FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN DAERAH DARI SEKTOR PARIWISATA DI KOTAMADYA MALANG.

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Jurusan Ekonomi Pembangunan

Diajukan Oleh :

ARIEF HARTOKO 0311015003/FE/EP

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR


(2)

Disusun Oleh : ARIEF HARTOKO 0311015003/FE/EP

Telah Dipertahankan Dihadapan Dan Diterima Oleh

Tim Penguji Skripsi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Pada Tanggal 29 Mei 2009

Pembimbing : Tim Penguji :

Pembimbing Utama Ketua

Drs. Ec. Patrap Wiprapto, MS Dr. Hj. Muctholifah SE, MP Sekretaris

Drs. Ec. Patrap Wiprapto, MS Anggota

Drs. Ec. Arief Bacthiar, Msi

Mengetahui Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Dr. Dhani Ichsanuddin Nur, MM NIP. 030 202 389


(3)

Allah SWT atas segala rahmat, hidayah, karunia dan anugerah-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul :

“FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN DAERAH DARI SEKTOR PARIWISATA DIKOTAMADYA MALANG”.

Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Pembangunan pada Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik tanpa adanya bantuhan, bimbingan, serta saran-saran dari berbagai pihak, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan terimah kasih yang tidak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP, selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Drs. Dhani Ichsanudin Nur, SE, MS, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Bapak Drs. Ec. Marseto, Msi, selaku Ketua Jurusan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.


(4)

yang telah memberikan dorongan moril dan pengorbanan dalam terselesaikannya penulisan skripsi ini.

6. Terima kasih kepada teman - teman yang telah memberi bantuan, doa dan waktunya sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.

7. Berbagai pihak yang turut membantu dan menyediakan waktunya demi terselesaikannya skripsi ini yang tidak dapat penulis sebut satu persatu.

Semoga Allah SWT, melimpahkan rahmat, hidayah, karunia dan anugrahNya kepada kita semua atas segala bantuaan dan dukungan yang diberikan kepada penulis.

Akhirnya penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Sehingga skripsi ini menjadi lebih sempurna dan bermanfaat bagi penulis khususnya dan semua yang membutuhkan.

Surabaya, 29 Mei 2009


(5)

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

ABSTRAKSI... x

BAB I : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II :TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hasil Penelitian Terdahulu ... 5

2.2 Landasan Teori ... 9

2.2.1. Hakekat Pembangunan Pariwisata Indonesia ... 9


(6)

2.2.3. Penerimaan Pendapatan Daerah ... 13

2.2.4. Definisi Pasar Wisata... 15

2.2.5. Definisi Wisatawan... 16

2.2.6. Pengertian Usaha Jasa Pariwisata... 19

2.2.6.1. Peran Serta “Industri Pariwisata” dalam Pengembangan Pariwisata ... 20

2.2.7. Investasi ... 25

2.2.7.1. Investasi dalam Konteks Ekonomi Makro... 26

2.2.7.2. Kriteria Investasi... 27

2.2.7.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Investasi ... 27

2.2.8. Obyek Wisata ... 28

2.2.9. Definisi Hotel……….. ... 31

2.2.10. Pengaruh Pariwisata Terhadap Perekonomian ... 33

2.2.11. Penerimaan Pendapatan Daerah dari Sektor Pariwisata…. ... 34

2.3 Kerangka Pemikiran ... 36

2.4 Hipotesis ... 38


(7)

3.2 Teknik Penentuan Sampel ... 40

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 41

3.4 Teknik Analisis dan Uji Hipotesis... 41

3.4.1 Teknik Analisis ... 42

3.4.2 Uji Hipotesis ... 44

3.5. Pendekatan Asumsi Blue (Best Linear Unbiased Estimator)... 47

3.6. Asumsi Klasik... 48

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Obyek Penelitian... 51

4.1.1. Keadaan Geografis... 51

4.1.2. Kadar Udara ... 51

4.1.3. Keadaan Geologi... 51

4.1.4. Jenis Tanah ... 52

4.1.5. Batas wilayah administrasi ... 52

4.1.6. Pembagian wilayah administrasi... 53

4.2. Deskripsi Hasil Penelitian ... 53

4.2.1. Perkembangan Pendapatan Daerah Dari Sektor Pariwisata.. 53

4.2.2. Perkembangan Jumlah Wisatawan... 55


(8)

vi

Mancanegara……….. 57

4.3. Pengujian Hasil Analisis Regresi Klasik BLUE (Best Linier Unbiased Estimator) ... 59

4.3.1. Analisis dan Pengujian Hipotesis... 63

4.3.2. Uji Hipotesis Secara Simultan (Keseluruhan) ... 65

4.4.3. Uji Hipotesis Secara Parsial (Individu) ... 67

4.4. Pembahasan ... 74

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan………. 77

5.2. Saran………... 80 DAFTAR PUSTAKA


(9)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Input Pendapatan Daerah Dari Sektor Pariwisata, Jumlah Wisatawan, Investasi Sarana Pariwisata, Usaha Jasa Pariwisata, Rata-rata Lama Tinggal Wisatawan Mancanegara.

Lampiran 2. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda (Variable Entered, Model

Summary).

Lampiran 3. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda (ANOVA) dan Hasil Analisis Linier Berganda (Coefficients).

Lampiran 4. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda (Coeffisients Correlations) dan Hasil Analisis Linier Berganda (Collinearity Diagnostics).

Lampiran 5. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda (Residuals Statistics) dan Hasil Analisi Regresi Linier Berganda (Nonparametic Correlations). Lampiran 6. Tabel Pengujian Nilai F

Lampiran 7. Tabel Pengujian Nilai t Lampiran 8. Tabel Durbin-Watson

ix 


(10)

Oleh :

ARIEF HARTOKO

ABSTRAKSI

Dalam proses pembangunan sektor Pariwisata di Tingkat Daerah yang memperhatikan potensi dan prioritas tiap-tiap daerah memerlukan pengembangan Teknologi Informasi dan Telekomunikasi untuk menambah keindahan dan manfaat ekonomi, sosial, kebudayaan, serta lingkungan dari suatu Daerah tujuan Wisata, dan secara tidak langsung ini bisa mempengaruhi pemasukan Devisa Negara, juga bisa digunakan sebagai sarana untuk menyerap tenaga kerja di Daerah sekitarnya.

Penelitan ini akan meneliti Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Daerah Dari Sektor Pariwisata. Dalam penelitian ini variabel-variabel yang dipergunakan adalah variable Jumlah Wisatawan (X1), Investasi Sarana Pariwisata (X2), Usaha Jasa Pariwisata (X3), Rata-rata Lama Tinggal Wisatawan Mancanegara (X4), dan Pendapatan Daerah Dari Sektor Pariwisata (Y) sebagai variable terikat. Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Jumlah Wisatawan, Investasi Sarana Pariwisata, Usaha Jasa Pariwisata, Rata-rata Lama Tinggal Wisatawan Mancanegara terhadap Pendapatan Daerah dari Sektor Pariwisata di Kota Malang. Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan data Sekunder yaitu data berkala (Time Series) yang diambil selama 10 tahun. Sedangkan analisis yang dipergunakan adalah Regresi linier berganda menggunakan uji F dan uji t.

Dari hasil perhitungan analisis data dan Pengujian hipotesis secara simultan diperoleh hasil Fhitung = 136,269 > Ftabel = 5,19, berarti variabel X1, X2, X3, dan X4 secara simultan berpengaruh nyata terhadap variable Y. Sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh antara variabel bebas dan variabel terikat telah terbukti. Berdasarkan uji hipotesis secara parsial diperoleh thitung variabel X1 tidak berpengaruh secara nyata dan positif terhadap Variabel Y dengan diperoleh nilai thitung = 0,232 < ttabel = 2,571. Berdasarkan uji hipotesis


(11)

xi 

 

2,571.

uji hipotesis secara parsial diperoleh thitung variabel X4 tidak berpengaruh nyata terhadap variabel Y dengan nilai thitung = -2,299 < ttabel =

Keyword : Jumlah Wisatawan, Investasi Sarana Pariwisata, Usaha Jasa Pariwisata, Rata-rata Lama Tinggal Wisatawan Mancanegara, dan Pendapatan Daerah Dari Sektor Pariwisata.


(12)

1.1. Latar Belakang

Pembangunan nasional dilaksanakan secara merata di seluruh tanah air dan tidak hanya untuk suatu golongan atau sebagian masyarakat, serta harus benar-benar dapat dirasakan oleh seluruh rakyat sebagai bagian untuk memperbaiki tingkat hidup yang berkeadilan sosial yang menjadi tujuan dan cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia. Kegiatan pembangunan juga dilaksanakan diberbagai sektor termasuk diantaranya sektor pariwisata ditingkat daerah yang memperhatikan potensi dan prioritas tiap-tiap daerah.

Keinginan untuk meningkatkan pengembangan pariwisata di Indonesia pada dasarnya disebabkan oleh faktor-faktor seperti berkurangnya peranan migas sebagai penghasil devisa, karena itu pariwisata industri jasa merupakan salah satu yang potensinya menjanjikan harapan terciptanya kesejahteraan masyarakat pada masa mendatang. Selain itu pariwisata dirasakan cukup adil dalam pengembangan ekonomi, sehingga mendapat prioritas cukup tinggi untuk meningkatkan penghasilan Negara (Kodhyat ; 1997 ; 29).

Untuk mencapai keberhasilan program kepariwisataan yang dimaksud, diperlukan langkah-langkah yang serasi antar semua pihak terkait, baik pemerintah maupun masyarakat, sehingga terwujud keterpaduan lintas sektoral.


(13)

Banyak kegiatan yang terkait dengan industri pariwisata. Hal ini berarti banyak industri lain yang dapat digerakkan oleh industri pariwisata seperti kegiatan biro perjalanan, transportasi, perhotelan, restoran, kesenian dan budaya daerah, kerajinan rakyat, guider untuk memandu wisman, pameran dan olah raga internasional yang diselenggarakan di daerah-daerah, dan kegiatan-kegiatan lainnya.( Badrudin ; 2001 ; 385 ).

Matarantai kegiatan yang terkait dengan industri pariwisata akan mampu menghasilkan devisa dan dapat juga digunakan sebagai sarana untuk menyerap tenaga kerja sehingga dapat mengurangi angka pengangguran dan meningkatkan angka kesempatan kerja di Indonesia. Selain itu industri pariwisata akan mampu meningkatkan pendapatan nasional Indonesia. Dalam mengelolah industri pariwisata dapat digunakan berbagai wahana diantaranya teknologi informasi dan telekomunikasi. Menurut Buhalis (1995) teknologi informasi dan telekomunikasi adalah alat yang strategi untuk menambah keindahan dan manfaat ekonomi, social, kebudayaan, dan lingkungan dari suatu daerah tujuan wisata. Dengan demikian, pengelolaan industri pariwisata tidak hanya sekedar memelihara dan mempromosikan daerah tujuan wisata, dan mengundang wisatawan nusantara (wisnu) dan wisatawan mancanegara (wisman) untuk mengunjungi daerah tujuan wisata, tetapi juga harus mengemas segala upaya untuk meningkatkan jumlah wisatawan yang mengunjungi Indonesia sebagai daerah tujuan wisata dengan ramuan informasi dan teknologi agar diperoleh hasil optimal dan akhirnya wisatawan akan memperoleh kepuasan.


(14)

Adapun peningkatan Pendapatan daerah dari sektor pariwisata di kota Malang dari empat tahun terakhir yaitu, pada tahun 2003-2006. Pada tahun 2003 yaitu sebesar Rp 20.175.000 ribu,- dan tahun 2004 sebesar Rp. 23.350.000 ribu,- sehingga mengalami peningkatan sebesar 15,73 %. Pada tahun 2005 yaitu sebesar Rp. 25.461.800 ribu,- sehingga mengalami peningkatan sebesar 9,04 %, dan pada tahun 2006 sebesar Rp. 32.768.700 ribu,- sehingga mengalami peningkatan sebesar 28,69 %. (Dinas Pariwisata, Informasi dan Komunikasi Kota Malang ; 2009).

Penelitian ini mengambil obyek sebatas kepariwisataan di kota malang yang meliputi, jumlah wisatawan, investasi sarana pariwisata, usaha jasa pariwisata dan rata-rata lama tinggal wisatawan asing dalam upaya pembangunan daerah dengan Kota Malang sebagai jendela wisata di Jawa Timur.

1.2. Perumusan masalah

Sesuai dengan uraian diatas, serta langkah-langkah dan penyelesaian yang dimungkinkan untuk mengatasi pendapatan daerah dari sektor wisata yang dialami di Kota Malang, maka perumusan masalah yang diajukan ini adalah :

“Apakah Jumlah Wisatawan, Investasi Sarana Pariwisata, Usaha Jasa Pariwisata, Rata-rata Lama Tinggal Wisatawan Mancanegara berpengaruh terhadap Pendapatan Daerah dari Sektor Pariwisata di Kota Malang ?”


(15)

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini berdasarkan perumusan masalah diatas adalah sebagai berikut:

“ Untuk mengetahui pengaruh Jumlah Wisatawan, Investasi Sarana Pariwisata, Usaha Jasa Pariwisata, Rata-rata Lama Tinggal Wisatawan Mancanegara terhadap Pendapatan Daerah di Kota Malang “.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dan dapat diperoleh dari hasil penelitian ini :

1. Sebagai sumbangan pikiran terhadap pembuatan keputusan untuk menentukan pola kebijaksanaan selanjutnya.

2. Untuk mengembangkan kemampuan dalam menganalisis suatu masalah di bidang pendapatan daerah dari sektor pariwisata.

3. Sebagai bahan informasi ilmiah bagi pihak yang berkepentingan serta diharapkan dapat bermanfaat bagi Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.


(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh pihak lain dipakai sebagai bahan pengkajian yang berhubungan dengan upaya meningkatkan pendapatan daerah sektor pariwisata dan beberapa faktor yang mempengaruhinya dan dijadikan sebagai bahan masukan. Beberapa penelitian terdahulu yang dipandang relevan untuk disampaikan disini adalah sebagai berikut :

Budi, (2000:13), “Usaha untuk meningkatkan pendapatan daerah-daerah sector pariwisata didaerah-daerah tingkat I Jawa Timur”. Beberapa faktor yang dianggap berpengaruh adalah jumlah obyek wisata (X1), hotel (X2), dan fasilitas tempat hiburan (X3). Permasalahan yang dikemukakan adalah seberapa jauh peranan peningkatan pendapatan daerah dari sektor pariwisata khususnya obyek wisata, hotel, dan tempat hiburan terhadap penerimaan daerah tingkat I Jawa Timur. Secara parsial obyek wisata mempunyai hubungan yang kurang kuat dan signifikan terhadap penerimaan pendapatan daerah tingkat I Jawa Timur. Namun jumlah hotel dan tempat hiburan mempunyai hubungan yang kuat dan positif terhadap penerimaan pendapatan daerah tingkat I Jawa Timur sehingga dapat dikatakan bahwa keduanya mempunyai pengaruh terhadap besar kecilnya penerimaan


(17)

pendapatan daerah tingakat I Jawa Timur. Dengan analisis korelasi sederhana, ditunjukkan bahwa obyek wisata, hotel dan tempat hiburan berperan dalam meningkatkan penerimaan sektor pariwisata didaerah tingkat I Jawa Timur.

Mayangsari, (2002:ix), “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Devisa Pariwisata Propinsi Jawa Timur”.Variabel bebas (X) yang digunakan adalah jumlah wisatawan mancanegara (X1), rata-rata lama tinggal wisatawan mancanegara (X2), jumlah hotel (X3), dana promosi pariwisata (X4), dan rata-rata pengeluaran wisatawan mancanegara (X5). Variable terikat (Y) adalah penerimaan devisa pariwisata. Secara simultan seluruh variabel bebas terbukti berpengaruh secara signifikan terhadap variable terikat. Hal ini diketahui dari uji F yang diperoleh Fhitung = 20,779 > Ftabel = 4,76 pada level of significant sebesar α = 0,005. Sedangkan hasil penelitian uji t pada level of significant α / 2 = 0,025. Maka hubungan parsial variable (X1) berpengaruh secara nyata dan berhubungan positif terhadap penerimaan devisa pariwisata dengan thitung = 7,308 > ttabel = 1,943. Untuk rata-rata lama tinggal wisatawan mancanegara (X2) diperoleh thitung = 3,386 > ttabel = 1,943 yang berarti bahwa rata-rata lama tinggal wisatawan mancanegara berpengaruh positif terhadap penerimaan devisa pariwisata dan rata-rata pengeluaran wisatawan mancanegara (X5) berpengaruh secara nyata terhadap penerimaan devisa pariwisata dengan thitung =3,418 > ttabel = 1,943.


(18)

Penerimaan Negara dari Sektor Pariwisata di Jawa Tengah”. Variabel bebas (X) yang digunakan adalah jumlah wisatawan mancanegara (X1), jumlah obyek wisata (X2), dan sarana hotel (X3). Variabel terikat (Y) yang digunakan adalah penerimaan Negara dari sektor pariwisata. Secara simultan variabel bebas (X) berpengaruh secara positif terhadap penerimaan negara dari sektor pariwisata di Jawa Tengah (Y). Ditunjukkan dengan Fhitung = 49,868 > Ftabel = 4,76 dan hasil penelitian secara parsial kunjungan

wisatawan mancanegara (X1) berpengaruh positif dengan penerimaan

devisa sektor pariwisata, dengan thitung = 5,501 > ttabel = 2,447. Obyek wisata (X2) berpengaruh positif di mana thitung = 6,904 > ttabel = 2,447. Sarana hotel berpengaruh positif terhadap penerimaan devisa sektor pariwisata dengan thitung = 2,489 > ttabel = 2,447.

Putranty, (2001:ix), ”Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Devisa Sektor Pariwisata Propinsi Jawa Timur”. Variabel bebas (X) berpengaruh secara simultan terhadap variabel terikat (Y). jumlah wisatawan mancanegara (X1) dengan nilai Fhitung = 9,225 > Ftabel = 4,76 menggunakan level of significant sebesar α = 0,005. Jumlah wisatawan mancanegara berpengaruh secara nyata terhadap variabel terikat (Y) dengan thitung = 3,405 > ttabel = 3,205, untuk rata-rata lama tinggal (X2) diperoleh thitung = 0,360 < ttabel = 2,447 yang berarti bahwa jumlah obyek wisata berpengaruh secara nyata terhadap penerimaan devisa sektor pariwisata.

Iswindarti, (2003:xi), “Beberapa Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Devisa Sektor Pariwisata di Propinsi Bali”. variabel bebas (X)


(19)

yang digunakan adalah jumlah wisatawan mancanegara (X1), jumlah obyek wisata (X2), jumlah hotel (X3) dan nilai tukar rupiah terhadap US dollar (X4). Penerimaan devisa sektor pariwisata sebagai variabel terikat (Y). secara simultan variabel bebas terbukti berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat. Ditunjukkan dengan uji Fhitung = 37,7547 > Ftabel = 3,18. Sedangkan dari pengujian secara parsial menggunakan uji t dengan α = 0,05. Jumlah wisatawan mancanegara (X1) berpengaruh secara positif terhadap penerimaan devisa sektor pariwisata dengan thitung = 2,716 < ttabel = 2,1604. Jumlah obyek wisata (X2) berpengaruh secara positif terhadap penerimaan devisa sektor pariwisata dengan nilai thitung = 3,174 > ttabel 2,1604. Jumlah hotel (X3) berpengaruh positif terhadap penerimaan devisa sektor pariwisata dengan thitung = 0,130 < ttabel = 2,1604. Nilai tukar rupiah

terhadap US $ (X4) berpengaruh negative terhadap penerimaan devisa

sektor pariwisata dengan thitung = -2,631 < ttabel = 2,1604. Berdasarkan Jurnal :

Badrudin, (KOMPAK no.3, 2001:385), “Menggali Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) Daerah Istemewa Yogyakarta Melalui Pengembangan Industri Pariwisata”. Diperoleh kesimpulan bahwa dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat di daerah, perlu dilaksanakan pembangunan yang berasal dari alokasi belanja dari pusat ke daerah tidak lagi dapat diandalkan karena kondisi keuangan Negara yang kritis diakibatkan himpitan berbagai krisis. Oleh karena itu, dalam melaksanakan pembangunan daerah sangat diperlukan penggalian sumber dana yang


(20)

berasal dari PAD. Salah satu sumber PAD yang dapat digali adalah pendapatan dari industri pariwisata.

Sasongko, (LITBANG JAWA TIMUR, no.1, 2005:28). “Potensi Paket Wisata Jawa Timur, Jawa Tengah Dan D.I. Yogyakarta Antar Propinsi”. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah (1) Mengemas obyek wisata Pantai Teleng Ria, Goa Gong, Goa Tabuhan dan Pantai Srau dalam satu paket wisata yang terintegrasi dan terpadu dengan paket wisata lain di Kabupaten Wonogiri dan Propinsi Jogjakarta ; (2) pemilihan media promosi yang sesuai dengan pasar dan tepat sasaran ; (3) Kerjasama dengan dinas pariwisata lain dan praktisi pariwisata, seperti : biro perjalanan wisata, hotel, restoran dan TIC Jogjakarta ; (4) Menerapkan manajemen pemasaran yang mumpuni dibidang pariwisata dengan menganalisa,merencanakan, melaksanakan dan pengawasan program pemasaran ; (5) Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia insan pariwisata (pengelola obyek wisata, jasa wisata, sarana wisata, dan seni budaya) sehingga mempunyai kreativitas yang tinggi ; (6) Mengembangkan rute paket wisata potensial, berdasarkan analisa kuantitatif diketahui ada 15 (limabelas) rute paket wisata yang kiranya masih bias dikembangkan lagi disesuaikan dengan tren wisatawan yang dapat berubah.

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Hakekat Pembangunan Pariwisata Indonesia


(21)

pembangunan nasional yang pada hakekatnya adalah pembangunan ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan yang dilakukan secara terintegrasi dan menyeluruh.

Sektor pariwisata sangat besar peranannya dalam pembangunan ekonomi, karena selain sebagai sumber perolehan devisa, investasi, juga sebagai sektor cukup berperan dalam penciptaan lapangan pekerjaan. Namun karena ambivalensinya pariwisata, pada saat yang sama juga dapat menimbulkan dampak negatif yang apabila tidak dikelola dengan baik seringkali mengalahkan manfaatnya. Aspek sosial, budaya dan lingkungan adalah paling sering menerima dampak negatifnya.

Untuk mendapatkan keseimbangan, maka pembangunan pariwisata hendaknya mengikuti prinsip-prinsip umum keberlanjutan, dengan melestarikan nilai-nilai kelokalan sebagai jati diri yang membangun citra pariwisata Indonesia.

2.2.1.2. Prinsip-Prinsip Dalam Kode Etik Pariwisata Dunia Dalam Pembangunan Pariwisata Dan Hak Azasi Manusia Indonesia

Universal Declaration of Human Right menyatakan bahwa kegiatan

berwisata merupakan kebutuhan dasar yang harus dihargai sebagai hak azasi individu tanpa boleh membedakan suku, ras, jenis kelamin, cara hidup, bahasa atau agama.

Oleh karena itu, pembangunan pariwisata Indonesia harus mampu mempromosikan perdamaian dunia dan keharmonisan hubungan antar manusia dalam semangat toleransi, saling pengertian dan saling hormat


(22)

antar masyarakat dan bangsa. Di samping itu, ia juga harus bisa melestarikan warisan budaya dan melindungi peninggalan-peninggalan bersejarah atau archeologi sehingga dapat diserahkan kepada generasi penerus.

Pengembangan pariwisata juga harus berorientasi pada pemberdayaan masyarakat. Penduduk setempat harus diikutsertakan dalam kegiatan kepariwisataan dan secara adil menikmati keuntungan ekonomis, sosial dan budaya yang mereka usahakan, khususnya dalam menciptakan lapangan pekerjaan baik langsung maupun tidak langsung yang timbul dari pariwisata. Pariwisata Indonesia juga memberikan hak kebebasan individu seluas-luasnya untuk melakukan kegiatan kepariwisataan baik di dalam maupun ke luar negeri.

Pariwisata merupakan gejala sosial kompleks yang menyangkut manusia secara utuh baik aspek sosiologis, psikologis, ekonomis, maupun ekologis. Namun selama ini aspek ekonomis yang terlihat paling banyak diperhatikan dan diprioritaskan, sedangkan aspek lain terutama aspek sosiologis dan aspek ekologis sangat kurang diperhatikan di dalam pengembangan pariwisata. Aspek sosiologis dan ekologis termasuk di dalamnya hak-hak wisatawan sebagai mahluk sosial dan bagian dari bagian dari ekologi.

Melakukan perjalanan wisata saat ini menjadi kebutuhan dasar bagi setiap orang, oleh karena itu berwisata harus diperlakukan sebagai hak asasi setiap orang, yang harus dijunjung tinggi dan dihormati. Upaya saling


(23)

menghormati dan memahami satu sama lain baik wisatawan, tuan rumah

yang dikunjungi, maupun para penyelenggara perjalanan (Global Code

Ethics for Tourism: article 1 (1)) dapat ditafsirkan sebagai bagian dari penegakkan hak asasi manusia.

Oleh karena itu, Undang-undang kepariwisataan hendaknya memuat aspek-aspek yang mengatur dan menjamin hak-hak individu sebagai hak yang paling mendasar.

2.2.2. Definisi Pariwisata

Menurut rekomendasi PATA (Pacific Area Travel Association)

pariwisata diartikan sebagai berikut orang-orang yang sedang mengadakan perjalanan dalam jangka waktu minimal 24 jam dan maksimal 3 bulan didalam suatu negeri yang bukan merupakan negeri dimana biasa ia tinggal.diantaranya meliputi :

1. Orang-orang yang mengadakan perjalanan untuk senang-senang,

untuk keperluan pribadi.

2. Orang-orang yang sedang mengadakan perjalanan untuk

menghadiri pertemuan, konfrensi, musyawarah dalam hubungan organisasi.


(24)

4. Pejabat pemerintah dan orang-orang militer beserta keluarganya yang diposkan pada suatu Negara lain hendakny jangan dimasukan dalam kategori ini, tetapi apabila diantaranya mengadakan perjalanan ke negara lain, maka hal ini dapat digolongkan sebagai wisatawan ( Anonim,1989;7)

Menurut WTO (World Tourism Organisation) Pariwisata dapat

diartikan sebagai berikut pengunjung sementara yang tinggal sekurang-kurangnya 24 jam di Negara (tempat) yang dikunjungi dengan maksud tujuan perjalanan sebagai berikut :

1. Pesiar (leisure) yaitu untuk keperluan rekreasi, liburan, kesehatan, studi, kegiatan keagamaan, olah raga.

2. Kunjungan kepada sanak saudara, konfrensi dan misi

(Anonim,1989;24).

Kedua tujuan diatas merupakan tinjauan dari sudut yang berbeda-beda namun pada prinsipnya saling melengkapi.

2.2.3. Penerimaan Pendapatan Daerah

Untuk pelaksanaan kegiatan pemerintahan pembangunan di suatu daerah tertentu saja diperlukan adanya dana baik yang berasal dari pemerintah pusat maupun digali sendiri oleh pemerintah daerah pemberian otonom pada daerah ini merupakan pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa pemerintah berkewajiban melaksanakan asas desentralisasi dan di konsentrasikan dalam menyelenggarakan pemerintah


(25)

daerah untuk melaksanakan tugas dan kewajiban telah di berikan pada pemerintah daerah sumber yang cukup untuk mengurus rumah tangga sendiri

Pemerintah kota Malang yang berstatus daerah otonom mempunyai hak. Wewenang dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal ini mengandung makna bahwa beberapa urusan pemerintah pusat diserahkan pada pemerintah daerah sebagai pelaksana asas desentralisasi. Namun tidak berarti semua tanggung jawab terakhir berada ditangan pemerintah daerah (Brotodihardjo, 1982;96).

Berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang nomor 5 tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintah didaerah, menjelaskan bahwa sumber-sumber pendapatan daerah meliputi hal-hal sebagai berikut :

1. Pendapatan asli daerah terdiri dari : 1. Hasil Pajak Daerah

2. Hasil Retribusi Daerah 3. Hasil Perusahaan Daerah

4. Lain-lain hasil usaha daerah yang sah.

2. Pendapatan berasal dari pemberian pemerintah pusat, terdiri dari : 1. Sumbangan dari pemerintah pusat.

2. Sumbangan-sumbangan lain yang diatur dengan


(26)

3. Lain-lain pendapatan yang sah (sandjaja, 1983;123).

2.2.4. Definisi Pasar Wisata

Menurut wahab (1989;34) adalah permintaan yang nyata atau yang masih potensial akan sesesuatu produk wisata tertentu yang didasarkan pada suatu motivasi perjalanan.

Berdasarkan pengertian tersebut, seseorang akan menjelajahi banyak pasar wisata yang serupa untuk menjelajahi berbagai jenis daerah atau menyeberangi banyak tapal batas.

Beberapa contoh-contoh pasar wisata, antara lain : 1. Menurut maksud perjalanan

a. Pasar wisata berhari libur, ditandai oleh lama bermalam yang

relative lebih lama didaerah tujuan wisata.

b. Pasar wisata budaya, merupakan permintaan yang sngat besar

terhadap kegiatan-kegiatan budaya yang bermacam jenis, yaitu orang-orang yang bermaksud memperkaya diri dengan informasi pengetahuan.

c. Pasar wisata konvensi makin bertambah jumlah konggres maka

makin besar minat Negara pada pasar wisata

2. Menurut umur

Pariwisata modern tidak lagi merupakan monopoli bagi orang-orang yang berumur setengah baya dan pensiunan yang biasanya mampu ikut serta dalam perjalanan santai. Tapi hal ini disebabkan oleh beberapa


(27)

alasan yaitu : tingkat pendapatan meningkat, waktu kerja berkurang, meluasnya usaha perjalanan, semangat wisata meningkat, penyelenggaran makin aman dan sebagainya.

3. Menurut kecenderungan wisata internasional

Meskipun dalam beberapa tahun terakhir ini mulai mananjak suatu kecenderungan yang luar biasa terhadap perjalanan wisata jarak jauh namun faktor jarak dekat dengan pasar-pasar wisata sumber wisatawan tetap menjadi faktor utama dalam pariwisata internasional (Wahab, 1989;39).

2.2.5. Definisi wisatawan

Berdasarkan rekomendasi International Union of OfficeTravel

Organization (IUOTO) dan World Tourism Organization (WTO),

Wisatawan adalah seseorang atau sekelompok orang yang melakukan perjalanan ke sebuah atau beberapa negara di luar tempat tinggal biasanya atau keluar dari lingkungan tempat tinggalnya untuk periode kurang dari 12 (dua belas) bulan dan memiliki tujuan untuk melakukan berbagai aktivitas

wisata. Terminologi ini mencakup penumpang kapal pesiar (cruise ship

passenger) yang datang dari negara lain dan kembali dengan catatan

bermalam.

Melihat sifat perjalanan dan ruang lingkup dimana perjalanan wisata itu dilakukan, maka jenis wisatawan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :


(28)

Adalah orang asing yang melakukan perjalanan wisata yang dating memasuki suatu Negara lain yang bukan merupakan negaranya dimana bias mereka tinggal.

2. Wisatawan Domestic (Domestic Foreign Tourist)

Orang yang berdiam atau bertempat tinggal pada suatu Negara yang melakukan perjalanan wisata di wilayah Negara dimana ia tinggal.

3. Wisatawan Dalam Negeri (Domestik Tourist)

Seorang warga suatu Negara yang melakukan perjalanan dalam batas wilayah negaranya sendiri tanpa melewati perbatasan negaranya.

4. Indegenous Tourist

Yaitu warga Negara suatu Negara tertentu yang karena tugasnya atau jabatannya berda di luar negeri, pulang ke Negara asalnya dan melakukan perjalanan wisata di wilayah negaranya sendiri.

5. Transit Tourist

Wisatawan yang sedang melakukan perjalanan wisata ke suatu Negara tertentu yang menumpang kapal laut, udara dan kereta api yang terpaksa mampir atau singgah pada suatu pelabuhan

airport/station (Yoeti, 1982;132).

Dengan banyaknya kunjungan wisatawan mancanegara otomatis uang yang dibelanjakan oleh wisatawan akan meningkatkan penerimaan Negara.


(29)

Faktor Yang Mempengaruhi Kunjungan Wisatawan Mancanegara

Jumlah kunjungan wisatawan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang antara lain :

1. Faktor hukum dan perundang-undangan

faktor-faktor ini mempersiapkan semua peraturan yang menyangkut pasar-pasar wisata yang sangat diperlukan untuk menetapkan kemungkinan pemanfaatan pasar-pasar wisata itu,misal seandainya pada suatu Negara tertentu peraturan yang ketat dalam membatasi warga negaranya bepergian ke luar negeri karena alasan kesulitan ekonomi dalam Negara, jelas Negara itu bukan menjadi suatu pasar sumber wisatawan yang baik dan karena itu, tentu akan sia-sia menyediakan anggaran promosi wisata ke Negara itu.

2. Faktor politik

Situasi politik sangat berperan dalam pariwisata, selain jumlah arus wisatawan akan menurun secara drastis ke daerah atau tujuan wisatawan yang terjadi krisis politik atau peperangan, juga Negara-negara sumber wisatawan akan terkena akibatnya. Tambahan pula juga hubungan baik secara politis antara Negara sumber wisatawan dengan Negara kunjungan akan membawa dampak positif terhadap peningkatan arus wisatawan antara ke dua Negara itu.

3. Faktor teknologi

Kemudahan-kemudahan pencapaian yang baik ke suatu daerah kunjungan dan tersedianya bermacam-macam sarana angkutan akan


(30)

sangat mempengaruhi pengembangan arus wisatawan. Otomatisasi bidang informasi missal dan sarana computer akan membawa dampak yang berguna dalam menyebarkan informasi untuk meningkatkan minat berwisata dan merangsang peningkatan dan kedatangan wisatawan.

4. Faktor budaya

Diantara kekuatan-kekuatan yang sangat efektif memberi bentuk arus wisatawan yaitu faktor pendidikan, adat istiadat, dan ilmu pengetahuan mengenai bidang-bidang lain dunia ini, dengan begitu pantaslah kalau kita katakana bahwa kegiatan perjalanan wisata lebih terasa dikalangan masyarakat berbudaya dan berpendidikan (Wahab, 1989;58).

2.2.6. Pengertian Usaha Jasa Pariwisata

Usaha jasa pariwisata meliputi penyediaan perencanaan,jasa pelayanan dan penyelenggaraan pariwisata. Di Indonesia, masalah ini telah digodok dan ditata sedemikian rupa dengan ditetapkan dalam undang-undang. Dalam UU RI No. 9 tahun 1990 itu diatur mengenai jasa pariwisata berupa : jasa biro perjalanan wisata, jasa agen perjalanan wisata, jasa konsultan dan lain-lain.

Termasuk dalam lingkup usaha jasa pariwisata ialah pramuwisata. Pramuwisata merupakan unsur penting dalam penyelenggaraan kegiatan pariwisata, karena ia merupakan ujung tombak yang dapat memberikan


(31)

informasi dan pelayanan untuk memperkenalkan obyek-obyek wisata yang diperlukan oleh wisatawan.

2.2.6.1. Peran Serta “Industri Pariwista” dalam Pengembangan Pariwisata

Ketika ditanyakan apa dan seberapa besar kontribusi industri terhadap pembangunan kepariwisataan hampir semua pelaku industri mengaitkannya dengan kegiatan ekonomi, yang berupa penyerapan tenaga kerja, pajak, dan retribusi lainnya. Namun ketika ditanya seberapa besar manfaat langsung yang diberikan kepada komunitas lokal dan ekosistemnya, seringkali menjawab “itu tanggung jawab pemerintah”. Suatu daya tarik wisata merupakan tanggung jawab semua pihak, terutama para pebisnis itu sendiri.

Oleh karena itu peran para pebisnis perlu mengikuti prinsip-prinsip

yang termuat dalam Agenda 21 for the Travel and Tourism Industry

merupakan kesepakatan bersama yang perlu dijalankan secara konsekuen. Prinsip-prinsip yang disepakati secara internasional tersebut antara lain adalah bahwa industri pariwisata hendaknya:

1. membantu orang-orang untuk memperoleh kepastian dalam kesehatan, hidup yang produktif dan harmonisasi dengan lingkungan;

2. memberikan kontribusi untuk konservasi, proteksi dan restorasi untuk kelangsungan sumberdaya alam dan ekosistem;

3. menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan dalam pola produksi dan konsumsinya;


(32)

4. memperhatikan dan memberikan proteksi terhadap lingkungan yang tercermin dalam proses perencanaan dan pengembangan kepariwisataan;

5. memberikan kesempatan kepada masyarakat lokal untuk berpartisipasi di dalam perencanaan dan pengembangan;

6. memberikan peringatan, kepada wisatawan yang merugikan atau

merusak objek dan daya tarik wisata, atau pengambilan keragaman hayati;

7. menggunakan kapasitasnya untuk menciptakan kesempatan kerja bagi perempuan dan masyarakat adat atau masyarakat tempatan secara bijaksana;

8. menghargai dan mendorong identitas, budaya dan tradisi lokal dalam mengembangkan bisnisnya;

9. memperhatikan dan menaati hukum-hukum International dalam

melindungi lingkungan.

Untuk memudahkan pemantauannya, maka persyaratan umum pelaku ‘industri pariwisata” adalah memiliki ijin usaha yang dikeluarkan oleh Pemerintah, memiliki sertifikasi yang dipersyaratkan, memenuhi standar persyaratan ramah lingkungan yang telah ditentukan, melibatkan masyarakat dan/atau tenaga kerja lokal, memenuhi aturan keselamatan dan kesehatan kerja, serta penggunaan asuransi.


(33)

Undang-undang Kepariwisataan dalam Mengatur Pengguna Jasa Pariwisata

Tujuan idiil penyusunan UU. Kepariwisataan pada dasarnya adalah mengatur hubungan Hak & Kewajiban antara perusahaan –perusahaan kelompok industri pariwisata selaku produsen/suplier dan wisatawan sebagai konsumen.

Tujuan praktisnya UU Kepariwisataan diharapkan sebagai pedoman atau petunjuk bagaimana masing – masing perusahaan yang termasuk kelompok industri pariwisata dapat memberikan pelayanan sesuai dengan standard dan etika yang berlaku secara umum, sehingga perusahaan memperoleh profit dan wisatawan mencapai kepuasan bila berkunjung pada suatu DTW.

Oleh karena itu kiranya dianggap perlu untuk menegaskan : (1) Perusahaan – perusahaan manasaja yang termasuk kelompok industri Pariwisata (2) siapa saja diantara orang banyak yang melakukan perjalanan itu/ dianggap sebagai wisatawan. Dengan demikian diharapkan akan diketahui hak dan kewajiban masing-masing.

Perlindungan Wisatawan

Seorang wisatawan mempunyai hak yang harus dipenuhi oleh penyelenggara jasa pariwisata, apabila dikaitkan dengan UU no 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, maka sesuai dengan pengertian yang ada dalam UU tersebut seorang wisatawan dapat dikatakan sebagai konsumen.


(34)

Hak–hak wisatawan : (Yang mempunyai hak–hak yang diatur dalam pasal 4 UU No. 8 tahun 1999 yaitu: hak atas keamanan, kenyamanan, dan keselamatan dalam menggunakan jasa pariwisata, hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur, hak untuk didengar pendapat dan keluhannya, hak untuk dilayanani/ diperlakukan secara benar, jujur serta tidak diskriminatif.

Persengketaan

Mengingat perlindungan bagi pengguna jasa/wisatawan sangatlah penting artinya apabila wisatawan tersebut telah memahami hak & kewajibannya maka yang dilakukan adalah bagaimana menjamin hak & kewajiban tersebut demikian sebaliknya apabila terjadi pelanggaran maka perangkat hukum mana yang akan digunakan.

 Penyelesaian sengketa diluar peradilan sangat diperlukan, karena untuk mempermudah wisatawan dalam memperoleh kembali hak-haknya.

 Seorang wisatawan apabila dalam menggunakan jasa mengalami

kerugian atau hak-hak yang dilanggar sehingga menimbulkan kerugian, maka pihak penyelenggara jasa wajib untuk memberikan ganti rugi/ kompensasi.

 Dalam hal ini kompensasi digunakan sebagai jaminan terhadap

kerugian yang diderita oleh wisatawan sebagai konsumen.

 Ganti rugi yang diberikan dapat berupa penggantian uang atau

penggantian barang dan atau jasa yang sejenis atau setara nilainya. Hal-hal yang diusulkan untuk diatur di dalam UUK antara lain:


(35)

1. Pada pasal 7 butir 1.b menjadi. Setiap wisatawan mempunyai hak untuk diinformasikan sebelumnya tentang hak dan kewajibannya sebagai pengguna jasa secara jelas dan terang –terangan dan memperoleh informasi wisata yang jelas dan objektif dalam mengenal dan menikmati objek dan daya tarik wisata. Atau dipisahkan menjadi 2 butir.

2. Pada pasal 7 butir 1.d ditambahkan menjadi: “Memperoleh pelayanan dan kemudahan dalam keperluan administratif, perlakuan hukum yang sama dan perlindungan hukum, pelayanan kesehatan dan pertukaran mata uang, serta penggunaan alat komunikasi yang tersedia internal dan eksternal.

3. Pada pasal 8 tentang kewajiban setiap pengusaha pariwisata:

“Keseluruhan isi pasal tentang hak wisatawan harus dimasukkan menjadi kewajiban setiap pengusaha parwisata.

4. Kesimpulan bahwa kalimat-kalimat pasal 7 dan 8 dalam bab IV (R-7) tentang hak & kewajiban perlu dikaji kembali karena belum cukup mengatur secara tegas terhadap perlindungan pengguna jasa pariwisata (wisatawan) sehingga mendapat kepastian hukum.

5. Dalam bab tentang ketentuan pidana agar dimasukan ketentuan sanksi secara ekplisit terhadap pelanggaran atas wan prestasinya pengusaha pariwisata menjadi saksi atas pelanggaran Bab IV khususnya penegakan kewajiban pengusaha pariwisata atas hak wisatawan.


(36)

6. Sedangkan ketentuan tentang asuransi wisata, polisi wisata dan penyelesaian sengketa disulkan dimasukkan dalam peraturan pemerintah tersendiri sebagai penjabaran Undang – undang kepariwisataan.

7. Didalam UU Kepariwisataan harus memasukan pengaturan mengenai

Badan Penyelesaian Sengketa yang khusus menangani masalah Kepariwisataan, yang memenuhi kriteria dapat diakses (accessible), keadilan murni (Natural justice), dan kualitas orang (quality of

personnal) yang ada duduk dalam badan penyelesaian sengketa

tersebut.

2.2.7. Investasi

Investasi yaitu segala sesuatu yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan untuk menciptakan atau menambah nilai kegunaan hidup. (Prathama & Mandala, 2004 : 50).Penanaman modal merupakan langkah awal untuk kegiatan produksi.

Dengan adanya posisi semacam itu, investasi pada hakekatnya merupakan langkah awal kegiatan pembangunan ekonomi. Banyaknya dinamika yang ada dapat mempengaruhi tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi, jadi semakin besar modal yang ditanamkan (investasi) akan menghasilkan skala usaha yang semakin besar, dimana semakin besar skala usaha maka akan meningkatkan tingkat pendapatan industry kecil. Sasaran yang dituju bukan hanya masyarakat atau kalangan swasta dalam negeri


(37)

tetapi melainkan juga para investor-investor asing. Penggairahan iklim investasi di Indonesia dimulai dengan diundangkannya Undang-undang No.1/Tahun 1967 tentang penanaman modal asing (PMA) dan Undang-undang No.6/Tahun 1698 tentang penanaman modal dalam negeri (PMDN). (Dumairy, 1997 : 133).

2.2.7.1. Investasi Dalam Konteks Ekonomi Makro

Dalam hal ini yang dibahas adalah investasi fisik, misalnya dalam bentuk barang modal (pabrik dan peralatan), bangunan dan persediaan barang (inventory).

Investasi merupakan konsep aliran (flow concept), karena besarnya dihitung selama satu interval tertentu. Tetapi investasi akan mempengaruhi

jumlah barang modal yang tersedia (capital stock) pada satu periode

tertentu. Dalam hal ini investasi dibagi menjadi 2 yaitu :

 Investasi dalam bentuk barang modal dan bangunan

Yang tercakup dalam investasi barang modal (capital goods) dan

bangunan (construction) adalah pengeluaran-pengeluaran untuk

pembelian pabrik-pabrik, mesin-mesin, peralatan-peralatan produksi dan bangunan/gedung yang baru. Karena dengan adanya bahan barang modal dan bangunan umumnya lebih dari setahun, investasi ini disebut sebagai investasi dalam bentuk harta tetap (fixed investment). Fixed investment


(38)

 Investasi persediaan

Investasi persediaan bias juga dilakukan dalam bentuk persediaan barang baku dan barang setengah jadi/sedang dalam proses penyelesiaan. Tujuan kebijaksanaan persediaan ini juga tetap dalam konteks meningkatkan pendapatan atau keuntungan dimasa mendatang.

2.2.7.2. Kriteria Investasi

a) Payback Period (periode pulang pokok) yaitu waktu yang dibutuhkan

agar investasi yang direncanakan dapat dikembalikan, atau waktu yang dibutuhkan untuk mencapai titik impas.

b) Benefit/Cost Ratio (B / C Ratio) yaitu perhitungan yang dilakukan

dengan cara mengukur mana yang lebih besar anatara biaya yang dikeluarkan dibanding hasil (output) yang diperoleh.

c) Net Present Value (NPV) yaitu perhitungan nilai sekarang dari biaya total dengan penerimaan bersih.

d) Internal Rate of Return (IRR) yaitu nilai tingkat pengembalian

investasi, dihitung pada saat NPV sama dengan nol. (Prathama dan Mandala, 2004 : 54).

2.2.7.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Investasi

 Tingkat pengembalian yang diharapkan (Expected rate of return) 1. Kondisi internal perusahaan

Kondisi internal yaitu faktor-faktor yang berada dibawah kontrol perusahaan misalnya tingkat efisiensi, kualitas SDM, dan teknologi yang digunakan.


(39)

2. Kondisi eksternal perusahaan

 Biaya investasi

Marginal efficiency of capital (MEC), tingkat bunga dan Marginal efficiency of investasi (MEI).

2.2.8. Obyek Wisata

Definisi obyek wisata itu sebagai sesuatu yang dapat menjadi daya tarik bagi seseorang atau calon wisatawan untuk berkunjung ke suatu daerah tujuan wisatawan (Damardjati, 1989;40)

Beberapa sumber obyek wisata, sumber-sunber yang dapat dijadikan sebagai daya tarik bagi seseorang untuk datang berkunjung ke daerah tujuan wisata, antara lain :

1. Sumber yang bersifat alamiah

Misal : iklim, pemandangan alam, lingkungan hidup,flora, fauna, kawah, danau, ikan di bawah laut, goa-goa tebing, lembah, gunung dan sebagainya.

2. Sumber buatan manusia

Misal : sisa-sisa peradaban masa lampau, monument bersejarah, ruma-rumah beribadah, pura, candi, masjid, gereja, museum, peralatan musik, tempat pemakaman.

3. Sumber-sumber yang bersifat manusiawi

Sumber manusiawi melekat pada penduduk dalam bentuk warisan budaya. Misal : tarian, sandiwara, drama, upacara penguburan mayat,


(40)

perkawinan, keagamaan,memperingati peristiwa penting (Anonim, 1986;27).

Jenis-jenis obyek wisata

1. Wisata budaya adalah suatu perjalanan yang dilakukan atas dasar

keinginan untuk memperluas pandangan hidup seseorang dengan jalan melakukan kunjungan ke tempat lain.

2. Wisata kesehatan adalah perjalanan seorang wisatawan dengan tujuan untuk menukar keadaan dan lingkungan dimana bertempat tinggal untuk beristirahat dalam arti jasmani dan rohani.

3. Wisata olah raga adalah dimana sekelompok orang yang melakukan

perjalanan dengan tujuan untuk mengikuti tournament atau kejuaraan.

4. Wisata komersial adalah suatu perjalanan untuk melihat keindahan

atau kemajuan suatu Negara atau daerah dengan mengadakan pekan raya atau pameran sekaligus menarik minat bagi pengunjung yang ada.

5. Wisata industri adalah suatu wisata dimana wisatawan datang ke

suatu daerah industri untuk melihat dan mengadakan peninjauan atau penelitian serta melihat perkembangan dari kemajuan teknologi Negara tersebut.

6. Wisata politik atau konferensi adalah suatu perjalanan peserta

konggres atau konferensi secara organisasi dengan mewakili sebagai duta.


(41)

bakti sosial bagi daerah-daerah atau Negara-negara yang masih memerlukan peningkatan, sekaligus untuk memperbaiki kehidupan daerah atau Negara yang ditujuh.

8. Wisata pertanian adalah suatu perjalanan bagi wisatawan dalam

rangka untuk studi baik pembibitan, pertanian ataupun perkebunan.

9. Wisata bahari dimana perjalanan bagi wisatawan untuk melihat

keindahan pesona laut dan pantainya, yang merupakan keindahan tersendiri bagi suatu daerah atau Negara.

10. Wisata cagar alam adalah suatu perjalanan ke kebun binatang atau

pulau-pulau cagar alam, yang mana sekaligus menampilkan keindahan kepulauan dari daerah-daerah atau negara yang ada.

11. Wisata buru adalah sekelompok wisatawan dalam rangka untuk

berburu atau menikmati hutan-hutan yang ada.

12. Wisata ziarah dimana wisatawan untuk melihat peninggalan nenek

moyang atau leluhur di zaman lampau, baik untuk keagamaan, sejarah, adat kepercayaan atau obyek penelitian (Damardjati, 1989; 48-50).

Syarat-syarat yang harus dimiliki obyek wisata yang penting diperhatikan dalam pengembangan suatu daerah untuk menjadi suatu daerah tujuan wisata agar menarik untuk dikunjungi wisatawan yang nantinya akan dapat meningkatkan pendapatan daerah maka harus memenuhi 3 syarat yaitu :


(42)

artinya ditempat tersebut harus ada wisata yang berbeda dengan apa yang dimiliki daerah lain.

2. Daerah tersebut harus mempunyai apa yang disebut sebagai

something to see”, yang artinya tempat tersebut selain dapat dilihat, disaksikan harus disediakan fasilitas rekreasi sehingga para wisatawan betah tinggal lebih lama.

3. Daerah tersebut harus tersedia apa yang disebut “something to buy”, artinya ditempat tersebut harus tersedia fasilitas untuk belanja (shopping, terutama barang-barang souvenir dan kerajinan rakyat) (Yoeti, 1982 ; 165 ;167).

2.2.9. Definisi Hotel

Hotel adalah suatu bidang usaha yang menggunakan suatu bangunan atau sebagian banguna yang disediakan secara khusus, untuk setiap orang yang menginap, makan, memperoleh pelayanan dan menggunakan fasilitas lainnya dengan pembayaran. Ciri khusus dari hotel adalah mempunyai restoran yang dikelola langsung di bawah manajemen hotel tersebut. Kelas hotel ditentukan oleh Dinas Pariwisata Daerah (Diparda).

Hotel Berbintang

suatu bidang usaha yang menggunakan suatu bangunan atau sebagian bangunan yang disediakan secara khusus, untuk setiap orang yang menginap, makan, memperoleh pelayanan dan menggunakan fasilitas lainnya dengan pembayaran, dan telah memenuhi persyaratan sebagai hotel


(43)

berbintang seperti yang ditentukan oleh Dinas Pariwisata Daerah (Diparda). Persyaratan tersebut antara lain mencakup:

Persyaratan Fisik, seperti lokasi hotel, kondisi bangunan.Bentuk pelayanan yang diberikan (service).Kualifikasi tenaga kerja, seperti pendidikan, dan kesejahteraan karyawan.Fasilitas olahraga dan rekreasi lainnya yang tersedia, seperti lapangan tenis, kolam renang, dan diskotik.Jumlah kamar yang tersedia.

Akomodasi Lainnya

suatu usaha yang menggunakan suatu bangunan atau sebagian bangunan yang disedikan secara khusus, di mana setiap orang dapat menginap dengan atau tanpa makan dan memperoleh pelayanan serta menggunakan fasilitas lainnya dengan pembayaran. Akomodasi lainnya meliputi: hotel melati yaitu hotel yang belum memenuhi persyaratan sebagai hotel berbintang seperti yang ditentukan oleh Diparda, penginapan remaja, pondok wisata, dan jasa akomodasi lainnya.

Hotel Melati/ Losmen/ Penginapan

usaha penyediaan jasa pelayanan penginapan umum yang dikelola secara komersial dengan menggunakan sebagian atau seluruh bagian bangunan.

Penginapan Remaja

usaha penyediaan jasa pelayanan penginapan yang ditujukan bagi remaja sebagai akomodasi dalam rangka kegiatan pariwisata dengan tujuan untuk rekreasi, memperluas pengetahuan/ pengalaman dan perjalanan.


(44)

Pondok Wisata

usaha penyediaan jasa pelayanan penginapan bagi umum dengan pembayaran harian yang dilakukan secara individual dengan menggunakan sebagian dari tempat tinggalnya.

2.2.10. Pengaruh Pariwisata Terhadap Perekonomian

Seperti telah dibahas didepan tadi, bahwa pariwisata merupakan suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu, dari tempat ke tempat lain dengan maksud tujuan bukan untuk berbisnis atau mencari nafkah ditempat yang dikunjungi. Akan tetapi semata-semata sebagai konsumen untuk menikmati perjalanan tersebut serta untuk memenuhi keinginan yang bermacam-bermacam (Oka. 1997 ; 63).

Orang-orang yang melakukan perjalanan wisata dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan relatifnya yang lebih tinggi, yakni ingin mencapai kemakmuran plus tersebut dengan melakukan perjalanan wisata, memberi- pengaruh terhadap kehidupan perekonomian setempat atau Negara yang dikunjungi (Oka. 1997 ; 63).

Apabila suatu Negara yang mengembangkan pariwisata sebagai suatu industri di suatu negaranya, lalu lintas wisatawan tersebut ternyata member keuntungan dan memberi hasil yang tidak sedikit bahkan memberikan pendapatan utama melibihi ekspor bahan mentah, hasil tambang yang dihasilkan suatu Negara.

Sebagai akibat lebih jauh, dengan adanya lalu lintas orang-orang yang melakukan perjalanan wisata tadi, yaitu wisatawan yang mencari


(45)

kemakmuran plus tadi ternyata member dampak terhadap perekonomian dinegara yang dikunjungi. Bila disarikan uraian diatas adalah :

a. Memberikan kesempatan kerja atau memperkecil pengangguran.

b. Peningkatan penerimaan pajak atau retribusi daerah. c. Meningkatkan pendapatan nasional (National income).

d. Memperkuat posisi neraca pembayaran.

e. Memberikan multiplier dalam perekonomian setempat.

Berdasarkan uraian diatas memberikan penjelasan bahwa pengembangan industri pariwisata bertujuan untuk menggali dan meningkatkan nilai-nilai ekonomi sebagai akibat adanya orang-orang yang melakukan perjalanan wisata di Negara tertentu.

2.2.11. Penerimaan Pendapatan Daerah Dari Sektor Pariwisata

Dengan lahimya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah terjadi perubahan kebijakan di tingkat nasional di mana sistem pemeiintahan negara yang semula sentralistik mulai bergeser ke arah desentralisasi. Ini berarti pemerintah pusat memberikan kewenangan dan keleluasaan yang cukup besar kepada pemerintah daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah yang nyata, lugas dan bertanggung jawab. Fenomena tersebut sedikit banyak mempunyai dampak yang cukup besar terhadap sumber-sumber


(46)

penerimaan daerah, khususnya yang berkaitan dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Disadari atau tidak akibat langsung yang akan timbul dari pemberian otonomi daerah ini adalah adanya daerah basah dan daerah kering. Hal ini disebabkan potensi dan kondisi masing-masing daerah di Indonesia tidak sama.

Daerah yang kaya akan sumber daya alam otomatis menjadi daerah basah seiring dengan bertambahnya perolehan PAD-nya dari sektor migas misalnya, sedangkan daerah yang minus sumber daya alam otomatis menjadi daerah kering. Namun demikian tidak berarti daerah yang miskin dengan sumber daya alam tidak dapat meningkatkan PAD-nya, karena jika dicermati ada beberapa potensi daerah yang dapat digaii dan dikembangkan dari sektor lain seperti sektor pariwisata. Dalam lingkup nasional, sektor pariwisata dianggap sebagai sektor yang potensial di masa yang akan datang. Menurut analisis /World Travel and Tourism Council /(WTTC), industri pariwisata menyumbang 9,1% dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada saat ini dan diperkirakan pada tahun 2007 akan meningkat menjadi 10,1%. Berdasarkan analisis tersebut wajar jika industri pariwisata di Indonesia dinilai sebagai sektor andalan penyumbang devisa negara terbesar dalam bidang nonmigas. Terlebih ketika pemerintah Indonesia mencanangkan program otonomi daerah, maka industri pariwisata merupakan salah satu alternatif yang dapat dimanfaatkan sebagai somber penerimaan daerah.


(47)

Adalah suatu langkah jitu jika industri pariwisata dipergunakan oleh daerah-daerah di Indonesia yang miskin akan sumber daya alam sebagai suatu sarana untuk meningkatkan PAD. Namun sebagai konsekuensinya, daerah-daerah tersebut harus melakukan pengembangan-pengembangan terhadap potensi-potensi pariwisata masing-masing daerah dengan mencari dan menciptakan peluang-peluang baru terhadap produkproduk pariwisata yang diunggulkan. Yang perlu mendapat perhatian bahwa pengembangan industri pariwisata daerah terkait dengan berbagai faktor yang mau tidak mau berpengaruh dalam perkembangannya. Oleh karena itu perlu diketahui dan dipahami apa saja yang sesuai fakta memegang peranan penting dalam pengembangan industri pariwisata daerah khususnya dalam rangka penerapan otonomi daerah, sehingga pada akhirnya pengembangan industri pariwisata daerah diharapkan mampu memberikan kontribusi yang cukup besar bagi peningkatan PAD dan mendorong program pembangunan daerah.

2.3. Kerangka Pikir

Berdasarkan landasan teori yang telah diuraikan, maka terdapat beberapa faktor yang relevan berpengaruh terhadap pendapatan daerah dari sektor pariwisata di kota malang, diantaranya yaitu : jumlah wisatawan, investasi sarana pariwisata, usaha / industri jasa pariwisata, dan rata-rata lama tinggal wisatawan mancanegara. Lebih detailnya pengaruh tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :


(48)

Wisatawan adalah konsumen utama di dalam industri kepariwisataan. Mereka melakukan perjalanan sementara secara suka rela untuk tujuan bersenang-senang (travel for leisure) dari suatu tempat ketempat lain dalam waktu lebih dari 24 jam, tanpa mencari nafkah ditempat yang dikunjungi.

Investasi yaitu segala sesuatu yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan untuk menciptakan atau menambah nilai kegunaan hidup.

Usaha jasa adalah kegiatan yang bertujuan menyelenggarakan jasa pariwisata atau menyediakan atau mengusahakan obyek dan daya tarik wisata, usaha sarana wisata dan usaha lainnya yang terkait di bidang pariwisata.

Rata-rata lama tinggal wisatawan mancanegara di Kota Malang. Semakin lama Wisatawan Mancanegara tinggal di Kota Malang untuk berkunjung, maka semakin banyak pengeluaran yang dilakukan oleh Wisatawan Mancanegara dalam bentuk mata uang asing yang dapat memberikan pemasukan Pendapatan Daerah menjadi lebih besar.

Kerangka pemikiran konseptual diatas dapat digambarkan dalam bentuk gambar di bawah ini :


(49)

Gambar 1 : Skema hubungan antara pendapatan daerah dengan jumlah wisatawan, investasi sarana pariwisata, usaha / industri jasa pariwisata, rata-rata lama tinggal wisatawan mancanegara.

Sumber : Peneliti.

2.4. Hipotesis

Dari perumusan masalah serta landasan teori yang dikemukakan, maka dapat ditarik kesimpulan sementara atau hipotesis. Adapun hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian “Diduga Jumlah Wisatawan, Investasi Sarana Pariwisata, Usaha Jasa Pariwisata, Rata-rata Lama Tinggal Wisatawan Mancanegara berpengaruh terhadap pendapatan daerah dari sektor pariwisata di kota Malang”.

Jumlah Wisatawan (X1) Kecenderungan

Untuk Mengunjungi Obyek Wisata

 

Investasi Sarana Pariwisata (X2)

  Skala Usaha

 

Usaha Jasa Pariwisata (X3)

 

Rata-rata Lama Tinggal Wisatawan Mancanegara (X4)

  Pelayanan dan Penyelenggaraan Pariwisata   Pendapatan Daerah Sektor Pariwisata Kotamadya Malang (Y)   Rata-rata Pengeluaran Wisatawan Mancanegara  


(50)

3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran variable 3.1.1. Definisi Operasional

Yang dimaksud dengan definisi operasional adalah pernyataan tentang definisi dan pengukuran variabel-variabel penelitian secara operasional berdasarkan teori yang ada,maupun pengalaman-pengalaman empiris.

Dalam skripsi ini definisi operasional dari masing-masing variabel yang diteliti dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Variabel Tidak Bebas (Y)

Pendapatan daerah dari sektor pariwisata adalah pendapatan yang berasal dari wisatawan mancanegara dan wisatawan domestik dalam melakukan kunjungan wisatanya ke Kota Malang. Pengukurannya dengan menggunakan jumlah pendapatan daerah dari sektor pariwisata (dalam satuan rupiah).

b. Variabel Bebas (X)

1. Jumlah wisatawan adalah konsumen utama di dalam industri

kepariwisataan. Mereka melakukan perjalanan sementara secara suka rela untuk tujuan bersenang-senang (travel for leisure) dari suatu tempat ketempat lain dalam waktu lebih dari 24 jam,tanpa mencari nafkah ditempat yang dikunjungi. Dan pengukuran variabelnya


(51)

2. Investasi Sarana Pariwisata adalah penanaman modal yang dilakukan oleh investor dalam negeri untuk menyediakan sarana dalam menunjang perkembangan pariwisata di kota Malang. Variabel ini dinyatakan dalam Ribu Rupiah (Rp ribu).

3. Usaha jasa adalah kegiatan yang bertujuan menyelenggarakan jasa pariwisata atau menyediakan atau mengusahakan obyek dan daya tarik wisata, usaha sarana wisata dan usaha lainnya yang terkait di bidang pariwisata. Variabel ini dinyatakan dalam Ribu Rupiah (Rp ribu).

4. Rata-rata lama tinggal wisatawan Mancanegara di Kota Malang

adalah Rata-rata jangka waktu mereka melakukan wisata di Kota Malang. Variabel ini dihitung berdasarkan lama tinggal dan pengukurannya adalah menggunakan hari (Hari).

3.2. Teknik Penentuan Sampel

Data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data sekunder yaitu data yang sudah diterbitkan oleh sasaran penelitian (Dinas pariwisata Kota Malang) maupun penunjang lain dari Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Jawa Timur. Untuk memperoleh gambaran yang akurat tentang perkembangan Tingkat Pendapatan Daerah Sektor Pariwisata di Kota Malang. Maka data yang bersifat data berkala (time series) yang diambil dalam periode 10 tahunan yaitu dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2008.


(52)

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Data merupakan faktor yang paling penting dalam setiap melakukan penelitian. Untuk menjamin obyektifitas, penyusunan skripsi ini diperlukan suatu prosedur dalam pengumpulan data, yaitu melalui :

a. Studi Pustaka

Dilakukan dengan melakukan kunjungan ke instansi terkait seperti Dinas Pariwisata Daerah Tingkat I Jawa Timur,Dinas Pariwisata Kota Malang, Badan Pusat Statistik serta mempelajari literature-literature guna menunjang data-data yang diperlukan untuk diolah dan dianalisis.

b. Studi Lapangan

Teknik ini dengan menggunakan penelitian di lapangan guna memperoleh data yang diperlukan dalam penulisan skripsi yang dilakukan dengan cara.

1. Observasi, mengadakan pengamatan langsung kepada objek yang

diteliti, sehingga mendapatkan kenyataan terhadap eksistensi data.

2. Dokumentasi, yaitu meminta dan mengambil catatan berupa

laporan, catatan yang berhubungan dengan masalah yang dibahas.

3.4. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis

Pada analisis penelitian ini digunakan dua metode, yaitu : a. Metode Kualitatif


(53)

Penyusunan metode dengan menganalisis serta membahas permasalahan dalam bentuk kalimat atau kata-kata yang kemudian dilakukan analisis guna mendapatkan kesimpulan.

b. Metode Kuantitatif

Yaitu dengan mengadakan analisis statistic terhadap data angka yang telah tersedia dalam bentuk tabel untuk membuktikan kebenaran analisa kualitatif dalam penelitian ini.

3.4.1. Teknik Analisis

Untuk menguji hipotesis pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat, maka dilakukan analisis dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Melakukan analisis regresi untuk menentukan arah dan besarnya

pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat, menggunakan model matematika sebagai berikut :

Y = f (X1,X2,X3,X4) (Sudrajat, 1988:75)

Dimana :

Y = Pendapatan daerah dari sektor pariwisata X1 = Jumlah wisatawan

X2 = Investasi sarana pariwisata X3 = Usaha jasa pariwisata

X4 = Rata-rata lama tinggal wisatawan mancanegara

b. Dari bentuk dasar tersebut kemudian dapat ditentukan model yang lebih akurat. Model tersebut adalah regresi berganda penerapan beberapa model baik linier maupun non linier.


(54)

Model tersebut adalah regresi linier berganda dengan persamaan :

Y = B0 + B1X1 + B2X2 + B3X3 + B4X4 + ε ………(Gujarati, 1999 :

a a :

dari Sektor Pariwisata

sata

ggal Wisatawan Mancanegara

1…B3 = Koefisien – Koefisien regresi

= Variabel Pengganggu, merupakan wakil dari semua

ka perlu diketahui 99)

Dit ny

Y = Pendapatan Daerah

X1 = Jumlah Wisatawan

X2 = Investasi Sarana Pariwi

X3 = Usaha Jasa Pariwisata

X4 = Rata-rata Lama Tin

B0 = Elemen Konstanta

B

ε

faktor lain yang dapat mempengaruhi variabel terikat

Selanjutnya apakah model aanalisis tersebut cukup layak dipergunakan dalam pembuktian serta untuk mengetahui sejauh nama variable bebas maupun menjelaskan variable terikat, ma


(55)

R2 [ an]dengan menggunakan rumus :

………...(Sudrajat, 1998:85) Total

inan

lah : i negatif R2 _< 1

tesis

1.

terhadap Y. pengujian ini ditentukan dengan

……….(sudrajat,1988:123)

ubungan lilier antara variable independent terhadap variable Koefisien Determin

JR Regresi R2 = JK Dimana :

R2 = Koefisien Determ JK = Jumlah Kuadrat

Karakteristik utama dan R2 ada a. Tidak mempunyai nila

b. Nilainya 0_<

3.4.2. Uji Hipo

Uji F

Diduga untuk menguji pengaruh secara simultan, yaitu pengaruh X1, X2, X3, X4 secara simultan

rumus sebagai berikut :

Ho : β1 = β2 = β3 = β4 = 0 (tidak ada pengaruh)

(model regresi linier berganda tidak signifikan atau dengan kata lain tidak ada h

depeden).


(56)

(model regresi linier berganda signifikan ayau dengan kata lain ada edent).

an derajat kebebasan = (n-k-1)

bebas

b. Jika F hitung≤ F tabel, maka Ho diterima dan H1 ditolak

Gambar 2. Kurva Distribusi F

odar, 1999, Ekonometrika Dasar, Penerbit rlangga, Jakarta, hal 80.

2.

parsial terhadap hubungan linier antar variable terhadap variable dep

Dengan menggunak n = jumlah sample k = jumlah variable kaidah pengujian :

a. Jika F hitung > Ftabel, maka Ho ditolak dan H1 diterima.

Daerah penolakan H Daerah penerimaan H0

0

F tabel

Sumber : Gujarati, Dam E

Uji t

Digunakan untuk mengetahui dan menguji hubungan regresi secara terpisah atau menguji hipotesis minor. Pengujian dilakukan untuk menguji arti dari masing – masing variabel bebas secara


(57)

variabel tidak bebasnya dengan rumus sebagai berikut :

ruh)

t

hitung =

bas = n – k - 1

si

= Variabel bebas ke i (i = 1,2,3,4)

Gambar 3. Kurva Distribusi t

odar, 1999, Ekonometrika Dasar, Penerbit Dengan ketentuan :

Ho : βi = 0 (tidak ada penga Hi : βi ≠ 0 (ada pengaruh)

Derajat be Dimana :

βi = Koefisien regre

se = Standar Error

n = jumlah sampel

k = jumlah variabel bebas

i

- t tabel

Sumber : Gujarati, Dam

Daerah Penerimaan Ho Daerah Penolakan Ho

ah Penolakan Ho

t tabel

Daer

(βi)

(sulaiman.2004:87) Se(βi)


(58)

Erlangga, Jakarta. hal 79.

a, berarti

erarti tidak ada pengaruh antara variabel bebas dengan variabel terikat.

3.5 Pende

keputusan yang BLUE, maka harus

gu ui harus konstan dan harus

3.

gi bersifat blue, sehingga

keput .

sifat ini bisa diterapkan dalam uji signifikan Kaidah pengujian :

a. Apabila t hitung > t tabel, maka Ho ditolak dan H1 diterim ada pengarunh antara variabel bebas dengan variabel terikat. b. Apabila t hitung ≤ t tabel, maka Ho diterima dan H1 ditolak, b

katan asumsi BLUE (Best Linear Unbiased Estimator)

Persamaan regresi tersebut diatas bersifat BLUE (Best Linier

Unbiassed Estimator), artinya pengambilan keputusan melalui uji F dan Uji t tidak boleh bias. Untuk menghasilkan

dipenuhi oleh regresi berganda, yaitu :

1. Tidak terjadi multikolinierty antara variabel eksplanatori.

2. variabel dari komponen penggang

memenuhi syarat homokedastisitas.

tidak terjadi autokorelasi antara komponen pengganggu ui.

Apabila salah satu dari ketiga asumsi tidak dapat dipenuhi, maka persamaan regresi yang diperoleh tidak la

usan melalui uji F dan Uji t menjadi bias Adapun sifat – sifat BLUE antara lain : a. Best yaitu perhitungan


(59)

b. Linier yaitu sifat yang dibutuhkan untuk memudahkan dalam

ari data yang narnya.

d. stimasi yaitu E diharapkan sekecil mungkin.

, dengan menghitung Variance Inflation Factor (VIF)

bih besar dari 10 maka terjadi multikolinier pada

adanya multikolinieritas dapat dilihat cirri = cirnya

) tinggi. tinggi.

satupun (atau sedikit sekali) diantara variable bebas yang penafsiran.

c. Unbiased yaitu penafsiran parameter yang diperoleh d besar kira –kira mendekati parameter yang sebe

E

3.6. Asumsi Klasik

1. Multikolinier adalah adanya hubungan yang sempurna antara semua

atau beberapa variable eksplanotori dalam model regresi yang bias diartikan secara statistik mengenai ada atau gejala multikolinerity dapat dilakukan

VIF = 1/1 – R2

VIF (Variance Inflation Factor) menyatakan tingkat pembekakan

varian apabila VIF le persamaan tersebut. Untuk mendeteksi sebagai berikut :;

a. Koefisien determinan berganda (R square b. Koefisien kolerasi sederhananya

c. Nilai F hitung tinggi (signifikan). Tapi tidak


(60)

2. Autokolerasi, adanya kolerasi antara anggota sample yang urutkan berdasarkan waktu. Penyimpangan asumsi ini biasanya muncul pada

observasi yang menggunakan data time series. Kosekuensi dari

adanya autokolerasi dalam suatu model regresi adalah varians sample tidak dapat menggambarkan varians populasinya lebih jauh lagi, model regresi yag dihasilkan tidak dapat digunakan untuk menafsir nilai variable dependent pada nilai variable independent tertentu. Untuk mendiagnosis adanya otokolerasi dalam sesuatu model regresi dilakukan melalui pengujian terhadap nilai uji Durbin – Watson

W).

Gambar 4 : statistik d Durbin – Watson

-dL 4 umarno, 1999,

Ekonometrika Dasar, Erlangga, Jakarta, hal 216 (D

0 dL dU 2 4-dU 4 Sumber : Gujarati, Damodar, terjemahan Zain, S

Daerah keragur aguan Menola Ho k Bukti auto Daerah keragur aguan Menola Ho k Bukti auto kolerasi negatef

Menerima Ho atau Ho

kedua - duanya kolerasi


(61)

. heterokedastisitas

penyimpangan asumsi model klasik yang ketiga adalah heterokonstitas. Artinya varians variable dalam model tidak sama [konstan]. Kosensuensi adanya heterokedastisitas dalam model regresi adalah penaksiran (esimator) yang diperoleh tidak efisien, beik dalam sample kecil maupun sample besar, walaupun penaksiran yang diperoleh menggambarkan populasinya (tidak bias) dan bertammbahnya sample yang digunakan akan mendekati nilai sebenarnya (konsisten ini disebabkan variansnya yang tidak minimum (tidak efisien). (Algifari : 2000, 8)


(62)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Obyek Penelitian 4.1.1. Kondisi Geografis

Terletak pada ketinggian antara 440 - 667 dpl, serta 112,06 Bujur Timur dan 7,06 - 8,02 Lintang Selatan, dengan dikelilingi gunung-gunung :

* Gunung Arjuno di sebelah Utara * Gunung Tengger di sebelah Timur * Gunung Kawi di sebelah Barat * Gunung Kelud di sebelah Selatan

4.1.2. Kadar Udara

Berhawa sejuk dan kering, curah hujan rata-rata tiap tahun 1.833 mm dan kelembaban udara rata-rata 72 %

4.1.3 Keadaan Geologi

Keadaan tanah di wilayah Kotamadya Daerah Tingkat I Malang adalah sebagai berikut:

* Bagian selatan termasuk dataran tinggi yang cukup luas,cocok untuk industri

* Bagian utara termasuk dataran tinggi yang subur, cocok untuk pertanian * Bagian timur merupakan dataran tinggi dengan keadaan kurang subur


(63)

* Bagian barat merupakan dataran tinggi yang amat luas menjadi daerah pendidikan.

4.1.4. Jenis Tanah

Jenis tanah di wilayah Kotamadya Daerah Tingkat I Malang ada 4 macam, antara lain :

* Alluvial kelabu kehitaman dengan luas 6,930,267 Ha. * Mediteran coklat dengan luas 1.225.160 Ha.

* Asosiasi latosol coklat kemerahan abu-abu coklat dengan luas 1.942.160 Ha. * Asosiasi andosol coklat dan abu-abu humus dengan luas 1.765,160 Ha

Struktur tanah pada umumnya relatif baik, akan tetapi yang perlu mendapatkan perhatian adalah penggunaan jenis tanah andosol yang memiliki sifat peka erosi. Jenis tanah andosol ini terdapat di Kecamatan lowokwaru dengan relatif kemiringan sekitar 15 %.

4.1.5. BATAS WILAYAH ADMINISTRASI

Sebelah Utara : Kecamatan Singosari dan Kecamatan karang ploso.

Sebelah Selatan : Kecamatan Tajinan dan Kecamatan Pakisaji.

Sebelah Timur : Kecamatan Pakis dan Kecamatan Tumpang.


(64)

4.1.6. PEMBAGIAN WILAYAH ADMINISTRASI

Kecamatan Klojen : 11 Kelurahan, 89 RW, 676 RT.

Kecamatan Blimbing : 11 Kelurahan, 120 RW, 834 RT.

Kecamatan Kedungkandang : 12 Kelurahan, 102 RW, 764 RT.

Kecamatan Sukun : 11 Kelurahan, 79 RW, 692 RT

Kecamatan Lowokwaru : 12 Kelurahan, 115 RW, 683 RT

4.2. Deskripsi Hasil Penelitian

Deskripsi hasil penelitian ini memberikan gambaran tentang data-data serta perkembangan Pendapatan Daerah Sektor Pariwisata sehingga dapat mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi terhadap perkembangan Pendapatan Daerah Sektor Pariwisata, Jumlah Wisatawan, Investasi Sarana Pariwisata, Usaha Jasa Pariwisata dan Rata – rata Lama Tinggal Wisatawan Mancanegara.

4.2.1. Perkembangan Pendapatan Daerah Sektor Pariwisata di Kota Malang

Perkembangan Pendapatan Daerah Sektor Pariwisata di Kota malang dapat disajikan dalam tabel di bawah ini :


(65)

Tabel.1. Perkembangan Pendapatan Daerah Sektor Pariwisata di Kota Malang Tahun 1999-2008

Tahun Pendapatan Daerah Sektor

Pariwisata ( Rp ribu )

Perkembangan ( % )

1999 15.875.500 -

2000 17.853.000 12,45

2001 16.275.000 - 8,83

2002 18.653.300 14,61

2003 20.175.000 8,15

2004 23.350.000 15,73

2005 25.461.800 9,04

2006 32.768.700 28,69

2007 63.238.732 92,98

2008 58.021.900 - 8,24

Sumber : Dinas Pariwisata Kota Malang ( diolah )

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa perkembangan Pendapatan Daerah Sektor Pariwisata selama 10 tahun (1999-2008) cenderung mengalami fluktuasi. Perkembangan tertinggi Pendapatan Daerah Sektor Pariwisata adalah pada tahun 2007 sebesar 92,98 % dengan nilai Pendapatan Daerah Sektor Pariwisata sebesar Rp.63.238.732 ribu yang ditahun sebelumnya nilainya sebesar Rp. 32.768.700 ribu hal ini dikarenakan adanya acara yang sengaja diselenggarakan pemerintah Kota Malang dengan tujuan menambah daya tarik wisatawan domestik dan wisatawan mancanegara seperti Malang Tempo Dulu, Pentas seni yang melibatkan band – band ibukota dan perkembangan terendah adalah pada

tahun 2001 sebesar -8,83 %. dengan nilai Pendapatan Daerah Sektor

Pariwisata sebesar Rp. 16.275.000 ribu yang ditahun sebelumnya nilainya sebesar Rp. 17.853.000 ribu hal ini disebabkan tidak stabilnya ekonomi dan


(66)

keamanan dimana pada tahun itu harga BBM naik dan banyak sekali demo, yang mengakibatkan jumlah wisatawan yang berkunjung semakin sedikit.

4.2.2. Perkembangan Jumlah Wisatawan di Kota Malang

Berdasarkan tabel 2 dapat dijelaskan bahwa perkembangan Jumlah Wisatawan di Kota Malang setiap tahunnya mengalami kenaikan yang tidak tentu besarnya. Tetapi hanya pada tahun 2006 mengalami penurunan. Hal ini dapat dilihat pada tabel 2 yang menjelaskan bahwa pada tahun 1999 sampai 2008, Perkembangan terbesar Jumlah Wisatawan pada tahun 2007 sebesar 114,53 % dan terendah sebesar -1,07 % terjadi pada tahun 2006, Jumlah Wisatawan terbesar pada tahun 2008 sebesar 239.907 jiwa. dan Jumlah Wisatawan yang terendah yaitu pada tahun 1999sebesar 59.650 jiwa.

Tabel.2. Perkembangan Jumlah Wisatawan di Kota Malang Tahun 1999-2008

Tahun Jumlah Wisatawan

(jiwa)

Perkembangan ( % )

1999 59.650 -

2000 61.987 3,91

2001 62.685 1,12

2002 64.975 3,65

2003 65.765 1,21

2004 66.032 0,40

2005 73.166 10,80

2006 72.383 - 1,07

2007 155.284 114,53

2008 239.907 54,49


(67)

4.2.3. Perkembangan Investasi Sarana Pariwisata di Kota Malang

Berdasarkan tabel 3 dapat dijelaskan bahwa perkembangan Investasi Sarana Pariwisata di Kota Malang setiap tahunnya mengalami kenaikan yang tidak tentu besarnya hanya pada tahun 2008 mengalami penurunan. Hal ini dapat dilihat pada tabel 3 yang menjelaskan bahwa pada tahun 1999 sampai 2008, Perkembangan terbesar Investasi Sarana Pariwisata pada tahun 2003 sebesar 23,17 % dengan nilai Investasi Sarana Pariwisata sebesar Rp. 7.750.180 ribu yang ditahun sebelumnya nilainya sebesar Rp.6.291.823 ribu dan terendah sebesar -0,29 % terjadi pada tahun 2008, dengan nilai Investasi Sarana Pariwisata sebesar Rp. 10.321.818 ribu yang ditahun sebelumnya nilainya sebesar Rp. 10.352.232 ribu.

Tabel.3. Perkembangan Investasi Sarana Pariwisata di Kota Malang Tahun 1999-2008

Tahun Investasi Sarana Pariwisata

(Rp ribu)

Perkembangan ( % )

1999 4.853.576 -

2000 5.336.273 9,94

2001 6.281.761 17,71

2002 6.291.823 0,16

2003 7.750.180 23,17

2004 8.754.056 12,95

2005 8.952.166 2,26

2006 9.721.814 8,59

2007 10.352.232 6,48

2008 10.321.818 - 0,29


(68)

4.2.4 Perkembangan Usaha Jasa Pariwisata di Kota Malang

Berdasarkan tabel dibawah dapat diketahui bahwa pekembangan Usaha Jasa Pariwisata di kota Malang selama 10 tahun ( 1999-2008 ) cenderung mengalami fluktuasi. Perkembangan tertinggi selama periode penelitian adalah pada tahun 2007 sebesar 32,94 % dengan nilai Usaha Jasa Pariwisata sebesar Rp.8.375.420 ribu yang ditahun sebelumnya nilainya sebesar Rp.6.299.810 ribu. Sedangkan perkembangan terendah adalah pada tahun 2008 sebesar -1,27 %.

Tabel.4. Perkembangan Usaha Jasa Pariwisata di Kota Malang Tahun 1999-2008

Tahun Usaha Jasa Pariwisata

( Rp ribu )

Perkembangan ( % )

1999 3.689.520 -

2000 4.047.780 9,71

2001 4.406.430 8,86

2002 4.664.740 5,86

2003 5.032.740 7,88

2004 5.170.340 2,73

2005 5.763.050 11,46

2006 6.299.810 9,31

2007 8.375.420 32,94

2008 8.268.520 - 1,27

Sumber : Dinas Pariwisata Kota Malang ( diolah )

4.2.5 Perkembangan Rata – rata Lama Tinggal Wisatawan Mancanegara di Kota Malang

Perkembangan Rata – rata Lama Tinggal Wisatawan Mancanegara di Kota Malang dapat disajikan dalam tabel di bawah ini :


(69)

Tabel.5. Perkembangan Rata – rata Lama Tinggal Wisatawan Mancanegara di Kota Malang Tahun 1999-2008

Tahun Rata – rata Lama

Tinggal Wisatawan Mancanegara

( Hari )

Perkembangan ( % )

1999 1,21 -

2000 1,21 0,00

2001 1,35 0,14

2002 1,32 - 0,03

2003 1,25 - 0,07

2004 1,21 - 0,04

2005 1,25 0,04

2006 1,27 0,02

2007 1,32 0,05

2008 1,35 0,03

Sumber : Dinas Pariwisata Kota Malang ( diolah )

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa perkembangan Rata – rata Lama Tinggal Wisatawan Mancanegara di kota Malang selama 10 tahun (1999-2008) cenderung mengalami fluktuatif. Perkembangan tertinggi Rata – rata Lama Tinggal Wisatawan Mancanegara adalah pada tahun 2001 sebesar 0,14 % dan perkembangan terendah adalah pada tahun 2003 sebesar -0,07 %. Rata – rata Lama Tinggal Wisatawan Mancanegara tertinggi terjadi pada tahun 2001 dan 2008 sebesar 1,35 hari dan Rata – rata Lama Tinggal Wisatawan Mancanegara terendah pada tahun 1999,2000,dan 2004 sebesar 1,21 hari.


(70)

4.3 Hasil Analisis Asumsi Regresi Klasik (BLUE / Best Linier Unbiased Estimator).

Agar dapat diperoleh hasil estimasi yang BLUE (Best Linier

Unbiased Estimator) atau perkiraan linier tidak bias yang terbaik maka estimasi tersebut harus memenuhi beberapa asumsi yang berkaitan. Apabila salah satu asumsi tersebut dilanggar, maka persamaan regresi yang diperoleh tidak lagi bersifat BLUE, sehingga pengambilan keputusan melalui uji F dan uji t menjadi bias. Dalam hal ini harus dihindarkan terjadinya kasus-kasus sebagai berikut :

1. Autokorelasi

Autokorelasi dapat didefinisikan sebagai “korelasi antara data observasi yang diurutkan berdasarkan urut waktu (data time series) atau data yang diambil pada waktu tertentu (data cross-sectional)” (Gujarati, 1995:201). Untuk mengujji variabel-variabel yang diteliti apakah terjadi autokorelasi atau tidak dapat digunakan uji Durbin Watson, yaitu dengan cara membandingkan nilai Durbin Watson yang dihitung dengan nilai Durbin Watson (dL dan du) dalam tabel. Distribusi penetuan keputusan dimulai dari 0 (nol) sampai 4 (empat). Kaidah keputusan dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Jika d lebih kecil daripada dL atau lebih besar daripada (4-dL), maka hipotesis nol ditolak yang berarti terdapat autokorelasi. 2. Jika d teletak antara dU dan (4-dU), maka hipotesis nol diterima


(71)

3. Jika nilai d terletak antara dL dan dU atau antara (4-dL) dan (4-dU) maka uji Durbin-Watson tidak menghasilkan kesimpulan yang pasti, untuk nilai-nilai ini tidak dapat disimpulkan ada tidaknya autokorelasi di antara faktor-faktor penganggu.

Untuk mengetahui ada tidaknya gejala autokorelasi dalam model penelitian maka perlu dilihat nilai DW tabel. Diketahui jumlah variabel bebas adalah 4 (k=4) dan banyaknya data adalah (n=10) sehingga diperoleh nilai DW tabel adalah sebesar dL = 0,376 dan dU = 2,414

Gambar 5. Kurva Statistik Durbin Watson

Daerah Daerah Daerah Daerah

Kritis Ketidak- Terima Ho Ketidak- Kritis pastian pastian

Tolak Tidak ada Tolak Ho autokorelasi Ho

0 dL= 0,376 dU = 2,414 (4-dU) = 1,586 (4-dL) = 3,624 d 3,092

Sumber : Lampiran 2 dan Lampiran 8

Berdasarkan hasil analisis, maka dalam model regresi ini tidak terjadi gejala autokorelasi karena nilai DW tes yang diperoleh adalah sebesar 3,092 berada pada daerah antara dL dan dU yang berarti berada dalam daerah tidak terjadi autokorelasi.


(1)

76

Pariwisata di Malang : Jumlah Wisatawan (X1), Investasi Sarana Pariwisata (X2), Usaha Jasa Pariwisata (X3),dan Rata – rata Lama Tinggal Wisatawan (X4) dapat diketahui dengan melihat koefisien determinasi parsial yang paling besar, dimana dalam perhitungan ditunjukkan oleh variabel Usaha Jasa Pariwisata dengan koefisien determinasi parsial (r2) sebesar 0,929 atau sebesar 92,9 %.


(2)

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang telah diuraikan pada bab IV, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Setelah dilakukan uji statistik untuk mengetahui pengaruh secara simultan antara variabel bebas Jumlah Wisatawan (X1), Investasi Sarana

Pariwisata (X2), Usaha Jasa Pariwisata (X3) dan Rata – rata Lama

Tinggal Wisatawan Mancanegara (X4) terhadap variabel terikatnya

Pendapatan Daerah Sektor Pariwisata (Y) diperoleh F hitung =136,269 > F tabel = 5,19 maka Ho ditolak dan Hi diterima, yang berati bahwa secara keseluruhan faktor-faktor variabel bebas berpengaruh secara simultan dan nyata terhadap Pendapatan Daerah Sektor Pariwisata.

2. Pengujian secara parsial atau individu Jumlah Wisatawan (X1) terhadap

Pendapatan Daerah Sektor Pariwisata (Y). Diketahui hasil perhitungan secara parsial diperoleh t hitung = 0,232 < t tabel = 2,571, maka Ho diterima dan Hi ditolak pada level signifikan 5 % sehingga secara parsial Jumlah Wisatawan (X1) tidak berpengaruh secara nyata dan positif

terhadap Pendapatan Daerah Sektor Pariwisata (Y). Hal ini disebabkan karena wisatawan yang datang di Malang kebanyakan wisatawan domestik itupun terjadi pada hari libur dan untuk wisatawan mancanegara kebanyakan yang datang hanya 1 sampai dengan 2 hari.


(3)

78

3. Pengujian secara parsial atau individu Investasi Sarana Pariwisata (X2)

terhadap Pendapatan Daerah Sektor Pariwisata (Y). Diketahui hasil perhitungan secara parsial diperoleh t hitung = 4,115 > t tabel = 2,571, maka Ho ditolak dan Hi diterima, pada level signifikan 5 % sehingga secara parsial Investasi Sarana Pariwisata (X2) berpengaruh secara nyata

positif terhadap Pendapatan Daerah Sektor Pariwisata (Y). Hal ini disebabkan karena dengan semakin meningkatnya kemampuan untuk menciptakan atau menambah investasi maka akan menghasilkan skala usaha yang semakin besar, dimana semakin besar skala usaha maka akan meningkatkan tingkat pendapatan industri kecil.

4. Pengujian secara parsial atau individu Usaha Jasa Pariwisata (X3)

terhadap Pendapatan Daerah Sektor Pariwisata (Y). Diketahui hasil perhitungan secara parsial diperoleh t hitung = 7,574 < t tabel = 2,571, maka Ho ditolak dan Hi diterima pada level signifikan 5 % sehingga secara parsial Usaha Jasa Pariwisata (X3) berpengaruh secara nyata

positif terhadap Pendapatan Daerah Sektor Pariwisata (Y). Hal ini disebabakan karena dengan semakin meningkatnya kemampuan untuk menciptakan atau menambah investasi maka akan menghasilkan skala usaha yang semakin besar, dimana semakin besar skala usaha maka akan meningkatkan tingkat pendapatan industri kecil.


(4)

diperoleh t hitung = -2,299 < t tabel = 2,571, maka Ho diterima dan Hi ditolak pada level signifikan 5 % sehingga secara parsial Rata–rata Lama Tinggal Wisatawan Mancanegara (X4) tidak berpengaruh secara nyata

positif terhadap Pendapatan Daerah Sektor Pariwisata (Y). Hal ini disebabakan karena Rata–rata Lama Tinggal Wisatawan Mancanegara di kota malang kebanyakan yang datang hanya 1 sampai dengan 2 hari di karenakan banyak wisatawan yang menginginkan untuk mengunjungi beberapa obyek wisata yang lain selain di daerah Malang.

6. Kemudian untuk mengetahui variabel mana yang berpengaruh paling dominan empat variabel bebas terhadap Pendapatan Daerah Sektor Pariwisata di Malang : Jumlah Wisatawan (X1), Investasi Sarana

Pariwisata (X2), Usaha Jasa Pariwisata (X3),dan Rata – rata Lama

Tinggal Wisatawan Mancanegara (X4) dapat diketahui dengan melihat

koefisien determinasi parsial yang paling besar, dimana dalam perhitungan ditunjukkan oleh variabel Usaha Jasa Pariwisata dengan koefisien determinasi parsial (r2) sebesar 0,929 atau sebesar 92,9 %.

7. Perkembangan Pendapatan Daerah Sektor Pariwisata di kota malang (Y) selama 10 tahun (1999-2008) cenderung mengalami fluktuasi. Perkembangan tertinggi Pendapatan Daerah Sektor Pariwisata adalah pada tahun 2007 sebesar 92,98 % dan perkembangan terendah adalah pada tahun 2001 sebesar -8,83 %.

8. Perkembangan Jumlah Wisatawan di kota malang (X1) tahun 1999


(5)

80

terjadi pada tahun 2007 sebesar 114,53 %. tetapi pada tahun 2006 terjadi perkembangan terendah sebesar – 1,07 %.

9. Perkembangan Investasi Sarana Pariwisata di kota Malang (X2) selama 10 tahun ( 1999 -2008) cenderung mengalami fluktuasi. Perkembangan tertinggi Investasi Sarana Pariwisata adalah pada tahun 2003 sebesar 23,17 % dan perkembangan terendah adalah pada tahun 2008 sebesar -0,29 %.

10. Perkembangan Usaha Jasa Pariwisata di kota malang (X3) selama 10 tahun (1999-2008) cenderung mengalami fluktuasi. Perkembangan tertinggi Usaha Jasa Pariwisata adalah pada tahun 2007 sebesar 32,94 % dan perkembangan terendah adalah pada tahun 2008 sebesar -1,27 %. 11. Perkembangan Rata – rata Lama Tinggal Wisatawan (X4) selama 10

tahun ( 1999-2008) cenderung mengalami fluktuatif. Perkembangan tertinggi Rata – rata Lama Tinggal Wisatawan adalah pada tahun 2001 sebesar 0,14 % dan perkembangan terendah adalah pada tahun 2003 sebesar -0,07 %.

5.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka berikut ini diketahui beberapa saran sebagai bahan pertimbangan sebagai berikut :


(6)

sehingga investasi yang ada dapat meningkatkan pendapatan dan semakin banyak usaha jasa parawisata.

2. Pemerintah daerah maupun pemerintah pusat mengadakannya pelatihan manajemen usaha jasa secara rutin untuk mengembangkan atau meningkatkan SDM serta potensi yang dimiliki oleh pengusaha maupun masyarakat di daerah Kota malang khususnya di daerah pariwisata.