ANALISA PENGARUH KEPUASAN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN BAGIAN PRODUKSI PADA PG. WATOETOELIS KRIAN SIDOARJO.

(1)

S K R I P S I

ANALISA PENGARUH KEPUASAN DAN MOTIVASI KERJA

TERHADAP KINERJA KARYAWAN BAGIAN PRODUKSI

PADA PG. WATOETOELIS KRIAN

SIDOARJO

Yang diajukan

MIRA LISTYAWARDHANI 0312010512 / FE / EM

telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada tanggal 21 Mei 2010

Pembimbing : Tim Penguji :

Ketua

Dr. H. Dhani Ichsanuddin Nur, MM Dra. Ec. Hj. Nur Mahmudah, MS

Sekretaris

Dra. Ec. Malicha

Anggota

Pandji Soegiono, SE, MM

Mengetahui Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur


(2)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Dengan mengucap syukur kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan berkat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Analisa Pengaruh Kepuasan Kerja Dan Motivasi Terhadap Kinerja

Karyawan Bagian Produksi PT. Perkebunan Nusantara X (Persero) Surabaya” dengan baik.

Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi satu syarat penyelesaian Program Studi Pendidikan Strata Satu, Fakultas Ekonomi, Jurusan Manajemen, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Surabaya.

Dalam penyusunan skripsi, penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai dengan baik tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menghaturkan rasa terima kasih yang mendalam kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh. Soedarto, MT, selaku Rektor UPN “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Dr. Dhani Ichsanuddin Nur, MM, selaku Dekan Fakultas Ekonomi

UPN “Veteran” Jawa Timur, dan Dosen Pembimbing yang telah mengorbankan waktu, tenaga dan pikirannya dalam membimbing penulisan ini.

3. Bapak Drs. Ec. Gendut Sukarno, MS, selaku Ketua Program Studi Manajemen UPN “Veteran” Jawa Timur.


(3)

4. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Manajemen yang telah memberikan ilmu yang sangat bernilai. Sehingga ucapan terima kasihpun dirasa belum cukup untuk menghargai jasa Bapak dan Ibu. Namun teriring do’a semoga apa yang sudah diberikan kepada kami akan terbalaskan dengan berkah dari sang Ilahi.

5. Yang terhormat Bapak dan Ibu, sembah sujud serta ucapan terima kasih atas semua do’a, restu, dukungan, nasehat yang diberikan kepada penulis.

Semoga Allah SWT melimpahkan berkat dan karunia-Nya kepada semua pihak yang telah membantu penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata penulis berharap, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Surabaya, Maret 2010


(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... iii

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

ABSTRAKSI... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu ... 9

2.2. Landasan Teori ... 10

2.2.1. Manajemen Sumber Daya Manusia ... 10

2.2.2. Kecenderungan / Trend Dalam Manajemen Sumber Daya Manusia ... 12

2.2.3. Kepuasan Kerja... 14

2.2.3.1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja... ... 16

2.2.3.2. Akibat Tidak Terpenuhinya Kepuasan Kerja... ... 18


(5)

2.2.5. Kinerja ... 27

2.2.5.1. Penilaian Kinerja ... 32

2.2.5.2. Beberapa Faktor Penyebab Biasnya Penilaian Kinerja . 33 2.2.6. Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan .. 34

2.2.7. Pengaruh antara Motivasi dengan Kinerja... 35

2.3. Kerangka Konseptual ... 38

2.4. Hipotesis... 39

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel... 40

3.1.1. Definisi Operasional ... 40

3.1.2. Pengukuran Variabel... 42

3.2. Teknik Penentuan Sampel... 42

3.3. Teknik Pengumpulan Data... 43

3.3.1. Jenis Data... 43

3.3.2. Sumber Data ... 44

3.3.3. Pengumpulan Data... 44

3.4. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis ... 44

3.4.1. Uji Reliabilitas dan Validitas... 44

3.4.2. Uji Outlier Univariat dan Multivariat ... 45

3.4.2.1. Uji Outlier Univariat ... 45

3.4.2.2. Uji Outlier Multivariat ... 46

3.4.3. Uji Normalitas Data ... 46


(6)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Diskripsi Obyek Penelitian ... 52

4.1.1. Sejarah Singkat Perusahaan ... 52

4.1.2. Struktur Organisasi ... 54

4.2. Deskripsi Hasil Penelitian ... 61

4.2.1. Deskripsi Karakteristik Responden ... 61

4.2.2. Deskripsi Kepuasan Kerja(X1)... 62

4.2.3. Deskripsi Motivasi(X2) ... 64

4.2.4. Deskripsi Kinerja Karyawan(Y)... 65

4.3. Analisis Data ... 66

4.3.1. Uji Outliers Multivariate... 66

4.3.2. Uji Reliabilitas... 68

4.3.3. Uji Validitas ... 69

4.3.4. Uji Construct Reliability dan Variance Extracted... 70

4.3.5. Uji Normalitas ... 71

4.3.6. Analisis Model One – Step Approach to SEM... 72

4.3.7. Uji Kausalitas ... 75

4.4. Pembahasan... 76

4.4.1. Pengujian Hipotesis Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan ... 76

4.4.2. Pengujian Hipotesis Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan... 78

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 80


(7)

DAFTAR PUSTAKA DAFTAR LAMPIRAN


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Data Produksi PG. Watoetoelis Krian Sidoarjo Tahun 2005 sampai Tahun 2009... 5 Tabel 4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 60 Tabel 4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia... 61 Tabel 4.3. Frekuensi Hasil Jawaban Responden Mengenai Kepuasan Kerja

(X1) ... 62

Tabel 4.4. Frekuensi Hasil Jawaban Responden Mengenai Motivasi (X2) ... 63

Tabel 4.5. Frekuensi Hasil Jawaban Responden Mengenai Kinerja Karyawan (Y) ... 64 Tabel 4.6. Residuals Statistics... 66 Tabel 4.7. Pengujian Reliability Consistency Internal... 67

Tabel 4.8 Standardize Faktor Loading dan Construct dengan

Confirmatory Factor Analysis... 68 Tabel 4.9 Construct Reliability dan Variance Extracted... 69 Tabel 4.10. Assessment Of Normality... 71 Tabel 4.11. Evaluasi Kriteria Goodness of Fit Indices Model One- Step

Approach – Base Model... 72 Tabel 4.12. Variabel yang Dimodifikasi Dalam Model... 73 Tabel 4.13. Evaluasi Kriteria Goodness of Fit Indices Model One- Step

Approach – Modifikasi... 74 Tabel 4.14. Uji Kausalitas Antar Faktor ... 75


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Respon Karyawan Terhadap Ketidakpuasan ... 17 Gambar 2.2 Kerangka Konseptual ... 37 Gambar 4.1. Struktur Organisasi PT. Perkebunan Nusantara X (Persero)

Surabaya ... 54 Gambar 4.2. Model Pengukuran & Struktural Kepuasan Kerja, Motivasi

Kerja Dan Kinerja Karyawan, Model: One Step Approach –

Base Model... 72 Gambar 4.3. Model Pengukuran & Struktural Kepuasan Kerja, Motivasi

Kerja Dan Kinerja Karyawan, Model: One Step Approach –


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner

Lampiran 2. Data Tanggapan Responden Terhadap Kepuasan Kerja (X1),

Motivasi Kerja (X2), Dan Kinerja Karyawan (Y)


(11)

ANALISA PENGARUH KEPUASAN DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN BAGIAN PRODUKSI

PADA PG. WATOETOELIS KRIAN SIDOARJO

Oleh :

Mira Listyawardhani

Abstraksi

Penelitian ini dilakukan pada PG. Watoetoelis Krian Sidoarjo. Selama 5 tahun terakhir dari tahun 2005 – 2009 cenderung mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan adanya masalah yang terjadi pada bagian Produksi PG. Watoetoelis Krian Sidoarjo. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kepuasan dan motivasi kerja terhadap kinerja karyawan bagian produksi pada PG. Watoetoelis Krian Sidoarjo.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah sampling jenuh yaitu teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Adapun jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 110 responden. Teknik analisis yang digunakan adalah SEM diagram yang akan mempermudah untuk melihat pengaruh kepuasan kerja dan motivasi terhadap kinerja karyawan yang akan diuji.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan bagian produksi pada PG. Watoetoelis Krian Sidoarjo, dan motivasi berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan bagian produksi pada PG. Watoetoelis Krian Sidoarjo.


(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam menghadapi persaingan di era globalisasi perusahaan dituntut untuk bekerja lebih efisien dan efektif. Persaingan yang semakin ketat menyebabkan perusahaan dituntut untuk mampu menigkatkan daya saing dalam rangka menjaga kelangsungan hidup perusahaan. Untuk memperoleh kontribusi yang optimal, perusahaan harus dapat memperlakukan sumber daya manusia sebagai layaknya faktor produksi lainya yang dimiliki perusahaan. Oleh karenanya wajib dilindungi dan dipelihara sehingga mampu memberikan kontribusi bagi perusahaan.

Sumber daya manusia merupakan harta yang paling penting bagi suatu organisasi (Rachman, 1999). Oleh karena itu perlu mendapatkan perhatian serius sehingga tujuan organisasi dapat tercapai baik jangka panjang meupun jangka pendek. Salah satu sasaran penting dicapai oleh perusahaan dalam rangka mengembangkan sumber daya manusia adalah menciptakan kepuasan kerja karyawan sehingga dapat meningkatkan kinerja karyawan dalam organisasi, sehingga karyawan dapat menyelesaikan tugas sesuai dengan jabatan dan posisi mereka. Karyawan yang baik diharapkan dapat meningkatkan kinerja dan komitmen mereka terhadap perusahaan secara keseluruhan. (Puspita, 2007; 212)

Tingkat kepuasan kerja karyawan akan tercermin pada perasaan karyawan terhadap pekerjaannya, yang diwujudkan dalam bentuk sikap positif terhadap segala sesuatu yang dihadapi mauapun tugas yang diberikan kepadanya.


(13)

Karyawan tipe ini tidak lagi memandang bahwa pekerjaan sebagai beban tugas dan paksaan melainkan memandang pekerjaan adalah suatu kesenangan dan keharusan untuk kesejahteraan bersama. Oleh karena itu kepuasan kerja menjadi hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam pengelolaan sumber daya manusia.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Handoko (1994) bahwa kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka. Dan Martoyo (1987) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah keadaan emosional karyawan terjadi atau tidak terjadi titik temu antara nilai balas jasa kerja karyawan dari perusahaan dengan tingkat nilai balas tingkat nilai balas jasa yang memang diinginkan oleh karyawan perusahaan yang bersangkutan. (Puspita, 2007; 212).

Hubungan kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan seperti yang dinyatakan oleh Robbins (1998: 24) yang menyatakan bahwa disadari atau tidak seseorang dalam bekerja akan selalu dipengaruhi oleh perasaannya, yang perasaan ini dapat mempengaruhi sikap maupun tingkah lakunya dalam bekerja. Setiap orang akan selalu menginginkan keadaan sedapat mungkin bisa memberikan kepuasan bagi dirinya. Dengan sendirinya ia akan dapat bekerja dengan lebih bergairah dan lebih bersemangat, serta dapat mencurahkan segenap kemampuan atau perhatiannya pada pekerjaan, sehingga secara tidak langsung kinerjanya juga akan meningkat.


(14)

Kelangsungan hidup perusahaan juga tergantung kepada motivasi kerja para karyawan. Motivasi sendiri berkaitan dengan arah dari perilaku individu yang menyangkut perilaku yang dipilih seseorang bila terdapat beberapa alternatif, kekuatan perilaku seseorang setelah melakukan pemilihan alternatif, dan ketetapan perilaku tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Robbins (1998) bahwa motivasi merupakankesediaan untukberusaha semaksimal mungkin untuk mencapai tujuan organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan untuk memenuhi kebutuhan individu.

Hubungan motivasi dengan kinerja karyawan seperti yang dinyatakan oleh (Hariandja, 2002 : 346) bahwa tanpa mengabaikan adanya beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang, motivasi merupakan suatu hal yang penting dalam menentukan kinerja. Dalam hal ini, dijelaskan bahwa kinerja dipengaruhi oleh tingkat usaha yang dilakukan seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan dan tingkat usaha ini berhubungan dengan konsep motivasi.

Keefektifan kinerja karyawan merupakan masalah yang harus dihadapi oleh perusahaan, dimana organisasi arus lentur dan efisien supaya dapat berkembang dengan pesat. Bagi organisasi kinerja yang efektif berarti output yang ada harus dipertahankan meskipun jumlah pekerjaannya sedikit ataupun produktifitasnya melaksankan tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya maka akan meningatkan prestasi kerja atau kinerja dalam organisasi.


(15)

Hal ini sesuai dengan pernyataan Wahyuningsih (2004) bahwa kinerja karyawan adalah hasil proses penyelesaian suatu pekerjaan. Kinerja bukanlah sekedar ketrampilan kerja atau jumlah barang yang dihasilkan dalam jumlah tetrentu tetapi juag ketepatan bekerja. Kinerja juga dapat diartikan sebagai keampuan seseorang dalam penguasaan bidang pekerjaannya, mempunyai minat untuk melakukan pekerjaan tersebut, dan adanya kejelasan peran dan motivasi pekerjaan yang baik. (Puspita, 2007; 217).

Karyawan akan bekerja secara optimal apabila dengan bekerja mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Artinya perusahaan harus benar-benar memperhatikan tingkat kebutuhan karyawannya. Kinerja yang tinggi dapat tercipta apabila karyawan merasa senang dan nyaman dalam bekerja. Dengan demikian karyawan mendapatkan apa yang diperolehnya dan dengan kinerjanya yang tinggi tersebut perusahaan dapat memperoleh keuntungan yang diinginkan.

Fenomena yang terjadi pada saat ini adalah kinerja PT. Perkebunan Nusantara X (Persero) Surabaya yang cenderung terus mengalami penurunan.

Berdasarkan hasil observasi pendahuluan yang telah dilakukan pada PT. Perkebunan Nusantara X (Persero) Surabaya, peneliti menemukan suatu

keadaan dimana kinerja karyawan, yang dilihat dari hasil produksi per tahun, mengalami penurunan dan ini sangat dikhawatirkan oleh pihak manajemen.


(16)

Adapun data PG. Watoetoelis Krian Sidoarjo terhadap hasil produksi selama 5 tahun terakhir, mulai dari tahun 2005 - 2009 adalah sebagai berikut :

Tabel 1.1.

Data Produksi PG. Watoetoelis Krian Sidoarjo Tahun 2005 sampai Tahun 2009

Periode (Tahun)

Hasil Produksi (Ton)

2005 1288,363 2006 1586,272 2007 1605,545 2008 1418,363 2009 1196,818 Sumber : PG. Watoetoelis Krian Sidoarjo, tahun 2010

Dari tabel 1.1, dapat diketahui bahwa pada tahun 2005 – 2009 data produksi PG. Watoetoelis Krian Sidoarjo cenderung mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan adanya masalah yang terjadi pada bagian Produksi PG. Watoetoelis Krian Sidoarjo.

Berdasarkan uraian tersebut peneliti tertarik melakukan penelitian dan kajian yang lebih mendalam tentang pengaruh kepuasan kerja, motivasi, dan kinerja karyawan. Selanjutnya dijadikan sebagai penelitian dengan judul “Analisa pengaruh kepuasan dan motivasi kerja terhadap kinerja karyawan bagian produksi pada PG. Watoetoelis Krian Sidoarjo”.


(17)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan di depan, maka rumusan masalah yang dapat diangkat adalah :

1. Apakah variabel kepuasan kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan

bagian produksi pada PG. Watoetoelis KrianSidoarjo?

2. Apakah variabel motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan bagian produksi pada PG. Watoetoelis KrianSidoarjo?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah dan perumusan masalah diatas dapat dirumuskan tujuan penelitian sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengaruh variabel kepuasan kerja terhadap kinerja

karyawan bagian produksi pada PG. Watoetoelis KrianSidoarjo.

2. Untuk mengetahui pengaruh variabel motivasi kerja terhadap kinerja

karyawan bagian produksi pada PG. Watoetoelis KrianSidoarjo.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian dan penyusunan skripsi ini diharapkan mampu memberikan masukan dan pengetahuan yang bermanfaat baik bagi penulis, perusahaan maupun ilmu pengetahuan, antara lain:


(18)

7

Bagi Perusahaan

Memberikan informasi bagi perusahaan yang diamati yaitu dapat mengetahui seberapa besar kepuasan kerja karyawan dan motivasi kerja terhadap organisasi, sehingga nantinya dapat dijadikan sebagai dasar dalam meningkatkan kinerja karyawan.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang releven dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Dyah Aruning Puspita (JABM, 2007) dengan judul “Pengaruh Kepuasan Kerja, Komitmen Organisasi Dan Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan”.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh kepuasan kerja, komitmen organisasi dan motivasi terhadap kinerja karyawan Instalasi farmasi RSUD Dr. Soebandi Jember baik secara simultan maupun secara parsial.

Sampe dalam penelitian ini adalah karyawan Instalasi farmasi RSUD Dr. Soebandi Jember yang berjumlah 44 orang. Untuk mengui kehandalan dan kevalidan dari jawaban responden maka digunakan uji validitas dan uji reliabilitas serta dilakukan uji asumsi klasik. Sedangkan untuk menguji hipotesis penelitian digunakan analisis regresi linear berganda.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat pengaruh secara simultan antara kepuasan kerja, komitmen organisasi dan motivasi terhadap kinerja karyawan Instalasi farmasi RSUD Dr. Soebandi Jember, dan terdapat pengaruh secara parsial antara kepuasan kerja, komitmen organisasi dan motivasi terhadap kinerja karyawan Instalasi farmasi RSUD Dr. Soebandi Jember, serta variabel motivasi memberikan pengaruh dominan terhadap kinerja karyawan Instalasi farmasi RSUD Dr. Soebandi Jember.


(20)

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Manajemen Sumber Daya Manusia

Keberadaan manajemen sumber daya manusia dipandang sebagai suatu gerakan pengakuan terhadap pentingnya unsur manusia sebagai sumber daya yang potensial untuk dikembangkan, dan peranannya yang begitu vital dan paling menentukan dibandingkan dengan unsur-unsur sumber daya lainnya. Menurut Gomes (1997:2) secara sederhana pengertian manajemen sumber daya manusia adalah mengelola sumber daya manusia. Dari keseluruhan sumber daya yang tersedia dalam suatu organisasi, baik organisasi publik maupun swasta, sumber daya manusialah yang paling penting dan sangat menentukan. Sumber daya manusia merupakan satu-satunya sumber daya yang memiliki akal, perasaan, keinginan, kemampuan, ketrampilan, pengetahuan, dorongan, daya dan karya. Semua potensi sumber daya manusia tersebut sangat berpengaruh terhadap upaya organisasi dalam pencapaian tujuannya. Betapa pun majunya teknologi, berkembangnya informasi, tersedianya modal dan memadainya bahan, namun jika tanpa sumber daya manusia maka akan sulit bagi organisasi untuk mencapai tujuannya.

Manajemen sumber daya manusia sebenarnya merupakan suatu gerakan pengakuan terhadap pentingnya unsur manusia sebagai sumber daya yang potensial, yang perlu dikembangkan sedemikian rupa sehingga mampu memberikan kontribusi yang maksimal bagi organisasi dan bagi pengembangan dirinya. Manajemen sumber daya manusia dianggap sebagai suatu gerakan yang mencerminkan pengakuan adanya peranan vital dan semakin pentingnya sumber


(21)

daya manusia dalam suatu organisasi, adanya tantangan-tantangan yang semakin besar dalam pengelolaan sumber daya manusia, serta terjadinya pertumbuhan ilmu pengetahuan dan profesionalisme di bidang Manajemen Sumber Daya Manusia.

Tugas manajemen sumber daya manusia berkisar pada upaya mengelola unsur manusia dengan segala potensi yang dimilikinya seefektif mungkin

sehingga dapat diperoleh sumber daya manusia yang puas (satisfied) dan

memuaskan (satisfactory) bagi organisasi. Manajemen Sumber Daya Manusia

merupakan bagian dari manajemen umumnya yang memfokuskan diri pada unsur sumber daya manusia.

Lingkup manajemen sumber daya manusia meliputi semua aktivitas yang berhubungan dengan sumber daya manusia dalam organisasi. Menurut Gomes (1997:4) aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan dengan manajemen sumber daya manusia ini secara umum mencakup :

a. Rancangan Organisasi. b. Staffing.

c. Sistem Reward, tunjangan-tunjangan. d. Manajemen Performansi.

e. Pengembangan Pekerja dan Organisasi.

f. Komunikasi dan Hubungan Masyarakat.

Keterlibatan pekerja dalam kegiatan-kegiatan seperti itu dirasakan sangat penting. Para manajer harus berusaha mengintegrasikan kepentingan dari para pekerja dengan kepentingan organisasi secara keseluruhan.


(22)

2.2.2. Kecenderungan / Trend Dalam Manajemen Sumber Daya Manusia

Manajemen Sumber Daya Manusia terus berkembang sejalan dengan kemajuan dan tantangan jaman. Suatu perkembangan yang patut diperhatikan dalam Manajemen Sumber Daya Manusia adalah ditemukannya kecenderungan-kecenderungan baru yang akan berdampak sangat positif terhadap perkembangan dan efektivitas organisasi. Menurut Gomes (1997:13) telah ditemukan kecenderungan / trend di dalam organisasi, yakni :

a. Meningkatnya bobot fungsi sumber daya manusia.

Banyak organisasi yang memikirkan secara menyeluruh tentang para pekerjanya. Ada kecenderungan yang pasti ke arah pemikiran dan perencanaan bagi efektivitas pemakaian sumber daya manusia. Hal ini menempatkan fungsi sumber daya manusia menjadi perhatian utama (mainstream).

b. Meningkatnya pengembangan manajemen.

Kebanyakan organisasi yang menyadari bahwa jika mereka ingin lebih efektif berhubungan dengan sumber daya manusianya, maka para manajer akan diberi beban tugas yang lebih banyak, dan untuk itu mereka perlu dididik dan dikembangkan untuk melaksanakan pekerjaan. Hal ini didorong oleh tekanan-tekanan persaingan yang dirasakan. Kecepatan perubahan yang begitu cepat menuntut para manajer selalu memperbaharui dan terlatih pada basis-basis yang teratur. Hal ini menuntut adanya pendidikan bagi mereka mengenai bagaimana menjalankan tugas-tugas itu semua dengan baik. Organisasi / perusahaan juga menyadari bahwa suatu program pengembangan manajemen


(23)

untuk mempertahankan budaya dan nilai organisasi / perusahaan, termasuk di dalamnya gaya dan falsafah manajemen.

c. Integrasi program sumber daya manusia.

Berbagai bagian dari sistem sumber daya manusia sedang diintegrasikan ke dalam suatu gestalt sumber daya manusia juga diintegrasikan ke dalam sistem manajemen dan perencanaan organisasi. Informasi yang berasal dari sistem manajemen performansi akan menjadi dasar penilaian performansi dan pengembangan program pendidikan organisasi. Karena arus data dan berbagai aspek dari program sumber daya manusia itu menjadi begitu terkait. Mereka saling bertukar gagasan, pemikiran, dan informasi secara rutin, serta bekerja sama demi hasil yang terbaik bagi organisasi dan para pekerjanya.

d. Meningkatnya perhatian terhadap sikap-sikap pekerja.

Meningkatnya tingkat pendidikan, perubahan kebutuhan dan nilai-nilai dari para pekerja, persepsi dan harapan-harapan baru mereka mengenai kerjanya hanya merupakan alasan mengapa organisasi-organisasi perlu lebih dekat pada para pegawainya dan melibatkan lebih banyak mereka. Organisasi-organisasi juga menyadari untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan para pekerja, memotivasi dan mengkomunikasi secara lebih efektif.

e. Meningkatnya perhatian terhadap kultur dan nilai organisasi.

Banyak organisasi yang merumuskan nilai-nilai mereka dan mengembangkannya berdasarkan sejarah dan tradisi mereka sendiri. Karena organisasi-organisasi bergerak lebih cepat dari struktur unit fungsional dan hierarkis, maka memerlukan pelekat untuk menyatukan organisasi yang lebih


(24)

baik untuk membantu organisasi-organisasi itu agar dapat bekerja sama secara lebih lancar. Mereka membangun berdasarkan sejarah dan tradisi mereka, mengidentifikasikan kelebihan-kelebihannya yang membuat mereka unik dan berbeda. Para ahli sumber daya manusia mempunyai peranan yang sangat penting untuk dimainkan dalam semua hal.

2.2.3. Kepuasan Kerja

Salah satu sasaran pentingnya dalam pengelolaan sumber daya manusia dalam suatu perusahaan adalah terciptanya kepuasan karyawan yang lebih lanjut akan meningkatkan prestasi kerja. Dengan kepuasan kerja tersebut pencapaian tujuan perusahaan akan lebih baik dan akurat.

Handoko (1994) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka. Didukung oleh Martoyo (1987) yang menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah keadaan emosional karyawan terjadi atau tidak terjadi titik temu antara nilai balas jasa kerja karyawan dari perusahaan dengan tingkat nilai balas tingkat nilai balas jasa yang memang diinginkan oleh karyawan perusahaan yang bersangkutan. (Puspita, 2007; 212)

Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan bentuk sikap karyawan terhadap pekerjaannya pada perusahaan tempat bekerja, yang diperoleh berdasarkan persepsinya. Davis dan Newstrom (1993:105) menyatakan, kepuasan kerja

sebagai serangkaian perasaan menyenangkan atau tidaknya (favorable or


(25)

mendefinisikan kepuasan kerja adalah sikap seseorang secara umum terhadap pekerjaannya.

Kepuasan kerja yang dirasakan oleh karyawan pada umumnya tercermin dalam sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi ataupun ditugaskan kepadanya di lingkungan kerjanya. Sebaliknya apabila kepuasan kerja tidak tercapai maka akan berakibat buruk pada perusahaan. Akibat buruk itu berupa kemalasan, kemangkiran, mogok kerja, pergantian tenaga kerja dan akibat buruk yang merugikan lainnya.

Pendapat Tiffin dalam As’ad (2002:104) menytakan bahwa kepuasan kerja berhubungan erat dengan sikap dari pekerja terhadap pekerjaannya sendiri, situasi kerja, kerjasama antar pimpinan dengan sesama pekerja”.

Riggio (1996:219) menyatakan, “Job satisfaction consist of the feelings and attitude one has about one’s job. All aspects of particular job, good and bad, positive and negative, are likely to contribute to the development of feelings of satisfaction”. Artinya kepuasan kerja terdiri dari perasaan dan sikap seseorang mengenai pekerjaan tersebut. Meliputi semua aspek dari suatu pekerjaan tertentu baik dan buruk, positif dan negatif, dikontribusikan pada pengembangan dari perasaan puas.

Berdasarkan pendapat dari para ahli di atas maka dapat kita simpulkan bahwa kepuasan kerja adalah perasaan positif atau menyenangkan yang timbul dari diri seorang karyawan terhadap pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Bagi seorang karyawan kepuasan kerja timbul bila keuntungan yang dirasakan dari pekerjaan yang dilakukan olehnya dianggap cukup memadai bila dibandingkan dengan apa yang telah dia lakukan atas pekerjaannya tersebut.


(26)

2.2.3.1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

Mangkunegara (2000:120) menyebutkan dua faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja yaitu :

a. Faktor pegawai, yaitu kecerdasan (IQ), kecakapan khusus, umur, jenis

kelamin, kondisi fisik, pendidikan, pengalaman kerja, masa kerja, kepribadian, emosi, cara berfikir, persepsi, dan sikap kerja.

b. Faktor pekerjaan, yaitu jenis pekerjaan, struktur organisasi, pangkat

(golongan), kedudukan, mutu pengawasan, jaminan finansial, kesempatan promosi jabatan, interaksi sosial, dan hubungan kerja

Menurut Robbins (1996:152) mengindikasikan faktor-faktor penting kepuasan kerja meliputi :

a. Pekerjaan Yang Menantang (mentally challenging work)

Karyawan cenderung menyukai pekerjaan yang memberi mereka kesempatan menggunakan keterampilan dan kemampuan dan menawarkan beragam tugas, kebebasan dan umpan balik mengenai betapa baik mengerjakan pekerjaan mereka. Karakteristik seperti ini membuat kerja secara mental menantang. b. Pemberian Upah Yang Adil (equitable rewards)

Karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang dipersepsikan adil, tidak membingungkan dan sesuai dengan harapan.

c. Kondisi Kerja Yang Mendukung (supportive working conditions)

Karyawan peduli akan lingkungan kerja baik untuk keamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas – tugasnya dengan baik. Karyawan lebih menyukai kondisi fisik organisasi yang tidak berbahaya.


(27)

d. Rekan Kerja Yang Mendukung (supportive colleagues)

Rekan kerja yang ramah dan mendukung dapat meningkatkan kepuasan dalam bekerja.

Jika kondisi tantangan pekerjaan sedang, pemberian imbalan dan promosi dipersepsikan adil, kondisi fisik organisasi tidak berbahaya dan nyaman, serta adanya rekan kerja yang ramah dan mendukung, maka akan tercipta kepuasan kerja.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tingginya kepuasan kerja akan menimbulkan kesehatan mental dan fisik yang baik, memudahkan karyawan untuk belajar tentang pekerjaan yang baru, dapat menyelesaikan pekerjaan dengan cepat, rendahnya tingkat kecelakaan dan rendahnya catatan yang berkenaan dengan keluhan-keluhan tentang organisasi.

Blum (dalam As’ad, 2002:114) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah sebagai berikut :

a. Faktor individual, meliputi umur, kesehatan, watak, dan harapan.

b. Faktor sosial, meliputi hubungan kekeluargaan, pandangan masyarakat,

kesempatan berekreasi, kegiatan perserikatan pekerja, kebebasan berpolitik, dan hubungan kemasyarakatan.

c. Faktor utama dalam pekerjaaan, meliputi upah, pengawasan, ketentraman

kerja, kondisi kerja, dan kesempatan untuk maju. Selain itu juga penghargaan terhadap kecakapan, hubungan sosial di dalam pekerjaan, ketepatan di dalam menyelesaikan konflik antar manusia, perasaan diperlakukan adil baik yang menyangkut pribadi maupun tugas.


(28)

Menurut Puspita (2007: 218) bahwa kepuasan kerja diukur dengan menggunakan 6 indikator, antara lain:

1. Pengupahan

2. Hubungan dengan pihak lain 3. Supervisi / pengawasan 4. Iklim organisasi

5. Penghargaan dari pimpinan 6. Rasa kekeluargaan

2.2.3.2. Akibat Tidak Terpenuhinya Kepuasan Kerja

Ketidakpuasan karyawan dapat dinyatakan dalam berbagai cara. Misalnya mengeluh, tidak patuh dan mengelakkan sebagian dari tanggung jawab kerja mereka.

Aktif

EXIT SUARA

Destruktif Konstruktif

PENGABAIAN KESETIAAN

Pasif

Sumber : Robbins.1996. Perilaku Organisasi : Konsep, Kontroversi dan Aplikasi. Jilid 1, Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Prenhallindo, hal 185

Gambar 2.1


(29)

Indikasi menurunnya kepuasan kerja perlu diketahui sedini mungkin agar dapat dicari jalan untuk pencegahannya dan penyelesaikan sebelum hal tersebut hal tersebut berlarut-larut. Bila terlihat beberapa gejala-gejala seperti karyawan bekerja tanpa semangat, absensi yang meningkat merupakan suatu gejala dari menurunnya kepuasan kerja karyawan.

Gambar diatas menggambarkan empat respon yang berbeda satu sama lain sepanjang dua dimensi, yaitu konstruksif/destruktif dan aktif/pasif. Respon terhadap ketidakpuasan dapat digambarkan sebagai berikut :

a. Exit (keluar) ialah perilaku yang diarahkan ke arah meninggalkan organisasi mencakup pencarian suatu posisi baru maupun meminta berhenti.

b. Voice (suara) ialah perilaku aktif dan konstruktif mencoba memperbaiki kondisi. Mencakup saran perbaikan, membahas problem-problem dengan atasan dan beberapa bentuk kegiatan serikat buruh.

c. Loyalty (kesetiaan) ialah perilaku yang pasif tapi optimis menunggu kondisi membaik, mencakup berbicara membela organisasi menghadapi kritik ke luar dan mempercayai organisasi serta manajemennya untuk “melakukan hal yang tepat”.

d. Neglect (pengabaian) ialah secara pasif membiarkan kondisi memburuk, termasuk kemangkiran atau datang secara kronis, upaya yang dikurangi dan tingkat kekeliruan yang meningkat.

Menurut Robbins (1996:185), “Perilaku keluar dan pengabaian meliputi variabel-variabel kinerja yaitu produktifitas, kemangkiran dan keluarnya karyawan”. Tetapi model ini memuaikan respon karyawan untuk mencakup suara


(30)

dan kesetiaan, perilaku-perilaku konstruktif yang memungkinkan individu-individu mentolerir situasi yang tidak menyenangkan atau menghidupkan kembali kondisi kerja yang memuaskan. Model itu membantu kita untuk memahami situasi, seperti yang kadang-kadang dijumpai di sekitar pekerja (serikat buruh) dimana kepuasan kerja yang rendah dibarengi dengan tingkat keluarnya karyawan yang rendah. Anggota serikat buruh sering mengungkapkan ketidakpuasan lewat prosedur keluhan atau lewat perundingan kontrak yang formal. Mekanisme suara ini memungkinkan anggota serikat buruh untuk melanjutkan pekerjaan mereka sementara meyakinkan diri bahwa mereka sedang bertindak memperbaiki situasi.

2.2.4. Motivasi

Menurut Robbins (1998:168), motivasi merupakan kesediaan untuk

berusaha semaksimal mungkin untuk mencapai tujuan organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan untuk memenuhi kebutuhan individu. Motivasi itu sendiri berkaitan dengan arah dari perilaku individu yang menyangkut perilaku yang dipilih seseorang bila terdapat beberapa alternatif, kekuatan perilaku seseorang setelah melakukan pemilihan alternatif, dan ketetapan perilaku tersebut. Secara sederhana motivasi adalah dorongan dari dalam yang mampu menggerakkan seseorang dari kondisi sikap yang pasif dan tidak tertarik akan suatu hal hingga melakukan suatu tindakan yang dinamis. Motivasi ditentukan oleh kebutuhan-kebutuhan yang terdapat pada diri seseorang dan tujuan-tujuan dalam lingkungan yang berusaha dicapai. Dan karyawan yang termotivasi menaruh perhatian untuk memproduksi produk atau jasa yang berkualitas tinggi,


(31)

dan cenderung lebih produktif dibanding karyawan yang tidak dimotivasi atau karyawan yang apatetik.

Menurut Flippo (1994; 177) bahwa motivasi adalah suatu keterampilan dalam memadukan kepentingan karyawan dan kepentingan organisasi, sehingga keinginan karyawan dipuaskan bersamaan dengan tercapainya sasaran organisasi. Menurut Chandra (2001; 30), motivasi adalah dorongan dalam diri seseorang untuk menunjukkan perilaku yang diarahkan kepada tujuan tertentu. Menurut teori motivasi prestasi atau achievement motivation theory yang dikemukakan oleh David Mc. Celland dalam buku Nguyen (2003), faktor-faktor motivasi kerja karyawan pada suatu organisasi meliputi: kebutuhan akan prestasi, kebutuhan akan afiliasi, dan kebutuhan akan kekuasaan, dimana pemenuhan kebutuhan para karyawan tersebut akan menimbulkan motivasi kerja yang tinggi, yang pada akhirnya akan memberikan kontribusi terhadap kinerja dan kepuasan kerja karyawan yang tinggi pula. (Endang Purnomowati, 2006; 339)

Gibson, Ivancevich, dan Donelly (1997:97) menyatakan bahwa motivasi berhubungan dengan (1) arah perilaku, (2) kekuatan reaksi (misal usaha) setelah karyawan memilih untuk melakukan seperangkat tindakan, dan (3) ketetapan perilaku atau seberapa lama seseorang terus-menerus berperilaku dalam sikap tertentu.

Steers (1991:189) menyatakan bahwa motivasi adalah kekuatan atau penyebab seseorang untuk bertindak, motivasi mengarahkan perilaku seseorang menuju pencapaian tujuan tertentu, dan memberi dukungan atas usaha dalam pencapaian tujuan tersebut.


(32)

Menurut Steers (1991:189) bahwa motivasi dipengaruhi tiga faktor antara lain :

1. Faktor individual, faktor ini didasarkan bahwa setiap orang mempunyai

kualitas yang unik dan berbeda dalam kecerdasan, kemampuan, sikap, dan kebutuhan. Pengaruh internal datang dari individu dalam bentuk kebutuhan-kebutuhan dasar, kebutuhan-kebutuhan-kebutuhan-kebutuhan mental, karakteristik, pemicu perilaku, dan sikap. Kekuatan internal ini mempengaruhi pikirannya, yang selanjutnya akan mengarahkan perilaku orang tersebut. Pengaruh eksternal akan menyebabkan perubahan atas perilaku seseorang, karena adanya kekuatan yang ada di dalam individu yang dipengaruhi oleh faktor extern yang dikendalikan oleh manajer.

2. Faktor pekerjaan, meliputi pola pekerjaan, besar tantangan yang terdapat pada pekerjaan. Pekerjaan-pekerjaan yang bersifat rutin akan terasa membosankan dan tidak menyengkan bagi beberapa karyawan, lain dengan pekerjaan yang cukup menantang, dapat dinikmati oleh yang mengerjakannya, dan bisa dibanggakan.

3. Faktor suasana kerja, aspek-aspek yang perlu diperhatikan diantaranya

hubungan dengan rekan dalam kelompok kerja atau organisasi, kondisi kerja, kebijakan perusahaan, peraturan dan tata tertib, penghargaan, kenaikan pangkat, dan tanggung jawab. Interaksi dari ketiga faktor ini menghasilkan dorongan motivasional pada setiap individu dalam organisasi atau perusahaan.


(33)

Salah satu teori yang paling komprehensif dari teori motivasi yang digunakan dewasa ini adalah teori harapan (expectancy theory) yang merupakan bagian dari teori motivasi. Sedangkan teori motivasi itu sendiri berdasarkan hubungan antara upaya kerja, prestasi kerja dan hasil itu sendiri.

Manajer perlu mengenal motivasi eksternal untuk mendapatkan tanggapan yang positif dari karyawan. Tanggapan yang positif ini menunjukkan bahwa karyawan sedang bekerja demi kemajuan dari badan usaha. Manajer dapat mempergunakan motivasi eksternal yang positif maupun yang negatif. Motivasi positif memberikan penghargaan pada pelaksanaan kerja yang baik, sedang motivasi negatif memperlakukan hukuman bila pelaksanaan kerja jelek.

Menurut Gibson, Ivanicevic, dan Donnelly (1991:101), adalah teori proses motivasi memberikan penjelasan dan analisa tentang bagaimana perilaku dibangkitkan, diarahkan, dipertahankan, dan dihentikan. Para manajer perlu mengerti tentang proses motivasi dan bagaimana individual-individual menentukan pilihan berdasarkan keinginan, penghargaan, dan pencapaian tujuan.

Expectancy theory atau sering disebut dengan teori harapan, yang dikemukakan oleh Vroom, merupakan salah satu teori proses motivasi yang berusaha untuk menjawab pertanyaan bagaimana cara untuk menguatkan, mengarahkan, memelihara dan menghentikan perilaku tertentu dari seorang karyawan, agar setiap karyawan bekerja sesuai dengan keinginan manajer. Teori harapan merupakan proses sebab akibat bagaimana seseorang bekerja serta hasil apa yang akan diperoleh dari hasil kerja. Daya penggerak yang menjadi motivasi


(34)

terhadap semangat kerja karyawan terkandung pada harapan yang akan diperoleh di masa depan.

Berdasarkan teori harapan ini, maka individu diperkirakan akan menjadi pelaksana dengan prestasi yang tinggi bila melihat 3 hal yaitu : jika terdapat suatu kemungkinan yang besar bahwa usaha-usahanya akan mengarah kepada prestasi yang baik/tinggi, suatu probabilitas yang tinggi bahwa prestasi tinggi yang dicapainya akan mengarah kepada hasil-hasil yang menguntungkan, dan bahwa hasil-hasil tersebut akan mengarah pada keadaan seimbang yang diharapkan. Hal ini merupakan daya tarik yang efektif bagi karyawan.

Menurut Vroom dalam buku Gibson, Ivancevich, dan Donnelly (1991:148) bahwa terdapat tiga komponen yang membentuk motivasi berdasarkan proses yang menentukan pilihan antara beberapa alternatif dari kegiatan sukarela. Teori ini dikenal sebagai Vroom’s VIE Theory :

1. Expectancy atau harapan adalah kesempatan yang didapat dari terjadinya perilaku. Secara singkat expectancy berarti kemungkinan atau probabilitas bahwa dengan melakukan suatu upaya tertentu maka akan dapat mencapai prestasi kerja diharapkan. Misalnya setiap individu atau karyawan mempunyai harapan untuk mampu berprestasi. Harapan ini mendorong karyawan untuk melakukan suatu usaha yang dapat membantunya mencapai prestasi tersebut. Dalam lingkungan kerja, setiap individu mempunyai suatu harapan pada prestasi atas usaha yang dilakukannya (effort-performance). Harapan ini menunjukkan persepsi individu mengenai beratnya mencapai perilaku tertentu, seperti menyelesaikan suatu pekerjaan tepat pada waktunya, dan mengenai


(35)

probabilitas dari tercapainya perilaku tersebut. Misalnya, seorang individu mungkin mempunyai harapan yang tinggi bahwa jika ia bekerja 24 jam sehari, maka dapat menyelesaikan pekerjaan tepat pada waktunya. Sebaliknya orang itu mungkin akan merasakan bahwa kemungkinan menyelesaikan pekerjaan pada waktunya hanyalah kira-kira 40 % jika lamanya bekerja tidak sampai 24 jam sehari.

2. Instrumentalitas adalah terjadinya hubungan antara hasil tingkat pertama (prestasi kerja) dengan hasil tingkat kedua (imbalan dan penghargaan). Konsep dalam persepsi seseorang tentang hubungan tingkat pertama dan kedua yang telah ditentukan. Ini menjelaskan kemungkinan terjadinya sasaran karyawan melalui tercapainya harapan-harapan organisasi, dimana instrumentalitas akan dinilai tinggi jika karyawan merasa bahwa imbalan yang diberikan badan usaha atas hasil kerjanya memuaskan, dan sebaliknya instrumentalitas akan dinilai rendah jika karyawan merasa kurang puas dengan imbalan yang diterimanya.

Dalam instrumentalitas ini karyawan melakukan penilaian subyektif tentang kemungkinan bahwa organisasi akan menghargai prestasi yang dihasilkan dan akan memberikan imbalan kepada karyawan. Ini merupakan persepsi individu bahwa kemungkinan hasil tingkat pertama akan berhubungan dengan hasil tingkat kedua. Instrumentalitas adalah kadar keyakinan karyawan bahwa suatu tindakan mengarah pada terwujudnya hasil tingkat kedua. Untuk memotivasi karyawan, pihak pimpinan atau para manajer harus mengusahakan instrumentalitas yang bernilai positif, dimana karyawan dapat merasa yakin


(36)

bahwa harapan-harapan pribadi karyawan yang akan dapat tercapai melalui pencapaian harapan badan usaha.

3. Valensi adalah kekuatan preferensi seseorang atas penghargaan tertentu yang diberikan, seseorang akan sangat menghargai bonus lembur dan hari libur yang diberikan bila bonus itu merupakan tujuan karyawan. Valensi berkenaan dengan preferensi hasil prestasi kerja sebagaimana yang dilihat individu, menyangkut seberapa besar individu menyukai atau tidak menyukai imbalan yang diberikan organisasi atau badan usaha. Suatu hasil mempunyai valensi positif apabila dipilih dan lebih disenangi, dan mempunyai valensi negatif apabila tidak dipilih. Suatu hasil akan mempunyai valensi nol apabila orang acuh tak acuh mendapatkannya atau tidak. Konsep valensi berlaku bagi hasil tingkat pertama dan tingkat kedua. Misalnya seseorang mungkin akan memilih menjadi seorang karyawan yang tinggi prestasi kerjanya (hasil tingkat pertama), karena karyawan tersebut berpendapat bahwa ini akan menyebabkan kenaikan upah (hasil tingkat kedua).

Menurut Puspita (2007:218) bahwa Motivasi diukur dengan menggunakan 5 indikator, antara lain:

1. Kebutuhan pemenuhan sandang

2. Kebutuhan pangan dan papan

3. Kebutuhan keselamatan dan keamanan

4. Kebutuhan sosial


(37)

2.2.5. Kinerja

Definisi kinerja dalam model harapan adalah persepsi individu bahwa upaya yang mereka keluarkan mengarah ke suatu evaluasi yang mendukung dan evaluasi yang mendukung itu akan menghasilkan imbalan yang mereka hargai.

Mengikuti model harapan dari motivasi, jika harapan yang diharapkan karyawan untuk dicapai tidak jelas, jika kriteria untuk pengukuran sasaran tersebut samar-samar, dan jika karyawan itu kekurangan keyakinan diri bahwa upaya mereka akan mengarah ke penilaian yang memuaskan mengenai kinerja mereka atau meyakini bahwa akan ada pembayaran yang tidak memuaskan oleh organisasi bila sasaran kinerja mereka tercapai, kita dapat mengharapkan bahwa individu-individu akan bekerja cukup jauh dibawah potensial mereka.

Wahyuningsih (2004) menyatakan bahwa kinerja karyawan adalah hasil proses penyelesaian suatu pekerjaan. Kinerja bukanlah sekedar ketrampilan kerja atau jumlah barang yang dihasilkan dalam jumlah tetrentu tetapi juag ketepatan bekerja. Kinerja juga dapat diartikan sebagai keampuan seseorang dalam penguasaan bidang pekerjaannya, mempunyai minat untuk melakukan pekerjaan tersebut, dan adanya kejelasan peran dan motivasi pekerjaan yang baik. (Puspita, 2007; 217).

Sedangkan menurut Suprihanto (1988;7) "Setiap kegiatan yang dilakukan karyawan pasti menghasilkan sesuatu tetapi sesuatu sebagai hasil kegiatan tersebut belum tentu merupakan kinerja yang diharapkan suatu badan usaha untuk itu badan usaha menetapkan standar kinerja karyawan agar tujuan badan usaha dapat tercapai".


(38)

Menurut Bernardin dan Russel (1993 : 379) kinerja didefinisikan sebagai

berikut: “Performance is defined as the record of outcomes produced on a

specified job function or activity during a specified time period”. Ini berarti kinerja merupakan suatu keluaran yang dihasilkan oleh karyawan yang merupakan hasil dari pekerjaan yang ditugaskan dalam suatu waktu atau periode tertentu. Penekanannya adalah pada hasil yang diselesaikan dalam periode waktu tertentu.

Untuk mengukur tingkat kinerja karyawan biasanya menggunakan

performance system yang dikembangkan melalui pengamatan yang dilakukan oleh atasan dari masing-masing unit kerja dengan beberapa alternatif cara penilaian maupun dengan cara wawancara langsung dengan karyawan yang bersangkutan. Informasi yang diperoleh dari penilaian kinerja tersebut dapat digunakan bagi penyelia atau manajer untuk mengelola kinerja karyawan, mengetahui apa penyebab kelemahan maupun keberhasilan dari kinerja karyawan sehingga dapat dipergunakan sebagai pertimbangan untuk menentukan target maupun langkah perbaikan selanjutnya dalam mencapai tujuan badan usaha.

Menurut Bernardin dan Russel (1993 : 379) kinerja didefinisikan sebagai

berikut: “Performance is defined as the record of outcomes produced on a

specified job function or activity during a specified time period”. Ini berarti kinerja merupakan suatu keluaran yang dihasilkan oleh karyawan yang merupakan hasil dari pekerjaan yang ditugaskan dalam suatu waktu atau periode tertentu. Penekanannya adalah pada hasil yang diselesaikan dalam periode waktu tertentu.

Untuk mengukur tingkat kinerja karyawan biasanya menggunakan


(39)

atasan dari masing-masing unit kerja dengan beberapa alternatif cara penilaian maupun dengan cara wawancara langsung dengan karyawan yang bersangkutan. Informasi yang diperoleh dari penilaian kinerja tersebut dapat digunakan bagi penyelia atau manajer untuk mengelola kinerja karyawan, mengetahui apa penyebab kelemahan maupun keberhasilan dari kinerja karyawan sehingga dapat dipergunakan sebagai pertimbangan untuk menentukan target maupun langkah perbaikan selanjutnya dalam mencapai tujuan badan usaha.

Menurut Bernardin dan Russel (1993: 383) dalam mengukur kinerja karyawan dipergunakan sebuah daftar pertanyaan yang berisikan beberapa dimensi kriteria tentang hasil kerja. Ada enam dimensi dalam menilai kinerja karyawan, yaitu :

1. Quality

Merupakan hasil kerja keras karyawan yang sesuai tujuan yang ditetapkan perusahaan sebelumnya. Jika hasil yang dicapai karyawan tinggi maka kinerja karyawan dianggap baik oleh pihak perusahaan atau sesuai dengan tujuannya. 2. Quantity

Merupakan hasil kerja keras dari karyawan yang bisa mencapai skala maksimal yang telah ditentukan oleh pihak perusahaan. Dengan hasil yang telah ditetapkan perusahaan tersebut maka kinerja para karyawan sudah baik. 3. Timeliness

Merupakan dimana karyawan dapat bekerja sesuai dengan standar waktu kerja yang telah ditetapkan perusahaan. Dengan bekerja yang sesuai dengan standar waktu yang telah ditentukan maka kinerja dari karyawan tersebut sudah baik.


(40)

4. Cost Effectiveness

Merupakan penggunaan sumber daya dari karyawan yang digunakan secara optimal dan efisien. Dengan penggunaan sumber daya yang efisien dan efektif maka akan bisa mempengaruhi keefektifan biaya yang dikeluarkan oleh pihak perusahaan dan menghasilkan keuntungan yang maksimum.

5. Need for Supervision

Merupakan kemampuan karyawan dalam bekerja dengan baik tanpa ada pengawasan dari pihak perusahaan. Dengan tanpa ada pengawasan dari pihak perusahaan maka para karyawan akan dapat bekerja dengan baik sehingga kinerja dari karyawan akan mengalami peningkatan.

6. Interpersonal Impact

Dengan adanya karyawan yang mempunyai rasa harga diri yang tinggi terhadap pekerjaannya maka karyawan berusaha untuk mencapai hasil terbaik dalam pekerjaan tersebut. Oleh karena itu dengan rasa harga diri yang tinggi terhadap pekerjaannya diharapkan para karyawan dapat meningkatkan kinerjanya dalam bekerja.

Menurut Robbin (1996; 295) ada tiga kriteria dalam melihat kinerja seseorang yaitu:

1. Hasil tugas individual (Individual task outcomes)

Menilai hasil tugas karyawan dapat dilakukan pada suatu badan usaha yang sudah menetapkan standar kinerja sesuai dengan jenis pekerjaan, yang dinilai berdasarkan periode waktu tertentu. Bila karyawan dapat mencapai standar yang ditentukan berarti hasil tugasnya baik.


(41)

2. Perilaku (Behavior)

Organisasi terdiri dari banyak karyawan baik bawahan maupun atasan dan dapat dikatakan sebagai satu kelompok kerja yang mempunyai lingkungan sendiri, dimana setiap individu saling terlibat dan berkomunikasi, baik secara formal maupun informal untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

3. Ciri (Traits)

Ciri atau sifat karyawan umumnya berlangsung lama dan tetap sepanjang waktu, tetapi adanya perubahan dan campur tangan dari pihak luar seperti pelatihan akan mempengaruhi kinerja dalam berbagai hal.

Menurut Puspita (2007: 218) bahwa Kinerja Karyawan diukur dengan menggunakan 4 indikator, antara lain:

1. Kualitas kerja 2. Kuantitas kerja

3. Keterampilan dan pengetahuan kerja 4. Pendidikan dan kesempatan berprestasi

Dengan mengidentifikasi aspek-aspek atau dimensi dari kinerja, maka dapat diketahui efektivitas kinerja suatu pekerjaan yang telah dilakukan seorang karyawan, sehingga akan lebih mudah bagi badan usaha untuk menentukan penghargaan yang pantas diberikan kepada karyawan sesuai dengan kinerja yang telah dicapainya. Hal ini akan dapat mendorong karyawan untuk lebih mengembangkan diri dalam peran pekerjaannya sesuai dengan tuntutan badan usaha, sehingga kinerja yang dicapai juga akan lebih meningkat.


(42)

2.2.5.1. Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja menurut Davis (1996 :341) penilaian kinerja merupakan suatu proses di mana organisasi mengevaluasi hasil kerja yang dilakukan oleh karyawan. Sehingga penilaian kinerja merupakan mekanisme yang dapat digunakan untuk memastikan apakah setiap karyawan pada setiap tingkatan telah menyelesaikan tugasnya dengan baik. Dengan demikian sistem penilaian dapat digunakan oleh badan usaha terutama Supervisor dan Manajer untuk mengevaluasi kinerja, sehingga apabila ada hasil kerja menurun dapat diambil suatu tindakan.

Menurut Cascio (1995:302) penilaian kinerja mempunyai dua tujuan yaitu

meningkatkan job performance masing-masing karyawan dan memberikan

informasi untuk karyawan dan manajer dalam pengambilan keputusan. Sesuai dengan tujuan dari penilaian kinerja maka sebaiknya penilaian kinerja dilakukan secara terbuka dan rahasia, maksud dari sifat terbuka yaitu: bahwa karyawan yang dinilai berhak mengetahui penilaian yang dilakukan oleh atasannya, selain itu apabila menurut karyawan penilaian yang dilakukan tidak sesuai atau tidak adil, maka karyawan dapat mengajukan keberatan atas penilaian yang diberikan. Dalam mengajukan keberatan karyawan harus dapat memberikan fakta-fakta maupun alasan yang logis. Yang dimaksud dengan rahasia adalah bahwa penilaian yang dilakukan hanya diketahui oleh penilai, karyawan yang dinilai dan pejabat badan usaha. Badan usaha yang membutuhkan data tiap karyawan yang akan digunakan dalam berbagai keputusan kepegawaian.


(43)

2.2.5.2. Beberapa Faktor Penyebab Biasnya Penilaian Kinerja

Dalam memberi penilaian, penilai sering tidak berhasil untuk tidak melibatkan emosionalnya. Sehingga penilaian menjadi bias. Menurut Handoko (2001: 140) berbagai bias dalam penilaian kinerja yang umum terjadi adalah : (1) Hallo effect, (2) Kesalahan kecenderungan terpusat, (3) Bias terlalu lunak, (4) Prasangka pribadi dan (5) Pengaruh kesan terakhir.

Hallo effect, terjadi bila pendapat pribadi penilai tentang karyawan mempengaruhi pengukuran prestasi kerja. Masalah ini paling mudah terjadi bila para penilai harus mengevaluasi teman sendiri.

Kesalahan kecenderungan terpusat, terjadi karena banyak penilai yang tidak suka menilai para karyawan, sehingga penilaian prestasi kerja cenderung dibuat rata-rata. Pada formulir penilaian distorsi ini menyebabkan penilai menghindari penilaian-penilaian yang ekstrim dan menempatkan penilaian pada atau dekat dengan nilai tengah atau rata-rata.

Bias, terlalu lunak dan terlalu keras, kesalahan terlalu lunak disebabkan oleh kecenderungan penilai untuk terlalu mudah memberikan nilai baik dalam evaluasi prestasi kerja karyawan. Kesalahan terlalu berat disebabkan kecenderungan penilai untuk terlalu ketat dalam memberikan nilai baik dalam evaluasi prestasi kerja. Kedua kesalahan ini pada umumnya terjadi bila standar-standar penilaian prestasi kerja tidak jelas.

Prasangka pribadi terjadi karena faktor-faktor yang membentuk prasangka pribadi terhadap seseorang atau kelompok bisa mengubah penilaian. Sebab-sebab prasangka pribadi yang dapat mempengaruhi penilaian mencakup antara lain :


(44)

Senioritas, Kesalahan agama dan Status sosial. Sedangkan pengaruh kesan terakhir, terjadi bila menggunakan ukuran-ukuran prestasi kerja yang subyektif, penilaian sangat dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan karyawan yang paling akhir. Kegiatan-kegiatan terakhir baik atau buruk cenderung lebih diingat oleh penilai.

2.2.6. PengaruhKepuasan Kerja TerhadapKinerja Karyawan

Dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh manusia, kepuasan akan merupakan salah satu tujuan yang hendak dicapainya. Demikian pula halnya dalam bekerja, setiap orang akan selalu menginginkan keadaan sedapat mungkin bisa memberikan kepuasan bagi dirinya. Sebagaimana diketahui bahwa sebagian besar waktu yang digunakan seseorang di luar waktu tidurnya, dihabiskan dalam pekerjaannya. Oleh karenanya, wajar dan sangat beralasan bila kepuasan kerja ini selalu dijadikan tuntutan oleh setiap karyawan dalam bekerja. Walaupun sesungguhnya, kepuasan kerja itu merupakan hak yang sudah sewajarnya diterima atau dirasakan oleh setiap orang.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Robbins (1998:24) yang menyatakan bahwa disadari atau tidak seseorang dalam bekerja akan selalu dipengaruhi oleh perasaannya, yang perasaan ini dapat mempengaruhi sikap maupun tingkah lakunya dalam bekerja. Dengan sendirinya ia akan dapat bekerja dengan lebih bergairah dan lebih bersemangat, serta dapat mencurahkan segenap kemampuan atau perhatiannya pada pekerjaan, sehingga secara tidak langsung kinerjanya juga akan meningkat.


(45)

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Puspita (JABM, 2007) menunjukkan bahwa kepuasan kerja memberikan pengaruh terhadap kinerja karyawan Instalasi farmasi RSUD Dr. Soebandi Jember.

Jadi apabila suatu perusahaan ingin meningkatkan efisiensi kerja atau kinerja para karyawannya, maka sudah selayaknya bila perusahaan memberikan perhatian yang serius pada masalah kepuasan kerja karyawan ini. Sebab bagaimanapun juga seseorang tidak akan dapat bekerja dengan baik bila apa yang dirasakan dalam bekerja tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.

Berdasarkan pendapat para ahli dan hasil penelitian terdahulu, maka dapat

diambil kesimpulan bahwa kepuasan kerja memiliki pengaruh yang positif

terhadap kinerja karyawan.

2.2.7. Pengaruh antara Motivasi Kerja dengan Kinerja

Motivasi merupakan dorongan dari dalam diri seseorang ataupun dari luar yang mamu menggerakkan seseorang utuk bertindak ataupun berperilaku sesuai dengan dorongan yang ada. Jika hal ini berhasil dilakukan dengan baik akan memberikan kekuatan yang mengarah pada pencapaian tujuan yang diinginkan.

Konsep motivasi merupakan sebuah konsep penting dalam studi tentang kinerja individual. Dengan perkataan lain, motivasi merupakan sebuah determinan penting bagi kinerja individual. Jelas kiranya bahwa ia bukan satu-satunya determinan, karena masih ada variabel-variabel lain, yang turut mempengaruhinya (Winardi, 2002 : 3).


(46)

Menurut James (Gibson et. Al dalam bukunya Winardi, 2002: 4) mengatakan “Apabila kita mempelajari berbagai pandangan dan pendapat tentang persoalan motivasi, maka dapat ditarik suatu kesimpulan tentang manusia yaitu : motivasi berkaitan dengan kinerja dan perilaku

Motivasi individu secara langsung mendeterminasi upaya kerja dan kunci ke arah motivasi yang berhasil adalah kemampuan dari manajemen untuk menciptakan suatu kerangka kerja, yang secara positif bereaksi terhadap kebutuhan-kebutuhan.dan tujuan-tujuan individu. Apabila individu mengharapkan suatu imbalnan-imbalnan instrinsik untuk kinerjanya, maka motivasi akan terpengaruh secara langsung serta positif.

Lebih lanjut, Winardi mengatakan bahwa kinerja merupakan hasil perkalian antara motivasi dengan kemampuan yang dimiliki oleh karyawan. Pemahaman rumus sederhana yang dikemukakan memberikan gambaran yang cukup, tentang bagian penting dari tugas manajer atau atasan, yaitu mengupayakan agar para karyawan melaksanakan tugas-tugas mereka pada tingkat yang memuaskan.

Pernyataan tersebut diatas juga diungkapkan oleh Robbins (1996 : 233) bahwa kinerja karyawan adalah fungsi interaksi antara kemampuan karyawan dengan motivasi. Maksudnya, bila motivasi dilaksanakan secara bersama-sama dengan kemampuan dari karyawan maka akan mempengaruhi kinerja karyawan.

Dengan adanya motivasi dan kemampuan, karyawan dapat melakukan tugasnya dengan lebih baik dan dapat merangsang peningkatan rasa tanggungjawab. Selain itu, motivasi juga mempunyai peranan dalam mempengaruhi penilaian.


(47)

Tanpa mengabaikan adanya beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang, motivasi merupakan suatu hal yang penting dalam menentukan kinerja. Dalam hal ini, dijelaskan bahwa kinerja dipengaruhi oleh tingkat usaha yang dilakukan seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan dan tingkat usaha ini berhubungan dengan konsep motivasi (Hariandja, 2002 : 346)

Menurut Riyadingsih (2002 : 37) karyawan yang memiliki motivasi yang tinggi merupakan individu yang mampu mempertahankan standart kinerja yang tinggi dan mempunyai keinginan untuk menyelesaikan tugas yang sulit. Individu yang memiliki motivasi yang tinggi akan mempunyai sikap positif terhadap kinerja yang dihasilkan karyawan tersebut

Berdasarkan pendapat para ahli dan hasil penelitian terdahulu, maka dapat diambil kesimpulan bahwa motivasi memiliki pengaruh yang positif terhadap kinerja karyawan.


(48)

2.3. Model Konseptual

Gambar 2.2 ModelKonseptual


(49)

39

2.4. Hipotesis

Berdasarkan pada perumusan masalah, tujuan penelitian dan landasan teori, maka dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut :

1. Diduga kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan bagian produksi pada PG. Watoetoelis KrianSidoarjo.

2. Diduga motivasi kerja berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan bagian produksi pada PG. Watoetoelis KrianSidoarjo.


(50)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel 3.1.1. Definisi Operasional

Definisi operasional variabel-variabel yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah :

1. Kepuasan Kerja (X1) adalah serangkaian perasaan menyenangkan atau

tidaknya seseorang yang berkenaan dengan pekerjaannya.

Menurut Puspita (2007; 218) bahwa indikator untuk mengukur Kepuasan Kerja (X1) meliputi :

X1.1 Pengupahan, yaitu cara dan prosedur pemberian gaji

X1.2 Hubungan dengan pihak lain, yaitu hubungan antara karyawan antar

karyawan dalam bagian

X1.3 Supervisi / pengawasan, yaitu pengawasan yang dilakukan atasan

kepada karyawannya dalam melakukan pekerjaan

X1.4 Iklim organisasi, yaitu kondisi dan suasana dalam perusahaan

X1.5 Penghargaan dari pimpinan, yaitu reward yang diberikan oleh

pimpinan kepada karyawanya yang berprestasi

X1.6 Rasa kekeluargaan, yaitu tingkat kedekatan dan keakraban antar


(51)

2. Motivasi (X2) merupakandorongan dalam diri seseorang untuk menunjukkan

perilaku yang diarahkan kepada tujuan tertentu.

Menurut Moeslaw dalam Puspita (2007; 218) bahwa indikator untuk mengukur Motivasi (X2) meliputi :

X2.1 Kebutuhan pemenuhan sandang

X2.2 Kebutuhan pangan dan papan

X2.3 Kebutuhan keselamatan dan keamanan

X2.4 Kebutuhan sosial

X2.5 Kebutuhan penghargaan dan aktualisasi diri

3. Kinerja Karyawan (Y) adalah hasil kerja secara kuantitas dan kualitas yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya sesuai tanggung jawab yang diberikan kepadanya

Menurut Puspita (2007; 218) bahwa indikator untuk mengukur Kinerja Karyawan (Y) meliputi:

Y1 Kualitas kerja, yaitu hasil kerja keras karyawan yang sesuai tujuan yang

ditetapkan perusahaan sebelumnya

Y2 Kuantitas kerja, yaitu hasil kerja keras dari karyawan yang bisa

mencapai skala maksimal yang telah ditentukan oleh pihak perusahaan Y3 Keterampilan dan pengetahuan kerja, yaitu tingkat keterampilan dan

penguasaan karyawan terhadap pekerjaan yang dihadapi.

Y4 Pendidikan dan kesempatan berprestasi, yaitu tingkat pendidikan


(52)

3.1.2. Pengukuran Variabel

Skala pengukuran yang digunakan adalah skala interval dengan teknik pengukuran menggunakan Semantic Differential Scale. Analisis ini dilakukan dengan meminta responden untuk menyatakan pendapatnya tentang serangkaian pertanyaan yang berkaitan dengan obyek yang diteliti dalam bentuk nilai yang berada dalam rentang dua sisi. Digunakan jenjang 7 dalam penelitian ini mengikuti pola sebagai berikut :

1 7

Sangat Tidak Sangat Setuju

Setuju

Tanggapan atau pendapat konsumen dinyatakan dengan memberi skor yang berada dalam rentang nilai 1 sampai dengan 7 pada kotak yang tersedia di sebelahnya, dimana nilai 1 menunjukkan nilai terendah dan nilai 7 nilai tertinggi. Jawaban dengan nilai antara 1-4 berarti kecenderungan untuk tidak setuju dengan pernyataan yang diberikan, sedangkan jawaban dengan nilai antara 5-7 berarti cenderung setuju dengan pernyataan yang diberikan.

3.2. Teknik Penentuan Sampel

a. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas : obyek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. (Sugiyono, 2008: 80).


(53)

Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan bagian produksi pada PG. Watoetoelis KrianSidoarjo yang berjumlah 110 orang.

b. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2008:80).

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah sampling jenuh yaitu teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel (Sugiyono, 2008:85).

Adapun jumlah sampel yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah sebesar 110 responden. Hal ini dilakukan agar dapat memenuhi persyaratan jumlah minimal sampel yang dikehendaki oleh alat analisis kuantitatif yang ditetapkan

3.3. Teknik Pengumpulan Data 3.3.1. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitan ini adalah jenis data primer yaitu jenis data yang diperoleh dengan memberikan kuisioner secara langsung pada karyawan bagian produksi pada PG. Watoetoelis KrianSidoarjo.


(54)

3.3.2. Sumber Data

Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah diperoleh dari hasil pengisian kuesioner pada karyawan bagian produksi pada PG. Watoetoelis KrianSidoarjo.

3.3.3. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan mengadakan riset lapangan yaitu kegiatan penelitian dengan tujuan langsung ke obyek penelitian dengan :

a. Kuesioner yaitu cara pengumpulan data dengan jalan memberikan pertanyaan-pertanyaan tertulis yang dibagikan kepada para responden. Kuesioner dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 yaitu: variabel motivasi dan kepuasan kerja ditujukan pada karyawan, sedangkan variabel kinerja karyawan ditujukan pada pimpinan.

b. Interview yaitu suatu penelitian yang dilakukan dengan mengadakan

wawancara secara langsung terhadap responden untuk mengetahui pendapat mereka secara langsung.

3.4. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis 3.4.1. Uji Reliabilitas dan Validitas

Variabel atau dimensi yang diukur melalui indikator-indikator dalam daftar pertanyaan perlu dilihat reliabilitasnya dan validitasnya, dimana hal ini dijelaskan sebagai berikut :


(55)

a. Uji Validitas

Validitas yang digunakan adalah validitas konstruk (construct validity) yang merujuk pada sejauh mana uji dapat mengukur apa yang sebenarnya kita ukur. b. Uji Reliabilitas

Uji ini ditafsirkan dengan menggunakan koefisien alpha cronbach. Jika nilai alpha cukup tinggi (berkisar 0,50 – 0,60) dapat ditafsirkan suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran diulangi dua kali atau lebih, dengan kata lain instrumen tersebut dapat diandalkan. (Augusty, 2002 : 193)

3.4.2. Uji Outlier Univariat dan Multivariat

Outlier adalah observasi yang muncul dengan nilai-nilai ekstrim baik secara univariat maupun multivariat yaitu yang muncul karena kombinasi kharakteristik unik yang dimilikinya dan terlihat sangat jauh berbeda dari observasi-observasi lainnya (Augusty, 2002 : 52).

3.4.2.1. Uji Outlier Univariat

Deteksi terhadap adanya outlier univariat dapat dilakukan dengan menentukan ambang batas yang akan dikategorikan sebagai outlier dengan cara mengkonversi nilai data penelitian ke dalam standar score atau yang biasa disebut dengan z-score, yang mempunyai rata-rata nol dengan standar deviasi sebesar satu. Bila nilai-nilai itu telah dinyatakan dalam format yang standar (z-score), maka perbandingan antar besaran nilai dengan mudah dapat dilakukan. Untuk sampel besar (diatas 80 observasi), pedomana evaluasi adalah nilai ambang batas


(56)

Augusty, 2002 : 98). Oleh karena itu apabila ada observasi-observasi yang memiliki z-score > 3,0 akan dikategorikan sebagai outlier.

3.4.2.2. Uji Outlier Multivariat

Evaluasi terhadap multivariat ouliers perlu dilakukan sebab walaupun data yang dianalisis menunjukkan tidak ada outlier pada tingkat univariat, tetapi observasi itu dapat menjadi outliers bila sudah saling dikombinasikan. Jarak Mahalanobis (the Mahalanobis distance) untuk tiap observasi dapat dihitung dan menunjukkan jarak sebuah observasi dari rata-rata semua variabel dalam sebuah ruang multidimensional. Uji terhadap multivariat dilakukan dengan menggunakan kriteria Jarak Mahalanobis pada tingkat  < 0,001. Jarak Mahalanobis itu dapat dievaluasi dengan menggunakan nilai 2 pada derajat kebebasan sebesar jumlah item yang digunakan dalam penelitian. Apabila nilai Jarak Mahalanobisnya lebih besar dari nilai 2Tabel adalah Outlier Multivariat.

3.4.3. Uji Normalitas Data

Adapun metode yang digunakan untuk mengetahui apakah data tersebut berdistribusi normal atau tidak adalah menggunakan uji critical ratio dari Skewness dan Kurtosis dengan ketentuan sebagai berikut :

Kriteria Pengujian :

Pedoman dalam mengambil keputusan apakah sebuah distribusi data mengikuti distribusi normal adalah :

a. Jika nilai critical yang diperoleh melebihi rentang + 2,58 maka distribusi adalah tidak normal.


(57)

b. Jika nilai critical yang diperoleh berada pada rentang + 2,58 maka distribusi adalah normal.

3.4.4. Pemodelan SEM (Structural Equation Modeling)

Sebuah pemodelan SEM yang lengkap pada dasarnya terdiri dari Measurement Model dan Structural Model. Measurement Model atau Model Pengukuran ditujukan untuk mengkonfirmasikan sebuah dimensi atau faktor berdasarkan indikator-indikator empirisnya. Structural Model adalah model mengenai struktur hubungan yang membentuk atau menjelaskan kausalitas antara faktor. (Augusty, 2002 : 34)

Untuk membuat pemodelan yang lengkap beberapa langkah berikut ini yang perlu dilakukan :

a. Pengembangan model berbasis teori.

Langkah pertama dalam pengembangan model SEM adalah pencarian atau pengembangan sebuah model yang mempunyai justifikasi teoritis yang kuat. Setelah itu, model tersebut divalidasi secara empirik melalui program SEM. b. Pengembangan diagram alur untuk menunjukkan hubungan kausalitas.

Pada langkah kedua, model teoritis yang telah dibangun pada langkah pertama akan digambarkan dalam path diagram. Path diagram tersebut memudahkan peneliti melihat hubungan-hubungan kausalitas yang ingin diujinya.

c. Konversi diagram alur kedalam persamaan.

Setelah teori / model dikembangkan dan digambarkan dalam sebuah diagram alur, spesifikasi model dikonversikan kedalam rangkaian persamaan.


(58)

d. Memilih Matriks Input dan Estimasi Model.

Perbedaan SEM dengan teknik multivariat lainnya adalah dalam input data yang akan digunakan dalam pemodelan dan estimasinya. SEM hanya menggunakan matriks varians kovarians atau matriks korelasi sebagai data input untuk keseluruhan estimasi yang dilakukannya.

e. Menilai Problem Identifikasi.

Problem identifikasi pada prinsipnya adalah problem mengenai ketidakmampuan dari model yang dikembangkan untuk menghasilkan estimasi yang unik.

Problem identifikasi dapat muncul melalui gejala-gejala berikut ini : 1. Standard error untuk satu atau beberapa koefisien sangat besar. 2. Program tidak mampu menghasilkan matrik informasi yang disajikan. 3. Muncul angka-angka yang aneh seperti adanya varians error yang negatif. 4. Muncul korelasi yang sangat tinggi antar korelasi estimasi yang didapat

(misalnya lebih dari 0,9). f. Evaluasi Model.

Pada langkah ini kesesuaian model dievaluasi, melalui telaah terhadap bebagai kriteria goodness-of-fit. Kriteria-kriteria tersebut adalah :

1. Ukuran sampel yang digunakan adalah minimal berjumlah 100 dan dengan perbandingan 5 observasi untuk setiap astimated parameter.

2. Normalitas dan Linieritas. 3. Outliers.


(59)

3.4.5. Uji Hipotesis

Dalam analisis SEM umumnya berbagai jenis fit index yang digunakan untuk mengukur derajad kesesuaian antara model yang dihipotesakan dengan data yang disajikan. Berikut ini adalah index kesesuaian dan cut-off valuenya untuk digunakan dalam menguji apakah sebuah model dapat diterima atau ditolak. a. 2(Chi Square Statistic).

Alat uji yang paling fundamental untuk mengukur overall fit adalah likehood ratio Chi-Square Statistic. Model yang diuji akan dipandang baik atau memuaskan apabila nilai chi-squarenya rendah. Semakin kecil nilai 2 semakin baik model itu dan diterima berdasarkan probabilitas dengan cut-off value sebesar  > 0,05 atau  > 0,10.

b. RMSEA (The Root Mean Square Error of Approximation)

RMSEA adalah sebuah indeks yang dapat digunakan untuk mengkompensasi

chi-squre statistic dalam yang besar. Nilai RMSEA menunjukkan goodness-of-fit yang dapat diharapkan bila model diestimasi dalam populasi. Nilai RMSEA yang lebih kecil atau sama dengan 0,08 merupakan index untuk dapat diterimanya model yang menunjukkan sebuah close fit dari model itu berdasarkan degree of freedom.

c. GFI (Goodness of Fit Index).

Indeks keseusaian (fit index) ini akan menghitung proporsi tertimbang dari varians dalam matriks kovarians sampel yang dijelaskan oleh matriks populasi yang terestimasikan. GFI adalah sebuah ukuran non-statistikal yang


(60)

mempunyai rentang nilai antara 0 (poor fit) sampai dengan 1.0 (perfect fit). Nilai yang tinggi dalam indeks ini menunjukkan sebuah better fit.

d. AGFI (Adjusted Goodness-of-Fit Index).

GFI adalah analog dari R2 dalam regresi linier berganda yaitu suatu koefisien yang mengukur ketepatan sebuah model yang digunakan. Tingkat penerimaan yang direkomendasikan adalah bila AGFI mempunyai nilai sama dengan atau lebih besar dari 0,90. GFI maupun AGFI adalah kriteria yang memperhitungkan proporsi tertimbang dari varians dalam sebuah matriks kovarians sampel.

e. CMIN/DF.

The Minimum Sample Discrepancy Function (CMIN) dibagi dengan degree of freedomnya akan menghasilkan indeks CMIN/DF, yang umumnya dilaporkan oleh para peneliti sebagai salah satu indikator untuk mengukur tingkat fitnya sebuah model. Nilai 2 relatif kurang dari 2.0 atau bahkan kadang kurang dari 3.0 adalah indikasi dari acceptable fit antara model dan data.

f. TLI (Tucker Lewis Indeks)

TLI adalah sebuah alternatif incremental fit index yang membandingkan sebuah model yang diuji terhadap sebuah baseline model. Nilai yang direkomendasikan sebagai acuan untuk diterimanya sebuah model adalah penerimaan > 0.95 dan nilai yang sangat mendekati 1 menunjukkan a very good fit.


(61)

51

g. CFI (Comparative Fit Index).

Merupakan besaran indeks ini adalah pada rentang nilai sebesar 0 – 1, dimana semakin mendekati 1, mengidentifikasikan tingkat fit yang paling tinggi (a very good fit). Nilai yang direkomendasikan adalah CFI > 0,95.


(62)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Diskripsi Obyek Penelitian

4.1.1. Sejarah Singkat Perusahaan

Dalam PT. Perkebunan Nusantara X (Persero) Surabaya mempunyai dua jenis bidang usaha yaitu rumah sakit sebanyak dua buah dan pabrik gula 12 buah yang terletak di beberapa daerah di Jawa Timur.

PT. Perkebunan Nusantara X (Persero) Surabaya didirikan pada tahun 1839 oleh perusahaan milik Belanda yang diberi nama NV COOV dan COOSTER VAN HOUT yang berkantor di Surabaya. Kemudian pada tahun 1957, semua perusahaan milik Belanda dinasionalisasikan atau diambil alih oleh pemerintah Republik Indonesia yang berdasarkan pada penguasa militer tertinggi atau menteri pemerintah Nomor : 1063 / PMT / 1975 tertanggal 09 Desember 1957.

Dengan keputusan tersebut diatas, maka perusahaan Belanda dinasionalisasikan, kemudian atas dasar peraturan dari pusat No. 19 tahun 1960 tanggal 01 April 1960 maka diadakanlah suatu perubahan dan diubah menjadi Perusahaan Negara Perkebunan yang disingkat dengan PNP yang berpusat di Jakarta, diantara PNP tersebut aalah PNP XXI dan PNP XXII.

Setelah mengalami bermacam-macam proses maka pada tanggal 31 Desember 1973 atas pertimbangan-pertimbangan pemerintah, PNP XXI – PNP XXII digabung satu direksi dengan nama Perseroan Terbatas atau Perkebunan


(63)

XXI – XXII (Persero) yang berkantor di Jalan Jembatan Merah 3–5 Surabaya. Karena pertimbangan policy pemerintah khususnya dikaitkan dengan Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara tahun 1969 maka diganti dengan nama PT. Perkebunan XXI – XXII (Persero) atas dasar sebagai berikut :

- Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 144 / Menkeu / IV / 1973. - Surat Keputusan Menteri Pertahanan No. 57 / Menhan / XII / 1973.

Adapun PT. Perkebunan XXI – XXII ini membawahi beberapa Pabrik Gula yang terdiri dari :

1. Pabrik Gula Watoetoelis di Temu - Sidoarjo 2. Pabrik Gula Toelangan di Toelangan – Sidoarjo 3. Pabrik Gula Kremboong di Kremboong – Sidoarjo 4. Pabrik Gula Gempol Kerep di Mojokerto

5. Pabrik Gula Tjoekir di Jombang

6. Pabrik Gula Jombang Baru di Jombang 7. Pabrik Gula Meritjan di Kediri

8. Pabrik Gula Pesantren Baru di Kediri 9. Pabrik Gula Ngadiredjo di Kediri

10.Pabrik Gula Modjopanggong di Tulungagung 11.Pabrik Gula Lestari di Kertosono.

Sedangkan dua pabrik gula lagi berada di luar jawa yang merupakan proyek pengembangan. Pada tanggal 31 Desember 1996 terjadi perubahan lagi yang semula PT. Perkebunan XXI – XXII menjadi PT. Perkebunan Nusantara X atas dasar SK Menteri Keuangan No. 130/Menkue/VI/1996 tentang Peleburan


(64)

PT. Perkebunan XXI – XXII (Persero), PT Perkebunan XIX (Persero) dan PT. Perkebunan XXVII (Persero) yang unit usahanya strategisnya berlokasi di daerah Jember dan Klaten (Jawa Tengah).

4.1.2. Struktur Organisasi

Secara struktur organisasi disusun berdasarkan organisasi garis yang sederhana dan secara keseluruhan diharapkan telah mencakup seluruh fungsi dari masing-masing jabatan dalam perusahaan. Dengan struktur organisasi semacam ini diharapkan pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab yang cukup jelas sehingga proses pengambilan keputusan dapat dilaksanakan lebih cepat, fleksibel dan sesuai yang dikehendaki.

Sehubungan dengan hal tersebut, dalam menyusun struktur organisasi harus sejalan dengan prinsip-prinsip organisasi dan manajemen yang sehat dan rasional, yang diperlukan dalam menjalankan roda perusahaan secara efektif dan efisien.

Pada PT. Perkebunan Nusantara X (Persero) Surabaya menggunakan sistem organisasi bentuk lini. Pada organisasi bentuk lini kekuasaan dan tanggung jawab bercabang dari semua pimpinan. Tiap-tiap atasan mempunyai bawahan tertentu yang bertanggung jawab pada atasan.

Adapun struktur organisasi yang digunakan oleh PT. Perkebunan Nusantara X (Persero) Surabaya adalah struktur organisasi garis sebagai berikut:


(65)

Administratur

Bag. Instalasi Bag. AKU

Perencanaan/ Pengawasan

Hak Umum Pembukuan Sekum

Gudang Material Personalia Poliklinik Keamanan TU. Hasil Empl. Kas KVA Komputer ST. Ketel ST. Gilingan ST. Tengah ST. Putaran ST. Listrik Besali Gedung Kendaraan Loko Bag. Pengolahan Ketel Pemurnian Penguapan Masakan Limbah Putaran Timbangan Gd. Gula Laboratorium Bag. Tanaman SKK Litbang SKK Tebang Angkut Lahan SKK Pengembangan SKK Lahan Historis

Gambar 4.1. Struktur Organisasi PT. Perkebunan Nusantara X (Persero) Surabaya

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.


(66)

Adapun dalam PT. Perkebunan Nusantara X (Persero) Surabaya dipimpin oleh seorang Administratur sebagai pimpinan unit pelaksana yang mempunyai tugas dan fungsi sebagai pengelola operasional. Tugas dari Administratur antara lain :

- Melaksanakan dan mengamankan program kegiatan secara keseluruhan yang telah ditetapkan dalam pengelolaan pabrik gula.

- Memimpin dan mengkoordinir tugas kepala bagian, agar terdapat kesatuan tindak dalam melaksanakan kegiatan operasional yang terpadu guna mencapai target produksi secara efektif dan efisien.

- Mengelola serta mempertanggungjawabkan penggunaan sumber daya

manusia, sumber daya alam dan sumber daya keuangan sesuai dengan norma yang berlaku.

Dalam menjalankan tugasnya seorang Administratur dibantu oleh beberapa kepala bagian yang ditetapkan berdasarkan pada keputusan Mentan No.78/1991 yaitu :

1. Kepala Bagian Administratur keuangan dan Umum (Ak & U) 2. Kepala bagian Tanaman

3. Kepala bagian Instalasi 4. Kepala bagian Pengolahan

Kemudian untuk masing-masing tugas, pokoknya adalah sebagai berikut : 1. Kepala Bagian Administratur keuangan dan Umum (Ak & U)

Adapun tugas dari seorang kepala Bagian Administratur keuangan dan Umum antara lain :


(67)

- Mengkoordinir penyusunan rencana kerja dan anggaran perusahaan. - Mengawasi pelaksanaan kerja dan anggaran perusahaan

- Mencatat semua penerimaan dan pengeluaran uang perusahaan. - Menyediakan kebutuhan bahan/barang untuk aktivitas perusahaan - Membuat laporan manajemen ke kantor Direksi

- Bertanggung jawab pada keuangan perusahaan dan pengelolaan tenaga kerja.

Pada bagian ini membawahi beberapa bagian antara lain :

a. HAK (hak antar karyawan) dan Umum mempunyai tugas antara lain : - Mengkoordinir seluruh kegiatan yang berhubungan dengan bidang

ketenaga kerjaan dan bertanggung jawab atas kelancaran pelaksanaan tugas yang dibebankan pada bawahannya.

- Melaksanakan seluruh kegiatan pengadaan karyawan mulai dari penerimaan surat lamaran yang masuk, pemanggilan para pelamar, pelaksanaan testing sampai penempatan tenaga kerja.

- Mengurus status karyawan honorair, calon karyawan dan

pengangkatan karyawan penuh.

- Mengenai masalah-masalah pemberhentian dan juga memproses masa persiapan pensiunan seorang karyawan yang telah dipandang cukup menjalani masa kerjanya.

- Melaksanakan langkah-langkah demi tegaknya ketentuan perusahaan (pemberian motivasi, penjatuhan sanksi, rehabilitasi, menciptakan etos


(1)

4.4.2. Pengujian Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan

Berdasarkan tabel 4.14 dapat diketahui bahwa motivasi berpengaruh

positif signifikan terhadap kinerja karyawan bagian produksi pada pada PG. Watoetoelis KrianSidoarjo. Sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa

”Motivasi berpengaruh terhadap kinerja karyawan bagian produksi pada PG. Watoetoelis KrianSidoarjo”, dapat diterima.

Hal ini dapat diartikan bahwa apabila motivasi yang dirasakan karyawan bagian produksi pada pada PG. Watoetoelis Krian Sidoarjo (yang meliputi: kebutuhan pemenuhan sandang, kebutuhan pangan dan papan, kebutuhan keselamatan dan keamanan, kebutuhan sosial dan kebutuhan penghargaan dan aktualisasi diri) semakin tinggi, maka kinerja karyawan bagian produksi pada pada PG. Watoetoelis Krian Sidoarjo akan semakin tinggi pula. Sebaliknya jika motivasi yang dirasakan karyawan bagian produksi pada pada PG. Watoetoelis Krian Sidoarjo semakin rendah, maka kinerja karyawan bagian produksi pada pada PG. Watoetoelis KrianSidoarjo akan semakin rendah pula.

Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Robbins (1996 : 233) bahwa kinerja karyawan adalah fungsi interaksi antara kemampuan karyawan dengan motivasi. Maksudnya, bila motivasi dilaksanakan secara bersama-sama dengan kemampuan dari karyawan maka akan mempengaruhi kinerja karyawan.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(2)

79

Hal ini didukung oleh Riyadingsih (2002: 37) karyawan yang memiliki motivasi yang tinggi merupakan individu yang mampu mempertahankan standart kinerja yang tinggi dan mempunyai keinginan untuk menyelesaikan tugas yang sulit. Individu yang memiliki motivasi yang tinggi akan mempunyai sikap positif terhadap kinerja yang dihasilkan karyawan tersebut.


(3)

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan penelitian ini disimpulkan sebagai berikut :

1. Kepuasan kerja berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja karyawan

bagian produksi pada PG. Watoetoelis Krian Sidoarjo.

2. Motivasi berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja karyawan bagian

produksi pada PG. Watoetoelis Krian Sidoarjo.

5.2.Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka ada beberapa saran yang diberikan untuk dijadikan bahan pertimbangan pihak PG. Watoetoelis Krian Sidoarjo antara lain :

1. Diharapkan kepada karyawan bagian produksi untuk lebih meningkatkan

hubungan rasa kekeluargaan antar karyawan dalam perusahaan.

2. Diharapkan kepada pihak perusahaan untuk lebih meningkatkan dalam

pemenuhan kebutuhan keselamatan dan keamanan karyawannya.

3. Diharapkan kepada pihak perusahaan untuk lebih memperhatikan dan

meningkatkan pendidikan dan kesempatan berprestasi bagi semua karyawannya.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(4)

81

4. Penelitian ini besar merupakan salah satu penelitian structural tentang

manajemen sumber daya manusia yang ditinjau dari sudut kepuasan kerja, motivasi dan kinerja karyawan. Dengan demikian penelitian ini diharapkan dapat mendorong penelitian-penelitian lainnya, baik dalam penelitian sejenis dengan data berlainan atau sampel yang lebih luas, maupun pemanfaatan hasil penelitian ini sebagai pedoman bagi penelitian lainnya.


(5)

As’ad, Moh. 2002. Psikologi Industri : Seri Ilmu Sumber Daya Manusia. Edisi Keempat. Cetakan Ketujuh. Liberty. Yogyakarta.

Anderson, J.C. and D.W. Gerbing, 1988. Structural Equation Modeling in Practice

: A Review and Recommended Two-Step Approach, Psycological

Bulletin. 103 (3) : 411-23.

Atmosoeprapto, Kisdarto. 2000. Produktivitas Aktualisasi Budaya Perusahaan.

Jakarta. PT Elex Media Komputindo-Kelompok Gramedia.

Augusty, Ferdinand, 2002, Structural Equation Modeling Dalam Penelitian

Manajemen, Edisi 2, Penerbit BP UNDIP, Semarang.

Bentler, P.M. and C.P. Chou, 1987. Practical Issue in Structural Modeling,

Sociological Methods and Research. 16 (1) : 78-117

Bernardin, H. John and Joyce E. A. Russel, 1993, Human Resource Mangement:

An Experiential Approach, McGraw-Hill International, Inc., Singapore.

Baron, Robert A, Jerald Greenberg. 1996. Behavior in Organizations,

Understanding and Managing The Human Side of Work. Allin and Bacon.

A Division of Schuster Massachuscets. Third Edition.

Cascio, Wayne F. 1995. Managing Human Resources, Productivity, Quality of

Work Life, Profits. Third Edition. Singapore: Mc Graw-Hill International Edition.

Creech, Bill, 1996, Lima Pilar TQM (Terjemahan oleh Sindoro, A) Jakarta, Bina

Rupa Aksara.

Davis, Keith dan John W. Newstrom. 1993. Human Behavior at Work:

Organizational Behavior. Ninth Edition. Singapore. Mc Graw-Hill

International Edition.

Ferdinand, Augusty, 2002, Structural Equation Modeling Dalam Penelitian

Manajemen, Penerbit BP Undip, Semarang.

Gomes, Faustino. 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi 1. Andi Offset.

Yogyakarta.

Hair, J.F. et. Al, 1998, Multivariate Data Analysis, Fifth Edition, Prentice-Hall

International, Inc., New Jersey.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(6)

Handoko, T. Hani. 2001. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia.

Edisi Kedua. Cetakan Ketujuh. BPFE UGM. Yogyakarta.

Hartline, Michael D. and O.C. Ferrell [1996], “The Management of

Customer-Contact Service Employees : An Empirical Investigation”, Journal of

Marketing. 60 (4) : 52-70.

Luthans, Fred. 1996. Organization Behaviors. Management and Organization

Series. Seventh Edition. McGraw Hill. International Editions.

Mangkunegara, A.A.Anwar Prabu. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia

Perusahaan. Edisi 1. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Miner, John B. 1992. Industrial Organizational Psychology. International Edition.

Psychology Series. Mc-Graw Hill.

Purwanto, BM, 2003. Does Gender Moderate the Effect of Role Stress on Salesperson's Internal States and Performance ? An Application of

Multigroup Structural Equation Modeling [MSEM], Jurnal Manajemen,

Akuntansi dan Ekonomi Pembangunan, Buletin Ekonomi FE UPN "Veteran" Yogyakarta. 6 (8) : 1-20

Robbins, Stephen P. 1996. Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi dan

Aplikasi. Jilid 2. Jakarta. PT Prenhallindo.

Robbin, Stephen P, 1998, Organizational Behavior, International Edition,

Prentice-Hall International Inc; Uppersaddle River, New Jersey, Eight Edition.

Staw, Barry M, 1996. Psychological Dimensions of Organizational Behavior.

Second Edition. Singapore. Mc-Graw Hill International Editions.

Sugiyono, 2008, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R & D, Penerbit

Alfabeta, Bandung

Tabachnick B.G. and Fidel, L.S., 1996, Using Multivariate Statistics, Third

Edition, Harper Collins College Publisher, New York.Riggio, Ronald E.

1996. Introduction to Industrial / Organizational Psychology. Second

Edition. Singapore: Mc Graw Hill International Edition

Jurnal :

Dyah Aruning Puspita, 2007, Pengaruh Kepuasan Kerja, Komitmen Organisasi

Dan Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan, JABM, Volume 14, Nomor 2,