Pada Pasal 1333 KUH Perdata mempertegas tentang apa yang dimaksud dengan “hal tertentu” sebagai syarat objektif dari syarat sahnya perjanjian yakni barang
yang sudah ditentukan minimal sudah ditentukan jenisnya, termasuk juga barang yang baru dapat ditentukan atau dihitung kemudian, walaupun pada saat
perjanjian dibuat belum ditentukan. Syarat keempat mengenai suatu sebab yang halal, ini juga merupakan
syarat tentang isi perjanjian. Kata halal di sini bukan dengan maksud untuk memperlawankan dengan kata haram dalam hukum Islam, tetapi yang
dimaksudkan di sini adalah bahwa isi perjanjian tersebut tidak dapat bertentangan dengan undang-undang kesusilaan dan ketertiban umum.
21
C. Asas-asas Hukum Dalam Suatu Perjanjian
Pada Pasal 1335 KUH Perdata mempertegas kembali tentang salah satu syarat objektif dari keabsahan
perjanjian, yaitu mengenai sebab yang halal, dimana kalau suatu perjanjian bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan atau ketertiban umum, maka
perjanjian tersebut tidak mempunyai kekuatan atau yang lazim disebut batal demi hukum. Sedangkan pada Pasal 1336 KUH Perdata menjelaskan tentang keabsahan
suatu perjanjian digantungkan pada sebab yang halal, walaupun hal itu tidak dicantumkan secara jelas dalam perjanjian.
Dalam rangka menciptakan keseimbangan dan memelihara hak-hak yang dimiliki oleh para pihak sebelum perjanjian yang dibuat menjadi perikatan yang
mengikat bagi para pihak, oleh kitab undang-undang hukum perdata diberikan
21
Ibid, hal. 69
Universitas Sumatera Utara
berbagai asas umum, yang merupakan pedoman atau patokan, serta menjadi batas atau rambu dalam mengatur dan membentuk perjanjian yang akan dibuat hingga
pada akhirnya menjadi perikatan yang berlaku bagi para pihak, yang dapat dipaksakan pelaksanaan atau pemenuhannya. Berikut di bawah ini dibahas asas-
asas umum hukum perjanjian yang diatur dalam kitab undang-undang hukum perdata.
1. Asas Personalia
Menurut asas personalia, seseorang hanya diperbolehkan mengikatkan diri untuk kepentingan dirinya sendiri dalam suatu perjanjian. Asas tersebut terdapat
pula dalam pasal 1315 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa pada umumnya tak seorang dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya
suatu janji dari pada untuk dirinya sendiri. Dari rumusan tersebut dapat diketahui bahwa pada dasarnya suatu
perjanjian yang dibuat oleh seseorang dalam kapasitasnya sebagai individu, subjek hukum pribadi, hanya akan berlaku dan mengikat untuk dirinya sendiri.
Dengan kapasitas kewenangan tersebut, sebagai seorang yang cakap bertindak dalam hukum, maka setiap tindakan, perbuatan yang dilakukan oleh orang
perorangan, sebagai subjek hukum pribadi yang mandiri, akan mengikat diri pribadi tersebut, dan dalam lapangan perikatan, mengikat seluruh harta kekayaan
yang dimiliki olehnya secara pribadi. Pihak ketiga tidak dapat diperjanjikan oleh pihak yang mengadakan
perjanjian, karena salah satu syarat sahnya perjanjian harus ada kata sepakat, yang berarti dalam perjanjian itu pihak ketiga tidak memberikan kata sepakat.
Universitas Sumatera Utara
Logikanya kalau dalam suatu perjanjian ditetapkan suatu janji untuk pihak ketiga, maka akan merugikan pihak ketiga yang tidak tahu apa-apa dan tidak
mengikatkan dirinya. Namun demikian undang-undang memberikan pengecualian terhadap asas ini sebagai mana ditetapkan dalam Pasal 1316 KUH Perdata. Pihak
yang mengadakan perjanjian, diperbolehkan menetapkan janji untuk pihak ketiga sebagai penanggung akan berbuat sesuatu.
Pada umumnya sesuai dengan asas personalia, yang diberikan dalam Pasal 1315 KUH Perdata, masalah kewenangan bertindak seseorang sebagai individu
dapat kita bedakan ke dalam: 1.
Untuk dan atas namanya serta bagi kepentingan dirinya sendiri. Dalam hal ini maka ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata berlaku
baginya secara pribadi; 2.
Sebagai wakil dari pihak tertentu mengenai perwakilan ini, dapat kita bedakan kedalam:
a. Yang merupakan suatu badan hukum dimana orang perorangan
tersebut bertindak dalam kapasitasnya selaku yang berhak dan berwenang untuk mengikat badan hukum tersebut dengan pihak
ketiga. Dalam hal ini berlakulah ketentuan mengenai perwakilan yang diatur dalam anggaran dasar dari badan hukum tersebut, yang
akan menentukan sampai sebarapa jauh kewenangan yang dimilikinya untuk mengikat badan hukum tersebut serta batasan-
batasannya.
Universitas Sumatera Utara
b. Yang merupakan perwakilan yang ditetapkan oleh hukum,
misalnya dalam bentuk kekuasaan orang tua, kekuasaan wali dari anak di bawah umur, kewenangan curator untuk mengurus harta
pailit. Dalam hal ini berlakulah ketentuan umum yang diatur dalam buku I KUH Perdata dan undang-undang kepailitan.
3. Sebagai kuasa dari orang atau pihak yang memberikan kuasa.
Dalam hal ini berlakulah ketentuan yang diatur dalam Bab XVI buku III KUH Perdata, mulai dari Pasal 1792 hingga Pasal 1819 KUH
Perdata. 2.
Asas Konsensualitas Asas ini dapat ditemukan di dalam Pasal 1320 dan Pasal 1338 KUH
Perdata. Dalam Pasal 1320 KUH Perdata penyebutannya tegas sedangkan dalam Pasal 1338 KUH Perdata ditemukan dalam istilah “semua”. Kata-kata semua
menunjukkan bahwa setiap orang diberi ke semua menunjukkan bahwa setiap orang diberi kesempatan untuk menyatakan keinginannya will, yang dirasanya
baik untuk menciptakan perjanjian. Asas ini sangat erat hubungannya dengan asas kebebasan mengadakan perjanjian.
22
22
Mariam Darus Badrulzaman, dkk., Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hal. 87
Asas konsensualitas memperlihatkan kepada kita semua, bahwa pada dasarnya suatu perjanjian yang dibuat secara lisan antara
dua orang atau lebih orang telah mengikat, dan karenanya telah melahirkan kewajiban bagi salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut, segera
setelah orang-orang tersebut mencapai kesepakatan atau consensus, meskipun kesepakatan tersebut telah dicapai secara lisan semata-mata. Ini berarti pada
Universitas Sumatera Utara
prinsipnya perjanjian yang mengikat dan berlaku sebagai perikatan bagi para pihak yang berjanji tidak memerlukan formalitas, walau demikian, untuk menjaga
kepentingan pihak debitur atau yang berkewajiban untuk memenuhi prestasi diadakanlah bentuk-bentuk formalitas, atau dipersyaratkan adanya suatu tindakan
yang nyata. Asas konsensualiatas adalah ketentuan umum yang melahirkan perjanjian
konsensuil. Sebagai pengecualian dikenalah perjanjian formil dan perjanjian riil, oleh karena dalam kedua jenis perjanjian yang disebut terakhir ini kesepakatan
saja belum mengikat pada pihak yang berjanji. 3.
Asas Kebebasan Berkontrak Seperti halnya asas konsensualitas, asas kebebasan berkontrak menemukan
dasar hukumnya pada rumusan Pasal 1320 KUH Perdata. Jika asas konsensualitas menemukan dasar keberadaannya pada ketentuan angka 1 satu dari Pasal 1320
KUH Perdata maka asas kebebasan berkontrak mendapatkan dasar eksistensinya dalam rumusan angka 4 empat Pasal 1320 KUH Perdata. Dengan asas
kebebasan berkontrak ini para pihak yang membuat dan mengadakan perjanjian diperbolehkan untuk menyusun dan membuat kesepakatan atau perjanjian yang
melahirkan kewajiban apa saja. Selama dan sepanjang prestasi yang wajib dilakukan tersebut bukanlah sesuatu yang dilarang atau diterlarang. Ketentuan
Pasal 1337 KUH Perdata yang menyatakan bahwa: “Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau
apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum”.
Universitas Sumatera Utara
Hal ini memberikan gambaran umum kepada kita semua, bahwa pada dasarnya semua perjanjian dapat dibuat dan diselenggarakan oleh setiap orang.
Hanya perjanjian yang mengandung prestasi atau kewajiban pada salah satu pihak yang melanggar undang-undang kesusilaan dan ketertiban umum saja yang
dilarang. Hukum perjanjian bersifat mengatur. Sebagaimana diketahui bahwa
hukum dapat dibagi ke dalam dua bagian, yaitu: 1.
Hukum memaksa; 2.
Hukum mengatur. Maka hukum tentang perjanjian pada perinsipnya tergolong ke dalam
hukum mengatur. Artinya adalah bahwa hukum tersebut baru berlaku sepanjang para pihak tidak mengaturnya lain. Jika para pihak dalam perjanjian mengaturnya
secara lain dari yang diatur dalam hukum perjanjian, maka yang berlaku adalah apa yang diatur sendiri oleh para pihak tersebut. Kecuali undang-undang
menentukan lain. Di dalam perkembangannya, asas kebebasan berkontrak ini semakin
sempit dilihat dari beberapa segi, yaitu:
23
- Dari segi kepentingan umum
- Dari segi perjanjian baku standard
- Dari segi perjanjian dengan pemerintah
4. Asas pacta sunt servanda
23
Ibid, hal. 87
Universitas Sumatera Utara
Asas ini mengajarkan bahwa suatu perjanjian yang dibuat secara sah mempunyai ikatan hukum yang penuh. KUH Perdata kita juga menganut prinsip
ini dengan melukiskan bahwa suatu perjanjian berlaku seperti undang-undang bagi para pihak Pasal 1338 KUH Perdata.
5. Asas Obligatoir dari suatu perjanjian
Menurut hukum perjanjian, suatu perjanjian bersifat obligator, maksudnya adalah setelah sahnya suatu perjanjian maka perjanjian tersebut sudah mengikat,
tetapi baru sebatas menimbulkan hak dan kewajiban diantara para pihak. Tetapi pada taraf tersebut hak milik belum berpindah kepihak lain. Untuk dapat
memindahkan hak milik, diperlukan perjanjian lain yang disebut dengan perjanjian kebendaan yang sering disebut dengan “penyerahan”.
D. Pengertian Akta Menurut KUH Perdata