Hewan Percobaan Skrining Fitokimia Ekstraksi Serbuk Simplisia Daun Keji Beling Hasil Pengujian Kontraksi Seri konsentrasi Asetilkolin Terhadap Otot Polos Ileum

24 Glukosa, CaCl 2 . Bahan pembanding yang digunakan adalah asetilkolin klorida Sigma Aldrich, USA.

3.2 Hewan Percobaan

Hewan yang digunakan pada penelitian ini adalah marmut Cavia porcellus jantan, berat badan 300-500 g dengan usia 2-4 bulan dan kondisi sehat. Hewan diaklimatisasi selama 1 satu minggu dengan tujuan untuk menyeragamkan makanan dan hidupnya dengan kondisi yang serba sama sehingga dianggap memenuhi syarat untuk penelitian. Sebelum digunakan pada tahap penelitian, hewan percobaan dipuasakan selama 24 jam agar usus yang digunakan dalam keadaan kosong. 3.3 Pengumpulan dan Pengolahan Bahan Tumbuhan 3.3.1 Pengumpulan bahan tumbuhan Pengambilan bahan tumbuhan dilakukan secara purposive yaitu tanpa membandingkan dengan daerah lain. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah daun keji beling Strobilanthus crispus L. Blume. Diperoleh dari jalan Harmonika No 102, Kecamatan Medan baru, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara. Daun yang diambil sebagai sampel adalah keseluruhan dari daun tumbuhan yang masih dalam keadaan baik.

3.3.2 Identifikasi tanaman

Identifikasi tumbuhan daun keji beling dilakukan di Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI Bogor, Indonesia. 25

3.3.3 Pengolahan bahan tumbuhan

Tumbuhan yang digunakan pada penelitian ini adalah daun keji beling yang masih segar. Daun dibersihkan dari pengotoran dengan air bersih, kemudian ditiriskan untuk menghilangkan airnya. Selanjutnya ditimbang berat basah dengan berat 5 kg, lalu dikeringkan dengan cara dimasukkan ke dalam lemari pengering dengan suhu ±40 o C selama 3-4 hari. Sampel dianggap kering bila sudah rapuh dapat dipatahkan, kemudian disortasi kering dan berat kering simplisia ditimbang, lalu simplisia diblender sampai menjadi serbuk, ditimbang beratnya. Selanjutnya serbuk simplisia disimpan dalam kantung plastik dengan silika gel dan dimasukkan dalam lemari pengering untuk mencegah pengaruh lembab dan pengotoran lain. Diperoleh berat kering 855 gram. 3.4 Pembuatan Larutan Pereaksi 3.4.1 Pereaksi Mayer Sebanyak 1,4 g raksa II klorida dilarutkan dalam air suling hingga 60 ml, pada wadah lain ditimbang sebanyak 5 g kalium iodida lalu dilarutkan dalam 10 ml air suling, kedua larutan dicampurkan dan ditambahkan air suling hingga diperoleh larutan 100 ml Ditjen POM, 1995.

3.4.2 Pereaksi Dragendorf

Sebanyak 0,8 g bismut III nitrat ditimbang, dilarutkan dalam 20 ml asam nitrat pekat, pada wadah lain ditimbang sebanyak 27,2 g kalium iodida, dilarutkan dalam 50 ml air suling, kemudian kedua larutan dicampurkan dan didiamkan sampai memisah sempurna. Larutan yang jernih diambil dan diencerkan dengan air suling hingga volume larutan 100 ml Ditjen POM, 1995. 26

3.4.3 Pereaksi Bourchardat

Sebanyak 4 g kalium iodida ditimbang, dilarutkan dalam air suling secukupnya, lalu ditambahkan 2 g iodium kemudian ditambahkan air suling hingga diperoleh larutan 100 ml Ditjen POM, 1995.

3.4.4 Pereaksi Molish

Sebanyak 3 g α-naftol ditimbang, dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N hingga diperoleh larutan 100 ml Ditjen POM, 1995.

3.4.5 Pereaksi asam klorida 2 N

Sebanyak 17 ml larutan asam klorida pekat ditambahkan air suling hingga diperoleh larutan 100 ml Ditjen POM, 1995.

3.4.6 Pereaksi asam sulfat 2 N

Sebanyak 5,4 ml larutan asam sulfat pekat ditambahkan air suling sampai 100 ml Ditjen POM, 1995.

3.4.7 Pereaksi natrium hidroksida 2 N

Sebanyak 8 g kristal natrium hidroksida dilarutkan dengan air suling sebanyak 100 ml Ditjen POM, 1995.

3.4.8 Pereaksi timbal II asetat 0,4 M

Sebanyak 15,17 g timbal II asetat ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air suling bebas karbon dioksida sebanyak 100 ml Ditjen POM, 1995.

3.4.9 Pereaksi besi III klorida 1

Sebanyak 1 g besi III klorida ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air secukupnya hingga diperoleh larutan 100 ml Ditjen POM, 1995. 27

3.4.10 Pereaksi Liebermann-Burchard

Sebanyak 5 bagian volume asam sulfat pekat dicampurkan dengan 50 bagian volume etanol 90. Kemudian ditambahkan dengan hati-hati 5 bagian volume asam asetat anhidrida ke dalam campuran tersebut dan dinginkan Ditjen POM, 1995.

3.5 Karakterisasi Simplisia

Karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar abu total, penetapan kadar abu tidak larut asam, penetapan kadar sari larut air dan penetapan kadar sari larut etanol.

3.5.1 Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan cara mengamati warna, bentuk, ukuran dan tekstur dari simplisia.

3.5.2 Pemeriksaan mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik terhadap simplisia dilakukan dengan cara menaburkan serbuk simplisia diatas kaca objek yang telah diteteskan dengan larutan kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup kemudian diamati di bawah mikroskop.

3.5.3 Penetapan kadar air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode azeotropi destilasi toluena. Alat meliputi labu alas 500 ml, alat penampung, tabung penerima 5 ml berskala 0,05 ml, pendingin, tabung penyambung, pemanas. Cara kerja: ke dalam labu alas bulat dimasukkan 200 ml toluena dan 2 ml air 28 suling, kemudian didestilasai selama 2 jam, toluen didinginkan selama 30 menit dan volume air pada tabung penerima dibaca. Selanjutnya ke dalam labu dimasukkan 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama, lalu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluena mendidih kecepatan tetesan diatur 2 tetes tiap detik hingga sebagian air tersuling, kemudian kecepatan penyulingan dinaikkan hingga 4 tetes tiap detik. Setelah semua air tersuling, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluena. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin sampai suhu kamar. Setelah air dan toluena memisah sempurna, dibaca volume air dengan 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen WHO, 1992.

3.5.4 Penetapan kadar abu total

Sebanyak 2 g serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama, dimasukkan ke dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus porselen dipijarkan perlahan-lahan pada suhu 600 o C sampai arang habis, kemudian dinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara WHO, 1992.

3.5.5 Penetapan kadar abu tidak larut asam

Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total dididihkan dengan 25 ml asam klorida 2 N selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring dengan kertas saring, dipijarkan hingga bobot tetap kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara WHO, 1992. 29

3.5.6 Pemeriksaan kadar sari larut dalam air

Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan di udara dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air-kloroform 2,5 ml kloroform dalam air sampai 1 liter dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam dan disaring. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara dan sisa dipanaskan dalam oven pada suhu 105 o C sampai diperoleh bobot tetap. Kadar sari larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara Ditjen POM, 1995.

3.5.7 Pemeriksaan kadar sari larut dalam etanol

Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan di udara dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 96 dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring cepat untuk menghindari penguapan etanol. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara dan dipanaskan pada suhu 105 o C sampai bobot tetap. Kadar sari yang larut dalam etanol dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara Ditjen POM, 1995. 3.6 Skrining Fitokimia 3.6.1 Pemeriksaan alkaloida Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit, didinginkan dan disaring. Filtrat dipakai untuk uji alkaloida sebagai berikut : 30 a. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Mayer akan terbentuk endapan berwarna putih atau kuning. b. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Bouchardat, akan terbentuk endapan berwarna coklat sampai kehitaman. c. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Dragendorff, akan terbentuk endapan merah atau jingga. Alkaloida positif jika terjadi endapan atau kekeruhan paling sedikit dua dari tiga percobaan diatas Ditjen POM, 1995.

3.6.2 Pemeriksaan glikosida

Sebanyak 3 g serbuk simplisia ditimbang kemudian disari dengan 30 ml campuran etanol 95 dengan air 7:3 dan 10 ml asam klorida 2 N, direfluks selama 1 jam, didinginkan dan disaring. Diambil 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal II asetat 0,4 M, dikocok, didiamkan 5 menit lalu disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran isopropanol dan kloroform 2:3, dilakukan berulang sebanyak 3 kali. Sari air dikumpulkan dan ditambahkan natrium sulfat anhidrat, disaring dan diuapkan pada temperatur tidak lebih dari 50 C. Sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol. Larutan sisa digunakan untuk percobaan berikut: 0,1 ml larutan percobaan dimasukkan dalam tabung reaksi dan diuapkan diatas penangas air. Pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes pereaksi Molish. Kemudian secara perlahan-lahan ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung. Terbentuknya cincin berwarna ungu pada batas kedua cairan menunjukkan glikosida Ditjen POM, 1995. 31

3.6.3 Pemeriksaan flavonoida

Sebanyak 10 g serbuk simplisia ditambahkan 100 ml air panas, dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas, kedalam 5 ml filtrat ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoida positif jika terjadi warna merah atau kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol Farnsworth, 1966.

3.6.4 Pemeriksaan tanin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia disari dengan 10 ml air suling lalu disaring, filtratnya diencerkan dengan air sampai tidak berwarna. Larutan diambil 2 ml dan ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi III klorida 1. Jika terjadi warna biru, atau kehitaman menunjukkan adanya tanin Ditjen POM, 1995.

3.6.5 Pemeriksaan saponin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia dimasukkan dalam tabung reaksi, ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik, jika terbentuk buih yang mantap setinggi 1 sampai 10 cm yang stabil tidak kurang dari 10 menit dan tidak hilang dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2 N menunjukkan adanya saponin Ditjen POM, 1995.

3.6.6 Pemeriksaan steroidatriterpenoida

Sebanyak 1 g serbuk simplisia dimaserasi dengan 20 ml n-heksan selama 2 jam, disaring, filtrat diuapkan dalam cawan penguap, dan pada sisanya ditambahkan 20 tetes asam asetat anhidrida dan 1 tetes asam sulfat pekat pereaksi Liebermann-Burchard. Timbulnya warna biru atau biru hijau menunjukkan adanya steroida, sedangkan warna merah muda atau ungu menunjukkan adanya triterpenoid Harborne, 1987. 32 3.7 Tahapan Persiapan Percobaan 3.7.1 Pembuatan larutan ekstrak etanol daun keji beling Sejumlah 1600 mg ekstrak etanol daun keji beling EEDKB dilarutkan dengan 1 ml DMSO Dimethil sulfoxida, kemudian dicukupkan dengan larutan tirode hingga 5 ml. Diperoleh konsentrasi ekstrak 320 mgml larutan stock. DMSO merupakan pelarut yang inert, non toksis dan dapat melarutkan hampir seluruh senyawa dan merupakan pelarut yang semipolar, namun masih dapat bercampur dengan media tirode Velasco, et al., 2003; Bertoluzza, et al., 1979; Brown, et al., 1963. Batas penggunaan jumlah pelarut DMSO yang ditambahkan kedalam organ bath 40 ml adalah sebesar 400 µL atau 1 vv Husori, 2011. Dari larutan stock dipipet berturut-turut ekstrak etanol daun keji beling: a. Dipipet 125 µL ekstrak daun keji beling kedalam organ bath sehingga konsentrasi ekstrak dalam organ bath didapat 1 mgml. b. Dipipet 125 µL ekstrak daun keji beling kedalam organ bath sehingga konsentrasi ekstrak dalam organ bath didapat 2 mgml. c. Dipipet 125 µL ekstrak daun keji beling ke dalam organ bath sehingga konsentrasi ekstrak dalam organ bath didapat 3 mg.ml. d. Dipipet 125 µL ekstrak daun keji beling ke dalam organ bath sehingga konsentrasi ekstrak dalam organ bath didapat 4 mgml. e. Dipipet 125 µL ekstrak daun keji beling ke dalam organ bath sehingga konsentrasi ekstrak dalam organ bath didapat 5 mgml. f. Dipipet 125 µL ekstrak daun keji beling ke dalam organ bath sehingga konsentrasi ekstrak dalam organ bath didapat 6 mgml. 33 g. Dipipet 125 µL ekstrak daun keji beling ke dalam organ bath sehingga konsentrasi ekstrak dalam organ bath didapat 7 mgml. h. Dipipet 125 µL ekstrak daun keji beling ke dalam organ bath sehingga konsentrasi ekstrak dalam organ bath didapat 8 mgml.

3.7.2 Pembuatan larutan tirode

Larutan buffer fisiologis yang digunakan adalah larutan tirode. Untuk membuat 1 liter larutan tirode ditimbang: NaCl : 8,00 gram KCl : 0,20 gram MgCl 2 : 0,10 gram NaH 2 PO 4 : 0,05 gram NaHCO 3 : 1,00 gram D-Glukosa : 1,00 gram CaCl 2 : 0,20 gram Bahan NaCl, KCl, MgCl 2 , NaH 2 PO 3 , CaCl 2 dilarutkan terpisah dengan akuades sampai larut. NaHCO 3 dan D-Glukosa ditambahkan terakhir setelah semua bahan tercampur. Setelah semua bahan tercampur, larutan di aerasi dengan karbogen O 2 95, CO 2 5 agar tidak terjadi pengendapan garam kalsium yang ditandai dengan kekeruhan. Selanjutnya larutan diatur pada pH 7,4. Larutan tirode dapat bertahan selama 24 jam Tyrode, 1910.

3.7.3 Penyiapan larutan asetilkolin

Dalam penelitian ini asetilkolin klorida digunakan sebagai agonis kolinergik. Senyawa ini dapat menyebabkan kontraksi otot polos pada usus halus. 34 Dibuat larutan induk dengan cara melarutkan asetilkolin ke dalam aqua destilata sehingga didapat konsentrasi 2 x 10 -1 M. Kemudian dibuat larutan yang lebih encer sampai kadar 2 x 10 -6 M dengan faktor pengenceran 5 kali. a. Pembuatan larutan baku asetilkolin klorida Timbang seksama asetilkolin klorida BM 181,60 gmol seberat 181,60 mg kemudian dilarutkan dalam 5,0 ml aquadest. Diperoleh larutan asetilkolin klorida 2 x 10 -1 M. b. Pembuatan seri konsentrasi asetilkolin klorida i. Asetilkolin klorida 2 x 10 -2 M Dipipet 500 µL larutan baku asetilkolin 2 x 10 -1 M. masukkan kedalam tabung reaksi, tambahkan 4500 µL aquadest. Vortex selama 3 menit. ii. Asetilkolin klorida 2 x 10 -3 M Dipipet 500 µL larutan baku asetilkolin 2 x 10 -2 M. masukkan kedalam tabung reaksi, tambahkan 4500 µL aquadest. Vortex selama 3 menit. iii. Asetilkolin klorida 2 x 10 -4 M Dipipet 500 µL larutan baku asetilkolin 2 x 10 -3 M. masukkan kedalam tabung reaksi, tambahkan 4500 µL aquadest. Vortex selama 3 menit. iv. Asetilkolin klorida 2 x 10 -5 Dipipet 500 µL larutan baku asetilkolin 2 x 10 -4 M. masukkan kedalam tabung reaksi, tambahkan 4500 µL aquadest. Vortex selama 3 menit. v. Asetilkolin klorida 2 x 10 -6 Dipipet 500 µL larutan baku asetilkolin 2 x 10 -5 M. masukkan kedalam tabung reaksi, tambahkan 4500 µL aquadest. Vortex selama 3 menit. 35

3.7.4 Penyiapan larutan atropin sulfat

Dalam penelitian ini atropin sulfat digunakan sebagai antagonis kolinergik. Senyawa ini dapat menghambat kontraksi otot polos pada usus halus. Dibuat larutan induk dengan cara melarutkan atropin sulfat ke dalam aqua destilata sehingga didapat konsentrasi 2 x 10 -1 M. Kemudian dibuat larutan yang lebih encer sampai kadar 2 x 10 -6 M dengan faktor pengenceran 5 kali. a. Pembuatan larutan baku atropin sulfat Timbang seksama atropin sulfat BM 694,84 gmol seberat 694,84 mg kemudian dilarutkan dalam 5,0 ml aquadest. Diperoleh larutan asetilkolin klorida 2 x 10 -1 M. b. Pembuatan seri konsentrasi atropin sulfat i. Atropin sulfat 2 x 10 -2 M Dipipet 500 µL larutan baku Atropin sulfat 2 x 10 -1 M. masukkan kedalam tabung reaksi, tambahkan 4500 µL aquadest. Vortex selama 3 menit. ii. Atropin sulfat 2 x 10 -3 M Dipipet 500 µL larutan baku Atropin sulfat 2 x 10 -2 M. masukkan kedalam tabung reaksi, tambahkan 4500 µL aquadest. Vortex selama 3 menit. iii. Atropin sulfat 2 x 10 -4 M Dipipet 500 µL larutan baku Atropin sulfat 2 x 10 -3 M. masukkan kedalam tabung reaksi, tambahkan 4500 µL aquadest. Vortex selama 3 menit. iv. Atropin sulfat 2 x 10 -5 M Dipipet 500 µL larutan baku Atropin sulfat 2 x 10 -4 M. masukkan kedalam tabung reaksi, tambahkan 4500 µL aquadest. Vortex selama 3 menit. 36 v. Atropin sulfat 2 x 10 -6 M Dipipet 500 µL larutan baku Atropin sulfat 2 x 10 -5 M. masukkan kedalam tabung reaksi, tambahkan 4500 µL aquadest. Vortex selama 3 menit. 3.8 Tahapan Pengujian 3.8.1 Preparasi organ Pada penelitian ini digunakan usus halus terpisah marmut yang sebelumnya telah di puasakan selama 24 jam. Marmut dikorbankan dengan cara dislokasi tulang belakang kepala cervix, untuk menghindari pengaruh dari obat-obatan bila digunakan anastesi umum. Dilakukan pembedahan pada bagian abdomen, kulit bagian abdomen dipotong dengan menggunakan gunting. Usus dibersihkan dari lapisan mesenteric yang melindunginya. Saat jaringan sudah rileks, dipotong segmen usus bagian bawah yang mendekati caecum sepanjang 2-3 cm. Dengan menggunakan jarum kedua ujung potongan usus diikat dengan benang pada arah yang berlawanan. Benang bagian bawah usus diikatkan pada batang penahan jaringan dan benang bagian atas usus dihubungkan ke transduser daya. Jaringan usus halus dimasukkan kedalam organ bath yang berisi larutan tirode, dengan suhu larutan dipertahankan 37 o C sambil di aerasi dengan karbogen secara terus menerus. Jaringan yang telah terisolasi diinkubasi selama 30 menit dengan pergantian larutan tirode setiap 10 menit. Dibiarkan beberapa saat sampai kondisi ritmik yang optimal Vogel, et al., 2002.

3.8.2 Pengujian kontraksi seri konsentrasi asetilkolin terhadap otot polos ileum

Pengujian terhadap agonis muskarinik dilakukan untuk melihat perbandingan pola kontraksi dengan ekstrak. Pengukuran dilakukan secara 37 bertingkat dengan pemberian kumulatif asetilkolin sehingga diperoleh konsentrasi di dalam organ bath 10 -8 sampai 3 x 10 -3 M Tabel 3.1. Ileum marmut yang telah diekuilibrasi selama 45 menit dengan pergantian larutan tirode tiap 15 menit diberikan larutan asetilkolin klorida dengan konsentrasi didalam organ bath 10 -8 sampai 10 -3 M otot polos ileum tikus menunjukkan respon kontraksi maksimum. Tabel 3.1 Pemberian asetilkolin secara kumulatif pada organ bath volume 40ml Konsentrasi larutan baku asetilkolin M Volume yang ditambahkan ke dalam organ bath µl Konsentrasi asetilkolin dalam organ bath M 2 x 10 -6 200 1 x 10 -8 2 x 10 -6 400 3 x 10 -8 2 x 10 -5 140 1 x 10 -7 2 x 10 -5 400 3 x 10 -7 2 x 10 -4 140 1 x 10 -6 2 x 10 -4 400 3 x 10 -6 2 x 10 -3 140 1 x 10 -5 2 x 10 -3 400 3 x 10 -5 2 x 10 -2 140 1 x 10 -4 2 x 10 -2 400 3 x 10 -4 2 x 10 -1 140 1 x 10 -3 2 x 10 -1 400 3 x 10 -3

3.8.3 Pengujian efek kontraksi ekstrak etanol keji beling pada kontraksi otot polos ileum

Pengujian aktivitas ekstrak etanol daun keji beling terhadap peningkatan kontraksi ileum marmut dilakukan dengan penambahan ekstrak etanol daun keji beling konsentrasi berturut yaitu dengan pemberian 1 – 8 mgml ekstrak etanol 38 daun keji beling ke dalam organ bath Tabel 3.2. Ileum marmut yang telah diekulibrasi selama 45 menit dengan pergantian larutan tirode tiap 15 menit diberikan ekstrak etanol daun keji beling didalam organ bath. Tabel 3.2 Pemberian konsentrasi ekstrak etanol daun keji beling secara kumulatif pada organ bath volume 40 ml. Konsentrasi larutan baku EEDKB mgml Volume yang ditambahkan ke dalam organ bath µl Konsentrasi EEDKB sulfat dalam organ bath mgml 320 125 1 320 125 2 320 125 3 320 125 4 320 125 5 320 125 6 320 125 7 320 125 8 3.8.4 Pengujian mekanisme aksi terhadap efek kontraksi ekstrak etanol daun keji beling pada otot polos ileum Ileum marmut dikondisikan dengan larutan tirode dalam organ bath yang terhubung pada transduser isometrik. Dilakukan inkubasi selama 10 menit dengan pemberian atropin sulfat 2 x 10 -3 M yang diperoleh dengan cara menambahkan 352 µl larutan atropin sulfat 2 x 10 -3 M ke dalam organ bath. Ileum kemudian dikontraksi dengan pemberian seri konsentrasi ekstrak etanol daun keji beling 1-8 mgml. 39 3.9 Data dan Analisis Data 3.9.1 Data Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data kontraksi otot polos ileum pada komputer program komputer : LabChart ® 7.02. Data yang diperoleh dalam persentase respons terhadap respons maksimum yang dicapai. Selanjutnya, dibuat grafik hubungan antara konsentrasi terhadap respon.

3.9.2 Analisis data

Nilai EC 80 konsentrasi agonis yang dapat menghasilkan respon sebesar 80 dari respons maksimum agonis reseptor, dihitung berdasarkan grafik hubungan konsentrasi terhadap respon. EC 80 dihitung berdasarkan persamaan dibawah ini: Keterangan: ����� 80 = � 80 −� 1 � 2 − � 1 × � 2 − � 1 � + � 1 X 1 : Log. konsentrasi dengan respons tepat di bawah 80 X 2 : Log. konsentrasi dengan respons tepat di atas 80 Y 1 : respons tepat di bawah 80 Y 2 : respons tepat di atas 80 Selanjutnya, data disajikan dalam bentuk tabel dan nilai rata-rata ± SEM Standar Error Mean Husori, 2011. Data kontraksi dianalisis secara statistik dengan menggunakan uji Independent-Samples T Test. Sebelum pengujian tersebut terlebih dahulu dilakukan uji normalitas Kolmogrov-Smirnov. 40

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pemeriksaan Bahan Tumbuhan 4.1.1 Hasil identifikasi tanaman Hasil identifikasi yang dilakukan di Herbarium Bogoriense. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI Bogor terhadap sampel tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah keji beling Strobilanthus crispus L. Blume suku Acanthaceae. Hasil identifikasi dapat dilihat pada lampiran 1 halaman 55.

4.1.2 Hasil karakterisasi simplisia

Standarisasi suatu simplisia dilakukan sebagai pemenuhan terhadap persyaratan sebagai bahan obat dan menjadi penetapan nilai untuk berbagai parameter produk Ditjen POM, 2000. Hasil pemeriksaan karakteristik simplisia daun keji beling secara makroskopik adalah daun berwarna hijau tua, helai daun berbentuk lanset melonjong atau hampir jorong, pinggir daun bergerigi, panjang helai daun 9 cm sampai 18 cm, lebar helai daun 3 cm sampai 8 cm. Kedua permukaannya kasar. Hasil pemeriksaan makroskopik simplisia daun keji beling dapat dilihat pada Lampiran 4 halaman 58. Hasil pemeriksaan mikroskopik simplisia daun kejii beling terlihat adanya fragmen pengenal berupa sel-sel litosis dan sistolit. Fragmen permukaan bawah daun dengan stomata tipe bidiastik, rambut penutup dan rambut kelenjar. Hasil pemeriksaan mikroskopik simplisia daun keji beling dapat dilihat pada Lampiran 5 halaman 59. Hasil karakterisasi simplisia daun keji beling dapat dilihat pada Tabel 4.1. 41 Tabel 4.1 Hasil karakteristik simplisia daun keji beling. No Pemeriksaan Karakteristik Kadar Standar MMI edisi I 1 Kadar air 5,96 - 2 Kadar abu total 10,41 16 3 Kadar abu tidak larut asam 2,07 4 4 Kadar sari larut dalam air 18,04 16 5 Kadar sari larut dalam etanol 5,72 4 Monografi dari simplisia daun keji beling tertera di buku Materia Medika Indonesia MMI Edisi I kecuali untuk parameter kadar air. Hasil penetapan kadar air simplisia daun keji beling adalah 5,96 telah memenuhi standarisasi kadar air simplisia secara umum yaitu tidak lebih dari 10 Ditjen POM, 1995. Kelebihan air dalam simplisia menyebabkan pertumbuhan mikroba, jamur atau serangga, serta mendorong kerusakan bahan aktif yang terkandung didalamnya karena dapat terurai hidrolisis WHO, 1998. Berdasarkan hasil dari penetapan kadar simplisia daun keji beling pada Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa kadar abu total, kadar abu tidak larut asam, kadar sari larut dalam air, kadar sari larut dalam etanol dari simplisia daun keji beling telah memenuhi persyaratan menurut Materia Medika Indonesia Edisi I. Perhitungan hasil karakterisasi simplisia daun keji beling dapat dilihat pada Lampiran 9 halaman 63-67.

4.2 Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia dilakukan untuk mengetahui golongan metabolit sekunder yang mempunyai aktivitas biologi yang terdapat dalam simplisia dan ekstrak etanol daun keji beling. Skrining fitokimia yang dilakukan adalah pemeriksaan golongan senyawa alkaloid, flavonoid, tanin, glikosida, saponin dan 42 steroidtriterpenoid. Hasil skrining fitokimia simplisia dan ekstrak dari daun keji beling dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Hasil skrining fitokimia simplisia dan ekstrak etanol daun keji beling No Pemeriksaan Kandungan Hasil Simplisia Ekstrak 1 Alkaloid + + 2 Flavonoid + + 3 Tanin + + 4 Glikosida + + 5 Saponin + + 6 Steroidtriterpenoid + + Keterangan: + : ada - : tidak ada Berdasarkan hasil skrining diketahui bahwa simplisia dan ekstrak etanol daun keji beling mengandung alkaloid, flavonoid, tanin, glikosida, saponin dan steroidtriterpenoid.

4.3 Ekstraksi Serbuk Simplisia Daun Keji Beling

Pembuatan ekstrak dilakukan dengan metode perkolasi menggunakan pelarut etanol 96. Serbuk kering simplisia daun keji beling yang diperoleh sebanyak 855 gram setelah perkolasi dan dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator diperoleh ekstrak kental sebanyak 156,8 gram.

4.4. Hasil Pengujian Kontraksi Seri konsentrasi Asetilkolin Terhadap Otot Polos Ileum

Pengujian kontraksi otot polos ileum terisolasi dengan penambahan konsentrasi bertingkat asetilkolin 10 -8 M sampai 3 x 10 -3 M dilakukan untuk mendapatkan effective concentration EC 80 asetilkolin yang selanjutnya akan digunakan untuk pengujian efek kontraksi ekstrak etanol keji beling sebagai pembanding. Hasil pengujian ini diamati melalui perubahan respon kontraksi 43 otot polos ileum terisolasi terhadap peningkatan konsentrasi asetilkolin 10 -8 M sampai 3 x 10 -3 M Gambar 4.1. Gambar 4.1 Grafik kontraksi otot polos organ ileum terisolasi yang dikontraksi dengan pemberian seri konsentrasi asetilkolin 10 -8 – 3 x 10 -3 M. Data yang disajikan adalah nilai rata-rata ± SEM, n = 3. Penambahan seri konsentrasi asetilkolin menyebabkan terjadinya kontraksi pada otot polos ileum terisolasi. Kontraksi otot polos ileum meningkat dengan meningkatnya konsentrasi asetilkolin. Respon kontraksi maksimal otot polos ileum diperoleh pada konsentrasi asetilkolin 2 x 10 -2 M, karena peningkatan konsentrasi asetilkolin yang lebih tinggi tidak lagi menunjukkan peningkatan kontraksi. Jumlah reseptor membatasi efek yang ditimbulkan, sehingga walaupun konsentrasi ditingkatkan, respon tidak bertambah. Respon terhadap dosis obat yang rendah biasanya meningkat sebanding langsung dengan dosis. Namun, dengan meningkatnya dosis peningkatan respon menurun. Pada akhirnya tercapailah dosis yang tidak dapat meningkatkan respon lagi Bourne dan Zastrow, 2001. Hasil pengujian kontraksi otot polos ileum marmut dengan 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 -8,0 -7,5 -7,0 -6,5 -6,0 -5,5 -5,0 -4,5 -4,0 -3,5 -3,0 -2,5 K on tr ak si Log konsentrasi M ACh EC 80 44 penambahan seri konsentrasi asetilkolin dapat dilihat pada Lampiran 14 halaman 63. Asetilkolin bekerja pada reseptor ACh reseptor asetilkolin – muskarinik = kolinoseptor pada sel-sel pascasinaptik di sel-sel efektor otot polos, otot jantung dan kelenjar. Asetilkolin menstimulasi sekresi kelenjar dan menyebabkan kontraksi otot polos melalui aktivasi reseptor M 3 . Pemberian obat agonis muskarinik akan merangsang sekresi kelenjar terutama kelenjar ludah dan lambung, serta meningkatkan aktifitas motorik saluran cerna dan merelaksasi sfinkter. Keadaan ini disebabkan oleh depolarisasi dan Ca ++ pada otot polos saluran cerna Munaf, 1994.

4.5 Hasil Pengujian Kontraksi Ekstrak Daun Etanol Keji Beling EEDKB Pada Otot Polos Ileum

Dokumen yang terkait

Efek Ekstrak Etanol Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi L.) Terhadap Kontraksi Otot Polos Ileum Marmut Jantan (Cavia Porcellus) Terisolasi

6 112 90

Efek Relaksasi Ekstrak Etanol Daun Pugun Tanoh (Curanga fel-terrae (Lour.) Merr.) Terhadap Kontraksi Otot Polos Ileum Marmut (Cavia porcellus) Terisolasi Secara In Vitro

8 98 122

Efek Ekstrak Etanol Daun Keji Beling (Strobilanthus Crispus (L.) Blume) Terhadap Kontraksi Otot Polos Ileum Marmut Jantan (Cavia Porcellus) Terisolasi Secara Kualitatif

0 0 16

Efek Ekstrak Etanol Daun Keji Beling (Strobilanthus Crispus (L.) Blume) Terhadap Kontraksi Otot Polos Ileum Marmut Jantan (Cavia Porcellus) Terisolasi Secara Kualitatif

0 0 2

Efek Ekstrak Etanol Daun Keji Beling (Strobilanthus Crispus (L.) Blume) Terhadap Kontraksi Otot Polos Ileum Marmut Jantan (Cavia Porcellus) Terisolasi Secara Kualitatif

0 0 5

Efek Ekstrak Etanol Daun Keji Beling (Strobilanthus Crispus (L.) Blume) Terhadap Kontraksi Otot Polos Ileum Marmut Jantan (Cavia Porcellus) Terisolasi Secara Kualitatif

0 5 17

Efek Ekstrak Etanol Daun Keji Beling (Strobilanthus Crispus (L.) Blume) Terhadap Kontraksi Otot Polos Ileum Marmut Jantan (Cavia Porcellus) Terisolasi Secara Kualitatif

0 0 4

Efek Ekstrak Etanol Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi L.) Terhadap Kontraksi Otot Polos Ileum Marmut Jantan (Cavia Porcellus) Terisolasi

0 0 15

Efek Ekstrak Etanol Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi L.) Terhadap Kontraksi Otot Polos Ileum Marmut Jantan (Cavia Porcellus) Terisolasi

0 0 2

Efek Ekstrak Etanol Daun Keji Beling (Strobilanthus Crispus (L.) Blume) Terhadap Kontraksi Otot Polos Ileum Marmut Jantan (Cavia Porcellus) Terisolasi Secara Kualitatif

0 0 41