INDUKTIF MATEMATIS DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN PROBLEM-BASED LEARNING : Studi Eksperimen Kuasi Terhadap Siswa Kelas VI SDN Cipetir 01 Kecamatan Haurwangi Kab. Cianjur.

(1)

TESIS

Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat untuk memperoleh gelar Magister pendidikan.

Program Studi Pendidikan Dasar

oleh: M a r w a n

1204726

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DASAR SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2014


(2)

Oleh M a r w a n

S.Pd STKIP Siliwangi Bandung, 2007

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi

Pendidikan Dasar

© Marwan 2014

Universitas Pendidikan Indonesia Februari 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,


(3)

(4)

DAFTAR ISI

Hal.

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat / signifikansi Penelitian ... 7

E. Struktur Organisasi Tesis ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 9

A.Teori Penalaran ... 9

1. Penalaran Intuitif ... 11

2. Penalaran Induktif ... 11

3. Penalaran Deduktif ... 11

B.Penalaran Induktif ... 11

1. Generalisasi... 13

C.Pendekatan Problem-Based Learning (PBL) ... 14

D.Teori Pendukung Inopasi Model Pembelajaran ... 21

1. Teori Piaget dan Pandangan Konstruktivisme ... 20

2. Teori Bruner ... 23

3. Teori Vygotsky ... 23

4. Teori Robert M.Gagne... 24

E.Pendekatan Problem-Based Learning (PBL) dalam meningkatkan Kemampuan Penalaran Induktif matematis... 24

F. Hipotesis ... 27

BAB III METODE PENELITIAN ... 28

A.Lokasi dan Subjek ... 28

B.Desain Penelitian ... 29

C.Metode Penelitian ... 32

D.Definisi Operasional ... 32

E.Instrumen Penelitian ... 33


(5)

1. Pengujian Validitas Tes ... 35

2. Uji Realibilitas Instrumen ... 37

G.Teknik Pengumpulan Data ... 42

H.Analisis Data ... 43

1. Pengolahan data hasil tes kemampuan penalaran induktif matematis... 43

2. Pengolahan data kualitatif... 47

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 49

A.Analisis Data ... 49

1. Kemampuan Penalaran Induktif Matematis ..., 49

2. Sikap Siswa ... 57

3. Deskripsi Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Masalah ... 63

4. Deskripsi Tanggapan Guru Terhadap Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah ... 65

B.Pembahasan Hasil Penelitian ... 66

1. Pembelajaran Berbasis Masalah ... 66

2. Kemampuan Penalaran Induktif Matematis Ditinjau dari Faktor Pendekatam Pembelajaran... 67

3. Sikap Siswa Terhadap Matematika ... 74

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 76

A.Kesimpulan ... 76

B.Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 79


(6)

(7)

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF MATEMATIS DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN

PROBLEM-BASED LEARNING MARWAN

1204726 ABSTRAK

Kemampuan penalaran induktif matematis pada pelajaran matematika merupakan komponen yang memiliki peranan penting dalam membangun daya nalar matematika siswa. Namun, kemampuan penalaran induktif matematis di tingkat pendidikan dasar belum tertangani dengan baik, akibatnya kemampuan penalaran induktif siswa masih rendah. Oleh karena itu untuk membangun kemampuan di atas guru sebagai aktor di kelas harus dapat menciptakan pembelajaran yang bermakna bagi siswa, salah satunya adalah mencari sebuah pendekatan atau model yang tepat sehingga kemampuan penalaran induktif matematis siswa dapat tereksplorasi dengan baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pendekatan Problem-Based Learning (PBL)/Pembelajaran Berbasis Masalah dapat meningkatkan kemampuan penalaran induktif matematis. Penelitian ini merupakan suatu studi kuasi eksperimen dengan desain penelitian pretest posttest control group design. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VI A dan VI B SDN. Cipetir 01 Kecamatan Haurwangi Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat, satu kelas yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah (kelas eksperimen) dan satu kelas lagi memperoleh pembelajaran konvensional (kelas kontrol). Data diperoleh dari instrumen tes, yaitu seperangkat soal berbentuk uraian untuk mengukur kemampuan penalaran induktif matematis siswa dan instrumen non tes, yaitu angket skala sikap untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran berbasis masalah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan Problem-Based Learning/pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan kemampuan penalaran induktif matematis siswa sekolah dasar. Pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan pembelajaran berbasis masalah secara signifikan lebih baik dalam meningkatkan kemampuan penalaran induktif matematis siswa sekolah dasar dibandingkan dengan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan strategi/model konvensional ditinjau dari faktor anak dan faktor pembelajaran. Selain itu, sebagian siswa menunjukkan respon yang positif terhadap pembelajaran yang telah dilakukan serta ditemukan adanya korelasi antar skor tes siswa. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka pembelajaran matematika dengan menggunkan Problem-Based Learning/pembelajaran berbasis masalah dapat dijadikan sebagai alternatif pembelajaran yang diterapkan dalam upaya meningkatkan kemampuan siswa khususnya kemampuan penalaran induktif matematis.


(8)

Kata kunci: Problem-Based Learning/pembelajaran berbasis masalah, Kemampuan Penalaran Induktif Matematis Siswa.

INDUCTIVE REASONING IMPROVED BY USING MATHEMATICAL APPROACH PROBLEM - BASED LEARNING

MARWAN 1204726 ABSTRACT

Mathematical inductive reasoning ability in math is a component that has an important role in building students' mathematical reasoning power . However , mathematical inductive reasoning ability in basic education level has not been handled properly , the result of inductive reasoning ability of students is still low . Therefore, to build upon the teacher 's ability as an actor in the class must be able to create meaningful learning for students , one of which is to find an appropriate approach or model that inductive reasoning ability can be explored by mathematical students well . This study aims to determine whether the approach of Problem - Based Learning ( PBL ) / Problem Based Learning can improve the ability of inductive reasoning mathematically . This study is a quasi experimental study design with a pretest posttest control group research design . The population in this study were students of class VI A and VI B SDN . Cipetir 01 Sub Haurwangi Cianjur Regency West Java Province , one class acquire problem-based learning ( experimental class ) and the class again obtain conventional learning ( control class ) . Data obtained from the test instrument , namely a set of questions to measure the shape description inductive mathematical reasoning abilities of students and non- test instruments , namely the attitude scale questionnaire to determine students' response to problem-based learning . The results showed that the study of mathematics by using Problem - Based Learning approach / problem-based learning can enhance the ability of inductive reasoning mathematically elementary school students . Learning mathematics using problem-based learning approach is significantly better in improving the ability of inductive reasoning mathematically elementary school students compared to students who take lessons with strategy / conventional model in terms of child factors and learning factors . In addition, most students showed a positive response to learning that has been done and found a correlation between student test scores . Based on these results , the study of mathematics by using Problem - Based Learning / problem-based learning can be used as an alternative learning is applied in an effort to improve students' abilities , especially the ability of inductive reasoning mathematically .

Keywords : Problem - Based Learning / problem-based learning , Inductive Reasoning Mathematical Ability Students


(9)

(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Hampir di setiap pendidikan formal, matematika dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit, menakutkan, dan bahkan jadi momok tersendiri bagi siswa. Tidak banyak siswa yang menyukai mata pelajaran matematika jika dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya. Berbagai alasan pun kadang terlontarkan dari siswa ketika memutuskan untuk tidak mengikuti mata pelajaran ini, padahal matematika selalu ada dalam keseharian mereka atau dengan kata lain tiada hari tanpa matematika.

Matematika dinilai sulit oleh siswa karena begitu banyak rumus, konsep, serta perhitungan yang harus mereka pelajari, apalagi jika ditambah dengan guru yang kurang memahami karakter siswanya sehingga menjadikan siswa semakin tidak menyukai pelajaran matematika. Ruseffendi (Mulyadi, 2007) menyatakan, matematika (ilmu pasti) bagi anak-anak pada umumnya merupakan mata pelajaran yang tidak disenangi, kalau bukan pelajaran yang paling dibenci.

Brownell; Reys, Suydam, Lindquist, & dan Smith (1998) dalam Suryadi (2012: 26) matematika dapat dipandang sebagai suatu sistem yang terdiri atas ide, prinsip, dan proses sehingga keterkaitan antara aspek-aspek tersebut harus dibangun dengan penekanan bukan pada memori atau hapalan melainkan pada aspek penalaran atau intelegensi anak.

Dalam pendidikan formal di Indonesia menggunakan kurikulum KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), adapun tujuan pembelajaran matematika adalah yang tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP; BNSP 2006) antara lain agar siswa mempunyai kemampuan:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antara konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.


(11)

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematis.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematis, menyelesaikan model dan menafsirkan solusinya diperoleh.

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan symbol, table, diagram, atau media lain untuk menjelaskan keadaan masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Berdasarkan tujuan pembelajaran matematika yang terdapat dalam KTSP tersebut, salah satu hal yang menjadi fokus adalah penalaran . Oleh karena itu, penalaran menjadi komponen penting yang harus dimiliki siswa dalam belajar matematika. Perlunya pengembangan kemampuan bernalar siswa ini dinyatakan dalam Standar isi dan Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah (Depdiknas, 2006) bahwa penalaran pada mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan dalam menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. Sementara itu sesuai dengan Standar Kurikulum National Council of Teacher of Matematics (NCTM, 2000), tujuan pengajaran matematika adalah mengembangkan keyakinan siswa bahwa matematika dapat dimengerti dan mempertajam pengertian kemampuan matematis mereka (suatu perasaan control atas belajar mereka, keyakinan dan kemampuan mereka untuk berpikir dan belajar, dan otonomi). Pengembangan kompetensi penalaran adalah esensial untuk membantu siswa meningkat dari hanya mengingat fakta-fakta, aturan-aturan, dan prosedur-prosedur. Suatu fokus pada penalaran dapat membantu siswa melihat bahwa matematika adalah logis dan diangap dapat dimengerti. Ini dapat membantu mengembangkan keyakinan siswa bahwa matematika adalah sesuatu


(12)

yang dapat mereka pahami, terus berpikir, memberikan alasan, dan mengevaluasi (Jacob, 2003:3).

Fakta di lapangan menyebutkan bahwa kemampuan penalaran matematik siswa secara umum masih rendah. Hasil penelitian Priatna (Yilianti, 2009) menyimpulkan bahwa kualitas kemampuan penalaran dan pemahaman matematika kebanyakan siswa Sekolah Menengah pertama di Bandung masih belum memuaskan, yaitu masing-masing hanya sekitar 49% dan 50% dari skor ideal. Sedangkan dari hasil Penelitian Alamsyah (2000) dapat disimpulkan bahwa kemampuan penalaran analogi siswa (penalaran induktif) masih sangat rendah yaitu 45,24% dari skor ideal (rata-rata skor terbesar 24,42 dari skor total 54). Selain itu, hasil studi Sumarmo (1987:296) menunjukan bahwa baik secara keseluruhan maupun dikelompokkan menurut tahap kognitif siswa, skor kemampuan siswa dalam penalaran matematika masih tergolong rendah.

Hal tersebut juga dialami di lapangan pada sekolah tempat peneliti bertugas, bahwa kondisi siswa dalam belajar matematika terutama dalam kemampuan penalaran dan pemahaman matematika masih sangat rendah, terbukti dari hasil nilai yang diperoleh siswa masih jauh dari skor ideal (rata-rata nilai yang diperoleh kurang dari 25 dari skor total 50), sehingga siswa masih beranggapan bahwa pelajaran matematika merupakan pelajaran yang menyulitkan. Kondisi tersebut juga ditambah dengan pembelajaran metamatika yang kurang inovatif,karena kebanyakan guru dalam menyampaikan pelajarannya masih bersifat konvensional yaitu hanya dengan penjelasan materi yang kurang dimengerti siwa, memberikan contoh-contoh lalu siswa mengerjakan soal. Melihat kondisi seperti itu, peneliti merasa tertarik untuk mengkaji tentang penalaran induktif matematis pada pelajaran matematika yang dianggap sulit oleh siswa, dan dapat menggali potensi yang ada dalam diri siswa supaya bisa mengembangkannya sehingga meningkatkan kemampuan penalaran induktif matematis, sebagaimana yang ditulis pada judul peneliti.

Seiring dengan semakin berkembangnya model model pembelajaran yang ada saat ini, para pakar pendidikan di Indonesia banyak yang menyerukan agar


(13)

landasan teori belajar mengacu pada konstruktivisme. Akibatnya, orientasi pembelajaran bergeser dari berpusat pada guru mengajar (teacher centered) ke pembelajaran berpusat pada siswa (student centered). Siswa tidak lagi diposisikan bagaikan bejana kosong yang siap diisi. Siswa kini diposisikan sebagai mitra belajar guru. Guru bukan satu-satunya pusat informasi dan yang paling tahu, melainkan hanya salah satu sumber belajar atau sumber informasi. Sedangkan sumber belajar yang lainnya masih banyak, bisa teman sebaya, perpustakaan, alam, laboratorium, televisi, koran dan internet.

Salah satu pembelajaran yang dapat melibatkan siswa secara aktif dan memberikan kesempatan siswa untuk bernalar yaitu pembelajaran dengan pendekatan problem-based learning (pembelajaran berbasis masalah). Problem-based learning (pembelajaran berbasis masalah) merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai titik tolak (starting poin) pembelajaran. Siswa dapat menumbuhkan keterampilan menyelesaikan masalah, bertindak sebagai pemecah masalah dan dalam pembelajaran dibangun proses berpikir, kerja kelompok, berkomunikasi dan saling memberi informasi (Akinoglu dan Tadogen, 2007). Masalah-masalah yang dapat dijadikan sebagai sarana belajar adalah masalah yang memenuhi konteks dunia nyata (real word). Yang akrab dengan kehidupan sehari-hari siswa. Melalui masalah-masalah kontekstual ini para siswa menemukan kembali pengetahuan konsep-konsep dan ide-ide esensial dari meteri pelajaran dan proses pembelajaran dan membangunnya ke dalam struktur kognitif.

Menurut Barrows dan Kelson (2003: 1) pembelajaran berbasis masalah merupakan rencana pelajaran dan proses pembelajaran, Rencana pembelajaran dari pilihan dan bentuk masalah yang diperoleh dari pengetahuan kritis siswa, kemampuan pemecahan masalah, strategi pembelajaran masing-masing siswa, kemampuan kelompok. Proses ini mencontoh sistem pendekatan yang biasa digunakan untuk memecahkan masalah atau menemui tantangan yang dihadapi dalam hidup dan kalir.


(14)

Menurut Sears dan Hersh (Dasari, 2003: 9) pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah melibatkan siswa dalam berfikir tingkat tinggi yang diantaranya memuat aspek penalaran.

Menurut Depdiknas (2002: 6) pembelajaran berbasis masalah dapat digolongkan sebagai pembelajaran dengan pendekatan kontekstual (contekstual teching and learning), yang merupakan konsep pembelajaran yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran yaitu: konstruktivisme (contrictivism), bertanya (question), menemukan (inquiri), komunikasi belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian sebenarnya (authentic assessment).

Pendekatan ini dapat digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam pembelajaran matematika, mengingat dalam matematika siswa sering dihadapkan pada permasalahan-permasalahan yang dikembangkan dari konsep matematika itu sendiri. Sebagaimana diketahui ilmu matematika juga dapat digunakan dalam menyelesaikan permasalahan yang terkait dengan aktivitas sehari-hari.Tentu dalam aplikasinya sangat dibutuhkan kemampuan untuk mengaplikasikan konsep-konsep matematika kedalam situasi yang berbeda, sehingga dapat diterjemahkan kembali dalam bentuk matematika dan dicari penyelesaiaannya.

Dalam pembelajaran matematika, siswa tidak hanya berhadapan langsung dengan soal yang sudah jelas dalam bentuk matematis, akan tetapi dikembangkan pula soal-soal latihan dalam bentuk deskriptif atau sering dikenal sebagai soal cerita. Bentuk soal ini sering digunakan dalam beberapa pokok bahasan yang terdapat dalam pelajaran matematika termasuk juga pada matematika Sekolah Dasar.

Begitu pula setelah peneliti melihat kondisi pembelajaran matematika di SD Negeri Cipetir 01 yang dijelaskan diatas, maka pendekatan problem-based learning, merupakan salah satu alternatif model pengajaran yang tepat digunakan


(15)

untuk mengembangkan pola pikir siswa, dimana biasanya siswa menerima apa saja yang dijelaskan oleh guru, menjadi mampu mengembangkan pemahaman yang dimilikinya sendiri untuk digunakan dalam aktivitas sehari-hari.

Dari uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengkaji tentang problem-based learning (pembelajaran berbasis masalah) pada pembelajaran matematika dengan

judul penelitian “Meningkatkan Kemampuan Penalaran Induktif Matematis dengan Menggunakan Pendekatan Problem-Based Learning ”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

Apakah Pendekatan Problem-Based Learning dapat Meningkatkan Kemampuan Penalaran Induktif Matematis siswa kelas VI Sekolah Dasar?

Secara rinci rumusan masalah diatas dijabarkan ke dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Apakah terdapat peningkatkan Kemampuan Penalaran Induktif Matematis siswa kelas VI Sekolah Dasar yang pembelajarannya menggunakan Pendekatan Problem-Based Learning?

2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran induktif matematis pada siswa yang menggunakan pendekatan problem-based learning dengan siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional?

3. Apakah pendekatan problem-based learning efektif dilihat dari variasi tingkat kemampuan penalaran induktif matematis siswa kelompok atas, sedang dan bawah antara kelas eksperimen yang pembelajarannya menggunakan pendekatan problem-based learning dibandingkan dengan siswa kelas kontrol yang pembelajarannya menggunakan cara konvensional (pembelajaran biasa)? 4. Apakah sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan

pendekatan problem-based learning? C. Tujuan Penelitian


(16)

Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran yang nyata mengenai pembelajaran di kelas VI sekolah dasar. Dengan mengacu kepada perumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui bahwa pembelajaran dengan menggunakan pendekatan problem-based learning dapat meningkatkan kemampuan penalaran induktif matematis siswa kelas VI sekolah dasar.

2. Mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan penalaran induktif matematis kelas VI sekolah dasar antara yang pembelajarannya menggunakan pendekatan problem-based learning dengan siswa yang pembelajarannya tidak menggunakan pendekatan problem-based learning.

3. Mengetahui variasi tingkat kemampuan penalaran induktif matematis siswa antara yang pembelajarannya menggunakan pendekatan problem-based learning dibandingkan dengan siswa yang pembelajarannya menggunakan cara konvensional (pembelajaran biasa).

4. Menggali sikap siswa terhadap penerapan pembelajaran menggunakan pendekatan problem-based learning.

D. Manfaat/Signifikansi Penelitian

Manfaat umum yang diharapkan dari penelitian ini yaitu agar data hasil penelitian ini dapat dijadikan bukti empiris tentang potensi pendekatan problem-based learning dalam peningkatan kemampuan penalaran induktif matematis siswa kelas VI sekolah dasar. Lebih khusus lagi, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:

1. Siswa diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penalaran induktif matematis siswa melalui pembelajaran menggunakan pendekatan problem-based learning.

2. Pendidik dapat memberikan gambaran pembelajaran dengan menggunakan pendekatan problem-based learning dan sebagai bahan referensi rujukan alternative dalam memperbaiki proses pembelajaran matematika di kelas VI sekolah dasar.


(17)

3. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini daiharapkan dapat dijadikan sebagai bahan rujukan untuk mengembangkan aspek lain dari pembelajaran pendekatan problem-based learning yang belum diteliti.

E. Struktur Organisasi Tesis

Untuk memudahkan dalam memahami permasalahan dan pembahasan penulisan tesis ini, maka menggunakan sistematika sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan, pada bab ini dikemukakan latar belakang penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian. Manfaat/signifikansi penelitian dan struktur organisasi Tesis. Bab II Kajian Pustaka, kerangka pemikiran dan hipotesis. Bab III Metode Penelitian, diuraikan pendekatan penelitian yang didalamnya menyangkut lokasi dan subjek populasi/ sampel penelitian, desain penelitian, metode penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian, proses pengembangan instrumen, teknik pengolahan data dan analisis data. Bab IV Hasil penelitian dan pembahasan, dalam bab ini terdiri dari dua hal utama, yakni ; a) pengolahan atau analisis data untuk menghasilkan temuan berkaitan dengan masalah penelitian, pertanyaan penelitian, hipotesis, tujuan penelitian dan b) pembahasan atau analisis temuan. Bab V Kesimpulan dan Saran, dalam bab ini kesimpulan dan saran menyajikan penapsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis temuan penelitian.


(18)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Subjek Penelitian

Penelitian Penalaran Induktif Matematis dengan menggunakan pendekatan Problem Based-Learning ini dilaksanakan di SDN Cipetir 01 yang berdiri diatas tanah seluas 1.400 m2 dengan luas bangunan sekitar 1081,4 m2, terletak di Jl. Citarum lama No 748 RT 01 RW 04 Desa Haurwangi Kecamatan Haurwangi Kabupaten Cianjur. Sekolah ini mulai berdiri dan beroperasi pada tahun 1951. Jumlah siswa sebanyak 586 siswa yang dibagi menjadi 18 rombel (masing-masing kelas terdiri dari 3 rombel). Tenaga pendidik di SDN Cipetir 01 berstatus PNS dan non PNS. Dari 22 guru ada 12 guru PNS yaitu Kepala Sekolah, 3 guru kelas VI, 2 guru kelas V, kelas IV, III, II, I masing-masing satu orang guru, 1 guru Penjas Orkes dan 1 guru agama. Walaupun demikian, pendidik di SDN Cipetir 01 memiliki dedikasi dan tanggung jawab yang cukup tinggi untuk mendidik anak, hampir semua guru sudah memiliki kualifikasi pendidikan setrata satu, juga para guru sering mengikuti serangkaian Pembinaan dan Pelatihan Pendidikan seperti penataran, workshop yang berkelanjutan dan implementasi lesson study menjadi kegiatan rutin yang dilaksanakan di SDN Cipetir 01 sebagai sarana pengembangan kompetensi guru dalam kegiatan belajar mengajar di kelas.

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas tinggi sekolah dasar yang diorientasikan di kelas VI. Pemilihan kelas yang menjadi sumber data dilakukan di dua kelas yaitu kelas VI A sebagai kelas eksperimen dan di kelas VI B yang dijadikan sebagai kelas kontrol. Berkaitan dengan alur penelitian, maka kelas yang diteliti adalah kelas yang siswanya belum mengalami pembelajaran tentang bangun ruang yaitu bangun prisma tegak segitiga , bangun ruang tabung , dan sudah mengalami pembelajaran materi tentang bangun datar . Bagi kelas yang belum mengalaminya,


(19)

maka direkam jejaknya mulai dari skema awal sampai situasi baru (tentang bangun ruang) sedangkan bagi kelas yang sedang mengalami/mempelajari materi ini yaitu kelas VI C, maka akan dilakukan wawancara klinis secara intensif dengan bantuan observasi dan dokumen hasil pekerjaan siswa.

B. Desain Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menelaah kemampuan penalaran induktif matematis siswa di kelas tinggi sekolah dasar yang memperoleh pembelajaran menggunakan pendekatan pembelajaran berbasis masalah. Oleh karena itu, desain penelitian yang digunakan adalah pretest-postest control group design. Kelompok eksperimen memperoleh pembelajaran menggunakan pendekatan pembelajaran berbasis masalah dan kelompok kontrol memperoleh pembelajaran biasa (konvensional). Adapun desain penelitiannya adalah sebagai berikut:

Table 3.1 Desain Penelitian

Kelompok Pretest Perlakuan Posstest

Eksperimen O1 X O2

Kontrol O3 O4

Keterangan :

O = Preetest – Posttest

X = Perlakuan model pembelajaran dengan Pendekatan PBL

(Sugiyono, 2012) Dalam penelitian ini, kelompok eksperimen selanjutnya disebut sebagai kelas eksperimen dan kelompok kontrol disebut sebagai kelas kontrol. Tindakan pembelajaran yang dirancang baik pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol langsung dilaksanakan oleh peneliti di kelas dan dibantu oleh rekanan guru kelas


(20)

masing-masing. Hal ini dilakukan agar tindakan pembelajaran yang telah terencana oleh peneliti dapat dilaksanakan dengan maksimal.

Prosedur dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a) Tahap Persiapan

1)Melakukan kajian kurikulum, mengidentifikasi Kompetensi Dasar dan konsep yang dapat dikembangkan dengan pendekatan PBL.

2)Mendesain pendekatan PBL yang dilengkapi dengan Rencana Pembelajaran, sumber belajar dan medianya.

3)Menyusun instrumen berupa tes yang akan digunakan sebagai pretest dan posttest, untuk menguji kemampuan penalaran induktif matematis siswa menggunakan tes tertulis berupa uraian (terbuka), kemudian diuji validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran serta daya pembedanya.

4)Peneliti melakukan persiapan pembelajaran bersama guru dengan berdiskusi, simulasi, untuk memperlancar pelaksanaan pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL).

b)Tahap Pelaksanaan

1)Melakukan pretest untuk mengetahui pengetahuan awal siswa.

2)Pemberian pretest untuk mengetahui penalaran induktif matematis siswa yang dimiliki siswa sebelum perlakuan dilaksanakan.

3)Melaksanakan penelitian, yakni penerapan model pendekartan PBL pada kelas eksperimen. Pada kelas kontrol pembelajaran dilaksanakan dengan pembelajaran non pendekatan PBL yaitu dengan mengunakan pembelajaran konvensional (ceramah dan Tanya jawab).

4)Melaksanakan tes akhir untuk mengetahui peningkatan kemampuan penalaran induktif matematis pada kedua kelas.


(21)

Alur penelitian yang dilaksanakan, digambarkan seperti di bawah ini, Studi pendahuluan

Identifikasi Masalah Kajian Literatur Penyusunan Proposal

Pembuatan Instrumen RPP/Angket/Paper test/lembar observasi Diskusi dan Melatih

Guru

Uji Coba Instrumen Tes Awal

Kelas Eksperimen/ penerapan Pembelajaran

pendekatan PBL

Kelas Kontrol/ Penerapan Pembelajaran

konvensional

Tes Akhir Analisis data dan

pembahasan Kesimpulan


(22)

Gambar 3.1. Bagan Alur Penelitian

C. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuasi eksperimen. Metode penelitian ini digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian tentang peningkatan kemampuan penalaran induktif matematis siswa kelas VI SD dengan menggunakan pendekatan problem-based learning pada pembelajaran metematika.

D. Definisi Operasional

Menurut Azwar (1996) definisi operasional merupakan suatu definisi mengenai variabel yang dirumuskan berdasarkan karakteristik variabel tersebut yang diamati. Definisi operasional dapat dirumuskan berdasarkan proses apa yang harus dilakukan agar variabel yang didefinisikan itu terjadi. Agar tidak terjadi salah penafsiran atau pengertian, maka diperlukan penjelasan dari komponen-komponen yang terdapat dalam penelitian ini, penjelasan tersebut yaitu sebagai berikut:

1. Penalaran matematik menurut Mullis dalam Suryadi (2012: 22-23) yaitu suatu tahapan berpikir matematik tingkat tinggi yang mencakup kemampuan menemukan konjektur, analisis, evaluasi, generalisasi, koneksi, sintesis, pemecahan masalah tidak rutin, dan jastifikasi atau pembuktian. Penalaran induktif matematis adalah merupakan suatu kegiatan, suatu proses atau suatu aktivitas berfikir matematik untuk menarik suatu kesimpulan atau membuat suatu pernyataan baru yang bersifat umum (general) berdasar pada beberapa pernyataan khusus yang diketahui benar atau kemampuan yang harus dukuasai siswa untuk menarik sebuah kesimpulan berdasarkan sejumlah kasus atau beberapa contoh yang ada.


(23)

2. Menurut Herman (2006: 59) Problem-based learning (pembelajaran berbasis masalah) mengubah pandangan proses belajar mengajar dari guru mengajar ke siswa belajar. Dalam pengajaran tradisional, siswa menganggap guru adalah ahli dalam segala hal atau sebagai sumber pengetahuan. Dalam pembelajaran berbasis masalah siswa dituntut untuk bekerja secara cooperative dan menjadi bagian dari kelompok (cooperative learning). Kunci keberhasilan PBL terletak pada kemampuan dan kemauan siswa untuk bekerja secara efektif dalam memecahkan masalah. Dalam pembelajaran kelomppok kecil ini, siswa didorong untuk dapat bekerja secara cooperatif, mengkondisikan pikiran dan usahanya untuk menyelesaikan tugas kelompok. Keuntungan yang dapat diperoleh dari pembelajaran seperti ini dapat dirasakan oleh siswa yang berkemampuan tinggi maupun siswa yang berkemampuan kurang. Siswa yang berkemampuan tinggi dapat bertindak sebagai tutor bagi siswa yang berkemampuan kurang. Siswa kelompok atas ini kemampuannya menjadi lebih baik dan lengkap karena ia harus mengkomunikasikannya dengan baik kepada teman sendiri.

Moffit dalam Depdiknas (Rusman, 2011: 241) mengemukakan bahwa pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatau konteks bagi siswa untuk belajar tentang berfikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pelajaran.

E.Intrumen Penelitian

Instrumen penelitian digunakan untuk menjaring dan mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam penelitian. Instrumen juga digunakan sebagai alat yang digunakan untuk mengukur variabel yang diteliti (Sugiyono, 2012). Untuk itu instrumen harus diujikan dahulu validitas, reliabilitasnya di sekolah lain.

Jenis instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1)Instrumen Tes


(24)

Instrumen tes digunakan untuk mengukur kemampuan penalaran induktif pada materi pembelajaran dengan pendekatan PBL, yang diberikan sebelum perlakuan (pretest) dan setelah perlakuan (posttest).

Soal tes diberikan secara tertulis dalam bentuk uraian karena berkaitan dengan berfikir matematis kategori tingkat tinggi yaitu kemampuan penalaran induktif matematis dalam matematika. Hal ini sesuai dengan Freankel dan Waleen (Suryadi, 2005) yang menyatakan bahwa tes uraian cocok untuk mengukur higher level learning outcomes. Selain itu dipilih soal bentuk uraian untuk menghindari unsur tebakan.

Tes kemampuan penalaran induktif matematis oleh penulis dengan langkah-langkah pengembangan sebagai berikut:

a) Menyusun kisi-kisi yang memuat dan sesuai dengan bahan ajar penalaran induktif matematis, standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator,nomor soal, dan bobot nilai.

b)Menyusun soal tes berdasarkan kisi-kisi serta membuat alternatif kunci jawabannya.

c) Menilai validasi isi soal, validasi konstruk dan kebenaran kunci jawaban.

d)Mempertimbangkan keterbacaan soal, apakah soal-soal tersebut dapat dipahami atau tidak.

e) Menguji coba soal tes yang dilanjutkan dengan menghitung validasi, reabilitasi, tingkat kesukaran, dan daya pembeda.

2)Lembar Observasi

Observasi merupakan suatu kegiatan memusatkan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan alat penglihatan, penciuman, pendengaran, dan bila perlu perabaan, dan pengecapan (Arikunto, 2002: 220). Lembar observasi digunakan untuk pengamatan langsung, mencatat perilaku dan kegiatan yang terjadi pada kelas eksperimen. Karena indikator-indikator pengamatan yang dikembangkan untuk memonitor motivasi belajar pada pelaksanaan pembelajaran melalui pendekatan PBL.


(25)

3) Angket Skala Sikap Siswa

Pada skala sikap dalam penelitian ini digunakan untuk mengungkap sikap siswa yang berkaitan dengan motivasi belajar siswa melalui pendekatan PBL. Rubik yang di buat adalah kesediaan siswa untuk memberikan pendapat atau sikap siswa terhadap pertanyaan-pertanyaan baik positif maupun negatif.

Pada skala sikap ini terdiri dari 20 pertanyaan yang harus direspon siswa memiliki pilihan jawaban: Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Skala sikap ini diberikan pada kelas eksperimen setelah pembelajaran dan postes selesai. Kisi-kisi dan dan instrumen angket skala sikap terhadap Pembelajaran Berbasisi Masalah dapat dilihat dalam lampiran A

4) Wawancara

Wawancara merupakan cara pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya ( Buchari, 2010 : 102 ) wawancara digunakan untuk mengetahui hal-hal dari responden secara lebih mendalam serta jumlah respondennya sedikit. Wawancara ini dilakukan pula dengan guru mengenai kegiatan pembelajaran matematika dengan metode-metode tertentu pada tahap ini peneliti melakukan wawancara dengan guru yang mengajar matematika di kelas VI. Dengan adanya wawancara ini, peneliti mengetahui latar belakang pendidikan, pengalaman mengajar, metode-metode yang dilakukan saat mengajar matematika. Wawancara juga dilakukan dengan beberapa siswa kelas VI yang tujuannya untuk mengetahui minat mereka terhadap pelajaran matematika, cara guru mengajarkan matematika, dan sikap siswa dalam pelajaran matematika.

F. Proses Pengembangan Instrumen Penelitian 1. Pengujian Validitas Tes

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat keabsahan dan kevalidan suatu alat ukur atau instrumen penelitian. Menurut Akdon (2008), jika


(26)

instrumen itu valid maka alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data itu dikatakan valid dan bisa digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Validitas setiap butir soal yang digunakan dalam penelitian diuji dengan menggunakan korelasi Pearson Product Moment dengan langkah-langkah sebagai berikut :

Menghitung Harga Korelasi

= −

2 2 2 2 Dimana :

: Koefisien korelasi n : Jumlah responden

Y : Jumlah skor total seluruh system X : Jumlah skor tiap item

Menghitung harga

= −2 1− 2 Mencari

Kaidah keputusan adalah :

 Jika

t

hitung >

t

tabel, maka alat ukur atau instrumen penelitian yang digunakan adalah valid

 Jika

t

hitung <

t

tabel, maka alat ukur atau instrumen penelitian yang digunakan

adalah tidak valid

Instrumen atau alat tes yang diuji validitasnya dalam penelitian ini adalah soal esai sebagai alat ukur untuk melihat kemampuan penalaran induktifnya matematis siswa.

Setelah dilakukan uji coba terhadap instrumen soal dalam bentuk esai untuk mengukur kemampuan penalaran induktif matematis siswa dapat kita lihat mana data


(27)

yang valid dan tidak valid . prosentase soal yang valid dan tidak valid berdasarkan analisis validitas dapat dilihat dalam tabel berikut :

Tabel 3.2

Hasil Perhitungan Persentase Alat Ukur Kemampuan Penalaran Induktif Matematis

Tingkat

validitas No. Soal

Jumlah

Total %

Valid 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 7 100

Tidak

Valid 0 0 0

Jumlah 7 100

Dari tabel 3.2 dapat diketahui bahwa dari 7 item soal yang diujicobakan diperoleh soal yang valid sebanyak 7 soal atau sekitar 100 persen dari seluruh soal. Berdasarkan uji validitas soal esai dapat disimpulkan bahwa soal yang dapat digunakan sebagai alat pengumpul data adalah soal yang valid, berarti dalam penelitian ini soal esai yang digunakan untuk mengukur kemampuan penalaran induktif matematis siswa yaitu semua soal.

2. Uji Reliabilitas Instrumen

Singarimbun (1995) menyatakan, reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur atau instrumen penelitian dapat dipercaya atau diandalkan dalam kegiatan pengumpulan data. Jika suatu alat ukur atau instrumen penelitian dapat digunakan dua kali atau mengukur gejala yang sama dengan hasil pengukuran yang diperoleh relative konsisten, maka alat ukur atau instrumen tersebut reliabel.

Sudjana (2008), suatu tes dikatakan reliabel atau ajeg apabila beberapa kali pengujian menunjukkan hasil relative sama, Akdon (2008), reliabilitas soal dihitung dengan menggunakan metode pembelajaran ganjil genap. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut :


(28)

b)Menghitung korelasi Pearson Produck Moment, dengan rumus :

= . −

. 2− 2 . 2− ²

c) Menghitung reliabilitas seluruh tes dengan dengan rumus Spearmen Brown, sebagai berikut :

11=2. 1+

Keterangan :

11 : reliabilitas tes secara keseluruhan

: reliabilitas separuh tes d)Menentukan

r

tabel

e) Membuat keputusan dengan membandingkan

r

hitung dengan

r

tabel dengan

keputusan sebagai berikut :

 Jika

r

hitung >

r

tabel berarti reliabel

 Jika

r

hitung <

r

tabel berarti tidak reliabel

Dalam penelitian ini alat tes atau instrumen yang akan digunakan adalah soal esai untuk melihat kemampuan penalaran induktif matematis siswa secara kognitif. Sebelum alat ini digunakan untuk pengambilan data maka terlebih dahulu di uji coba untuk melihat tingkat reliabilitasnya, sehingga dapat dilihat mana soal yang mempunyai reliabilitas yang tinggi. Setelah dilakukan uji reliabilitas maka dapat dilihat dalam tabel berikut persentase soal yang reliabel dan tidak reliabel.

Tabel 3.3

Presentasi Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Kemampuan Penalaran Induktif matematis

Tingkat

Reliabilitas No. Soal Jml %

Reliabel 1, 2, 3, 4, 5, 6, & 7 7 100


(29)

Reliabel

Jumlah 7 100

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa diantara 7 soal yang diuji cobakan ternyata seluruh soal reliabel atau sekitar 100 % . Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa soal yang reliabel akan digunakan untuk mengambil data guna melihat tingkat kemampuan penalaran induktif matematis siswa

1. Perangkat Pembelajaran Model Pendekatan Problem-Based Learning (PBL)

Perangkat pembelajaran terdiri dari Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dibuat dan dikembangkan berdasarkan pada tahapan pendekatan Problem-Based Learning (PBL), bahan ajar yang disusun mengintegrasikan penalaran induktif matematis pada materi bangun ruang prisma tegak segitiga dan bangun ruang tabung, yang terdapat di Lembar Kerja siswa (LKS) sebagai sarana penunjang dalam proses pembelajaran. Untuk lebih jelasnya deskrMatematikai mengenai RPP dapat dilihat pada lampiran dan LKS dapat dilihat pada lampiran

1. Tes Penalaran Induktif matematis

Tes ini dibuat dalam bentuk esai sebanyak 7 butir soal. Setiap butir soal yang dibuat diintegrasikan pada sub indikator penalaran induktif matematis yang bermuatan materi matematika. Sub indikator penalaran induktif matematis yang diukur sebanyak empat buah yaitu: 1). Melakukan penarikan kesimpulan, menyusun bukti, dan memberikan alasan terhadap kebenaran solusi. 2). Menentukan kesimpulan dari suatu argumen. 3). Menyelesaikan soal-soal matematika dengan mengikuti argumen-argumen logis dan dapat menarik kesimpulan. 4). Menyelesaikan soal-soal matematika dengan mengikuti argumen-argumen logis dan dapat menarik kesimpulan 2. Lembar Observasi

Lembar observasi digunakan sebagai pedoman untuk melihat aktivitas keterlaksanaan pembelajaran bagi guru dan mengetahui proses selama pembelajaran bagi siswa dengan menggunakan pendekatan Problem-Based Learning (PBL). Data


(30)

observasi diperoleh melalui pengisian lembar pedoman observasi dengan memberi tanda ceklis oleh observer.

3. Angket

Dalam penelitian ini angket digunakan untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Problem-Based Learning (PBL). Angket dibuat dalam skala likter, setiap siswa diminta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan memilih salah satu jawaban sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), sangat tidak setuju (STS) yanmg disediakan dengan cara memberi tanda ceklis.

4. Lembar Wawancara

Wawancara merupakan cara pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya ( Buchari, 2010 : 102 ) wawancara digunakan untuk mengetahui hal-hal dari responden secara lebih mendalam serta jumlah respondennya sedikit. Wawancara ini dilakukan pula dengan guru mengenai kegiatan pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan Problem-Based Learning (PBL). Pada tahap ini peneliti melakukan wawancara dengan guru yang mengajar matematika di kelas VI. Dengan adanya wawancara ini, peneliti mengetahui latar belakang pendidikan, pengalaman mengajar, metode-metode yang dilakukan saat mengajar matematika. Wawancara juga dilakukan dengan beberapa siswa kelas VI yang tujuannya untuk mengetahui minat mereka terhadap pelajaran matematika, cara guru mengajarkan matematika, dan sikap siswa dalam pelajaran matematika. Setelah proses perhitungan hasil uji coba instrumen dengan menggunakan software Anatest Versi 4 dalam penelitian ini ditapsirkan dan diinterpretasikan mengikuti interpretasi Arikunto (2008), yang dapat disajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 3.4

Interpretasi Koefisien Korelasi Relibialitas

Interval Reliabilitas


(31)

0,20 ≤ r ≤ 0,40 0,40 ≤ r ≤ 0,60 0,60 ≤ r ≤ 0,80 0,80 ≤ r ≤ 1,00

Rendah Sedang

Tinggi Sangat tingi 1. Tingkat Kesukaran

Tabel 3.5

Kriteria Indeks Kesukaran

Indeks Kesukaran Kategori Soal

0,00 – 0,30 0,31 – 0,70 0,71 – 1,00

Sukar Sedang mudah

2. Daya Pembeda

Tabel 3.6

Klasifikasi Daya Pembeda

Daya Pembeda Klasifikasi Sosial

0,00 - 0,20 0,21 - 0,40 0,41 - 0,70 0,71 - 1,00

Kurang baik Cukup

Baik Sangat baik

(Sumber : Arikunto, 2008) Rekapitulasi hasil pengolahan uji instrumen tes kemampuan penalaran induktif matematis dengan menggunakan Anates Versi 4 dapat disajikan sebagai berikut :

Tabel 3.7

Rekapitulasi Analisis Butir Soal Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan Penalaran Induktif Matematis


(32)

Rata-rata: 12,12 Reliabilitas Tes: 0,84 Butir soal: 7 Jumlah sabjek: 33 No

Soal

Validitas Tingkat Kesukaran

Daya Pembeda Keputusan

1 Valid Sedang Baik Dipakai

2 Valid Sedang Sangat Baik Dipakai

3 Valid Mudah Baik Dipakai

4 Valid Sedang Sangat Baik Dipakai

5 Valid Sedang Sangat Baik Dipakai

6 Valid Sedang Sangat Baik Dipakai

7 Valid Sedang Baik Dipakai

Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 3.7 , dari jumlah soal kemampuan penalaran induktif matematis sebanyak 7 soal, yang dipakai adalah semua soal. Pertimbangan dalam pemilihan soal tersebut didasarkan pada sub indikator kemampuan penalaran induktif matematis.

G. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang mendukung penelitian, maka peneliti meyusun dan menyiapkan empat teknik pengumpulan data untuk menjawab pertanyaan penelitian, sebagai berikut :

1) Tes

Dalam penelitian ini tes yang diberikan adalah tes intelegensi. Tes tersebut merupakan tes tertulis yang diberikan kepada siswa di kelas eksperimen dan siswa di kelas kontrol sebelum dan sesudah pelaksanaan proses pembelajaran matematika. Tujuan diberikannya tes sebelum pelaksanaan pembelajaran yaitu mengukur sejauh mana pengetahuan awal siswa mengenai konsep yang akan diajarkan. Sedangkan diberikannya tes sesudah pelaksanaan pembelajaran yaitu mengukur hasil belajar setelah mendapat materi pelajaran.


(33)

Obesrvasi digunakan sebagai teknik yang kedua dengan melakukan pengamatan terhadap perilku atau sikap manusia yaitu untuk melihat pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Sugiyono ( 2011 : 203 ) menyatakan bahwa observasi digunakan bila penelitian berkenaan dengan perilaku, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar. Menurut Buchari ( 2010 : 104 ) mengatakan bahwa observasi merupakan pengamatan secara langsung ke objek penelitian untuk melihat lebih dekat kegiatan yang dilakukan karena objek penelitian bersifat perilaku dan tindakan manusia, fenomena alam ( kejadian-kejadian yang ada di alam sekitar ), proses kerja dan penggunaan respondennya kecil maka observasi tepat digunakan sebagai alat ukurnya.

3) Angket

Angket ( Questionnaire ) adalah daftar pertanyaan yang diberikan kepada orang lain bersedia memberikan respons ( responden) sesuai dengan permintaan pengguna (Riduawan, 2003: 52-53). Angket yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan skala likert yang bertujuan untuk mengukur keterampilan sosial siswa.

4) Wawancara

Wawancara merupakan cara pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya ( Buchari, 2010 : 102 ) wawancara digunakan untuk mengetahui hal-hal dari responden secara lebih mendalam serta jumlah respondennya sedikit. Wawancara ini dilakukan pula dengan guru mengenai kegiatan pembelajaran matematika dengan metode-metode tertentu pada tahap ini peneliti melakukan wawancara dengan guru yang mengajar matematika di kelas VI. Dengan adanya wawancara ini, peneliti mengetahui latar belakang pendidikan, pengalaman mengajar, metode-metode yang dilakukan saat mengajar matematika. Wawancara juga dilakukan dengan beberapa siswa kelas VI yang tujuannya untuk mengetahui minat mereka terhadap pelajaran matematika, cara guru mengajarkan matematika, dan sikap siswa dalam pelajaran matematika.


(34)

H. Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil pengumpulan, selanjutnya data diolah dan dianalisis melalui tahapan sebagai berikut:

1. Pengolahan data hasil tes kemampuan penalaran induktif matematis. Pengelompokan siswa

Pengelompokan dilakukan untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan penalaran induktif matematis yang terjadi pada siswa berbeda menurut kategori yaitu: kelompok tinggi, sedang dan rendah. Pengelompokan ini dilakukan menurut kemampuan matematis siswa dari materi sebelumnya atau hasil rata-rata ujian blok siswa.

Untuk menentukan jumlah siswa yang berada pada masing-masing kelompok, maka digunakan pedoman Arikunto (2007:264) yang menggunakan rerata kelas dan simpangan baku:

1) Bila rerata nilai UTS siswa berada pada interval lebih dari atau sama dengan + S, maka siswa dikelompokan dalam kelompok atas.

2) Bila rerata nilai UTS siswa berada pada interval - S sampai + S maka siswa dikelompokan dalam kelompok sedang.

3) Bila rerata nilai UTS siswa berada pada interval kurang dari atau sama dengan - S maka siswa dikelompokan dalam kelompok bawah.

Analisis data dilakukan dalam rangka mengungkap pendekatan Problem-Based Learning terhadap peningkatan kemampuan penalaran induktif matematis yang dilakukan oleh siswa. Analisis data mengikuti cara Miles dan Huberman (Sugiyono, 2012) yaitu pengumpulan data, reduksi data, display data, dan verifikasi/menggambarkan data. Analisis data dilakukan secara manual dengan mengumpulkan semua data hasil observasi dan mengelompokkan berdasarkan cara


(35)

mengerjakan perkalian. Data hasil wawancara dan dokumen pun dikelompokkan berdasarkan cara mengerjakan soal penalaran induktif matematis. Langkah berikutnya adalah menyalin data tersebut dan menyimpulkan /menggambarkan.

Data hasil analisis berupa arah dan pola Problem-Based learning terhadap peningkatan penalaran induktif matematis tersebut kemudian dikaji hubungan antar kelompok, kemudian dikaji pula hubungan dengan literatur. Bahkan jika memungkinkan bisa menentukan pendekatan Problem-Based Learning bisa meningkatkan penalaran induktif matematis yang efektif untuk kompetensi berikutnya.

Adapun untuk pengolahan data hasil tes, diolah melalui tahapan berikut:

a. Memberikan skor jawaban siswa sesuai dengan kunci jawaban dan sistem penskoran yang digunakan.

b. Membuat tabel yang berisikan skor tes kemampuan penalaran induktif matematis siswa kelas eksperimen dan kelass kontrol.

c. Peningkatan kompotensi yang terjadi sebelum dan sesudah pembelajaran dihitung dengan rumus g faktor (N-Gain) dengan rumus:

=� −�−� (Hake dalam Meltzer, 2002)

Keterangan:

Spost = skor postes Spre = skor pretes Smaks = skor maksimal

Hasil perhitungan gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi dari Hake dalam Meltzer yaitu:

Tabel 3.8 Klasifikasi Gain


(36)

Besar Gain Interpretasi

G > 0,70 Tinggi

0,30 < g ≤ 0,70 Sedang

g ≤ 0,30 Rendah

d. Melakukan uji normalitas untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak dengan menggunakan uji normalitas distribusi data hasil kemampuan penalaran induktif matematis siswa dilakukan dengan persamaan (Sugiyono, 2011: 241)

( )2 = Σ −

Dimana fo : frekuensi observasi dan fe : frekuensi ekspektasi ( yang diharapkan ) Data dikatakan berdistribusi normal jika 2 ˂ 2

Sedangkan uji statistiknya menggunakan uji statistik Kolmogorov-Smirnov, dan perhitungannya menggunakan perangkat lunak SPSS-16 for window.

e. Melakukan uji homogenitas untuk mengetahui tingkat kehomogenan distribusi data tes atau untuk mengetahui beberapa varians sama atau tidak. Uji homogenitas distribusi data dengan menggunakan persamaan sebagi berikut (Sugiyono, 2011:276 )

F = �2

�2

Data dikatakan homogeny bila � ˂�

Dan perhitungannya dengan menggunakan uji statistik levene dengan bantuan perangkat lunak SPSS-16 for window.


(37)

Uji kesamaan rerata dipakai untuk membandingkan antara dua keadaan yaitu nilai rata-rata pretest siswa pada kelompok eksperimen dengan siswa pada kelompok kontrol. Dan menguji hipotesis perbedaan peningkatan penalaran induktif matematis di tiga kelompok siswa (kelompok tinggi, sedang, dan rendah) pada kelompok eksperimen dengan siswa pada kelompok kontrol dengan uji kesamaan rata-rata untuk g

Dengan asumsi kedua varians sama t = −

1

+1

dengan derajat kebebasan nx + ny – 2 sp = −1 2+ −1 ²

+ −2

dimana nx = besar sampel pertama ny = besar sampel kedua

Dengan asumsi kedua varians tidak sama besar t = −

²

+ ²

Selanjutnya pengolahan data dengan menggunakan program SPSS for Windows 16 sebelum uji hipotesis sebagaimana disebutkan di atas terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data homogenitas data. Uji normalitas data dimaksudkan untuk mengetahui distribusi atau sebaran skor data hasil belajar kognitif dan keterampilan sosial siswa pada kedua kelas penelitian. Dalam uji normalitas data menggunakan one sample kolmogorov- smirnov tes. Uji homogenitas data dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya kesamaan varians pada kedua kelas. Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan One Way Anova. Kemudian dilakukan uji –t . uji kesamaan dua rerata ( Uji –t ). Dipakai untuk membandingkan perbedaan dua rerata. Apabila bila data tidak berdistribusi normal maka diuji non parametrik yaitu menggunakan uji Mann Whitney atau Wilcoxon ( Russefendi, 1998 : 398 ).


(38)

2. Pengolahan Data Kualitatif a. Angket skala sikap siswa

Angket diolah dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Presentase alternatif jawaban = X 100%

Teknik yang digunakan untuk penyekoran angket menurut Suherman (2003: 190) sebagai berikut:

1) Untuk pernyataan yang positif (favorable), jawaban: SS diberi skor 4, S diberi skor 3, TS diberi skor 2, dan STS diberi skor 1.

2) Untuk pernyataan yang negatif (unfavorable), jawaban: SS diberi skor 1, S diberi skor 2, TS diberi skor 3, dan STS diberi skor 4.

Data angket yan diperoleh, dihitung dan ditabulasi yang selanjutnya diinterpretasikan ke dalam kalimat berdasarkan jumlah persentase jawaban sangat setuju (SS + S). Menurut Hendro (Maulana, 2002: 23), klasifikasi interpretasi perhitungan persentase setiap katagori seperti terlihat pada tabel berikut:

Tabel 3.9

Klasifikasi Interpretasi Persentase Angket

Besar Presentase Interpretasi

0 % Tidak ada

1 % - 25 % Sebagian kecil

26 % - 49 % Hampir setengahnya

50 % Setengahnya

51 % - 75 % Sebagian besar

76 % - 75 % Pada umumnya


(39)

b. Menganalisis data hasil observasi

Menganalisis data hasil observasi dilakukan dengan mengelompokan pernyataan positif (jawaban ya) dan pernyataan negatif (jawaban tidak). Kemudian menghitung persentasenya dengan rumus:

P = X 100% Keterangan: P = presentase jawaban F = jumlah jenis komentar N = jumlah pernyataan c. Menganalisis hasil wawancara

Data yang telah terkumpul dari hasil wawancara ditulis dan diringkas berdasarkan permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian ini. Data ini dapat memperkuat hasil temuan dari hasil pengolahan nilai tes dan angket siswa dengan cara mencocokan data hasil tes, angket dan hasil wawancara.


(40)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data penelitian yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Peningkatan kemampuan penalaran induktif matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan pendekatan problem-based learning lebih baik bila dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran biasa. Persentase siswa yang tuntas belajar dengan menggunakan pendekatan problem-based learning lebih tinggi dari siswa yang pembelajarannya secara konvensional.

2.Peningkatan kemampuan penalaran induktif matematis siswa yang menggunakan pendekatan problem-based learning secara signifikan lebih baik dari pada kemampuan penalaran induktif matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Pada pembelajaran berbasis masalah, peningkatan kemampuan penalaran induktif matematis pada siswa kelompok eksperimen lebih tinggi daripada peningkatan kemampuan penalaran induktif matematis siswa kelompok konntrol.

3.Peningkatan kemampuan penalaran induktif matematis siswa yang menggunakan pendekatan problem-based learning secara signifikan lebih baik menunjukan perbedaan diantara siswa pada kelompok atas, sedang, dan bawah. Peningkatan yang paling tinggi diperoleh siswa pada kelompok atas dan paling rendah siswa pada kelompok bawah.

4. Sikap siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan Pendekatan problem-based learning/ pembelajaran berbasis masalah menunjukan respon yang positif. Dengan kata lain, pembelajaran dengan menggunakan pendekatan problem-based learning dapat meningkatkan sikap positif terhadap matematika. Secara lebih spesifik, dan secara umum memberikan dampak


(41)

positif terhadap pembentukan sikap positif siswa terhadap pembelajaran matematika.

B. Saran

Ada beberapa rekomendasi yang penulis kemukakan sehubungan dengan penelitian ini:

1. Penggunaan pendekatan Problem-Based Learning dalam pembelajaran matematika dapat disajikan sebagai alternatif pembelajaran yang efektif dalam upaya meningkatkan kemampuan penalaran induktif matematis siswa. Dengan menggunakan pendekatan Problem-Based Learning kemampuan penalaran induktif matematis siswa dapat meningkat dengan baik dibandingkan dengan menggunakan pembelajaran konvensional. Namun agar dapat mencapai hasil yang optimal maka persiapan guru memegang peranan yang sangat penting, mulai dari persiapan membuat lembar kerja siswa, memilih dan menemukan masalah sampai kepada pelaksanaan dalam kelas.

2. Oleh karena masalah menjadi titik tolak pembelajaran dalam kelas untuk kemudian dicari penyelesaiannya oleh siswa, maka disarankan agar guru dapat mengkonstruksi dan memilih masalah yang relevan; dengan dengan keseharian siswa, menantang dan bersifat non rutin.

3. Dalam mengimplementasikan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Problem-Based Learning/ pembelajaran berbasis masalah, hal-hal penting yang perlu diperhatikan guru adalah: (1) guru harus kreatif dan cermat dalam memilih masalah yang cocok untuk mempresentasikan sebuah konsep; (2) guru seyogyanya memberikan arahan dan pertanyaan yang tepat untuk membimbing siswanya memberikan petunjuk yang tepat yang merepresentasikan penguasaan konsepnya; (3) bantuan yang diberikan guru hendaknya seminimal mungkin dan tidak perlu terburu-buru diberikan agar perkembangan kecakapan potensial siswa dapat berkembang lebih optimal.

4. Kemungkinan adanya kendala-kendala pelaksanaan pembelajaran berbasis masalah pada awal pelajaran perlu diantisipasi oleh guru. Siswa tidak terbiasa belajar mandiri, memecahkan masalah, dan berdiskusi bisa menjadi hambatan


(42)

dalam keberhasilan proses pembelajaran. Selain itu pengetahuan awal siswa twrhadap materi prasyarat memiliki perang yang besar terhadap kemampuan siswa dalam menguasai konsep, untuk itu sebelum konsep baru disajikan hendaknya terlebih dahulu dilakukan penguatan konsep prasyarat siswa melalui teknik scaffolding yang dapat membantu siswa memperjelas pemikirannya. Oleh karena itu, disarankan agar guru membantu siswa mengatasi masalah menggunakan teknik scaffolding. Namun intervensi yang diberikan guru bukan dalam bentuk akhir melainkan petunjuk-petunjuk yang menghubungkan pengetahuan awal siswa dengan masalah yang dihadapi sehingga menemukan penyelesaiannya. Kendala yang lainnya yaitu memerlukan waktu yang cukup, oleh karena itu guru hendaklah bisa mengefektifkan waktu yang maksimal. 5. Perlu dilakukan penelitian lanjutan bagaimana membantu siswa yang termasuk

slow learner, sehingga perbedaan peningkatan kemampuan penalaran induktif matematis diantara ketiga kelompok siswa tidak terlalu jauh sehubungan dengan penggunaan pendekatan pembelajaran berbasis masalah dalam penelitian ini, kemampuan matematik yang dikembangkan menggunakan pendekatan pembelajaran berbasis masalah adalah kemampuan penalaran induktif matematis, maka hendaknya ada peneliti lain yang mencoba menerapkan pembelajaran tersebut dalam upaya meningkatkan kemampuan matematik lainnya, misalnya kemampuan berfikir kritis dan kreatif.

6. Subyek yang diteliti dalam penelitian ini adalah siswa kelas VI Sekolah Dasar, sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan yang sama, tetapi pada tingkat yang berbeda, misalnya di tingkat Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas.


(43)

DAFTAR PUSTAKA

Akdon, H. (2008). Aplikasi Statistika dan Metode Penelitian Untuk Administrasi dan Managemen. Bandung: Dewa Ruchi.

Alamsyah, (2000). Suatu Pembelajaran Untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Analogi Matematika. Tesis PPs UPI. Bandung: tidak diterbitkan. Arikunto, S.(2007). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara. BNSP. (2006). Draf Pasal Kurikulum Satuan Tingkat Pendidikan Untuk

Kompetensi Mata Pelajaran Matematik Sekolah Menengah Perttama dan BSNP (2006). Jakarta: Depdiknas.

Dahar,R.W. (1989). Teori-teori Belajar. Jakarta: Airlangga. Dahar,R.W. (1998). Teori-teori Belajar. Jakarta: Airlangga.

Dahlan, J . A. (2004). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman. Matematik Siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Melalui Pendekatan Open-Ended. Disertasi pada PPs UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan

Dasari. D. (2003). Pengembangan Model Pembelajaran Dengan Pendekatan Berbasis Masalah Sebagai Upaya Menumbuhkembangkan Kemampuan Matematika Tingkat Tinggi Dalam Implementasi Kurikulum SLTP Berbasis Kompetensi. Proposal Hibah Panduan.

Depdiknas. (2000). Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Matematika. Jakarta.

Depdiknas, Pusat Kurikulum, Balitbang. (2002). Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Matematika. Jakarta

Fogarty, R. (1997). Problem-Based Learning and Other Curricullum Models For the Multiple Intellegences Classroom. Arlinton Heights, Illionis: Sky Light. Herman, T. (2006). Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan

Kemampuan Berfikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa Sekolah Menengah Pertama. Disertasi pada PPs UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan.

Hulu. (2009). Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa. Tesis UPI Bandung. Tidak Diterbitkan.


(44)

Ibrahim, M & Mohamad N (2000). Pengajaran Berdasarkan Masalah, Surabaya: Pusat Sains dan Matematika Sekolah, Program Pasca Sarjana Unesa, Unipersity Press.

Jacob, C. (2000). Matematika Sebagai Penalaran, Suatu Upaya Meningkatkan Kreativitas Berfikir. Makalah Disajikan pada Seminar Nasional Peningkatan Kualitas Pendidikan Matematika Pada Pendidikan Dasar Jurusan Matematika FPMIPA Universitas Negeri Malang: 18 November 2000. Juandi. (2006). Meningkatkan Daya Matematik Mahasiswa Calon Guru

Matematik Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Desertasi pada PPs UPI. Bandung: Tidak diterbitkan

Kanbolah. K. (1998). Penelitian Tindakan Kelas. Malang: Depdikbud.

Maulana. (2007). Alternatif Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Metakognitif untuk Meningkatkan Kemampuan Berfikit Kritis Mahasiswa PGSD. Tesis SPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Meltzer, D.E. (2002). Addendumto: The Relationship Between Matematics Preparetion and Conceptual Learning Gain in Physics: A Posibble “Hidden

Variable” in Diagnostics Pretes Score. (Online). Tersedia:

http://www.physics.iastate.edu/per.docs/sddendum_on_normalilizet_gain. (9 oktobern2006)

Mulyasa. E. (2011). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Satuan Panduan Praktis. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Musbeh, Masnur. (2007). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Bumi Aksara.

NCTM. (1989). Assesment StandarsnFor School Matematichs America The Nanon Counsil Of The Teacher Of Matematich. Inc.

NCTM. (2000). Princip And Standars For School Matematics. Reston: Virginia. Priatna, N. (2003). Kemampuan Penalaran Matematika Siswa Kelas 3 Sekolah

Lanjutan Tingkat Pertama Negeri di Kota Bandung. Disertasi pada PPs UPI. Bandung: Tidak dipublikasikan.

Rusefendi, E.T. (1989). Dasar-dasar Matematika Modern dan Komputer untuk Guru. Bandung: Tarsito.


(45)

Rusefendi, E.T. (1991). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya Dalam Mengajar Matematika Untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Rusman. (2011). Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesional Guru. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sugiyono, (2012). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta.

Slavin. R.E. (1994). Educaton Psycology Theory Duo Prances. Edisi 4: Alan dan Braccon: Bosco.

Soekadijo, G, R. (1999). Logika Dasar Tradisional, Simbolik, dan Induktif. Jakarta: Gramedia.

Suhendi, (2006). Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMA Melalui Problem-Center Learning. Tesis pada PPS UPI. Bandung: Tidak dipublikasikan.

Suriasumantri, J. S. (1998). Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Sinar Harapan

Sukasno. (2002). Model Pemecahan Masalah Dalam Pembelajaran Geometri. Tesis pada PPs UPI. Bandung: Tidak dipublikasikan.

Sumarmo, U. (1987). Kemampuan dan Penalaran Matematika Siswa SMA Dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Beberapa unsur Proses Belajar Mengajar. Desertasi pada PPs UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.

Suryadi, D. (2005). Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsung Serta Pendekatan - Pendekatan Gabungan Langsung dan Tidak Langsung Dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Berfikir Tingkat Tinggi Siswa SLTP. Disertasi pada PPs UPI. Bandung: tidak dipublikasikan.

Suryadi. (2012). Membangun Budaya Baru dalam Berfikir Matematis. Rizqi Press.

Susilowati, W. (2004). Penerapan Problem-Based Learning Dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Pengajaran dan Pemecahan Masalah


(46)

Matematika Siswa SLTP Negeri di Kota Bandung. Tesis pada PPS UPI. Bandung: Tidak dipublikasikan.


(1)

positif terhadap pembentukan sikap positif siswa terhadap pembelajaran matematika.

B. Saran

Ada beberapa rekomendasi yang penulis kemukakan sehubungan dengan penelitian ini:

1. Penggunaan pendekatan Problem-Based Learning dalam pembelajaran matematika dapat disajikan sebagai alternatif pembelajaran yang efektif dalam upaya meningkatkan kemampuan penalaran induktif matematis siswa. Dengan menggunakan pendekatan Problem-Based Learning kemampuan penalaran induktif matematis siswa dapat meningkat dengan baik dibandingkan dengan menggunakan pembelajaran konvensional. Namun agar dapat mencapai hasil yang optimal maka persiapan guru memegang peranan yang sangat penting, mulai dari persiapan membuat lembar kerja siswa, memilih dan menemukan masalah sampai kepada pelaksanaan dalam kelas.

2. Oleh karena masalah menjadi titik tolak pembelajaran dalam kelas untuk kemudian dicari penyelesaiannya oleh siswa, maka disarankan agar guru dapat mengkonstruksi dan memilih masalah yang relevan; dengan dengan keseharian siswa, menantang dan bersifat non rutin.

3. Dalam mengimplementasikan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Problem-Based Learning/ pembelajaran berbasis masalah, hal-hal penting yang perlu diperhatikan guru adalah: (1) guru harus kreatif dan cermat dalam memilih masalah yang cocok untuk mempresentasikan sebuah konsep; (2) guru seyogyanya memberikan arahan dan pertanyaan yang tepat untuk membimbing siswanya memberikan petunjuk yang tepat yang merepresentasikan penguasaan konsepnya; (3) bantuan yang diberikan guru hendaknya seminimal mungkin dan tidak perlu terburu-buru diberikan agar perkembangan kecakapan potensial siswa dapat berkembang lebih optimal.

4. Kemungkinan adanya kendala-kendala pelaksanaan pembelajaran berbasis masalah pada awal pelajaran perlu diantisipasi oleh guru. Siswa tidak terbiasa


(2)

78

Marwan, 2014

Induktif Matematis Dengan Menggunakan Pendekatan Problem-Based Learning Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dalam keberhasilan proses pembelajaran. Selain itu pengetahuan awal siswa twrhadap materi prasyarat memiliki perang yang besar terhadap kemampuan siswa dalam menguasai konsep, untuk itu sebelum konsep baru disajikan hendaknya terlebih dahulu dilakukan penguatan konsep prasyarat siswa melalui teknik scaffolding yang dapat membantu siswa memperjelas pemikirannya. Oleh karena itu, disarankan agar guru membantu siswa mengatasi masalah menggunakan teknik scaffolding. Namun intervensi yang diberikan guru bukan dalam bentuk akhir melainkan petunjuk-petunjuk yang menghubungkan pengetahuan awal siswa dengan masalah yang dihadapi sehingga menemukan penyelesaiannya. Kendala yang lainnya yaitu memerlukan waktu yang cukup, oleh karena itu guru hendaklah bisa mengefektifkan waktu yang maksimal. 5. Perlu dilakukan penelitian lanjutan bagaimana membantu siswa yang termasuk

slow learner, sehingga perbedaan peningkatan kemampuan penalaran induktif matematis diantara ketiga kelompok siswa tidak terlalu jauh sehubungan dengan penggunaan pendekatan pembelajaran berbasis masalah dalam penelitian ini, kemampuan matematik yang dikembangkan menggunakan pendekatan pembelajaran berbasis masalah adalah kemampuan penalaran induktif matematis, maka hendaknya ada peneliti lain yang mencoba menerapkan pembelajaran tersebut dalam upaya meningkatkan kemampuan matematik lainnya, misalnya kemampuan berfikir kritis dan kreatif.

6. Subyek yang diteliti dalam penelitian ini adalah siswa kelas VI Sekolah Dasar, sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan yang sama, tetapi pada tingkat yang berbeda, misalnya di tingkat Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Akdon, H. (2008). Aplikasi Statistika dan Metode Penelitian Untuk Administrasi dan Managemen. Bandung: Dewa Ruchi.

Alamsyah, (2000). Suatu Pembelajaran Untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Analogi Matematika. Tesis PPs UPI. Bandung: tidak diterbitkan. Arikunto, S.(2007). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara. BNSP. (2006). Draf Pasal Kurikulum Satuan Tingkat Pendidikan Untuk

Kompetensi Mata Pelajaran Matematik Sekolah Menengah Perttama dan BSNP (2006). Jakarta: Depdiknas.

Dahar,R.W. (1989). Teori-teori Belajar. Jakarta: Airlangga. Dahar,R.W. (1998). Teori-teori Belajar. Jakarta: Airlangga.

Dahlan, J . A. (2004). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman. Matematik Siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Melalui Pendekatan Open-Ended. Disertasi pada PPs UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan

Dasari. D. (2003). Pengembangan Model Pembelajaran Dengan Pendekatan Berbasis Masalah Sebagai Upaya Menumbuhkembangkan Kemampuan Matematika Tingkat Tinggi Dalam Implementasi Kurikulum SLTP Berbasis Kompetensi. Proposal Hibah Panduan.

Depdiknas. (2000). Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Matematika. Jakarta.

Depdiknas, Pusat Kurikulum, Balitbang. (2002). Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Matematika. Jakarta

Fogarty, R. (1997). Problem-Based Learning and Other Curricullum Models For the Multiple Intellegences Classroom. Arlinton Heights, Illionis: Sky Light. Herman, T. (2006). Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan

Kemampuan Berfikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa Sekolah Menengah Pertama. Disertasi pada PPs UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan.

Hulu. (2009). Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa. Tesis UPI Bandung. Tidak Diterbitkan.


(4)

80

Marwan, 2014

Induktif Matematis Dengan Menggunakan Pendekatan Problem-Based Learning Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Ibrahim, M & Mohamad N (2000). Pengajaran Berdasarkan Masalah, Surabaya: Pusat Sains dan Matematika Sekolah, Program Pasca Sarjana Unesa, Unipersity Press.

Jacob, C. (2000). Matematika Sebagai Penalaran, Suatu Upaya Meningkatkan Kreativitas Berfikir. Makalah Disajikan pada Seminar Nasional Peningkatan Kualitas Pendidikan Matematika Pada Pendidikan Dasar Jurusan Matematika FPMIPA Universitas Negeri Malang: 18 November 2000. Juandi. (2006). Meningkatkan Daya Matematik Mahasiswa Calon Guru

Matematik Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Desertasi pada PPs UPI. Bandung: Tidak diterbitkan

Kanbolah. K. (1998). Penelitian Tindakan Kelas. Malang: Depdikbud.

Maulana. (2007). Alternatif Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Metakognitif untuk Meningkatkan Kemampuan Berfikit Kritis Mahasiswa PGSD. Tesis SPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Meltzer, D.E. (2002). Addendumto: The Relationship Between Matematics Preparetion and Conceptual Learning Gain in Physics: A Posibble “Hidden

Variable” in Diagnostics Pretes Score. (Online). Tersedia: http://www.physics.iastate.edu/per.docs/sddendum_on_normalilizet_gain. (9 oktobern2006)

Mulyasa. E. (2011). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Satuan Panduan Praktis. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Musbeh, Masnur. (2007). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Bumi Aksara.

NCTM. (1989). Assesment StandarsnFor School Matematichs America The Nanon Counsil Of The Teacher Of Matematich. Inc.

NCTM. (2000). Princip And Standars For School Matematics. Reston: Virginia. Priatna, N. (2003). Kemampuan Penalaran Matematika Siswa Kelas 3 Sekolah

Lanjutan Tingkat Pertama Negeri di Kota Bandung. Disertasi pada PPs UPI. Bandung: Tidak dipublikasikan.

Rusefendi, E.T. (1989). Dasar-dasar Matematika Modern dan Komputer untuk Guru. Bandung: Tarsito.


(5)

Rusefendi, E.T. (1991). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya Dalam Mengajar Matematika Untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Rusman. (2011). Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesional Guru. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sugiyono, (2012). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta.

Slavin. R.E. (1994). Educaton Psycology Theory Duo Prances. Edisi 4: Alan dan Braccon: Bosco.

Soekadijo, G, R. (1999). Logika Dasar Tradisional, Simbolik, dan Induktif. Jakarta: Gramedia.

Suhendi, (2006). Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMA Melalui Problem-Center Learning. Tesis pada PPS UPI. Bandung: Tidak dipublikasikan.

Suriasumantri, J. S. (1998). Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Sinar Harapan

Sukasno. (2002). Model Pemecahan Masalah Dalam Pembelajaran Geometri. Tesis pada PPs UPI. Bandung: Tidak dipublikasikan.

Sumarmo, U. (1987). Kemampuan dan Penalaran Matematika Siswa SMA Dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Beberapa unsur Proses Belajar Mengajar. Desertasi pada PPs UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.

Suryadi, D. (2005). Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsung Serta Pendekatan - Pendekatan Gabungan Langsung dan Tidak Langsung Dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Berfikir Tingkat Tinggi Siswa SLTP. Disertasi pada PPs UPI. Bandung: tidak dipublikasikan.

Suryadi. (2012). Membangun Budaya Baru dalam Berfikir Matematis. Rizqi Press.

Susilowati, W. (2004). Penerapan Problem-Based Learning Dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Pengajaran dan Pemecahan Masalah


(6)

82

Marwan, 2014

Induktif Matematis Dengan Menggunakan Pendekatan Problem-Based Learning Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Matematika Siswa SLTP Negeri di Kota Bandung. Tesis pada PPS UPI. Bandung: Tidak dipublikasikan.


Dokumen yang terkait

Pengaruh metode penemuan terbimbing (guided discovery) terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis siswa : penelitian quasi eksperimen terhadap siswa Kelas VIII SMPI Ruhama.

2 21 217

Pengaruh model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) terhadap kemampuan penalaran adaptif matematis siswa eksperimen di salah satu SMP Negeri di Depok

9 47 208

Pengaruh strategi heuristik vee terhadap kemampuan penalaran induktif matematis siswa : Penelitian quasi eksperimen di kelas viii MTS Daarul Hikmah, Pamulang Barat

5 38 219

“Pengaruh Pendekatan Problem Solving Terhadap Kemampuan Representasi Matematis Siswa”,

1 16 193

PENGARUH PENDEKATAN PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS DALAM KONSEP BANGUN RUANG PADA SISWA SEKOLAH DASAR: Studi Kuasi Eksperimen di Kelas IV SDN 2 Kota Serang Kecamatan Serang.

1 3 49

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN DENGAN MENGGUNAKAN STRATEGI QUESTION ANSWER RELATIONSHIPS (QAR) PADA SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR : Penelitian Tindakan Kelas di SD Negeri Cipetir 01 Kecamatan Haurwangi Kabupaten Cianjur.

0 0 13

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA SD MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BRAIN BASED LEARNING (BBL) : Eksperimen Kuasi pada Siswa Kelas V dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Kecamatan Haurwangi Kabupaten Cianjur

1 5 52

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA MELALUI PROBLEM BASED LEARNING DI SEKOLAH DASAR : Studi Kuasi Eksperimen di Kelas IV SDN Sukakarya Kota Bandung.

0 3 38

PENGARUH MODEL POE (PREDICT OBSERVE EXPLAIN) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA MATERI GAYA (Penelitian Kuasi Eksperimen di Kelas IV SDN Karangsari Kecamatan Haurwangi Kabupaten Cianjur).

0 2 31

INDUKTIF MATEMATIS DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN PROBLEM-BASED LEARNING : Studi Eksperimen Kuasi Terhadap Siswa Kelas VI SDN Cipetir 01 Kecamatan Haurwangi Kab. Cianjur - repository UPI T PD 1204726 Title

0 0 3