Sulanjari. Bahwa Etik Sri Sulanjari secara sukarela memberikan Kunci kendaraan dan Surat Tanda Nomor Kendaraan STNK sepeda motor Suzuki Skydrive No
Polisi AD 2291 TU, Warna kuning metalic, atas nama Etik Sri Sulanjari kepada staff PT. Sinarmas Multifinance.
124
B. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Sebagai Media Penyelesaian
Sengketa
Pasal 1 angka 1 UUPK menyebutkan bahwa Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK adalah badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan
sengketa antara pelaku usaha dan konsumen. BPSK sebagai badan publik yang berfungsi untuk menangani dan menyelesaikan sengketa konsumen di luar
pengadilan, keberadaannya merupakan salah satu amanat Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang diaktualisasikan melalui
Keputusan Presiden.
125
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tugas penyelesaian sengketa dibebankan kepada BPSK.
126
124
Berdasarkan Putusan Nomor 105 KPdt.Sus-BPSK2012.
Sebagaimana yang telah diatur pada Pasal 49 dan Pasal 51 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pemerintah membentuk
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK di Daerah Tk II untuk menyelesaikan sengketa konsumen di luar pengadilan. Susunan organisasi BPSK
terdiri dari Ketua merangkap Anggota, Wakil Ketua merangkap Anggota, Anggota dan Sekretariat.
125
Anonim “Sejarah BPSK” http:bpsk.denpasarkota.go.idindex.php tentangkami 17Sejarah diakses pada tanggal 15 April 2015.
126
Happy Susanto, Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan Jakarta: Transmedia Pustaka, 2008 , hlm. 83.
Anggota BPSK terdiri dari unsur Pemerintah, Konsumen dan Pelaku Usaha. Unsur Pemerintah berasal dari wakil instansi yang ruang lingkup tugasnya
meliputi bidang industri, perdagangan, kesehatan, pertambangan, pertanian, kehutanan, perhubungan dan keuangan. Unsur Konsumen berasal dari wakil dari
Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat LPKSM yang terdaftar dan diakui oleh Wali Kota atau Bupati atau Kepala Dinas setempat. Unsur Pelaku
Usaha berasal dari Asosiasi danatau organisasi pengusaha yang berada di Daerah Kota atau di Daerah Kabupaten setempat. Setiap unsur sebagaimana dimaksud di
atas, berjumlah sedikinya 3 tiga orang dan sebanyaknya 5 lima orang. Jumlah anggota BPSK sedikitnya 9 sembilan orang atau sebanyaknya 15 lima belas
orang disesuaikan dengan volume dan beban kerja BPSK setempat. Sepertiga dari jumlah anggota BPSK wajib berpengetahuan dan berpendidikan di bidang
hukum.
127
1. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara
konsiliasi, mediasi dan arbitrase; Tugas pokok Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK sesuai
dengan undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan
konsumen. Adapun fungsi BPSK adalah menangani dan menyelesaikan sengketa konsumen di luar pengadilan dengan jabaran tugas dan kewenangan BPSK
sebagai berikut:
127
Anonim “Pengangkatan, Pemberhentian Anggota Dan Sekretariat Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen siaran pers” http:www.kemenperin.go.idartikel622 Pengangkatan,-
Pemberhentian-Anggota-Dan-Sekretariat-Badan-Penyelesaian-Sengketa Konsumen diakses pada tanggal 15 April 2015.
2. Memberikan kontribusi perlindungan konsumen;
3. Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku;
4. Melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan
dalam UU nomor 8 tahun 1999; 5.
Menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
6. Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen;
7. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap
perlindungan konsumen; 8.
Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan atau setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap UU nomor 8 tahun 1999;
9. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi
ahli atau setiap orang sebagaimana dimaksud pada huruf g dan h yang tidak memenuhi panggilan BPSK;
10. Mendapatkan,meneliti dan atau menilai surat.dokumen, atau alat bukti lain
guna penyidikan dan atau pemeriksaan; 11.
Memutuskan dan menetapkan ada atau tidaknya kerugian dipihak konsumen; 12.
Memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
13. Menjatuhkan sanksi administrative kepada pelaku usaha yang melanggar
ketentuan UU nomor 8 tahun 1999. Pasal 23 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen UUPK mengatur bahwa konsumen dapat mengajukan gugatan pada
pelaku usaha melalui badan penyelesaian sengketa konsumen atau ke badan peradilan. Kemudian, menurut Pasal 52 UUPK, salah satu kewenangan dari
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK adalah menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran
terhadap perlindungan konsumen. Jadi, penyelesaian sengketa konsumen melalui BPSK tidak perlu persetujuan kedua belah pihak untuk memilih BPSK sebagai
forum penyelesaian sengketa. Berkaitan hal di atas, Pasal 45 UUPK memang menyebutkan bahwa
penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa. Namun, ini
tidak berarti dalam mengajukan gugatan harus telah disetujui dahulu oleh para pihak. Menurut penjelasan Pasal 45 UUPK,, dalam penyelesaian sengketa
konsumen tidak menutup kemungkinan penyelesaian damai oleh para pihak yang bersengketa. Pada setiap tahap diusahakan untuk menggunakan penyelesaian
damai oleh kedua belah pihak yang bersengketa. Jadi, pengajuan gugatannya tidak harus atas persetujuan para pihak, tetapi para pihak dapat bersepakat untuk
memilih perdamaian untuk penyelesaian sengketanya. Lain halnya dengan penyelesaian sengketa BPSK yang melalui cara
konsiliasi atau mediasi atau arbitrase. Menurut pasal 52 huruf a UUPK, BPSK berwenang untuk melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa
konsumen melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi. Mengenai mediasi, arbitrase dan konsiliasi ini kemudian diatur lebih lanjut dalam Keputusan Menteri
Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 350MppKep122001
Tahun 2001 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kepmen Perindag 3502001. Menurut pasal 4 ayat 1
Kepmen Perindag Nomor 350MppKep122001, penyelesaian sengketa konsumen oleh BPSK melalui cara konsiliasi atau mediasi atau arbitrase
dilakukan atas dasar pilihan dan persetujuan para pihak yang bersangkutan. Jadi, yang perlu persetujuan para pihak adalah apabila penyelesaian sengketa konsumen
di BPSK dilakukan dengan cara mediasikonsiliasiarbitrase. Konsumen dapat menggugat pelaku usaha ke BPSK atau ke badan
peradilan. Namun, dalam hal sengketa itu bukan kewenangan BPSK, Ketua BPSK dapat menolak permohonan penyelesaian sengketa konsumen.
128
Pasal 52 huruf g UUPK memang memberikan kewenangan pada BPSK untuk memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran
terhadap perlindungan konsumen. Akan tetapi, BPSK tidak diberikan kewenangan untuk melakukan pemanggilan paksa terhadap pelaku usaha tersebut. Meski
demikian, BPSK bisa meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha yang tidak bersedia memenuhi panggilan badan penyelesaian sengketa
Dalam hal telah ada perjanjian antara pelaku usaha dan konsumen mengenai forum penyelesaian
sengketa, maka sudah seharusnya para pihak tunduk pada klausula tersebut. Ini mengacu pada pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, bahwa
perjanjian yang dibuat secara sah mengikat para pihaknya sebagai undang- undang. Oleh karena itu, seharusnya penyelesaian sengketa dilakukan berdasar
kesepakatan awal.
128
Kepmen Perindag 3502001 pasal 17.
konsumen
129
Jadi, BPSK tidak memiliki kewenangan untuk melakukan pemanggilan paksa, tetapi BPSK bisa meminta bantuan pada penyidik untuk
menghadirkan pelaku usaha. Penyidik di sini mengacu pada Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia dan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan
instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang perlindungan konsumen.
130
Apabila pelaku usaha tetap tidak memenuhi panggilan BPSK, maka BPSK dapat mengadili sengketa konsumen tanpa kehadiran pelaku usaha. Hal ini
mengacu pada pasal 36 Kepmen Perindag 3502001, yaitu dalam hal pelaku usaha tidak hadir pada hari persidangan I pertama,majelis hakim BPSK akan
memberikan kesempatan terakhir kepada pelaku usaha untuk hadir pada persidangan II kedua dengan membawa alat bukti yang diperlukan. Jika pada
persidangan II kedua pelaku usaha tidak hadir, maka gugatan konsumen dikabulkan oleh Majelis tanpa kehadiran pelaku usaha. Jadi, dalam hal pelaku
usaha tidak menghadiri persidangan, maka BPSK dapat mengabulkan gugatan konsumen. Adapun putusan BPSK sendiri adalah putusan yang final dan telah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
131
Final artinya dalam badan penyelesaian sengketa konsumen tidak ada upaya banding dan kasasi.
132
129
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pasal 52 huruf i.
130
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pasal 59 ayat 1.
131
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pasal 54 jo pasal 42 ayat 1 Kepmen Perindag Nomor 3502001.
132
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen penjelasan pasal 54 ayat 3.
Putusan
BPSK kemudian dapat dimintakan penetapan eksekusi oleh BPSK kepada Pengadilan Negeri di tempat konsumen yang dirugikan.
133
1. Dalam waktu paling lambat 7 tujuh hari kerja sejak menerima putusan
badan penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 pelaku usaha wajib melaksanakan putusan tersebut;
Berikut proses acara di BPSK ini dilakukan paling lama 21 hari setelah gugatan diterima sesuai dengan Pasal 55 UUPK. Sedangkan pada Pasal 56 UUPK
diatur bahwa:
2. Para pihak dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri paling
lambat 14 empat belas hari kerja setelah menerima pemberitahuan putusan tersebut;
3. Pelaku usaha yang tidak mengajukan keberatan dalam jangka waktu
sebagaimana dimaksud pada angka 2 dianggap menerima putusan badan penyelesaian sengketa konsumen;
4. Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 3 tidak
dijalankan oleh pelaku usaha, badan penyelesaian sengketa konsumen menyerahkan putusan tersebut kepada penyidik untuk melakukan penyidikan
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku; 5.
Putusan badan penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana dimaksud pada angka 3 merupakan bukti permulaan yang cukup bagi penyidik untuk
melakukan penyidikan.
133
Kepmen Perindag Nomor 3502001 pasal 42 ayat 2.
Kemudian terkait dengan putusan, pada Pasal 58 UUPK menyatakan bahwa:
1. Pengadilan Negeri wajib mengeluarkan putusan atas keberatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 56 angka 2 dalam waktu paling lambat 21 dua puluh satu hari sejak diterimanya keberatan.
2. Terhadap putusan Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud pada angka 1,
para pihak dalam waktu paling lambat 14 empat belas hari dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung Republik Indonesia.
3. Mahkamah Agung Republik Indonesia wajib mengeluarkan putusan dalam
waktu paling lambat 30 tiga puluh hari sejak menerima permohonan kasasi. Badan penyelesaian sengketa konsumen dalam hal ini adalah lembaga
independen yang dapat digunakan oleh para pihak ketika permasalahan timbul. Terhadap penyelesaian jaminan produk halal, BPSK dapat digunakan sebagai
media penyelesaian sengketa apabila para pihak tidak dapat menyelesaikannya secara damai. Alasan digunakannya BPSK sebagai lembaga penyelesaian
sengketa terkait dengan jaminan produk halal adalah karena terdapatnya hubungan antara pelaku usaha dengan konsumen. Undang-undang Nomor 33 Tahun 201
tentang Jaminan Produk Halal menempatkan pelaku usaha untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban seperti salah satunya adalah pencatuman label halal.
Apabila pencatuman ini tidak dilaksanakan maka pada dasarnya telah melakukan suatu pelanggaran karena tidak memiliki ketentuan perundang-
undangan. Korelasinya terhadap hubungan antara pelaku usaha dengan konsumen adalah suatu produk yang dihasilkan pelaku usaha yang ditujukan untuk dijual dan
dikonsumsi oleh konsumen pada prinsipnya telah menciptakan suatu hubungan pelaku usaha dengan konsumen, dengan alasan inilah uu jaminan produk halal
setiap ada sengketa yang ditimbulkan ketika terkait dengan hubungan pelaku usaha dengan konsumen dapat diselesaikan melalui BPSK.
C. Pengadilan Negeri Sebagai Media Penyelesaian Sengketa dalam Dasar