KAJIAN PENAMBAHAN KITOSAN DAN LAMA WAKTU PENGENDAPAN TERHADAP AKTIVITAS ANTIOKSIDAN SARI BUAH DELIMA (Punica granatum L).

(1)

SKRIPSI

Oleh :

NPM.0633010010 Syirhan Anas Bobsaid

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR 2010


(2)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Jurusan Teknologi Pangan

Oleh :

NPM.0633010010 Syirhan Anas Bobsaid

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR 2010


(3)

SKRIPSI

KAJIAN PENAMBAHAN KITOSAN DAN LAMA WAKTU

PENGENDAPAN TERHADAP AKTIVITAS ANTIOKSIDAN

SARI BUAH DELIMA (Punica granatum L)

Oleh :

NPM. 0633010010 Syirhan Anas Bobsaid

Surabaya, November 2010

Telah disetujui dan diterima dengan baik oleh :

Dosen Pembimbing ke-1 Dosen Pembimbing ke-2

Ir. Rudi Nurismanto, Msi

NIP. 19610905 199203 1 001 NIP. 19521103 198803 2 001 Ir. Sudaryati HP, MP


(4)

ix

NPM. 0633010010 SYIRHAN ANAS BOBSAID

INTISARI

Delima merupakan salah satu jenis buah-buahan yang mempunyai kandungan polifenol yang tinggi, dimana senyawa polifenol merupakan agensia antioksidan. Di Indonesia pemanfaatan buah delima masih terbatas, hal ini karena kurangnya pengetahuan masyarakat akan manfaat delima. Salah satu alternative pengolahan buah delima ialah dijadikan sari buah, karena sari buah yang dihasilkan cenderung keruh dan sepat. Maka ditambahkan kitosan sebagai agensia penjernih. Kitosan mampu mengikat senyawa tanin penyebab rasa sepat , mengikat kotoran, menurunkan kadar asam,serta dapat berfungsi sebagai pengawet. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh perlakuan penambahan kitosan dan lama waktu pengendapan terhadap aktivitas antioksidan sari buah delima.

Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorian yang terdiri dari 2 faktor dengan 2 kali ulangan, faktor I adalah penambahan kitosan (0 ;0,5 ;1 dan 1,5 % v/v) dan faktor II adalah lama waktu pengendapan (0, 60, 90 dan 120 menit).

Hasil penelitian menujukan bahwa perlakuan terbaik adalah pada perlakuan penambahan kitosan sebesar 1,5% dan lama waktu pengendapan 120 menit yang menghasilkan aktivitas antioksidan (DPPH) 74, 625 %, total fenol 4688,331 ppm, total asam 0,440%, tingkat kejernihan 45,200, tingkat kemerahan 23,750 serta uji organoleptik rasa 4,400 (suka) dan warna 4,500 (suka).


(5)

1 PBAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Delima (Punica granatum L.) merupakan buah yang berasal dari Timur Tengah, tersebar di daerah subtropik sampai tropik, dari dataran rendah sampai di bawah 1.000 m dari permukaan laut. Tumbuhan ini menyukai tanah gembur yang tidak terendam air, dengan air tanah yang tidak dalam. Delima sering ditanam di kebun-kebun sebagai tanaman hias,tanaman obat dan buahnya pun dapat dikonsumsi. Buah delima dapat dimakan dalam keadaan segar, sebagai campuran rujak buah, salad buah, jus atau sari buah (Huriyah, 2010).

Di Indonesia, buah delima kurang mendapat perhatian secara lebih. Pada umumnya buah delima hanya ditanam sebagai tanaman hias dan terakhir buah delima sudah tidak lagi dibudidayakan secara umum di indonesia. Hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan masyarakat akan manfaat dari buah delima itu sendiri sedangkan di Amerika bagian California buah delima telah di budidayakan secara besar-besaran sebagai lahan perkebunan, karena buah ini mempunyai kandungan polifenol yang tinggi dimana polifenol merupakan agensia antioksidan. Di Amerika, produk sari buah delima dikenal sebagai tren minuman kesehatan terkini (Wijanarko, 2008). Di Asia, buah delima diolah menjadi sari buah (Huriyah, 2010).

Minuman sari buah delima dikenal sebagai minuman sari buah sehat yang kaya khasiat. Sari buah yang pada umumnya ialah jernih (Djajati dan Sukma, 2002), sedangkan cairan sari buah delima yang dihasilkan nampak keruh. Selain


(6)

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

itu proses penjernihan juga dimaksudkan untuk mengurangi rasa sepat yang dihasilkan oleh senyawa tanin. Oleh karena itu, dilakukan proses penjernihan untuk menghasilkan sari buah yang jernih. Beberapa jenis bahan penjernih yang umum digunakan sebagai bahan penjernih ialah kitosan, gelatin, CMC, kasein, putih telur (Muljoharjo, 1999; Mulyono et al.,2001).

Kitosan merupakan bahan penjernih alamiah yang bersifat tidak beracun dan mudah luruh secara alami (biodegradable). Kitosan memiliki sifat sebagai koagulan (Koesumo dan Digwijaya, 2008), antioksidan (Sathivel dkk., 2005) serta mampu menurunkan kadar asam (Shofyan, 2008) selain itu kitosan juga bersifat pengawet(Saparinto dan Diana, 2006). Menurut Saparinto dan Diana (2006),dosis penggunaan kitosan yang diperbolehkan ialah 1,5%. Berdasarkan penelitian Firdaus dkk.(2007), penggunaan 1% larutan kitosan dalam waktu pengendapan 90 menit pada proses penjernihan air memberikan hasil yang terbaik, yaitu mengurangi 98,8 % kekeruhan dan 97,9 % bentuk padatan terlarut. Berdasarkan penelitian Oszmianski dan Aneta (2007) menyatakan bahwa penambahan kitosan sebesar 0,015 gr/ml pada sari buah anggur mampu mengurangi total asam sebanyak 52,6 % yang terdiri dari asam sitrat, asam tartarat, asam malat, asam oksalat dan asam askorbat. Pada penelitian lain pembuatan sari buah mete yang menggunakan penjernih gelatin 5% diperlukan waktu penjernihan selama 60 menit (Mulyono dkk., 2001). Sari buah yang dihasilkan dilakukan tanpa proses pasteurisasi, karena pada penelitian hanya untuk mengetahui berapa kapasitas antioksidan dalam minuman sari buah delima dan produk merupakan produk antara (setengah jadi). Pada penelitian ini akan diteliti penambahan kitosan dan


(7)

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

lama waktu pengendapan untuk menghasilkan sari buah dengan aktivitas antioksidan tinggi.

B. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan penambahan kitosan dan lama waktu pengendapan terhadap aktivitas antioksidan sari buah delima.

b. Untuk mengetahui kombinasi perlakuan terbaik terhadap sari buah delima yang memiliki aktivitas antioksidan tinggi.

C. Manfaat Penelitian

a. Sebagai informasi kepada masyarakat pada umumnya tentang potensi buah delima sebagai agensia antioksidan.

b. Sebagai informasi kepada masyarakat tentang potensi delima yang dapat diolah menjadi sari buah dengan aktivitas antioksidan tinggi.


(8)

4

A. Definisi dan komposisi gizi delima

Delima (Punica granatum L.) merupakan tanaman yang sering ditanam di

pekarangan rumah sebagai tanaman hias, sekaligus untuk dimakan buahnya. Beberapa kultivarnya yang kerdil bahkan telah dikembangkan khusus sebagai tanaman hias. Delima merah memiliki rasa yang lebih manis dan segar. Komposisi gizi per 100 gram bagian yang dapat dimakan dari buah delima adalah:

energi 68 kkal, air 81 g; protein 0,95 g; lemak 0,3 g; karbohidrat 17,2 g;Vitamin

C 6,1 mg; serat 0,6 gram . Kandungan lainnya adalah gula inversi 20 persen (5-10

persen di antaranya berupa glukosa), asam sitrat (0,5-3,5 persen),asam borat, dan

asam malat. Mineral yang paling dominan adalah kalium (259 mg/ 100 g). Kandungan mineral lainnya ialah magnesium(3mg/100gr), fosfor(8mg/100gr), seng(0,12mg/100gr), tembaga(0,07mg/100gr), kalsium(3mg/100gr) serta besi (0,3

mg/100gr) (Astawan, 2010). Berdasarkan penelitian Harverson et al. (2008) buah

delima memiliki konsentrasi antioksidan yang paling tinggi yaitu 11, 33 mmol / 100 gram lalu diikuti oleh buah anggur diurutan kedua yang hanya memiliki konsentrasi antioksidan sebesar 2,42 mmol/ 100 gram.

Buah delima merupakan buah yang kaya akan 2 jenis sumber polifenol, yaitu antosianin yang terdiri atas delphinidin, cyanidin, dan pelargonidin dimana komponen inilah yang memberikan warna merah pada buah dan minuman sari buah delima; komponen tanin larut air seperti punicalin, galat pedunculagin , galat dan ester asam elagat dari glukosa yang mengandung 92 % aktivitas antioksidan


(9)

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

pada buah utuh, dimana komponen polifenol yang larut pada sari buah delima itu berkisar anatar 0,2 % – 1 % ( Nar Ben, 1996 dalam Louba, 2007).selain itu senyawa fitokimia lain yang terdapat dalam delima ialah katekin dan galokatekin (Plumb dkk.,2002)

Sari buah delima mengandung sumber penting dari kelompok polifenol, terutama antosianin yang mengandung 3-glukosida dan 3,5-diglukosida dari delphinidin, cyanidin, and pelargonidin (Du, 1975 dalam Miguel, 2004). Selain itu dengan adanya gallat tipe tanin, turunan asam elagat serta komponen tanin lain yang larut air juga memberikan sebuah kontribusi sebagai agensia antioksidan dalam sari buah delima ( Gil, 2000 dalam Miguel, 2004).

Kandungan ekstrak delima mampu menangkal radikal bebas dan mampu menurunkan makromolekul oksidatif dan lipida peroksida dalam tubuh hewan

(Rosenblat dkk.. 2006; Jurenka, 2008) serta mampu meningkatkan kapasitas

plasma antioksidan di dalam sel manusia (Guo dkk., 2008 dalam Jurenka,2008)

B. Manfaat delima

a.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tanin yang terkandung pada tanaman delima tidak hanya aktif sebagai antibakteri, tetapi juga melawan virus, antara lain penyebab penyakit cacar. Penelitian terbaru melaporkan bahwa delima dapat digunakan sebagai obat antidiabetes melitus atau kencing manis. Tanin juga mampu untuk mereduksi risiko penyakit jantung. Hal itu, disebabkan oleh kemampuan tannin untuk mereduksi oksidasi kolesterol LDL (Astawan, 2010). Beberapa manfaat tanin dalam buah delima :

penghambatan terhadap pertumbuhan sel kanker.

Berdasarkan penelitian di University of California, AS, buah delima


(10)

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

mencegah kanker pada organ-organ reproduksi. Satu gelas jus delima setiap hari, kita akan mendapatkan asupan senyawa antioksidan polifenol sebanyak 100 mg.

Ekstrak buah delima merah secara in vitro (uji di luar tubuh) terbukti memiliki

aktivitas antioksidan yang kuat, sehingga dapat bersifat kemopreventif

(mencegah) atau kemoterapis (mengobati) sel kanker prostat (Malik et al, 2005

dalam Astawan, 2010). beberapa penelitian lain menunjukkan bahwa ekstrak delima juga berkhasiat untuk mencegah kanker payudara dan kanker kolon (Astawan, 2010).

b. Penundaan terhadap penuaan kulit dan menurunkan kolesterol.

Buah delima juga kaya akan fitosterol. Fitosterol merupakan komponen fitokimia yang mempunyai fungsi berlawanan dengan kolesterol bila dikonsumsi oleh manusia. Pada tahun 1970-an, fitosterol diketahui berfungsi menurunkan kadar kolesterol di dalam darah dan mencegah penyakit jantung, sehingga sangat bermanfaat bagi kesehatan manusia (Astawan, 2010). Selain itu buah delima juga kaya akan antioksidan golongan flavonoid, dimana secara signifikan mekanismnenya ialah mengurangi stres oksidasi dengan menghambat oksidasi dari LDL lipoprotein dan macromolekul lipid peroksida dan dengan mekanisme ini artheroghenesis dapat dikurangi (Louba, 2007).

C. Kandungan kimia dalam delima yang berfungsi sebagai antioksidan

Komponen antioksidan yang terkandung dalam buah delima ialah jenis polifenol, yaitu terdiri dari antosianin dan tanin. Selain itu buah delima juga kaya akan vitamin C yang juga dapat berperan sebagai agen antioksidan.


(11)

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

a. Antosianin

1.

Antosianin tergolong dalam pigmen yang disebut flavonoid yang pada umumnya larut dalam air. Dimana warna pigmen antosianin itu sendiri ialah berwarna merah, biru, violet dan biasanya dijumpai pada bunga, buah-buahan dan sayur-sayuran. Dalam tanaman terdapat dalam bentuk glikosida yaitu membentuk ester dengan monosakarida (glukosa, galaktosa, ramnosa dan kadang-kadang pentosa). Sewaktu pemanasan dalam asam mineral pekat, antosianin pecah menjadi antosianidin dan gula. Pada pH rendah (asam) pigmen ini berwarna merah dan pada pH tinggi akan berubah menjadi violet dan kemudian menjadi biru .Pigmen antosianin meningkat dengan meningkatnya pH (Laleh dkk, 2006). Menurut Rosso (2006), kandungan vitamin C yang tinggi akan menurunkan stabilitas antosianin. Konsentrasi pigmen juga berperan dalam menentukan warna. Pada konsentrasi yang encer antosianin berwarna biru, sebalinya pada konsentrasi pekat antosianin akan berwarna merah, dan pada konsentrasi biasa akan berwarna ungu. Dimana dengan adanya tanin akan banyak mengubah warna antosianin. Dengan ion logam, antosianin membentuk senyawa komplek berwarna abu-abu violet. Karena itu pada proses pengalengan bahan yang mengandung antosianin, kalengnya perlu mendapat lapisan khusus (Winarno, 2002). Jenis antosianin yang terkandung dalam buah delima adalah sebagai berikut :

Delphinidin

Delphinidin termasuk kedalam kelompok antosianin, delphinidin ialah pigmen utama dalam tanaman dan juga bersifat sebagai antioksidan. Delphidin memberikan degradasi warna biru pada jenis bunga violas dan delphinidium,


(12)

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

selain itu delpnidin juga memberikan warna pada buah delima. Delphinidin, sama seperti jenis antosianin lainnya yaitu sangat sensitive akan perubahan pH

(Anonima, 2010). Delpnidin pada buah delima ialah delphinidin 3-glukosida

delphinidin yang umumnya terdapat pada buah blueberis dengan rumus kimia

C21H21O12Cl dan berat molekul 500,8 g/mol (Anonimb, 2010).

2.

Gambar 1. Gambar struktur delpinidin secara umum. Cyanidin

Cyanidin adalah pigmen antosianin yang larut dalam air, dimana warna dari cyanidin ini terhantung dari pH larutan. Pada pH sekitar 3 cyanidin akan berwarna merah, pada pH kisaran 11 cyandin akan berwarna biru sedangkan pada pH netral cyadin akan berwarna ungu. Cyanidin umumnya ditemukan pada tanaman dalam

bentuk molekul gula dalam bentuk cyandin 3-0-β-glukosida (Anonimc, 2010).

Cyanidin dalam buah delima terdiri atas 2 jenis cyanidin, yaitu 3-glukosida cyanidin yang biasa ditemukan dalam buah blueberies, dimana memiliki struktur

kimia C21H21O11Cl dengan berat molekul 484.8 g/mol (Anonimd, 2010).

Sedangkan unutk 3,5-cyanidin diglukosida biasa ditemukan dalam buah anggur

merah, 3,5-cyanidin diglukosida ini memiliki struktur kimiaC27H31O16Cl dengan


(13)

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

3.

Gambar 2. Gambar struktur cyanidin secara umum Pelargonidin

Pelargonidin umumnya dihasilkan dari hasil hidrolisa buah strawberry atau jenis buah dan bunga lainnya, yang menghasilkan derivat pelargonidin. Pelargonodin bersifat higroskopis. Pelargonidin mempunyai struktur kimia

C15H11O5Cl dan memiliki berat molekul sebesar 306, 7 g / mol. Pelargonidin ini

memiliki kelarutan yang tinggi dalam air dan mudah mengalami pemecahan

dengan hidrolisis pada temperatur > 40oC (Anonimf, 2010)

Gambar 3. Gambar struktur pelargonidin secara umum.

b. Tanin

Tanin disebut juga sebagai asam tanat atau asam galotanat. Tanin dapat tidak berwarna sampai berwarna kuning atau coklat. Istilah tanin yang digunakan

pada kalangan ahli pangan ada dua yaitu condensed tannin yang merupakan dimer


(14)

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

yang disebut hydrolized tannin, termasuk didalmnya galotanin dan elogitanin.

Senyawa-senyawa tersebut biasanya digunakan untuk menyamak kulit dan

masing-masing merupakan polimer asam galat dan asam elagat (ellagic acid).

Disamping itu ada tanin yang tidak dapat dimasukan kedalam salah satu dari kelompok tanin diatas (Winarno, 2002).

Menurut Najib (2009), sifat-sifat tanin ialah sebagai berikut:

1. Dalam air membentuk larutan koloidal yang bereaksi asam dan sepat . 2. Mengendapkan larutan gelatin dan larutan alkaloid.

3. Tidak dapat mengkristal.

4. Larutan alkali mampu mengoksidasi oksigen.

5. Mengendapkan protein dari larutannya dan bersenyawa dengan protein tersebut sehingga tidak dipengaruhi oleh enzim protiolitik.

Adanya tanin dalam bahan makanan dapat ikut menentukan cita rasa bahan makanan tersebut. Rasa sepat pada bahan makanan biasanya disebabkan oleh tanin (Winarno, 2002). Rasa sepat tanin yang terdapat di dalam berbagai bagian tanaman disebabkan karena tanin dapat mengendapkan protein, sehingga kalau tanin kontak dengan lidah maka reaksi pengendapan protein ditandai dengan rasa sepat atau astringen (Wiryowidagdo,2008).

1.

Kelompok tanin yang terkandung dalam buah delima ialah sebagai berikut : Asam galat

Asam galat merupakan asam organik dan dikenal juga sebagai 3,4,5-trihydroxybenzoic asam, banyak ditemukan pada daun teh, kulit pohon oak, dan


(15)

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

baik dalam bentuk bebas dan sebagai bagian dari tanin. Garam dan ester dari asam galat disebut gallat. Asam galat merupakan agensia antioksidan yang membantu

dalam melindungi sel-sel kita terhadap kerusakan oksidatif. (Anonimg

2.

, 2010). Asam elagat

Asam elagat biasanya ditemukan dalam bentuk elagitanin dalam buah-buahan seperti rasberry, strawberry, delima dan pada tanaman lainnya, dimana asam elagat tersebut ditemukan dalam bentuk molekul gula. Asam elagat merupakan dimer turunan dari asam galat, terjadi pada buah-buahan dan kacang-kacangan baik dalam bentuk bebas, sebagai EA-glikosida, atau terikat sebagai

3.

ellagitannins (Seram dkk. 2004). Asam galagat

Asam galagat merupakan kelompok polifenol yang termasuk dalam senyawa tanin yang biasanya ditemukan pada buah delima. Asam galagat ini

mempunyai rumus molekul C28H14O18 dengan berat moekul 638.39 g/mol. Asam

galagat mempunyai sifat yang hampir sama dengan asam elagat (Anonimh

4.

, 2010) Punicalin dan Punicalagin

Punicalin dan Punicalagin adalah senyawa tanin yang mempunyai kelarutan dan bioavabilitas yang tinggi. Punicalin dan punicalagin merupakan komponen tanin larut air yang terikat dalam senyawa ellagitanin. Punicalagin termasuk kelompok senyawa polifenol besar yang merupakan isomer dari 2,3-(S)-hexahydroxydiphenoyl-4, 6-(S,S)-gallagyl-D-glukosa, hydrolysable tanin dengan berat molekul 1084. Punicalagin ditemukan dalam bentuk alfa dan beta dalam


(16)

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Gambar 4. Gambar struktur senyawa tanin pada delima antara lain asam galat (1), Asam elagat (2), asam galagic (3), punicalin (4) dan punicalagin (5).

c. Vitamin C

Vitamin C adalah vitamin yang tergolong larut dalam air, dimana vitamin C ini dapat berbentuk asam L-askorbat dan asam L-dehidroaskorbat, keduanya mempunya keaktifan sebagai vitamin C. Asam askorbat sangat mudah teroksidasi secara reversible manjadi asam L-dehidroaskorbat. Asam L-dehidroaskorbat secara kimia sangat labil dan dapat mengalami perubahan lebih lanjut menjadi asam L-diketogulonat yang tidak memiliki keaktifan sebagai vitamin C lagi.vitamin C dapat terserap secara cepat dari alat pencernaan kita masuk kedalam saluran darah dan dibagikan keseluruh jaringan tubuh. Kelebihan vitamin C akan dibuang melalui air kemih. Karena itu bilaseseorang mengkonsumsi vitamin C dalam jumlah besar (megadose), sebagian besar akan dibuang keluar,


(17)

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

terutama bila seseorang tersebut biasa mengkonsumsi makanan yang bergizi tinggi. Tetapi sebaliknya, bila sebelumnya orang tersebut jelek keadaa gizinya, maka sebagian besar dari jumlah itu dapat ditahan oleh jaringan tubuh (Winarno, 2002).

Gambar 5. Gambar struktur vitamin C

D. Antioksidan

Antioksidan sebenarnya didefinisikan sebagai inhibitor yang bekerja menghambat oksidasi dengan cara bereaksi dengan radikal bebas reaktif membentuk radikal bebas tak reaktif yang relatif stabil. Tetapi mengenai radikal bebas yang berkaitan dengan penyakit, akan lebih sesuai jika antioksidan didefinisikan sebagai senyawa-senyawa yang melindungi sel dari efek berbahaya radikal bebas oksigen reaktif (Fery, 2007).

a. Penggolongan dan sumber antioksidan

Berdasarkan jenisnya sebagai sistem pertahanan dalam tubuh antioksidan digolongkan menjadi 3 jenis yaitu antioksidan primer / enzimatis, antioksidan sekunder / non enzimatis dan antioksidan tersier.


(18)

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

1. Antioksidan primer (antioksidan enzimatis)

Antioksidan primer yaitu antioksidan yang diproduksi oleh tubuh sendiri dimana antioksidan primer merupakan antioksidan yang dapat menghalangi pembentukan radikal bebas baru. Senyawa antioksidan dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke radikal lipida (R*, ROO*) atau mengubahnya ke bentuk lebih stabil, sementara turunan radikal antioksidan (A*) tersebut memiliki keadaan lebih stabil dibanding radikal lipida. Secara alami tubuh mampu menghasilkan antioksidan sendiri, tetapi kemampuan ini pun ada batasnya. Sejalan bertambahnya usia, kemampuan tubuh untuk memproduksi antioksidan alami pun akan semakin berkurang. Hal ini lah yang menyebabkan stres oksidatif, yaitu suatu keadaan dimana jumlah radikal bebas melebihi kapasitas kemampuan netralisasi antioksidan. Yang termasuk Antioksidan primer ini adalah Super Oxide Dismutase (SOD), Gluthation Peroxidase (GSH.Prx) dan Katalase (Sadhonohadi, 2010).

2. Antioksidan sekunder

Antioksidan sekunder ialah antioksidan yang tidak dihasilkan oleh tubuh tetapi berasal dari makanan, merupakan antioksidan yang dapat menekan terjadinya reaksi rantai baik pada awal pembentukan rantai maupun pada fase propagasi. Antioksidan sekunder memperlambat laju autooksidasi dengan berbagai mekanisme diluar mekanisme pemutusan rantai autooksidasi dengan pengubahan radikal lipida ke bentuk lebih stabil Anti oksidan ini disebut juga sebagai penangkap radikal (radikal scavenger). Contoh antioksidan sekunder ialah


(19)

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

seperti Vitamin E, vitamin A, beta karoten, Vitamin C, Selenium, Flavonoid, fenol dll (Sadhonohadi, 2010).

3. Antioksidan tersier

Antioksidan tersier yaitu antioksidan yang memperbaiki

kerusakan-kerusakan yang terjadi karena efek radikal bebas. Contohnya enzim DNA-repair

dan metionin sulfoksida reduktase yang berperan dalam perbaikan biomolekul yang disebabkan oleh radikal bebas (Winarsi, 2005; Pribadi, 2009).

E. Radikal Bebas

a. Pengertian radikal bebas

Radikal bebas adalah setiap senyawa kimia yang mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan dalam srtukturnya, sehingga bersifat tidak stabil dan sangat reaktif. Untuk mencapai kestabilan atom atau molekul, radikal bebas akan bereaksi dengan molekul disekitarnya untuk memperoleh pasangan elektron. Reaksi ini akan berlangsung terus-menerus dalam tubuh dan bila tidak dihentikan akan menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker, jantung, katarak, penuaan

dini, serta penyakit degeneratif lainnya (Kikuzaki, dkk..2002; Sibuea, 2003;

Halliwell, 2000; Andayani,2008). Radikal bebas berada di dalam tubuh akibat proses respirasi aerobik dengan bentuk yang berbeda-beda seperti superoksid,

hidroksil, hidroperoksil, peroksil, dan alkosil radikal (Teow dkk.. 2006; Pribadi,

2009).

b. Efek radikal bebas

Radikal bebas bersifat destruktif, sangat reaktif dan mampu bereaksi dengan makromolekul sel, seperti: protein, lipid, karbohidrat, atau DNA (Langseth,1995;


(20)

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Pratimasari, 2009). Reaksi antara radikal bebas dan molekul itu berujung pada timbulnya suatu penyakit, yaitu antara lain:

1. Kerusakan DNA pada inti sel

Senyawa radikal bebas merupakan salah satu faktor penyebab kerusakan

DNA dengan mengoksidasi DNA. Sel yang mengandung DNA rusak (damaged

DNA) tersebut bila membelah sebelum DNA tersebut diperbaiki, akan

mengakibatkan perubahan genetik secara permanen, hal tersebut merupakan langkah pertama dalam karsinogenesis. Oksidasi DNA oleh senyawa radikal bebas dapat menginisiasi terjadinya kanker (Reynertson, 2007; Pratimasari, 2009).

2. Kerusakan protein

Perubahan LDL (low density lipoprotein) menjadi bentuk LDL teroksidasi

yang diperantarai oleh radikal bebas dapat menyebabkan kerusakan dinding arteri

dan kerusakan bagian arteri lainnya. Meningkatnya kadar LDL oleh oksigen

reaktif dapat merusak dinding arteri yang menyebabkan aterosklerosis (Langseth,

1995; Pratimasari, 2009).

3. Kerusakan lipid peroksida

Radikal bebas dapat menyebabkan kerusakan oksidatif pada ikatan lemak tak jenuh dalam fosfolipid membran biologi (lipid peroksidasi) (Josephy, 1997; Pratimasari, 2009). Peroksidasi lipid pada membran merusak struktur membran

dan menyebabkan hilangnya fungsi dari organel sel (Kappus, 1985 cit Madhavi


(21)

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

F. Mekanisme radikal bebas

a. Mekanisme antioksidan dalam menangkap radikal bebas

Radikal bebas terjadi melalui proses autooksidasi lipid, dimana proses autooksidasi lipid terjadi melalui tiga tahap reaksi yaitu reaksi inisiasi, propagasi, dan terminasi. Inisiasi dimulai dengan terlepasnya atom hidrogen dari molekul asam lemak sehingga terbentuk radikal bebas alkil. Inisiasi dikatalis oleh adanya cahaya, panas dan ion logam. Pada tahap propagasi, radikal bebas alkil yang terbentuk pada tahap inisiasi bereraksi dengan oksigen atmosfer membentuk radikal bebas peroksi yang tidak stabil. Radikal bebas peroksi yang terbentuk bereaksi dengan atom hidrogen yang terlepas dari asam lemak tidak jenuh yang lain membentuk hidroperioksida (ROOH) dan radikal bebas yang baru. Radikal bebas alkil yang baru akan bereaksi dengan oksigen atmosfer membentuk radikal bebas peroksi. Pada tahap terminasi terjadi penggabungan radikal-radikal beba

baru membentuk produk non radikal yang stabil ( Pokorny dkk.. 2001)

Menurut pokorny, 2001, mekanisme oksidasi lipid ialah sebagai berikut :

Inisiasi : X* + RH R* + XH

Propagasi : R* + O2

ROO* + RH ROOH + R*

ROO*

Terminasi : ROO* + ROO* ROOR + O

ROO* + R* ROOR

2

R* + R* RR


(22)

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Reaksi antara antioksidan primer dengan lipid dari radikal peroksi dirubah menjadi produk konversinya yang lebih stabil dan non radikal. Antioksidan primer mendonasikan atom hidrogen ke lemak radikal dan menghasilkan turunan lemak dan radikal antioksidan (A*) yang lebih stabil dan mempunyai kemampuan lebih rendah pada proses autoksidasi. Antioksidan mempunyai afinitas lebih tinggi untuk mendonorkan hidrogen terhadap radikal peroksi dibanding lemak. Radikal bebas dan radikal peroksi yang terbentuk selama tahap propagasi pada proses autooksidasi ditangkap oleh antioksidan primer. Antioksidan kemungkinan juga

bereaksi langsung dengan radikal lemak (Pokorny dkk.. 2001).

Mekanisme antioksidan dalam menangkap radikal bebas menurut Shahidi dan Wanasundara (2002) dalam Novitasari (2009) ialah sebagai berikut :

ROO* + AH ROOH + A* RO* + AH ROH + A* R + AH RH + A*

Gambar 7. Mekanisme antioksidan dalam menangkap radikal bebas (Shahidi dan Wanasundara, 2002; Novitasari, 2009)

Hasil radikal antioksidan oleh donasi hidrogen mempunyai reaksi sangat rendah terhadap lemak, dimana reaksi yang rendah akan mengurangi laju tahap propagasi. Radikal antioksidan yang stabil disebabkan oleh pelokasian kembali elektron yang tidak bisa diperbaiki pada sekitar cincin fenol yang stabil. Radikal antioksidan mempunyai kemampuan dalam reaksi terminasi dengan peroksi dan

radikal antioksidan lainnya (Pokorny dkk.. 2001).

Antioksidan bekerja dalam 2 langkah, pertama antioksidan primer bekerja dengan mendonorkan atom H atau elektron ke molekul radikal bebas sehingga


(23)

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

terbentuklah radikal bebas yang stabil. Antioksidan primer ini juga menghambat reaksi inisiasi dengan cara bereaksi dengan lipid radikal bebas atau menghambat reaksi propagasi dengan cara bereaksi dengan peroksi atau radikal alkoxsi. Berikut ialah mekanisme reaksi yang terjadi :

Pada reaksi inisiasi : AH + L*  A* + LH

AH + LOO*  A* + LOOH

AH + LO*  A* + LOH

Pada reaksi propagasi : A* + LOO*  LOOA

A* + LO*  LOA

Gambar 8. Mekanisme antioksidan dalam mendonorkan atom H pada tahap

inisiasi dan propagasi (Madhevi et al. 2006)

b. Mekanisme DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil) dalam menangkap radikal bebas

Kedua ialah dengan sistem sinergisme antioksidan, dimana dalam sistem ini antioksidan dikelompokan menjadi pengikat oksigen dan sebagai chelator. Antioksidan primer dapat digunakan pada level yang rendah jika digabungkan dengan penambahan zat yang bersifat stimulus dari produk makanan tersebut. Sinergisme ini biasanya terjadi pada medium yang asam yang dapat memperbaiki stabilitas dari antioksidan primer dan sebagai pengikat oksigen, dimana asam askorbat akan bereaksi dengan oksigen bebas yang ada di udara dan reaksi

tersebut akan menghasilkan suatu sistem yang tertutup. (Madhevi dkk.. 2006).

Radikal DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil)adalah suatu senyawa organik

yang mengandung nitrogen tidak stabil dengan absorbansi kuat pada λmax 517


(24)

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

DPPH tersebut akan tereduksi dan warnanya akan berubah menjadi kuning. Dimana warna kuning yang terbentuk terjadi apabila larutan DPPH dicampur dengan suatu zat yang dapat menyumbangkan atom hidrogen, maka reaksi inilah yang menimbulkan bentuk pengurangan dengan kehilangan warna ungu (Molyneux, 2004).

Mekanisme yang terbentuk antara reaksi radikal DPPH dengan antioksidan ialah sebagai berikut :

Perubahan tersebut dapat diukur dengan spektrofotometer, dan diplotkan terhadap konsentrasi (Reynertson, 2007; Pribadi, 2009). Penurunan intensitas warna yang terjadi disebabkan oleh berkurangnya ikatan rangkap terkonjugasi pada DPPH. Hal ini dapat terjadi apabila adanya penangkapan satu elektron oleh zat antioksidan, menyebabkan tidak adanya kesempatan elektron tersebut untuk beresonansi (Gambar 9.) (Pratimasari, 2009).

Gambar 9. Mekanisme reaksi radikal DPPH dengan antioksidan (Windono dkk..


(25)

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Gambar 10. Resonansi pada struktur DPPH (Windono dkk.. 2001; Pratimasari,

2009)

G.

Sari buah adalah cairan yang dihasilkan dari pemerasan atau penghancuran buah segar yang telah masak (Esti dan Sediadi, 2000). Sedangkan menurut Satuhu (1996) dalam Sudarmantosastro (2008) , sari buah merupakan larutan inti daging buah yang diencerkan, sehingga memiliki cita rasa yang sama dengan buah aslinya.

Sari Buah

Menurut Esti dan Sediadi (2000), pada prinsipnya dikenal 2 (dua) macam sari buah, yaitu :

1. Sari buah encer (dapat langsung diminum), yaitu cairan buah yang diperolehdari pengepresan daging buah, biasanya dilanjutkan dengan penambahan air dan gula pasir.

2. Sari buah pekat / sirup yaitu cairan yang dihasilkan dari pengepresan daging buah dan dilanjutkan dengan proses pemekatan, baik dengan cara pendidihan biasa maupun dengan cara lain seperti penguapan dengan hampa udara, dan


(26)

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

lain. Sirup ini tidak dapat langsung diminum, tetapi harus diencerkan dulu dengan air (1 bagian sirup dengan 5 bagian air).

Proses pengolahan produk sari buah umumnya masih dilakukan secara sederhana. Sari buah yang dihasilkan masih bersifat keruh dan mengandung endapan, akibat tingginya kadar pektin buah. Sehingga berdasarkan tingkat kekeruhannya, maka dikenal ada dua jenis sari buah, yaitu sari buah jernih dan sari buah keruh (Astawan, 1991; Sudarmantosastro, 2008).

Sari buah biasanya memiliki pH rendah karena kaya akan asam organik, total kandungan asam organik dalam sari buah biasanya berkisar antara 0,2 % dalam sari buah pir sampai dengan 8,5 % dalam jeruk limau sedangkan nilai pH sebagian besar sari buah berkisar antara 3,0 dan 4,0 (Tressler dan Joslyn, 1961; Sudarmantosastro, 2008)

Mekanisme pembuatan sari buah menurut Sudarmantosastro (2008), ialah sebagai berikut :

1. Pemilihan dan penentuan kemasakan buah

Umumnya industri pengolah sari buah dan juga industri pengalengan buah, yang dipertimbangkan dalam pemilihan buah adalah bentuk buah, ukuran, warna, banyak sedikitnya noda yang merupakan kerusakan. Berbagai jenis buah mempunyai kandungan air cukup banyak atau rata-rata kandungan airnya 60 %. Untuk mendapatkan sari buah yang baik sebaiknya dipilih buah yang masak. Buah yang kurang masak, lewat masak atau busuk akan menghasilkan sari buah yang kualitasnya rendah. Setiap pabrik mempunyai cara dan standar tersendiri serta ahli yang berdasarkan pengamatan dan pengalaman menentukan kriteria kemasakan


(27)

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

buah yang diolah. Sehingga hal ini merupakan faktor penentu aspek kualitas dari produk sari buah yang akan dibuat.

2. Sortasi dan pengupasan

Sortasi dilakukan sebagai pemilihan ulang agar didapat hasil yang seragam. Serta dilakukan pengupasan dengan tujuan untuk bagian-bagian yang tidak dikehendaki maupun bagian yang tidak bisa dimanfaatkan.

3. Pemotongan dan pencucian

Pemotongan dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh potongan-potongan buah, sehingga pada saat diekstrak, cairan yang ada didalam buah dapat secara optimum terekstrak. Pencucian dimaksudkan untuk menghilangkan kotoran-kotoran atau noda debu yang tidak dikehendaki.

4. Ekstraksi

Ekstraksi adalah salah satu cara pemisahan komponen-komponen dari suatu sistem campuran, baik yang berupa campuran padatan-padatan, padatan-cairan maupun cairan-cairan. Produk utama yang dikehendaki dari ekstraksi adalah ekstraknya sedangkan ampas atau residunya merupakan hasil samping.

Ekstraksi dengan cara mekanis prinsipnya adalah pemberian tekanan pada sejumlah bahan tertentu sehingga komponen terdorong terpisah dan keluar dari sistem campuran. Ekstraksi ini dipengaruhi oleh sifat mengalir atau fluiditas bahan yang diproses, tekanan yang digunakan, dan waktu yang diberikan.

Pada proses ekstraksi, Frekuensi ekstraksi yang diberikan juga sangat mempengaruhi volume ekstrak yang dihasilkan. Semakin besar frekuensi ekstraksi, semakin besar pula volume ekstrak yang diperoleh. Dengan demikian


(28)

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

jumlah senyawa yang terkstrak di dalamnya juga akan semakin meningkat. Ekstraksi mekanis sangat memperhatikan jumlah ekstrak yang dapat dihasilkan dengan mengetahui rendemen pengempaan tersebut, yaitu perbandingan antara jumlah ekstrak (sari buah) yang dapat dihasilkan dengan jumlah bahan awal yang

diekstrak. Selain rendemen, diperhatikan juga recovery

5. Pemisahan / penyaringan

-nya yaitu jumlah ekstrak yang dikeluarkan dibandingkan dengan jumlah kandungan air (cairan) dalam bahan.

Sari buah yang diperoleh biasanya masih mengandung partikel padat. Sehingga perlu dihilangkan agar mendapatkan sari buah yang jernih. Penghilangan dapat dilakukan dengan penyaringan. Pemisahan dengan didiamkan beberapa waktu akan terjadi pengendapan padat karena adanya gaya gravitasi partikel padat, kemudian dapat diambil bagian jernihnya. Selain itu untuk mempercepat proses pemisahan juga dapat dilakukan dengan penambahan bahan penjernih pada minuman sari buah tersebut. Penyaringan dapat dilakukan dengan menggunakan kain atau kertas saring.

6. Pencampuran

Sari buah yang didapat tidak hanya dari satu kali pengepresan, namun dari berbagai pengepresan, dimana hasil dari masing-masing pengepresan tidak sama. Maka agar mendapatkan hasil sari buah yang seragam maka harus dicampur. Keseragaman komposisi dan bau sangat diharapkan agar mendapat standart kualitas yang tetap.


(29)

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Pembotolan sari buah apel dilakukan dengan botol gelas sebagai wadah. Karena botol gelas mempunyao sifat inert (tidak bereaksi dengan bahan, tahan asam, tidak korosif, dan bersifat transparan). Sebelumnya botol-botol yang digunakan sudah disterilisasi terlebih dahulu sehingga botol-botol yang digunakan dapat mempertahankan mutu dari produk sari buah tersebut.

8. Pasteurisasi

Pasteurisasi adalah proses yang bertujuan untuk mengurangi jumlah mikroorganisme dalam produk dengan pemanasan. Pasteurisasi hanya cocok dilakukan untuk produk makanan dengan pH di bawah 4,2. Pasteurisasi dilakukan

pada suhu 71,1-750C selama 15-16 detik (High Temperature Short Time) atau

pada suhu 610

9. Pendinginan

C selama 30 menit (Low Temperature Long Time).

Tahap ini dilakukan untuk mengkondisikan agar sari buah lebih awet. Untuk mempertahankan kualitas dari sari buah yang dibuat maka sari buah tersebut dapat disimpan pada suhu refrigerator antara 4-10°C. Karena pada suhu tersebut aktivitas kehidupan mikrobia perusak dapat terhambat pertumbuhannya.


(30)

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Gambar 11. Diagram alir pembuatan sari buah pada umumnya (Sudarmantosastro, 2008)

Buah

Pemilihan dan Penentuan kemasakan buah

Sortasi dan Pengupasan

Pemotongan dan Pencucian

Ekstraksi

Pemisahan / penyaringan

Pencampuran

Pembotolan sari buah

Pasteurisasi

Pendinginan


(31)

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

H. Kitosan

Kitosan merupakan limbah atau produk samping dari pengolahan udang dan rajungan. Secara alami bahan ini dapat ditemukan pada dinding sel ragi, jamur

dan kulit Crustacea (udang-udangan) seperti kepiting, udang dan lobster. Selain

itu juga terdapat pada kerangka luar (Eksoskeleton) zooplankton, coral dan

ubur-ubur (Saparinto dan Diana, 2006).

Kitosan adalah nama yang digunakan untuk bentuk asetil terkecil dari kitin yang utamanya terkomposisi atas glukosamin, 2-amino-2-deaksi-D-glukosa. Kitosan memiliki tiga gugus reaktif, yaitu sebuah gugus amina serta dua buah gugus hidroksil primer dan sekunder yang masing-masing terletak pada atom C-2, C-3 dan C-6 (Pamungkas, 2008). Menurut Hardjito (2006), karakteristik fisika-kimia kitosan berwarna putih dan berbentuk kristal, dapat larut dalam larutan asam organik, tetapi tidak larut dalam pelarut organik lainnya. Kitosan sedikit mudah larut dalam air dan mempunyai muatan positif yang kuat. Sifat kelarutan kitosan dipengaruhi oleh berat molekul, derajat deasetilasi, rotasi spesifik yang bervariasi serta tergantung dari sumber dan metode isolasinya (Austin,1984 dalam Latar, 2007).


(32)

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Kitosan berbeda dengan polisakarida lainnya seperti selulosa, alginate dan pectin yang memiliki sifat netral atau asam. Kitosan bersifat basa karena memiliki gugus amina dalam jumlah besar (Mak dan Sun, 2008 dalam Nasution, 2010). Gugus ini dapat mengalami protonasi pada pH kurang dari 6,5 dan ini menjadikan kitosan bersifat polimer kationik (Nasution, 2010).

Beberapa peneliti melaporkan bahwa kitosan berfungsi sebagai antioksidan (Kim & Thomas, 2007 dalam Pamungkas, 2008). Yen dkk (2008) dalam Pamungkas 2008 melaporkan bahwa dengan menggunakan metode konjugasi diena, kitosan yang berasal dari kepiting memperlihatkan aktivitas antioksidan yaitu sebesar 58,3-70,2% pada konsentrasi 1 mg/ml dan 79,9-85,2% pada konsentrasi 10 mg/ml. Kitosan dapat bertindak sebagai antioksidan primer dan sekunder. Mekanisme antioksidan sekunder pada kitosan adalah adanya kemampuan dalam mengkhelat logam dan mengikat lipid. Meningkatkan konsentrasi kitosan akan meningkatkan aktivitas antioksidan.

Xie dkk (2001) menjelaskan bahwa mekanisme pengikatan radikal bebas

oleh kitosan berhubungan dengan fakta bahwa gugus radikal OH- dari proses

oksidasi lipid dapat bereaksi dengan ion hydrogen dari gugus amonium (NH3+)

pada kitosan membentuk suatu molekul yang lebih stabil. Aktivitas pengikat oleh

kitosan terhadap gugus radikal OH

-1. Gugus hidroksil di dalam unit polisakarida pada kitosan dapat bereaksi

dengan OH

dapat terjadi sebagai berikut :

2. Gugus OH

pada tipe reaksi pumutusan gugus atom H.

dapat bereaksi dengan gugus amina bebas (NH2) membentuk


(33)

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

3. Gugus NH2 dapat membentuk gugus ammonium NH3+ dengan

mengabsorbsi ion H+

Menurut Sandford dan Hutchins (1987) dalam Meriatna (2008) sifat kationik, biologi dan sifat kimia kitosan adalah sebagai berikut :

dari larutan, kemudian bereaksi dengan OH melalui reaksi lanjutan.

1. Sifat kationik

a. Linier polielektrolit pada pH asam.

b. Jumlah muatan positif tinggi : satu muatan atau unit gugus

glukosamin, jika banyak material yang bermuatan negatif maka muatan positif kitosan berinteraksi kuat dengan permukaan negatif.

c. Flokulan yang baik : gugus NH3+

d. Mengikat ion-ion logam ( Fe, Cu, Cd, Hg, Pb, Cr, Ni, Zn, Pt, dan U)

berinteraksi dengan muatan negatif dari koloid.

2. Sifat biologi

a. Dapat terdegradasi secara alami.

b. Polimer alam.

c. Non toksik

3. Sifat kimia

a. Linier oliamin (poli D_glukosamin) yang memiliki gugus amino yang

baik untuk reaksi kimia serta pembentuk garam dan asam.

b. Gugus amino yang reaktif.


(34)

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Menurut Sandford (1989) dalam Danggi (2010), pada suasana asam, gugus

amina bebas (NH2) dari kitosan akan terprotonasi membentuk gugus amina

kationik (NH3

Menurut Suhartono (2006) dalam Irianto dan Soesilo (2007), dalam bidang

pangan kitosan biasanya digunakan sebagai senyawa penyerap lemak, flavour,

pengawet, pembentuk tekstur, emulsifier, dan penjernih minuman. Dosis

penggunaan kitosan yang diperbolehkan adalah 1,5 % (Saparinto dan Diana, 2006).

). Kation dalam kitosan akan bereaksi dengan polimer anion membentuk kompleks elektrolit dan kitosan akan menggumpal.

I. Koagulasi

Koagulasi merupakan penyerapan bagian-bagian dari suatu koloid menjadi berbagai bentuk yang lebih besar sehingga mampu untuk mengendap. Koloid dikategorikan manjadi dua yaitu koloid hidrofobik dan hidrofilik. Koloid hidrofobik tidak beraksi dengan air, sedangkan koloid hidrofilik bereaksi dengan air. Ukuran partikel koloid cenderung mempengaruhi endapan partikel dalam suatu media. Koloid sering memerlukan koagulasi untuk mencapai ukuran partikel tertentu agar dapat terbentuk suatu endapan (Murniati, 2007)

Kitosan dapat digunakan sebagai penjernih minuman karena kitosan memiliki sifat sebagai koagulan, dimana cangkang rajungan mengandung bahan polikarbohidrat yang berfungsi mengendapkan kotoran-kotoran yang terkandung di dalam minuman (Kusumo dan Digwijaya, 2010).


(35)

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Proses terjadinya koagulasi menurut Cherimisinoff (1989) dalam Murniati (2007) adalah sebagai berikut :

1. Partikel koloid (suspensi) yang bermuatan negatif menarik partikel koagulan

(polimer) yang bermuatan positif.

2. Ion-ion positif kemudian menyelubungi partikel koloid dan membentuk

lapisan rapat muatan didekat permukaannya yang disebut lapisan kokoh /

tetap (fixed layer).

3. Lapisan kokoh dikelilingi lagi oleh sejumlah ion-ion yang berlawanan

muatan yang disebut sebagai difusi (difussed layer)

4. Didalam lapisan difusi terdapat bagian geser (shear plane) batas dimana

ion-ion yang berlawanan muatan dapat tersapu dari permukaan partikel karena gerakan fluida.

5. Kumpulan ion-ion berlawanan akan mengelilingi partikel koloid dan

muatan-muatan permukaannya itu disebut lapisan ganda listrik.

6. Potensial listrik diantara bidang geser dan badan cairan disebut potensial

zeta. Potensial zeta ini berhubungan dengan muatan partikel dan ketebalan lapisan ganda. Ketebalan lapisan bergantung dari konsentrasi ion, semakin besar konsentrasi ion maka semakin kecil ketebalan lapisan ganda dan berarti semakin rapat muatan. Penambahan kation sampai jumlah tertentu akan merubah besar potensial zeta sehingga akan melampaui besar gaya tolak-menolak yang ada, dengan demikian partikel koloid dapat saling mendekati dan saling menempel satu sama lain sehingga terjadinya peristiwa


(36)

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

pemampatan lapisan ganda, sehingga tidak akan terbentuknya suatu endapan lagi.

J. Landasan teori

Delima merupakan buah yang kaya akan kandungan gizi, tetapi di Indonesia buah delima kurang mendapat perhatian secara lebih. Pada umumnya buah delima hanya ditanam sebagai tanaman hias dan terakhir buah delima sudah tidak lagi dibudidayakan secara umum. Di Amerika buah delima sudah dibudidayakan secara besar-besaran dan diolah menjadi sari buah delima (Wijanarko, 2008).

Sari buah adalah cairan yang dihasilkan dari pemerasan atau penghancuran buah segar yang telah masak (Esti dan Sediadi, 2000). Menurut Mazza (1993)

dalam Ekşi (2009). Sari buah delima memiliki kapasitas antioksidan yang tinggi

karena mengandung komponen antosianin seperti delfinidin, cyanidin dan pelargonidin. Komponen lainnya ialah dari komponen ellagitanin seperti asam

elagat, punicalagin, dan punicalin (Lansky, 2007 dalam Ekşi dkk.. 2009).

Sari buah delima yang dihasilkan umumnya keruh, karena buah delima mengandung senyawa katekin (Plumb dkk., 2002), beberapa jenis mineral serta serat sebesar 0,6 gram per 100 gram delima (Astawan, 2010). Oleh karena itu diperlukan perlakuan dengan penambahan bahan penjernih. Kitosan merupakan bahan penjernih alamiah yang bersifat tidak beracun dan mudah luruh secara

alami (biodegradable) (Koesumo dan Digwijaya, 2008), kitosan juga bersifat

sebagai pengawet (Saparinto dan Diana, 2006), antioksidan(Kim & Thomas, 2007 dalam Pamungkas,2008) serta mampu menurunkan kadar asam (Shofyan, 2008). Menurut Knorr (1982) dalam Latar (2007), kitosan mempunyai gugus amino


(37)

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

bebas yang bersifat polikationik dan gugus amino bebas inilah yang memberikan banyak kegunaan pada kitosan dan dengan adanya gugus amina inilah kitosan dapat digunakan sebagai penjernih minuman.

Dosis penggunaan kitosan yang diperbolehkan adalah 1,5 % (Saparinto dan

Diana, 2006) tetapi berdasarkan penelitian Firdaus dkk.. (2007), Penggunaan 1 %

larutan kitosan dalam waktu pengendapan 90 menit pada proses penjernihan air memberikan hasil yang terbaik, yaitu mengurangi 98,8 % kekeruhan dan 97,9 % bentuk padatan terlarut. Berdasarkan penelitian Oszmianski dan Aneta (2007) menyatakan bahwa penambahan kitosan sebesar 0,015 g/ml pada sari buah anggur mampu mengurangi total asam sebanyak 52,6 % yang terdiri dari asam sitrat, asam tartarat, asam malat, asam oksalat dan asam askorbat. Pada penelitian pembuatan sari buah mete menggunakan gelatin 5% diperlukan waktu penjernihan selama 60 menit (Mulyono dkk., 2001).

Penambahan kitosan pada sari buah menghasilkan sari buah yang jernih sedangkan katekin, protein, serat, dan ion negative akan mengendap karena akan bereaksi dengan kitosan

Proses pengendapan terjadi karena partikel koloid (suspensi) yang bermuatan negatif menarik partikel koagulan (polimer) yang bermuatan positif sehingga membentuk lapisan yang dikelilingi oleh muatan yang berlawanan sehingga terbentuk suatu batas zona potensial yang menyebabkan terjadinya suatu endapan (Cherimisinoff, 1989; Murniati 2007)

membentuk kompleks elektrolit dan akhirnya kitosan akan menggumpal (Sandford, 1989; Danggi,2008).


(38)

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Kitosan bersifat basa, maka dengan adanya kitosan akan menurunkan kadar asam (Mak & Sun, 2008; Nasution, 2010), Peningkatan pH dan vitamin C akan berpengaruh terhadap senyawa antioksidan (antosianin) (Miguel dkk, 2004; Rosso dkk, 2006) selain itu akan berpengaruh pada aktivitas antioksidan (Yen,dkk. 2008 dalam pamungkas, 2008). Reaksi antara kitosan dengan mineral akan menurunkan Total Padatan Terlarut dalam sari buah delima dan dengan terdapat bagian yang mengendap maka akan mempengaruhi kenampakan yaitu kejerrnihan dan warna sari buah yang dihasilkan. Permasalahan yang terjadi ialah berapa penambahan kitosan dan lama waktu pengendapan yang dibutuhkan untuk menghasilkan sari buah dengan aktivitas antioksidan tinggi dan disukai konsumen.

K. Hipotesa

Diduga penambahan kitosan dan lama waktu pengendapan akan berpengaruh nyata terhadap aktivitas antioksidan sari buah delima.


(39)

41

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan terhadap sampel sari buah delima dengan perlakuan penambahan kitosan dengan lama waktu pengendapan

menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang nyata (p≤ 0,05 ) pada parameter total

asam, tingkat intensitas warna, total fenol, aktivitas antioksidan (DPPH), uji organoleptik rasa dan warna, sedangkan pada parameter nilai pH, kadar vitamin C,

Total Padatan Terlarut (TPT) tidak berpengaruh secara nyata (p≤ 0,05 ) antar

perlakuan, namun masing-masing perlakuan berpengaruh nyata dan untuk uji

organoleptik aroma juga menunjukan tidak berbeda nyata(p≤ 0,05).

(a) (b)

Gambar 14. Gambar sari buah delima pada perlakuan tanpa lama waktu pengendapan (a) dan dengan lama waktu pengendapan 60 menit (b) pada penambahan kitosan 0%; 0,5%; 1%; 1,5% (pembacaan : kanan ke kiri).


(40)

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

(c) (d)

Gambar 15. Gambar sari buah delima pada perlakuan lama waktu pengendapan 90 (c) dan lama waktu pengendapan 120 menit (d) pada penambahan kitosan 0%; 0,5%; 1%; 1,5% (pembacaan : kanan ke kiri).

a. Analisis pH

Berdasarkan analisis ragam pH (Lampiran 3) menunjukan bahwa perlakuan penambahan kitosan dan lama waktu pengendapan menunjukan tidak ada interaksi

yang nyata (p≤ 0,05), tetapi masing-masing perlakuan berbeda nyata (p≤ 0,05)

terhadap nilai pH yang dihasilkan meskipun tidak mampu memberikan perbedaan yang signifikan.

Pengaruh nilai pH yang dihasilkan dari perlakuan penambahan kitosan dapat dilihat pada Tabel 1 dan untuk pengaruh nilai pH yang dihasilkan dari perlakuan lama waktu pengendapan dapat dilihat pada Tabel 2.


(41)

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Tabel 1. Pengaruh nilai pH sari buah delima yang dihasilkan dari perlakuan penambahan kitosan.

Penambahan kitosan (% v/v)

pH Notasi DMRT 5 %

0 0,5 1 1,5 4,488 4,625 4,638 4,675 a b b b - 0,124 0,128 0,130

Berdasarkan Tabel 1 menunjukan bahwa pH pada perlakuan penambahan

kitosan dan tanpa penambahan kitosan berbeda nyata (p≤0,05). Hasil penelitian

terhadap pH pada perlakuan penambahan kitosan menunjukan kenaikan pH tetapi secara statistik tidak berbada secara signifikan. Hal ini diduga karena kitosan mengandung gugus amina, dimana gugus amina mempunyai sifat basa. selain itu kitosan juga bersifat larut dalam asam, oleh karena itu pH yang dihasilkan pada perlakuan penambahan kitosan mengalami peningkatan. Hal ini sesuai dengan pendapat Hardjito (2006), bahwa kitosan dapat larut dalam larutan asam organik. Mak & Sun (2008) dalam Nasution (2010) juga menyatakan bahwa kitosan berbeda dengan jenis polisakarida pada umumnya yang bersifat netral atau asam, kitosan bersifat basa, karena mengandung gugus amina.

Tabel 2. Pengaruh nilai pH sari buah delima yang dihasilkan dari perlakuan lama waktu pengendapan.

Lama waktu pengendapan

(menit)

pH Notasi DMRT 5 %

0 60 90 120 4,400 4,625 4,688 4,713 a b b b - 0,124 0,128 0,130


(42)

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Berdasarkan Tabel 2 menunjukan bahwa pH pada perlakuan lama waktu

pengendapan dan tanpa waktu pengendapan berbeda nyata (p≤0,05) . Hasil penelitian

terhadap pH pada perlakuan lama waktu pengendapan menunjukan kenaikan pH meskipun secara statistik tidak berbeda secara signifikan. Hal ini diduga karena dengan semakin lama waktu pengendapan, maka reaksi yang terjadi antara komponen basa dari kitosan dengan komponen asam dari sari buah akan semakin lama, maka basa yang beraksi dengan asam akan makin banyak, sehingga pH sari buah akan meningkat. Menurut Murniati (2007), dengan semakin lama proses pengendapan yang terjadi maka akan semakin banyak gugus amina bebas yang terprotonasi, sehingga keasaman larutan akan berkurang.

b. Analisis vitamin C

Berdasarkan analisis ragam kadar vitamin C (Lampiran 4) menunjukan bahwa perlakuan penambahan kitosan dan lama waktu pengendapan menujukan tidak ada

interaksi yang nyata (p≤ 0,05), tetapi masing -masing perlakuan memberikan nilai

yang berbeda terhadap kadar vitamin C sari buah delima yang dihasilkan meskipun

secara statistik (p≤ 0,05) tidak memberikan perbedaan yang signifikan.

Nilai kadar vitamin C (mg/100 gr) yang dihasilkan dari perlakuan penambahan kitosan dapat dilihat pada Tabel 3 dan untuk Pengaruh nilai (mg/100 gr) vitamin C yang dihasilkan dari perlakuan lama waktu pengendapan dapat dilihat pada Tabel 4.


(43)

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Tabel 3. Pengaruh kadar vitamin C (mg/ 100 gr) sari buah delima yang dihasilkan dari perlakuan penambahan kitosan.

Penambahan kitosan (% v/v)

Vitamin C (mg/100gr)

Notasi DMRT 5 %

0 0,5

1 1,5

5,483 5,165 4,846 4,530

b ab ab a

0,791 0,776 0,752

-

Berdasarkan Tabel 3 menunjukan bahwa vitamin C pada penambahan kitosan

dan tanpa penambahan kitosan berbeda nyata(p≤0,05), sedangkan kadar vitamin C

pada perlakuan penambahan kitosan menunjukan penurunan kadar vitamin C meskipun secara statistik tidak berbeda secara signifikan. Berdasarkan statistik,

analisis vitamin C pada perlakuan penambahan kitosan tidak berbeda nyata (p≤0,05)

tetapi untuk perlakuan penambahan kitosan 0,5% dan 1% juga menunjukan perbedaan yang tidak signifikan dengan perlakuan tanpa penambahan kitosan. Pada penambahan kitosan 1,5% yang mampu mebrikan perbedaan kadar vitamin C yang signifikan. Penambahan kitosan memberikan penurunan terhadap vitamin C yang dihasilkan. Hal ini karena vitamin C merupakan salah satu komponen asam, yaitu asam askorbat sedangkan kitosan merupakan komponen basa, sehingga dengan penambahan kitosan maka akan terjadi reaksi antara asam dan basa. Menurut Murniati (2007), kitosan merupakan larutan yang bersifat basa kuat karena mengandung gugus amina yang bersifat reaktif, maka jika suatu asam ditambahkan dengan basa, maka keasamanya akan berkurang dan akan bereaksi membentuk garam serta air.


(44)

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Tabel 4. Pengaruh kadar vitamin C (mg/ 100 gr) sari buah delima yang dihasilkan dari perlakuan lama waktu pengendapan.

Lama waktu pengendapan

(menit)

Vitamin C (mg/100gr)

Notasi DMRT 5 %

0 60 90 120

6,445 4,845 4,590 4,144

b a a a

0,791 0,776 0,752

-

Berdasarkan Tabel 4 menunjukan bahwa vitamin C pada perlakuan lama waktu

pengendapan dan tanpa waktu pengendapan berbeda nyata (p≤0,05). Perlakuan lama

waktu pengendapan berbeda secara signifikan dibanding dengan perlakuan tanpa lama pengendapan, artinya ialah bahwa perlakuan lama waktu pengendapan mampu menurunkan kadar vitamin C. Hal ini karena dengan semakin lama waktu pengendapan, maka makin banyak gugus hydrogen pada asam askorbat yang akan bereaksi dengan gugus amina dan hidroksil dari kitosan. Menurut Pamungkas (2008), kitosan memiliki tiga gugus reaktif yaitu gugus amina serta dua buah gugus hidroksil primer dan sekunder yang masing-masing terletak pada atom C-2, C-3 dan C-6. Gugus reaktif ini akan bereaksi dengan gugus hydrogen dari molekul asam askorbat. Semakin lama waktu pengendapan maka makin banyak komponen asam askorbat yang bereaksi dengan komponen basa dari kitosan.


(45)

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur c. Analisis total asam

Berdasarkan analisis ragam total asam (Lampiran 5) menunjukan bahwa perlakuan penambahan kitosan dan lama waktu pengendapan menunjukan ada

interaksi yang nyata (p ≤ 0,05) terhadap kadar total asam sari buah delima.

Pengaruh nilai (%) total asam yang dihasilkan dari perlakuan penambahan kitosan dan lama waktu pengendapan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Pengaruh total asam (%) sari buah delima yang dihasilkan dari kombinasi perlakuan penambahan kitosan dengan lama waktu pengendapan.

Perlakuan

Total asam (%)

Notasi DMRT 5%

Penambahan Kitosan (%v/v) Lama waktu pengendapan (menit) 0 0,5 1 1,5 0 60 90 120 0 60 90 120 0 60 90 120 0 60 90 120 1,450 1,020 0,720 0,615 1,325 0,760 0,585 0,530 0,970 0,700 0,540 0,490 0,920 0,650 0,490 0,440 i g de c h e bc b fg d b ab f cd ab a 0,062 0,062 0,061 0,060 0,062 0,061 0,059 0,058 0,061 0,061 0,059 0,056 0,061 0,061 0,053 -

Berdasarkan Tabel 3 menunjukan bahwa kandungan total asam tertinggi ialah sebesar 1,45% pada perlakuan tanpa penambahan kitosan (0%) dan tanpa waktu


(46)

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

pengendapan (0 menit) sedangkan nilai total asam terendah ialah sebesar 0,44% pada perlakuan penambahan kitosan sebesar 1,5 % dan lama waktu pengendapan selama 120 menit.

Gambar 16. Hubungan antara penambahan kitosan dan lama waktu pengendapan dengan total asam (%) sari buah delima yang dihasilkan.

Berdasarkan Gambar 16 menunjukkan bahwa semakin tinggi penambahan kitosan dan makin lama waktu pengendapan maka nilai total asam yang dihasilkan oleh sari buah delima akan menurun. Hal ini disebabkan karena kitosan bersifat basa maka secara tidak langsung akan mereduksi kandungan asam dalam sari buah delima. Diduga komponen asam-asam lain (asam malat, asam borat, asam sitrat, asam galat, asam galagat, asam elagat) terdegradasi lebih banyak dibandingkan degradasi vitamin C yang tidak berpengaruh nyata dan semakin lama waktu pengendapan, maka makin banyak basa yang bereaksi dengan asam, sehingga total

R² = 0,993 R² = 0,947

R² = 0,988

R² = 0,988

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6

0 60 90 120

To

ta

l A

sa

m

(

%

)

Lama waktu Pengendapan (menit)

kitosan 0 % kitosan 0,5 % kitosan 1 % kitosan 1,5%


(47)

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

asam yang dihasilkan oleh sari buah menurun. Hal ini sesuai dengan pendapat

Argin-Sofyan et al. (2007) dalam Nasution (2010),bahwa pada pH asam, kitosan akan

terprotonasi dengan mengikat atom hidrogen dari asam, sehingga keasaman sample akan berkurang dan dengan semakin lama waktu pengendapan maka makin banyak atom hidrogen yang terikat oleh kitosan sehingga total asamnya juga akan berkurang.

d. Analisis Total Padatan Terlarut (TPT)

Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 6) menujukan bahwa perlakuan penambahan kitosan dan lama waktu pengendapan menunjukan tidak ada interaksi

yang nyata (p≤ 0,05), namun masing-masing perlakuan berpengaruh nyata (p≤ 0,05)

terhadap total padatan terlarut (TPT) yang dihasilkan oleh sari buah delima.

Pengaruh nilai Total Padatan Terlarut (TPT) yang dihasilkan dari perlakuan penambahan kitosan dapat dilihat pada Tabel 6 dan untuk Pengaruh nilai Total Padatan Terlarut (TPT) yang dihasilkan dari perlakuan lama waktu pengendapan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 6. Pengaruh Total Padatan Terlarut (TPT) sari buah delima yang dihasilkan dari perlakuan penambahan kitosan.

Penambahan kitosan (% v/v)

Total Padatan terlarut (TPT)

(briks)

Notasi DMRT 5 %

0 0,5

1 1,5

9,925 9,638 9,188 9,025

b b a a

0,429 0,421 0,408

-

Pada Tabel 6 menunjukan bahwa Total Padatan Terlarut (TPT) pada


(48)

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

dengan perlakuan penambahan kitosan 1% dan 1,5 %. Hasil penelitian terhadap Total Padatan Terlarut (TPT) pada perlakuan penambahan kitosan menunjukan penurunan TPT meskipun secara statistik tidak signifikan. Hal ini diduga karena pada analisis TPT adanya komponen yang terlarut sehingga komponen tersebut tidak tampak dan sampel dianggap homogen. Kitosan mampu mengikat partikel-partikel koloid, mineral dan kotoran yang ada dalam sari buah yang akan membentuk gumpalan. Menurut Danggi (2008) kitosan bereaksi dengan jenis polisakarida tertentu yang bermuatan negative, serta bereaksi pula dengan larutan bervalensi 2 dari ion mineral. Jika kitosan bereaksi dengan gugus bermutan negative maka akan terjadinya penggumpalan kitosan.

Tabel 7. Pengaruh Total Padatan Terlarut (TPT) sari buah delima yang dihasilkan dari perlakuan lama waktu pengendapan.

Lama waktu pengendapan

(menit)

Total Padatan Terlarut (TPT)

(briks)

Notasi DMRT 5 %

0 60 90 120

9,738 9,475 9,300 9,263

b ab

a a

0,429 0,421 0,408

-

Berdasarkan Tabel 7 menunjukan bahwa Total Padatan Terlarut (TPT) pada perlakuan lama waktu pengendapan dan tanpa waktu pengendapan berbeda nyata (p≤0,05). Hasil penelitian terhadap Total Padatan Terlarut (TPT) menunjukan penurunan Total Padatan Terlarut (TPT) meskipun secara statistik tidak signifikan. pada nilai analisis TPT. Hal ini karena dengan semakin lama waktu pengendapan, maka makin banyak kitosan yang mengikat kotoran dan larutan berion negatif dari


(49)

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

ion mineral. Hal ini sesuai dengan pendapat Danggi (2008), bahwa kitosan sebagai molekul polikationik akan mengikat molekul lain sebagai pembawa muatan negatif dan makin lama waktu pengendapan, maka komponen negatif dan kotoran yang terikat akan semakin banyak.

e. Analisis intensitas warna

Berdasarkan analisis ragam intensitas warna (Lampiran 7 dan 8) diketahui bahwa perlakuan penambahan kitosan dan lama waktu pengendapan berbeda nyata (p≤ 0,05) terhadap analisis tingkat kejernihan dan tingkat kemerahan.

Pengaruh nilai intensitas warna (tingkat kejernihan dan tingkat kemerahan) yang dihasilkan dari perlakuan penambahan kitosan dan lama waktu pengendapan.


(50)

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Tabel 8. Pengaruh perlakuan penambahan kitosan dan lama waktu pengendapan terhadap intensitas warna (tingkat kejernihan dan tingkat kemerahan).

Pada Tabel 8 menunjukan bahwa tingkat kejernihan tertinggi ialah sebesar 45,2 pada perlakuan penambahan kitosan 1,5 % dan lama waktu pengendapan 120 menit sedangkan untuk tingkat kejernihan terendah ialah sebesar 30,55 pada perlakuan penambahan kitosan (0%) dan tanpa waktu pengendapan (0 menit). Pada Tabel 8 juga menunjukan bahwa tingkat kemerahan tertinggi ialah sebesar 24,3 pada perlakuan penambahan kitosan sebesar 1,5 % dan lama waktu pengendapan 90 menit sedangkan untuk tingkat kemerahan terendah ialah sebesar 14,6 pada perlakuan tanpa penambahan kitosan (0 %) dan tanpa waktu pengendapan (0 menit).

Perlakuan Tingkat kejernihan Tingkat Kemerahan

Penambahan Kitosan (%v/v) Lama Pengandapan (menit) Nilai L*

Notasi DMRT 5%

Nilai a+

Notasi DMRT 5% 0 0,5 1 1,5 0 60 90 120 0 60 90 120 0 60 90 120 0 60 90 120 30,550 31,600 32,500 34,500 31,950 35,200 36,200 37,700 32,600 42,150 43,250 44,100 33,300 42,300 44,000 45,200 a b bc d b d e f bc g h h c gh h i - 1,009 1,090 1,137 1,056 1,143 1,150 1,157 1,110 1,158 1,161 1,164 1,123 1,160 1,162 1,165 14,600 15,000 15,200 15,300 14,700 17,450 18,200 18,300 14,250 21,950 22,300 22,250 14,700 22,100 24,300 23,750 ab b b b ab c d d a e e e ab e f f 0,482 0,530 0,536 0,543 0,504 0,546 0,549 0,552 - 0,553 0,555 0,554 0,520 0,554 0,556 0,556


(51)

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Gambar 17. Hubungan antara perlakuan penambahan kitosan dan lama waktu pengendapan dengan tingkat kejernihan sari buah delima yang dihasilkan.

Gambar 18. Hubungan antara perlakuan penambahan kitosan dan lama waktu pengendapan dengan tingkat kemerahan sari buah delima yang dihasilkan.

R² = 0,872 R² = 0,987

R² = 0,887 R² = 0,928

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

0 60 90 120

T in g k a t K e je rn ih a n

Lama waktu pengendapan (menit)

kitosan 0 % kitosan 0,5 % kitosan 1 % kitosan 1,5%

R² = 0,997 R² = 0,920 R² = 0,948

R² = 0,994

0 5 10 15 20 25 30

0 60 90 120

T in g k a t k e me ra h a n

Lama waktu pengendapan (menit)

kitosan 0 % kitosan 0,5 % kitosan 1 % kitosan 1,5%


(52)

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Berdasarkan Gambar 17 dan 18 semakin tinggi penambahan kitosan dan makin lama waktu pengendapan yang dilakukan maka sari buah yang dihasilkan akan berwarna merah jernih. Peningkatan kejernihan dan kemerahan ini dikarenakan kitosan merupakan salah satu agensia penjernih, dimana kitosan mampu mengikat komponen penyebab kekeruhan yaitu kotoran, senyawa bermuatan negatif dan senyawa yang bersifat koloidal sehingga warna merah yang dihasilkan juga semakin meningkat karena sudah tidak terselubungi lagi, selain itu dengan semakin lama waktu pengendapan, maka makin banyak komponen aktif kitosan yang bereaksi sehingga kekeruhan juga akan berkurang. Menurut Latar (2007), kitosan mempunyai sifat polikationik, kitosan akan menggumpal jika bertemu dengan molekul lain sebagai pembawa muatan negatif selain itu senyawa koloidal juga akan terikat dan selanjutnya mereka mengendap bersama kotoran lain.

f. Analisis total fenol

Berdasarkan analisis ragam total fenol (Lampiran 10) menunjukan bahwa perlakuan penambahan kitosan dan lama waktu pengendapan berbeda nyata (p≤ 0,05) terhadap total fenol sari buah delima.

Pengaruh nilai total fenol yang dihasilkan dari perlakuan penambahan kitosan dan lama waktu pengendapan dapat dilihat pada Tabel 9.


(53)

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Tabel 10. Pengaruh total fenol (ppm) sari buah delima yang dihasilkan dari perlakuan penambahan kitosan dengan lama waktu pengendapan.

Perlakuan

Total fenol (ppm)

Notasi DMRT 5%

Penambahan Kitosan (%v/v) Lama waktu pengendapan (menit) 0 0,5 1 1,5 0 60 90 120 0 60 90 120 0 60 90 120 0 60 90 120 3542,672 3583,340 3750,453 3845,548 3685,594 3930,155 4143,392 4276,882 3780,136 4038,685 4202,075 4465,973 3943,135 4272,882 4451,804 4680,331 a ab bc cd b de fg g bc ef g h de g h i - 139,801 150,985 155,645 146,325 157,509 160,305 160,864 153,781 159,373 160,491 161,327 158,441 160,678 161,051 161,423 Berdasarkan Tabel 9 diketahui bahwa total fenol tertinggi ialah sebesar 4680,331 ppm pada perlakuan penambahan kitosan 1,5% dan lama waktu pengendapan selama 120 menit sedangkan nilai total fenol terendah ialah sebesar 3542,672 ppm pada perlakuan tanpa penambahan kitosan (0%) dan tanpa waktu pengendapan (0 menit). Pengujian senyawa fenol ini menggunakan senyawa katekin sebagai standart, hal ini karena katekin mempunyai tingkat kelarutan yang tinggi.


(54)

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Gambar 19. Hubungan antara perlakuan penambahan kitosan dan lama waktu pengendapan dengan total fenol (ppm) sari buah delima yang dihasilkan.

Berdasarkan Gambar 19 menujukan bahwa semakin tinggi penambahan kitosan dan makin lama waktu pengendapan maka total senyawa fenol yang terkandung dalam sari buah meningkat, hal ini karena kitosan mengikat senyawa-senyawa koloidal, tanin, kotoran serta ion bermuatan negarif. Peningkatan total fenol pada perlakuan lama waktu pengendapan karena semakin lama waktu pengendapan maka akan semakin banyak pula senyawa kolidal, tanin dan kotoran yang terikat sehingga endapan yang dihasilkan juga semakin banyak, dimana hal ini menyebabkan Total Padatan Terlarut dari sari buah menurun. Adanya senyawa lain yang terikat, menyebabkan sample menjadi lebih pekat, karena adanya bagian yang mengendap, jadi didapatkan proporsi total fenol yang lebih tinggi, karena massa cairan berkurang. Kitosan bereaksi dengan senyawa polifenol menyebabkan turunnya total fenol sari

R² = 0,955

R² = 0,983 R² = 0,992 R² = 0,984

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000

0 60 90 120

T

o

ta

l

F

e

n

o

l (

p

p

m)

Lama waktu Pengendapan (menit)

kitosan 0 % kitosan 0,5 % kitosan 1 % kitosan 1,5%


(55)

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

buah yang dihasilkan, tetapi kitosan juga mampu melindungi senyawa polifenol karena kandungan total fenol dalam sari buah delima menurun kurang dari 20 %.

Menurut Oszmianski dan Aneta (2007), Proses penjernihan akan menurunkan kandungan fenol pada sari buah yang akan menyebabkan nilai gizinya berkurang. Penggunaan kitosan sebagai penjernih mampu untuk meminimalkan kehilangan

komponen fenol kurang dari 20 %. Pada proses penjernihan juice apel didapatkan

data bahwa komponen polifenol epikatekin pada control sebesar 16,57± 0,94 b dan setelah dijernihkan dengan kitosan epikatekin yang dihasilkan sebesar 16,26± 0,48 c. Kitosan juga dilaporkan mampu untuk melindungi senyawa aktif polifenol.

g. Analisis aktivitas antioksidan (DPPH)

Berdasarkan analisis ragam aktivitas antioksidan (DPPH) (Lampiran 9) menunjukan bahwa perlakuan penambahan kitosan dan lama waktu pengendapan

berpengaruh nyata (p≤ 0,05) terhadap kemampuan menangkap radikal bebas (DPPH)

yang diukur sebagai prosentaseaktivitas antioksidan sari buah delima.

Pengaruh nilai aktivitas antioksidan dari perlakuan penambahan kitosan dengan lama waktu pengendapan dapat dilihat pada Tabel 10.


(56)

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Tabel 10. Pengaruh aktivitas antioksidan (DPPH) sari buah delima yang dihasilkan dari perlakuan penambahan kitosan dan lama waktu pengendapan.

Perlakuan

% aktivitas antioksidan (DPPH)

Notasi DMRT 5%

Penambahan Kitosan (%v/v) Lama waktu pengendapan (menit) 0 0,5 1 1,5 0 60 90 120 0 60 90 120 0 60 90 120 0 60 90 120 30,475 34,705 35,105 35,400 33,290 47,060 45,090 48,375 33,550 67,455 66,865 67,555 36,775 73,305 73,410 74,625 a bc c cd b f e f bc g g g d h h h - 1,659 1,690 1,710 1,536 1,751 1,741 1,762 1,608 1,766 1,764 1,768 1,731 1,770 1,772 1,774

Berdasarkan Tabel 10 menunjukan bahwa kemampuan menangkap radikal bebas (DPPH) tertinggi ialah sebesar 74, 625 % pada perlakuan penambahan kitosan 1,5 % dan lama waktu pengendapan 120 menit sedangkan aktivitas antioksidan (DPPH) terendah ialah sebesar 30,475 % pada perlakuan penambahan kitosan 0 % dan lama waktu pengendapan 0 menit. Nilai aktivitas antioksidan (DPPH) yang dihasilkan oleh sari buah delima memang relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan BHT, dimana BHT 0,1 % aktivitas antioksidannya mencapai 89,56% (Lampiran 10). Berdasarkan hasil penelitian perlakuan lama waktu pengendapan tanpa penambahan kitosan (0%), aktivitas antioksidan yang dihasilkan mengalami


(57)

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

peningkatan. Berdasarkan teori, seharusnya antioksidan yang dihasilkan ialah mengalami penurunan karena terjadinya reaksi oksidasi atau minimal stabil karena perlakuan lama waktu pengendapan tidak dikombinasikan dengan perlakuan lain yang dapat mempengaruhi aktivitas antioksidan. Jadi diperlukan adanya penelitian lebih lanjut pada perlakuan lama waktu pengendapan tanpa penambahan kitosan (0%).

Gambar 20. Hubungan antara perlakuan penambahan kitosan dan lama waktu pengendapan dengan aktivitas antioksidan (DPPH) (%) sari buah delima yang dihasilkan.

Berdasarkan Gambar 20 menunjukan bahwa semakin tinggi penambahan kitosan dan makin lama waktu pengendapan yang dilakukan, maka aktivitas antioksidan yang dihasilkan makin tinggi. Hal ini karena aktivitas antioksidan berkaitan dengan total senyawa fenol karena senyawa fenol merupakan agensia antioksidan selain itu kitosan juga dapat berfungsi sebagai komponen antioksidan

R² = 0,956 R² = 0,846 R² = 0,925 R² = 0,931

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

0 60 90 120

% a

n

ti

o

k

si

d

a

n

Lama waktu pengendapan (menit)

kitosan 0 % kitosan 0,5% kitosan 1 % kitosan 1,5 %


(58)

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

(Kim dan Thomas, 2007). Perlakuan penambahan kitosan dan lama waktu pengendapan menghasilkan sari buah jernih dan komponen terendap. Komponen sari buah yang mengendap mengandung protein, tanin (Wiryowidagdo,2008), kotoran, serat dan mineral bermuatan negative (Danggi,2008).

Agensia antioksidan yang masih berfungsi pada sari buah delima ialah jenis antosianin dan tanin terhidrolisis (Louba, 2007). Antosianin tidak mengalami kerusakan karena vitamin C yang terkandung dalam sari buah delima tidak dalam jumlah tinggi. Tanin terhidrolisis juga tidak bereaksi dengan kitosan sehingga tanin ini masih berfungsi sebagai agensia antioksidan. Menurut Rosso (2006), stabilitas antosianin akan menurun pada konsentrasi vitamin C yang tinggi. Penelitian Oszmianski dan Aneta (2007) melaporkan bahwa dengan adanya penambahan kitosan, penurunan senyawa polifenol dapat diminimalkan, karena penurunan yang dihasilkan relative kecil yaitu tidak sampai 20 %.

Kitosan dilaporkan memiliki sifat sebagai antioksidan, hal ini karena kitosan mengandung gugus amina. Gugus amina ini akan terprotonasi membentuk gugus amina kationik. Jika gugus amina kationik bereaksi dengan radikal bebas akan membentuk radikal bebas stabil (-RH), selain itu dengan semakin lama waktu pengendapan maka semakin banyak gugus amina yang akan lepas menjadi donor proton dalam menangkap radikal bebas. Hal ini sesuai dengan pendapat Kim & Thomas (2007) dalam Pamungkas (2008), beberapa peneliti melaporkan bahwa


(59)

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

bebas yang akan menjadi bermuatan positif untuk membentuk (NH3+). Xie dkk

(2001) menjelaskan bahwa mekanisme pengikatan radikal bebas oleh kitosan

berhubungan dengan fakta bahwa gugus radikal OH- dari proses oksidasi lipid dapat

bereaksi dengan ion hydrogen dari gugus amonium (NH3+

h. Uji organoleptik

) pada kitosan membentuk suatu molekul yang lebih stabil. Penelitian Hawab (2006) dalam Danggi menjelaskan bahwa kitosan yang dilarutkan dalam asam maka secara proporsi atom hidrogen dari radikal aminanya akan lepas sebagai proton dan semakin lama waktu pengendapan maka makin banyak proton yang akan terlepas untuk mengikat radikal bebas. Aktivitas sampel sebagai antioksidan diukur berdasarkan kemampuan dalam menangkap radikal bebas (DPPH).

Uji organoleptik dilakukan menggunakan uji hedonik. Pengujian dengan metode ini dilakukan terhadap 20 panelis dimana setiap panelis menilai karakteristik sampel berdasarkan tingkat kesukaannya masing-masing. Setelah itu akan diperoleh data dan data tersebut diolah dengan menggunakan analisis ragam dengan selang kepercayaan 5 %, apabila data yang diperoleh berbeda nyata maka akan dilanjutkan dengan uji Duncan’s, dimana parameter yang diuji adalah rasa, warna dan aroma sari buah delima


(60)

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Tabel 11. Pengaruh terhadap rasa (organoleptik) sari buah delima yang dihasilkan dari perlakuan penambahan kitosan dan lama waktu pengendapan.

Perlakuan

Rasa Notasi DMRT 5%

Penambahan Kitosan (%v/v) Lama waktu pengendapan (menit) 0 0,5 1 1,5 0 60 90 120 0 60 90 120 0 60 90 120 0 60 90 120 3,300 3,450 3,450 3,600 3,300 3,800 3,800 4,000 3,400 4,200 4,100 4,350 3,400 4,300 4,500 4,400 a b b b a c c d a ef e g a fg h gh - 0,147 0,149 0,151 0,134 0,152 0,153 0,154 0,140 0,154 0,154 0,154 0,145 0,154 0,154 0,154 Berdasarkan Tabel 11 menunjukan bahwa rasa yang dihasilkan oleh perlakuan

penambahan kitosan dan lama waktu pengendapan berbeda nyata (p≤ 0,05 ) pada

tingkat kepercayaan 95 %. Rasa yang dihasilkan oleh sari buah delima tanpa penambahan kitosan cenderung agak lebih sepat jika dibandingkan dengan sari buah delima yang telah ditambah kitosan. Rasa sepat tersebut dihasilkan karena reaksi antara katekin dengan protein yang mengendap. Menurut Wiryowidagdo(2008), rasa sepat tanin yang terdapat di dalam berbagai bagian tanaman disebabkan karena tanin dapat mengendapkan protein, sehingga kalau tanin kontak dengan lidah maka reaksi


(1)

65 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Terdapat interaksi yang nyata antara perlakuan penambahan kitosan dan lama waktu pengendapan terhadap total asam, tingkat intensitas warna, total fenol, kemampuan menangkap radikal bebas (DPPH), uji organoleptik rasa dan uji organoleptik warna, dan tidak terjadi interaksi yang nyata pada parameter nilai pH, kadar vitamin C, Total Padatan Terlarut (TPT) dan uji organoleptik aroma. 2. Hasil penelitian menunjukan bahwa perlakuan terbaik penambahan kitosan

1,5% dan lama waktu pengendapan 120 menit yang menghasilkan aktivitas antioksidan (DPPH) 74, 625 %, total fenol 4688,331 ppm, total asam 0,440%, tingkat kejernihan 45,200, tingkat kemerahan 23,750 serta uji organoleptik rasa 4,400 (suka) dan warna 4,500 (suka).

B.

Saran

Perlu adanya penelitian lebih lanjut dengan proses pasteurisasi sehingga sari buah delima yang dihasilkan dapat diolah untuk skala industry


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Andayani R, Lisawati L dan Maimunah. 2008. “Penentuan Aktivitas Antioksidan, Kadar Fenolat Total dan Likopen Pada Buah Tomat (Solanum Lycopersicum L)”. Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi, Vol. 13 No. 1.

Anonim. 2009. Buah Pome. http://budayangeblog.wordpress.com /2009/08/12/

buah-pome..Online. 20 Januari 2010

Anonima. 2010. Delphinidin.

Anonimb, 2010. Delphinidi

Online. 22 Maret 2010.

Anonimc. 2010. Cyanidi

Online. 22 Maret 2010.

Anonimd. 2010. Cyanidi

Anonime. 2010. Cyanidin.

Online. 22 Maret 2010.

Anonimf. 2010. Pelargonidin.

Online. 22 Maret 2010.

Anonimg. 2010. Galiic Acid

Anonimh. 2010. Gelagic aci

24 Maret 2010.

Anonimi. 2010. Punicalagins

22 Maret 2010.

Astawan, M. 2010.Delima Si Cantik yang Istimewa. http://agengrosir.com /shop

/sari-buah-delima-merah-2.html. Online 20 Januari 2010

Cahyadi, W. 2006. “Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan”. Bumi Aksara. Jakarta.


(3)

Danggi, E. 2008. “Aplikasi Kitosan Dengan Penambahan Esensial Oil Kunyit

Sebagai Pengawet dan Edible Coating Produk Tahu”. Sekolah Pasca

Sarjana. Institute Pertanian Bogor. Bogor.

Djajati S dan Sukma R. 2002. “Pengaruh Bahan Penjernih Gelatin dan Putih Telur Terhadap Kualitas Sari Buah Mangga Muda” .Seminar Nasional PATPI. Malang.

Ekşi, A dan İzzet Ö. 2009. Chemical Composition And Guide Values Of

Pomegranate Juice. GIDA (2009) 34 (5): 265-270.

Esti dan Sediadi A. 2000. “Sari dan Sirup Buah” Online. 01

April 2010.

Fery, T. 2007. Antioksidan dan radikal bebas. http://tengku-fery. web.ugm.ac.id

/index2.php?option=com_contentdando_pdf=1danid=27.Online. 20 Januari 2010

Firdaus F, Endang D dan Sri M. 2007. “Karakteristik Spektra Infrared (Ir) Kulit Udang, Khitin dan Khitosan yang Dipengaruhi Oleh Proses Demineralisasi, Deproteinisasi, Deasetilasi I, Dan Deasetilasi II”. Farmasi FMIPA UII.

Yogyakarta

Gasperz. 1991. “Metode Perancangan Percobaan”. Armico. Jakarta

Hajimahmoodi M, Mohammad R dan Naficeh S. 2008. Antioxidant Capacity of

Plasma after Pomegranate Intake in Human Volunteers. Department of Drug and Food Control, Faculty of Pharmacy, Tehran University of Medical Sciences, Tehran, Iran.

HalvorsenL, Kari H, Mari M dan Ingrid B. 2008 . A Systematic Screening of Total

Antioxidants in Dietary Plants. Journal of nutrition.

Huriyah, T. 2010. Delima .

Irianto H dan Soesilo I. 2007. ”Dukungan Teknologi Penyediaan Produk Perikanan”. Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia 21 Nopember 2007. Bogor.

Jurenka, J. 2008. Therapeutic Applications of Pomegranate (Punica granatum


(4)

Koesumo B dan Digwijaya A. 2008. Citosan sebagai penjernih. http://www.bic.web.id/in/lain-lain/220-chitosan-sang-penjernih-air.html. Online. 02 April 2010.

Latar, Z. 2007. “Studi Proses Penurunan Kadar Logam Berat Pb Pada Limbah Karagenan dengan Perlakuan Berbagai Konsentrasi Larutan Kitosan”. Program Studi Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor

Louba, B. 2007. What are the medical properties of pomegranate?. Journal of

Chinese clinical. Volume 2. Number 9. September 2007.

Madhavi D, Deshpande dan Salunkhe. 2006.”Food Antioxidants Technological,

Toxicology, and Health Perspectives”. Marcel Dekker. New York.

Meriatna. 2008. “Penggunaan Membran Kitosan Untuk Menurunkan Kadar

Logam Chrom (Cr) dan Nikel (Ni) Dalam Limabah Cair Industri Pelapisan Logam.Tesis. Sekolah Pasca Sarjana. Universitas Sumatra Utara. Medan

Miguel, G, dkk. 2004. The Effect of Two Methods of Pomegranate (Punica

granatum L) Juice Extractionon Quality During Storage at 4◦. Journal of Biomedicine and Biotechnology . 2004:5 (2004) 332–337.

Molyneux, P. 2004. The use of the stable free radical diphenylpicrylhydrazyl

(DPPH) for estimating antioxidant activity Songklanakarin J. Sci. Technol., 2004, 26(2) : 211-219.

Mulyono E, Abubakar dan Djajeng S. 2001. “Teknologi Inovatif Pengolahan Sari

Buah Jambu Mete untuk Mendukung Argoindustri”. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Inovatif Pasca Panen untuk Pengembangan Industry Berbasis Pertanian.

Murniati, D. 2007. “Pemanfatan Kitosan Sebagai Koagulan Untuk Memperoleh

Kembali Protein Yang Dihasilkan Dari Limbah Cair Industri”.Tesis. Sekolah

Pasca Sarjana. Universitas Sumatra Utara. Medan

Najib, A. 2009

Nasution, PS. 2010. “Sintesis Gel Kitosan-Hialuronat”. Skripsi. Departemen Kimia. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. IPB. Bogor


(5)

Novitasari, I. 2009. “Antioksidan berbagai konsentrasi larutan ekstrak jahe (Zingibers officinate roscoe)”. Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. Surabaya

Oszmianski, J dan Aneta W. 20017. Effect Of Various Clarification Treatment On

Phenolic Compound And Color Of Apple Juice. Eur Food Res Technol (2007) 224-755-762

Pamungkas, BF.2008. “Kombinasi Kitosan Dengan Kalium Sorbet, Natrium

Benzoate Dan Ekstrak Tepung Ungo (Solanum Sp.) Terhadap Aktivitas

Antibakteri Dan Daya Awet Bandeng Presto”. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana. IPB. Bogor.

Pokorny J, Nedyalka Y dan Michael G. 2001. Antioxidants in food. Woodhead

Publishing Limited. England.

Pratimasari, D. 2009. “Uji Aktivitas Penangkap Radikal Buah Carica Papaya L.

Dengan Metode DPPH dan Penetapan Kadar Fenolik Serta Flavonoid

Totalnya”. Skripsi. Fakultas FarmasiUniversitas Muhammadiyah Surakarta.

Surakarta. Online. 20 Januari 2010.

Pratiwi, P dan Mindarti H. 2006. “Nilai peroksida dan aktivitas anti radikal bebas diphenyl picril hydrazil hydrate (DPPH) ekstrak metanol Knema lauri.

Majalah Farmasi Indonesia, 17(1), 32 –36, 2006. LIPI, Bogor.

Pribadi, I. 2009. Uji Aktivitas Penangkap Radikal Buah Psidium Guajava L. dengan Metode DPPH (1,1- Difenil-2-Pikril Hidrazil) Serta Penetapan Kadar Fenolik Dan Flavonoid Totalnya. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta. Online. 28 Maret 2010. Rahayu, W. 2001. “ Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik”. Jurusan

Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.

Sadhonohadi, 2010. Antioksidan menangkal radikal bebas.

Online. 20 Januari 2010.


(6)

Seeram N, Rupo L dan david H. 2004. Bioavailability of ellagic acid in human plasma after consumption of ellagitannins from pomegranate (Punica granatum L.) juice. Clinica Chimica Acta 348 (2004) 63–68.

Online. 14 Februari 2010

Siagian. 1987. “Penelitian Opersional”. UI Press. Jakarta

Sofyan, M. 2010. Online. 21

Juni 2010.

Sudarmaji S, Bambang H dan Suhardi, 1984. “Analisa Bahan Makanan dan Pertanian”. Liberty. Yogyakarta dan PAU Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta

Sudarmantosastro 2008. Kuliah buah, sayur dan gula .

Susanto, T dan Saneto B.1994. “Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian” PT Bina Ilmu. Surabaya

Winarno, FG, 2002.“Kimia Pangan dan Gizi”. PT Gramedia Pustaka Utama.

Jakarta

Wahyudi, M. 2006. “Proses Pembuatan dan Analisis Mutu Yoghurt”. Buletin teknik pertanian vol. 11 no. 1, 2006. Online. 18 Maret 2010.

Wijanarko

Online 15 April 2010.

Wiryowidagdo, S. 2008. Delima (Punica granatum L.) obat tradisional Indonesia

yang merupakan sumber antioksidan. http://www.ikatanapoteker

indonesia.net/berita-farmasi/info-obat/474-delima-punica-granatum-l-obat-tadisional-indonesia.html. online. 24 Juli 2010

Yoshimura M, Yuko W, Kouichi K, Jun Y dan Takuro K. 2005. Inhibitort Effect

of Ellagic Acid-Rich Pomegranate Extract on Tyrosinase Activity and Ultraviolet-Induced Pigmentation. Biosci. Biotechnolo. Biochem. 69 (12), 2368-2373.


Dokumen yang terkait

AKTIVITAS ANTIBAKTERI KOMBINASI EKSTRAK ETANOL KULIT BUAH DELIMA (Punica granatum L.) DAN Aktivitas Antibakteri Kombinasi Ekstrak Etanol Kulit Buah Delima (Punica Granatum L.) Dan Siprofloksasin Terhadap Pseudomonas aeruginosa Sensitif Dan Multiresisten

0 3 12

AKTIVITAS ANTIBAKTERI KOMBINASI EKSTRAK ETANOL KULIT BUAH DELIMA (Punica granatum L.) DAN Aktivitas Antibakteri Kombinasi Ekstrak Etanol Kulit Buah Delima (Punica Granatum L.) Dan Siprofloksasin Terhadap Pseudomonas aeruginosa Sensitif Dan Multiresisten

0 2 17

AKTIVITAS ANTIBAKTERI KOMBINASI EKSTRAK ETANOL KULIT BUAH DELIMA (Punica granatum L.) DAN Aktivitas Antibakteri Kombinasi Ekstrak Etanol Kulit Buah Delima (Punica granatum L.) Dan Kloramfenikol Terhadap Staphylococcus aureus Sensitif Dan Multiresisten An

0 4 11

AKTIVITAS ANTIBAKTERI KOMBINASI EKSTRAK ETANOL KULIT BUAH DELIMA (Punica granatum L.) DAN Aktivitas Antibakteri Kombinasi Ekstrak Etanol Kulit Buah Delima (Punica granatum L.) Dan Kloramfenikol Terhadap Staphylococcus aureus Sensitif Dan Multiresisten An

0 2 17

AKTIVITAS ANTIBAKTERI KOMBINASI EKSTRAK ETANOL KULIT BUAH DELIMA (Punica granatum L.) DAN Aktivitas Antibakteri Kombinasi Ekstrak Etanol Kulit Buah Delima (Punica granatum L.) Dan Tetrasiklin Terhadap Pseudomonas aeruginosa Sensitif Dan Multiresisten Ant

0 4 12

Efek Larvasida Infusa Buah Delima (Punica granatum L.) Terhadap Larva Aedes sp.

0 0 13

Efek Larvisida Infusa Buah Delima (Punica granatum L.) Terhadap Larva Aedes sp.

0 0 18

Perbandingan Efektivitas Berkumur Sari Buah Delima (Punica granatum L.) dan Chlorhexidine 0.2% terhadap Indeks Plak Gigi.

0 0 21

EKSTRAK BUAH DELIMA (Punica granatum L) SEBAGAI FORMULASI LIPSTIK

6 21 10

EFEKTIVITAS EKSTRAK KULIT BUAH DELIMA (Punica granatum L.) TERHADAP BAKTERI

0 1 16