Universitas Sumatera
Utara
orang juga ditemukan gen pseudokolinesterase abnormal yang menyebabkan blokade yang memanjang Mangku, 2010.
B. Ciri Kelumpuhan
a. Ada fasikulasi otot. b. Berpotensiasi dengan antikolinesterase.
c. Kelumpuhan berkurang dengan pemberian obat pelumpuh otot non depolarisasi dan asidosis.
d.
Tidak menunjukkan kelumpuhan yang bertahap pada perangsangan tunggal maupun tetanik.
e.
Belum diatasi dengan obat spesifik
2.1.7.2. Muscle Relaxant Golongan Non Depolarizing.
Bekerja berikatan dengan reseptor kolinergik nikotinik tanpa menyebabkan depolarisasi, hanya menghalangi asetilkolin menempatinya, sehingga asetilkolin
tidak dapat bekerja Latief, dkk, 2007. Farmakokinetik obat pelumpuh otot nondepolarisasi dihitung setelah
pemberian cepat intravena. Rerata obat pelumpuh otot yang hilang dari plasma dicirikan dengan penurunan inisial cepat distribusi ke jaringan diikuti penurunan
yang lebih lambat klirens. Meskipun terdapat perubahan distribusi dalam aliran darah
anestesi inhalasi memiliki sedikit efek atau tidak sama sekali pada farmakokinetik obat pelumpuh otot. Peningkatan blok saraf-otot oleh anestesi
volatil mencerminkan aksi farmakodinamik seperti dimanifestasikan oleh
penurunan konsentrasi plasma obat pelumpuh otot yang dibutuhkan untuk menghasilkan tingkat blokade saraf tertentu dengan adanya anestesi volatile. Bila
volume distribusi menurun akibat peningkatan ikatan protein dehidrasi
atau perdarahan akut
dosis obat yang sama menghasilkan konsentrasi plasma yang lebih tinggi dan potensi nyata akumulasi obat. Waktu paruh eliminasi obat
pelumpuh otot tidak dapat dihubungkan dengan durasi kerja obat-obat ini saat
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera
Utara
diberikan sebagai injeksi cepat intravena Lunn, 2004. Berdasarkan susunan molekul, maka pelumpuh otot non depolarisasi
digolongkan menjadi: 1. Bensiliso-kuinolinum : d-tubokurarin, metokurium, atrakurium,
doksakurium, mivakurium. 2. Steroid: pankuronium, vekuronium, pipekuronium, ropakuronium,
rokuronium. 3. Eter-fenolik : gallamin.
4. Nortoksiferin : alkuronium.
Tabel 2.5. Obat Pelumpuh Otot Berdasarkan maka pelumpuh otot non depolarisasi dibagi menjadi kerja panjang,
sedang, dan pendek:lama kerja,
Dosis Awal
mgkg
Dosis Rumatan
mgkg Durasi
menit Efek Samping
Non Depol Long Acting
1. D-tubokurarin 2. Pankuronium
3. Metakurin 4. Pipekuronium
5. Doksakurium 6. Alkurium
0.40 – 0.60
0.08 – 0.12
0.20 - 0.40
0.05 – 0.12
0.02 – 0.08
0.15 – 0.30
0.10 0.15 –
0.20 0.05
0.01 – 0.015
0.005 – 0.010
0.05 30 –
60 30 –
60 40 –
60 40 –
60 45 –
60 40 –
60 Hipotensi
Vagolitik,takikardi Hipotensi
Kardiovaskuler stabil
Kardiovaskuler stabil
Vagolitik, takikardi
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera
Utara
Non depol Intermediate
1. Gallamin 2. Atrakurium
3. Vekuronium 4. Rokuronium
5. Cistacuronium 4 – 6
0.5 – 0.6
0.1 – 0.2
0.6 – 0.1
0.15 – 0.20
0.5 0.1
0.015 – 0.02
0.10 – 0.15
0.02 30 –
60 20 –
45 25 –
45 30 –
60 30 –
45 Hipotensi
Aman untuk hepar
Berdasarkan lama kerja, maka pelumpuh otot non depolarisasi dibagi menjadi kerja panjang, sedang, dan pendek:
Dosis Awal
mgkg Dosis
Rumatan mgkg
Durasi menit
Efek Samping
Non Depol Short Acting
1. Mivakurium 2. Ropacuronium
0.20 – 0.25
1.5 – 2.0
0.05 0.3 – 0.5
10 – 15
15 – 30
Depol Short Acting
1. Suksinilkolin 1
3 – 10 Sumber: Mangku, dr, Sp. An. KIC Senapathi, dr, Sp. An., 2010. Buku Ajar Ilmu
Anestesi dan Reanimasi . Jakarta: PT. Indeks.
Ciri Kelumpuhan Otot
Non Depolarisasi
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera
Utara
a. Tidak ada fasikulasi otot. b. Berpotensiasi dengan hipokalemia, hipotermia, obat anestetik
inhalasi eter, halotan, enfluran, isofluran c. Menunjukkan kelumpuhan yang bertahap pada perangsangan
tunggal atau tetanik. d. Dapat diantagonis oleh antikolinesterase.
2.1.8. Penawar Pelumpuh Otot
Antikolinesterase bekerja dengan menghambat kolinesterase sehingga asetilkolin dapat bekerja. Antikolinesterase yang paling sering digunakan adalah
neostigmin dosis 0,04-0,08 mgkg, piridostigmin dosis 0,1-0,4 mgkg dan edrophonium dosis 0,5-1,0 mgkg, dan fisostigmin yang hanya untuk penggunaan
oral dosis 0,01-0,03 mgkg. Penawar pelumpuh otot bersifat muskarinik sehingga menyebabkan hipersalivasi, keringatan, bradikardi, kejang bronkus, hipermotilitas
usus dan pandangan kabur sehingga pemberiannya harus disertai vagolitik seperti atropine dosis 0,01-0,02mgkg atau glikopirolat dosis 0,005-0,01 mgkg sampai
0,2-0,3 mg pada dewasa Mangku, 2010.
2.1.9. Analgesik
Menurut kamus perobatan Oxford 2011, obat anti nyeri bermaksud suatu obat yang meredakan rasa nyeri. Obat anti nyeri ringan aspirin dan parasetamol
digunakan untuk meredakan nyeri kepala, nyeri gigi dan nyeri reumatik ringan manakala obat anti nyeri yang lebih poten narkotika atau opioid seperti morfin
dan petidin hanya digunakan untuk meredakan nyeri berat memandangkan ia bisa menimbulkan gejala dependensi dan toleransi. Sesetengah analgesik termasuk
aspirin, indometasin dan fenilbutazon bisa juga meredakan demam dan inflamasi serta digunakan dalam kondisi rematik.
a. Jenis-Jenis Analgesik
Berdasarkan sifat farmakologisnya, obat anti nyeri analgesika dibagi kepada dua kelompok yaitu analgesika perifer dan analgesika narkotika. Analgesika
perifer non-narkotika terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak
Universitas Sumatera Utara