Representasi Perilaku Seorang Film Hollywood Sebagai Media Representasi

27 merupakan „manusia normal‟, tapi dapat menjadi sangat kuat dengan bantuan teknologi canggih Dipaolo, 2011:2”. Pernyataan Di Paolo diatas menandakan bahwa terdapat pergeseran sudut pandang bahwa „ kekuatan ‟ tidak lagi hanya mengenai persoalan fisik dan supranatural tetapi dapat berwujud teknologi. Jadi, saat ini maskulinitas melihat „ kekuatan ‟ laki-laki tidak harus selalu berarti fisik yang kuat dan badan yang kekar. Namun perlu diperhatikan bahwa meskipun laki-laki secara fisik tidak menonjol, tetapi ia diharuskan memiliki kemampuan yang lebih, sehingga membuat dirinya menonjol.

2.3.2. Representasi Perilaku Seorang

Hero Menurut kamus besar bahasa Indonesia, pahlawan adalah orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran; pejuang yang gagah berani. Sedangkan bagi masyarakat barat, hero atau pahlawan didefinisikan sebagai: a a mythological or legendary figure often of descent endowed with great strength or ability ; b an ilustrios warrior ; c a man admired for his achievements and noble qualities www.websterdictionary.com. Jika dilihat dari sejarahnya, definisi hero dalam masyarakat barat berakar dari istilah Yunani Kuno. Istilah ini menjadi populer melalui karya-karya sastra seperti wiracarita atau epos, yaitu sejenis karya sastra tradisional yang menceritakan kisah kepahlawanan wira berarti pahlawan dan carita adalah kisah. Dalam era Yunani Kuno, wiracarita yang sangat berpengaruh diantaranya adalah Theogonia ciptaan Hesiodos, serta Illiad dan Odisseia karya Homeros. Baik perpustakaan.uns.ac.id commit to user 28 Homeros dan Hesiodos dalam karyanya menceritakan para hero sebagai manusia setengah dewa atau demigod yang dikaruniakan kekuatan super, contohnya seperti Herakles Hercules, Achilles, dan Perseus. Selain memiliki kekuatan super, tokoh hero dalam cerita Yunani Kuno juga digambarkan sebagai sosok petualang pemberani dan pembela kebenaran yang berperilaku lurus. Hal tersebut membuat mereka menjadi panutan bagi orang disekitarnya. Konsep hero seperti inilah yang kemudian mempengaruhi identitas pahlawan di Barat, khususnya dalam cerita komik, televisi, dan film. Alhasil ketika mendengar kata hero , tentunya kita akan hanyut dalam anggapan bahwa ia adalah seorang tokoh utama yang gagah, baik hati, pembela keadilan dan kebenaran, idola, dan lain sebagainya. Anggapan ini menuntun kita bahwa semua perilaku hero mencerminkan sisi positif dari manusia ideal. Namun adakalanya orang bosan dengan hero berperilaku lurus dan ingin melihat sosok hero dengan sifat yang berbeda. Ketika masyarakat mulai bosan, maka insan perfilman Hollywood dengan cermat memanfaatkan situasi tersebut dengan menghadirkan „ pahla wan-pahla wan barunya ‟ agar penonton tidak menjauh darinya. Sineas-sineas Hollywod lantas menampilkan hero baru yang berperilaku kasar, egois, bahkan tidak sedikit dari mereka yang masuk kategori penjahat. Fenomena ini nampak dalam beberapa karakter hero seperti Robin Longstride Robin Hood , Captain Jack Sparrow Pirates Of The Caribbean , Dominic Toretto Fast and Furious , dan lain-lain. perpustakaan.uns.ac.id commit to user 29 Secara garis besar gambaran hero yang berperilaku negatif sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu, bahkan sebelum industri Hollywood terlahir. Salah satu tokoh yang terkenal dalam menampilkan hero berkarakter negatif adalah George Gordon Byron Lord Byron. Byron merupakan sastrawan Inggris yang karyanya pada abad ke-19 seperti Fragment of a Novel dianggap sangat berbeda, menarik, dan dilihat sebagai suatu nafas baru dalam kesusastraan Inggris. Karya-karya Byron kemudian diteruskan oleh kedua temannya, Mary Shelley dan John William Polidori. Mary Shelley menerapkan hero berkarakter negatif dalam novel Frankenstein , sementara Polidori menulisnya dalam cerita berjudul The Vampire . Kedua cerita dari Shelley dan Polidori kemudian sukses, dan untuk menghormati kontribusi Lord Byron sebagai inspirasi dalam karya- karya tersebut maka muncul aliran Byronic Hero untuk mendeskripsikan sosok hero dengan karakter negatif. Menurut Gross yang dikutip oleh Bima Pranachitra 2010:3, Byron kerap menggambarkan Byronic Hero dengan sosok gotik, melankolis, moody , misterius, sinis, sedikit arogan, pemberontak, serta dibayangi oleh masa lalu yang kelam. Namun di lain sisi ia terpelajar, baik hati, dan bersahaja. Ciri perwatakan Byronic Hero yang kompleks, yakni banyak mengalami perubahan suasana hati mood dan cenderung kontroversial menjadikannya sulit untuk ditentukan sebagai kategori tokoh protagonis atau antagonis. Byronic Hero difungsikan sebagai sindiran satire sekaligus perlambang terhadap perilaku masyarakat abad ke-18, yang mana diperbudak oleh teknologi, commit to user 30 dan berperilaku layaknya mesin Thorslev Jr., 1962. Sehingga Byronic Hero merupakan gambaran hero yang manusiawi dimana ia tidak dapat ditebak secara matematis dan akurat karena memiliki perasaan dan suasana hati, meskipun ia tidak bias lepas dari keharusan bersikap rasional. Sementara Thorslev Jr. 1962:7 juga menyebutkan bahwa Byronic Hero sering juga disebut sebagai Villainous Hero atau pahlawan setengah jahat. Alasannya dikarenakan adanya manifestasi perilaku pendosa, atau disebut juga sebagai „algolagnia’, yakni perilaku yang berlawanan antara kegembiraan dan duka, rasa cinta dan rasa benci, kelembutan dan kekasaran yang bercampur menjadi satu. Mengomentari pernyataan tersebut, Bima dalam penelitiannya 2010:12 menyimpulkan bahwa perilaku pendosa seorang Byronic Hero adalah gejala neurosis yang dipicu oleh sikap depresi terhadap ketidakadilan sosial yang dialaminya di masa lalu. Inilah kemudian yang menggambarkan Byronic Hero sebagai tokoh yang banyak terlibat konflik batin dan ketidakstabilan mental. Berdasarkan Wikipedia, Byronic Hero biasanya menunjukkan beberapa ciri- ciri sebagai berikut: a. Sombong, licik dan mampu beradaptasi; b. Sinis dan seringkali emosinya bertentangan, bipolar, atau moody ; c. Menghormati pangkat dan hak istimewa; d. Memiliki kebencian terhadap lembaga sosial dan norma- norma; e. Memiliki masa lalu bermasalah atau menderita karena suatu kejahatan yang tidak disebutkan; f. Cerdas, perseptif, canggih dan berpendidikan; g. Misterius; h. Sifatnya senang merugikan diri sendiri; i. Berjuang dengan integritas; j. Diperlakukan dalam pengasingan, sebagai orang terbuang, atau sampah masyarakat http:en.wikipedia.orgwikiByronic_hero. perpustakaan.uns.ac.id commit to user 31 Dalam penerapannya, film Hollywood banyak menggambarakan Byronic Hero sebagai tokoh yang semula dianggap antagonis, antara lain: mahkluk supranatural setan, vampir, dan monster, pelaku kriminal, buronan, orang buangan, ataupun tokoh kontroversial lainnya. Namun pada akhirnya diketahui bahwa tokoh-tokoh ini sebenarnya bermanifestasikan perilaku seorang hero yang melindungi orang-orang disekitarnya. Pada dasaranya manifestasi perilaku seorang hero bukanlah hal yang terbentuk secara mudah instan ataupun alamiah. Sulitnya memahami perilaku seorang hero juga dialami oleh tokoh-tokoh Byronic Hero . Seorang Byronic Hero tidak bisa secara tiba-tiba mengerti perilaku dan nilai-nilai kepahlwanan, namun mereka memerlukan waktu dan pengalaman yang terbentuk melalui proses belajar. Proses belajar inilah yang kemudian dapat diamati berdasarkan konsep- konsep ilimiah. Salah satu teori yang dapat digunakan untuk mengkaji proses belajar seorang hero adalah teori belajar konstruktivisme. Konstruktivisme adalah aliran filsafat pengetahuan yang berpendapat bahwa pengetahuan knowledge merupakan hasil konstruksi bentukan dari orang yang sedang belajar, maksudnya setiap orang membentuk pengetahuannya sendiri. Dalam pandangan konstruktivisme pengetahuan bukanlah “sesuatu yang sudah ada di sana” dan tinggal mengambilnya tetapi merupakan suatu bentukan terus menerus dari orang yang belajar dengan setiap kali mengadakan reorganisasi karena adanya pemahaman yang baru Fosnot, 1996:14. perpustakaan.uns.ac.id commit to user 32 Salah satu tokoh yang terkenal dalam aliran belajar konstruktivisme adalah seorang pakar psikolog dari Swiss bernama Jean Piaget. Piaget dalam Fosnot 1996:13-14, menyoroti bagaimana individu pelan-pelan membentuk skema pengetahuan, pengembangan skema dan mengubah skema. Ia menekankan bagaimana seseorang mengkonstruksi pengetahuan dari berinteraksi dengan pengalaman dan objek yang dihadapinya. Tampak bahwa Piaget menaruh gagasannya pada keaktifan individu dalam membentuk pengetahuan. Dalam pandangan Piaget, pengetahuan dibentuk oleh individu lewat asimilasi dan akomodasi dalam proses yang terus menerus dari anak-anak sampai dewasa. Asimilasi adalah proses kognitif yang dengannya seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep, nilai-nilai ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi dapat dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan yang baru dalam skema yang telah ada. Proses asimilasi bersifat individual dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan sehingga pemaham orang akan terus berkembang Suparno, 1997:31. Dalam proses pembentukan pengetahuan dapat terjadi seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman baru dengan skema yang telah dipunyai. Dalam keadaan ini orang akan mengadakan akomodasi, yaitu 1 membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru, atau 2 memodifikasi skema yang ada sehingga cocok dengan rangsangan itu Suparno, 1997:32. perpustakaan.uns.ac.id commit to user 33 Proses dalam akomodasi oleh kaum konstruktivis disebut sebagai perubahan konsep secara radikal. Konsep secara radikal terjadi karena adanya peristiwa anomali, yaitu peristiwa dimana individu tidak dapat mengasimilasikan pengetahuannya untuk memahami fenomena yang baru. Suparno 1997:50-51 mengatakan bahwa agar terjadi perubahan konsep secara radikal maka dibutuhkan keadaan dan syarat sebagai berikut: a. Harus ada ketidakpuasan terhadap konsep yang telah ada. Individu mengubah konsepnya jika mereka yakin bahwa konsep mereka yang lama tidak dapat digunakan lagi untuk menelaah situasi, pengalaman, dan gejala yang baru. b. Konsep yang baru harus dimengerti, rasional, dan dapat memecahkan persoalan atau fenomena yang baru. c. Konsep yang baru harus masuk akal, dapat memecahkan dan menjawab persoalan yang terdahulu, dan juga konsisten dengan teori-teori atau pengetahuan yang sudah ada sebelumnya. d. Konsep baru harus berdaya guna bagi perkembangan dan penemuan fenoma yang baru. Untuk mempersingkat konsep asimiliasi dan akomodasi, kita dapat menyimaknya melalui contoh sederhana dalm film Robin Hood. Mulanya Robin Hood mempunyai skema bahwa semua ksatria pahlawan harus menjunjung kebenaran dan taat pada hukum. Skema ini didapatkannya terhadap nilai-nilai yang pernah dijumpainya. Namun pada suatu hari terjadi peristiwa anomali dimana ia menyadari bahwa penegak hukum bangsawan yang dipandang sebagai ksatria justru berbuat korupsi. Melalui peristiwa tadi Robin Hood mengalami bahwa skema lamanya tidak cocok dengan pengalaman yang baru, maka dia mengadakan akomodasi dengan membentuk skema baru. Dalam skema barunya, Robin Hood terdorong untuk mencuri harta para bangsawan korup dan dibagikan kepada orang miskin. commit to user 34 Sejatinya mencuri adalah pelanggaran hukum yang tidak mencerminkan sikap ksatria, namun bagi Robin Hood tindakannya tersebut justru merupakan sikap pahlawan yang sebenarnya. Kasus Robin Hood menunjukkan bahwa seorang hero terkadang dapat berbuat menyimpang karena melakukan pelanggaran hukum. Meskipun melanggar hukum akan tetapi Robin Hood masih dianggap sebagai seorang hero karena ia menolong orang-orang yang membutuhkan bantuan. Intinya, meskipun Robin Hood adalah seorang pelaku kriminal namun di lain sisi ia memperlihatkan sikap penolong, yangmana sikap tersebut terbentuk melalui proses belajar.

2.3.3. Representasi Latar Belakang Sosial Seorang