Analgesik Opioid Lemah Kerangka konsep Variabel Jenis Penelitian Teknik Pengumpulan Data

Universitas Sumatera Utara Metadon mempunyai durasi kerja panjang dan kurang sedatif dibandingkan morfin. Metadon digunakan secara oral untuk terapi rumatan pecandu heroin atau morfin. Pada pecandu, metadon mencegah penggunaan obat intravena.

b. Analgesik Opioid Lemah

Analgesik opioid lemah digunakan pada nyeri ringan sampai sedang. Analgesik ini bisa menyebabkan ketrgantungan dan cenderung disalahgunakan. Akan tetapi, ibuprofen kurang menarik untuk pencandu karena tidak memberikan efek yang hebat. Kodein metilmorfin diabsorpsi baik secara oral, tetapi mempunyai afinitas sangat rendah terhadap reseptor opioid. Sekitar 10 obat mengalami demetilasi dalam hati menjadi morfin, yang bertanggung jawab atas efek analgesik kodein. Efek samping kostipasi, mudah, sedasi membatasi dosis ke kadar yang menghasilkan analgesia yang jauh lebih ringan daripada morfin. Kodein juga digunakan sebagai obat antitusif dan antidiare.

2.2. Post Operative Nausea and Vomitus PONV

2.2.1. Definisi

Mual muntah pasca operasi atau Post Operative Nausea and Vomiting PONV tidak mengenakkan bagi pasien dan potensial mengganggu penyembuhan paska operatif. Kapur mendeskripsikan PONV sebagai ‘the big little problem’ pada pembedahan ambulatori Maddali MM, Mathew J, 2003. Mual adalah suatu sensasi tidak enak yang bersifat subjektif yang berhubungan dengan keinginan untuk muntah. Muntah adalah ekspulsi dengan tenaga penuh dari isi gaster. Stimulus yang bisa mecetuskan mual dan muntah berasal dari olfaktori, visual, vestibular dan psikogenik. Kemoreseptor pada CTZ memonitor level substansi di darah dan cairan serebrospial dan dan faktor – faktor lainnya juga bisa mencetuskan terjadinya PONV. Muntah diawali dengan bernafas yang dalam, penutupan glotis dan naiknya langit – langit lunak. Diafrahma lalu berkontraksi dengan kuat dan otot – otot abdominal berkontraksi untuk Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara meningkatkan tekanan intra-gastrik. Hal ini menyebabkan isi lambung keluar dengan penuh tenaga ke esofagus dan keluar dari mulut Honkavaara, P, 1995.

2.2.2. Patofisiologi

Pusat muntah, disisi lateral dari retikular di medula oblongata, memperantarai refleks muntah. Bagian ini sangat dekat dengan nukleus tractus solitarius dan area postrema. Chemoreseptor Trigger Zone CTZ berlokasi di area postrema. Rangsangan perifer dan sentral dapat merangsang kedua pusat muntah dan CTZ. Afferent dari faring, GI tract, mediastinum,ginjal, peritoneum dan genital dapat merangsang pusat muntah. Sentral dirangsang dari korteks serebral, cortical atas dan pusat batang otak, nucleus tractus solitarius, CTZ, dan sistem vestibular di telinga dan pusat penglihatan dapat juga merangsang pusat muntah. Karena area postrema tidak efektif terhadap sawar darah otak, obat atau zat-zat kimia di darah atau di cairan otak dapat langsung merangsang CTZ Ho KY, Chiu JW, 2005. Kortikal atas dan sistem limbik dapat menimbulkan mual muntah yang berhubungan dengan rasa, penglihatan, aroma, memori dan perasaaan takut yang tidak nyaman Zainumi C M. Nukleus traktus solitaries dapat juga menimbulkan mual muntah dengan perangsangan simpatis dan parasimpatis melalui perangsangan jantung, saluran billiaris, saluran cerna dan saluran kemih Morgan Jr GE, Mikhail MS, Murray Mj, 2006. Sistem vestibular dapat dirangsang melalui pergerakan tiba-tiba yang menyebabkan gangguan pada vestibular telinga tengah Rahman MH, Beattie J, 2004. Reseptor sepeti 5-HT3, dopamin tipe 2 D2, opioid dan neurokinin-1 NK- 1 dapat dijumpai di CTZ. Nukleus tractus solitarius mempunyai konsentrasi yang tinggi pada enkepalin, histaminergik, dan reseptor muskarinik kolinergik. Reseptor- reseptor ini mengirim pesan ke pusat muntah ketika di rangsang. Sebenarnya reseptor NK-1 juga dapat ditemukan di pusat muntah. Pusat muntah mengkoordinasi impuls ke vagus, frenik, dan saraf spinal, pernafasan dan otot- otot perut untuk melakukan refleks muntah Ho KY, Chiu JW, 2005 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Gambar 2.1. Skema patofisiologi mual dan muntah Sumber: Rahman MH, Beattie J., 2004. Post Operative Nausea and Vomiting. The Pharmaceutical Journal, Vol. 273 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Gambar 2.2. Patofisiologi mual dan muntah Sumber: Siregar, D., 2011. Perbandingan Kombinasi Ondansetron 2mg IV Dengan Deksametason 4mg IV Dan Ondansetron 4 mg IV Dengan Deksametason 4mg IV Sebagai Profilaksis Pada Pasien Resiko Tinggi Mual Muntah Setelah Operasi Yang Menjalani Tindakan Operasi Dengan Anestesi Umum Intubasi . Tesis akhir penelitian. Medan. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Gambar 2.3. Fisiologi Post Operative Nausea and vomiting Sumber: Siregar, D., 2011. Perbandingan Kombinasi Ondansetron 2mg IV Dengan Deksametason 4mg IV Dan Ondansetron 4 mg IV Dengan Deksametason 4mg IV Sebagai Profilaksis Pada Pasien Resiko Tinggi Mual Muntah Setelah Operasi Yang Menjalani Tindakan Operasi Dengan Anestesi Umum Intubasi . Tesis akhir penelitian. Medan.

2.2.3. Faktor Risiko

1. Faktor – faktor pasien a. Umur : insidensi PONV 5 pada bayi, 25 pada usia dibawah 5 tahun, 42 – 51 pada umur 6 – 16 tahun dan 14 – 40 pada dewasa. b. Gender : wanita dewasa akan mengalami PONV 2 – 4 kali lebih mungkin dibandingkan laki – laki, kemungkinan karena hormon perempuan. c. Obesitas : dilaporkan bahwa pada pasien tersebut lebih mudah terjadi PONV baik karena adipos yang berlebihan sehingga penyimpanan obat Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara – obat anestesi atau produksi estrogen yang berlebihan oleh jaringan adipos. d. Motion sickness : pasien yang mengalami motion sickness lebih mungkin terkena PONV e. Perpanjangan waktu pengosongan lambung : pasien dengan kondisi ini akan menambah resiko terjadinya PONV f. Perokok : bukan perokok akan lebih cenderung mengalami PONV 2. Faktor – faktor preoperatif a. Makanan : waktu puasa yang panjang atau baru saja makan akan meningkatkan insiden PONV b. Ansietas : stess dan ansietas bisa menyebabkan muntah c. Penyebab operasi : operasi dengan peningkatan tekanan intra kranial,obstruksi saluran pencernaan, kehamilan, aborsi atau pasien dengan kemoterapi. d. Premedikasi : atropine memperpanjang pengosongan lambung dan mengurangi tonus esofageal, opioid meningkatkan sekresi gaster, dan menurunkan motilitas pencernaan. Hal ini menstimulasi CTZ dan menambah keluarnya 5-HT dari sel – sel chromaffin dan terlepasnya ADH. 3. Faktor – faktor intraoperatif a. Faktor anestesi  Intubasi : stimulasi mekanoreseptor faringeal bisa menyebabkan muntah  Anestetik : kedalaman anestesi atau inflasi gaster pada saat ventilasi dengan masker bisa menyebabkan muntah  Anestesia : perubahan posisi kepala setelah bangun akan merangsang vestibular  Obat – obat anestesi : opioid adalah opat penting yang berhubungan dengan PONV. Etomidate dan methohexital juga berhubungan dengan kejadian PONV yang tinggi. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara  Agen anstesi inhalasi : eter dan cyclopropane menyebabkan insiden PONV yang tinggi karena katekolamin. Pada sevoflurane, enflurane, desflurane dan halothane dijumpai angka kejadian PONV yang lebih rendah. N2O mempunyai peranan yang dalam terjadinya PONV. Mekanisme terjadinya muntah karena N2O karena kerjanya pada reseptor opioid pusat, perubahan pada tekanan telinga tengah, stimulasi saraf simpatis dan distensi gaster. b. Teknik anestesi Insiden PONV diprediksi lebih rendah dengan spinal anestesi bila dibandingkan dengan general anestesi. Pada regional anestesi dijumpai insiden yang lebih rendah pada emesis intra dan postoperatif. c. Faktor pembedahan :  Kejadian PONV juga berhubungan dengan tingginya insiden dan keparahan PONV. Seperti pada laparaskopi, bedah payudara, laparatomi, bedah plastik, bedah optalmik stabismus, bedah THT, bedah ginekologi Gan TJ, 2003.  Durasi operasi setiap 30 menit penambahan waktu resiko PONV meningkat sampai 60. 4. Faktor – faktor paska operatif Nyeri, pusing, ambulasi, makan yang terlalu cepat Saeeda I, Jain P, 2004 Terjadinya PONV sangat kompleks tapi faktor – faktor tertentu diketahui meningkatkan insiden. Faktor – faktor preoperatif yang berhubungan dengan pasien seperti umur, gender, keseimbangan hormonal, berat badan, isi lambung, riwayat sebelumnnya, kecemasan dan riwayat mual muntah. Faktor – faktor post operatif adalah tekhnik atau obat yang berhubungan dengan hipotensi, nyeri, analgesia opioid, intake oral yang cepat dan pergerakan. Thomson juga menegaskan bahwa penggunaan opioid menstimulasi pusat muntah melalui CTZ tanpa pengaruh dari jalur maupun waktu pemberiannya. Saeeda I, Jain P, 2004 Walaupun begitu, intervensi untuk mencegah PONV tidaklah perlu untuk semua populasi pasien, bahkan tanpa profilaksis pasien belum tentu mengalami simptom tersebut. Terlebih lagi intervensi yang dilakukan kurang efikasinya, Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara terutama yang monoterapi. Oleh karena itu, penting untuk memberikan intervensi pada pasien yang mungkin mengalami PONV. Bagaimanapun, pengertian mengenai faktor resiko PONV belumlah lengkap, untuk mengerti tentang patofisiologi dan faktor resiko PONV dipersulit oleh banyaknya faktor karena banyaknya reseptor dan stimulus. Setidaknya ada 7 neurotransmiter yang diketahui, serotonin, dopamine, muscarine, acetylcholine, neurokinin – 1, histamine dan opioid Gan TJ, 2006.

2.2.4 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan farmakologikal PONV menurut Morgan Jr GE, 2006 dan Wallenborn J, Gelbrich G, Bulst D, 2006 : a. Antagonist reseptor Serotonin: bahwa tidak ada perbedaan efek dan keamanannya diantara golongan –golongan Antagonist reseptor Serotonin tersebut, seperti Ondansetron , Dolasetron, Granisetron, dan Tropisetron untuk profilaksis PONV. Obat ini efektif bila diberikan pada saat akhir pembedahan. Banyak penelitian dari golongan obat ini seperti Ondansetron dimana mempunyai efek anti muntah yang lebih besar dari pada anti mual. b. Antagonist dopamin: reseptor dopamin ini mempunyai reseptor di CTZ, bila reseptor ini dirangsang akan terjadi muntah, antagonist Dopamin tersebut seperti:Benzamida Metoklopramide dan Domperidon,Phenotiazine Clorpromazine dan Proclorpromazine, dan Butirophenon Haloperidol dan Droperidol. c. Antihistamin: Obat ini Prometazine dan Siklizine memblok H1 dan Reseptor muskarinik di pusat muntah. Obat ini mempunyai efek dalam penatalaksanaan PONV yang berhubungan dengan aktivasi sistem vestibular tetapi mempunyai efek yang kecil untuk muntah yang dirangsang langsung di CTZ .Obat Antikholinergik: Obat ini Hyoscine hydrobromide atau Scopolamin mencegah rangsangan di pusat muntah dengan memblok kerja dari acetylcolin di pada reseptor muskarinik di sistem vestibular. d. Steroid : Dalam hal ini obat yang sering digunakan adalah deksametason. Deksametason berguna sebagai profilaksis PONV dengan cara menghambat Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara pelepasan prostaglandin. Efek samping pemakaian berulang deksametason adalah peningkatan infeksi, supressi adrenal, tetapi tidak pernah dilaporkan efek samping timbul pada pemakaian dosis tunggal. Obat ini juga menurunkan motilitas lambung dan rangsangan aferen di pusat muntah, efek samping yang sering terjadi pada obat ini adalah pandangan kabur, retensi urine, mulut kering, drowsiness.

2.2.5. Jenis Operasi yang Menyebabakan PONV

Sistem vestibular bisa menstimulasi PONV sebagai akibat dari operasi yang berhubungan dengan telinga tengah, atau gerakan post operatif. Gerakan tiba – tiba dari kepala pasien setelah bangun menyebabkan gangguan vestibular telinga tengah, dan menambah insiden PONV. Acetilkoline dan histamin berhubungan dengan transmisi sinyal dari sistem vestibular ke pusat muntah. Pusat kortikal yang lebih tinggi cth sistem limbik juga berhubungan, terutama jika adanya riwayat PONV. Hal ini mencetuskan mual dan muntah yang berhubungan dengan rasa, penglihatan, bau, memori yang tidak enak dan rasa takut. Pusat muntah adalah medulla oblongata yang letaknya sangat dekat dengan pusat viseral lainnya seperti pusat pernafasan dan vasomotor Chandra, 2012. Mual dan muntah sering juga ditemukan pascabedah dan bisa sekunder terhadap ileus paralitikus, obstruksi usus halus mekanik, abses dan peradangan intraabdomen terutama jika dalam epigastrium serta pemebrian berbagai obat yang lazim diberikan pada pasien bedah. Anestesi umum dan analgesik opiat tersering dilibatkan dalam hal ini. Mual dan muntah yang disebabkan oleh ileus paralitikus dan obstruksi usus memerlukan pendekatan terapi yang lebih agresif. Disamping debilitasi psikolog yang menyertai masa muntah yang lama, juga timbul akibat fisiologi yang telah dikenal. Hipovolemia, hipokalemia dan alkalosis merupakan penyimpangan metabolik dini yang dominan, yang akhirnya bisa memerlukan koreksi jika muntah tetap Sabiston, 2005. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka konsep Variabel

Independen Variabel Dependen Keterangan: : Data yang diteliti 3.2. Definisi Operasional 3.2.1. Bedah elektif a. Definisi Bedah elektif adalah pembedahan yang direncanakan sebelum tindakan operasi dengan memenuhi kriteria persyaratan yaitu telah dilakukan puasa selama minimal 6 jam sebelum dilakukan pembedahan. b. Cara Ukur Cara pengukurannya dengan melakukan pengamatan dan wawancara secara langsung. c. Alat ukur Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa wawancara. e. Skala ukur Skala ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala nominal. Pasca Anestesi Umum pada Bedah Elektif Mual dan Muntah Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

3.2.2. Mual

a. Definisi Mual adalah suatu sensasi tidak enak yang bersifat subjektif yang berhubungan dengan keinginan untuk muntah. b. Cara Ukur Cara pengukurannya dengan melakukan wawancara secara langsung setelah pasien sadar penuh. PONV dinilai dalam 24 jam dimulai dari 2 jam pasca operasi. Pasien diklasifikasikan PONV jika ada mual, retching, ataupun muntah dalam 24 jam. c. Alat Ukur Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa wawancara dan pengamatan secara langsung. d. Skala Ukur Skala ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah nominal.

3.2.3. Muntah

a. Definisi Muntah adalah ekspulsi dengan tenaga penuh dari isi gaster. b. Cara Ukur Cara pengukurannya dengan melakukan wawancara secara langsung setelah pasien sadar penuh. PONV dinilai dalam 24 jam dimulai dari 2 jam pasca operasi. Pasien diklasifikasikan PONV jika ada mual, retching, ataupun muntah dalam 24 jam. c. Alat Ukur Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa wawancara d. Skala Ukur Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Skala ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah nominal.

3.3.4. Pasca Anestesi

a. Definisi Pasca anestesi adalah kondisi sesudah dilakukan anestesi. b. Cara Ukur Cara pengukurannya dengan wawancara secara langsung. c. Alat Ukur Alat pengukurannya berupa wawancara. d. Skala Ukur Skala ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah nominal.

3.3.5. Pasca operative

a. Definisi Pasca operative adalah kondisi setelah dilakukan operasi. b. Cara Ukur Cara pengukurannya dengan wawancara secara langsung. c. Alat Ukur Alat pengukurannya berupa wawancara secara langsung. d. Skala Ukur Skala ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah ordinal. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional yang bersifat deskriptif dan menggunakan desain cross sectional untuk mengetahui adanya prevalensi mual muntah pasca anastesi umum pada bedah elektif di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2013.

4.2. Waktu dan Tempat

4.2.1. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan pada bulan Juli sampai September tahun 2013.

4.2.2. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat RSUP Haji Adam Malik. Adapun pertimbangan memilih lokasi tersebut adalah karena merupakan salah satu rumah sakit rujukan yang ada di kota Medan sehingga distribusinya bervariasi dan cocok untuk penelitian serta lokasi terjangkau oleh peneliti.

4.3. Populasi dan Sampel

4.3.1. Populasi

Populasi adalah sejumlah besar subjek yang mempunyai karakteristik tertentu Notoatmodjo, 2010. Pada penelitian ini, populasinya adalah keseluruhan pasien yang direncanakan menjalani bedah elektif dengan anestesi unum di RSUP H. Adam Malik Juli sampai September 2013.

4.3.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah subjek dalam populasi penelitian yang termasuk dalam kriteria inklusi dan kriteria eksklusi Arief, 2003, sebagai berikut: Kriteria Inklusi: Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 1. Usia 16-50 2. Pasien ASA I dan ASA II ASA I : Pasien normal dan sehat, resiko kecil. ASA II : Pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai sedang, aktivitas normal. 3. Operasi Elektif, lama operasi kurang dari 5 jam. 4. Bersedia menjadi sampel penelitian melalui proses informed consent. 5. Operasi THT, mata, obstetri, dan Gastrointestinal ileus paralitikus Kriteria Eksklusi: 1. Obesitas BMI 30. 2. Riwayat gastritis 3. Pasien dengan gangguan vestibular cochlear 4. Pasien kemoterapi 5. Penggunaaan opioid sebelumnya Sampel penelitian ini adalah seluruh populasi pasien mual dan muntah pasca bedah elestik anestesi umum yang dirawat inap di RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2013 dari bulan Juli hingga September 2013 dengan demikian metode pengambilan sampel dihitung dengan rumus : n PQ Keterangan : Z α² = Tingkat kemaknaan  0,05  1,96 P = Proporsi  0,85 Q = 1 – P  0,15 D = Tingkat ketetapan absolut yang dikehendaki  0,1 N = Besar sampel minimal49 orang

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara oleh peneliti untuk mengidentifikasi karakter masing-masing responden. Prosedur pengumpulan data yang dilakukan adalah mengajukan surat permohonan izin penelitian ke pihak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, dan mengajukan surat permohonan izin melaksanakan penelitian di RSUP H. Adam Malik. Setelah mendapat izin, peneliti melaksanakan pengumpulan data pasien yang menjalankan bedah elastik anestesi umum di RSUP. H. Adam Malik. Selanjutnya, peneliti menjelaskan kepada calon responden tentang tujuan dan manfaat penelitian. Setelah itu, peneliti meminta persetujuan dari calon responden untuk menjadi responden dengan menandatangani lembar persetujuan. Setelah itu peneliti memberikan pertanyaan sekaligus mengobservasi dan mewawancara responden. Pengambilan data dilakukan sebanyak dua kali.

4.5. Pengolahan dan Analisis Data