7. Dampak Dan Kerugian Pencucian Uang
Praktek pencucian uang atau money laundering memang tidak secara langsung merugikan orang atau perusahaan tertentu. Secara sepintas bahkan praktek
ini tampak tidak menimbulkan korban. Praktek pencucian uang berbeda dengan tindak pidana lain seperti pembunuhan, perampokan atau pencurian yang
menimbulkan kerugian langsung bagi korbannya. Billy Steel mengungkapkan mengenai pencucian uang bahwa : “it seem to be a victimless crime
68
Akan tetapi benarkah praktek pencucian uang tidak menimbulkan korban dan tidak menimbulkan kerugian? Masih banyak pemerintahan di dunia yang tidak
mengkriminalisasi pencucian uang, terutama negara-negara berkembang. Alasannya adalah karena pelarangan pencucian uang di suatu wilayah hanya akan menghambat
penanaman modal asing yang sangat diperlukan bagi pembangunan negara, atau dengan kata lainnya praktek pencucian uang justru menjadi salah satu sumber
pembiayaan pembangunan dan pemasukan negara. ”
Masyarakat dunia internasional pada umumnya justru berpendapat sebaliknya, yaitu bahwa praktik pencucian uang yang dilakukan oleh organisasi-organisasi
kejahatan dan para penjahat mempunyai akibat yang amat merugikan. Dalam kegiatan pencucian uang, dana yang menjadi obyek dari kegiatannya adalah uang
yang diperoleh melalui tindak kejahatan. Setelah melalui proses pencucian uang, uang tersebut akan menjadi sedemikian “tersamar” sehingga sulit untuk dideteksi
68
Billy Steel,”Money Laundering-What is Money Laundering.”:http:www.laundryman.unet. com. 15 November 2010
Universitas Sumatera Utara
oleh pihak yang berwenang dan sulit untuk diusut kembali ke sumbernya. Dan karena tidak dapat diusut kembali ke sumbernya, maka para pelaku kejahatan tersebut akan
dapat dengan mudah menggunakan uang tersebut untuk mengembangkan kejahatannya, yang akhirnya akan membawa kerugian besar pada masyarakat.
Beberapa dampak negatif dan kerugian yang ditimbulkan oleh kegiatan pencucian uang terhadap masyarakat antara lain
69
a. Pencucian uang memungkinkan para pengedar narkoba, penyeludup dan penjahat lainnya untuk dapat memperluas kegiatan operasinya. Hal ini akan
mengakibatkan meningkatnya biaya penegakan hukum untuk memberantasnya.
:
b. Kegiatan ini mempunyai potensi untuk merongrong masyarakat keuangan sebagai akibat demikian besarnya jumlah uang yang terlibat dalam kegiatan
tersebut. Potensi untuk melakukan korupsi meningkat bersamaan dengan peredaran uang haram yang sangat besar.
c. Pencucian uang mengurangi pendapatan pemerintah dari pajak dan secara tidak langsung merugikan para pembayar pajak yang jujur dan mengurangi
kesempatan kerja yang sah. d. Masuknya uang dan dana hasil kejahatan ke dalam keuangan suatu negara
telah menarik unsur yang tidak diinginkan melalui perbatasan, menurunkan kualitas hidup, dan meningkatkan kekhawatiran terhadap keamanan nasional.
69
Sjahdeini, op. cit., hal.8.
Universitas Sumatera Utara
e. Pencucian uang dapat merugikan sektor swasta yang sah Undermining in the Legitimate Privet sector.
Salah satu dampak mikro ekonomi pencucian uang terasa di sektor swasta. Para pelaku kejahatan seringkali menggunakan
perusahaan-perusahaan untuk mencampur uang haram dengan uang sah, dengan maksud untuk menyamarkan uang hasil kejahatannya. Perusahaan-
perusahaan tersebut memiliki akses ke dana haram yang sangat besar jumlahnya, yang memungkinkan mereka untuk menyediakan barang-barang
dan jasa yang dijual oleh perusahaan-perusahaan tersebut dengan harga yang jauh di bawah pasar.Bahkan perusahaan ini dapat saja menjual barang-barang
tersebut di bawah harga produksinya. Dengan demikian mereka akan memiliki competitive advantage terhadap perusahan yang bekerja secara sah.
Hal ini membuat bisnis yang sah menjadi kalah bersaing dan menjadi bangkrut.
f. Pencucian uang dapat mengakibatkan hilangnya kendali pemerintah terhadap kebijakan ekonominnya. Diperkirakan jumlah uang hasil kejahatan yang
terlibat dalam kegiatan pencucian uang adalah antara 2 sampai 5 persen dari gross domestic product
dunia, atau sekurangnya US600.000juta
70
70
Siahaan, op. cit., hal.1.
. Di beberapa negara dengan pasar yang baru tumbuh emerging market
countries , dana tersebut dapat mengurangi anggaran pemerintah, sehingga
Universitas Sumatera Utara
dapat mengakibatkan hilangnya kendali pemerintah atas kebijakan ekonominya.
g. Dampak negatif lain dari pencucian uang adalah dapat menimbulkan rusaknya reputasi negara. Tidak satupun negara, terlebih pada masa ekonomi global ini,
yang bersedia kehilangan reputasinya sebagai akibat terkait dengan pencucian uang. Kepercayaan dunia akan terkikis karena kegiatan-kegiatan pencucian
uang dan kejahatan-kejahatan di bidang keuangan yang dilakukan di negara bersangkutan, dan rusaknya reputasi akan mengakibatkan negara tersebut
kehilangan kesempatan global yang sah sehingga hal tersebut dapat mengganggu pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Dari beberapa
dampak negatif yang disebutkan di atas, pencucian uang atau money laundering
telah memperoleh perhatian besar dari banyak negara. Setidaknya dua puluh sembilan negara di dunia, yang termasuk dalam anggota Financial
Action Task Force on Money Laundering FATF telah menyatakan perang
terhadap pencucian uang. Selain dua negara-negara anggota FATF, masih terdapat beberapa negara lain yang menyatakan perang terhadap pencucian
uang dengan mengeluarkan peraturan perudangan yang mengkriminalisasi pencucian uang, dan menyatakan pencucian uang sebagai tindak pidana yang
dilarang untuk dilakukan. Negara Indonesia sendiri telah mengkriminalisasi kegiatan pencucian uang dengan mengundangkan UU No 15 Tahun 2002
tentang Tindak Pidana Pencucian Uang UUPU pada tanggal 17 April 2002
Universitas Sumatera Utara
dan telah digantikan terahir dengan UU No 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
B. Perkembangan Pengaturan Anti-Money Laundering Di Indonesia
Pengaturan anti-money laundering di Indonesia berkaitan dengan keputusan FATF yang merupakan satgas dari Organization for Economic Cooperation and
Development OECD tanggal 22 Juni 2001, dimana dalam keputusan tersebut
Indonesia dimasukkan sebagai salah satu negara diantara 15 negara yang dianggap tidak kooperatif non-cooperative countries and teritories untuk memberantas
Praktik money laundering. Pada awalnya untuk pengaturan anti-money laundering di Indonesia sejalan
pula dengan ketentuan-ketentuan dari lahir Basle Committee on Banking Regulations dan Supervisory Practices yang lahir pada tahun 1998, dimana Basle Committee on
Banking Regulations dan Supervisory Practices tersebut terdiri dari perwakilan-
perwakilan Bank Central dan Badan-badan Pengawas negara-negara industri. Dalam ketentuan-ketentuan itu bank harus mengambil langkah-langkah yang masuk akal
menetapkan identitas nasabahnya, yang kemudian dikenal dengan “Know Your- Customer Rule.”
Sejalan dengan ketentuan-ketentuan Basle Committee on Banking Regulations dan Supervisory Practices itu, Bank Indonesia telah menerbitkan Peraturan Bank
Indonesia Nomor: 310PBI2001 tanggal 18 Juni 2001 tentang Penerapan Prinsip
Universitas Sumatera Utara
Mengenal Nasabah Know Your Customer Principles,
71
yang selanjutnya telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 323PBI2001 tanggal 13 Desember
2001.
72
Peraturan penerapan Prinsip Mengenal Nasabah itu didasarkan pada Basle Committee on Banking Regulation
dalam Core Principles for Effective Banking Supervision,
dimana penerapan Prinsip Mengenal Nasabah merupakan faktor yang penting dalam melindungi kesehatan bank, maka bank perlu menerapkan Prinsip
Mengenal Nasabah secara lebih efektif. Prinsip Mengenal Nasabah tersebut juga didasarkan sebagaimana yang dikemukakan FATF untuk pencucian uang, dimana
Prinsip Mengenal Nasabah merupakan upaya untuk mencegah industri perbankan digunakan sebagai sarana atau sasaran kejahatan, baik yang dilakukan secara
langsung maupun tidak langsung oleh pelaku kejahatan. Selanjutnya pengaturan anti-money laundering di Indonesia dapat diamati dari
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang Money Laundering diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003.
UUTPPU ditujukan untuk mencegah dan memberantas kejahatan dalam bentuk praktik pencucian uang di Indonesia. Oleh karena sekarang ini berbagai kejahatan
yang menghasilkan dan melibatkan dana dalam jumlah besar makin meningkat, baik dilakukan dalam batas wilayah suatu negara maupun melintas batas wilayah negara
lain, dimana dana yang berasal dari kejahatan tersebut oleh pelaku biasanya
71
Lembaran Negara Tahun 2001, Tambahan Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 4107.
72
Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4160.
Universitas Sumatera Utara
disembunyikan atau disamarkan asal-usulnya dengan cara money laundering. Dengan ini UUTPPU dimaksudkan agar intensitas kejahatan yang menghasilkan dana yang
jumlahnya besar dapat diminimalisasi, sehingga stabilitas perekonomian nasional dan keamanan negara tetap terjaga.
Walaupun di Indonesia telah mempunyai Peraturan Prinsip Mengenal Nasabah Know Your Customer Principles dan UUTPPU, bukan berarti Indonesia
telah dinyatakan sebagai negara yang kooperatif dalam memberantas money laundering.
Sebab dalam Press Release FATF tanggal 14 Februari 2003 yang terbit di Paris, Indonesia masih dinyatakan dalam daftar Non-Cooperative Countries and
Territories NCCTs bersama-sama dengan negara-negara seperti, Cook Islands,
Egypt, Guatemala, Myanmar, Nauru, Nigeria, Philippines, St. Vincent, the Grenadines,
dan Ukraine. Untuk mengatasi agar Indonesia tidak termasuk dalam daftar NCCTs tersebut,
diterbitkan peraturan-peraturan lainnya berkenaan dengan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah di lingkungan industri Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Non
Bank. Hal ini diatur melalui Keputusan Ketua Bapepam Nomor Kep-02PM2003 tentang Prinsip Mengenal Nasabah dan Peraturan Bapepam Nomor V.D.10 tentang
Prinsip Mengenal Nasabah serta Keputusan Menteri Keuangan Nomor 45KMK.062003 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Bagi Lembaga
Keuangan Non Bank.
Universitas Sumatera Utara
Perjalanan UU Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25
Tahun 2003, menunjukan adanya beberapa kelemahan loopholes dalam undang- undang itu sendiri sehingga menghambat efektifitas penegakan hukum melalui
pendekatan anti pencucian uang sebagaimana diuraikan diatas. Kelemahan- kelemahan dimaksud antara lain:
73
1. Kriminalisasi perbuatan pencucian uang yang multi interpretatif, banyaknya unsur yang harus dipenuhi atau dibuktikan sehingga menyulitkan dalam hal
pembuktian; 2. Kurang sistematis dan tidak jelasnya klasifikasi perbuatan yang dapat dijatuhi
sanksi berikut bentuk-bentuk sanksinya; 3. Masih terbatasnya pihak pelapor reporting parties yang harus
menyampaikan laporan kepada PPATK termasuk jenis laporannya; 4. Tidak adanya landasan hukum mengenai perlunya penerapan prinsip
mengenali pengguna jasa Customer Due Diligence oleh pihak pelapor; 5. Terbatasnya instrumen formal untuk melakukan deteksi dan pentrasiran serta
penyitaan aset hasil kejahatan; 6. Terbatasnya pihak yang berwenang melakukan penyidikan TPPU; dan
7. Terbatasnya kewenangan PPATK. Kendala legislasi tersebut mengakibatkan tidak maksimalnya pendekatan anti
pencucian uang dalam mendukung dan membantu upaya penegakan hukum atas
73
Yunus Husein,op.cit hal 4
Universitas Sumatera Utara
tindak pidana asal predicate crime seperti tindak pidana korupsi, penyuapan, narkotika dan psikotropika, tindak pidana ekonomi perbankan, pasar modal,
perasuransian, pajak, kepabeanan, cukai dsb, serta tindak pidana terorisme. Pada tahun 2010 pemerintah mengeluarkan UU No 8 Tahun 2010 Tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Pengesahan UU tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU sejalan dengan Strategi Nasional
Pencegahan dan Pemberantasan TPPU dan Pendanaan terorisme Tahun 2007-2011 yang peluncurannya dilakukan secara langsung oleh Presiden RI pada tanggal 17
April 2007. Dokumen Strategi Nasional yang tertuang dalam Keputusan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia Nomor
343MenkoPolhukam092009 tanggal 17 September 2009 menyebutkan salah satu butir Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU dan Pendanaan
Terorisme No.2, yaitu pengundangan RUU Pencegahan dan Pemberantasan TPPU secepatnya agar Indonesia memiliki UU anti-pencucian uang yang lebih
komprehensif dan efektif untuk mencegah dan memberantas TPPU sesuai dengan standar internasional..
74
74
Ibid
Universitas Sumatera Utara
C. Dasar Yuridis Pembentukan UU No 8 Tahun 2010 Tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang .
Penyusunan UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU selanjutnya disebut UU PPTPPU dilatarbelakangi oleh kesadaran adanya
kelemahan pengaturan dan penegakan hukum UU TPPU. Kendala yuridis tersebut antara lain adanya multi interpretasi terhadap rumusan delik TPPU dalam UU TPPU,
banyaknya ”loopholes” dan kurang tegasnya rumusan mengenai pemberian sanksi atau ancaman hukuman yang diyakini sebagai salah satu penyebab kurang efektifnya
pelaksanaan atau penegakan hukum TPPU. Hal ini menunjukkan, bahwa pengaturan mengenai tindak pidana pencucian uang belum menjamin kepastian hukum dan
ketertiban hukum dalam masyarakat. Dalam upaya mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang, maka perlu adanya kepastian hukum dan penegakan
hukum yang berkeadilan yang harus dilaksanakan secara konsisten dan berkelanjutan.
75
Perlunya revisi atau kaji ulang kebijakan formulasi perundangundangan di bidang pencegahan dan pemberantasan TPPU, juga dipicu oleh perkembangan
pembangunan rezim anti-pencucian uang di dunia internasional terutama pasca dikeluarkannya revised 40 recommendations dan 9 special recommendations revised
40+9 FATF.
76
75
Ibid, hal 20
76
FATF dibentuk pada tahun 1989 oleh negara-negara yang tergabung dalam G-7 Countries. FATF merupakan intergovernmental body sekaligus suatu policy-making body yang berisikan para
pakar di bidang hukum, keuangan dan penegakan hukum yang membantu yurisdiksi negara dalam
Universitas Sumatera Utara
Salah satu dari 40 rekomendasi tersebut, adalah perlunya memperluas lingkup pihak pelapor reporting parties yang wajib menyampaikan laporan transaksi
keuangan mencurigakan LTKM atau Suspicious Transaction Report STR kepada FIU seperti PPATK. Rekomendasi FATF No. 16 dengan tegas menyatakan agar
pengacara, notaris, profesi hukum lainnya, akuntan publik, pedagang barang-barang berharga dan perhiasan, serta lembaga profesi lainnya diminta untuk melaporkan
LTKMSTR.
77
Penyusunan UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang menjadi semakin strategis dan relevan dengan telah
diratifikasinya International Convention for the Suppression of the Financing of Terrorism, 1999
Konvensi Internasional Pemberantasan Pendanaan Terorisme Tahun 1999 berdasarkan UU No. 6 Tahun 2006 dan United Nations Convention
Against Corruption, 2003 Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi
berdasarkan UU No. 7 Tahun 2006. Dengan telah diratifikasinya kedua konvensi
penyusunan peraturan perundang-undangan. Ada 3 tiga fungsi utama dari FATF yaitu: i memonitor kemajuan yang dicapai para anggota FATF dalam melaksanakan langkah-langkah pemberantasan
money laundering ; ii melakukan kajian mengenai money laundering trends, techniques dan counter
measures ; dan iii mempromosikan pengadopsian dan pelaksanaan standar anti pencucian uang
kepada masyarakat internasional. Pada tahun 1990, FATF untuk pertama kalinya mengeluarkan 40 recommendations
sebagai suatu kerangka yang komprehensif untuk memerangi kejahatan money laundering
. Sebagai reaksi atas tragedi WTC atau yang dikenal dengan peristiwa 11 September 2001, pada bulan Oktober 2001 FATF mengeluarkan 8 Special Recommendations untuk memerangi
pendanaan terorisme atau yang dikenal dengan counter terrorist financing. 40+8 recommendations menetapkan prinsip-prinsip untuk penyusunan kebijakan impelementasi oleh setiap negara. Pada
tanggal 22 Juni 2003, FATF mengeluarkan revised 40 recommendations dan pada bulan Oktober 2004 mengeluarkan 9 special recommendations tentang cash couriers. Meskipun revised 40+9
recommendations
bukan merupakan produk hukum yang mengikat, namun rekomendasi ini dikenal dan diakui secara luas oleh masyarakat dan organisasi internasional sebagai suatu standar internasional
untuk memerangi kejahatan pencucian uang dan pendanaan terorisme.
77
DPR RI, Op.Cit. hal 22
Universitas Sumatera Utara
internasional tersebut, maka pemerintah Indonesia berkewajiban untuk memenuhi semua kewajiban yang diatur oleh kedua konvensi dan menyampaikan country report
yang memuat upaya tindak lanjut dari ratifikasi kedua konvensi tersebut. Salah satu kewajiban sesuai Pasal 2 Konvensi PBB mengenai Pemberantasan
Pendanaan Terorisme, adalah penerapan kewajiban bagi lembaga keuangan untuk melaporkan transaksi yang mencurigakan kepada instansi berwenang serta bekerja
sama untuk saling tukar-menukar informasi dalam rangka pencegahan dan pemberantasan aliran dana untuk tindak pidana terorisme. Konvensi PBB mengenai
Pencegahan Pendanaan Terorisme juga mewajibkan setiap ”negara pihak” state party
untuk mengatur pengidentifikasian, pendeteksian, dan pembekuan dana yang digunakan untuk membiayai tindak pidana terorisme. Dengan telah diratifikasinya
Konvensi Anti Korupsi sebagaimana diuraikan di atas maka pemerintah Indonesia harus memenuhi segala kewajiban yang timbul sebagai “negara pihak”
karena telah menandatangani perjanjian internasional tersebut. Salah satu kewajiban yang diatur dalam konvensi tersebut antara lain mengenai upaya-upaya pencegahan
dan pemberantasan korupsi yang sudah tentu terkait erat dengan TPPU. Besarnya perhatian masyarakat internasional terhadap aktivitas pencucian uang
terutama karena pengaruh buruk yang ditimbulkannya, antara lain berupa instabilitas sistem keuangan, sistem perekonomian negara dan bahkan dunia secara keseluruhan
mengingat aktifitas pencucian uang sebagai suatu kejahatan transnasional
Universitas Sumatera Utara
transnational crime yang modusnya banyak melintasi batas-batas negara cross
border .
78
Namun demikian, perhatian masyarakat internasional tersebut bukan merupakan satu-satunya alasan lahirnya kesadaran mengenai pentingnya
pembangunan rezim anti pencucian uang di Indonesia. Karena disadari pula, bahwa berkembangnya aktifitas pencucian pencucian uang memberikan insentif atau
kemudahan bagi pelaku pencucian uang untuk meningkatkan kejahatannya predicate crime
seperti korupsi, perdagangan gelap narkotika, penyelundupan, pembalakan liar illegal logging
dan berbagai kejahatan lainnya. Kejahatan-kejahatan tersebut dapat melibatkan atau menghasilkan uang atau aset proceeds of crime yang jumlahnya
sangat besar.
79
78
Kemunculan internet dalam “dunia maya” cyber space secara nyata memperlihatkan perkembangan kemajuan yang luar biasa di bidang teknologi-informasi, sehingga batas-batas negara
menjadi hilang, dan sekarang, dunia telah menjadi satu kesatuan tanpa batas. Namun salah satu dampak negatifnya adalah memberikan kesempatan dan peluang yang jauh lebih banyak dan mudah
bagi organisasi-organisasi kejahatan untuk melakukan kejahatan-kejahatan terorganisir organized crime
secara lintas batas negara-negara cross-border dan dalam perkembangannya sekarang telah bersifat transnasional. Dengan kata lain, organisasi-organisasi kejahatan dengan mudah dan cepat
dapat memindahkan jumlah uang yang sangat besar dari satu yurisdiksi ke yurisdiksi lain. Misalnya, dengan fasilitas perbankan seperti Automated Teller Machines ATMs memungkinkan para penjahat
untuk memindahkan dana to wire funds ke rekening-rekening di suatu negara dari negara-negara lain seketika itu juga dan dana tersebut dapat ditarik melalui ATMs di seluruh dunia tanpa diketahui siapa
pelakunya. Setiap harinya, dua International Electronic Funds Transfer System yang cukup terkenal menangani transaksi keuangan lebih dari 6 triliun melalui wire transfers.
http:www.money Laundering\International.htm
. Pada industri perbankan di Indonesia, pengiriman uang melalui wire transfer
telah lazim dilakukan. Credit card dan debit card telah menjadi alat yang biasa digunakan untuk melakukan pembayaran dalam kegiatan bisnis masyarakat perkotaan, antara lain
untuk membayar belanja di mall, supermarket, restoran dan agen-agen penjualan yang menyediakan fasilitas tersebut.
79
International Monetary Fund IMF memperkirakan bahwa besarnya jumlah dana yang dilibatkan dalam kegiatan pencucian uang sekitar 2 sampai 5 dari Produk Domestik Bruto PDB
Dunia atau menurut angka PDB tahun 1996 tercatat sekitar US590 milyar sampai US1,5 triliun. Vito Tanzi, ”Money Laundering and the International Finance System”, IMF Working Paper No. 96 55
May 1996, at 3 and 4.
Universitas Sumatera Utara
Kegiatan pencucian uang secara langsung memang tidak merugikan orang tertentu atau perusahaan tertentu, atau dengan kata lain sepintas lalu tidak ada
korbannya. Tidak seperti halnya perampokan, pencurian, atau pembunuhan yang ada korbannya dan sekaligus menimbulkan kerugian bagi korbannya itu sendiri. Oleh
sebab itu, Billy Steel mengemukakan bahwa money laundering: “it seem to be a victimless crime
”.
80
John McDowell dan Gary Novis dari Bureau of International Narcotics and Law Enforcement Affairs, US Department of State
mengemukakan, bahwa “Money laundering has potentially devastating economic, security, and social consequences”
. Selanjutnya dijelaskan pula beberapa dampak negatif pencucian uang sebagai
berikut
81
a. Undermining the Legitimate Private Sector merongrong sektor swasta yang sah. Untuk menyembunyikan dan mengaburkan hasil-hasil kejahatannya,
para pencuci uang seringkali menggunakan perusahaan-perusahaan tertentu untuk mencampuradukkan uang haram dengan uang yang sah. Perusahaan-
perusahaan yang diciptakan untuk melakukan pencucian uang mengelola dana dalam jumlah besar, yang digunakan untuk mensubsidi barang-barang dan
jasa-jasa yang akan dijual di bawah harga pasar. Bahkan, perusahaan- perusahaan tersebut dapat menawarkan barang-barang pada harga di bawah
:
80
Billy Steel, “Laundering-What is Money Laundering”. http:www.laundryman.u- net.com.
81
John McDowell Gary Novis, Op.Cit., http:www.usteas.gov.
Universitas Sumatera Utara
biaya poduksi. Dengan demikian perusahaan-perusahaan tersebut memiliki competitive advantage
terhadap perusahaanperusahaan sejenis yang bekerja secara sah. Sebagai konsekuensinya bisnis yang sah kalah bersaing dengan
perusahaan-perusahaan tersebut sehingga dapat mengakibatkan perusahaan- perusahaan yang sah menjadi bangkrut atau gulung tikar.
b. Undermining the Integrity of Financial Markets merongrong integritas pasar- pasar keuangan. Likuiditas dari lembagalembaga keuangan financial
institutions seperti bank akan menjadi buruk apabila dalam operasionalnya
cenderung mengandalkan dana hasil kejahatan. Misalnya, hasil kejahatan pencucian uang dalam jumlah besar yang baru saja ditempatkan pada suatu
bank, namun tiba-tiba ditarik dari bank tersebut tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Akibatnya bank tersebut mengalami masalah likuiditas yang cukup
serius liquidity risk. c. Loss of Control of Economic Policy hilangnya kendali pemerintah terhadap
kebijakan ekonomi. Michel Camdessus, mantan managing director IMF, memperkirakan bahwa jumlah uang haram yang terlibat dalam kegiatan
pencucian uang sekitar 2 hingga 5 persen dari gross domestic product dunia, atau sekurangkurangnya US 600.000 juta. Apabila uang haram dalam jumlah
besar ini masuk dalam sirkulasi ekonomi dan perdagangan suatu negara, khususnya negara berkembang atau negara ketiga, hal ini akan mengakibatkan
hilangnya kendali pemerintah terhadap kebijakan ekonominya. Selain itu, pencucian uang dapat pula menimbulkan dampak negatif terhadap nilai mata
Universitas Sumatera Utara
uang dan tingkat suku bunga karena uang haram yang telah diinvestasikan secara cepat ditarik untuk ditempatkan kembali di negara-negara yang tingkat
keamanan atau kerahasiaannya cukup ketat. Dana investasi yang bersifat sementara itu akan menyulitkan otoritas dalam mewujudkan nilai mata uang
dan suku bunga yang stabil sesuai dengan yang diharapkan. Dalam pada itu, pencucian uang dapat meningkatkan ancaman terhadap ketidakstabilan
moneter sebagai akibat terjadinya misalokasi sumber daya misallocation of resources
karena distorsi-distorsi aset dan harga-harga komoditas banyak direkayasa. Singkatnya, pencucian uang dan kejahatan di bidang keuangan
financial crime dapat mengakibatkan terjadinya perubahanperubahan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya terhadap jumlah permintaan terhadap
uang money demand dan meningkatkan volatilitas dari arus modal internasional international capital flows, suku bunga, dan nilai tukar mata
uang. Sifat pencucian uang yang tidak dapat diduga itu menyebabkan hilangnya kendali pemerintah terhadap kebijakan ekonominya, sehingga
kebijakan ekonomi yang sehat sulit tercapai. d. Economic Distortion and Instability timbulnya distorsi dan ketidakstabilan
ekonomi. Penanaman dana hasil kejahatan untuk tujuan pencucian uang bukan semata-mata untuk mencari keuntungan, tetapi mereka lebih tertarik
untuk melindungi hasil kejahatannya. Pencuci uang tidak mempertimbangkan apakah dana yang diinvestasikan tersebut bermanfaat bagi negara penerima
dana atau investasi. Akibat sikap mereka seperti itu mengakibatkan
Universitas Sumatera Utara
pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat terganggu. Misalnya, industri konstruksi dan perhotelan di suatu negara dibiayai oleh pencuci uang bukan
karena adanya permintaan yang nyata actual demand di sektor-sektor tersebut, tetapi karena terdorong oleh adanya kepentingan-kepentingan jangka
pendek. Dalam hal pencuci uang merasa terganggu kepentingannya, setiap saat mereka dapat menarik investasinya yang pada akhirnya mengakibatkan
sektor-sektor usaha tersebut ambruk dan memperparah kondisi ekonomi negara bersangkutan.
e. Loss of Revenue hilangnya pendapatan negara dari sumber pembayaran pajak. Pendapatan pajak pemerintah bisa berkurang karena kaburnya dana
hasil kejahatan. Biasanya pemerintah setiap tahun telah mentargetkan pendapatan pajaknya. Dalam hal harta kekayaan yang menjadi objek pajak
dipindahkan ke luar yuridiksi mengakibatkan target perolehan pajak tidak tercapai. Untuk memenuhi target ini, pemerintah membuat kebijakan untuk
meningkatkan tarif pengenaan pajak yang dapat merugikan wajib pajak lainnya higher tax rates.
f. Risks to Privatization Efforts risiko pemerintah dalam melaksanakan program privatisasi. Pelaku pencucian uang dapat mengancam upaya
pemerintah dalam melaksanakan program privatisasi. Dengan kepemilikan dana yang cukup besar, mereka dapat membeli saham-saham perusahaan
negara yang diprivatisasi meskipun harganya jauh lebih tinggi daripada caloncalon pembeli yang lain. Hal ini dilakukan semata-mata untuk
Universitas Sumatera Utara
menyembunyikan atau menyamarkan hasil kejahatannya, dan bukan untuk memperoleh keuntungan melalui investasi tersebut.
g. Reputation Risk merusak reputasi negara. Maraknya kegiatan pencucian uang dan kejahatan di bidang keuangan financial crimes di suatu negara
dapat mengakibatkan terkikisnya kepercayaan pasar terhadap sistem dan institusi keuangan negara yang bersangkutan. Rusaknya reputasi tersebut
dapat mengakibatkan hilangnya peluang-peluang bisnis yang sah. Hal tersebut pada gilirannya bisa mengganggu pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.
h. Social Cost menimbulkan biaya sosial yang tinggi. Hasil-hasil kejahatan yang telah dicuci oleh pelaku kejahatan, besar kemungkinan akan
dimanfaatkan kembali untuk memperluas aksi-aksi kejahatan mereka. Sebagai konsekuensinya, pemerintah akan mengeluarkan biaya tambahan untuk
kegiatan penegakan hukum dan damak-dampak lain yang ditimbulkannya. Apabila hasil kegiatan pencucian uang itu jumlahnya besar, dapat
dimanfaatkan oleh pelaku pencuci uang mengalihkan kekuatan ekonomi, bahkan mengendalikan atau mengambil alih pemerintah berkuasa.
Sementara itu International Monetary Fund IMF
82
82
APG, “History and Background”, http:www.apgml.orgcontenthistory and backgroud.
juga mencatatkan beberapa implikasi makroekonomi sebagai akibat dari pencucian uang yang dapat
menyebabkan terjadinya :
Universitas Sumatera Utara
a. kesalahan kebijakan karena kesalahan pengukuran data statistik makroekonomi;
b. volatilitas pada nilai tukar dan tingkat suku bunga karena besarnya transfer dana secara cross-border;
c. perkembangan liability base yang tidak stabil dan strukturstruktur asset lembaga keuangan yang tidak sehat telah menimbulkan resiko sistemik yang
pada gilirannya akan mengakibatkan ketidakstabilan moneter; d. dampak buruk dari pengumpulan pajak dan juga dari pembelanjaan publik
karena terjadinya pelaporan yang direkayasa dan pelaporan mengenai pendapatan yang dibuat lebih rendah dari yang semestinya;
e. mis-alokasi sumber-sumber daya karena terjadinya distorsi nilai asset dan harga-harga komoditas;
f. dampak-dampak negatif terhadap transaksi-transaksi yang sah karena transaksi-transaksi itu diduga telah terkontaminasi oleh praktik-praktik
pencucian uang. Dalam pendekatan anti rezim anti pencucian uang, pengejaran uang follow
the money terhadap hasil kejahatan merupakan cara mudah dan efektif dalam
mengungkap kejahatan dan pelakunya, karena
83
83
32 Bandingkan dengan Sherman T. yang mengemukakan bahwa pendekatan anti-pencucian uang adalah mengejar uang atau harta kekayaan yang diperoleh dari hasil kejahatan follow the money
dengan alasan, antara lain: i mengejar pelakunya relatif lebih sulit dan berisiko; ii relatif lebih mudah dengan mengejar hasil dari kejahatan dibandingkan dengan mengejar pelakunya; dan iii hasil
kejahatan merupakan darah yang menghidupi tindak pidana itu sendiri live bloods of the crime.
:
Sherman T., “International Efforts to Combat Money Laundering: The Role of the Financial Task Force”, dalam MacQueen L ed., Money Laundering, Edinburgh, 1993, hal. 12. Bandingkan
Universitas Sumatera Utara
a. pengejaran aset ini bersifat netral atau tidak terlalu beresiko jika dibandingkan dengan pengejaran pelaku kejahatan, yang biasanya
memiliki kekuatan power atau pengaruh. Pengejaran aset ini dapat dilakukan tanpa sepengetahuan si pemilik aset, sehingga lebih aman
dilakukan; dan b. pengejaran aset pada dasarnya mengikuti kecenderungan sifat manusia
sebagai makhluk homo economicus dan karena itu manusia acapkali melakukan tindak pidana dengan alasan mencari keuntungan dalam
bentuk materiuang. Dengan dilakukannya pengejaran aset hasil kejahatan diharapkan motivasi untuk melakukan kejahatan akan berkurang.
Dari apa yang telah diuraikan di atas, dapatlah ditarik benang merah bahwa penegakan hukum TPPU berbanding lurus dengan perkembangan ekonomi nasional.
juga dengan R.T. Naylor yang antara lain menyatakan “Such laws have had as their consequence, to various degrees in various places, the undermining of traditional presumptions in favour of financial
privacy, the opening of tax records to police probes with the danger that the integrity of a fiscal system premised on might be undermined; the muddling of civil and criminal procedures, and, in extreme
cases the U.S. is the most notorious example the impairing of the right of an accused to due process. Clearly these new legal initiatives are powerful tools, sufficiently so that it is reasonable to ask that
they not be deployed unless and until their need has been unambiguously established, their objectives clearly delineated, and the public well informed both of their actual as distinct from purported
purpose and of any “collateral damage” their use might entail. It should be convincingly demonstrated that any perceived failure of existing methods of crime control results from deficiencies
in existing laws, rather than from deficiencies in the application of existing laws, that a crisis exists of sufficient order of magnitude to require radical alternatives, and that such alternatives have a good
chance of being effective in rectifying those deficiencies. Yet, despite the rapid spread of such laws across the world, despite the growing popularity of a “proceeds” approach to crime control, no one
really knows how much criminal income and wealth actually exists, how illegal gains are distributed or how harmful their impact on the legitimate society and the legal economy really is. As a result, no
one can say with any degree of confidence what the actual effects of a follow-the-money strategy has on its intended target, though they can point with considerably more confidence to its pernicious
side-effects. Consequently, it is time for a cold reassessment of the entire approach ”. R.T.
Taylor, Follow-The-Money Meethods In Crime Control Policy, A Study prepared for the Nathanson Centre for the Study of Organized Crime and Corruption.
Toronto, Desember 1999, hal. 1-2.
Universitas Sumatera Utara
Diasumsikan bahwa semakin meningkatnya penegakan hukum TPPU akan berpengaruh positif terhadap perkembangan ekonomi nasional. Dengan
meningkatnya penegakan hukum ini, maka kepastian hukum, ketertiban dan keadilan menjadi lebih baik serta tingkat kriminalitaspun menjadi berkurang, dan pada
gilirannya stabilitas maupun tingkat kepercayaan masyarakat kepada sistem keuangan menjadi lebih baik. Bagi PJK yang merupakan salah satu komponen dalam sistem
keuangan, akan dapat memberikan manfaat maksimal kepada pemegang saham, karyawan, masyarakat dan pemerintah. Bagi pemegang saham dapat memperoleh
keuntungan berupa deviden atau capital gain, sedangkan terhadap karyawan dapat meningkatkan penghasilan. Di sisi lain, masyarakat akan memperoleh manfaat antara
lain terbukanya lapangan kerja, secara optimal dapat memanfaatkan fasilitas atau layanan lembaga keuangan seperti kredit atau pembiayaan dan juga membantu
memperlancar kegitan ekonomi lainnya. Sedangkan bagi pemerintah, di samping memperoleh manfaat dari pengumpulan pajak untuk membiayai pembangunan
nasional, juga dapat membantu dalam melaksanakan kebijakan moneter.
84
Bagi pelaku ekonomi, situasi yang kondusif tersebut dapat menggerakkan sektor riil berupa kemudahan dalam menjalankan usahanya. Peranan sistem keuangan
menjadi sangat penting karena dapat menunjang perkembangan kegiatan ekonomi pun menjadi lebih baik, misalnya kredit dan pembiayaan lebih banyak diberikan.
Sistem pembayaran melalui PJK menjadi lancar. Kegiatan dari sektor riil juga menjadi terdorong untuk bergerak dalam kegiatan investasi dan produksinya.
84
DPR RI, Op.Cit. hal 25
Universitas Sumatera Utara
Kegiatan produksi ini membuka lapangan kerja, sehingga pengangguran berkurang, keamanan dan ketertiban menjadi lebih baik. Di sisi lain, kegiatan produksi ini
melahirkan barang dan jasa yang dapat dikonsumsi di dalam negeri atau diekspor ke luar negeri. Sudah tentu hal ini menimbulkan penghasilan dan devisa yang
bermanfaat untuk bangsa dan negara. Dengan meningkatnya produksi barang dan jasa, maka terjadilah pertumbuhan ekonomi yang membuat Produk Domestik Bruto
PDB meningkat yang pada gilirannya meningkatkan juga pendapatan perkapita masyarakat.
Bagi pemerintah, dengan adanya kegiatan ekonomi yang baik akan meningkatkan penghasilan dan keuntungan masyarakat dan pengusaha. Hal tersebut
menimbulkan konsekuensi positif yaitu meningkatknya penghasilan negara karena meningkatnya pendapatan dari sektor pajak. Pendapatan negara dari sektor pajak ini
sangat penting untuk membiayai kegiatan pemerintahan dan pembangunan yang berkesinambungan dan pada akhirnya akan membuat kualitas hidup dan
kesejahteraan masyarakat Indonesia meningkat. Di samping itu, dengana adanya situasi yang aman dan sejahtera akan sangat membantu pemerintah di dalam
menjalankan roda pemerintahan dan pembangunan yang baik dan efektif dengan menerapkan good governance. Dengan penegakan hukum TPPU yang konsisten,
maka akan dapat diperoleh harta kekayaan hasil tindak pidana yang disita oleh negara, sehingga negara memperoleh tambahan pendapatan yang cukup berarti untuk
kegiatan yang bermanfaat. Sebagai perbandingan, pembangunan rezim anti pencucian uang di Australia berorientasi untuk meningkatkan pendapatan pajak negara,
Universitas Sumatera Utara
sehingga terlihat sekali banyak kasus tax evasion yang berhasil diungkap dan penghasilan negara dari perpajakan semakin meningkat. Walaupun latar belakang.
UU TPPU tidak sama seperti di Australia, tetapi tindak pidana perpajakan di Indonesia merupakan salah satu tindak pidana asal pencucian uang predicate
crime .
85
Dengan demikian diharapkan juga bahwa dengan adanya penegakan hukum pemberantasan pencucian uang, maka penghasilan negara dari sektor pajak menjadi
meningkat. Di sisi lain, dengan penegakan hukum yang konsisten yang menurunkan angka kriminalitas, secara mikro kegiatan ekonomi menjadi lebih efisien karena
ekonomi biaya tinggi yang ditimbulkan oleh para pelaku kriminal menjadi berkurang.
D. Ketentuan Ketentuan Pokok Dalam UU No 8 Tahun 2010
Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
1. Pokok-Pokok UU Tindak Pidana Pencucian Uang Tahun 2010