Kewajiban Pelaku Usaha terkait Jaminan Produk Halal

Kedudukan pelaku usaha tidak kalah pentingnya dengan kedudukan konsumen dalam hal hubungan ekonomi. Tidak ada pihak yang lebih tinggi dibandingkan dengan pihak lainnya, karena pelaku usaha dengan konsumen adalah pihak yang sama-sama memiliki kesamaan apalagi di depan hukum. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen memberikan keseteraan posisi secara legalitas sehingga menciptakan keadilan.

B. Kewajiban Pelaku Usaha terkait Jaminan Produk Halal

Setelah mendapat sertifikasi halal, maka dalam hal ini pelaku usaha memiliki beberapa kewajiban yang harus dilaksanakan. Kewajiban ini merupakan kewajiban yang tidak dapat dikesampingkan, karena apabila tidak dilaksanakan akan mendapatkan hukuman dan pelaku usaha tersebut harus bertanggung jawab. Kewajiban merupakan suatu bentuk yang harus dilaksanakan oleh seseorang ataupun badan hukum. Kewajiban itu sendiri dapat timbul dikarenakan adanya hubungan hukum dan dikarenakan undang-undang. Kewajiban yang timbul karena hubungan hukum dapat terjadi karena adanya suatu perjanjian. Seperti contoh adalah ketika A melakukan jual beli sebuah mobil dengan B. A wajib menyerahkan mobilnya ketika menerima sejumlah uang dari B sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Adapun kewajiban yang timbul dikarenakan undang-undang adalah ketika pelaku usaha harus memberikan informasi yang jelas terkait dengan barang dagangannya. Apabila pelaku usaha tidak melaksanakannya, maka pelaku usaha tersebut akan mendapatkan sanksi sesuai dengan undang-undang yang mengaturnya. Kewajiban-kewajiban yang telah disebutkan di atas merupakan beberapa contoh dari kewajiban yang timbul dari salah satu pihak dalam hal melakukan hubungan ekonomi dengan pihak lain. Sama halnya dalam jaminan produk halal, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang jaminan produk halal memberikan beberapa kewajiban yang harus dilaksanakan terkait dengan jaminan produk halal tersebut. Salah satu kewajiban pelaku usaha tersebut adalah ketika melakukan permohonan sertifikat halal. Dalam proses pengajuan permohonan tersebutm pelaku usaha wajib: 106 1. memberikan informasi secara benar, jelas, dan jujur; 2. memisahkan lokasi, tempat dan alat penyembelihan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan penyajian antara Produk Halal dan tidak halal; 3. memiliki Penyelia Halal; dan 4. melaporkan perubahan komposisi Bahan kepada BPJPH. Pelaku Usaha yang memproduksi Produk dari Bahan yang berasal dari Bahan yang diharamkan sebagaimana dikecualikan dari mengajukan permohonan Sertifikat Halal wajib mencantumkan keterangan tidak halal pada Produk. 107 Beberapa kewajiban yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha setelah mendapat sertifikat halal adalah pelak usaha wajib mencantumkan Label Halal pada: 108 1. kemasan Produk; 106 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal Pasal 24 107 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal Pasal 26 ayat 2 108 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal Pasal 38. 2. bagian tertentu dari Produk; danatau 3. tempat tertentu pada Produk Pencantuman label halal harus mudah dilihat dan dibaca serta tidak mudah dihapus, dilepas, dan dirusak. 109 Selain mencantumkan label halal pelaku usaha yang telah mendapatkan sertifikat halal juga wajib untuk: 110 1. Menjaga kehalalan Produk yang telah memperoleh Sertifikat Halal; 2. Memisahkan lokasi, tempat dan penyembelihan, alat pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan penyajian antara Produk Halal dan tidak halal 3. Memperbarui Sertifikat Halal jika masa berlaku Sertifikat Halal berakhir 4. Melaporkan perubahan komposisi Bahan kepada BPJPH Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal jufa mengatur kewajiban Pelaku Usaha dengan memberikan pengecualian terhadap Pelaku Usaha yang memproduksi Produk dari Bahan yang berasal dari Bahan yang diharamkan dengan kewajiban mencantumkan secara tegas keterangan tidak halal pada kemasan Produk atau pada bagian tertentu dari Produk yang mudah dilihat, dibaca, tidak mudah terhapus, dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Produk. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal juga mengatur beberapa kewajiban yang harus dilakukan pelaku usaha setelah mendapatkan sertifikat halal. Diakui bahwa tidak terlalu banyak hal-hal yang mengatur kewajiban pelaku usaha tersebut, namun untuk melengkapi kewajiban 109 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal Pasal 39. 110 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal Pasal 25. tersebut yang mana pelaku usaha juga termasuk dari bagian pengaturan perlindungan konsumen, maka akan diuraikan beberapa kewajiban pelaku usaha apabila dipandang dalam hukum perlindungan konsumen. Kewajiban-kewajiban yang tertuang di dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal adalah sebagai bentuk pengaturan secara khusus atas kewajiban pelaku usaha terhadap konsumen muslim. Namun kewajiban pelaku usaha tersebut juga dapat dihubungkan dengan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Berikut kewajiban yang tertuang dalam UUPK tersebut: 1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya. 2. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang danatau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan. 3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif. 4. Menjamin mutu barang danatau jasa yang diproduksi danatau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang danatau jasa yang berlaku. 5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, danatau mencoba barang danatau jasa tertentu serta memberi jaminan danatau garansi atas barang yang dibuat danatau yang diperdagangkan. 6. Memberi kompensasi, ganti rugi danatau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang danatau jasa yang diperdagangkan. 7. Memberi kompensasi, ganti rugi danatau penggantian apabila barang danatau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak. Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen pelaku usaha diwajibkan beriktikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya, sedangkan bagi konsumen diwajibkan beriktikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang danatau jasa. 111 Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen tampak bahwa iktikad baik lebih ditekankan pada pelaku usaha, karena meliputi semua tahapan dalam melakukan kegiatan usahanya, sehingga dapat diartikan bahwa kewajiban pelaku usaha untuk beriktikad baik dimulai sejak barang dirancangdiproduksi sampai pada tahap purna penjualan, sebaliknya konsumen hanya diwajibkan beriktikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang danatau jasa. Hal ini tentu saja disebabkan karena kemungkinan terjadinya kerugian bagi konsumen dimulai sejak barang dirancangdiproduksi oleh produsen pelaku usaha, sedangkan bagi konsumen, kemungkinan untuk dapat merugikan produsen mulai pada saat melakukan pada saat transaksi dengan produsen. 112 111 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen Jakarta: Rajawali Pers, 2010, hlm.. 51. 112 Ibid, hlm. 54. Apabila dicoba diseleraskan antara peraturan jaminan produk halal dengan perlindungan konsumen, maka keduanya tidaklah berbenturan. Pengaturan perlindungan konsumen merupakan bentuk dari gambaran secara luas atas beberapa kewajiban dari pelaku usaha, sedangkan jaminan produk halal merupakan bentuk aturan secara khusus atas pengaturan produk halal.

C. Tanggung Jawab Pelaku Usaha terkait Kelalaian Produk yang telah

Dokumen yang terkait

Perlindungan hukum bagi konsumen Muslim terkait penyelesaian sengketa sebelum dan sesudah disahkannya undang-undang nomor 33 tahun 2014 tentang janinan produk halal

2 76 0

Perlindungan Hukun Terhadap Produsen Farmasi Pada Era Pasar Tunggal ASEAN Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal

0 8 120

UU Nomor 33 Th 2014 Jaminan Produk Halal

0 0 40

POLITIK HUKUM ISLAM DALAM REGULASI JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA KAJIAN UU NO.33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL.

3 10 53

UNDANG- UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2 014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL

0 0 40

Perlindungan Hukun Terhadap Produsen Farmasi Pada Era Pasar Tunggal ASEAN Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal

0 0 7

Perlindungan Hukun Terhadap Produsen Farmasi Pada Era Pasar Tunggal ASEAN Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal

0 1 23

Perlindungan Hukun Terhadap Produsen Farmasi Pada Era Pasar Tunggal ASEAN Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal

0 1 6

BAB II PENGATURAN PEMBERIAN JAMINAN PRODUK HALAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL A. Kewajiban Muslim untuk Mengkonsumsi Produk Halal berdasarkan Al- quran dan Hadist - Pemberian Jaminan Produk Halal Terhadap Kons

1 1 37

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pemberian Jaminan Produk Halal Terhadap Konsumen Muslim Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal

0 0 15