Analisis Biaya Perjalanan Akibat Tundaan Lalu Lintas (Studi Kasus: Ruas Jl. Padang Luwih Badung Mulai Dari Simpang Jl. Padang Luwih-Jl. Dalung Permai Sampai Simpang Jl. Padang Luwih-Jalan I Wayan Gentuh).

(1)

ANALISIS BIAYA PERJALANAN

AKIBAT TUNDAAN LALU LINTAS

(STUDI KASUS: RUAS JALAN PADANG LUWIH BADUNG

MULAI DARI SIMPANG JL. PADANG LUWIH - JL. DALUNG

PERMAI SAMPAI SIMPANG JL. PADANG LUWIH - JL. I

WAYAN GENTUH)

TUGAS AKHIR

Oleh :

I DEWA GEDE SATYA DHARMANTIKA 1104105103

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA


(2)

Denpasar, 25 Januari 2016

I Dewa Gede Satya Dharmantika NIM. 1104105103

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya:

Nama : I Dewa Gede Satya Dharmantika NIM : 1104105103

Judul TA : Analisis Biaya Perjalanan Akibat Tundaan Lalu Lintas ( Studi Kasus: Ruas Jalan Padang Luwih Badung mulai dari Simpang Jalan Padang Luwih – Jalan Dalung Permai sampai Simpang Jalan Padang Luwih – Jalan I Wayan Gentuh)

Dengan ini saya nyatakan bahwa dalam Laporan Tugas Akhir/Skripsi saya ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya, juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.


(3)

(4)

i

ABSTRAK

Tundaan lalu lintas adalah permasalahan transportasi perkotaan yang menimbulkan berbagai dampak negatif. Bertambahnya biaya operasional kendaraan karena meningkatnya waktu perjalanan adalah salah satu dampak negatif yang perlu ditanggulangi. Ruas Jalan Padang Luwih Badung merupakan jalan yang sering dilalui pekerja dari daerah Dalung menuju ke Kuta sehingga pada Ruas Jalan Padang Luwih Badung mulai dari simpang Jl. Padang Luwih – Jl. Dalung Permai sampai simpang Jl. Padang luwih – Jl. I Wayan Gentuh pada jam–jam puncak terjadi tundaan lalu lintas. Tundaan yang dimaksud adalah bertambahnya waktu perjalanan atau terjadinya pengurangan kecepatan bergerak di bawah kecepatan yang dianggap dapat diterima atau tingkat kesesuaian standar kecepatan jalan rencana. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui kinerja ruas jalan dan besarnya biaya tundaan pada Ruas Jalan Padang Luwih Badung.

Dalam penelitian ini diperlukan dua jenis data yaitu data primer dan data sekunder. Data Primer meliputi survei volume lalu lintas, survei inventarisasi jalan, dan survei hambatan samping yang dilakukan dengan metode manual count

sedangkan untuk survei kecepatan waktu tempuh metode yang digunakan adalah

moving car observer pada lokasi studi. Survei harga komponen BOK (Biaya Operasional Kendaraan) dilakukan dengan wawancara dibengkel-bengkel onderdil kendaraan. Data sekunder diperoleh dari instansi-instansi terkait seperti Badan Pusat Statistik kabupaten badung dan Departemen Perhubungan.

Kapasitas ruas Jalan Padang Luwih dihitung berdasarkan peraturan MKJI (Manual Kapasitas Jalan Indonesia). Sedangkan perhitungan biaya perjalanan terdiri dari nilai waktu kendaraan dan BOK. Nilai waktu kendaraan dihitung berdasarkan data PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Kabupaten Badung yang menunjukkan nilai pendapatan per kapita per satu orang penduduk. Untuk menghitung BOK kendaraan ringan menggunakan metode PCI (Pasific Consultant International) yang dikembangkan sejak tahun 1979 dan sampai sekarang masih digunakan oleh Bina Marga sedangkan untuk menghitung BOK sepeda motor menggunakan metode yang digunakan oleh DLLAJ Provinsi Bali Konsultan PTS 1999.

Dari analisis yang telah dilakukan pada Ruas Jalan Padang Luwih Badung mulai dari simpang Jl. Padang Luwih – Jl. Dalung Permai sampai simpang Jl. Padang luwih – Jl. I Wayan Gentuh pada jam puncak tertinggi yaitu pada pukul 07.00-08.00 wita diperoleh derajat kejenuhan adalah 0,82 dengan tingkat pelayanan jalan D. Besarnya biaya perjalanan akibat tundaan lalu lintas pada Ruas Jalan Padang Luwih Badung yaitu sebesar Rp 115.409,09 per hari atau Rp Rp 41.547.275,89 per tahun.

Kata Kunci : Kinerja Ruas Jalan, Nilai Waktu Perjalanan, Biaya Perjalanan, Biaya Operasional Kendaraan (BOK).


(5)

ii

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karenaberkat rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul “Analisis Biaya Perjalanan Akibat Tundaan Lalu Lintas (Studi Kasus: Ruas Jalan Padang Luwih mulai dari Simpang Jalan Padang Luwih – Jalan Dalung Permai sampai Simpang Jalan Padang Luwih – Jalan I Wayan Gentuh-Dalung, Badung)”.

Selama melaksanakan penulisan proposal tugas akhir, penulis mendapatkan informasi, bantuan serta bimbingan dari beberapa pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Putu Alit Suthanaya, ST, MEng.Sc, PhD., selaku dosen

pembimbing I.

2. Bapak Dw. Md. Priyantha W., ST, MT., MSc., PhD., selaku dosen pembimbing II.

3. Orang tua dan keluarga yang selalu memberikan doa, dukungan dan motivasi sehingga Tugas Akhir ini dapat selesai.

4. Teman-teman angkatan 2011 yang berjuang bersama dan saling mendukung sehingga bisa menjaga semangat.

5. Teman-teman yang telah membantu survei Gus Adi, Ogurt, Indro, Sutha, Dek KJW, dan Yudha serta semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian Tugas Akhir ini. Dengan keterbatasan penulis dalam menyampaikan materi, sehingga laporan ini masih jauh dari sempurna. Penulis sangat menerima kritik dan saran yang membangun dari para pembaca. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih dan semoga laporan Tugas Akhir ini dapat berguna bagi para pembaca.

Denpasar, 19 Desember 2015


(6)

iii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

ABSTRAK………...………. i

UCAPAN TERIMA KASIH ………..………. ii

DAFTAR ISI………...……….. iii

DAFTAR TABEL ……….... vi

DAFTAR GAMBAR ……….………... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ……….. 1

1.2 Rumusan Masalah ………. 3

1.3 Tujuan Penelitian ……….. 3

1.4 Manfaat Penelitian ……… 3

1.5 Lingkup Studi dan Batasan Masalah ……… 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Fungsi Jalan ………. 5

2.1.1 Berdasarkan Sistem Jaringan Jalan ……….. 5

2.1.2 Berdasarkan Fungsinya ……… 5

2.1.3 Berdasarkan Statusnya ………. 8

2.1.4 Berdasarkan Kelas Jalan ………. 10

2.2 Hambatan samping ………. 10

2.3 Arus dan Komposisi Lalu Lintas ………. 11

2.4 Kapasitas Jalan ………. 12

2.4.1 Kapasitas Dasar (Co) ……… 12

2.4.2 Faktor Penyesuaian Lebar Jalur Lalu Lintas untuk Jalan Perkotaan (FCw) ………..….….……… 13

2.4.3 Faktor Penyesuaian Pemisah Arah (FCsp) ……….. 13

2.4.4 Faktor Penyesuaian Hambatan Samping dan Bahu Jalan/Kereb (FCsf) ……….. 14

2.4.5 Faktor Penyesuaian untuk Ukuran Kota ……….. 16

2.5 Volume Lalu Lintas ……… 17

2.6 Tingkat Pelayanan Jalan ……….. 17

2.7 Kecepatan Tempuh ……….………. 19

2.8 Kecepatan Arus Bebas………..……… 20

2.8.1 Kecepatan Arus Bebas Dasar (FVo) ………... 20

2.8.2 Kecepatan Arus Bebas Untuk Lebar Jalur Lalu Lintas (FVw) ………... 21

2.8.3 Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Untuk Hambatan Samping (FFVsf) ………. 21

2.8.4 Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas untuk Ukuran Kota (FFVcs) ……… 23

2.9 Derajat Kejenuhan……….. 23

2.10 Waktu Tempuh Perjalanan……….……….………. 24

2.11 Kecepatan………. 25

2.12 Biaya Tundaan Lalu Lintas………. 26


(7)

iv

2.14 Biaya Operasional Kendaraan (BOK) ………. 29

2.14.1 Biaya Tetap………..………. 29

2.14.2 Biaya Tidak Tetap………..……….. 30

2.14.3 Metode Perhitungan BOK ………... 33

2.14.4 Metode PCI ………. 34

2.15 BOK Sepeda Motor ……….……... 38

2.14 Perumusan Perhitungan Biaya Perjalanan Akibat Tundaan Lalu Lintas ……….……... 38

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Langkah Kerja…….………. 41

3.2 Pemilihan Lokasi ...……….. 42

3.3 Identifikasi Masalah ………. 44

3.4 Studi Pustaka ……… 44

3.5 Desain Sampel ………...………... 44

3.6 Metode Pengumpulan Data………...……... 44

3.6.1 Data Primer ………... 45

3.6.1.1 Survei Inventarisasi Jalan ………... 45

3.6.1.2 Survei Hambatan Samping……….. 46

3.6.1.3 Survei Volume Lalu Lintas pada Ruas Jalan……….. 46

3.6.1.4 Survei Waktu Tempuh ………... 47

3.6.1.5 Survei Harga Komponen BOK………... 48

3.6.2 Data Sekunder ……….. 48

3.7 Pengolahan dan Analisis Data ………. 49

3.7.1 Analisis Kinerja Ruas Jalan……….. 49

3.7.1.1 Menentukan Arus Lalu Lintas ……… 49

3.7.1.2 Menentukan Kapasitas ……… 50

3.7.1.3 Kecepatan dan Penentuan Tingkat Pelayanan Jalan … 50 3.7.2 Analisis Biaya Perjalanan ………. 50

3.12.2.1 Kecepatan Tempuh dan Nilai Waktu……….. 51

3.12.2.2 Biaya Operasional Kendaraan..………... 51

3.7.3 Analisis Biaya Tundaan…….….….……….. 52

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan Data ……….. 53

4.1.1 Data Primer ………. 53

4.1.1.1 Data Volume Lalu Lintas ………. 53

4.1.1.2 Data Hambatan Samping ……….. 54

4.1.1.3 Data Geometrik Jalan ………... 54

4.1.1.4 Harga Komponen BOK…..……….. 55

4.1.1.5 Data Waktu Tempuh Perjalanan..……….. 55

4.1.1.6 Data Jumlah Penumpang ……….. 55

4.1.2 Data Sekunder ………. 55

4.1.2.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ……….. 55

4.1.2.2 Data Jumlah Penduduk ……….… 56

4.2 Analisis Data ………... 56

4.2.1 Analisis Kinerja Luas Jalan………..……….…...…. 57


(8)

v

4.2.1.2 Kapasitas Jalan...……….….... 57

4.2.1.3 Derajat Kejenuhan ……….….... 58

4.2.1.4 Kecepatan Tempuh ………...…….….... 58

4.2.1.5 Kecepatan Arus Bebas...……….….... 60

4.2.1.3 Tingkat Pelayanan Jalan……….….... 61

4.2.2 Analisis Biaya Perjalanan ………...…. 63

4.2.2.1 Volume Lalu Lintas……… 63

4.2.2.1 Nilai Waktu Kendaraan ………. 63

4.2.3 Biaya Operasional Kendaraan ………... 68

4.2.3.1 BOK untuk Kendaraan Ringan (LV) dan Kendaraan Berat (HV) dengan Metode PCI ………... 68

4.2.3.2 BOK untuk Kendaraan Sepeda Motor (MC) dengan Metode DLLAJ ………... 78

4.3 Analisis Biaya Perjalanan Akibat Tundaan Lalu Lintas …….……….. 80

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ……… 83

5.2 Saran ……….. 83

DAFTAR PUSTAKA ... 84

LAMPIRAN A PETA LOKASI Gambar A-1 Peta Lokasi Studi ………..…. 85

Gambar A-2 Denah Lokasi Studi……… 86

LAMPIRAN B FORMULIR SURVEI DAN REKAP Formulir B1 Inventariasi Jalan Pada Ruas Jalan Padang Luwih Badung.………... 87

Formulir B2-1 Waktu Tempuh ke Arah Utara ………... 88

Formulir B2-2 Waktu Tempuh ke Arah Selatan..……... 89

Formulir B3-1 Survei Volume Lalu Lintas………. 90

Formulir B3-2 Survei Volume Lalu Lintas………. 92

Formulir B4 Rekap Volume Lalu Lintas………. 94

Formulir B5 Rekap Hambatan Samping.………. 96

LAMPIRAN C GRAFIK Lampiran C1 Grafik Volume Lalu Lintas per 15 Menit… 98 Lampiran C2 Grafik Volume Lalu Lintas per Jam……… 99

Lampiran C3 Grafik Derajat Kejenuhan………..………. 100

LAMPIRAN D DOKUMENTASI Gambar D1 Kondisi Ruas Jalan Tanpa Tundaan..…….. 101

Gambar D2 Kondisi Ruas Jalan Tanpa Tundaan.……… 101

Gambar D3 Kondisi Ruas Jalan Saat Tundaan.………... 102

Gambar D4 Kondisi Ruas Jalan Saat Tundaan.………... 102

LAMPIRAN E PERTUMBUHAN INFLASI Lampiran E1 Tabel Inflasi……….….………... 103


(9)

vi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Emp Untuk Jalan Perkotaan ………..…………... 11

Tabel 2.2 Kapasitas Dasar Jalan ………….………..……….. 12

Tabel 2.3 Faktor Penyesuaian Lebar Jalur Lalu Lintas Untuk Perkotaan (FCw) ………. 13

Tabel 2.4 Faktor Penyesuaian Pemisah Arah (FCsp) ….……… 13

Tabel 2.5 Kelas Hambatan Samping Untuk Jalan Perkotaan..………...…. 14

Tabel 2.6 Faktor Penyasuaian FCsf Untuk Pengaruh Hambatan Samping dan Lebar Bahu Untuk Jalan Perkotaan dengan Bahu Jalan …………...……….. 15

Tabel 2.7 Faktor Penyasuaian FCsf Untuk Pengaruh Hambatan Samping dan Lebar Bahu Untuk Jalan Perkotaan dengan Kerb ………. 16

Tabel 2.8 Faktor Penyesuaian Kapasitas Untuk Ukuran Kota (FCcs)…… 16

Tabel 2.9 Hubungan Antara Tingkat Pelayanan Jalan, Karakteristik Arus Lalu Lintas Dan Rasio Volume Terhadap Kapasitas (Rasio V/C) ……… 18

Tabel 2.10 Kecepatan Arus Bebas Dasar Untuk Jalan Perkotaan (FVo) ………... 20

Tabel 2.11 Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Untuk Lebar Jalur Lalu Lintas (FVw) Pada Kecepatan Arus Bebas Kendaraan Ringan Untuk Jalan Perkotaan ………. 21

Tabel 2.12 Faktor Penyesuaian Pengaruh (FFVsf) Pada Kecepatan Arus Bebas Kendaraan Ringan Untuk Jalan Perkotaan Dengan Bahu ………... 22

Tabel 2.13 Faktor Penyesuaian Pengaruh (FFVsf) Pada Kecepatan Arus Bebas Kendaraan Ringan Untuk Jalan Perkotaan Dengan Kerb ……….. 22

Tabel 2.14 Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Untuk Ukuran Kota Pada Kecepatan Arus Bebas Kendaraan Ringan (FFVcs) ………... 23

Tabel 2.15 Data PDRB Per kapita Kabupaten Badung Atas Dasar Harga Berlaku ……….…. 28

Tabel 3.1 Daftar harga komponen BOK………. 48

Tabel 3.2 Tingkat Isian Rata-rata Masing-masing Kendaraan……… 49

Tabel 4.1 Volume Lalu Lintas Pada Tiga Jam Puncak Pagi, Siang dan Sore ..………..……… 53

Tabel 4.2 Kelas Hambatan Samping Untuk Jalan Perkotaan Ruas Jalan Padang Luwih, Badung ………. 54

Tabel 4.3 Data Geometrik Jalan di Ruas Jalan Padang Luwih, Badung ………...…..……….. 54

Tabel 4.4 Data Waktu Tempuh Perjalanan ………. 55

Tabel 4.5 Data PDRB Per kapita Kabupaten Badung ………... 56

Tabel 4.6 Data Jumlah Penduduk Kabupaten Badung ……..………. 56

Tabel 4.7 Rekapitulasi Kecepatan Tempuh dan Kecepatan Arus Bebas ...………. 61


(10)

vii Tabel 4.8 Niliai Waktu Kendaraan Ruas Jalan

Padang Luwih, Badung ………....……….. 68 Tabel 4.9 Biaya Operasional Kendaraan Pada Saat

Tidak Adanya Tundaan Lalu Lintas (DS = 0,74) ………….….. 78 Tabel 4.10 Biaya Operasional Kendaraan Pada Saat

Terjadinya Tundaan Lalu Lintas ( DS = 0,82) ..……….. 78 Tabel 4.11 Perbandingan BOK Sebelum dan Setelah

Adanya Tundaan di Ruas Jalan Padang Luwih, Badung ………. 79 Tabel 4.12 Tabel Rekapitulasi Biaya Akibat Tundaan


(11)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tingkat Pelayanan Berdasarkan Volume Dengan Kapasitas Yang Dibandingkan

Dengan Kecepatan Operasi .……….………. 19 Gambar 2.2 Kecepatan Sebagai Fungsi Dari Q/C

Untuk Jalan Dua Lajur Dua Arah …...…..………... 24 Gambar 3.1 Diagram alir penelitian ……….….. 41 Gambar 3.2 Lokasi Studi (google maps) ……….….... 42 Gambar 3.3 Skema Survei Kecepatan Dengan

Metode Moving Car Observer……….... 47 Gambar 4.1 Kecepatan sebagai fungsi dari Q/C untuk jalan 2/2 UD …….... 61 Gambar 4.2 Tingkat Pelayanan Jalan Berdasarkan Volume Dengan


(12)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah transportasi perkotaan saat ini merupakan masalah utama yang sulit dipecahkan. Salah satu masalah transportasi tersebut adalah tundaan lalu lintas. Tundaan lalu lintas ini menimbulkan berbagai dampak negatif ditinjau dari segi ekonomi berupa kehilangan waktu karena waktu perjalanan yang lama sehingga bertambahnya biaya operasional kendaraan. Tundaan lalu lintas ini tidak hanya terjadi pada jaringan jalan di Kota Denpasar, tetapi juga di Kabupaten Badung.

Kabupaten Badung yang memiliki luas wilayahnya 418,52 km² menjadi salah satu pusat aktivitas penduduk yang ada di Provinsi Bali. Beberapa ruas jalan di Kabupaten Badung sangat ramai dilalui oleh kendaraan. Salah satu ruas jalan yang padat lalu lintasnya adalah Ruas Jalan Padang Luwih, Kecamatan Dalung, Kabupaten Badung. Ruas jalan tersebut biasanya dilalui oleh pengendara dari daerah Dalung menuju ke Kuta. Sehingga pada saat jam puncak terjadi tundaan lalu lintas pada ruas jalan tersebut. Jam puncak pada ruas jalan ini biasanya terjadi pada pagi hari saat siswa berangkat sekolah dan pekerja berangkat ke tempat kerja, pada siang hari ketika siswa pulang dari sekolah, dan pada sore hari ketika para pekerja pulang dari tempat kerja.

Tundaan yang dimaksud pada wilayah studi adalah bertambahnya waktu perjalanan atau terjadinya pengurangan kecepatan bergerak di bawah kecepatan yang dianggap dapat diterima atau tingkat kesesuaian standar kecepatan jalan rencana. Tingginya waktu tundaan serta menurunnya kinerja ruas jalan yang berdampak pada kenaikan biaya operasional kendaraan. Hal ini menyebabkan bertambahnya waktu yang dibutuhkan dalam perjalanan yang tentu akan sangat berpengaruh pada produktivitas masyarakat secara umum, mengingat jalan merupakan prasarana pendukung utama pergerakan yang membantu interaksi antar kegiatan dalam bentuk aliran barang dan jasa.


(13)

2 Tundaan lalu lintas yang terjadi pada ruas Jalan Padang Luwih diakibatkan adanya hambatan samping antara lain parkir kendaraan di pinggir jalan (on street parking), digunakannya badan jalan oleh pejalan kaki serta penyeberang jalan, maupun kendaraan yang berhenti di pinggir jalan. Hambatan samping mengakibatkan ruas jalan mengalami penurunan kinerja yang berpengaruh pada tingkat pelayanan jalan. Hambatan samping juga dapat mengakibatkan turunnya kecepatan kendaraan yang melalui ruas jalan tersebut. Turunnya kecepatan kendaraan inilah yang mempengaruhi nilai waktu dan biaya operasional kendaraan (BOK) pada ruas jalan tersebut serta berdampak terhadap biaya perjalanan.

Penelitian serupa pernah dilakukan pada Ruas Jalan Baypass I Gusti Ngurah Rai, Kabupaten Badung oleh Indra (2012). Hasil analisis penelitian tersebut menyebutkan bahwa tingkat pelayanan jalan adalah ‘F’ dimana volume lalu lintas sepanjang ruas jalan mendekati kapasitas, arus tidak stabil dengan kecepatan kadang berhenti dengan total biaya kemacetan yang dialami oleh pengguna jalan pada saat jam puncak adalah Rp 3.579.936,00 per hari atau Rp 1.525.026.163,00 per tahun. Perbedaan penelitian ini dan sebelumnya adalah, lokasi studi, dan pusat kegiatannya. Lokasi studi sebelumnya adalah Ruas Jalan Baypass I Gusti Ngurah Rai yang merupakan jalan utama yang menghubungkan Kota Denpasar dengan Kabupaten Badung Selatan, sedangkan pada penelitian ini adalah pada ruas Jalan Padang Luwih. Untuk saat ini belum diketahui kinerja ruas Jalan Padang Luwih, serta biaya perjalanan akibat tundaan lalu lintas.

Berdasarkan uraian tersebut, ada beberapa hal yang menjadi sasaran pokok dari studi ini yaitu : bagaimana kinerja ruas Jalan Padang Luwih, Kecamatan Dalung, Kabupaten Badung dan seberapa besarkah biaya perjalanan akibat tundaan lalu lintas pada ruas Jalan Padang Luwih. Hal ini diperlukan untuk mengidentifikasi masalah di ruas Jalan Padang Luwih mulai dari Simpang Jalan Padang Luwih – Jalan Dalung Permai sampai Simpang Jalan Padang Luwih – Jalan I Wayan Gentuh agar nantinya dapat menemukan solusi yang tepat untuk mencegah terjadinya masalah lalu lintas yang lebih besar.


(14)

3

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang ditimbulkan adalah :

1. Bagaimanakah kinerja ruas Jalan Padang Luwih mulai dari Simpang Jalan Padang Luwih – Jalan Dalung Permai sampai Simpang Jalan Padang Luwih – Jalan I Wayan Gentuh ?

2. Berapakah besar biaya perjalanan akibat adanya tundaan lalu lintas pada ruas Jalan Padang Luwih mulai dari Simpang Jalan Padang Luwih – Jalan Dalung Permai sampai Simpang Jalan Padang Luwih – Jalan I Wayan Gentuh?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk menganalisis kinerja ruas Jalan Padang Luwih mulai dari Simpang Jalan Padang Luwih – Jalan Dalung Permai sampai Simpang Jalan Padang Luwih – Jalan I Wayan Gentuh

2. Untuk menganalisis besarnya biaya perjalanan akibat adanya tundaan lalu lintas di ruas Jalan Padang Luwih mulai dari Simpang Jalan Padang Luwih – Jalan Dalung Permai sampai Simpang Jalan Padang Luwih – Jalan I Wayan Gentuh

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini dapat digunakan bagi peneliti sebagai tambahan pengetahuan tentang bertambahnya nilai waktu dan biaya operasional kendaraan serta biaya tundaan yang diakibatkan oleh volume arus lalu lintas dan hambatan samping. Selain itu, dari kinerja ruas jalan dan biaya perjalanan yang didapat dapat menjadi masukan bagi pemerintah dalam mengambil keputusan dan kebijakan di bidang transportasi dalam tujuannya untuk meminimalkan nilai waktu dan biaya operasional kendaraan yang melewati ruas Jalan Padang Luwih, Kabupaten Badung


(15)

4

1.5 Lingkup Studi dan Batasan Masalah

Adapun lingkup studi dan batasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Wilayah studi penelitian ini dibatasi pada ruas Jalan Padang Luwih mulai dari Simpang Jalan Padang Luwih – Jalan Dalung Permai sampai Simpang Jalan Padang Luwih – Jalan I Wayan Gentuh

2. Tundaan yang dimaksud pada wilayah studi adalah bertambahnya waktu perjalanan atau terjadinya pengurangan kecepatan bergerak di bawah kecepatan yang dianggap dapat diterima atau tingkat kesesuaian standar kecepatan jalan rencana.

3. Perhitungan biaya tundaan akibat biaya operasional kendaraan untuk kendaraan ringan dan kendaraan berat menggunakan model PCI (Pasific Consultant International) yang dikembangkan sejak tahun 1979 dan digunakan oleh PT Bina Marga sampai sekarang.

4. Untuk menghitung biaya tundaan akibat biaya operasional kendaraan sepeda motor mengacu pada metode yang digunakan oleh DLLAJ Provinsi Bali Konsultan PTS 1999.

5. Dalam perhitungan nilai waktu per penumpang digunakan data PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) tahun 2010-2014 dan tidak membedakan nilai waktunya, dimana data PDRB tersebut menunjukkan nilai pendapatan perkapita per satu orang penduduk.

6. Survei dilakukan selama 12 jam pada waktu hari kerja

7. Perilaku para pengemudi kendaraan tidak diperhitungkan dalam penelitian ini.

8. Besarnya total biaya perjalanan akibat tundaan lalu lintas diukur dalam satuan rupiah per tahun.


(16)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Klasifikasi dan Fungsi Jalan

Sesuai dengan undang-undang tentang jalan, No.38 tahun 2004 dan menurut peraturan Pemerintah No.34 tahun 2006, sistem jaringan jalan di Indonesia dapat dibedakan atas jaringan jalan primer dan jaringan jalan sekunder. Sistem jaringan jalan disusun dengan mengacu pada rencana tata ruang wilayah dan dengan memperhatikan keterhubungan antar kawasan dan dalam kawasan perkotaan dan kawasan pedesaan.

2.1.1 Berdasarkan Sistem Jaringan Jalan

Sistem jaringan jalan dibedakan sebagai berikut : a. Sistem Jaringan Jalan Primer

Sistem jaringan jalan primer disusun berdasarkan rencana tata ruang dan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan sebagai berikut :

1. Menghubungkan secara menerus pusat kegiatan nasional, pusat kegiatan wilayah, pusat kegiatan lokal sampai ke pusat kegiatan lingkungan.

2. Menghubungkan antar pusat kegiatan nasional. b. Sistem Jaringan Jalan Sekunder

Sistem jaringan jalan sekunder disusun berdasarkan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota dan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat didalam kawasan perkotaan yang menghubungkan secara menerus kawasan yang mempunyai fungsi primer, fungsi sekunder kesatu, fungsi sekunder kedua, fungsi sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke persil.

2.1.2 Berdasarkan Fungsinya

Berdasarkan fungsinya jalan dibedakan atas :

a. Jalan arteri primer, ialah jalan yang menghubungkan antar pusat kegiatan nasional atau antar pusat kegiatan nasional dengan


(17)

6 pusatkegiatan wilayah. Untuk jalan arteri primer mengikuti persyaratan teknis sebagai berikut :

1. Jalan arteri primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60 km/jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 11 meter.

2. Jalan arteri primer mempunyai kapasitas yang lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata.

3. Pada jalan arteri primer lalu lintas jarak jauh tidak boleh terganggu oleh lalu lintas ulang alik, lalu lintas lokal, dan kegiatan lokal.

4. Jumlah jalan masuk ke jalan arteri primer dibatasi sedemikian rupa.

5. Persimpangan sebidang pada jalan arteri primer dengan pengaturan tertentu harus memenuhi ketentuan.

6. Jalan arteri primer yang memasuki kawasan perkotaan dan kawasan pengembangan perkotaan tidak boleh terputus.

b. Jalan kolektor primer, ialah jalan yang menghubungkan antar pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lokal,antar pusat kegiatan wilayah, atau antara pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lokal. Untuk jalan kolektor primer, persyaratan teknisnya :

1. Jalan kolektor primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 40 km/jam dengna lebar badan jalan paling sedikit 9 meter.

2. Jalan kolektor primer mempunyai kapasitas yang lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata.

3. Jumlah jalan masuk dibatasi dan direncanakan.

4. Persimpangan sebidang pada jalan kolektor primer dengan pengaturan tertentu harus tetap memenuhi ketentuan.

5. Jalan kolektor primer yang memasuki kawasan perkotaan dan kawasan pengembangan perkotaan tidak boleh terputus.

c. Jalan lokal primer, ialah jalan yang menghubungkan pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lingkungan, pusat kegiatan wilayah


(18)

7 dengan pusat kegiatan lingkungan, antar pusat kegiatan lokal, atau pusat kegiatan lokal dengan pusat kegiatan lingkungan, serta antar pusat kegiatan lingkungan. Persyaratan teknis untuk jalan lokal primer

1. Jalan lokal primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20 km/jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 7 meter.

2. Jalan lokal primer yang memasuki kawasan pedesaan tidak boleh terputus.

d. Jalan lingkungan primer, ialah jalan yang menghubungkan antar pusat kegiatan didalam kawasan pedesaan dan jalan didalam lingkungan kawasan pedesaan. Persyaratan teknisnya adalah :

1. Jalan lingkungan primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 15 km/jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 6,5 meter.

2. Persyaratan teknis jalan lilngkungan primer diperuntukkan bagi kendaraan bermotor beroda tiga atau lebih.

3. Jalan lingkungan primer yang tidak diperuntukkan bagi kendaraan bermotor beroda tiga atau lebih harus mempunuyai lebar jalan paling sedikit 3,5 meter.

e. Jalan arteri sekunder, ialah jalan yang menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu, kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kesatu, atau kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua. Persyaratan teknisnya adalah :

1. Jalan arteri sekunder didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 30 km/jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 11 meter.

2. Jalan arteri sekunder mempunyai kapasitas yang lebnih besar dari pada volume lalu lilntas rata-rata.

3. Pada jalan arteri sekunder lalu lintas cepat tidak boleh terganggu oleh lalu lintas lambat.

4. Persimpangan sebidang pada jalan arteri sekunder dengan pengaturan tertentu harus sapat memenuhi ketentuan.


(19)

8 f. Jalan kolektor sekunder, ialah jalan yang menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder kedua atau kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga. Persyaratan teknisnya adalah :

1. Jalan kolektor sekunder didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20 km/jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 9 meter.

2. Jalan kolektor sekunder mempunyai kapasitas yang lebih besar dari pada volume lalu lintas rata-rata.

3. Pada jalan kolektir sekunder lalu lintas cepat tidak boleh terganggu oleh lalu lintas lambat.

4. Persimpangan sebidang pada jalan kolektor sekunder dengan pengaturan tertentu harus memenuhi ketentuan.

g. Jalan lokal sekunder, ialah jalan yang menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan perumahan, kawasan sekunder kedua dengan perumahan, kawasan sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan. Persyaratan teknisnya adalah jalan lokal sekunder didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 10 km/jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 7,5 meter.

h. Jalan lingkungan sekunder, ialah jalan yang mnghubungkan antar persil dalam kawasan perkotaan. Persyaratan teknisnya adalah :

1. Jalan lingkungan sekunder didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 10 (sepuluh) kilometer per jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 6,5 meter.

2. Jalan lingkungan sekunder yang tidak diperuntukkan bagi kendaraan bermotor beroda tiga atau lebih harus mempunyai lebar badan jalan palling sedikit 3,5 meter.

2.1.3 Berdasarkan statusnya

Jalan umum menurut statusnya dikelompokan atas : a. Jalan Nasional


(20)

9 1. Jalan arteri primer.

2. Jalan kolektor primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi.

3. Jalan Tol.

4. Jalan strategis nasional. b. Jalan Provinsi

Jalan provinsi sebagaimana dimaksud terdiri atas :

1. Jalan kolektor primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten atau kota.

2. Jalan kolektor primer yang menghubungkan antar ibukota kabupaten atau kota.

3. Jalan strategis provinsi.

4. Jalan di daerah khusus ibukota Jakarta, kecuali jalan nasional. c. Jalan Kabupaten

Jalan kabupaten sebagaimana dimaksud terdiri atas :

1. Jalan kolektor primer yang tidak termasuk jalan nasional. 2. Jalan lokal primer yang menghubungkan ibukota kabupaten

dengan ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat desa, antar ibukota kecamatan, ibukota kecamatan dengan desa, dan antar desa.

3. Jalan sekunder yang tidak termasuk jalan provinsi. 4. Jalan strategis kabupaten.

d. Jalan kota

Jalan kota sebagaimana dimaksud adalah jalan umum pada jaringan jalan sekunder di dalam kota.

e. Jalan desa

Jalan desa sebagaimana dimaksud adalah jalan lingkungan primer dan jalan lokal primer yang tidak termasuk jalan kabupaten di dalam kawasan pedesaan, dan merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antar pemukiman di dalam desa.


(21)

10

2.1.4 Berdasarkan Kelas Jalan

Pengelompokan kelas jalan terdiri atas: a. Jalan kelas I

Jalan kelas I yaitu jalan arteri dan kolektor yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 (delapan belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 10 (sepuluh) ton; b. Jalan kelas II

Jalan kelas II yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 (dua belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 8 (delapan) ton; c. Jalan kelas III

Jalan kelas III yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 (dua ribu seratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 (sembilan ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 3.500 (tiga ribu lima ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 8 (delapan) ton; dan d. Jalan kelas khusus

Jalan kelas khusus yaitu jalan arteri yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang melebihi 18.000 (delapan belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat lebih dari 10 (sepuluh) ton.

2.2 Hambatan Samping

Tundaan lalu lintas di jalan terjadi karena ruas jalan tersebut sudah mulai tidak mampu melewatkan luapan arus kendaraan yang datang secara lancar. Ini terjadi karena pengaruh hambatan samping(side friction) yang tinggi, sehingga menyebabkan penyempitan ruas jalan. Adapun yang termasuk hambatan samping


(22)

11 yang berpengaruh terhadap kapasitas dan kinerja jalan perkotaan,antara lain (Departemen PU, 1997) :

 Pejalan kaki

 Angkutan umum dan kendaraan lain berhenti

 Kendaraan parkir pinggir jalan (on street parking)

 Kendaraan lambat

 Kendaraan yang keluar masuk lahan samping jalan

2.3 Arus dan Komposisi Lalu Lintas

Nilai arus lalu lintas (Q) mencerminkan komposisi lalu lintas, dengan menyatakan arus dalam satuan mobil penumpang (smp). Semua nilai arus lalu lintas (per arah dan total) diubah menjadi satuan mobil penumpang (smp) dengan menggunakan ekivalensi mobil penumpang (emp) yang diturunkan secara empiris (Departemen PU 1997). Adapun tipe–tipe kendaraan, antara lain :

a. Kendaraan Ringan (LV) meliputi : mobil penumpang, opelet, mikrobis, pick-up dan truk kecil.

b. Kendaraan Berat (HV) meliputi : truk dan bus.

c. Sepeda motor (MC) meliputi : sepeda motor dan skuter.

d. Kendaraan Tak Bermotor (UM) meliputi : kendaraan beroda yang menggunakan tenaga manusia atau hewan termasuk sepeda, becak, kereta kuda dan gerobak / kereta dorong.

Untuk kendaraan ringan (L), nilai emp selalu 1,0. Ekivalensi mobil penumpang (emp) untuk jalan perkotaan seperti terlihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 EmpUntuk Jalan Perkotaan

Tipe Jalan : Jalan Tak Terbagi

Arus lalu lintas total dua arah (kend / jam)

emp

HV

MC

Lebar jalur lalu lintas Wc (m)

≤ 6 >6

Dua lajur tak terbagi 0 1,3 0,5 0,40

(2/2 UD) ≥1800 1,2 0,35 0,25

Empat lajur tak

terbagi 0 1,3

0,40 0,25

(4/2 UD) ≥3700 1,2


(23)

12

2.4 Kapasitas Jalan

Kapasitas jalan adalah arus lalu lintas maksimum melalui suatu titik di jalan yang dapat dipertahankan per satuan jam pada kondisi tertentu.

Evaluasi mengenai kapasitas bukan saja bersifat mendasar pada permasalahan pengoperasian dan perancangan lalu lintas seperti juga dihubungkan dengan aspek keamanan.Kapasitas merupakan ukuran kinerja, pada kondisi yang bervariasi yang dapat diterapkan pada kondisi tertentu.

Kapasitas dinyatakan dalam satuan mobil penumpang (smp) sebagai berikut :

C = Co x FCw x FCsp x FCsf x FCcs ( 2.1 ) Dimana :

C = Kapasitas sesungguhnya (smp/jam).

Co = Kapasitas dasar (ideal) untuk kondisi tertentu (smp/jam). FCw = Faktor penyesuaian lebar jalan.

FCsp = Faktor penyesuaian pemisah arah.

FCsf = Faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan/kreb. FCcs = Faktor penyesuaian ukuran kota.

2.4.1 Kapasitas Dasar (Co)

Kapasitas dasar (base capacity) merupakan kapasitas pada kondisi ideal.Kapasitas dasar jalan lebih dari empat lajur (banyak lajur) dapat ditentukan dengan menggunakan kapasitas per lajur yang diberikan pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Kapasitas Dasar Jalan

Tipe Jalan

Kapasitas Dasar (smp / jam)

Catatan Empat lajur terbagi atau

Jalan satu arah

1.650 Per lajur

Empat lajur tak terbagi 1.500 Per lajur Dua lajur tak terbagi 2.900 Total dua arah Sumber :Departemen PU (1997)


(24)

13

2.4.2 Faktor Penyesuaian Lebar Jalur Lalu Lintas untuk Jalan Perkotaan (FCw)

Penentuan penyusunan untuk lebar jalur lalu lintas (FCw) berdasarkan lebar jalur lalu lintas efektif (Wc).Faktor penyesuaian kapasitas untuk jalan lebih dari empat lajur dapat ditentukan dengan menggunakan nilai perlajur yang diberikan untuk jalan empat lajur, seperti Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Faktor Penyesuaian Lebar Jalur Lalu Lintas Untuk Perkotaan (FCw)

Tipe jalan Lebar jalur lalu lintas efektif

(Wc)(m) FCw

Empat lajur terbagi atau jalan satu arah Perlajur 3,00 3,25 3,50 3,75 4,00 0,92 0,96 1,00 1,04 1,08

Empat lajur tak terbagi Perlajur

3,00 3,25 3,50 3,75 4,00 0,91 0,95 1,00 1,05 1,09

Dua lajur tak terbagi Total dua arah

5 6 7 8 9 10 11 0,56 0,87 1,00 1,14 1,25 1,29 1,34

Sumber :Departemen PU (1997)

2.4.3 Faktor Penyesuaian Pemisah Arah (FCsp)

Untuk menentukan penyesuaian pemisah arah (FCsp) untuk jalan dua lajur dua arah (2/2) dan empat lajur dua arah (4/2) tak terbagi terdapat pada Tabel 2.4. Tabel 2.4 Faktor Penyesuaian Pemisah Arah (FCsp)

Pemisah arah SP % - % 50 -50 55 – 45 60 -40 65 – 35 70 -30

FCsp

Dua lajur 2/2 1,00 0,97 0,94 0,91 0,88

Empat lajur 4/2 1,00 0,985 0,97 0,955 0,94


(25)

14

2.4.4 Faktor Penyesuaian Hambatan Samping (FCsf)

Hambatan samping yang mempengaruhi pada kapasitas dan kinerja jalan perkotaan menurut Departemen PU,1997, antara lain :

 Pejalan kaki.

 Angkutan umum dan kendaraan lain berhenti.

 Kendaraan parkir.

 Kendaraan lambat.

 Kendaraan keluar dan masuk dari lahan disamping jalan.

Untuk menyederhanakan peranannya dalam prosedur perhitungan, tingkat hambatan samping telah dikelompokkan dalam lima kelas dari sangat rendah sampai sangat tinggi sebagai fungsi dari frekuensi kejadian hambatan samping sepanjang segmen jalan yang diamati.Adapun kelas hambatan samping pada suatu ruas jalan dapat dilihat pada Tabel 2.5 di bawah.

Tabel 2.5 Kelas Hambatan Samping Untuk JalanPerkotaan

Frekwensi Berbobot Kejadian

Kondisi Khusus

Kelas Hambatan Samping Ket. Kode > 100 Daerah pemukiman; jalan samping tersedia Sangat rendah VL 100 – 299 Daerah pemukiman; beberapa angkutan umum dll Rendah L 300 – 499 Daerah industri ; toko-toko di sisi jalan Sedang M 500 – 899 Daerah niaga; aktivitas sisi jalan yang tinggi Tinggi H >900 Daerah niaga; aktivitas pasar sisi jalan Sangat tinggi VH Sumber :Departemen PU (1997)

Dalam menentukan faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan bahu jalan/ kreb (FCsf) dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu :

1. Jalan dengan bahu jalan

Faktor penyesuaian kapasitas untuk pengaruh hambatan samping dan lebar bahu (FCsf) pada jalan perkotaa dengan bahu dapat dilihat pada tabel dibawah ini:


(26)

15 Tabel 2.6 Faktor Penyasuaian FCsfUntuk Pengaruh Hambatan Samping dan

Lebar Bahu Untuk Jalan Perkotaan dengan Bahu Jalan

Tipe jalan Kelas hambatan samping

Faktor Penyesuaian Hambatan Samping Dan Lebar Bahu Jalan (FCsf)

Lebar Bahu Jalan (Ws)

<0,5 1,0 1,50 >2,0

4/2D VL L M H VH 0,96 0,94 0,92 0,88 0,84 0,98 0,97 0,95 0,92 0,88 1,01 1,00 0,98 0,95 0,92 1,03 1,02 1,00 0,98 0,96 4/2UD VL L M H VH 0,96 0,94 0,92 0,87 0,80 0,99 0,97 0,95 0,91 0,86 1,01 1,00 0,98 0,94 0,90 1,03 1,02 1,00 0,98 0,95 2/2UD atau jalan satu arah VL L M H VH 0,94 0,92 0,89 0,82 0,73 0,96 0,94 0,92 0,86 0,79 0,99 0,97 0,95 0,90 0,85 1,01 1,00 0,98 0,95 0,91 Sumber :Departemen PU (1997)

2. Jalan dengan kerb

Faktor penyesuaian kapasitas untuk hambatan samping (FCsf) dari tabel dibawah ini adalah berdasarkan jarak antara kerb dan penghalang pada trotoar dan kelas hambatan samping (SFC).


(27)

16 Tabel 2.7 Faktor Penyasuaian FCsfUntuk Pengaruh Hambatan Samping dan Lebar

Bahu Untuk Jalan Perkotaan dengan Kerb

Tipe jalan

Kelas hambatan

samping

Faktor Penyesuaian Hambatan Samping Dan Bahu Jalan (FCsf) Lebar Kereb Penghalang (Wk)

<0,5 1,0 1,50 >2,0

4/2D

VL 0,95 1,00 1,50 1,01

L 0,94 0,97 0,99 1,00

M 0,91 0,93 0,98 0,98

H 0,86 0,89 0,95 0,95

VH 0,81 0,85 0,88 0,92

4/2UD

VL 0,95 0,97 0,99 1,01

L 0,93 0,95 0,97 1,00

M 0,90 0,92 0,95 0,97

H 0,84 0,87 0,90 0,93

VH 0,77 0,81 0,85 0,90

2/2UD atau jalan

satu arah

VL 0,93 0,95 0,97 0,99

L 0,90 0,92 0,95 0,97

M 0,86 0,88 0,91 0,94

H 0,78 0,81 0,84 0,88

VH 0,68 0,72 0,77 0,82

Sumber :Departemen PU (1997)

2.4.5 Faktor Penyesuaian untuk Ukuran Kota (FCcs)

Faktor penyesuaian untuk kapasitas dasar akibat ukuran kota disesuaikan dengan jumlah penduduk , seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.8 dibawah ini : Tabel 2.8 Faktor Penyesuaian Kapasitas Untuk Ukuran Kota (FCcs)

Ukuran kota (juta penduduk) Faktor penyesuaian ukuran perkotaan

<0,1 0,86

0,1 – 0,5 0,90

0,5 – 1,0 0,94

1,0 – 3,0 1,00

>3,0 1,04


(28)

17

2.5 Volume Lalu Lintas

Volume lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang melalui suatu ruas jalan pada periode waktu tertentu. Volume lalu lintas dapat dirumuskan sebagai berikut :

Q =

T N

(2.2) Dimana :

Q = volume lalu lintas yang melalui suatu titik (kendaraan/jam). N = jumlah kendaraan yang melalui titik tersebut dalam interval

waktu T(kendaraan). T = interval waktu pengamatan (jam).

Biasanya jumlah kendaraan ini dikelompokkan berdasarkan masing-masing jenis kendaraan yaitu kendaraan ringan (LV), kendaraan berat menengah (MHV), truk besar (LT), bis besar (LB), sepeda motor (MC) dan kendaraan tak bermotor (UM). (Departemen PU ,1997).

1. Kendaraan Ringan (LV) meliputi : mobil penumpang, opelet, mikrobis, pick-up dan truk kecil.

2. Kendaraan Berat Menengah (MHV) meliputi :bus kecil dan truk dua as dengan 6 roda.

3. Truk besar (LT) meliputi :truk tiga gandar, truk kombinasi dengan jarak gandar < 3,5 m.

4. Bis besar (LB) meliputi : bis dengan 2 atau 3 gandar dengan jarak as 5-6 m.

5. Sepeda motor (MC) : sepeda motor dengan 2 atau 3 roda.

6. Kendaraan Tak Bermotor (UM) meliputi : kendaraan beroda yang menggunakan tenaga manusia atau hewan termasuk sepeda, becak, kereta kuda dan gerobak / kereta dorong.

2.6 Tingkat Pelayanan Jalan

Tingkat pelayanan adalah indikator yang dapat mencerminkan tingkat kenyamanan ruas jalan, yaitu perbandingan antara volume lalu lintas yang ada terhadap kapasitas jalan tersebut (Departemen PU1997).


(29)

18 Tingkat pelayanan jalan ditentukan dalam suatu skala interval yang terdiri dari 6 (enam) tingkat. Tingkat–tingkat ini dinyatakan dengan huruf A yang merupakan tingkat pelayanan tertinggi sampai F yang merupakan tingkat pelayanan paling rendah. Apabila volume lalu lintas meningkat, maka tingkat pelayanan jalan menurun karena kondisi lalu lintas yang memburuk akibat interaksi dari faktor–faktor yang berpengaruh terhadap tingkat pelayanan. Adapun faktor–faktor yang berpengaruh terhadap tingkat pelayanan, antara lain :

 Volume

 Kapasitas

 Kecepatan

Hubungan antara tingkat pelayanan jalan, karakteristik arus lalu lintas dan rasio volume terhadap kapasitas (Rasio V/C) adalah seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.9 di bawah ini.

Tabel 2.9 Hubungan Antara Tingkat Pelayanan Jalan, Karakteristik Arus Lalu Lintas Dan Rasio Volume Terhadap Kapasitas (Rasio V/C)

Sumber :TRB (1994)

Tingkat pelayanan jalan tidak hanya dapat dilihat dari perbandingan rasio V/C, namun juga tergantung dari besarnya kecepatan operasi pada suatu ruas jalan.Kecepatan operasi dapat diketahui dari survei langsung di lapangan. Apabila kecepatan operasi telah didapat, maka akan dapat dibandingkan dengan kecepatan

Tingkat

Pelayanan Kondisi Lapangan

Rasio V/C

A Arus bebas dengan kecepatan tinggi, pengemudi dapat memilih kecepatan yang diinginkan tanpa tundaan 0.00 0.20

B Arus stabil,kecepatan mulai dibatasi oleh kondisi lalu lintas, pengemudi memiliki kebebasan yang cukup untuk memilih kecepatan 0.21 0.44

C Arus stabil tetapi kecepatan bergerak dan gerak kendaraan dibatasi oleh kondisi lalu lintas, pengemudi dibatasi dalam memilih kecepatan 0.45 0.74

D Arus mendekati tidak stabil, kecepatan masih dikendalikan oleh kondisi lalu lintas, rasio V / C masih bisa ditoleransi 0.75 0.84

E Volume lalu lintas mendekati kapasitas, arus tidak stabil, kecepatan kadang terhenti 0.85 1.00


(30)

19 optimum (kecepatan yang dipilih pengemudi pada saat kondisi tertentu). Untuk lebih kelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1.Tingkat Pelayanan Berdasarkan Volume Dengan Kapasitas Yang Dibandingkan Dengan Kecepatan Operasi

Sumber : Tamin (2000)

2.7 Kecepatan Tempuh

Kecepatan adalah jarak yang ditempuh dalam satuan waktu, atau nilai perubahan jarak terhadap waktu.Kecepatan dipakai sebagai pengukur kualitas perjalanan bagi pengemudi.(Departemen PU,1997). Dalam Departemen PU (1997), digunakan kecepatan tempuh sebagai ukuran utama kinerja segmen jalan, karena mudah dimengerti dan diukur dan merupakan masukan yang penting untuk biaya pemakaian jalan dalam analisa ekonomi. Kecepatan tempuh didefinisikan dalam manual ini sebagai perbandingan antara panjang jalan dengan waktu tempuh, yang dirumuskan sebagai berikut :

TT

L

V  ( 2.3 )

Dimana :

V = Kecepatan rata-rata (km/jam) L = Panjang segmen (km)


(31)

20 TT = Waktu tempuh rata-rata sepanjang segmen (jam)

2.8 Kecepatan Arus Bebas

Kecepatan arus bebas (FV) dapat didefinisikan sebagai kecepatan pada tingkat arus nol, yaitu kecepatan yang akan dipilih pengemudi jika mengendarai kendaraan bermotor tanpa dipengaruhi oleh kendaraan bermotor lainnya di jalan. Kecepatan arus bebas kendaraan ringan dapat digunakan sebagai ukuran utama kinerja segmen jalan pada saat arus sama dengan nol. Persamaan untuk penentuan kecepatan arus bebas adalah sebagai berikut, (Departemen PU, 1997) :

FV = (FVo + FVw) x FFVsf x FFVcs (2.4) Dimana :

FV = kecepatan arus bebas kendaraan ringan sesungguhnya (km/jam). FVo = kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan (km/jam).

FVw = penyesuaian lebar jalur lalu lintas efektif (km/jam). FFVsf = faktor penyesuaian kondisi hambatan samping. FFVcs = faktor penyesuaian ukuran kota.

2.8.1 Kecepatan Arus Bebas Dasar (FVo)

Penentuan kecepatan arus bebas dasar untuk kendaraan dan untuk jalan delapan lajur dapat dianggap sama dengan enam lajur seperti pada Tabel 2.10. Tabel 2.10Kecepatan Arus Bebas Dasar Untuk Jalan Perkotaan (FVo)

Tipe jalan

Kecepatan Arus Bebas Dasar (Fvo) (km / jam)

Kendaraan ringan (LV)

Kendaraan berat (HV)

Sepeda Motor (MC)

Semua

kendaraan (rata–rata) Enam lajur terbagi (6/2 D)

atauTiga lajur satu arah (3/1) 61 52 48 57

Empat Lajur terbagi (4/2 D)

atau Dua Lajur Satu arah (2/1) 57 50 47 55

Empat lajur tak terbagi (4/2

UD) 53 46 43 51

Dua Lajur Tak terbagi 44 40 40 42


(32)

21

2.8.2 Kecepatan Arus Bebas Untuk Lebar Jalur Lalu Lintas (FVw)

Untuk jalan lebih dari empat lajur (banyak lajur), nilai penyesuaian pada Tabel 2.11 untuk jalan empat lajur terbagi dapat digunakan.

Tabel 2.11 Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Untuk Lebar Jalur Lalu Lintas (FVw) Pada Kecepatan Arus Bebas Kendaraan Ringan Untuk Jalan Perkotaan

Tipe Jalan Lebar Lajur Lalu Lintas Efektif (m) FVw

Empat lajur terbagi atau jalan satu arah

Perlajur 3,00 3,25 3,50 3,75 4,00 -4 -2 0 2 4

Empat lajur tak terbagi Perlajur

3,00 3,25 3,50 3,75 4,00 -4 -2 0 2 4

Dua lajur tak terbagi Total dua arah

5 6 7 8 9 10 11 -9,5 -3 0 3 4 5 7 Sumber :Departemen PU (1997)

2.8.3 Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Untuk Hambatan Samping (FFVsf)

Dalam menentukan faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk hambatan samping dan bahu jalan/ kreb (FFVsf) dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu

1. Jalan Dengan Bahu

Penentuan faktor penyesuaian untuk hambatan samping berdasarkan lebar bahu efektif yang sesungguhnya dan tingkat hambatan samping yang dapat dilihat pada Tabel 2.12 :


(33)

22 Tabel 2.12Faktor Penyesuaian Pengaruh (FFVsf) Pada Kecepatan Arus Bebas

Kendaraan Ringan Untuk Jalan Perkotaan Dengan Bahu

Tipe jalan Kelas hambatan samping

Faktor Penyesuaian Hambatan Samping Dan Bahu Jalan (FCsf) Lebar Bahu Efektif (Ws)

<0,5 1 1,5 >2,0

4/2D

VL 1,02 1,03 1,03 1,04

L 0,98 1,00 1,02 1,03

M 0,94 0,97 1,00 1,02

H 0,89 0,93 0,96 0,99

VH 0,84 0,88 0,92 0,96

4/2UD

VL 1,02 1,03 1,03 1,04

L 0,98 1,00 1,02 1,03

M 0,93 0,96 0,99 1,02

H 0,87 0,91 0,94 0,98

VH 0,80 0,86 0,90 0,95

2/2UD atau jalan

satu arah

VL 1,00 1,01 1,01 1,01

L 0,96 0,98 0,99 1,00

M 0,90 0,93 0,96 0,99

H 0,82 0,86 0,90 0,95

VH 0,73 0,79 0,85 0,91

Sumber :Departemen PU (1997)

2. Jalan Dengan Kerb

Penentuan faktor penyesuaian untuk hambatan samping berdasarkan jarak antara kerb penghalang pada trotoar dan tingkat hambatannya dapat dilihat pada Tabel 2.13 dibawah ini

Tabel 2.13 Faktor Penyesuaian Pengaruh (FFVsf) Pada Kecepatan Arus Bebas Kendaraan Ringan Untuk Jalan Perkotaan Dengan Kerb

Tipe jalan

Kelas hambatan

samping

Faktor Penyesuaian Hambatan Samping Dan Bahu Jalan (FCsf) Lebar Kerb Penghalang (Ws)

<0,5 1 1,5 >2,0

4/2D

VL 1,00 1,01 1,01 1,02

L 0,97 0,98 0,99 1,00

M 0,93 0,95 0,97 0,99

H 0,87 0,90 0,93 0,96

VH 0,81 0,85 0,88 0,92

4/2UD

VL 1,00 1,01 1,01 1,02

L 0,96 0,98 0,99 1,00

M 0,91 0,93 0,96 0,98

H 0,84 0,87 0,90 0,94

VH 0,77 0,81 0,85 0,90

2/2UD atau jalan satu arah

VL 0,98 0,99 0,99 1,00

L 0,93 0,95 0,96 0,98

M 0,87 0,89 0,92 0,95

H 0,78 0,81 0,84 0,88

VH 0,68 0,72 0,77 0,82


(34)

23

2.8.4 Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Untuk Ukuran Kota (FFVcs)

Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk ukuran kota ditentukan berdasarkan tabel 2.14.

Tabel 2.14 Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Untuk Ukuran Kota Pada Kecepatan Arus Bebas Kendaraan Ringan (FFVcs)

Ukuran Kota (juta penduduk) Faktor Penyesuaian Ukuran Perkotaan

<0,1 0,1 – 0,5 0,5 – 1,0 1,0 – 3,0

>3

0,90 0,93 0,95 1,00 1,03

Sumber : Departemen PU (1997)

2.9 Derajat Kejenuhan

Derajat kejenuhan (DS) adalah rasio arus terhadap kapasitas dan digunakan sebagai faktor utama penentuan tingkat kinerja jalan berdasarkan tundaan dan segmen jalan.Nilai derajat kejenuhan menunjukkan apakah segmen jalan tersebut mempunyai masalah kapasitas atau tidak.

Persamaan derajat kejenuhan adalah :

C Q

DS  (2.5)

Dimana ;

DS = Derajat kejenuhan

Q = Arus lalu lintas (smp/jam) C = Kapasitas ruas jalan (smp/jam)

Derajat kejenuhan dihitung dengan menggunakan arus dan kapasitas yang dinyatakan dengan smp/jam.Derajat kejenuhan digunakan untuk analisis prilaku lalu lintas berupa kecepatan.Tabel dibawah ini menunjukkan hubungan antara kecepatan rata–rata dengan derajat kejenuhan yang diambil dari gambar 2.2(Departemen PU, 1997).


(35)

24 Gambar 2.2 KecepatanSebagai Fungsi Dari Q/C Untuk Jalan

Dua Lajur Dua Arah

Sumber :Departemen PU 1997

2.10 Waktu Tempuh Perjalanan

Waktu tempuh perjalanan merupakan waktu yang dipergunakan oleh sebuah kendaraan untuk melewati suatu ruas jalan.

Pada studi ini, cara yang digunakan adalah dengan pengamat bergerak (moving observer). Cara ini dilakukan dengan kendaraan yang menyusuri rute yang telah ditetapkan. Pada saat survei diperlukan 3 orang pengamat dan 1 orang pengemudi. Pengamat pertama, bertugas menghitung kendaraan yang berpapasan dengan kendaraan yang digunakan untuk pengukuran. Pengamat kedua, menghitung kendaraan yang disiap dan menyiap kendaraan peneliti dan pengamat ketiga bertugas mencatat waktu perjalanan pada saat survei dimulai sampai akhir.

Untuk menghitung waktu perjalanan rata-rata digunakan rumus sebagai berikut :

T = TW -

q y

(2.6)

dengan ; q =

TW TA

y x

 


(36)

25 Dimana ;

x = banyaknya kendaraan yang berpapasan dengan kendaraan peneliti TA = waktu perjalanan sewaktu berjalan melawan arus (jam)

TW = waktu perjalanan sewaktu berjalan bersama arus (jam)

y = banyaknya kendaraan yang menyiap dikurangi dengan kendaraan yang disiap oleh peneliti (y = A-B)

q = volume lalu lintas saat dilakukan penelitian

2.11 Kecepatan

Kecepatan merupakan jarak yang dijalani pengemudi kendaraan dalam waktu tertentu. Pemakai jalan dapat menaikkan kecepatan untuk dapat memperpendek waktu perjalanan, atau memperpanjang jarak perjalanan. Kecepatan sebagai rasio jarak yang dijalani dan waktu perjalanan (Alamsyah, 2005). Adapun jenis kecepatan dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Kecepatan Setempat (spot speed)

Kecepatan setempat adalah kecepatan yang diukur saat kendaraan melintasi suatu segmen pengamatan dijalan.

a. Kecepatan Rata-Rata Waktu (time mean speed)

Kecepatan rata-rata waktu adalah kecepatan rata-rata hitung (aritmatika) dari kendaraan-kendaraan yang melintas di suatu segmen pengamatan selama periode waktu tertentu.

b. Kecepatan Rata-Rata Ruang (space mean speed)

Kecepatan rata-rata ruang adalah kecepatan rata-rata kendaraan menempuh ruas yang sedang dianalisis. Atau kecepatan rata-rata harmonik dari semua kendaraan yang menempati suatu segmen jalan selama periode waktu tertentu.

2. Kecepatan Perjalanan

Kecepatan perjalanan adalah rasio total jarak yang ditempuh dengan waktu perjalanan.

3. Kecepatan Gerak

Kecepatan gerak adalah rasio total jarak yang ditempuh dengan waktu selama bergerak.


(37)

26

2.12 Biaya Tundaan Lalu Lintas

Biaya tundaanlalu lintas merupakan tambahan biaya perjalanan yang terjadi sebagai akibat adanya tambahan waktu perjalanan, baik yang disebabkan oleh tundaan lalu lintas maupun tambahan volume kendaraan yang mendekati atau melebihi kapasitas pelayanan. Hal ini terutama terjadi pada jam puncak.

Dan sisi ekonomi tambahan waktu perjalanan sebagai akibat perkembangan tata guna lahan yang meningkatkan volume lalu lintas di suatu ruas jalan, merupakan biaya yang ditanggung oleh masyarakat Biaya tersebut sebagai pengaruh dari turunnya tingkat pelayanan jalan karena bertambahnya volume mendekati kapasitas jalan tersebut.

Biaya tundaan lalu lintas merupakan biaya yang ditanggung masyarakat sebagai pengguna jalan. Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah daerah selaku pengatur dan yang memiliki tanggung jawab dalam penyediaan prasarana berupa jaringan jalan, memiliki wewenang dalam pengaturan, pengoperasian dan pemeliharaan jaringan jalan tersebut. Setiap pengguna lahan yang berdampak pada peningkatan volume yang pada akhirnya meningkatkan waktu perjalanan dan turunnya tingkat pelayanan jalan perlu mendapatkan perhatian yang serius. Untuk itu perlu diperhitungkan suatu usaha penanganan biaya dampak kepada pihak yang berarti dibutuhkan analisis biaya yang ditimbulkan sebagai akibat tambahan waktu perjalanan yang disebut biaya tundaan.

Perumusan biaya tundaan lalu lintas terdiri atas beberapa komponen yaitu volume lalu lintas, waktu tempuh perjalanan, biaya operasi kendaraan dan nilai waktu perjalanan.

2.13 Nilai Waktu

Nilai waktu adalah sejumlah uang yang disediakan seseorang untuk dikeluarkan (atau dihemat) untuk menghemat satu unit waktu perjalanan.Nilai waktu ini relatif dengan banyaknya pengeluaran konsumen.

Tidak ada nilai yang langsung dapat diterapkan untuk dapat mencerminkan kenyamanan pengguna jalan, tetapi dapat dikatakan bahwa banyak pengguna jalan yang ingin mempersingkat waktu perjalanannya. Salah satu cara untuk mengkualifikasikan nilai ini adalah dengan menggambarkan nilai


(38)

27 waktu sebagai opportunity cost yang dihasilkan akibat hilangnya kesempatan produktif karena adanya kebutuhan perjalanan (bisnis atau bukan bisnis).

Beberapa studi terdahulu menyebutkan bahwa nilai daripada waktu dicari dari survei yang mengestimasikan kemauan membayar (willingness to pay) pemakai jalan untuk waktu yang telah dihemat dan nilai daripada waktu bagi penumpang tergantung pada perbandingan antara waktu yang dihemat dan lamanya perjalanan. Di kota-kota besar, nilai waktu bagi pengguna jalan lebih berpengaruh daripada biaya operasional kendaraan (BOK).

Nilai waktu bagi penumpang dan muatan barang tergantung pada perbandingan antara waktu yang dihemat dengan lamanya perjalanan. Ini berarti bahwa apabila waktu yang dihemat adalah kecil dibandingkan dengan waktu perjalanan keseluruhan maka nilai waktu perjalanannya adalah kecil atau nol.

Dalam menentukan nilai waktu seseorang, penting untuk mengidentifikasi tujuan dari perjalanan seseorang tersebut. Nilai waktu perjalanan untuk pemilik usaha dinilai 100 % dari pendapatan terhadap berbagai jenis kendaraan. Perjalanan dari rumah ketempat kerja dinilai 50% dari nilai pendapatan.

Perjalanan dari dan ke tempat kerja menjadi bagian yang signifikan dari keseluruhan arus lalu lintas dan sebagai hal yang sangat penting dalam menentukan jam puncak. Perjalanan yang cukup panjang ketempat kerja akan melelahkan dan menurunkan produktivitas. Hambatan diperjalanan ke tempat kerja juga menyebabkan seseorang terlambat tiba di tempat kerja, sehingga akan mengurangi nilai penghematan waktu untuk perjalanan kerja yaitu :

Nilai penghematan waktu perjalanan = 50 % x pendapatan (2.8) Sesuai dengan DLLAJ Provinsi Bali Konsultan PTS 1999, penghematan waktu untuk perjalanan kerja adalah 50% dari pendapatan. Dalam studi ini nilai waktu penumpang rata–rata adalah 50% dari pendapatan dan data PDRB menunjukkan pendapatan per kapita per satu orang penduduk dan tidak membedakan nilai waktu seseorang.

Pembagian jenis kendaraan berdasarkan moda menyebabkan diperlukannya nilai rata-rata jumlah penumpang per jenis kendaraan (Average Vehicle Occupancy).


(39)

28 Pendekatan untuk perhitungan nilai waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendapatan per kapita dari PDRB (Produk Domestik Regional Bruto).Dimana data dari PDRB merupakan data statistik yang merangkum perolehan nilai tambah dari seluruh kegiatan ekonomi di suatu wilayah pada satu periode tertentu dan data PDRB menunjukkan nilai pendapatan per kapita per satu orang penduduk. Adapun manfaat dari PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) meliputi :

a. PDRB atas dasar harga berlaku nominal menunjukkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu wilayah. Nilai PDRB yang besar menunjukkan kemampuan sumber daya ekonomi yang besar.

b. PDRB atas dasar harga yang berlaku menunjukkan pendapatan yang memungkinkan dapat dinikmati oleh penduduk suatu daerah.

c. PDRB atas dasar harga konstan dapat digunakan untuk menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan maupun sektor dari tahun ke tahun.

d. PDRB pendapatan perkapita atas dasar harga berlaku menunjukkan nilai PDRB per satu orang penduduk.

e. PDRB atas dasar harga konstan guna untuk mengetahui pertumbuhan nyata ekonomi perkapita.

Berikut ini adalah pendapatan per kapita Kabupaten Badung mulai sejak tahun 2010 hingga tahun 2014 sesuai dengan Tabel 2.15.

Tabel 2.15 Data PDRB Per kapita KabupatenBadungAtas Dasar Harga Berlaku

Tahun PDRB per kapita ( rupiah )

2010 11.766.731,28

2011 14.926.671,10

2012 16.403.351,20

2013 18.996.092,10

2014 20.988.078,20

Sumber :BPS KabupatenBadung (2015)


(40)

29 1. Prediksi PDRB per kapita tahun 2014

= pendapatan perkapita akhir tahun 2013 x [1 + (persentase rata – rata laju pertumbuhan PDRB)]

2. Asumsi jam kerja setahun

= Prediksi jam kerja dalam sebulan x banyak bulan pada satu tahun 3. Pendapatan per kapita jam kerja

= Perhitungan prediksi PDRB per kapita pada tahun 2014 / asumsi jam kerja setahun

4. Nilai waktu penumpang per jam

= Pendapatan perkapita jam kerja x 50 % (nilai penghematan waktu perjalanan kerja)

5. Nilai waktu kendaraan per jam

= Nilai waktu penumpang per jam x rata–rata jumlah penumpang (menurut jenis kendaraan)

6. Nilai waktu kendaraan yang melintas pada ruas jalan

= [jarak ( km ) / kecepatan rata – rata ( km / jam )] x nilai waktu kendaraan per jam (menurut jenis kendaraan)

2.14 Biaya Operasional Kendaraan (BOK)

Biaya Operasional Kendaraan (BOK) adalah biaya yang secara ekonomis terjadi dengan dioperasikannya suatu kendaraan pada kondisi normal untuk suatu tujuan tertentu.Adapun komponen biaya operasional kendaraan terdiri dari biaya tetap (Fixed Cost) dan biaya tidak tetap (Standing Cost).

2.14.1 Biaya Tetap

Biaya tetap adalah semua biaya operasional kendaraan yang jumlah pengeluarannya tidak dipengaruhi oleh jumlah frekuensi operasi kendaraan.Biaya tetap tergantung dari waktu dan tidak terpengaruh dengan penggunaan kendaraan. Komponen biaya tetap, antara lain :

1. Biaya penyusutan kendaraan (depresiasi)

Adalah biaya yang dikeluarkan atas penyusutan nilai ekonomis kendaraan akibat keausan teknis karena melakukan operasi.


(41)

30 2. Biaya administrasi

Adalah biaya tahunan yang harus dikeluarkan pemilik atau pengemudi untuk setiap kendaraan yang menggunakan jalan umum, yang terdiri dari : a. STNK, yaitu biaya yang dikeluarkan pemilik atau pengemudi untuk

setiap kendaraan yang menggunakan jalan umum, dimana biaya ini dikeluarkan setiap lima tahun sekali dan pembayaran pajak kendaraan dilakukan setiap setahun sekali dan biaya sesuai dengan peraturan yang berlaku.

b. Izin Usaha, yaitu biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh izin usaha dalam mengusahakan kendaraan angkutan umum penumpang, dimana biaya dikeluarkan setiap setahun sekali.

c. Izin Trayek, yaitu biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh izin pengoperasian kendaraan untuk melayani pada suatu trayek tertentu. Izin trayek ditentukan berdasarkan peraturan daerah yang bersangkutan dan rute. Biaya ini dikeluarkan setiap enam bulan sekali.

d. Iuran Organda, yaitu biaya yang dikeluarkan oleh pemilik kendaraan angkutan umum atas keterlibatan sebagai anggota organda. Biaya ini dikeluarkan setahun sekali.

e. Kir, yaitu biaya yang dikeluarkan untuk pemeriksaan kendaraan secara teknis apakah layak atau tidak beroperasi di jalan raya. Biaya ini dikeluarkan setiap enam bulan sekali.

3. Biaya asuransi

Pada beberapa Negara asuransi untuk kendaraan diwajibkan, sehingga hal ini harus dimasukkan kedalam variabel dalam memperkirakan biaya operasional kendaraan (BOK).

2.14.2 Biaya Tidak Tetap

Biaya tidak tetap merupakan semua biaya operasi kendaraan yang jumlah pengeluarannya dipengaruhi oleh frekuensi operasi kendaraan, misalnya biaya pemakaian bahan bakar.Biaya tidak tetap juga disebut biaya variabel, karena biaya ini sangat bervariasi tergantung hasil produksi seperti jarak tempuh atau jumlah penumpang. Adapun komponen – komponen dari biaya tidak tetap, antara lain :


(42)

31 1. Gaji Pengemudi

Adalah biaya yang dikeluarkan untuk gaji sopir atau kernet sebagai penghasilan yang tetap.Dalam prakteknya, gaji pengemudi bukan tanggung jawab pemilik kendaraan, melainkan harus diusahakan oleh pengemudi sendiri. Dalam hal ini, upah pengemudi pada dasarnya merupakan saldo dari pendapatan operasi per hari setelah dikurangi dengan berbagai macam BOK harian seperti: biaya BBM, biaya konsumsi, biaya retribusi, biaya sewa kendaraan (setoran). Sehingga besar upah harian pengemudi dapat bervariasi dari hari ke hari.

2. Biaya Pemakaian Bahan Bakar

Adalah biaya yang dikeluarkan untuk pembelian bahan bakar kendaraan yang digunakan untuk pengoperasian kendaraan.Biaya ini menyangkut jarak tempuh yang dikeluarkan setiap liter bahan bakar yang digunakan.

Faktor–faktor yang mempengaruhi penggunaan bahan bakar adalah : a. Jenis kendaraan/ukuran kendaraan, dimana rata–rata pemakaian

bahan bakar meningkat sebanding dengan berat kendaraan.

b. Cuaca dan ketinggian lokasi, dimana dapat mempengaruhi kinerja kendaraan. Seperti saat musim hujan mempengaruhi permukaan jalan, angin juga secara langsung mempengaruhi kinerja kendaraan dan juga suhu udara mempengaruhi tenaga kendaraan.

c. Teknik mengemudi, dimana perbedaan mencolok dalam penggunaan bahan bakar antara pengemudi yang berbeda terjadi pada saat kendaraan dijalankan pada saat gigi yang rendah.

d. Kondisi kendaraan, pemakaian bahan bakar akan meningkat dikarenakan kendaraan semakin tua tergantung bagaimana baiknya perawatan yang dilakukan.

e. Tingkat pengisian, dimana peningkatan persentase pemakaian bahan bakar lebih besar pada saat kecepatan rendah ketika memiliki muatan penuh dibandingkan dalam keadaan kososng. f. Kecepatan kendaraan, pemakaian bahan bakar jelas berbeda pada


(43)

32 g. Permukaan jalan, dimana pada umumnya permukaan jalan yang buruk menyebabkan pemakaian bahan bakar yang lebih banyak dibandingkan dengan melaju dipermukaan yang rata atau baik. 3. Biaya Pemakaian Ban

Yaitu biaya yang dikeluarkan untuk pembelian ban, baik ban luar maupun ban dalam. Jangka waktu penggunaan ban dihitung berdasarkan jarak tempuh kendaraan dalam kilometer, walaupun ada beberapa operator mengganti ban dengan menghitung bulan.

Faktor–faktor yang mempengaruhi umur ban adalah: a. Teknik mengemudi

b. Iklim

c. Kualitas ban d. Kondisi kendaraan e. Tingkat pengisian f. Permukaan jalan g. Kecepatan kendaraan

4. Biaya Perawatan dan Pemaliharaan Kendaraan

Yaitu biaya yang dikeluarkan untuk pemeliharaan, perbaikan dan penggantian suku cadang.Yang termasuk biaya perawatan adalah biaya untuk mengganti suku cadang.Besarnya biaya perawatan kendaraan ditentukan berdasarkan jarak tempuh dan jangka waktu. Faktor–faktor yang mempengaruhi biaya pemeliharaan kendaraan, antara lain : a. Umur dan kondisi kendaraan

b. Kondisi dan jenis permukaan jalan c. Kecepatan kendaraan

5. Biaya Minyak Pelumas

Adalah biaya yang dikeluarkan untuk pembelian minyak pelumas (oli), miasalnya oli mesin dan oli gardan. Faktor–faktor yang mempengaruhi biaya pemakaian minyak pelumas, antara lain :

a. Kebijakan pengoperasian dan kondisi kendaraan b. Karakteristik jalan dan lalu lintas


(44)

33 Selain biaya tetap dan biaya tidak tetap ada juga tambahan yang penting dalam penoperasian kendaraan yang secara tidak langsung dimasukkan dalam komponen- komponen diatas. Untuk angkutan penumpang umum tidak memerlukan biaya tambahan karena kenyataannya pengusaha angkutan umum tidak memerlukan biaya tambahan seperti: biaya sewa kantor, gaji pegawai administrasi selain sopir dan kernet, biaya telepon, biaya air dan listrik.

2.14.3 Metode Perhitungan BOK

Ada beberapa metode perhitungan BOK, yaitu :

1. Metode Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) komponen lengkap dan sesuai dengan pengeluaran pada pengoperasian kendaraan. Metode ini digunakan apabila hanya menganalisis satu jenis kendaraan saja seperti angkutan umum, karena dalam perhitungan ini akan menganalisis semua kendaraan dari kecepatan maka sebaiknya jika hanya menganalisis satu jenis kendaraan menggunakan metode dari PCI (Pasific Consultant International).

2. Metode DLLAJ (Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan) yaitu hampir sama dengan metode Departemen Perhubungan namun ada komponen- komponen biaya yang dimasukkan hanya 50 % dari biaya sebenarnya seperti biaya KIR, retribusi terminal dan hal ini sudah tentu akan menyebabkan hasil perhitungan akan lebih kecil dari BOK yang sebenarnya.

3. Metode ITB, metode ini hampir sama dengan metode Departemen Perhubungan tetapi pada pemeliharaan kendaraan metode ini tidak mencantumkan untuk servis besar atau servis kecil.

4. Metode PCI (Pasific Consultant International) yaitu metode yang menggunakan kecepatan kendaraan dalam perhitungan biaya operasional kendaraan tanpa memperhitungkan faktor–faktor yang lain, yang berpengaruh terhadap hal tersebut.

5. Model HDM III, dimana model ini menggunakan hubungan antara variabel bebas kecepatan perjalanan rata–rata (V) dan indeks kekasaran permukaan jalan (IRI) dan model ini dikembangkan oleh


(45)

34 World Bank untuk perencanaan pemeliharaan jalan khusus di Negara berkembang.

6. Metode Abelson, ini dipakai di Australia. Metode ini dipakai pada jalan perkotaan diamana kecepatan rata- rata kurang dari 50 km/jam.

2.14.4 Metode PCI (Pasific Consultan International)

Secara teoritis, biaya operasional kendaraan dipengaruhi oleh sejumlah faktor termasuk kondisi dan jenis kendaraan, lingkungan dan kebiasaan pengemudi serta kondisi jalan.Dalam praktek, biaya tersebut diestimasi untuk jenis – jenis kendaraan yang mewakili golongannya dan dinyatakan dalam satuan bervariasi tergantung waktu dan tempat.Perkembangan teknologi juga dapat membuat model estimasi yang pernah ada menjadi tidak relevan dan tidak memberikan hasil prediksi yang teliti lagi pada saat ini.

Di Indonesia sendiri terdapat beberapa model perhitungan BOK khusunya yang dikembangkan untuk keperluan sistem pengelolaan pemeliharaan jalan ataupun model–model BOK untuk keperluan studi kelayakan jalan.

PT.Jasa Marga selama ini menggunakan model PCI. Model ini merupakan model empiris yang dikembangkan sejak tahun 1979 dalam

Feasibility Study Jakarta Intra Urban yang sampai sekarang masih digunakan oleh PT.Jasa Marga. Secara umum, komponen biaya operasi kendaraan terdiri dari :

1. Pemakaian bahan bakar

Merupakan komponen yang memberikan sumbangan yang dominan dalam biaya operasi kendaraan. Modelnya sangat bervariasi dari model seketika (ins antaneous) yang sangat teliti sebagai fungsi waktu, model elemental yang memodelkan pemakaian bahan bakar meliputi: pengaruh perlambatan, percepatan dan saat bergerak stabil (cruise) serta berhenti hingga model sederhana yang didasarkan pada kecepatan rata–rata. Pengukuran pemakaian bahan bakar bisa dilakukan dengan fuel meter. Akhir–akhir ini terdapat alat yang secara otomatis dapat merekam pemakaian bahan bakar secara teliti, dimana akan sangat memudahkan dalam mengembangkan model pemakaian bahan bakar.


(46)

35 Untuk perhitungan pemakaian bahan bakar menggunakan persamaaan berikut ini :

 Kendaraan ringan

Y = 0,05693S² - 6,42593S + 269, 18576 (2.9)

 Kendaraan berat bus

Y = 0,21692S² - 24,15490S+ 954, 78624 (2.10)

 Kendaraan berat truk

Y = 0,21557S² - 24,17699S + 947, 8086 (2.11) Dimana :

Y = pemakaian bahan bakar (liter/1000 km) S = space mean speed/kecepatan rata–rata ruang 2. Pemakaian Minyak Pelumas (Oli)

Pemakaian minyak pelumas/oli dihitung dengan mengambil rasio pemakaian yang sama dengan pemakaian bahan bakar, dengan persamaan sebagai berikut :

 Kendaraan ringan

Y = 0,00037S² - 0,04070S + 2,20403 (2.12)

 Kendaraan berat bus

Y = 0,00209S² - 0,24413S + 13,29445 (2.13)

 Kendaraan berat truk

Y = 0,00186S² - 0,22035S + 12,06436 (2.14) Dimana :

Y = pemakaian minyak pelumas/oli (liter/1000 km) S = space mean speed/kecepatan rata–rata ruang 3. Pemakaian Ban

Pemakaian ban untuk perhitungan BOK dihitung dengan menggunakan persamaan – persamaan berikut ini :

 Kendaraan ringan

Y = 0,0008848S – 0,0045333 (2.15)

 Kendaraan berat bus


(47)

36

 Kendaraan berat truk

Y = 0,0015553S – 0,0059333 (2.17) Dimana :

Y = pemakaian ban per 1000 km

S = space mean speed/kecepatan rata–rata ruang 4. Biaya Pemeliharaan

Biaya pemeliharaan secara umum merupakan komponen BOK yang dihitung dari pemakaian suku cadang kendaraan dan biaya yang dikeluarkan untuk upah tenaga kerja.Biaya pemeliharaan ini terdiri dari biaya suku cadang dan upah montir/tenaga kerja yang berlaku untuk perhitungan BOK, dengan menggunakan persamaan–persamaan dibawah ini :

a. Suku cadang

 Kendaraan ringan

Y = 0,0000064S + 0,0005567 (2.18)

 Kendaraan berat bus

Y = 0,0000332S + 0,0005567 (2.19)

 Kendaraan berat truk

Y = 0,0000191S + 0,0015400 (2.20) Dimana :

Y = pemeliharaan suku cadang per 1000 km S = space mean speed/kecepatan rata–rata ruang b. Montir

 Kendaraan ringan

Y = 0,00362S + 0,36267 (2.21)

 Kendaraan berat bus

Y = 0,02311S + 1,97733 (2.22)

 Kendaraan berat truk

Y = 0,01511S + 1,21200 (2.23) Dimana :

Y = Jam montir per 1000 km


(48)

37 5. Biaya Penyusutan (Depresiasi)

Adalah biaya yang dikeluarkan atas penyusutan nilai ekonomis kendaraan akibat keausan teknis karena melakukan operasi.Dalam analisis perhitungan besarnya biaya penyusutan kendaraan per tahun didasarkan pada nilai sekarang (present value) harga beli kendaraan pada suatu tingkat tertentu.

Secara umum biaya penyusutan kendaraan dihitung dari nilai ekonomi dari kendaraan, total jarak tempuh selama umur pakai kendaraan, jarak tempuh tahunan dan kecepatan rata–rata kendaraan.

 Kendaraan ringan : Y =

100 5 , 2 1  S (2.24)

 Kendaraan berat bus : Y =

315 0 , 9 1  S (2.25)

 Kendaraan berat truk : Y =

210 0 , 6 1  S (2.26) Dimana :

Y = depresiasi per 1000 km

S = space mean speed/kecepatan rata–rata ruang 6. Biaya Asuransi

Biaya asuransi pada perhitungan BOK model PCI, diasumsikan sebesar 3,8 % per tahun untuk kendaraan ringan. Biaya asuransi dalam hubungan dengan kecepatan dihitung dengan cara yang sama seperti pada perhitungan biaya bunga modal dengan jarak tempuh tahunan.Untuk sepeda motor, besarnya biaya asuransi tidak diperhitungkan.

 Kendaraan ringan : Y =

S

500 38

(2.27)

 Kendaraan berat bus : Y =

S 42857 , 2571 60 (2.28)

 Kendaraan berat truk : Y =

S 28571 , 1714 61 (2.29)


(49)

38 Dimana :

Y = Asuransi per 1000 km

S = space mean speed/kecepatan rata–rata ruang

2.15 Biaya Operasional Kendaraan (BOK) untuk Sepeda Motor

Sepeda motor adalah kendaraan yang sangat banyak digunakan di Bali dan berpengaruh sangat signifikan terhadap karakteristik transportasi di Bali. Perhitungan BOK sepeda motor mengacu pada metode yang digunakan oleh DLLAJ Provinsi Bali–Konsultan PTS 1999. Perhitungan BOK yang telah diteliti DLLAJ Provinsi Bali–Konsultan PTS 1999 adalah berdasarkan rumus sebagai berikut :

VOC = a + b / V + cV² (2.30) Dimana :

VOC = biaya operasi kendaraan (per km) V = kecepatan rata – rata (km/jam) a = konstanta, nilainya 24

b,c = koefisien, dengan nilai b = 596 dan c = 0,00370

Rumus DLLAJ di atas belum termasuk biaya akibat bahan bakar, suku cadang, oli, ban, biaya servis dan jasa montir.Sehingga perlu adanya penyesuaian dengan nilai pertumbuhan inflasi. Rumus perhitungan BOK akibat pertumbuhan inflasi sebagai berikut :

P = P0( 1 + i )n (2.31)

Dimana :

P = Nilai BOK setelah adanya inflasi P0 = Nilai BOK awal

i = Nilai rata-rata pertumbuhan inflasi n = Jumlah Tahun

2.16 Perumusan Perhitungan Biaya Tundaan Lalu Lintas

Setelah dijelaskan komponen-komponen dari perumusan perhitungan biaya kemacetan lalu lintas maka selanjutnya diuraikan bentuk perumusannya. Adapun bentuk yang dapat digunakan adalah selisih biaya perjalanan sesudah dan sebelum pertambahan volume lalu lintas dan hambatan samping jalan.


(50)

39 Bentuk perhitugnan di atas dapat dirumuskan sebagai berikut :

D = ∑Q x(Δ t x (BOK + NW) (2.32)

Dimana :

D = selisih biaya perjalanan sebelum dan sesudah pertambahan volume lalu lintas dan hambatan samping jalan .Selisih biaya ini didasarkan jenis moda, ruas jalan, arah pergerakan dan waktu puncak kegiatan (Rp).

Q = volume kendaraan pada waktu puncak (kend).

Δ t = selisih waktu tempuh antara kondisi sebelum dengan sesudah pertambahan volume lalu lintas dan hambatan samping jalan (jam) BOK = Biaya Operasi Kendaraan (Rp/kend.).

NW = Nilai waktu perjalanan (Rp/jam).

Dalam studi ini, tambahan waktu perjalanan (biaya tundaan) terjadi sebagai akibat dari voume lalu lintas yang terjadi melebihi kapasitas rencana (turunnya tingkat pelayanan jalan).

Oleh karena itu, studi ini bersifat menilai dampak dari turunnya tingkat pelayanan jalan terhadap sirkulasi lalu lintas dalam bentuk biaya (rupiah). Adapun yang menjadi penekanan dalam perhitungan adalah perubahan waktu tempuh dan aspek moneter yaitu biaya operasi kendaraan dan nilai waktu perjalanan. Sedangkan untuk melihat jumlah kendaraan yang terkena pengaruh kemacetan lalu lintas, dihitung dari volume kendaraan pada waktu jam puncak. Waktu tempuh yang dimaksud disini merupakan total waktu yang diperlukan untuk melakukan pergerakan sepanjang ruas jalan yang dituju.

Sehubungan dengan itu, untuk melihat biaya tundaan yang terjadi maka dilakukan perhitungan selisih biaya perjalanan antara volume lalu lintas pada waktu puncak dengan kecepatan tempuh saat sebelum dan sesudah pertambahan volume lalu lintas dan hambatan samping jalan.

Dengan demikian, persamaan diatas dapat ditulis sebagai berikut :

D = ∑Q x ((t1 x ( BOK1 + NW1 )) – ( t0 x ( BOK0 + NW0 )) ( 2.32 )


(1)

35 Untuk perhitungan pemakaian bahan bakar menggunakan persamaaan berikut ini :

 Kendaraan ringan

Y = 0,05693S² - 6,42593S + 269, 18576 (2.9)  Kendaraan berat bus

Y = 0,21692S² - 24,15490S+ 954, 78624 (2.10)  Kendaraan berat truk

Y = 0,21557S² - 24,17699S + 947, 8086 (2.11) Dimana :

Y = pemakaian bahan bakar (liter/1000 km) S = space mean speed/kecepatan rata–rata ruang 2. Pemakaian Minyak Pelumas (Oli)

Pemakaian minyak pelumas/oli dihitung dengan mengambil rasio pemakaian yang sama dengan pemakaian bahan bakar, dengan persamaan sebagai berikut :

 Kendaraan ringan

Y = 0,00037S² - 0,04070S + 2,20403 (2.12)  Kendaraan berat bus

Y = 0,00209S² - 0,24413S + 13,29445 (2.13)  Kendaraan berat truk

Y = 0,00186S² - 0,22035S + 12,06436 (2.14) Dimana :

Y = pemakaian minyak pelumas/oli (liter/1000 km) S = space mean speed/kecepatan rata–rata ruang 3. Pemakaian Ban

Pemakaian ban untuk perhitungan BOK dihitung dengan menggunakan persamaan – persamaan berikut ini :

 Kendaraan ringan

Y = 0,0008848S – 0,0045333 (2.15)

 Kendaraan berat bus


(2)

36  Kendaraan berat truk

Y = 0,0015553S – 0,0059333 (2.17)

Dimana :

Y = pemakaian ban per 1000 km

S = space mean speed/kecepatan rata–rata ruang 4. Biaya Pemeliharaan

Biaya pemeliharaan secara umum merupakan komponen BOK yang dihitung dari pemakaian suku cadang kendaraan dan biaya yang dikeluarkan untuk upah tenaga kerja.Biaya pemeliharaan ini terdiri dari biaya suku cadang dan upah montir/tenaga kerja yang berlaku untuk perhitungan BOK, dengan menggunakan persamaan–persamaan dibawah ini :

a. Suku cadang

 Kendaraan ringan

Y = 0,0000064S + 0,0005567 (2.18)

 Kendaraan berat bus

Y = 0,0000332S + 0,0005567 (2.19)

 Kendaraan berat truk

Y = 0,0000191S + 0,0015400 (2.20)

Dimana :

Y = pemeliharaan suku cadang per 1000 km S = space mean speed/kecepatan rata–rata ruang b. Montir

 Kendaraan ringan

Y = 0,00362S + 0,36267 (2.21)

 Kendaraan berat bus

Y = 0,02311S + 1,97733 (2.22)

 Kendaraan berat truk

Y = 0,01511S + 1,21200 (2.23)

Dimana :

Y = Jam montir per 1000 km


(3)

37 5. Biaya Penyusutan (Depresiasi)

Adalah biaya yang dikeluarkan atas penyusutan nilai ekonomis kendaraan akibat keausan teknis karena melakukan operasi.Dalam analisis perhitungan besarnya biaya penyusutan kendaraan per tahun didasarkan pada nilai sekarang (present value) harga beli kendaraan pada suatu tingkat tertentu.

Secara umum biaya penyusutan kendaraan dihitung dari nilai ekonomi dari kendaraan, total jarak tempuh selama umur pakai kendaraan, jarak tempuh tahunan dan kecepatan rata–rata kendaraan.

 Kendaraan ringan : Y =

100 5 , 2 1  S (2.24)

 Kendaraan berat bus : Y =

315 0 , 9 1  S (2.25)

 Kendaraan berat truk : Y =

210 0 , 6 1  S (2.26) Dimana :

Y = depresiasi per 1000 km

S = space mean speed/kecepatan rata–rata ruang 6. Biaya Asuransi

Biaya asuransi pada perhitungan BOK model PCI, diasumsikan sebesar 3,8 % per tahun untuk kendaraan ringan. Biaya asuransi dalam hubungan dengan kecepatan dihitung dengan cara yang sama seperti pada perhitungan biaya bunga modal dengan jarak tempuh tahunan.Untuk sepeda motor, besarnya biaya asuransi tidak diperhitungkan.

 Kendaraan ringan : Y =

S

500 38

(2.27)  Kendaraan berat bus : Y =

S 42857 , 2571 60 (2.28)  Kendaraan berat truk : Y =

S 28571 , 1714 61 (2.29)


(4)

38 Dimana :

Y = Asuransi per 1000 km

S = space mean speed/kecepatan rata–rata ruang

2.15 Biaya Operasional Kendaraan (BOK) untuk Sepeda Motor

Sepeda motor adalah kendaraan yang sangat banyak digunakan di Bali dan berpengaruh sangat signifikan terhadap karakteristik transportasi di Bali. Perhitungan BOK sepeda motor mengacu pada metode yang digunakan oleh DLLAJ Provinsi Bali–Konsultan PTS 1999. Perhitungan BOK yang telah diteliti DLLAJ Provinsi Bali–Konsultan PTS 1999 adalah berdasarkan rumus sebagai berikut :

VOC = a + b / V + cV² (2.30)

Dimana :

VOC = biaya operasi kendaraan (per km) V = kecepatan rata – rata (km/jam) a = konstanta, nilainya 24

b,c = koefisien, dengan nilai b = 596 dan c = 0,00370

Rumus DLLAJ di atas belum termasuk biaya akibat bahan bakar, suku cadang, oli, ban, biaya servis dan jasa montir.Sehingga perlu adanya penyesuaian dengan nilai pertumbuhan inflasi. Rumus perhitungan BOK akibat pertumbuhan inflasi sebagai berikut :

P = P0( 1 + i )n (2.31)

Dimana :

P = Nilai BOK setelah adanya inflasi P0 = Nilai BOK awal

i = Nilai rata-rata pertumbuhan inflasi n = Jumlah Tahun

2.16 Perumusan Perhitungan Biaya Tundaan Lalu Lintas

Setelah dijelaskan komponen-komponen dari perumusan perhitungan biaya kemacetan lalu lintas maka selanjutnya diuraikan bentuk perumusannya. Adapun bentuk yang dapat digunakan adalah selisih biaya perjalanan sesudah dan sebelum pertambahan volume lalu lintas dan hambatan samping jalan.


(5)

39 Bentuk perhitugnan di atas dapat dirumuskan sebagai berikut :

D = ∑Q x(Δ t x (BOK + NW) (2.32)

Dimana :

D = selisih biaya perjalanan sebelum dan sesudah pertambahan volume lalu lintas dan hambatan samping jalan .Selisih biaya ini didasarkan jenis moda, ruas jalan, arah pergerakan dan waktu puncak kegiatan (Rp).

Q = volume kendaraan pada waktu puncak (kend).

Δ t = selisih waktu tempuh antara kondisi sebelum dengan sesudah pertambahan volume lalu lintas dan hambatan samping jalan (jam) BOK = Biaya Operasi Kendaraan (Rp/kend.).

NW = Nilai waktu perjalanan (Rp/jam).

Dalam studi ini, tambahan waktu perjalanan (biaya tundaan) terjadi sebagai akibat dari voume lalu lintas yang terjadi melebihi kapasitas rencana (turunnya tingkat pelayanan jalan).

Oleh karena itu, studi ini bersifat menilai dampak dari turunnya tingkat pelayanan jalan terhadap sirkulasi lalu lintas dalam bentuk biaya (rupiah). Adapun yang menjadi penekanan dalam perhitungan adalah perubahan waktu tempuh dan aspek moneter yaitu biaya operasi kendaraan dan nilai waktu perjalanan. Sedangkan untuk melihat jumlah kendaraan yang terkena pengaruh kemacetan lalu lintas, dihitung dari volume kendaraan pada waktu jam puncak. Waktu tempuh yang dimaksud disini merupakan total waktu yang diperlukan untuk melakukan pergerakan sepanjang ruas jalan yang dituju.

Sehubungan dengan itu, untuk melihat biaya tundaan yang terjadi maka dilakukan perhitungan selisih biaya perjalanan antara volume lalu lintas pada waktu puncak dengan kecepatan tempuh saat sebelum dan sesudah pertambahan volume lalu lintas dan hambatan samping jalan.

Dengan demikian, persamaan diatas dapat ditulis sebagai berikut :

D = ∑Q x ((t1 x ( BOK1 + NW1 )) – ( t0 x ( BOK0 + NW0 )) ( 2.32 ) Dimana ;


(6)

40 Indeks 1 menunjukkan kondisi setelah pertambahan volume dan hambatan samping jalan.

Indeks 0 menunjukkan kondisi sebelum pertambahan volume dan hambatan samping jalan.