BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Kota-kota besar di negara-negara berkembang umumnya mengalami laju pertumbuhan penduduk yang pesat sebagai akibat dari faktor-faktor
alami yaitu kelahiran dan terutama juga pengaruh dari perpindahan penduduk yang sangat pesat dari desa ke kota urbanisasi. Laju
pertumbuhan penduduk yang pesat ini tentu akan membawa beragam permasalahan di daerah perkotaan seperti kemacetan dan kesemrawutan
kota, kemiskinan, meningkatnya kriminalitas, munculnya pemukiman kumuh atau daerah slum slum area terutama pada lahan-lahan kosong
seperti jalur hijau disepanjang bantaran sungai, bantaran rel kereta api, taman-taman kota maupun di bawah jalan layang.
Pemukiman kumuh daerah slum adalah daerah yang sifatnya kumuh tidak beraturan yang terdapat di daerah perkotaan. Pemukiman kumuh ini
merupakan pemukiman liar karena dibangun di atas tanah milik negara atau tanah milik orang lain. Ciri-ciri daerah slum ini adalah banyak dihuni oleh
pengangguran, tingkat kejahatan kriminalitas tinggi, demoralisasi tinggi, emosi warga tidak stabil, miskin dan berpenghasilan rendah, daya beli
rendah, kotor, jorok, tidak sehat dan tidak beraturan, warganya adalah kaum
1
Universitas Sumatera Utara
2
migran yang bermigrasi dari desa ke kota, fasilitas publik sangat tidak memadai,kebanyakan warga slum bekerja sebagai pekerja kasar dan
serabutan, bangunan rumah kebanyakan gubuk-gubuk dan rumah semi permanen
Keberadaan permukiman kumuh menjadi salah satu indikator gagalnya pemerintah dalam melaksanakan program pembangunan
perumahan dan tata kota yang berkelanjutan. Selain menimbulkan keruwetan tata ruang kota maka padatnya permukiman kumuh di sepanjang
bantaran sungai, bantaran rel kereta api, areal pemakaman umum, di bawah jembatan maupun jalan layang ini juga berdampak bagi lingkungan hidup,
kesehatan dan standar hidup warga perkotaan, serta rawan menimbulkan tindak kejahatan. Konflik juga tak terhindarkan ketika pemerintah daerah
berusaha mengatur tata ruang dan tata kota yang amburadul, sementara keberadaan permukiman kumuh justeru dianggap sebagai solusi
bagi warga miskin yang hidup di perkotaan. Sosialisasi yang dilakukan pemerintah pada proses penggusuran, relokasi, dan pembebasan lahan
sangat minim sehingga sering kali menimbulkan penolakan warga, bahkan tak jarang mereka sampai bertindak anarkhis demi membela tempat
tinggal “miliknya”. Kondisi ini memperlihatkan bahwa permasalahan permukiman kumuh harus mendapat skala prioritas dalam penanganannya.
Penghuni pemukiman kumuh daerah slum adalah sekelompok orang yang datang dari desa menuju kota dengan tujuan ingin mengubah nasib
atau ingin mendapatkan kesuksesan, karena tidak mendapatkan peluang atau keberhasilan di daerah asalnya. Mereka mencoba keberuntungannya di kota
Universitas Sumatera Utara
3 tanpa adanya keahlian yang memadai dan jenjang pendidikan yang
cukup, sehingga akhirnya memasuki sektor informal yang terdapat di kawasan perkotaan. Mereka merupakan kaum termiskin di kota yang
bekerja sebagai kuli pelabuhan, tukang becak, buruh kasar, tukang gali, kuli bangunan, menyemir sepatu, memungut barang-barang bekas pemulung,
menyapu jalan dan lain-lain. Ada kecenderungan untuk melakukan pekerjaan yang paling rendah upahnya. Akibatnya mereka berada dalam
kehidupan ekonomi yang miskin karena hanya memiliki penghasilan yang rendah tetapi harus berhadapan dengan biaya hidup yang tinggi di
kota. Rendahnya upah, parahnya pengangguran dan setengah pengangguran menjurus pada rendahnya pendapatan, langkanya harta milik yang berharga,
tiadanya tabungan, tidak adanya persediaan makanan dan terbatasnya jumlah uang tunai. Semua kondisi ini tidak memungkinkan bagi adanya
partisipasi yang efektif dalam sistem ekonomi yang lebih luas.
1.2. Rumusan Masalah