Tanggung Jawab Pelaku Usaha terkait Kelalaian Produk yang telah

C. Tanggung Jawab Pelaku Usaha terkait Kelalaian Produk yang telah

Disertifikasi Tanggung jawab adalah suatu kata dalam Bahasa Indonesia yang sudah secara umum dipakai di dalam masyarakat. Di kalangan para ahli hukum, baik praktisi maupun teoritis tanggungjawab diistilahkan dengan “responsibility” pertimbangan nilai-nilai dan rasa keadila sosial secara luas, baik dilihat dari moral maupun maupun dari segi kehidupan sosial. Sehubungan dengan tanggung jawab produsen dan pelaku usaha lainnya, disebutkan bahwa mereka yang melakukan kegiatan atau menjalankan usaha untuk memperoleh keuntungan bagi dirinya sendiri adalah waja bila dia harus menanggung resiko akibat kegiatan atau usahanya itu. 113 Berdasarkan tanggung jawab, terdapata prinsip-prinsip yang tersimpan di dalam pertanggung jawaban tersebut dan dapat dibedakan menjadi beberapa pertanggung jawaban, yaitu: 114 1. kesalahan liability based on fault; 2. praduga selalu bertanggung jawab presumption of liability; 3. praaduga selalu tidak bertanggung jawab presumption of nonliability; 4. tanggung jawab mutlak strict liability 5. pembatasan tanggung jawab limitation of liability. 113 Sukarmi, Cyber Law: Kontrak Elektronik dalam bayang-Bayang Pelaku Usaha Jakarta: Pustaka Sutra. 2009,hlm. 11. 114 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen Jakarta: Sinar Grafika. 2009, hlm. 93. Tanggung jawab berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014, yaitu; Pelaku usaha yang melakukan kelalaian berupa tidak melaksanakan kewajibannya sesuai dengan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal yaitu salah satunya adalah tidak mencantumkan label halal pada produk yang telah disertifikasi halal, maka dalam hal ini pelaku usaha akan dikenai sanksi administratif berupa: 1. peringatan tertulis; 2. denda administratif; atau 3. pencabutan Sertifikat Halal. Pasal 27 di atas menyebutkan bagaimana pelaku usaha diberikan suatu sanksi akibat tidak melaksanakan kewajibannya dan akan diminta pertanggungjawabannya melalui sanksi-sanksi perigatan tertulis terlebih dahulu, namun apabila pelaku usaha juga tidak mengindahkan peringatan tertulis tersebut, maka pelaku usaha dapat dijatuhkan denda administrasi kemudian apabila denda administrasi ini juga tidak mempengaruhi tindakan pelaku usaha untuk tetap melakukan kewajibannya maka pelaku usaha akan dicabut sertifikat halalnya. Pada Pasal 41 juga disebutkan bahwa pelaku usaha yang mencantumkan Label Halal tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dan Pasal 39 dikenai sanksi administratif berupa: 1. teguran lisan; 2. peringatan tertulis; atau 3. pencabutan Sertifikat Halal Selain sanksi di atas, pada Pasal 56 juga disebutkan bahwa pelaku usaha yang tidak menjaga kehalalan Produk yang telah memperoleh Sertifikat Halal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 dua miliar rupiah. Apabila dilihat dari kedua pasal di atas, yaitu pasal 27 dan 56 akan terlihat suatu penerapan hukum lebih mengedapankan peringatan tertulis atau teguran lisan, dimana memiliki pengertian bahwa penerapan penegakan hukum pidana sebagai upaya terakhir setelah penerapan penegakan hukum administrasi dianggap tidak berhasil. Sanksi pidana yang terdapat dalam Pasal 56 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal merupakan sanksi yang apabila sanksi pada Pasal 27 terlebih dahulu diterapkan, dan oleh karena itu dapat dipastikan bahwa dengan adanya penerapan asas ini membuktikan bahwa nilai-nilai ekonomis masih diperhatikan demi keberlangsungan pelaku usaha. Selain tanggung jawab secara khusus, terdapat juga bentuk-bentuk pertanggungjawaban pelaku usaha secara umum yang diatur di dalam Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pelindungan Konsumen yang dirumuskan sebagai berikut: 1. Pasal 19 ayat 1 Undang-Undang Perlindungan Konsumen menetapkan tanggung jawab pelaku usaha untuk memberikan ganti kerugian kepada konsumen sebagai akibat kerusakan, pencemaran, danatau kerugian konsumen karena mengkonsumsi barang danatau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan 2. Pasal 19 ayat 2.Ganti kerugian yang dapat diberikan dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang danatau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan danatau pemberian santunan. Pasal 19 ayat 3 Undang-Undang Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa Tenggang waktu pemberian ganti kerugian dilaksanakan dalam 7 tujuh hari setelah tanggal transaksi Pasal 19 ayat 3. Pemberian ganti kerugian tersebut ridak menghapus kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasrkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan. Pasal 19 ayat 4 Undang- Undang Perlindungan Konsumen . Ketentuan sebagaimana diatur dalam ayat 1 dan 2 tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen. Pasal 19 ayat 5 Undang- UndangPerlindungan Konsumen. 3. Pasal 20 Undang-Undang Perlindungan Konsumen menegaskan tanggung jawab pelaku usaha periklanan atas iklan yang diproduksinya dan segala akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut. 4. Pasal 21 Undang-Undang Perlindungan Konsumen menetapkan tanggung jawab importir mengenai barangatau jasa yang dipasarkannya: a. Importir barang bertanggung jawab sebagai pembuat barang yang diimpor apabila importasi barang tersebut tidak dilakukab oleh agen atau perwakilan produsen luar negeri Pasal 21 ayat 1 Undang-Undang Perlindungan Konsumen. b. Importir jasa bertanggung jawab sebagai penyedia jasa asing, apabila jasa asing tersebut todak dilakukan oleh agen atau perwakilan penyedia jasa asing Pasal 21 ayat 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen. 5. Pasal 22 Undang-Undang Perlindungan Konsumen menetapkan pembuktian terhadap ada tidaknya kesalahan dalam kasus pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 4, Pasal 20, dan Pasal 21 merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha tanpa menutup kemungkinan bagi jaksa untuk melakukan pembuktian. 6. Pasal 23 Undang-Undang Perlindungan Konsumen menetapkan bagi pelaku usaha yang menolak danatau tidak memberikan tanggapan danatau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen, dapat digugat melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen atau mengajukan ke badan peradilan di tempat kedudukan konsumen. 7. Pasal 24 ayat 1 Unddang-Undang Perlindungan Konsumen menetapkan tanggung jawab pelaku usaha yang menjual barang danatau jasa kepada pelaku usaha lain atas tuntutan ganti rugi danatau gugatan konsumen apabila : a. Pelaku usaha lain menjual kepada konsumen tanpa melakukan perubahan apapun atas barang danatau jasa tersebut b. Pelaku usaha lain, di dalam transaksi jual beli tidak mengetahui adanya perubahan barang danatau jasa yang dilakukan oleh pelaku usaha atau tidak sesuai dengan contoh, mutu, dan komposisi. Dalam Pasal 24 ayat 2 : pelaku usaha sebagaimana dimaksudkan dalam ayat 1 dibebaskan dari tanggung jawab apabila pelaku usaha lain yang membeli barang danatau jasa menjual kembali kepada konsumen dengan melakukan perubahan atas barang danatau jasa tersebut. 8. Pasal 25 ayat 1 Undang-Undang Perlindungan Konsumen mewajibkan pelaku usaha untuk menyediakan suku cadang atau fasilitas purna jual dalam jangka waktu 1 satu tahun bagi barang yang pemanfaatannya berkelanjutan, serta wajib untuk memenuhi jaminan atau garansi sesuai dengan yang diperjanjikan. Dalam ayat 2 Pelaku usaha bertanggung jawab untuk memberikan ganti rugi danatau gugatan konsumen apabila pelaku usaha tersebut tidak menyediakan atau lalai menyediakan suku cadang danatau fasilitas perbaikan, atau tidakgagal memenuhi jaminan atau garansi yang dijanjikan. 9. Pasal 26 Undang-Undang Perlindungan Konsumen menegaskan kewajiban pelaku usaha yang memperdagangkan jasa untuk memenuhi jaminan danatau garansi yang disepakati danatau dijanjikan. 10. Pasal 27 Undang-Undang Perlindungan Konsumen menetapkan hal-hal yang dapat membebaskan pelaku usaha dari tanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh konsumen, apabila : a. Barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksudkan untuk diedarkan b. Cacat barang timbul di kemudian hari; c. Cacat timbul sebagai akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang d. Kelalaian yang diakibatkan konsumen e. Lewatnya jangka waktu penuntutan 4 empat tahun sejak barang dibeli atau lewat jangka waktu yang diperjanjikan. 11. Pasal 28 Undang-Undang Perlindungan Konsumen kembali ditegaskan bahwa pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 22, dan Pasal 23 merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha. Apabila dilihat berdasarkan penjelasan di atas maka dalam ini pelaku usaha memiliki tanggung jawab berdasarkan tanggung jawab mutlak strict liability. Tanggung jawab mutlak strict liability. memiliki arti bahwa Pelaku usaha harus bertanggung jawab secara langsung tanpa memperhatikan ada tidaknya unsur kesalahan, yang dilihat adalah kerugian yang ditimbulkan liability based on risk. Jadi merupakan kewajiban pelaku usaha untuk mengganti rugi. Dalam hal memberikan ganti rugi memang harus ada unsur kesalahan terlebih dahulu, tetapi karena untuk membuktikannya terlalu sulit maka pelaku usaha langsung melakukan ganti rugi. Ada pendapat yang menyatakan, strict liability adalah prinsip tanggung jawab yang menetapkan kesalahan tidak sebagai faktor yang menentukan. Namun ada pengecualian-pengecualian yang memungkinkan untuk dibebaskan dari tanggung jawab, misalnya pada keadaan force majeure. Sebaliknya absolute liability adalah prinsip tanggung jawab tanpa kesalahan dan tidak ada pengecualiannya. 115 Tanggung jawab yang timbul dari pelaku usaha berdasarkan Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal tersebut di atas 115 Suherman, Masalah Tanggung Jawab Pada Charter Pesawat Udara Dan Beberapa Masalah Lain Dalam Bidang Penerbangan Kumpulan Karangan Cetakan ke-II Bandung: Alumni, 1979, hlm. 23. adalah tanggung jawab berdasarkan administrasi dan tanggung jawab pidana. Seperti yang dijelaskan bahwa tanggung jawab administrasi merupakan tanggung jawab yang lebih diutamakan dari pada tanggung jawab pidana, karena tanggung jawab pidana adalah tanggung jawab terakhir.

BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA ATAS PRODUK TIDAK

Dokumen yang terkait

Perlindungan hukum bagi konsumen Muslim terkait penyelesaian sengketa sebelum dan sesudah disahkannya undang-undang nomor 33 tahun 2014 tentang janinan produk halal

2 76 0

Perlindungan Hukun Terhadap Produsen Farmasi Pada Era Pasar Tunggal ASEAN Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal

0 8 120

UU Nomor 33 Th 2014 Jaminan Produk Halal

0 0 40

POLITIK HUKUM ISLAM DALAM REGULASI JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA KAJIAN UU NO.33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL.

3 10 53

UNDANG- UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2 014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL

0 0 40

Perlindungan Hukun Terhadap Produsen Farmasi Pada Era Pasar Tunggal ASEAN Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal

0 0 7

Perlindungan Hukun Terhadap Produsen Farmasi Pada Era Pasar Tunggal ASEAN Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal

0 1 23

Perlindungan Hukun Terhadap Produsen Farmasi Pada Era Pasar Tunggal ASEAN Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal

0 1 6

BAB II PENGATURAN PEMBERIAN JAMINAN PRODUK HALAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL A. Kewajiban Muslim untuk Mengkonsumsi Produk Halal berdasarkan Al- quran dan Hadist - Pemberian Jaminan Produk Halal Terhadap Kons

1 1 37

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pemberian Jaminan Produk Halal Terhadap Konsumen Muslim Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal

0 0 15