PEMBELAJARAN PADA ANAK BERKESULITAN BELAJAR MEMBACA MENULIS DI KELAS III B SD NEGERI GIWANGAN.

(1)

PEMBELAJARAN PADA ANAK BERKESULITAN BELAJAR MEMBACA MENULIS DI KELAS III B SD NEGERI GIWANGAN

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Arih Afra Inayah NIM.1110841002

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya: Nama : Arih Afra Inayah NIM : 11108241002

Program Studi : Pendidikan Guru Sekolah Dasar Jurusan : Pendidikan Sekolah Dasar

Fakultas : Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta Judul Penelitian : Pembelajaran pada Anak Berkesulitan

BelajariMembaca Menulis di Kelas III B SD Negeri Giwangan

menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil pekerjaan saya sendiri. Sepanjang pengetahuan saya, karya ilmiah ini tidak berisi materi yang ditulis oleh orang lain, kecuali bagian-bagian tertentu yang saya ambil sebagai acuan dengan mengikuti tata cara dan etika penulisan karya ilmiah yang lazim.

Apabila ternyata terbukti bahwa pernyataan ini tidak benar, sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya.

Yogyakarta, Desember 2015 Penulis,

Arih Afra Inayah NIM 11108241002


(4)

PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul “PEMBELAJARAN PADA ANAK BERKESULITAN BELAJAR MEMBACA MENULIS DI KELAS III B SD NEGERI GIWANGAN” yang disusun oleh Arih Afra Inayah, NIM 11108241002 ini telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 28 Desember 2015 dan dinyatakan lulus.

DEWAN PENGUJI

Nama Jabatan Tanda Tangan Tanggal

Drs. Dwi Yunairifi, M. Si Ketua Penguji ... ...

H. B. Sumardi, M. Pd Sekretaris Penguji ... ...

Prof. Dr. Suparno, M. Pd Penguji Utama ... ...

Banu Setyo Adi, M. Pd Penguji Pendamping ... ...

Yogyakarta,

Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta

Dekan,

Dr. Haryanto, M. Pd

NIP 19600902 198702 1 001


(5)

MOTTO

Pendidikan merupakan paling baik untuk hari tua. (Aristoteles)

Hanya kebodohan yang meremehkan pendidikan. (P.Syrus)

Bekerja Cerdas, Berlaku Ikhlas, Semangat tanpa Batas (Penulis)


(6)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk: 1. Allah S.W.T

2. Bangsa dan negara


(7)

PEMBELAJARAN PADA ANAK BERKESULITAN BELAJAR MEMBACA MENULIS DI KELAS III B SD NEGERI GIWANGAN

oleh

Arih Afra Inayah NIM 11108241002

ABSTRAK

Keterampilan berbahasa berupa keterampilan membaca dan menulis merupakan keterampilan yang penting dimiliki oleh seorang anak. Oleh sebab itu membaca dan menulis merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa yang diajarkan di sekolah dasar dengan tujuan agar siswa dapat mengerti maksud yang terkadung dalam bacaan sehingga dapat memahami isi bacaan dengan baik dan benar. Tanpa memiliki keterampilan membaca dan menulis, seorang anak akan mengalami kesulitan belajar di kemudian hari karena keterampilan membaca dan menulis tidak hanya diajarkan di pengajaran berbahasa itu sendiri namun juga di mata pelajaran lain. Hal ini yang menjadi latar belakang peneliti untuk melakukan penelitian pembelajaran pada anak berkesulitan belajar membaca menulis di SD Negeri Giwangan.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas III B SD Negeri Giwangan berinisial MPD. Objek penelitian ini adalah pembelajaran membaca dan menulis. Analisis data melalui reduksi data, display, dan kesimpulan. Uji keabsahan data menggunakan uji credibility dengan triangulasi, diskusi dengan teman sejawat dan uji dependability dengan melakukan proses bimbingan kepada dosen.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran yang dilaksanakan oleh anak berkesulitan belajar membaca menulis memenuhi karakteristik pembelajaran. Terdapat metode pembelajaran, tujuan pembelajaran, media pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran yang dilakukan selama pembelajaran. Walaupun dari segi materi, tujuan, metode, media dan evaluasi pembelajaran telah dilakukan oleh guru kelas maupun guru mata pelajaran namun belum khusus untuk anak berkesulitan belajar membaca menulis karena disamakan dengan siswa reguler di kelas. Pemahaman guru kelas dan guru mata pelajaran mengenai anak berkesulitan belajar membaca menulis belum mendalam. Hal ini berdampak pada pemenuhan kebutuhan anak dan pendampingan serta bimbingan yang diberikan kepada anak berkesulitan belajar membaca menulis selama pembelajaran berlangsung. Komunikasi mengenai perkembangan anak berkesulitan belajar membaca menulis antara guru pendidikan khusus dengan orang tua sudah berjalan namun antara guru pendidikan khusus dengan guru kelas belum berjalan maksimal sehingga pendampingan menjadi kurang optimal.

kata kunci: pembelajaran membaca menulis, anak berkesulitan belajar membaca menulis


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas ke hadirat Allah S.W.T lagi Maha Penyayang. Berkat rahmat, hidayah, dan inayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi yang berjudul “Pembelajaran pada Anak Berkesulitan Belajar Membaca Menulis di Kelas III B SD Negeri Giwangan” untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar sarjana pendidikan.

Penulisan skripsi ini dapat selesai karena bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, terima kasih disampaikan kepada pihak-pihak berikut ini :

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan menempuh studi di PGSD FIP Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Dekan, Wakil Dekan I, Wakil Dekan II dan Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta.

3. Ketua Jurusan Pendidikan Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memfasilitasi dalam perizinan skripsi ini.

4. Bapak Drs. Dwi Yunairifi, M. Si. sebagai Dosen Pembimbing Skripsi 1 yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan dorongan dengan penuh kesabaran dan kebijaksanaan di sela-sela kesibukannya.

5. Bapak Banu Setyo Adi, M. Pd. Sebagai Dosen Pembimbing Skripsi 2 yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan dorongan dengan penuh kesabaran dan kebijaksanaan di sela-sela kesibukannya. 6. Ibu Siyam Mardini, M. Pd. selaku Kepala Sekolah SD Negeri

Giwangan, yang telah memberikan izin penelitian.

7. Ibu Indra, S. Pd. selaku guru pendamping khusus SD Negeri Giwangan.


(9)

9. Ibu Siti Zukriyah, S. Pd. selaku wali kelas II A SD Negeri Giwangan.

10.Bapak ibu guru SD Negeri Giwangan yang telah membantu dan mengarahkan selama proses penelitian.

11.Siswa SD Negeri Giwangan khususnya kelas III B, terima kasih atas kerjasamanya selama penelitian.

12.Sahabat perjuangan #13 Militansi BEM REMA UNY 2015, Kawan-kawan Kabinet Bangkit Bersama BEM REMA UNY 2015, Kementerian PSDM BEM REMA UNY 2015, Kabinet Muda Menginspirasi BEM FIP UNY 2014, HIMA PGSD Kampus III FIP UNY 2013, KMIP Kampus III FIP UNY 2013.

13.Musyrifah dan Santri Pondok Pesantren Mahasiswi Rabingah Prawoto Angkatan ke- VI, Radhiyah Mardhiyah Hamid, Dian Ambarwati, Arsya Dwi Tarana, Adab Inayah, Annis Naimmatun dan kawan – kawan lain . Terima kasih telah memberikan kesempatan untuk berperan dalam sebuah panggung pertunjukan.

14.Semua saudara dan sahabat yang tidak dapat disebutkan satu demi satu. Terima kasih telah memberikan bantuan, motivasi, dan dukungan, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan baik.

Yogyakarta, Desember 2015 Penulis,

Arih Afra Inayah NIM 11108241002


(10)

DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... ... 8

C. Fokus Penelitian ... 9

D. Rumusan Masalah ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 10

F. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II KAJIAN TEORI ... 11

A. Deskripsi Teori ... 11

1. Membaca ... 11

2. Menulis ... 12


(11)

B. Indikator Pembelajaran Membaca Menulis pada anak SD Kelas Rendah 32

1. Indikator Pembelajaran Membaca ... 32

2. Indikator Pembelajaran Menulis ... 35

C. Pertanyaan Penelitian ... 38

BAB III METODE PENELITIAN ... 39

A. Jenis Penelitian ... 39

B. Subjek Penelitian ... 40

C. Tempat Penelitian ... ... ... 40

D. Teknik Pengumpulan Data ... 40

1. Observasi ... 41

2. Interview/ wawancara ... 41

3. Dokumentasi ... 42

E. Pengembangan Instrumen ... 42

1. Pedoman Observasi ... 42

2. Pedoman Wawancara ... 46

3. Dokumentasi ... 48

F. Teknik Analisis Data... 49

1. Data Reduction (Reduksi Data) ... 50

2. Data Display (Penyajian Data) ... 51

3. Conclusion Drawing/ verivication ... 51

G. Keabsahan Data ... 51

1. Uji Credibility ... 52

2. Uji Dependability ... 53

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 54

A. Hasil Penelitian ... 54

1. Deskripsi Anak Berkesulitan Belajar Membaca Menulis ... 54

2. Pelaksanaan Pembelajaran Menulis pada Anak Berkesulitan Belajar Membaca Menulis ... 56


(12)

B. Pembahasan ... 58

1. Pelaksanaan Pembelajaran Membaca pada Anak Berkesulitan Belajar Membaca Menulis ... 58

C. Keterbatasan Penelitian ... 61

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 62

A. Kesimpulan ... 62

B. Saran... ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 65


(13)

DAFTAR TABEL

hal Tabel 1 : Instrumen Informal Kemampuan Menulis Anak ... 32 Tabel 2 : Kisi-kisi Pedoman Observasi Pembelajaran Membaca

Menulis pada Anak Berkesulitan Belajar Membaca Menulis terhadap Guru Kelas, Guru Pendidikan Khusus

dan Guru Mata Pelajaran ... 43 Tabel 3 : Kisi-kisi Pedoman Observasi Pembelajaran Membaca

Menulis pada Anak Berkesulitan Belajar Membaca Menulis terhadap Anak Berkesulitan Belajar Membaca

Menulis ... 44 Tabel 4 : Kisi-kisi Pedoman Wawancara Pembelajaran Membaca

Menulis pada Anak Berkesulitan Belajar Membaca Menulis terhadap Guru Kelas, Guru Pendidikan Khusus

dan Guru Mata Pelajaran ... 47 Tabel 5 : Kisi-kisi Pedoman Wawancara Pembelajaran Membaca

Menulis pada Anak Berkesulitan Belajar Membaca Menulis terhadap Anak Berkesulitan Belajar Membaca


(14)

DAFTAR GAMBAR

hal

Gambar 1 : Komponen Dalam Analisis Data ... 50

Gambar 2 : MPD mengerjakan tugas SBK ... 198

Gambar 3 : MPD MPD mengerjakan tugas untuk membaca cerita ... 198

Gambar 4 : MPD sedang mendengarkan penjelasan guru Penjaskes ... 198

Gambar 5 : MPD ketika di dalam kelas ... 198

Gambar 6 : MPD ketika membantu teman menggunting kain ... 199

Gambar 7 : MPD ketika pelajaran komputer ... 199

Gambar 8 : Hasil tulisan MPD ... 199

Gambar 9 : Hasil tulisan MPD ... 199

Gambar 10 : Hasil tulisan MPD ... 200

Gambar 11 : Hasil tulisan MPD ... 200


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1 : Kisi-kisi Instrumen ... ... 70

Lampiran 2 : Surat Permohonan Expert Judgement ... 78

Lampiran 3 : Surat Pertanyaan Validator Instrumen ... 79

Lampiran 4 : Surat Permohonan Izin Penelitian ... 80

Lampiran 5 : Surat Izin Penelitian ... 81

Lampiran 6 : Surat Keterangan Pelaksanaan Penelitian ... 82

Lampiran 7 : Pedoman Observasi Guru Kelas/ Guru mata pelajaran/ Guru Pendidikan Khusus ... 83

Lampiran 8 : Pedoman Observasi Anak Berkesulitan Belajar Membaca Menulis ... 84

Lampiran 9 : Pedoman Wawancara Guru Kelas/ Guru mata pelajaran/ Guru Pendidikan Khusus ... 85

Lampiran 10 : Pedoman Wawancara Anak Berkesulitan Belajar Membaca Menulis ... 87

Lampiran 11 : Hasil Observasi Guru Kelas/ Guru mata pelajaran/ Guru Pendidikan Khusus ... 88

Lampiran 12 : Hasil Observasi Anak Berkesulitan Belajar Membaca Menulis... 128

Lampiran 13 : Hasil Wawancara Guru Kelas/ Guru Mata Pelajaran/ Guru Pendidikan Khusus ... 168

Lampiran 14 : Hasil Wawancara Anak Berkesulitan Belajar Membaca Menulis... 181

Lampiran 15 : Reduksi Data, Penyajian Data dan Penarikan Kesimpulan ... 185

Lampiran 16 : Dokumentasi Hasil Raport ... 194

Lampiran 17 : Dokumentasi Hasil Penelitian ... ... 198


(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keterampilan berbahasa merupakan keterampilan yang sangat penting untuk dimiliki oleh seorang anak. Konsep, pikiran dan imajinasi seorang anak dapat diungkapkan melalui bahasa lisan maupun tulisan.

Membaca dan menulis merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa yang diajarkan di sekolah dasar dengan tujuan agar siswa dapat mengerti maksud yang terkadung dalam bacaan sehingga dapat memahami isi bacaan dengan baik dan benar. Tanpa memiliki keterampilan membaca yang memadai sejak dini, anak akan mengalami kesulitan belajar di kemudian hari karena kemampuan membaca menjadi dasar utama tidak saja bagi pengajaran bahasa itu sendiri melainkan juga bagi mata pelajaran lain.

Selain itu, keterampilan menulis juga penting bagi seorang anak. Ketika seorang anak menulis maka berarti anak menciptakan sesuatu, anak memulai proses kreatif untuk melontarkan pertanyaan, mengalami kebingungan dan akhirnya menemukan pemecahan dengan sendirinya.

Di sisi lain, setiap anak memperoleh hak untuk mendapatkan pendidikan. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pada pasal 5 ayat 1 yang menyebutkan bahwa “Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh


(17)

ayat 1 (amandemen) juga disebutkan bahwa “Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan”. Berdasarkan landasan tersebut maka setiap warga negara Indonesia berhak untuk mendapatkan hak memperoleh pendidikan yang sama bahkan pendidikan yang bermutu dan tidak terdapat diskriminasi.

Hak untuk mendapatkan pendidikan tanpa diskriminasi juga berlaku untuk anak berkebutuhan khusus. Sesuai dengan Undang- Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 Pasal 5 ayat 2 menyebutkan bahwa “Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus”. Hal ini bermakna bahwa anak berkebutuhan khusus berhak memperoleh pendidikan khusus sesuai dengan kebutuhannyadan kemampuan masing masing.

Di Indonesia, anak berkebutuhan khusus memperoleh hak pendidikan khusus di sekolah luar biasa dan sekolah inklusi. Pada sekolah luar biasa, semua anak berkebutuhan khusus dikelompokkan menjadi satu sesuai kebutuhannya masing-masing dan mendapatkan pendidikan khusus secara penuh dari guru dengan kompetensi pendidikan khusus yang telah dipersiapkan sedangkan di sekolah inklusi, anak berkebutuhan khusus digabung bersama siswa normal di kelas reguler dan mengikuti proses pembelajaran yang sama dengan siswa normal. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa, dalam pasal 1


(18)

disebutkan bahwa dalam peraturan ini, yang dimaksud dengan pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya”.

Dalam pelaksanaaan pendidikan di sekolah inklusi, ada pula kendala yang harus dihadapi. Kendala yang biasanya muncul di sekolah inklusi yaitu terbatasnya guru pendamping khusus untuk anak berkebutuhan khusus dan peran guru kelas yang kurang untuk memberikan bimbingan kepada anak berkebutuhan khusus. Dilansir dalam Harian Dikpora (www.dikpora.jogjaprov.go.id pada tanggal 12 Desember 2014), Sultan Hamengkubuwono X mengungkapkan bahwa siswa yang berkebutuhan khusus banyak menemui hambatan untuk maju, terutama dalam akses pendidikan. Karena itu, 350 sekolah di DIY harus bersedia menerima siswa berkebutuhan khusus. Bahkan, Pemda DIY menyediakan 400 orang guru dengan latar belakang berpendidikan luar biasa untuk mengakomodir para siswa berkebutuhan khusus. Jangan sampai ada sekolah yg menolak siswa yang berkebutuhan khusus.

Pendidikan inklusif berarti pengintegrasian anak yang menyandang kecacatan fisik, sensori dan intelektual ke dalam sekolah reguler. Sekolah


(19)

lain yang terletak di Kota Yogyakarta. Sekolah Dasar Negeri Giwangan sudah memiliki fasilitas dan layanan bimbingan khusus untuk anak berkebutuhan khusus. Walaupun telah terdapat banyak guru pendidikan khusus di SD tersebut namun belum semua anak berkebutuhan khususmendapatkan guru pendidikan khusus. Hal ini berarti peran guru kelas menjadi sangat penting untuk memberikan bimbingan kepada anak berkebutuhan khusus tersebut. Namun pada kenyataannya, guru kelas yang seharusnya memiliki peran ganda untuk memberikan bimbingan belajar pada anak normal dan anak berkebutuhan khusus juga masih kurang karena memang guru kelas tidak disiapkan untuk memiliki kompetensi itu.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Desember 2014, ditemukan delapan belas siswa berkebutuhan khusus di SD Negeri Giwangan dengan rincian sebagai berikut: 1) lima anak terindikasi tuna grahita, 2) satu anak terindikasi cerebral palsy, 3) satu anak terindikasi autis, 4) tiga anak terindikasi slow learner, dan 5) delapan anak terindikasi anak berkesulitan belajar. Bila dihitung, di SD Negeri Giwangan terdapat lebih dari lima siswa bekesulitan belajar namun hanya beberapa yang mendapatkan pelatihan di ruang bimbingan khusus karena siswa yang lain masih dapat mengikuti pembelajaran di kelasnya tanpa bimbingan individual. Salah satu dari siswa berkesulitan belajar yang masih harus mendapatkan bimbingan individual adalah seorang siswa perempuan kelas III B, siswa tersebut bernama MPD.


(20)

Sekolah Dasar Negeri Giwangan telah melakukan assesmen kepada anak berkesulitan belajar dan membuat perencanaaan program pembelajaran khusus namun kegiatan tersebut justru dilakukan oleh guru pendidikan khusus. Dalam pendidikan inklusif, seharusnya kegiatan tersebut merupakan tanggung jawab guru kelas yang berkolaborasi dengan guru pendidikan khusus.

Pada studi berikutnya yang dilaksanakan pada 8 Januari 2015, peneliti menemukan bahwa MPD tidak menulis secara lengkap kalimat yang didiktekan oleh guru kelasnya. MPD hanya menulis “mand” untuk kata “mandi”, menulis “berkeja” untuk “bekerja”, “utuk” pada kata “untuk”, “berima” pada kata “bermain” dan kata lainnya. Penulis juga melakukan wawancara kepada guru kelas III B, beliau memaparkan bahwa bila MPD menulis sebuah kata yang didiktekan, maka tulisan yang dihasilkan selalu kacau dan ada huruf yang kurang. Ketika menulis dengan mencontoh tulisan di hadapannya, maka MPD bisa menulis secara lengkap namun membutuhkan waktu yang lama. Ketika MPD disuruh membaca sebuah tulisan, MPD juga membutuhkan waktu yang cukup lama (sekitar 30-60 detik) untuk dapat membacanya. Otomatis guru kelas memainkan peran gandanya untuk memberikan bimbingan kepada MPD. Namun karena guru kelas tidak dibekali kompetensi tersebut sebelumnya sehingga MPD mendapat kesulitan untuk mengikuti pelajaran di kelasnya.


(21)

Pada studi berikutnya tanggal 13 Januari 2015, peneliti mencoba untuk mengumpulkan dokumen tulisan MPD. Di dokumen tersebut terlihat bahwa selalu ada huruf yang kurang pada kata yang ditulis oleh MPD. Sebagai contoh, MPD menulis kata “lnga” pada kata “lunga”, “dipimpi” untuk kata “dipimpin”, “poho” untuk kata “pohon”, “seti hari” untuk “setiap hari”.

Peneliti ingin membuktikan kesulitan yang dihadapi MPD, maka dari itu pada studi tanggal 17 Januari 2015, peneliti mencoba untuk mendikte sebuah kalimat untuk ditulis oleh MPD, dan MPD memang tidak menulis secara lengkap, sebagai contoh untuk menulis kata “halaman”, MPD menulis kata “halman”, sehingga peneliti mencoba untuk menekankan intonasi dan kejelasan pelafalan yang berulang-ulang agar MPD menulis kata halaman dengan benar. Penelitimencoba memberikan sebuah soal yang terdapat di dalam buku siswa kelas 2 halaman 49, dan MPD menulis “bucis” untuk kata “buncis” pada kolom nama sayuran yang disukai. Peneliti juga mencoba memberi kesempatan kepada MPD untuk membaca. Pada awalnya ada beberapa kata yang dapat dibaca oleh MPD dengan lancar. Namun untuk kata kelima, MPD membutuhkan waktu sekitar 40 detik untuk membacanya. Sebagai contoh, pada kata kelima ada kata sabun, MPD membutuhkan waktu 30 detik untuk membaca kata “sabun” itu, kemudian pada kata kesembilan di kalimat yang sama terdapat kata “sabun” lagi, MPD membutuhkan waktu lebih dari 30 detik untuk membaca kata “sabun”.


(22)

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di Januari 2015 tersebut, didapati fakta bahwa belum terdapat pembelajaran dan pendampingan khusus yang dilakukan oleh guru kelas untuk anak berkesulitan belajar membaca menulis di kelas.

Hasil observasi tersebut juga mengindikasikan bahwa MPD tergolong sebagai anak berkesulitan belajar membaca menulis, padahal kemampuan membaca dan menulis sangat dibutuhkan oleh siswa sekolah dasar di kelas awal sebagai dasar untuk memahami materi pelajaran. I. G.A.K. Wardani (1995: 47) menuliskan bahwa untuk dapat membaca maka seorang anak dituntut agar mampu membedakan bentuk huruf, mengenal arti tanda baca, mengucapkan bentuk huruf dan kata yang benar dan menyuarakan tulisan yang sedang dibaca dengan benar. Anak dituntut untuk menulis dengan huruf yang sempurna, dan menulis dengan ejaan yang benar agar anak dapat menulis. Apabila seorang anak yang belum mencapai kemampuan di atas maka dapat diindikasikan bahwa anak tersebut mengalami kesulitan belajar membaca dan menulis.

Hal ini juga didukung oleh teori pengelompokkan anak berkesulitan belajar yang disampaikan oleh Kirk dan Gallagher dalam Mulyono Abdurrahman (2012: 47) bahwa kesulitan belajar dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar yaitu developmental learning disabilities dan academic learning disabilities. Developmental learning disabilities terdiri


(23)

akademis meliputi membaca menulis, mengeja. Dilansir pula dari

(http://edukasi.kompasiana.com/2013/03/11/anak-kesulitan-belajar-di-sekolah-formal-intervensi-dan-penanganannya-541102. html pada 12 Desember 2014), “Fenomena anak kesulitan belajar jenis apapun ataupun anak berkebutuhan khusus di sekolah formal dapat mencapai 10% dari populasi di sekolah. Fenomena tersebut khususnya adalah banyak ditemui anak hiperaktif di sekolah formal di tingkatan SD dan perlu penanganan yang tuntas sehingga tidak mengganggu siswa lainnya serta aktivitas belajar dan mengajar di sekolah.”

Berdasarkan permasalahan di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pembelajaran pada anak berkesulitan belajar membaca menulis di kelas III B SD Negeri Giwangan.”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut :

1. Anak berkesulitan belajar membaca menulis mengalami kesulitan selama pembelajaran membaca menulis.

2. Anak terlihat malas ketika pembelajaran membaca menulis dan guru kerap kali mengandalkan guru pendidikan khusus ketika pembelajaran membaca menulis.


(24)

3. Keterbatasan kehadiran guru pendidikan khusus selama pembelajaran membaca menulis.

4. Dalam beberapa bulan terakhir, kemampuan membaca dan menulis anak belum ada peningkatan.

5. Kurangnya kerjasama antara guru kelas dan guru pendidikan khusus dalam memberikan perhatian pada pembelajaran anak berkesulitan belajar membaca menulis di kelas III B.

C. Fokus Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan di atas, maka peneliti memfokuskan penelitian menjadi “Pembelajaran pada anak berkesulitan belajar membaca menulis di Kelas III B SD Negeri Giwangan.”

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan fokus penelitian, maka rumusan masalah pada penelitian ini yaitu apa saja tahapan kegiatan pembelajaran pada anak berkesulitan belajar membaca menulis di kelas III B SD Negeri Giwangan?


(25)

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan tahapan pembelajaran pada anak berkesulitan belajar membaca menulis di kelas III B SD Negeri Giwangan.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil untuk beberapa pihak yaitu sebagai berikut :

1. Bagi peneliti dan calon guru

Sebagai kontribusi pada khasanah keilmuan khususnya mengenai pembelajaran pada anak berkesulitan belajar membaca menulis di sekolah dasar.

2. Bagi guru kelas

Menambah informasi terkait pembelajaran yang disiapkan untuk anak berkesulitan belajar membaca menulis di kelas yang diampu.

3. Bagi kepala sekolah

Menambah informasi sebagai bahan pertimbangan pengambilan kebijakan untuk pembelajaran anak berkebutuhan khusus khususnya anak berkesulitan belajar membaca menulis.


(26)

BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori

1. Membaca

Membaca merupakan salah satu keterampilan berbahasa dalam kurikulum di sekolah. Adapun keterampilan berbahasa yang lainnya yiatu keterampilan menyimak, keterampilan berbicara dan keterampilan menulis.

Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta digunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata atau bahasa tulis (Henry Guntur Tarigan, 1979: 7). Tujuan utama dari membaca adalah untuk mencari serta memperoleh informasi, mencangkup isi, memahami makna bacaan. Membaca adalah suatu keteranpilan kompleks yang rumit dan melibatkan keterampilan keterampilan yang lebih kecil. Dengan perkataan lain, keterampilan membaca mencangkup tiga komponen, yaitu :

a. Pengenalan terhadap aksara serta tanda – tanda baca;

b. Korelasi aksara beserta tanda – tanda baca dengan unsur – unsur linguistik yang formal;

c. Hubungan lebih lanjut dari a dan b dengan makna (Broughton dalam Henry Guntur Tarigan, 1979: 11).


(27)

Terdapat aspek-aspek dalam membaca, antara lain :

a. Keterampilan yang bersifat mekanis. Aktivitas yang paling sesuai untuk keterampulan yang bersifat mekanis ini adalah membaca nyaring dan membaca bersuara. Keterampilan mekanis mencankup:

1) pengenalan bentuk huruf;

2) pengenalan unsur – unsur linguistik (fonem, kata frase, pola klausa, kalimat);

3) pengenalan hubungan/ korespondensi pola ejaan dan bunyi; 4) kecepatan membaca ke taraf lambat.

b. Keterampilan yang bersifat pemahaman. Aktivitas yang sesuai dengan keterampilan yang bersifat pemahaman yaitu membaca dalam hati. Keterampilan pemahaman mencangkup:

1) memahami pengertian sederhana; 2) memahami signifikansi atau makna; 3) evaluasi atau penilaian isi dan bentuk;

4) kecepatan membaca yang fleksibel dan mudah disesuaikan dengan keadaan (Broughton dalam Henry Guntur Tarigan, 1979: 12).

2. Menulis

Menulis berarti mengubah bunyi yang dapat didengar menjadi tanda – tanda yang bisa dilihat (Asul Wiyanto, 2004: 1). Bunyi – bunyi


(28)

yang diubah itu bunyi bahasa yang dihasilkan oleh alat ucap manusia yaitu mulut dan perangkat kelengkapannya: bibir, lidah, gigi dan langit – langit. Bunyi bahasa itu sendiri sebenarnya menjadi lambang atau wakil sesuatu yang lain berupa benda, perbuatan dan sifat. Lerner dalam Mulyono Abdurrahman (2012: 178) mengemukakan bahwa menulis adalah menuangkan ide ke dalam suatu bentuk visual.

Sunardi dalam Munawir Yusuf (2005: 7) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan proses menulis sebenarnya meliputi tiga aspek yaitu menulis dengan tangan (handwriting), mengeja (spelling), dan mengarang. Kesulitan menulis berarti anak mengalami kesulitan dalam salah satu aspek baik berupa handwriting, mengeja atau mengarang.

Perkembangan keterampilan menulis dan strategi pembinaaanya dapat dikelompokkan menjadi empat tahap yaitu:

a. Tahap kesiapan menulis

Menulis memerlukan keterampilan pengandalian otot, koordinasi mata tangan dan diskriminasi visual. Pengendalian otot dapat dikembangkan melalui aktivitas manipulatif misalnya menggambar. Koordinasi mata dan tangan dapat dilatih melalui kegiatan menggambar bentuk geometri dan lingkaran. Diskriminasi visual dapat dikembangkan dengan latihan membedakan berbagai bentuk, ukuran dan warna.


(29)

b. Menulis huruf balok

Tulisan balok diperkenalkan di kelas 1 SD dan guru biasanya menunjukkan cara menulis di papan tulis. Untuk menangani anak yang berkesulitan menulis ada dua macam pendekatan yaitu pendekatan multi sensori dan model berangsur.

1) Pendekatan multi sensori

Tahap pengajaran dapat dijelaskan sebagai berikut : a) Guru menunjukkan huruf yang akan ditulis b) Guur menyebutkan nama huruf dan sambil

memperagakan, guru juga menjelaskan cara menulisnya misalnya “Kita mulai dari garis tengah membuat garis lengkung ke kiri sampai bawah. Kemudian mulai dari atas kira-kira ujung garis lengkung, kita tarik lurus ke bawah, dengan ekor sedikit ke kanan. Kita sudah membuat huruf a.

c) Anak menelusuri huruf dengan jari sambil mengucapkan keras – keras, gerakan tangannya sesuai yang dilakukan oleh guru.

d) Anak menelusuri huruf dengan pensil. e) Anak menyalin huruf di kertasnya.


(30)

2) Model berangsur

Contoh huruf disajikan dengan tulisan yang sangat tebal, anak menelusurinya dengan jari. Secara berangsur, ketebalan huruf dikurangi. Pengurangan ketebalan huruf ini dapat berupa huruf tipis atau putus – putus dan huruf dengan tidik pada sudut – sudutnya saja. Berdasarkan hasil pengamatan, kesalahan yang paling banyak dijumpai dalam penulisan huruf balok adalah ukuran huruf tidak tepat (terutama pada huruf berkaki seperti p, q, y, g, j) , posisi huruf terbalik (huruf N, d, q, y), ada bagian huruf yang hilang (pada huruf M, U, I), ada huruf yang ditambahkan (pada huruf q, c, K). c. Tahap transisi

Dari tahap menulis balok ke huruf bersambung diperlukan tahap transisi. Ada beberapa tahap yang dapat ditempuh oleh guru pada masa transisi ini, yaitu

1) kata - kata ditulis dengan huruf balok;

2) huruf – hurufnya saling dihubungkan menggunakan garis putus – putus dengan pensil berwarna;

3) anak menelusuri huruf balok dan garis penghubungnya untuk membentuk huruf bersambung.


(31)

d. Menulis huruf bersambung

Pada tulisan bersambung, huruf dalam satu kata digabungkan dengan garis penghubung. Setelah menguasai huruf bersambung lepas, anak segera dilatif menghubungkan huruf menjadi kata.

3. Pembelajaran

Hamalik dalam Kasful Anwar dan Hendra Harmi (2011: 23) merinci makna pembelajaran sebagai suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur, unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Unsur manusiawi yang terlibat yaitu siswa, guru dan tenaga lainnya. Unsur material meliputi buku – buku, papan tulis, audio, tape dan lain-lainnya sedangkan fasilitas perlengkapan berupa ruang kelas

Pembelajaran pada hakikatnya adalah suatu proses komunikasi transtraksional yang bersifat timbal balik, baik antara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa yang lain untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.

Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 20 dinyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar.


(32)

Pembelajaran merupakan suatu sistem yang terdiri dari berbagai komponen baik input, proses maupun output (Wina Sanjaya, 2008: 59).

a. Input (masukan)

Input dalam pembelajaran adalah segala komponen pembelajaran baik itu yang melekat pada diri pembelajar, faktor-faktor yang direncanakan maupun lingkungan. b. Proses

Proses pembelajaran meliputi perencanaan, pelaksanaan dan penilaian.

c. Output (keluaran)

Keluaran proses pembelajaran merupakan hasil belajar yang berupa kompetensi akhir pembelajar setelah menjalani proses pembelajaran.

Dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran adalah usaha sadar dari guru untuk merancang setiap kegiatan yang membantu seseorang yang dalam hal ini adalah peserta didik untuk membuat siswa belajar sehingga terjadi perubahan tingkah laku pada diri peserta didik. Proses pembelajaran meminta guru untuk mengetahui kemampuan dasar dan karakteristik yang dimiliki oleh peserta didik.

Pembelajaran juga merupakan kata bentukan dari kata dasar belajar yang berarti proses belajar. Ada beberapa teori belajar yaitu


(33)

Belajar dalam teori ini didasarkan pada pemikiran bahwa belajar merupakan salah satu jenis perilaku (behavior) individu yang dilakukan secara sadar.

b. Teori Belajar Kognitivisme

Belajar akan lebih nberhasil bila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik.

c. Teori Belajar Konstruktivisme

Pada teori konstruktivisme, pembelajaran melibatkan peserta didik untuk membina sendiri secara aktif pengetahuan dengan menggunakan pengetahuan yang telah ada dalam dirinya. Guru berperan sebagai fasilitator pencipta kondisi belajar yang memungkinkan peserta didik secara aktif mencari sendiri informasi dan mengkonstruksinya menjadi pengetahuan yang abru berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki.

d. Teori Belajar Humanisme

Humanisme memandang bahwa kegiatan belajar merupakan kegiatan yang melibatkan potensi psikis yang bersifat kognitif, afektif dan konatif. Peserta didik memiliki dorongan untuk menjadi dirinya sendiri sehingga dalam proses pembelajaran, hendaknya diciptakan kondisi yang


(34)

memungkinkan peserta didik secara aktif mengaktualisasikan dirinya.

e. Teori Belajar Gestalt

Pada teori Gestalt, peserta didik hendaknya memiliki kemampuan untuk mengenal keterkaitan unsur-unsur suatu objek atau peristiwa. Pembelajaran yang dihadirkan adalah pembelajaran bermakna yang dimana semakin jelas makna hubungan suatu unsur maka akan semakin efektif untuk dipelajari.

4. Anak Berkesulitan Belajar a. Pengertian

Kesulitan belajar merupakan terjemahan dari istilah bahasa Inggris yaitu learning dissability. Kirk dan Gallagher (dalam Purwandari, 1991: 4) mengemukakan bahwa anak berkesulitan belajar adalah anak yang mengalami hamabatan dalam berbicara, hambatan dalam persepsi visual, dan auditori sehingga anak mengalami kesulitan dalam membaca, mengeja, menulis dan menghitung.

Kesulitan belajar adalah suatu gejala yang tampak pada peserta didik yang ditandai dengan adanya prestasi belajar yang rendah atau dibawah norma yang telah ditetapkan (Agus Triyanto, 2011: 3).


(35)

hal yang penting dalam proses belajar baik dalam persepsi, ingatan, fungsi motorik bahkan perhatiannya.

Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa anak berkesulitan belajar adalah anak yang mengalami keuslitan atau hambatan dalam perseptual dan memori sehingga mengganggu dalam belajar. Gangguan belajar tersebut dapat menyebabkan prestasi belajar yang rendah. Anak berkesulitan belajar tidak dapat dikelompokkan sebagai anak luar biasa karena mereka merupakan kelompok tersendiri.

b. Klasifikasi Anak Berkesulitan Belajar

Mulyono Abdurrahman (2012: 8) mengemukakan bahwa secara garis besar kesulitan belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok yaitu

1) Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan (developmental learning disabilities)

Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan biasanya dialami oleh anak prasekolah dan jenis kesulitannya meliputi gangguan motorik dan persepsi, kesulitan belajar bahasa dan komunikasi dan kesulitan belajar dalam penyesuaian perilaku sosial.

2) Kesulitan belajar akademik (academic learning disabilities)

Kesulitan belajar ini biasanya dialami oleh anak usia sekolah dan dimanifestasikan dalam bentuk kegagalan – kegagalan


(36)

pencapaian prestasi akademik yang sesuai dengan kapasitas yang diharapkan. Kegagalan – kegagalan tersebut mencangkup penguasaan keterampilan dalam membaca, menulis atau berhitung. c. Faktor – faktor Penyebab Anak Berkesulitan Belajar

1) Intelegensi

Pada dasarnya, kesulitan belajar dapat muncul pada populasi yang cukup luas,mulai dari yang berbakat dan berkemampuan luar biasa sampai yang berkemampuan rata-rata. Tingkat intelegensi hanya mampu menerangkan tingkat rata-rata pencapaian yang mungkin ditunjukkan oleh seseorang dan bukan menerangkan atau meramalkan keberhasilannya dalam belajar. Sebagaimana diketahui bahwa belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor di samping intelegensi seperti kualitas pembelajaran, guru yang mengajar, media, dan metode.

2) Ketidaksempurnaan Sensori

Kekurangan atau ketidaksempurnaan anak berkesulitan belajar berhubungan dengan cara kerja mata, telinga dan sistem syaraf pusat. Untuk menangkap stimulus tertentu secara sempurna, misalnya untuk melihat sinar matahari, mengamati berbagai warna, mendengarkan musik, atau menangkap pesan tertentu diperlukan alat indera yang sempurna, yang cukup peka


(37)

dan pendengaran seorang anak sangat sempurna, namun sistem syaraf pusatnya tidak berfungsi, sehingga pesan yang disampaikan oleh otak berbeda atau menyimpang. Dengan demikian, anak ini akan mengatakan bahwa sesuatu yang didengar atau dilihatnya berbeda dari yang sebenarnya. Misalnya, kepada seorang anak diperlihatkan huruf d, anak akan mengamatinya, kemudian mengatakan bahwa itu huruf b, karena pesan yang disampaikan oleh otak mengatakan bahwa itu huruf b. Jadi dalam persepsi anak tersebut huruf d adalah huruf b. Kita harus sadar bahwa setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan masing – masing yang berkaitan dengan fungsi sensori. Ada anak yang sangat mudah mengingat sesuatu dengan cara mengucapkannya atau mendengarnya berkali – kali. Maka kita memberikan bantuan kepada anak dengan memanfaatkan kelebihannya. Misalnya untuk mengingat sesuatu, kita membuat ringkasan atau akronim, membuat catatan harian atau hal lainyang memudahkan anak mengingat.

3) Tingkat keaktifan dan Kemampuan Memusatkan Perhatian

Belajar merupakan satu aktivitas yang mepersyaratkan adanya kemampuan untuk memusatkan perhatian. Tanpa perhatian, seorang tidak mungkin belajar. Oleh karena itu, kemampuan seseorang untuk memusatkan perhatian yang


(38)

mencangkup intensitas pemusatan perhatian dan daya tahan atau lamanya perhatian dapat dipusatkan, sangat menentukan dalam proses belajar. Jika seorang anak tidak mampu memusatkan perhatiannya pada bidang atau tugas –tugas yang harus dipelajarinya maka akan terjadi masalah atau kesulitan dalam belajar. Anak yang demikian ini akan sulit untuk duduk tenang dan selalu gelisah karena semua hal yang ada di sekitarnya menarik perhatiaanya. Oleh karena itu, anak yang demikian sering bergerak ke sana ke mari, tidak bisa diam dan dikenal sebagai anaka yang hiperaktif. Namun kita perlu berhati- hati, tidak semua anak yang demikian itu termasuk anak yang hiperaktif, tetapi tergolong anak yang kelebihan energi, sehingga memerlukan aktivitas yang lebih dari yang dikerjakan oleh teman – temannya. Untuk membedakan kedua tipe anak ini, dapat melihat prestasi anak tersebut. Anak yang mengalamai kelebihan energi biasanya prestasinya prestasinya lebih dari anak yang hiperaktif.

4) Memar Otak dan Fungsi Otak yang Minimal

Kedua faktor yang berperan dalam munculnya masalah atau kesulitan belajar ini dapat terjadi karena trauma yang muncul sebelum kelahiran (prenatal), pada saat kelahiran, atau sesudah


(39)

benturan fisik, ketidakseimbangan darah dan sebagainya dapat menimbulkan memar otak dan otak yang berfungsi sangat minimal sehingga akan mempengaruhi kemampuan anak untuk belajar. Namun kejadian tersebut di atas tidak selalu menimbulkan ketidakmampuan dalam belajar. Banyak anak yang lahir prematur cukup berhasil dalam belajar, bahkan anak yang menderita Cerebral Palsy ada yang dapat belajar dengan baik. Oleh karena itu, kita hanya dapat memperkirakan penyebabnya dan sering tidak dapat menentukan penyebab yang pasti.

5) Faktor Keturunan

Keturunan sering dipandang sebagai sumber yang dapat menerangkan munculnya kesulitan belajar pada seorang anak. Sangat sering terjadi, jika seorang anak menderita gagap, maka orang akan bertanya apakah di antara keluarganya (misalnya ayah, ibu, nenek, kakek atau paman dan bibinya) yang juga menderita gagap. Jika seorang anak mendapat kesulitan dalam matematika, mungkin orang akan mengatakan bahwa hal itu menurun dari ayahnya yang selalu gagal dalam matematika. 6) Ketidakmatangan atau Kematangan yang Terlambat

Faktor ketidakmatangan atau kematangan yang terlambat sangat sering terdengar jika seorang anak belum dapat belajar sesuatu. Misalnya pada saat usia satu tahun seorang anak belum


(40)

dapat berjalan, orang akan mengatakan bahwa ia belum matang untuk berjalan. Demikian juga jika pada usia enam tahun, anak belum tertarik untuk membaca dan menulis, sering dikatakan bahwa ia belum matang untuk belajar membaca dan menulis. 7) Faktor Emosi

Kondisi emosi yang dianggap berperan dalam munculnya kesulitan belajar adalah rasa takut dan khawatir. Rasa takut mencangkup berbagai jenis seperti takut gagal atau tidak berhasil, takut mencoba, takut memikul tanggung jawab, takut memikul tanggung jawab, takut bersaing, takut menghadapi masa depan, bahkan takut menjadi dewasa.

Di samping itu, rasa takut, gugup, panik, dan gelisah juga sering menggangu konsentrasi seseorang. Orang tua yang selalu menuntuk anaknya agar menduduki peringkat tertinggi di kelas secara tidak sadar telah membuat anak mendapat beban yang terlampau berat sehingga selalu merasa tertekan. Jika kedaan demikian berlangsung terus, anak yang bersangkutan dapat menurun prestasinya, bahkan mengalami gangguan berat. Contoh lain, anak sangat menonjol di bidang olahraga, namun orang tua selalu menuntut agar menonjol di bidang akademik. Prestasi yang dicapainya di bidang olahraga tidak pernah dihargai oleh orang


(41)

bidang olahraga tidak ada gunanya. Hal ini bisa menjadi pangkal dari munculnya berbagai kesulitan belajar bagi si anak. Dan perlu diketahui bahwa masalah atau kesulitan belajar juga dapat menimbulkan gangguan emosi. Misalnya anak yang selalu mendapat kesulitan dalam membaca, maka dia dapat menjadi gugup, gelisah dan sebagainya ketika dihadapkan pada sebuah bacaan sehingga dia makin tidak mampu memusatkan perhatiannya untuk membaca.

8) Faktor Lingkungan

Sedikitnya ada tiga kondisi lingkungan yang berperan dalam munculnya kesulitan belajar, yaitu kekurangan gizi, kurangnya pengalaman berbahasa, serta kondisi budaya dan ekonomi. Kekurangan gizi sudah jelas pengaruhnya bagi daya tahan seseorang. Seorang anak yang selalu merasa letih, lemah tak berdaya, tidak akan mungkin memusatkan perhatiannya dalam pelajaran. Dia akan selalu mengantuk, melamun, dan tidak bergerak selincah teman – temannya. Kekurangan pengalaman berbahasa dapat terjadi pada anak yang selalu kesepian karena orang tuanya tidak sempat menemaninya dan dia tidak punya teman untuk berbicara. Keadaan ini terjadi biasanya pada keluarga yang terlalu sibuk, pada anak yang sering ditinggal oleh orang tuanya dan diasuh oleh orang yang tidak berpendidikan atau


(42)

pemantu yang tidak menaruh perhatian pada anak tersebut. Kemudian, kemiskinan dan lingkungan sosial yang rawan juga membuat anak tidak menikmati kesempatan dan pengalaman seperti yang dinikmati teman – temannya yang lain. Kegiatan ini tentunya menyumbang terhadap munculnya kesulitan belajar. 9) Faktor Pendidikan

Faktor – faktor yang berkaitan dengan pendidikan anak di sekolah, terutama cara guru mengajar juga dapat berperan dalam munculnya kesulitan belajar. Cara mengajar yang tidak tepat, yang terjadi karena kurangnya pemahaman dan pengetahuan tentang anak – anak yang memerlukan bantuan khusus, atau tidak mampunya guru dalam mengajar bidang studi tertentu dapat menimbulkan masalah bagi anak- anak dalam belajar.

5. Anak Berkesulitan Belajar Membaca Menulis a. Definisi kesulitan belajar membaca

Lerner (dalam Mulyono Abdurrahman, 2012: 162) mengemukakan bahwa kesulitan belajar membaca sering disebut disleksia (dyslexia) yang berasal dari bahasa yunani yang artinya kesulitan membaca. sedangkan kesulitan belajar membaca yang berat disebut aleksia.


(43)

membaca dengan menulis. Anak berkesulitan belajar membaca umumnya juga kesulitan dalam menulis. Hornsby (dalam Mulyono Abdurrahman, 2012: 162)

Anak berkesulitan belajar membaca sering memperlihatkan kebiasaan membaca yang tidak wajar berupa adanya gerakan-gerakan penuh ketegangan seperti mengernyitkan kening, gelisah, irama suara meninggi, atau menggigit bibir. Pada saat membaca mereka sering kehilangan jejak sehingga sering terjadi pengulangan atau ada baris yang terlompat sehingga tidak dibaca.

Anak berkesulitan belajar membaca sering mengalami kekeliruan dalam mengenal kata. Kekeliruan jenis ini mencangkup penglihatan, penyisipan, penggantian, pembalikan, salah ucap, pengubahan tempat, tidak mengenal kata, dan tersentak-sentak. Gejala penghilangan tampak ketika dihadapkan pada bacaan “Bunga mawar putih”, dibaca oleh anak”Bunga putih”. Penyisipan terjadi saat anak menambahkan kata pada kalimat yang sedang dibaca misalnya “Bapak pergi ke rumah bibi” dibaca “Bapak dan Ibu pergi ke rumah bibi”. Penggantian terjadi jika anak mengganti kata pada kalimat yang sedang dibaca misalnya “ Itu buku Kakak” dibaca “Itu buku Bapak”. Pembalikkan tampak seperti pada saat anak seharusnya membaca “ubi” namun dibaca “ibu”, kesalahan ucap tampak pada saat anak membaca tulisan “namun” yang dibaca “nanum” Gejala pengubahan tempat


(44)

tampak seperti pada saat membaca “Ani pergi ke pasar” dibaca “Ani ke pasar pergi”. Gejala keraguan tampak pada saat anak berhenti membaca suatu kata dalam kalimat karena tidak dapat mengucapkan kata tersebut. Mereka sering membaca dengan irama yang tersentak-sentak karena sering berhadapan dengan kata-kata yang tidak dikenal ucapannya. Gejala kekeliruan memahami tampak pada banyaknya kekeliruan dalam menjawab pertanyaan yang terkait dengan bacaan, tidak mampu mengemukkan urutan cerita yang dibaca dan tidak mampu memahami tema utama dari suatu cerita. Gejala lain tampak pada saat membaca kata demi kata, membaca dengan penuh ketegangan dan nada tinggi, dan membaca dengan penekanan yang tidak tepat.

Pendapat Vernon (dalam Mulyono Abdurrahman, 2012: 164) mengemukakan anak berkesulitan belajar membaca mengalami berbagai kesalahan dalam membaca sebagai berikut:

(1) penghilangan kata atau huruf; (2) penyelipan kata;

(3) penggantian kata;

(4) pengucapan kata salah dan makna berbeda; (5) pengucapan kata salah tetapi makna sama; (6) pengucapan kata salah dan tidak bermakna; (7) pengucapan kata dengan bantuan guru;


(45)

(9) pembalikan kata; (10) pembalikan huruf;

(11) kurang memperhatikan tanda baca; (12) ragu-ragu; dan

(13)tersendat-sendat

b. Definisi kesulitan belajar menulis

Kesulitan belajar menulis sering disebut disgrafia (dysgraphia). Kesulitan belajar menulis berat dinamakan agrafia. Disgrafia merujuk pada adanya ketidakmampuan mengingat cara membuat huruf atau simbol-simbol matematika. Disgrafia dikaitkan dengan kesulitan belajar membaca atau disleksia (dyslexia) karena kedua jenis kesulitan ini saling terkait.

1) Menulis dengan tangan atau menulis permulaan

Siswa harus dibiasakan untuk menulis dengan tangan karena kemampuan ini merupakan prasayarat bagi upaya belajar berbagai bidang studi yang lain. Kesulitan menulis dengan tangan tidak hanya menimbulkan masalah bagi anak tetapi juga guru.

Anak yang perkembangan motoriknya belum matang atau mengalami gangguan akan mengalami kesulitan dalam menulis, tulisannya tidak jelas, terputus-putus, atau tidak mengikuti garis. Anak yang hiperaktif atau yang perhatiannya mudah teralihkan, dapat menyebabkan pekerjaannya terhambat termasuk pekerjaan


(46)

menulis. Anak yang persepsi visualnya terganggu akan sulit membedakan bentuk-bentuk huruf yang hampir sama seperti d dengan b, p dengan q, h dengan n, atau m dengan w. Jika persepsi auditorisnya terganggu maka anak akan mengalami kesulitan untuk menulis kata-kata yang diucapkan oleh guru. Gangguan memori juga dapat menjadi penyebab terjadinya kesulitan belajar menulis karena anak tidak mampu mengingat apa yang akan ia tulis. Kemampuan melakukan cross modal menyangkut kemampuan melakukan transfer dan mengorganisasikan fungsi visual ke motorik. Hal ini menyebabkan anak mengalami gangguan koordinasi mata-tangan sehingga tulisan menjadi tidak jelas, terputus-putus atau tidak mengikuti garis lurus.

2) Assesmen Kesulitan Menulis dengan Tangan

Untuk mengetahui apakah anak mengalami kesulitan menulis tangan, guru dapat melakukan observasi terhadap berbagai kemampuan sebagai berikut:

1) menulis dari kiri ke kanan; 2) memegang pensil dengan benar; 3) menulis nama panggilannya sendiri; 4) menulis huruf-huruf;


(47)

Instrumen informal untuk mengetahui apakah anak mampu menulis huruf-huruf dengan benar, Hammill (dalam Mulyono Aburrahman 2012: 48) telah mengembangkan instrumen sebagai berikut:

Tabel 1. Instrumen informal kemampuan menulis anak No Jenis Kesalahan Salah Benar 1 a seperti o

2 a seperti au 3 a seperti ci 4 h seperti li 5 d seperti cl

6 e tertutup (tidak ada lubangnya)

7 i seperti e tanpa titik 9 m seperti w

10 n seperti v 11 o seperti a 12 r seperti i 13 r seperti n 14 t seperti l


(48)

B. Indikator Pembelajaran Membaca Menulis pada Anak SD Kelas Rendah

1. Indikator pembelajaran membaca

Penulis mengembangkan kemampuan seorang anak untuk dapat membaca sebagai indikator instrumen penelitian (konstruk validitas). Adapun indikator-indikator tersebut adalah sebagai berikut :

a. membedakan bentuk huruf

b. mengucapkan bunyi huruf dan kata dengan benar

c. menggerakan mata dengan cepat ke kiri dan ke kanan sesuai dengan urutan tulisan yang dibaca

d. menyuarakan tulisan yang sedang dibaca dengan benar e. mengenal arti tanda – tanda baca

f. mengatur tinggi rendah suara sesuai dengan bunyi, makna kata yang diucapkan serta tanda baca.

Di sisi lain, kesulitan belajar membaca yang muncul dan dapat dijadikan sebagai penjelas dari indikator di atas yaitu :

a. Tidak dapat membedakan bentuk huruf

Hal ini dapat dilihat pada anak – anak yang sering mengacaukan huruf d dan b, huruf k dan h, atau bahkan huruf a dan d. Jika hal ini terjadi, tentu anak – anak tidak akan dapat melakukan decoding yaitu membaca tulisan sesuai dengan


(49)

b. Tidak dapat mengucapkan kata dengan benar

Kesulitan utama membaca adalah jika seorang anak tidak dapat mengucapkan kata dengan benar. Misalnya : kata “Budi” diucapkan “Bodi”, atau kata “ibu” dibaca “ibuk”.

c. Melompati bagian yang harus dibaca

Jenis kesulitan ini muncul jika anak tidak dapat memindahkan mata dengan tepat dari kiri ke kanan secara teratur sesuai dengan tulisan yang harus dibaca. Akibatnya, anak tidak membaca semua tulisan, tetapi hanya membaca yang kebetulan dilihatnya. Misalnya: terdapat tulisan “ibu Tina membawa baju”, namun anak hanya membaca “ibu membawa baju”, karena kata “Tina” terlepas dari tangkapan matanya. d. Membaca dengan menghafal

Anak – anak yang membaca dengan cara menghafal terlihat lancar membaca seperti bercerita dan bernyanyi dari awal sampai akhir bacaan. Namun, jika kita menunjuk satu kata atau kalimat secara acak dan menyuruh anak tersebut untuk membaca, ternyata anak tersbeut tidak dapat membaca. Kesulitan seperti ini sering dijumpai ketika anak membaca tulisan yang ada gambarnya. Mereka tidak membaca tulisan tetapi membaca gambar. Dalam tahap membaca gambar, hal ini tidak menjadi masalah, tetapi jika anak sudah beranjak dari


(50)

membaca gambar ke membaca kartu kata atau kalimat, maka ini tentu merupakan masalah karena jika gambar dihilangkan, anak tidak lagi dapat membaca tulisan yang menyertai gambar tadi. e. Kesulitan dalam intonasi

Kesulitan ini terjadi bila anak belum paham tanda baca yang utama seperti titik dan koma. Akibatnya anak tidak bisa mengatur tinggi rendah suaranya sehingga dia membaca terus dari awal sampai akhir tanpa pernah berhenti di tengah – tengah. Perbedaaanya membaca dengan menghafal adalah dalam membaca menghafal, anak mungkin tidak dapat membaca tetapi dalam kesulitan intonasi, anak benar – benar dapat membaca, dalam arti dia membaca atau menyuarakan semua tulisan, tetapi mendapat kesulitan dalam lagu membaca atau intonasi.

2. Indikator pembelajaran menulis

Menulis merupakan kegiatan yang mempersyaratkan kematangan untuk membentuk atau membuat huruf, di samping mengenal apa yang dilambangkan oleh huruf tersebut. Merangkaikan huruf – huruf secara benar sehingga dapat membentuk kata dan kemudian kalimat menuntut lanjutan yang lebih kompleks. Ahmad Rofi’uddin (1998: 57-61) mengemukakan bahwa pengajaran menulis dapat difokuskan pada penulisan huruf, penulisan kata, penggunaan


(51)

kalimat sederhana, dan tanda baca (huruf kapital, titik koma, dan tanda tanya). Penulisan huruf dimulai dengan beberapa langkah yaitu

a) latihan memegang pensil dan sikap duduk,

b) gerakan tangan dalam menulis garis lurus, setangah lingkaran, lingkaran

c) mengeblat dengan menggunakan karbon, kertas tipis dan menebalkan tulisan

d) menghubungkan titik-titik untuk membentuk huruf

e) menatap huruf atau kata (koordinasi mata, ingatan, dan ujung jari)

Penulisan kata, kalimat sederhana dan tanda baca dimulai dari beberapa latihan yaitu

a) menyalin huruf b) menyalin kata c) menyalin kalimat

d) menyalin bacaan sederhana

e) menulis kalimat yang diucapkan guru f) melengkapi dengan huruf

g) melengkapi dengan suku kata h) melengkapi dengan kata

Berdasarkan tuntutan kemampuan tersebut, maka kesulitan yang dialami anak – anak dalam belajar menulis dapat dijadikan indikator adalah sebagai berikut :


(52)

a) Bentuk huruf tidak sempurna dan kacau

Dalam belajar menulis, di samping bentuk hurufnya yang tidak sempurna, sering terjadi kekacauan bentuk huruf. Menulis memang sangat erat kaitannya dengan membaca. Oleh karena itu, jika tidak dapat membedakan huruf b dan d, h dan k, maka dalam menulis pun kekacauan itu akan tampak.

b) Kesulitan atau salah ejaan

Salah ejaan merupakan pencerminan dari kesulitan merangkaikan huruf menjadi kata. Kesalahan ini misalnya dapat dijumpai pada penulisan suku kata tertutup, seperti :

pergi ditulis pegi bermain ditulis bemain

Selain itu, kesalahan ejaan juga dapat dijumpai dalam bentuk kekacauan letak huruf, sehingga tulisan ini sukar dibaca. Misalnya :

makan ditulis mkana

kelapa ditulis kelpa

Tentu saja kesulitan yang demikian bersumber dari banyak aspek, misalnya ketidakmampuan membedakan huruf dan mengenal kata.


(53)

C. Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan penelitian dikembangkan berdasarkan rumusan masalah dan kerangka pikir yang kemudian digunakan sebagai rambu-rambu untuk memperoleh data penelitian. Pertanyaan penelitian yang diajukan adalah sebagai berikut.

1. Apa saja kegiatan pendahahuluan dalam pembelajaran pada anak berkesulitan belajar membaca menulis di kelas III B SD Negeri Giwangan?

2. Apa saja kegiatan inti dalam pembelajaran pada anak berkesulitan belajar membaca menulis di kelas III B SD Negeri Giwangan?

3. Apa saja kegiatan penutup dalam pembelajaran pada anak berkesulitan belajar membaca menulis di kelas III B SD Negeri Giwangan?


(54)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk pada penelitian deskriptif. Nurul Zuriah (2007: 47) menyampaikan bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian yang diarahkan untuk memberikan gejala – gejala, fakta – fakta atau kejadian – kejadian secara sistematis dan akurat, mengenai sifat – sifat populasi atau daerah tertentu. Penelitian deskriptif tidak memberikan perlakuan, manipulasi atau pengubahan pada variabel – variabel bebas tetapi menggambarkan suatu kondisi apa adanya.

Secara lebih khususnya, penelitian ini termasuk ke dalam penelitian kasus (case study). Imam Gunawan (2013: 112) menyatakan bahwa penelitian studi kasus memusatkan diri secara intensif tentang latar belakang masalah keadaan dan posisi suatu peristiwa yang sedang berlangsung saat ini, serta interaksi lingkungan untuk sosial tertentu yang bersifat apa adanya. Penelitian ini ditujukan untuk mencermati masalah atau kasus pembelajaran pembelajaran membaca menulis pada anak berkesulitan belajar membaca menulis di kelas III B SD Negeri Giwangan. Hasil penelitian ini bukan berupa data angka melainkan gambaran mengenai tahapan kegiatan pembelajaran pada anak berkesulitan belajar membaca menulis di kelas III B SD Negeri Giwangan.


(55)

B. Subjek Penelitian

Suharsimi Arikunto (2002: 112) memaparkan bahwa subjek penelitian adalah subjek yang dituju untuk diteliti. Subjek penelitian berupa benda, kondisi, orang, atau tempat data untuk variabel yang sedang dipermasalahkan. Subjek dalam penelitian ini adalah anak yang mengalami kesulitan belajar membaca menulis di kelas III B SD N Giwangan, guru kelas II A, guru kelas III B dan guru pendidikan khusus di SD N Giwangan.

C. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kelas III B SD Negeri Giwangan, Jalan Tegalturi No 45, Umbulharjo, Yogyakarta. Adapun spesifikasi kelas yang akan digunakan untuk penelitian adalah kelas III B Sekolah Dasar. SD Negeri Giwangan merupakan SD inklusi yang didalamnya telah terdapat fasilitas yang mendukung kegiatan inklusi. Pada setiap hari Sabtu, anak-anak inklusi juga mendapatkan kegiatan pembelajaran khusus di kelas inklusi. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2015.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif dilakukan pada naturale setting/ kondisi alamiah (Sugiyono 2014: 225). Pada


(56)

penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Observasi

Marshall dalam Sugiyono (2014: 226) mengemukakan bahwa “through observation, the researcher learn about behaviour and the meaning attached to those behaviour”. Melalui observasi, peneliti belajar tentang perilaku, dan makna dari perilaku tersebut. Tujuan pokok dari observasi adalah mengadakan pengukuran terhadap variabel. Observasi dilakukan untuk memperoleh data mengenai pelaksanaan pembelajaran pada anak berkesulitan belajar membaca menulis dan peran guru baik guru kelas maupun guru pendidikan khusus selama pembelajaran anak berkesulitan belajar membaca menulis.

2. Interview atau wawancara

Dalam penelitian kualitatif, observasi sering digabungkan dengan wawancara mendalam. Penelitian ini menggunakan wawancara tidak terstruktur. Sugiyono (2014: 140) wawancara tidak terstruktur adalah wawancara bebas dimana peneliti tidak menggunakan aturan baku yang terstruktur. Maka dari itu, teknik wawancara juga digunakan dalam penelitian ini untuk mengumpulkan data. Wawancara dilakukan kepada guru kelas II A, guru kelas III B, guru pendidikan khusus, guru


(57)

mata pelajaran dan anak yang mengalami kesulitan belajar membaca menulis di SD Negeri Giwangan.

3. Dokumentasi

Dokumentasi dilakukan untuk menghimpun dan menganalisis dokumen tambahan yang diperlukan. Dalam penelitian ini dokumentasi yang digunakan adalah data yang bersumber pada subjek penelitian.

E. Pengembangan Instrumen

Pada penelitian kualitatif yang menjadi alat penelitian atau instrumen adalah peneliti itu sendiri (Sugiyono, 2009: 35). Segala yang dicari dalam penelitian kualitatif belum pasti masalahnya, sumber datanya dan hasilnya sehingga rancangan penelitian bersifat sementara dan masih dapat mengalami perkembangan setelah peneliti masuk ke depan objek penelitian (Sugiyono, 2009: 306). Langkah pengembangan instrumen dalam penelitian ini adalah

1. Pedoman observasi

Pedoman observasi pada penenelitian ini dilakukan dengan mendeskripsikan pengamatan pembelajaran membaca menulis. Dalam penelitian ini peneliti melakukan observasi kepada siswa berkesulitan belajar membaca menulis, guru kelas II A dan III B, guru mata


(58)

pelajaran dan guru pendidikan khusus di Sekolah Dasar Negeri Giwangan.

a. Pedoman observasi guru kelas, guru mata pelajaran dan guru pendidikan khusus

Tabel 2. Kisi – kisi Pedoman Observasi Pembelajaran Membaca Menulis terhadap guru kelas, guru pendidikan khusus dan guru mata pelajaran

No Komponen Indikator Jumlah Butir

Nomor Butir 1 Tujuan

pembelajaran

ketercapaian tujuan

pembelajaran

1 1

2 Metode pembelajaran

penggunaan metode pembelajaran

1 2

3 Media

pembelajaran

penggunaan media pembelajaran

1 3

4 Materi pembelajaran

kesesuaian materi pelajaran dengan tujuan

pembelajaran

1 4

5 Evaluasi pembelajaran

proses evaluasi pembelajaran

1 5

6 Peran guru (guru kelas, guru pendidikan

khusus, guru mata pelajaran)

a. Sikap guru kelas selama pembelajaran b. Sikap guru

pendidikan khusus selama pembelajaran c. Sikap guru

mata pelajaran selama pembelajaran d. Komunikasi antara guru pendidikan


(59)

guru mata pelajaran mengenai anak berkesulitan belajar membaca menulis

b. Pedoman observasi anak berkesulitan belajar membaca menulis Tabel 3. Kisi – kisi Pedoman Observasi Pembelajaran Membaca

Menulis terhadap anak berkesulitan belajar membaca menulis

Aspek yang diamati

Indikator Sub Indikator

Membaca a) Membeda kan bentuk huruf

- Tidak dapat melafalkan semua huruf vokal (a,i,u,e,o) - Tidak dapat melafalkan beberapa huruf vokal

- Tidak dapat melafalkan semua huruf konsonan (b,c,d,f,...) - Tidak dapat melafalkan beberapa huruf konsonan

- Tidak dapat melafalkan huruf diftong (ny, ng)

- Tidak dapat melafalkan gabungan huruf diftong-vikal (nya, ngu,...)

- Tidak dapat melafalkan vokal rangkap ( ia, oi, ua, ...)

- Tidak dapat melafalkan gabungan konsonan vokal-konsonan (ba-pak, ka-pal, pas-ti, ...)

- Tidak dapat melafalkan gabungan vokal-konsonan (as-pal, ir-na)

- Tidak dapat membedakan huruf yang bentuknya hampir sama ( b-d, p-q, m-n-u-w)

b) Mengucap kan bunyi huruf dan kata

dengan benar

- Menerka-nerka kata Penyisipan kata - Penggantian kata

- Penggantian kata, makna berbeda

- Pengucapan kata yang salah, makna sama - Pengucapan kata yang salah, tidak bermakna - Pengucapan kata dengan bantuan guru


(60)

an mata dengan cepat ke kiri dan ke kanan sesuai dengan urutan tulisan yang dibaca

teratur sesuai dengan tulisan yang harus dibaca

- membaca secara urut dan tidak melompati bagian yang harus dibaca

d) menyuarak an tulisan yang

sedang dibaca dengan benar

- lancar membaca dan tidak menghafal - Pengulangan

- Pembalikan kalimat, subjek, predikat, objek

- membaca tulisan bukan membaca gambar pada tulisan yang ada gambarnya

e) mengenal arti tanda – tanda baca

- membedakan tanda baca titik dan koma - Tidak memperhatikan tanda baca

- membedakan arti tanda baca dalam sebuah kalimat pendek - Membetulkan keselahan sendiri

- Ragu-ragu dalam membaca - Membaca tersendat-sendat

- Tidak dapat mengurutkan susunan bacaan cerita

- membaca dengan lancar sebuah kalimat pendek yang dilengkapi tanda baca

Menulis Menulis dengan tangan

- Memegang alat tulis

- Menggerakkan alat tulis ke atas ke bawah - Menggerakkan alat tulis ke kiri ke kanan

- menyalin kata-kata dari papan tulis ke buku atau kertas - menulis huruf-huruf

- menulis nama panggilannya sendiri - menulis pada garis yang tepat Kesalahan

dalam menulis

- Menyalin kata dan kalimat dengan huruf balok - Menyalin huruf balok dari jarak jauh

- Menyalin huruf, kata, dan kalimat dengan tulisan bersambung - Menyalin tulisan bersambung dari jarak jauh

- Tidak Lambat dalam menulis

- Salah arah pada penulisan huruf dan angka


(61)

2. Pedoman wawancara

Pedoman wawancara disiapkan untuk mendapatkan data yang tidak dapat diperoleh hanya dengan melakukan pengamatan. Pedoman wawancara dalam penelitian ini berisi pertanyaan yang berkaitan dengan pembelajaran anak berkesulitan belajar membaca menulis permulaan. Wawancara dilakukan kepada guru kelas dengan

- Tulisan kotor

- Tidak tepat dalam mengikuti garis horizontal - Bentuk huruf atau angka tidak terbaca

- Tekanan pensil tidak tepat (terlalu tebal atau terlalu tipis) - Ukuran huruf terlalu besar atau terlalu kecil

- Bentuk terbalik (seperti bercermin) - Menulis a seperti o

- Menulis a seperti au - a seperti ci

- h seperti li - d seperti cl

- e tertutup (tidak ada lubangnya) - i seperti e tanpa titik

- m seperti w - n seperti v - o seperti a - r seperti i - r seperti n - t seperti l


(62)

tujuan untuk mengungkapkan kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh guru kelas dan guru pengampu mata pelajaran saat menyampaikan materi, dan metode yang digunakan saat mengajar. Wawancara pada anak yang mengalami kesulitan belajar membaca menulis meliputi kesulitan-kesulitan yang dihadapi selama pembelajaran. Wawancara dengan guru pendidikan khusus meliputi peran dan kontribusi guru inklusi untuk menunjang pembelajaran membaca menulis pada anak yang mengalami kesulitan belajar membaca menulis.

a. Pedoman wawancara guru kelas, guru pendidikan khusus dan guru mata pelajaran

Tabel 4. Kisi – kisi Pedoman Wawancara tentang Pembelajaran Membaca Menulis pada Anak Berkesulitan Belajar Membaca Menulis terhadap guru kelas, guru pendidikan khusus dan guru mata pelajaran.

No Komponen Indikator Jumlah Butir

Nomor Butir 1 Pemahaman

tentang anak berkesulitan belajar membaca menulis

Pemahaman tentang kebutuhan anak berkesulitan belajar membaca menulis

4 1, 2, 3, 4

2 Pembelajaran bagi anak berkesulitan belajar membaca menulis a. Ketercapaian tujuan pembelajaran b. Penggunaan media pembelajaran c. Penggunaan metode pembelajaran d. Pemilihan

8 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11,


(63)

e. Proses evaluasi pembelajaran 3 Peran guru (guru

kelas, guru pendidikan khusus, guru mata

pelajaran)

a. Peran guru kelas selama pembelajaran b. Peran guru

pendidikan khusus selama pembelajaran c. Peran guru

mata pelajaran selama

pembelajaran

3 13, 14, 15

b. Pedoman wawancara anak berkesulitan belajar membaca menulis

Tabel 5. Kisi – kisi Pedoman Wawancara tentang Pembelajaran Membaca Menulis pada Anak Berkesulitan Belajar Membaca Menulis terhadap Anak Berkesulitan Belajar Membaca Menulis

No Komponen Indikator Jumlah Butir

Nomor Butir 1 Pemahaman

siswa berkesulitan belajar membaca menulis

hal – hal yang dirasakan oleh anak berkesulitan belajar membaca

1 1

2 Pembelajaran bagi anak berkesulitan belajar membaca menulis a. penggunaan metode pembelajaran b. penggunaan media pembelajaran c. pemahaman mengenai materi yang disampaikan d. evaluasi

pembelajaran yang


(64)

3 Peran guru (guru kelas, guru pendidikan khusus, guru mata pelajaran) pada

pembelajaran anak berkesulitan belajar membaca menulis

a. pengajaran yang dilakukan oleh guru kelas b.pengajaran yang

dilakukan oleh guru pendidikan khusus

c. pengajaran yang dilakukan oleh guru mata pelajaran

3 6, 7, 8

3. Dokumentasi

Dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan data hasil belajar siswa harian, catatan harian dan hasil ulangan harian anak berkesulitan belajar membaca menulis. Untuk membantu memperlancar proses dokumentasi, peneliti menggunakan alat bantu berupa kamera dan alat perekam.

F. Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. (Miles and Huberman dalam Sugiyono 2014: 246), mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data yaitu data


(65)

reduction, data display, dan conclusion drawing/ verivication. Komponen tersebut ditunjukkan pada gambar dibawah ini.

Gambar 1. Komponen dalam Analisis Data Model Interaktif (Sugiyono, 2009: 338)

Berikut ini adalah penjelasan secara lebih detail analisis data dalam penelitian ini.

1. Data reduction (Reduksi data)

Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, maka dari itu perlu dicatat secara rinci dan teliti. Hal ini dilakukan dengan cara mereduksi data yang telah diperoleh. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal yang penting, dicari tema dan polanya. Pada tahap ini, peneliti menyalin seluruh data, memilah data mengenai pembelajaran anak berkesulitan belajar membaca menulis dan mereduksi data yang tidak


(66)

terkait dengan pembelajaran anak berkesulitan belajar membaca menulis.

2. Data display (penyajian data)

Setelah data direduksi, maka langkat selanjutnya adalah menyajikan data, “the most frequent from display data for qualitative research data in the past has been narrative text”. (Miles and Huberman dalam Sugiyono 2014:249). Yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah teks yang bersifat naratif. Dalam penelitian ini, data didisplaykan dalam bentuk uraian singkat. Data display secara lengkap dapat dilihat pada lampiran.

3. Conclusion drawing/ verivication

Langkah ketiga dalam analisis data penelitian ini adalah penarikan kesimpulan berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang ada. Penarikan kesimpulan, secara lengkap dapat dilihat pada lampiran.

G. Keabsahan Data

Uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi uji credibility (validitas internal), transferability (validitas eksternal), dependability (reliabilitas) dan confirmability (obyektivitas) (Sugiyono


(67)

2014:270). Dalam penelitian ini digunakan uji credibility dan uji dependability.

1. Uji Credibility

Ada 6 tahapan yang dilakukan untuk melakukan uji credibility yaitu perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan, triangulasi (sumber, teknik, waktu), diskusi teman sejawat, analisis kasus negatif dan member check.

Penelitian ini menggunakan triangulasi teknik, diskusi dengan teman sejawat dan member check. Triangulasi teknik dilakukan untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Data diperoleh dengan wawancara, lalu dichek dengan observasi dan dokumentasi. Peneliti juga melakukan diskusi dengan teman sejawat dengan cara melaksanakan forum grup discussion (FGD). Kemudian member checkdilakukan dengan cara melakukan pengecekan ulang data yang telah dikumpulkan kepada informan.

Sugiyono ( 2014: 275) mengemukakan bahwa bahan referensi dibutuhkan untuk membuktikan data yang ditemukan oleh penenliti. Data hasil wawancara perlu didukung dengan adanya rekaman wawancara, data tentang interaksi manusia atau gambaran perlu didukung dengan foto-foto atau dokumen autentik sehingga bisa


(68)

dipercaya. Peneliti juga menggunakan bahan referensi berupa foto-foto dokumentasi.

2. Uji Dependability

Uji dependability pada penelitian kualitatif dilakukan dengan cara melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian (Sugiyono, 2014: 277). Dalam penenlitian ini, uji dependability dilakukan oleh dosen pembimbing. Pembimbingan mulai dari menentukan masalah/fokus, memasuki lapangan, menentukan sumber data, melakukan analisis data, melakukan uji keabsahan data dan menentukkan kesimpulan.

Langkah awal yang ditempuh untuk menyusun instrumen adalah dengan mendefinisikan variabel penelitian yaitu. Kemudian menentukan sub variabel penelitian yaitu pembelajaran membaca menulis. Langkah selanjutnya adalah menentukan indikator kemudian menentukan butir instrumen yang selanjutnya disusun dalam tabel kisi-kisi instrumen.


(69)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Berikut ini adalah penjabaran hasil penelitian yang telah dilaksanakan oleh peneliti.

1. Deskripsi Anak Berkesulitan Belajar Membaca Menulis

“MPD” adalah inisial yang digunakan untuk menyebut anak yang mengalami kesulitan belajar membaca dan menulis di kelas III B SD N Giwangan. MPD merupakan siswa perempuan kelahiran Yogyakarta tahun 2006. MPD mulai belajar di SD N Giwangan pada tahun 2013.

Dari segi kognitif, MPD mengalami kesulitan belajar membaca dan menulis.Hal ini MPD tunjukkan pada mata pelajaran yang melibatkan unsur keterampilan membaca dan menulis. MPD cenderung diam ketika pembelajaran berlangsung.

Berdasarkan tes WISC menunjukkan MPD memiliki IQ Verbal 95, IQ Perform 86 dan IQ lengkap 90. Hasil tes menunjukkan bahwa anak mempunyai kapasitas Dull Normal, sedangkan berdasarkan tes CPM menunjukkan grade III atau rata – rata bawah. Usia mental MPD diperkirakan setara dengan umur 7 tahun 9 bulan. Ketika dilkukan asesmen, MPD berusia 8 tahun 9 bulan.


(70)

MPD tinggal bersama ayah, ibu dan adiknya. Ayah MPD bekerja sebagai wiraswasta sedangkan ibu MPD sebagai ibu rumah tangga. Keluarga memahami kesulitan yang dialami oleh MPD namun tidak bisa berbuat banyak termasuk meminta bantuan kepada sekolah untuk memberikan guru pendidikan khusus untuk MPD.

2. Pelaksanaan Kegiatan Pembelajaran pada Anak Berkesulitan Belajar Membaca Menulis

Tujuan pembelajaran untuk MPD sama seperti dengan siswa yang lain di kelasnya. Baik pada pembelajaran membaca menulis maupun pembelajaran yang lain. Guru selalu menyampaikan tujuan pembelajaran pada awal sebelum memulai pembelajaran. Sebelum menyampaikan tujuan pembelajaran, bersama dengan siswa melakukan doa bersama. Guru juga melakukan apersepsi untuk memfokuskan perhatian siswa termasuk MPD.

Pada inti proses pembelajaran, materi pembelajaran yang disajikan untuk MPD sama seperti siswa yang lain kecuali pada hari Sabtu di kelas inklusi, MPD mendapatkan materi pelatihan motorik dan pembelajaran yang dirasa sulit untuk diikuti oleh MPD selama berada di kelas reguler setiap hari Senin – Jumat. Materi juga disesuaikan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang seharusnya dicapai oleh siswa reguler. Guru kelas menjelaskan materi yang sama baik untuk


(71)

metode yang digunakan selama pembelajaran untuk MPD. Guru pendidikan khusus memberikan bimbingan dan penjelasan dengan cara mengulang meteri namun terbatas hanya di setiap hari Sabtu ketika kelas inklusi.

Selama proses pembelajaran, tidak ada media pembelajaran khusus yang digunakan oleh guru untuk MPD. Media yang digunakan untuk MPD sama seperti siswa yang lainnya. Namun untuk guru pendidikan khusus sering menggunakan media pembelajaran khusus untuk membantu MPD memahami materi yang ada. Namun intensitas MPD dengan guru pendidikan khusus sedikit, hanya setiap hari Sabtu di kelas inklusi.

Pada akhir pembelajaran, guru melakukan evaluasi pembelajaran, baik dengan pemberian tugas berupa soal yang harus dikerjakan di kelas maupun tugas berupa pekerjaan rumah. Di akhir setiap bab materi yang dibahas, MPD melaksanakan ulangan harian. Setiap pertengahan semester dan akhir semester, MPD melaksanakan ujian tengah semester dan ujian akhir semester. Standar evaluasi pembelajaran untuk MPD mengikuti Kriteria Ketuntasan Minimal yang ditetapkan oleh pihak sekolah yaitu 75. Evaluasi yang dilakukan oleh guru kelas dan guru mata pelajaran berbeda dengan guru pendidikan khusus. Bila guru kelas dan guru mata pelajaran menggunakan evaluasi berupa ulangan harian, ujian tengah semester dan ujian akhir semester


(72)

yang disamakan dengan siswa yang lain, guru pendidikan khusus melakukan evaluasi dengan menanyakan lisan hal – hal yang baru saja dibahas secara langsung.

Guru kelas baik guru kelas II A (kelas MPD di tahun ajaran 2014/2015) dan guru kelas III B (kelas MPD di tahun ajaran 2015/2016) menerima baik kehadiran MPD di kelasnya. Guru kelas tidak merasa terganggu dengan kehadiran MPD di kelas yang mereka ampu. Namun pemahaman guru kelas mengenai kondisi MPD sebagai anak berkesulitan belajar dan pembelajarannya kurang mendalam.

Dalam pembelajaran, guru kelas tidak secara khusus memberikan perhatian kepada MPD, beliau memperlakukan MPD sama seperti siswa yang lain. Tidak nampak ada pembicaraan antara guru kelas dengan guru pendidikan khusus mengenai MPD.

Penanganan siswa berkebutuhan khusus di SD Negeri Giwangan juga menjadi tanggung jawab guru pendidikan khusus karena keterbatasan pemahaman guru kelas. Guru pendidikan khusus tidak memberikan pendampingan setiap hari kepada MPD melainkan bila diminta dan ketika setiap hari Sabtu di kelas inklusi. Karena terlalu banyaknya anak berkebutuhan khusus sedangkan guru pendidikan khusus di SD Negeri Giwangan jumlahnya terbataas, maka perhatian guru pendidikan khusus juga terbatas kepada MPD.


(73)

Dalam pelaksanannya sehari-hari, guru pendidikan khusus tidak mendapat bantuan dari pihak manapun namun ketika kelas inklusi di hari Sabtu, terdapat bantuan dari guru kunjung.

Guru pendidikan khusus rajin untuk berkomunikasi dengan orang tua MPD untuk melaporkan perkembangan MPD melalui sms maupun pertemuan bulanan sedangkan dengan guru kelas maupun guru mata pelajaran, guru pendidikan khusus terbatas dalam berkomunikasi.

B. Pembahasan

1. Pelaksanaan Pembelajaran pada Anak Berkesulitan Belajar Membaca Menulis

Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak berkesulitan belajar membaca menulis melaksanakan pembelajaran seperti dengan siswa reguler yang lain baik dari segi tujuan, materi, metode, strategi, media dan evaluasi yang digunakan. Hasil temuan ini sesuai dengan tujuan pendidikan inklusif yaitu memberikan pendidikan yang seluas – luasnya kepada semua anak khususnya anak penyandang kebutuhan khusus (Tarmansyah 2007, 104 – 111).

Pada awal pembelajaran, guru memulainya dengan menyampaikan tujuan dari pembelajaran yang akan dilakukan oleh siswa. Tujuan pembelajaran merupakan komponen akhir, namun


(74)

sekaligus menjadi awal suatu sistem pembelajaran dikembangkan. (Martiyono, 2012: 59).

Pada inti pelajaran, materi pelajaran yang disajikan oleh guru disesuaikan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar siswa pada umumnya. Memang tidak ada materi khusus yang disajikan untuk MPD karena MPD masih bisa mengikuti pembelajaran dengan siswa yang lain, hanya saja terlalu lama bila diminta membaca dan menulis. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Martiyono (2012: 76) mengemukakan bahwa materi pembelajaran yang dipilih untuk diajarkan oleh guru di satu pihak dan harus dipelajari siswa di lain pihak hendaknya berisikan materi pembelajaran yang benar – benar menunjang tercapainya standar kompetensi dan kompetensi dasar.

Guru kelas tidak menyediakan media pembelajaran khusus untuk anak berkesulitan belajar membaca menulis namun guru pendidikan khusus sering menggunakan benda-benda sekitar yang digunakan sebagai media pembelajaran untuk MPD agar MPD mudah memahami materi yang diajarkan. Media pembelajaran memiliki fungsi untuk memudahkan belajar bagi siswa dan membantu memudahkan guru untuk mengajar. (Asnawir dan Basyiruddin Usman, 2002: 24).


(75)

Metode yang digunakan oleh guru belum variatif, sebagian besar menggunakan ceramah dan dikte. Guru harus menggunakan metode dan pendekatan pembelajaran yang tidak hanya menarik tetapi juga memberikan ruang bagi peserta didik untuk berkreatifitas dan terlibat secara aktif sepanjang proses pembelajaran (Andrean Perdana, 2011: 2).

Evaluasi pembelajaran dilakukan di akhir pembelajaran dan yang dilakukan menggunakan ulangan harian, ujian tengah semester dan ujian kenaikan kelas secara kognitif. Anak berkesulitan belajar membaca menulis tidak dikonfirmasi secara langsung mengenai pemahamannya selama pembelajaran. Alangkah lebih baiknya bila guru melakukan evaluasi untuk memastikan pemahaman siswanya, bimbingan yang selama ini dilakukan dan memastikan agar siswa dapat mencapai perkembangan yang optimum dan dapat mengatasi kesulitannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Sunaryo Kartadinata (2002: 50) bahwa bimbingan belajar yang diberikan kepada siswa hendaknya dapat mengatasi masalah yang dihadapi dalam belajar sehingga, setelah melalui proses perubahan belajar mereka dapat mencapai hasil belajar yang optimal sesuai dengan kemampuan, bakat dan minat yang dimilikinya.

Pemahaman yang kurang mendalam dari guru kelas mengenai MPD dan pembelajaran yang tepat untuk MPD menjadikan


(1)

(2)

Lampiran 9.Dokumentasi Kegiatan Penelitian

Dokumentasi Kegiatan Penelitian

Gambar 2. MPD mengerjakan tugas

SBK Gambar 3. MPD mengerjakan tugas untuk membaca cerita

Gambar 4. MPD sedang mendengarkan penjelasan guru Penjaskes


(3)

Gambar 6. MPD ketika membantu

teman menggunting kain Gambar 7. MPD ketika pelajaran komputer


(4)

(5)

(6)