelitian tersebut, ditemukan fungsi yang paling banyak ditemukan dalam novel tersebut adalah fungsi yang menunjukkan suatu hal yang tidak pasti, didahului kata tanya yang mengekspresikan keraguan.

Penelitian di atas secara tidak langsung mengungkapkan bahwa adanya makna emotif dalam partikel ka, yakni keraguan, sehingga mendekati kajian penelitian ini, yakni memberikan pandangan mengenai fungsi partikel ka yang dalam hal ini berkaitan dengan makna emotif.

Arvianti (2011) dalam artikel jurnalnya yang berjudul “Kajian Konteks dalam Tindak Tutur Tidak Langsung” yang menganalisis kalimat-kalimat tidak langsung melalui konteks yang berkaitan dengan waktu dan tempat, interaksi antara penutur dan lawan tutur, serta hubungan penutur dan lawan tutur dengan menggunakan pendekatan pragmatik. Berdasarkan penelitian tersebut ditemukan bahwa keterkaitan konteks sangat berpengaruh dalam memahami tuturan yang melibatkan setting tempat dan waktu tuturan, kegiatan interaksi berbahasa antara penutur dan lawan tutur, dan relasi antar penutur


(43)

Penelitian di atas menekankan pada analisis konteks situasi percakapan yang merupakan bidang kajian yang sama dengan penelitian ini, serta memberikan pandangan peranan konteks dalam percakapan pada tindak tutur tidak langsung.

Penelitian-penelitian di atas kesemuanya membahas mengenai partikel bahasa Jepang, terutama partikel akhir kalimat (shuujoshi). Melalui temuan dari penelitian-penelitian yang relevan di atas, memberikan pandangan mengenai fungsi-fungsi partikel yang menjadi dasar dari penelitian ini. Namun, penelitian yang telah dilakukan hanya sebatas mengenai fungsi suatu partikel dan belum ada penelitian yang memfokuskan pada pembahasan mengenai makna emotif yang terkandung dalam suatu partikel dalam kalimat percakapan.

Partikel bahasa Jepang memiliki jumlah yang banyak dan masing-masing memiliki makna emotif yang berbeda-beda, bahkan suatu partikel dapat memiliki beberapa makna emotif dan makna yang muncul berbeda-beda sesuai dengan konteks ujaran, sehingga dapat terjadi kesalahan dalam memaknai emosi yang muncul. Oleh karena itu, penelitian ini membahas mengenai partikel yang difokuskan pada kajian makna emotif yang dibawa oleh partikel dalam bahasa

Jepang dengan mengambil sumber data dari komik “Gals!” karya Mihona Fujii jilid 1 yang dikaji melalui pendekatan pragmatik.


(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pengantar

Pada bagian ini diuraikan metode yang digunakan dalam penelitian ini. Selain itu diuraikan pula pendekatan penelitian, teknik pengumpulan dan teknik analisis data, serta sumber data dan data.

3.2 Metode Penelitian

Metode penelitian menurut Hasan (2002 : 21) adalah tata cara bagaimana suatu penelitian dilaksanakan. Metode penelitian membicarakan mengenai tata cara pelaksanaan penelitian yang melingkupi prosedur dan teknik penelitian.

Dalam penelitian ini digunakan metode deskriptif analisis, yaitu metode yang menganalisis data berdasarkan data yang diperoleh tanpa menambahi atau mengurangi, kemudian menganalisisnya, sesuai dengan pendapat Sevilla (1993 : 71). Lebih lanjut, Sumantri (1998 : 41) menambahkan, metode deskriptif analitis yaitu metode yang dipergunakan untuk meneliti gagasan atau produk pemikiran manusia yang telah tertuang dalam bentuk media cetak, baik yang berbentuk naskah primer maupun naskah sekunder dengan melakukan studi kritis terhadapnya. Fokus penelitian deskriptif analitis adalah berusaha mendeskripsikan, membahas, dan mengkritik gagasan primer yang selanjutnya dikonfrontasikan dengan gagasan primer yang lain dalam upaya melakukan studi yang berupa perbandingan, hubungan, dan pengembangan model.


(45)

Hal senada disampaikan oleh Djajasudarma (1993 : 8) yang berpendapat bahwa dengan metode deskriptif mampu memberikan penjelasan secara sistematis, akurat, dan faktual mengenai data, sifat-sifat, serta hubungan fenomena-fenomena yang diteliti dan akhirnya menghasilkan gambaran data yang ilmiah. Dengan demikian, diharapkan mendapat gambaran sifat keadaan ataupun fenomena-fenomena kebahasaan secara alami yang ada dalam bahasa Jepang.

Adapun tujuan metode deskriptif menurut Nazir (2003 : 16) adalah untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antar fenomena yang terjadi.

3.3. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan pragmatik, yakni pengkajian data melalui sudut pandang pragmatik dengan mempertimbangkan konteks situasi percakapan. Melalui pendekatan pragmatik seperti yang dikemukakan oleh Mey (2001 : 11), diperhitungkan dalam menganalisis data karena adanya kesadaran bahwa pengungkapan hakikat bahasa sulit untuk dicapai jika tidak mempertimbangkan pragmatik, yaitu mempelajari bagaimana bahasa digunakan dalam komunikasi. Melalui pragmatik, masalah-masalah dalam penelitian linguistik telah dikaji dari sudut pandang yang berbeda dan bahkan mempertimbangkan disiplin ilmu lain. Lebih lanjut Richards et al dalam Paltridge (2000 : 5) mendefinisikan pragmatik sebagai ilmu yang mengkaji interpretasi bahasa yang bergantung pada pengetahuan akan dunia, bagaimana penutur menggunakan dan memahami ujaran, dan bagaimana struktur kalimat dipengaruhi oleh hubungan antara penutur dan petutur. Dengan demikian,


(46)

pragmatik mengkaji pada apa yang penutur maksud dengan tuturan mereka daripada kata-kata atau frasa berdasarkan makna literalnya.

Dalam kaitannya dengan kajian dalam penelitian ini, penulis berpendapat bahwa dalam menganalisis percakapan, tidak dapat terlepas dari kajian pragmatik. Hal ini dipertegas oleh adanya pendapat Levinson (1983: 284-285) yang mengemukakan bahwa untuk mendapatkan pemahaman yang sangat mendasar tentang fenomena pragmatik, seseorang dapat mengkaji percakapan karena percakapan merupakan inti atau jenis prototipe penggunaan bahasa yang paling mendasar. Berbagai aspek pragmatik ditunjukkan dengan jelas di dalam percakapan.

3.4. Teknik Penelitian

Tahap–tahap penelitian yang dilakukan yakni pertama-tama mencari, mengumpulkan partikel yang mungkin membawa makna emotif yang terdapat dalam kalimat percakapan bahasa Jepang dalam komik sebagai sumber data, kemudian data yang telah dikumpulkan tersebut diidentifikasi apakah benar membawa makna emotif, lalu diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

Tahap berikutnya adalah menganalisis data yang telah diidentifikasi dan diterjemahkan tersebut dengan mempertimbangkan konteks situasi percakapan dengan menggunakan analisis deskriptif-kualitatif, yakni suatu teknik yang menggambarkan dan menginterpretasikan arti data-data yang telah terkumpul dengan memberikan perhatian pada aspek situasi, dengan menggunakan teknik substitusi dan teknik delesi.


(47)

Data-data tersebut kemudian dirangkum, disusun, dan dilakukan penarikan kesimpulan berdasarkan data yang telah diteliti. Dari kesimpulan yang ada, dapat diberikan saran yang dinilai bermanfaat bagi perkembangan ilmu bahasa Jepang. Dengan demikian, tahapan dalam penelitian ini meliputi kegiatan mengumpulkan, mengidentifikasi, menerjemahkan, menganalisis, dan menginterpretasikan data.

3.4.1 Teknik Pengumpulan Data

Data-data diperoleh melalui metode penelitian pustaka (library research), yaitu suatu teknik penelitian yang dilakukan dengan cara mencari, mengumpulkan, mempelajari, dan meneliti data dari sumber yang berhubungan dengan objek penelitian.

Sumber data dalam penelitian ini adalah komik “Gals!” karya Mihona Fujii

jilid 1, 2, dan 3. Teknik pengumpulan data ditempuh dengan cara :

1. Memfokuskan pada pemecahan masalah yang akan diteliti dengan mengumpulkan data-data yang relevan dengan objek penelitian.

2. Mengidentifikasi kalimat-kalimat yang didalamnya terdapat partikel pemarkah emotif.

3. Mengumpulkan cuplikan kalimat yang mengandung partikel pemarkah emotif.

4. Cuplikan kalimat yang telah dikumpulkan kemudian diterjemahkan secara gloss, yakni dengan menerjemahkan kata per kata dalam kalimat percakapan, kemudian penerjemahan tersebut disesuaikan dengan konteks percakapan sehingga menghasilkan hasil terjemahan yang baik.


(48)

3.4.2 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik identifikasi pada semua data yang diperoleh. Data yang dikumpulkan kemudian diolah dan dianalisis untuk menemukan makna emotif yang dibawa oleh partikel dalam kalimat percakapan bahasa Jepang dan hubungannya dengan konteks percakapan berdasarkan pendekatan pragmatik.

Adapun teknik yang digunakan dalam menganalisis data adalah teknik substitusi dan delesi (pelesapan). Teknik substitusi dilakukan dengan menggantikan suatu partikel dalam suatu kalimat dalam data dengan partikel lain sehingga dapat diketahui apakah dengan berubahnya partikel tersebut, makna emotif dari suatu kalimat berubah atau tidak. Teknik delesi dilakukan dengan melesapkan partikel dari suatu kalimat dalam data sehingga dapat diketahui apakah makna emotif ikut hilang atau tidak.

Langkah-langkah yang diambil adalah sebagai berikut :

1) Mengidentifikasi makna emotif yang muncul pada kalimat percakapan 2) Mengidentifikasi jenis partikel yang muncul sebagai penanda emotif

dalam kalimat percakapan

3) Mengidentifikasi hubungan makna emotif yang muncul dengan konteks situasi percakapan

4) Melakukan analisis berdasarkan teori yang berkaitan dengan emosi dan konteks situasi.

5) Menguji keabsahan hasil temuan makna emotif pada partikel berdasarkan hasil analisis dengan teknik substitusi dan teknik delesi untuk meminimalkan unsur subjektifitas


(49)

3.5. Sumber Data dan Data 3.5.1 Sumber Data

Sumber data penelitian ini diperoleh dari komik “Gals!” karya Mihona Fujii

yang merupakan komik bergambar. Komik “Gals!” menceritakan tentang

kehidupan remaja siswa SMA Hounan dengan tokoh utama Kotobuki Ran yang memiliki sahabat dekat bernama Yamazaki Miyu dan Hoshino Aya. Ketiga tokoh dalam komik ini merupakan kogal (kogyaru). Karena tokoh dalam komik ini adalah para remaja, maka di dalamnya terdapat bentuk-bentuk emosi yang tergambarkan melalui partikel-partikel pemarkah emotif dalam dialog informal dan konteks situasi yang beragam sehingga menarik untuk diteliti. Oleh karena itu,

komik “Gals!” dipilih sebagai sumber data dalam penelitian ini.

Komik “Gals!” diterbitkan oleh Penerbit Shueisha, Tokyo, pada tahun 1991

yang terdiri dari 197 halaman. Di dalamnya terdapat lima cerita yang masing-masing memiliki cerita yang berbeda, namun dengan tokoh yang sama2.

3.5.2 Data

Data dalam penelitian ini adalah partikel bermakna emotif yang terdapat

dalam 16 cuplikan kalimat percakapan pada komik “Gals!” yang menurut

Sudjianto (2000 : 80-81) terdiri dari empat kategori yaitu fukujoshi (partikel yang digunakan untuk menghubungkan kata yang ada sebelumnya dengan kata-kata yang ada pada bagian berikutnya), kakujoshi (partikel yang digunakan setelah nomina untuk menyatakan hubungan satu suku kata dengan suku kata lainnya), setsuzokujoshi (partikel yag digunakan untuk menghubungkan bagian-bagian


(50)

dalam kalimat atau sebagai penyambung kalimat), dan shuujoshi (partikel yang berada di bagian akhir kalimat untuk menyatakan pertanyaan, rasa heran, keragu-raguan, harapan, atau rasa haru pembicara). Berdasarkan cuplikan percakapan yang dikumpulkan, terdapat 12 data partikel yang dianalisis dan diidentifikasi makna emotif yang ditandainya .


(51)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Pengantar

Pada bagian ini diuraikan 16 data percakapan yang mengandung partikel

pemarkah emotif dalam komik “Gals!” karya Mihona Fujii yang dipaparkan

dengan disertai konteks situasi percakapan. Data disampaikan dengan menyertakan bahasa Jepang yang kemudian diterjemahkan secara gloss, kemudian diterjemahkan sesuai dengan konteksnya.

4.2. Hasil Penelitian Data 1

Ran merupakan siswa kelas 2 SMA Hounan dan juga seorang kogal3 yang sering hang-out di Shibuya. Suatu saat, seorang pria bernama Satoru menggoda Ran di jalan Shibuya dan menganggap Ran menyukai dirinya.

Satoru : Ore4 no koto suki nan daro? S PKa N KSf Kop Aku hal suka

„Kau menyukaiku kan?‟

3

Kogal (コ ギ ャ ル kogyaru) merupakan singkatan dari koukousei gyaru (高 校 生 ギ ャ ル ;

highschool girl) yang pertama kali muncul di Jepang pada tahun 1990an. Gyaru merupakan cara pengucapan bahasa Jepang untuk menyebutkan „girl‟. Kogal dapat dikenali dengan wanita muda

yang menggunakan boot platform, rok mini, make up yang berlebihan, mewarnai rambut (umumnya berwarna pirang atau coklat, dan aksesoris merek ternama. (Sumber :

http://en.wikipedia.org/wiki/Kogal &

http://www.urbandictionary.com/define.php?term=kogyaru) 4 „aku‟ yang merupakan bentuk informal dari


(52)

Ran : Teme5– matsukiyo CM6 no chinpira7 kayo? S N PKa N PAK Kau iklan matsukiyo preman PAK

„Apa kau chinpira seperti di iklan Matsukiyo?‟

Chojiiten ja ne !!! V KK

Seenaknya jangan

„Jangan (bicara) seenaknya!!!‟

Ran memukul Satoru dengan keras hingga Satoru terjatuh.

(“Gals!” Jilid 1, hlm. 2)

Analisis :

Satoru beranggapan Ran suka padanya. Kemudian Ran mengejeknya dengan mengatakan teme– matsukiyo CM no chinpira ka yo? „apa kau chinpira di iklan Matsukiyo?‟.

Dilihat dari konteks situasi percakapan, dapat diketahui bahwa medan wacana dalam percakapan data 1 ialah Satoru yang beranggapan Ran menyukainya dan Ran merasa tidak senang dengan hal tersebut sehingga ia menyindir Satoru dengan ungkapan matsukiyo no chinpira. Melalui medan wacana, dapat diketahui bahwa dalam percakapan data 1 menunjukkan bahwa

5

Teme berarti „kamu/anda‟ yang bernuansa kasar dan digunakan kepada orang yang dibenci. 6

Matsukiyo merupakan kependekan dari Matsumoto Kiyoshi, sebuah apotek terkenal di Jepang dan CM merupakan kependekan dari commercial. Dengan demikian Matsukiyo CM berarti iklan/komersial dari apotek Matsumoto Kiyoshi.

7

Chinpira merupakan orang-orang yang suka berbuat kejam, tidak berperikemanusiaan, dan membuat kekacauan di tengah masyarakat, yang merupakan bawahan yakuza. Chinpira secara

harafiah berarti „bawahan yakuza‟, yang terdiri dari chinke [チンケ] yang berarti yakuza yang memiliki jumlah paling sedikit dan hira [ヒ ラ] yang berarti „bawahan‟. (Sumber : ja.wikipedia.org/wiki/チンピラ)


(53)

adanya emosi kemarahan dari Ran tentang apa yang dikatakan Satoru. Adapun pelibat wacana dalam percakapan data 1 ialah Satoru dan Ran. Ran merupakan

tokoh utama dalam komik “Gals!” dan Satoru merupakan tokoh figuran yang

merupakan kekasih dari salah satu geng ganguro di Shibuya. Hubungan antara Ran dan Satoru merupakan hubungan yang sementara, yakni hanya muncul di

cerita pertama pada komik “Gals!” jilid 1 dan tidak terkait dengan alur cerita

selanjutnya.

Data 2

Seorang pria bernama Satoru menggoda Ran di jalan Shibuya dan menganggap Ran menyukai dirinya. Ran merasa kesal dengan hal tersebut kemudian memukul Satoru hingga ia terjatuh.

Satoru : Ittee! KSf

Sakit! „Aduh!‟

Tidak puas hanya dengan memukul, Ran kemudian mengomeli Satoru. Ran : Dare ga teme– mitai na kanchigai yaro–8

KT PS S KK KSf N Siapa PS kau seperti salahpaham orang

suki ni narukatten da yo

8Yaro–


(54)

KSf PKa V Kop PAK suka menjadi

„Siapa juga yang suka dengan laki-laki sepertimu‟

Amaku miten ja ne– yo

KSf V KK PAK Dengan manis melihat jangan

„Jangan menganggap enteng‟

Kono tako! Konj N Ini gurita

„Dasar gurita!‟

(“Gals!” Jilid 1, hlm. 7-8) Analisis :

Satoru menganggap Ran menyukainya. Ran merasa kesal kemudian memukul Satoru hingga terjatuh. Kemudian ia mengomeli Satoru dengan mengatakan dare ga teme– mitai na kan chigai yaro– suki ni naru katten da yo. Amaku miten ja ne– yo, kono tako!! „Siapa juga yang suka dengan laki-laki sepertimu. Jangan seenaknya ya, dasar gurita!‟.

Dilihat dari konteks situasi percakapan, dapat diketahui bahwa medan wacana dalam percakapan data 2 ialah Satoru yang beranggapan Ran menyukainya dan Ran merasa tidak senang dengan hal tersebut sehingga memukul Satoru. Merasa tidak puas hanya dengan memukul, Ran melontarkan


(55)

kemarahannya dengan mengomel pada Satoru yang sudah terjatuh. Melalui medan wacana, dapat diketahui bahwa dalam percakapan data 2 menunjukkan bahwa adanya emosi kemarahan dari Ran tentang apa yang dilakukan Satoru. Adapun pelibat wacana dalam percakapan data 2 ialah Satoru dan Ran. Ran

merupakan tokoh utama dalam komik “Gals!” dan Satoru merupakan tokoh

figuran yang merupakan kekasih dari salah satu geng ganguro di Shibuya. Hubungan antara Ran dan Satoru merupakan hubungan yang sementara, yakni

hanya muncul di cerita pertama pada komik “Gals!” dan tidak terkait dengan alur

cerita selanjutnya.

Data 3

Ran yang kesal Satoru kemudian memukul Satoru hingga terjatuh. Tidak hanya itu, Ran juga mengomeli Satoru. Satoru yang tidak menyangka atas perlakuan yang diterimanya. Kemudian geng ganguro (wanita ganguro berjumlah tiga orang) menghampiri mereka

Ganguro 1 : Satoru!? S

„Satoru!?‟

Ganguro 1 terkejut melihat pria yang dipukul Ran tersebut adalah Satoru, kekasihnya. Kemudian memprotes Ran.

Ganguro 1 : Chotto Tunggu


(56)

Atashi no kare ni nani sun da yo!! S PKa N PKa PN V Kop PKA

Aku laki-laki apa lakukan

„Apa yang kau lakukan pada pacarku!!‟

Maji mukatsuku!! KK KSf Benar-benar menyebalkan

„Dasar menyebalkan!!‟

Ran yang sedang emosi kemudian meladeni omelan ganguro 1 dan mengajaknya untuk berkelahi.

Ran : Uruse– yo, baka onna!! KSf PAK KSf N Berisik bodoh wanita

„Berisik, cewek bodoh!!‟

Atashi ga Kotobuki Ran da to shittete S PS N Kop PKa V Saya Kotobuki Ran mengetahui

batorutten nara V Konj berkelahi kalau


(57)

Uketetatsu ze V PAK Merespon Ayo maju‟

Geng ganguro terkejut mendengar bahwa yang berada di hadapan mereka adalah Kotobuki Ran.

Ganguro 1 : Kotobuki Ran!? S

„Kotobuki Ran!?‟

Ganguro 2 merupakan orang yang pertama menyadari siapa Kotobuki Ran yang berada di hadapan mereka, yakni seseorang yang dikenal sering membuat keributan di Shibuya. Kemudian, ganguro 2 mengajak teman-temannya untuk melarikan diri karena akan berbahaya apabila berurusan dengan Kotobuki Ran. Ganguro 2 : Ge‟! Saikin Shibuya arashiter yatsu da yo

KS Ket. Wkt N V N Kop PAK E‟ Belakangan ini Shibuya mengacau orang

„E‟! Dia yang belakangan ini membuat keributan di Shibuya‟

Yabai yo KSf PAK Bahaya


(58)

Nige yo– yo! V V PAK Kabur ayo Ayo kabur!‟

(“Gals!” Jilid 1, hlm. 8)

Analisis :

Karena kesal, Ran memukul Satoru dan meluapkan kemarahannya dengan mengomel kepada Satoru. Secara tak sengaja, geng ganguro melihat kejadian tersebut. Ganguro 1 mengenali bahwa pria yang dipukul Ran itu, yakni Satoru, adalah pacarnya. Ganguro 1 tidak menerima hal tersebut dan mengomel pada Ran. Ran menantang ganguro 1 untuk berkelahi, namun ganguro 2 yang mendengar bahwa yang dihadapan mereka adalah seorang pembuat onar di Shibuya, ia melarang ganguro 1 untuk menerima tantangan Ran dan mengajak kabur.

Dilihat dari konteks situasi percakapan, dapat diketahui bahwa medan wacana dalam percakapan data 3 ialah ganguro 1 yang memprotes Ran karena telah memukul pacarnya, kemudian Ran menantang ganguro 1 dan teman-temannya untuk berkelahi. Namun, ganguro 2 terkejut setelah mengetahui bahwa yang akan mereka hadapi adalah Kotobuki Ran, seorang yang sering membuat keributan di Shibuya, dan merasa khawatir apabila harus berkelahi dengan Ran. Melalui medan wacana, dapat diketahui bahwa dalam percakapan data 3 menunjukkan bahwa adanya emosi kekhawatiran ganguro 2 terhadap apa yang akan dihadapi, yakni perkelahian dengan Ran. Adapun pelibat wacana dalam percakapan data 3 ialah Ran dan geng ganguro yang berjumlah tiga orang. Ran


(59)

tokoh pendamping. Hubungan antara tokoh Ran dan geng ganguro merupakan hubungan yang permanen, yakni geng ganguro muncul dalam beberapa adegan.

Data 4

Ganguro 2 menyadari bahwa yang berada di hadapan mereka adalah Kotobuki Ran, seseorang yang sering membuat keributan di Shibuya, dan akan berbahaya apabila berurusan dengannya. Karena itu, ia mengajak teman-temannya untuk kabur. Namun, ganguro 1 yang masih merasa kesal dengan perlakukan Ran terhadap kekasihnya yakni Satoru, bersikeras menerima tantangan Ran untuk berkelahi karena hal itu merupakan prinsip hidup kogal.

Ganguro 1 : U .. urareta kenka wa kau no ga V N PS V PKa PKl Ditawarkan pertengkaran membeli

kogyaru no tessoku! N PKa N Kogal PKa jalan hidup

„Me .. menghadapi perkelahian adalah prinsip kogal!‟

Namun, ganguro 3 membantah bahwa tidak ada prinsip hidup kogal yang seperti diutarakan ganguro 1.

Ganguro 3 : Uso! Sonna tessoku nai tte!! KSf Konj N KK PAK Bohong seperti itu jalan hidup tidak


(60)

Penolakan ganguro 3 kemudian didukung oleh ganguro 2 Ganguro 2 : Nai, nai

KK KK Tidak tidak

„Tidak ada, tidak ada‟

Tanpa mempedulikan pendapat teman-temannya, ganguro 1 bersikeras untuk tetap melawan Kotobuki Ran.

Ganguro 1 : Iku yo, minna! V V N Pergi ayo semuanya

„Teman-teman, ayo (maju)!‟

Melihat keberanian ganguro 1 yang bersikeras tetap ingin melawannya membuat Ran senang.

Ran : Ii dokyou jan KSf N KK

Baik keberanian bukankah

„Bukankah (itu) keberanian yang bagus‟

Kakatteki na!! V

Sia-sia jangan Jangan sia-siakan!!‟


(61)

Baru saja Ran berbangga hati karena tantangannya diterima oleh geng ganguro, secara tiba-tiba seorang polisi bernama Yamato yang juga merupakan kakak tetua Ran menghampiri mereka dan meminta Ran untuk datang ke kantor polisi.

Yamato : Hai, soko made KK Konj PP

Ya disitu sampai

„Ya cukup sampai disitu‟

Kimi chotto kouban made kinasai S N PP V

Kamu sebentar kantor polisi sampai tolong datang

„Silahkan kamu datang ke kantor polisi‟

Mengetahui ia harus ke kantor polisi, Ran memprotes Yamato bahwa perkelahian yang seru baru saja akan dimulai namun gagal karena kedatangan Yamato.

Ran : Na, nan da yo! Ima omoshiroku naru PN Kop PAK Ket. Wkt KSf V

Apa Kop PAK Sekarang menyenangkan menjadi

toko datta no ni!! Kop PAK Baru

„A..apa sih! Padahal sekarang sedang seru-serunya!!‟ Walau Ran memprotes, Yamato tetap tidak bergeming.


(62)

Yamato : Mondou muyou

N KSf

Pertanyaan dan jawaban tak berguna

„Pertanyaan dan jawaban tak berguna (tak perlu dijawab)‟

Begitu melihat Ran diperintahkan untuk datang ke kantor polisi, ketiga wanita ganguro mentertawainya.

Ganguro 1 : Gyahahaha ba– ka ba– ka KSf KSf „Gyahahaha bo– doh bo–doh‟ Ganguro 2 : Hodousarete yan no~~ !!

V

„Selamat dibina~~!!‟

(“Gals!” Jilid 1, hlm. 9-10) Analisis :

Ran menantang geng ganguro untuk berkelahi. Geng ganguro hampir kabur saat mengetahui bahwa yang berada di hadapan mereka adalah Kotobuki Ran. Namun, baru saja Ran berbangga hati melihat lawannya ketakutan, secara tiba-tiba ia diseret ke kantor polisi.

Dilihat dari konteks situasi percakapan, dapat diketahui bahwa edan wacana dalam percakapan data 4 ialah Ran menantang geng ganguro untuk berkelahi. Geng ganguro ketakutan dan berusaha melarikan diri setelah mengetahui bahwa mereka sedang berhadapan dengan Kotobuki Ran yang sering membuat onar di Shibuya. Ran baru saja akan berkelahi dengan geng ganguro, namun tiba-tiba seorang polisi yang juga merupakan kakak tertua Ran bernama Yamato,


(63)

datang menghampiri Ran dan memintanya untuk datang ke kantor polisi, sedangkan pada saat itu ia sedang berbangga hati melihat ganguro yang ketakutan padanya. Melalui medan wacana, dapat diketahui bahwa percakapan data 4 menunjukkan bahwa adanya emosi kekecewaan Ran karena kesenangannya diganggu. Adapun pelibat wacana dalam percakapan data 4 ialah

Ran sebagai tokoh utama dalam komik “Gals!” dan Yamato sebagai tokoh pendamping dalam komik “Gals!”. Hubungan antar tokoh merupakan hubungan yang permanen, yakni hubungan kakak adik yang berkaitan dengan cerita berikutnya.

Data 5

Setelah membuat keributan di Shibuya, Yamato membawa Ran ke kantor polisi. Kemudian Yamato memarahi Ran atas tindakannya yang telah dilakukannya. Sebagai seorang kakak, Yamato merasa ia bertanggungjawab atas tindak-tanduk adiknya.

Ran : Mukou ga katte ni mitsuide kurun KK PS N PKa V V

Disana egoisme kontribusi yang lebih

Dakara hanzai ja nai ssho Konj N KK

Karena kejahatan tidak


(64)

Yamato : Ore ga omae no aniki janakat tara S PS N PKa N KK Art Aku PS kamu PKa abang tidak kalau

tokku ni zenka mochi ni natteru zo!!! KK V V PAK beberapa waktu yang lalu membawa menjadi

„Karena aku kakakmu, aku peduli pada perbuatan-perbuatanmu!!!‟

Kansha kurai shiro yo!!! Int. KK V PAK Terima kasih kurang lebih lakukan „Berterimakasihlah sedikit!!!‟

Meski dimarahi Yamato, Ran tetap acuh dan menekankan kembali bahwa ia sama sekali tidak akan menjadi polisi seperti Yamato dan kedua orangtuanya, namun tetap menjadi seorang kogal.

Ran : Hei hei KS „Hei hei‟

Arigato– gozaima~~~su Int.


(1)

Data 15 (“Gals!” Jilid 1, 1991 : 126)

1 2

3 4

5 6


(2)

Terjemahan Data 15 :

(1) Yuuya : Dakara ne Ran chan „Karena itu Ran‟

Ore ga i-tai no wa ...

„Yang ingin kukatakan ialah ...‟ (2) Ran : Ayyabe!

„Gawat!!‟

(3) Kore kara Miyu tachi to daikan‟yama pai tabe ni ikun da!!

„Aku sudah janji dengan Miyu dan teman-teman untuk makan pai di Daikan‟yama‟

(4) . : Ja– na! „Da–h!‟

(5) Rei : ... Aitsu no nayami kata tte shunkanteki da na „... Kesulitannya seketika segera hilang ya‟ (6) Yuuya : Hito no hanashi zenzen kikanai shi ...

„Omongan orang lain juga sama sekali tidak didengarnya ...‟


(3)

Data 16 (“Gals!” Jilid 1, 1991 : 153)

1 2

3 4


(4)

Terjemahan Data 16 : (1) Onna 1 : Yamazaki

„Wanita 1 : Yamazaki‟

Temee uchi no chi-mu no menba- futari bogotta tte?

‟Katanya kau memukul dua anggota kami?‟ (2) [i-guru] no chi-ma- namen jya ne- zo

„Jangan sebut dirimu team [eagle]‟ (3) Temee namaiki nan da yo

„Lancang sekali kau‟ Chuu 2 no kuse ni yo

„Dasar anak kelas 2 SMP brengsek‟

(4) Onna 2 : Konai da mo gakkou de uchira gantobashi daro

„Wanita 2 : (Kalau kau) tidak datang pun, kita bisa berkelahi di sekolah‟


(5)

(6)