EFEKTIVITAS PENARIKAN RETRIBUSI PASAR DI KOTA SURAKARTA

EFEKTIVITAS PENARIKAN RETRIBUSI PASAR DI KOTA SURAKARTA

Disusun oleh: NIKEN RUSI PAMUNGKAS D0108087

SKRIPSI

Disusun Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Administrasi ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2012

commit to user

ii

HALAMAN PERSETUJUAN

Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta

Mengetahui, Dosen Pembimbing

Drs. Sukadi, M.Si NIP. 19470820 197603 1 001

commit to user

iii

HALAMAN PENGESAHAN

Telah Diuji dan Disahkan Oleh Panitia Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada hari

Panitia Penguji

1. Dra. Hj. Lestariningsih, M.Si ( ………………… ) NIP. 19531009 198003 2 003

Ketua

2. Drs. Suryatmojo, M.Si ( ………………… ) NIP. 19530812 198601 1 001

Sekretaris

3. Drs. Sukadi, M.Si ( ………………… ) NIP. 19470820 197603 1 001

Penguji

Mengetahui, Dekan

Prof. Drs. Pawito, Ph.D NIP. 19540805 198503 1 002

commit to user

iv

MOTTO

Memayu hayuning pribadi; memayu hayuning kulawarga; memayu

hayuning sesama; memayu hayuning bawana”. (Kata-kata Bijak)

“Dari-Mu yang tak pernah terlihat,mulai nampak, merangkak, berjalan & menunduk. Dari putih bersinergi dengan hitam dan asa sebuah warna...

Sebuah perjalanan menuju malam, api pun akan padam, dari yang ada menuju ketiadaan.. segala arah menuju Manunggaling Kawulo Gusti” (Hantyan G T R)

Jangan batasi dirimu dengan kata “Menyerah”. Kegagalan hanya sementara. Percaya diri, terus berusaha, dan katakan “AKU BISA”. Dan apapun yang terjadi, jangan dijadikan beban. Berserah diri sepenuhnya

pada Tuhan, dan yakin Tuhan telah merencanakan yang terbaik. (Penulis)

commit to user

PERSEMBAHAN

*+)

&,,-

") "

♥ . // )

&,,- 0)$

commit to user

vi

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Efektivitas Penarikan Retribusi Pasar di Kota Surakarta” ini merupakan tugas akhir penulis dalam menyelesaikan studi dan memenuhi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana sosial di Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Jurusan Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Universitas Sebelas Maret (UNS), Surakarta.

Dalam kesempatan ini dengan segenap ketulusan dan kerendahan hati, penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu, mengarahkan dan memberi dorongan hingga tersusunnya skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Drs. Sukadi, M.Si selaku Pembimbing, yang senantiasa memberi bimbingan, arahan, dan motivasi dengan sabar dan ikhlas sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

2. Drs. Ali, M.Si selaku Pembimbing Akademik, terima kasih atas bimbingan akademis yang telah diberikan selama ini.

3. Prof. Pawito, Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret.

4. Drs. Is Hadri Utomo, M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret.

5. Segenap dosen Jurusan Ilmu Administrasi yang telah memberikan pengetahuan dan pemikirannya selama penulis menempuh studi.

6. Bapak Anton Herdinarto, S.Sos selaku Sekretaris Dinas Pengelolaan Pasar Kota Surakarta yang telah memberikan ijin penelitian dalam rangka penyusunan skripsi ini.

7. Bapak Nanang Slamet Sukatno, SE selaku Kepala Seksi Pembukuan Bidang Pendapatan Pasar Dinas Pengelolaan Pasar Kota Surakarta yang telah

commit to user

vii

memberikan bantuan, informasi, dan semua hal yang penulis butuhkan demi kelancaran skripsi ini.

8. Petugas yang terlibat dalam penarikan retribusi pasar yang banyak memberikan informasi dalam penyusunan skripsi ini.

9. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam proses penyusunan skripsi ini.

10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya akan keterbatasan dan kemampuan dalam skripsi ini sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak. Amin.

Surakarta, Juni 2012

Penulis

commit to user

ix

F. Validitas Data ......................................................................................

43

G. Teknik Analisa Data ............................................................................

44 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian .................................................................

47

B. Efektivitas Penarikan Retribusi Pasar di Kota Surakarta .....................

65

C. Tingkat Efektivitas Penarikan Retribusi Pasar ....................................

94

D. Hambatan-hambatan yang Dihadapi dan Upaya untuk Mengatasinya 97 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ......................................................................................... 102

B. Saran .................................................................................................... 104 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

commit to user

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1

Target dan Realisasi PAD Kota Surakarta Tahun Anggaran 2007-2011 .......................................................

5 Tabel 1.2

Realisasi Retribusi Pasar Kota Surakarta Tahun Anggaran 2007-2011 .......................................................

6 Tabel 4.1

Komposisi Pegawai Negeri Sipil Dinas Pengelolaan Pasar Kota Surakarta Berdasarkan Tingkat Pendidikan Formal Per 1 Desember 2011 ..........................................

61 Tabel 4.2

Komposisi Pegawai Dinas Pengelolaan Pasar Kota Surakarta Berdasarkan Kepangkatan Tahun 2011 ………..........................................................

62 Tabel 4.3

Jenis Pasar Berdasarkan Klasifikasi Pasar Kota Surakarta .................................................................

63 Tabel 4.4

Dasar Tingkat Penggunaan Jasa .......................................

77 Tabel 4.5

Tarif Retribusi Pelayanan Pasar .......................................

78 Tabel 4.6

Penetapan Kelas Pasar dan Taksiran Nilai Tempat Dasaran Pasar ……………………………..........

79 Tabel 4.7

Kriteria Pengukuran Efektivitas …................................... 95 Tabel 4.8

Efektivitas Penarikan Retribusi Pasar Kota Surakarta Tahun Anggaran 2011 ……………………………..........

95 Tabel 4.9

Kriteria Efektivitas Penarikan Retribusi Pasar Kota Surakarta Tahun Anggaran 2011 ……………………………..........

96

commit to user

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran ...........................................

31 Gambar 3.1 Model Analisis Interaktif ...............................................

46 Gambar 4.1 Struktur Organisasi Dinas Pengelolaan Pasar Kota Surakarta ................................................................

57 Gambar 4.2 Contoh Surat Hak Penempatan (SHP) ...........................

69 Gambar 4.3 Contoh Kartu Tanda Pengenal Pedagang (KTPP) .........

72 Gambar 4.4 Standar Operasional Prosedur (SOP) Pemungutan Retribusi Pasar ...............................................................

85

commit to user

xii

ABSTRAK

Niken Rusi Pamungkas. D0108087. Efektivitas Penarikan Retribusi Pasar di Kota Surakarta. Skripsi. Jurusan Ilmu Administrasi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. 2012. 105 Halaman.

Sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah, retribusi pasar diharapkan mampu mempunyai potensi serta prospek yang cerah melihat keberadaan pasar di Kota Surakarta yang jumlahnya cukup banyak, yaitu 43 pasar. Realisasi penerimaan retribusi pasar yang mengalami peningkatan dan penurunan menunjukkan bahwa potensi retribusi pasar masih dapat untuk dioptimalkan. Penerimaan retribusi pasar tidak lepas dari penarikan retribusi pasar itu sendiri. Dengan penarikan retribusi pasar yang efektif diharapkan dapat meningkatkan penerimaan retribusi pasar sehingga penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terus meningkat sehingga dapat memperlancar pembangunan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas penarikan retribusi pasar di Kota Surakarta serta hambatan-hambatan yang dihadapi dan upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan tersebut.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif yang dilaksanakan di Dinas Pengelolaan Pasar Kota Surakarta. Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari wawancara dengan narasumber dan arsip atau dokumen yang berkaitan dengan penelitian. Teknik pengumpulan data yaitu dengan cara wawancara dan dokumentasi. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Sedangkan untuk validitas data dilakukan dengan triangulasi data. Teknik analisis data menggunakan model analisis interaktif.

Hasil penelitian dapat diketahui bahwa penarikan retribusi pasar di Kota Surakarta dari segi prosesnya sudah efektif. Efektivitas menyangkut semua tahap administrasi penerimaan retribusi yang meliputi penentuan wajib retribusi, penetapan nilai kena retribusi, pemungutan retribusi, penegakan sistem retribusi, dan pembukuan penerimaan. Efektivitas dalam penentuan wajib retribusi sudah efektif karena sudah ada prosedur dan persyaratan-persyaratan yang ada seperti identitas wajib retribusi meliputi SHP dan KTPP. Efektivitas penetapan nilai kena retribusi sudah efektif karena tarif retribusi pasar sudah diketahui dan petugas tidak memiliki wewenang menentukan sendiri. Pemungutan retribusi pasar sudah efektif karena sudah sesuai dengan aturan yang ada. Penegakan sistem retribusi sudah efektif karena petugas dapat melakukan penyegelan yang menunjukkan bahwa pemerintah tidak main-main dan benar-benar tegas dalam menjalankan peraturan. Pembukuan penerimaan retribusi pasar sudah efektif. Retribusi pasar yang dipungut dibukukan secara cermat dan melalui tahap-tahap untuk mencegah kebocoran hasil retribusi. Apabila dilihat dari segi hasil penarikan, kriteria efektivitas besarnya penarikan retribusi pasar secara keseluruhan pada tahun anggaran 2011 adalah cukup efektif. Hambatan-hambatan yang dihadapi adalah kurangnya ketertarikan pedagang untuk menempati los dan kios yang kosong dan keterbatasan SDM. Sedangkan upaya yang dilakukan adalah dengan mengadakan sosialisasi dan meningkatkan mutu petugas pelaksana retribusi. Kata kunci: efektivitas, penarikan retribusi, retribusi pasar.

commit to user

xiii

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan nasional merupakan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya dengan Pancasila sebagai dasar, tujuan dan pedoman Pembangunan Nasional. Oleh karena itu, Pembangunan Nasional harus dilaksanakan merata di seluruh tanah air dan harus benar-benar dirasakan oleh seluruh rakyat sebagai perbaikan tingkat hidup yang berkeadilan sosial yang menjadi tujuan dan cita-cita kemerdekaan Indonesia.

Pemerintah Indonesia masih terus berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat baik material maupun spiritual dalam rangka mewujudkan tercapainya Pembangunan Nasional yang telah dicita-citakan. Dalam hal ini dibutuhkan adanya suatu kerjasama atau hubungan timbal balik antara Pemerintah dengan seluruh Warga Negara Indonesia meliputi seluruh aspek kehidupan dalam masyarakat baik di bidang ekonomi, politik, hukum, maupun dari aspek sosial budaya agar tercipta adanya keharmonisan yang terpadu dan serasi.

Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah selain memberikan keleluasaan bagi masing-masing daerah untuk menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri, juga memberikan ruang bagi daerah untuk menggali dan mendayagunakan potensi

commit to user

yang dimiliki secara optimal. Hal ini dikarenakan setiap daerah dirasa lebih mengenal dan mengetahui apa yang menjadi potensi daerah, yang mempunyai peluang untuk dikembangkan, dan apa yang menjadi kekurangan dari masing- masing daerah untuk selanjutnya diperbaiki. Karena pada dasarnya konsep dasar otonomi daerah adalah pemerintah pusat memberikan kewenangan yang luas kepada daerah untuk merencanakan dan melaksanakan pembangunan daerah masing-masing. Dengan demikian, daerah akan menjadi kreatif untuk menciptakan kelebihan dalam menunjang kegiatan ekonomi dan pembangunan daerah, mampu mendorong daerah untuk berprakarsa lebih nyata dan mandiri dalam merumuskan berbagai prioritas strategi daerah melalui kewenangan penuh kepada daerah untuk merencanakan, melaksanakan, mengawasi, mengendalikan, dan mengevalusi berbagai kebijakan sesuai dengan aspirasi masyarakat.

Seperti yang tertuang dalam Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang Nomor

32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, yaitu : “Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Kewenangan daerah yang dimaksud adalah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan moneter, fiskal, dan agama, serta kewenangan bidang lain. Dimana kewenangan bidang lain tersebut meliputi kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara makro, dana

commit to user

perimbangan keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis, konservasi, dan standarisasi nasional. Pelaksanaan Otonomi Daerah perlu dibarengi dengan antisipasi daerah terhadap segala implikasinya. Salah satunya adalah tuntutan bagi Pemerintah Daerah agar mandiri dalam membiayai sebagian besar anggaran pembangunannya. Kemandirian itu dapat dilihat dari soal pembiayaan atau dana untuk daerah masing-masing dapat mencukupi atau tidak. Hal itu termasuk apakah daerah itu dapat menggali segala sumber keuangan yang potensial dari daerah itu sendiri atau tidak, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Salah satu tolok ukur keberhasilan dalam mencapai kemandirian tersebut dapat dilihat dari capaian hasil Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Berkaitan dengan sumber-sumber penerimaan daerah, Pasal 157 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan pendapatan daerah adalah :

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yaitu :

a. Hasil pajak daerah;

b. Hasil retribusi daerah;

c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan

d. Lain-lain PAD yang sah;

2. Dana perimbangan; dan

3. Lain-lain pendapatan daerah yang sah.

commit to user

Sedangkan dalam Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah menyebutkan lain-lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sah adalah sebagai berikut:

1. Hasil penjualan kekayaan Daerah yang tidak dipisahkan;

2. Jasa giro;

3. Pendapatan bunga;

4. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; dan

5. Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh Daerah.

Sumber-sumber pendapatan daerah tersebut di atas perlu terus dikelola dan diupayakan peningkatannya sehingga berperan dalam rencana kemandirian pemerintah daerah yang tidak ingin bergantung dari APBN dan daerah di atasnya. Kota Surakarta sebagai salah satu daerah otonomi yang berada di wilayah Jawa Tengah selalu berusaha untuk meningkatkan penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) seiring dengan meningkatnya kebutuhan daerah.

Secara umum, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Surakarta mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dari target yang ditetapkan oleh Pemerintah Kota Surakarta. Hal tersebut dapat dilihat dari data mengenai target dan realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Surakarta selama 5 (lima) tahun anggaran, yaitu mulai dari tahun anggaran 2007 sampai dengan tahun anggaran 2011.

commit to user

Tabel 1.1

Target dan Realisasi PAD Kota Surakarta

Tahun Anggaran 2007-2011

Tahun Anggaran

Target (Rp)

Realisasi (Rp)

Prosentase Pencapaian

2008

96.199.901.000

102.929.501.970

106,99%

2009

110.842.157.600 101.972.318.682

92%

2010

114.555.527.815 114.141.348.062

99,64%

2011

159.164.782.000 159.165.544.480

100,001% Sumber : DPPKAD Kota Surakarta (diolah)

Sesuai dengan tabel di atas dapat dikatakan bahwa penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Surakarta naik dari tahun ke tahun. Hanya saja pada tahun 2009 penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) mengalami penurunan dari tahun sebelumnya. Target anggaran tidak tercapai dengan baik pada tahun 2009 dan tahun 2010, tetapi untuk tahun-tahun selanjutnya target tersebut dapat tercapai dengan baik.

Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) tersebut tidak lepas dari kontribusi penerimaan sumber-sumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang salah satunya adalah Retribusi Daerah. Retribusi Daerah diperoleh dari pelayanan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada masyarakat. Diantara bermacam-macam Retribusi Daerah tersebut salah satunya adalah retribusi pasar. Pasar (tradisional) sebagai sarana dari usaha sektor informal berperan dalam menciptakan dan memperluas lapangan pekerjaan, terutama bagi tenaga kerja yang kurang memiliki kemampuan dan keahlian yang memadai untuk bekerja di sektor formal karena minimnya tingkat pendidikan

commit to user

yang mereka miliki. Kelompok pedagang pasar tradisional sebagai bagian dari kelompok usaha kecil adalah kelompok usaha yang tak terpisahkan dari aset pembangunan nasional yang mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang sangat strategis dalam turut mewujudkan tujuan pembangunan nasional pada umumnya dan tujuan pembangunan ekonomi pada khususnya.

Keberadaan pasar di Kota Surakarta jumlahnya cukup banyak, terdapat

43 pasar tradisional yang diantaranya adalah Pasar Klewer, Pasar Nusukan, Pasar Gedhe, Pasar Legi, Pasar Kembang, Pasar Kliwon, Pasar Sangkrah, Pasar Triwindu, Pasar Depok, dan lain sebagainya. Sehingga dapat dilihat bahwa banyaknya pasar di Kota Surakarta sangat berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) karena adanya pungutan retribusi pasar di pasar-pasar tersebut. Berikut ini adalah gambaran mengenai realisasi retribusi pasar Kota Surakarta dari tahun anggaran 2007 sampai dengan tahun 2011.

Tabel 1.2

Target dan Realisasi Penerimaan Retribusi Pasar Kota Surakarta

Tahun Anggaran 2007-2011

No. Tahun Anggaran

Prosentase Pencapaian (%)

1. 2007

6.237.080.000 5.703.392.435 91,44

2. 2008

5.537.330.000

6.200.698.420

111,98

3. 2009

6.200.696.000

6.173.387.525

99,56

4. 2010

6.586.404.000

6.322.989.554

96,00

5. 2011

7.245.042.000

6.262.442.435

86,44 Sumber : Dinas Pengelolaan Pasar Kota Surakarta

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa selama kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir yaitu dari tahun anggaran 2007 sampai dengan tahun anggaran 2011 penerimaan retribusi pasar kota Surakarta mengalami peningkatan dan

commit to user

penurunan. Retribusi pasar mengalami peningkatan pada tahun 2008 dan tahun 2010. Akan tetapi pada tahun 2009 dan tahun 2011 mengalami penurunan. Penerimaan retribusi tertinggi yaitu pada tahun 2010 yaitu sebesar Rp.6.322.989.554,00 dan penerimaan retribusi terendah pada tahun 2007 yaitu sebesar Rp.5.703.392.435,00. Retribusi pasar dapat mencapai target hanya pada tahun anggaran 2008 yaitu prosentase pencapaian targetnya 111,98 %, sedangkan untuk tahun anggaran lain retribusi pasar tidak dapat mencapai target yang ditetapkan.

Gambaran mengenai realisasi penerimaan retribusi pasar yang mengalami peningkatan dan penurunan menunjukkan bahwa potensi retribusi pasar sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) masih dapat untuk dioptimalkan sehingga penerimaan retribusi pasar dapat selalu mengalami peningkatan. Penerimaan retribusi pasar tidak lepas dari penarikan retribusi pasar itu sendiri. Dengan penarikan retribusi pasar yang efektif diharapkan dapat meningkatkan penerimaan retribusi pasar sehingga penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terus meningkat dan dapat memperlancar pembangunan.

Untuk mencapai hal tersebut pemerintah harus melakukan perbaikan dan penyempurnaan dalam bidang keuangan daerah yang dikelola secara efektif. Salah satu perbaikan dan penyempurnaan tersebut adalah dilakukannya pertanggungjawaban keuangan oleh pemerintah daerah dan penilaian kinerja keuangan daerah otonom agar dapat diketahui sejauh mana pemerintah daerah otonom seperti Kota Surakarta mampu melaksanakan

commit to user

otonomi khususnya di bidang keuangan. Dimensi efektivitas keuangan daerah otonom merupakan salah satu indikator keberhasilan daerah dalam merealisasikan penerimaan yang dianggarkan. Dengan demikian, perlu dilakukan penilaian kinerja keuangan daerah yang lebih komprehensif.

Penarikan retribusi pasar tidak lepas dari peranan Dinas Pengelolaan Pasar Kota Surakarta. Dinas Pengelolaan Pasar Kota Surakarta sebagai unsur pelaksana Pemerintah Kota Surakarta di bidang pengelolaan pasar serta sebagai dinas penggali penerimaan retribusi pasar berkomitmen tinggi agar penerimaan pasar dapat meningkat dan mencapai hasil yang optimal, sehingga diharapkan mampu memberikan kontribusi maksimal terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai sumber pembiayaan dalam menggerakkan roda pemerintahan dan pembangunan daerah. Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul: “EFEKTIVITAS PENARIKAN RETRIBUSI PASAR DI KOTA SURAKARTA” .

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka disusun perumusan masalah sebagai berikut : “ Bagaimana efektivitas penarikan retribusi pasar di Kota Surakarta? ”

commit to user

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Tujuan Obyektif

a. Untuk mengetahui efektivitas penarikan retribusi pasar di Kota Surakarta.

b. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi dalam efektivitas penarikan retribusi pasar dan upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan tersebut.

2. Tujuan Subyektif

a. Untuk menambah pengetahuan dan aspek ilmu administrasi dalam teori dan praktek.

b. Sebagai sarana untuk dapat menyumbangkan gagasan dan pemikiran guna perkembangan ilmu pengetahuan administrasi pada umumnya.

c. Untuk memperoleh data yang lengkap dan jelas sebagai bahan untuk menyusun penulisan administrasi sebagai persyaratan dalam mencapai gelar kesarjanaan di bidang ilmu administrasi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

a. Untuk perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang ilmu administrasi.

commit to user

b. Dapat menambah pengetahuan tentang efektivitas penerimaan retribusi pasar di Kota Surakarta.

2. Manfaat Praktis

a. Untuk memberikan masukan bagi semua pihak yang berkepentingan serta memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti.

b. Untuk memberikan masukan atau sumbangan pemikiran bagi Pemerintah khususnya Pemerintah Kota Surakarta.

commit to user

11

BAB II LANDASAN TEORI

A. Keuangan Daerah

Salah satu kriteria penting untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya adalah self-supporting dalam bidang keuangan. Dengan kata lain, faktor keuangan merupakan faktor esensial dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya (Kaho, 1991: 123)

Pemerintah daerah tidak akan dapat melaksanakan fungsinya dengan efektif dan efisien tanpa biaya yang cukup untuk memberikan pelayanan dan pembangunan. Keuangan inilah yang merupakan salah satu kriteria untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri.

Agar daerah dapat mengurus rumah tangganya sendiri dengan sebaik- baiknya, maka kepadanya perlu diberikan sumber pembiayaan yang cukup. Akan tetapi mengingat tidak semua sumber pembiayaan dapat diberikan kepada daerah, maka kepada daerah diwajibkan untuk menggali sumber keuangan sendiri berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

1. Pendapatan Daerah

Berdasarkan Pasal 1 ayat (13) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, Pendapatan Daerah adalah hak Pemerintah Daerah yang diakui

commit to user

sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan. Pendapatan Daerah bersumber dari :

a. Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh Daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

b. Dana Perimbangan Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.

Robert Fouchet dan Marcel Guenoun dalam Int. J. Public Sector Performance Management , Performance Management in Intermunicipal Authorities (2007: 81) mengemukakan :

“ Decentralisation is an administrative system allowing a human community or a public service to manage themselves according to the legislation. They possess a juridical personality, with self- authority and resources. Its purpose is to better manage a public service or a public activity, thanks to a public organisation different from the state and from local governments. Most of the time, it is a public institution which is autonomous in terms of management.”

(Desentralisasi adalah sistem administrasi yang memungkinkan sebuah komunitas manusia atau pelayanan publik untuk mengelola sendiri sesuai dengan undang-undang. Mereka memiliki kepribadian yuridis, dengan wewenang dan sumber daya sendiri. Tujuannya adalah untuk mengelola layanan publik atau kegiatan publik dengan lebih baik, karena publik berbeda dari negara dan dari organisasi pemerintah daerah. Kebanyakan, itu adalah lembaga publik yang mandiri dalam hal manajemen.)

commit to user

Sumber-sumber dari Dana Perimbangan yang disebutkan pada Pasal 10 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, adalah :

1) Dana Bagi Hasil Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.

2) Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Umum, selanjutnya disebut DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.

3) Dana Alokasi Khusus Dana Alokasi Khusus, selanjutnya disebut DAK, adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.

c. Lain-lain Pendapatan Lain-lain pendapatan terdiri atas pendapatan hibah dan pendapatan dana darurat. Pendapatan ini bertujuan memberi peluang kepada Daerah untuk memperoleh pendapatan selain Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Pinjaman Daerah.

commit to user

2. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pengertian tentang Pendapatan Asli Daerah tidak sama dengan Pendapatan Daerah. Pendapatan Asli Daerah merupakan salah satu sumber pendapatan Daerah. Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, yang dimaksud dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah “ Pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah, yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi”.

Selanjutnya di dalam penjelasan Undang-Undang tersebut Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan “Penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

Menurut Adrian Sutedi (2008: 12) mengenai Pendapatan Asli Daerah (PAD) : “ Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan tulang punggung

pembiayaan daerah. Oleh karena itu, kemampuan melaksanakan ekonomi diukur dari besarnya kontribusi yang diberikan oleh Pendapatan Asli Daerah terhadap total APBD. Semakin besar kontribusi yang dapat diberikan terhadap APBD, berarti semakin kecil ketergantungan pemerintah daerah terhadap bantuan pemerintah pusat sehingga otonomi daerah dapat terwujud.”

Dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 disebutkan bahwa Pendapatan Asli Daerah bersumber dari :

commit to user

a. Pajak Daerah;

b. Retribusi Daerah;

c. Hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan; dan

d. Lain-lain PAD yang sah, meliputi :

1) hasil penjualan kekayaan Daerah yang tidak dipisahkan;

2) jasa giro;

3) pendapatan bunga;

4) keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; dan

5) komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan

dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh Daerah.

Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 158 ayat (1) ditegaskan bahwa pajak daerah dan retribusi daerah ditetapkan dengan Undang-Undang yang pelaksanaannya di daerah diatur lebih lanjut dengan Perda.

Menurut Adrian Sutedi (2008: 18) sumber keuangan yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) lebih penting daripada sumber-sumber keuangan di luar Pendapatan Asli Daerah (PAD):

“ Dalam pelaksanaan otonomi daerah, sumber keuangan yang berasal dari pendapatan asli daerah lebih penting dibandingkan dengan sumber-sumber di luar pendapatan karena pendapatan asli daerah dapat dipergunakan sesuai dengan prakarsa dan inisiatif daerah, sedangkan bentuk pemberian pemerintah (nonPAD) sifatnya lebih terikat. ”

Dari penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan ujung tombak dalam penyelenggaraan Pemerintah Daerah. Berbagai kegiatan pemerintahan baik tugas pokok maupun tugas pembantuan

commit to user

harus diimbangi oleh adanya Pendapatan Asli Daerah (PAD), sebagai media penggerak program Pemerintah Daerah. Agar keberadaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) berjalan lancar, maka jumlah pendapatan minimal seimbang dengan pengeluaran artinya tidak besar pasak daripada tiang. Oleh karena itu Pemerintah Daerah harus mempunyai strategi dalam pengelolaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terutama dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerahnya.

B. Retribusi Daerah

1. Pengertian Retribusi

Definisi ataupun batasan pengertian retribusi banyak diberikan oleh para ahli dengan memberikan definisi yang berbeda. Perbedaan tersebut sebenarnya pada tekanannya saja. Pada umumnya dari berbagai definisi yang saling berbeda tersebut sebenarnya saling melengkapi. Menurut Kamus Praktis Bahasa Indonesia, retribusi didefinisikan sebagai “pengembalian, penggantian kerugian, pemungutan uang oleh pemerintah”.

Rochmad Sumitro (dalam Adrian Sutedi, 2008: 83) memberikan definisi retribusi sebagai “Pembayaran kepada daerah yang dilakukan oleh mereka yang menggunakan jasa-jasa daerah”.

Sedangkan S. Munawir (dalam Adrian Sutedi, 2008: 83-84) memberikan definisi retribusi : “ Retribusi merupakan iuran kepada pemerintah yang dapat

dipaksakan dan jasa balik yang secara langsung dapat ditunjuk. Paksaan di sini bersifat ekonomis karena siapa saja yang tidak

commit to user

merasakan jasa balik dari pemerintah, maka dia tidak dikenakan iuran itu.”

Dari pendapat di atas, terlihat bahwa ciri-ciri mendasar dari retribusi adalah :

a. Retribusi dipungut oleh negara

b. Dalam pemungutan terdapat paksaan secara ekonomis

c. Adanya kontrapretasi yang secara langsung dapat ditunjuk

d. Retribusi dikenakan pada setiap orang/badan yang menggunakan jasa-jasa yang disiapkan negara.

2. Pengertian Retribusi Daerah

Menurut Mardiasmo (2006: 14), retribusi daerah, yang selanjutnya disebut retribusi adalah “Pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan”.

Sedangkan menurut Azhari A. Samudra (1995: 273-274) memberikan definisi Retribusi Daerah : “ Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran

pemakaian atau karena jasa yang diberikan daerah. Dalam hal ini kekecualian tertentu, yaitu pembayaran yang dipungut oleh daerah sebagai penyelenggara perusahaan atau usaha yang dianggap sebagai perusahaan tidak dimaksudkan sebagai retribusi daerah.”

Pengertian retribusi daerah menurut Pasal 1 ayat (26) Undang Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah yaitu, “ Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus

commit to user

disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan”.

Rohmat Sumitro (dalam Adrian Sutedi, 2008: 74) memberikan definisi retribusi daerah : “ Retribusi daerah adalah pembayaran kepada negara yang dilakukan

kepada mereka yang menggunakan jasa-jasa negara, artinya retribusi daerah sebagai pembayaran atas jasa atau karena mendapat pekerjaan usaha atau milik daerah bagi yang berkepentingan, atau jasa yang diberikan oleh daerah baik secara langsung maupun tidak langsung.”

Dari pendapat tersebut dapat dilihat bahwa setiap pungutan yang dilakukan pemerintah daerah senantiasa berdasarkan prestasi dan jasa yang diberikan kepada masyarakat, sehingga keleluasaan retribusi daerah terletak pada yang dapat dinikmati oleh masyarakat. Jadi, retribusi sangat berhubungan erat dengan jasa layanan yang diberikan pemerintah daerah kepada yang membutuhkan.

Menurut Davey (dalam Adrian Sutedi, 2008: 75) pembayaran retribusi harus memenuhi dua syarat, yaitu : 1) dasar untuk mengenakan retribusi biasanya harus didasarkan pada total cost daripada pelayanan-pelayanan yang disediakan; dan 2) dalam beberapa hal, retribusi biasanya harus didasarkan pada kesinambungan harga jasa suatu pelayanan, yaitu atas dasar mencari keuntungan. Menurut Josep Riwu Kaho, ada beberapa ciri retribusi, yaitu : 1) retribusi dipungut oleh negara; 2) dalam pungutan terdapat paksaan secara ekonomis; 3) adanya kontrapretasi yang secara langsung dapat ditunjuk; dan

4) retribusi dikenakan kepada setiap orang/badan yang menggunakan atau mengenyam jasa-jasa yang disediakan oleh negara.

commit to user

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa retribusi daerah merupakan pungutan sebagai pembayaran atas pemakaian jasa yang diberikan oleh Pemerintah Daerah. Jadi, secara umum keunggulan utama sektor retribusi ialah karena didasarkan pada kontrapretasi, dimana tidak ditentukan secara limitatif, seperti halnya sektor pajak. Pembatas utama sektor retribusi ialah terletak pada ada atau tidaknya jasa yang disediakan Pemda. Oleh sebab itu, sebenarnya Pemda dapat saja mengusahakan retribusi selama ia dapat menyediakan jasa untuk itu.

3. Objek dan Penggolongan Retribusi

a. Objek Retribusi Menurut Mardiasmo (2006: 16-17) objek retribusi daerah terdiri dari :

1) Jasa Umum, yaitu berupa pelayanan yang disediakan atau diberikan Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

2) Jasa Usaha, yaitu berupa pelayanan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial.

3) Perizinan Tertentu, yaitu kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

commit to user

b. Penggolongan Retribusi Menurut Mardiasmo (2006: 15-16) jenis retribusi daerah dibagi menjadi tiga golongan, yaitu :

1) Retribusi Jasa Umum Retribusi Jasa Umum ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dengan kriteria-kriteria sebagai berikut :

a) Retribusi Jasa Umum bersifat bukan pajak dan bersifat bukan Retribusi Jasa Usaha atau Retribusi Perizinan tertentu;

b) Jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi;

c) Jasa tersebut memberi manfaat khusus bagi orang pribadi atau badan yang diharuskan membayar retribusi, disamping untuk melayani kepentingan dan kemanfaatan umum;

d) Jasa tersebut layak untuk dikenakan retribusi;

e) Retribusi tidak bertentangan dengan kebijakan nasional mengenai penyelenggaraannya;

f) Retribusi dapat dipanggul secara efektif dan efisien, serta merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang potensial; dan

g) Pemungutan Retribusi memungkinkan penyediaan jasa tersebut dengan tingkat dan atau kualitas pelayanan yang lebih baik.

commit to user

2) Retribusi Jasa Usaha Retribusi Jasa Usaha ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dengan kriteria sebagai berikut :

a) Retribusi Jasa Usaha bersifat bukan pajak dan bersifat bukan Retribusi Jasa Umum atau Retribusi Perizinan Tertentu; dan

b) Jasa yang bersangkutan adalah jasa yang bersifat komersial yang seyogyanya disediakan oleh sektor swasta tetapi belum memadai atau terdapatnya harta yang dimiliki/dikuasai daerah yang belum dimanfaatkan secara penuh oleh Pemerintah Daerah.

3) Retribusi Perizinan Tertentu Retribusi Perizinan Tertentu ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dengan kriteria-kriteria sebagai berikut :

a) Perizinan tersebut termasuk kewenangan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah dalam rangka asas desentralisasi;

b) Perizinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi kepentingan umum; dan

c) Biaya yang menjadi beban daerah dalam penyelenggaraan izin tersebut dari biaya untuk menanggulangi dampak negatif dari perizinan tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai dari retribusi perizinan.

commit to user

C. Retribusi Pasar

1. Pengertian Retribusi Pasar

Menurut Pasal 1 ayat (26) Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 1 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Pasar Tradisional, “Retribusi pasar yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin pelayanan pasar yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan”.

Sedangkan pelayanan pasar menurut Kesit Bambang Prakoso (2005: 135) didefinisikan sebagai “ Fasilitas pasar tradisional/sederhana yang berupa pelataran atau los yang dikelola oleh Pemerintah Daerah dan khusus yang disediakan untuk pedagang, tidak termasuk yang dikelola oleh Perusahaaan daerah Pasar”.

Selanjutnya menurut Kesit Bambang Prakoso (2005: 136) :

“ Subjeknya adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan jasa ini. Tarif retribusi jasa umum pada dasarnya disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai jenis-jenis retribusi yang berhubungan dengan kepentingan nasional.”

Sedangkan menurut Ahmad Yani (2002: 57) mengenai Retribusi Pelayanan Pasar : “ Pelayanan pasar adalah fasilitas pasar tradisional/sederhana berupa

pelataran, los yang dikelola pemerintah daerah, dan khusus disediakan untuk pedagang, tidak termasuk yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan pihak swasta.”

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa retribusi pasar adalah pembayaran atas penyediaan fasilitas pasar tradisional atau sederhana yang

commit to user

berupa tempat dasaran, los dan/atau toko/ kios/ ruko yang dikelola Pemerintah daerah, dan khusus disediakan untuk pedagang dan/atau Badan Hukum.

Pedagang adalah mereka yang memakai tempat untuk berjualan secara tetap maupun tidak tetap di pasar tersebut. Pemerintah daerah telah menyediakan tempat yang berupa pasar sebagai tempat berjual-beli bagi pedagang sehingga kepada mereka dikenakan pungutan retribusi. Dari pungutan retribusi diperoleh kontrapretasi yang langsung dapat ditunjuk yaitu tersedianya tempat-tempat tertentu yang digunakan untuk berdagang sesuai dengan barang dagangan yang telah diatur oleh Dinas Pengelolaan Pasar berdasarkan prinsip keteraturan dan keseragaman jenis barang.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Retribusi Pasar

a. Subjek dan Objek Retribusi Pasar Menurut Pasal 2 ayat (3) Peraturan Walikota Surakarta Nomor 1-C Tahun 2012 yang dimaksud subjek retribusi pasar adalah orang pribadi dan Badan yang memperoleh fasilitas pelayanan pasar. Sedangkan objek retribusi

pasar adalah

pelayanan

penyediaan fasilitas pasar tradisional/sederhana, berupa pelataran, los, kios yang dikelola Pemerintah Daerah, dan khusus disediakan untuk pedagang. Pelayanan fasilitas pasar yang dikelola oleh BUMN, BUMD, dan pihak swasta tidak termasuk dalam objek retribusi. Retribusi pasar termasuk golongan retribusi jasa umum.

commit to user

Fasilitas pasar mengenai dasaran terdiri dari :

1) Tempat Dasaran adalah bangunan berupa kios, los maupun tanah lapang 1 (satu) plataran yang merupakan bagian dari pasar;

2) Kios adalah tempat berjualan di dalam lokasi pasar yang diizinkan dan dipisahkan antara satu tempat dengan yang lain mulai dari lantai, dinding, plafon dan atap yang sifatnya tetap atau permanen sebagai tempat berjualan barang atau jasa.

3) Los adalah tempat berjualan di dalam lokasi pasar yang diizinkan yang beralas permanen dalam bentuk memanjang tanpa dilengkapi dengan dinding pembatas ruangan atau tempat berjualan dan sebagai tempat berjualan barang atau jasa.

4) Pelataran adalah tempat atau lahan terbuka di area pasar yang digunakan untuk ruang publik dan sebagian dapat digunakan untuk pedagang oprokan.

b. Sistem Pemungutan Retribusi Pasar

1) Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan atas letak, jumlah dan jenis barang, luas tempat dasaran, alokasi beban biaya yang dipikul untuk menyelenggarakan fasilitas pasar.

2) Prinsip yang dianut, dalam Penetapan Tarif adalah didasarkan pada kebijaksanaan daerah dengan memperhatikan biaya penyediaan fasilitas pasar, kemampuan masyarakat dan aspek keadilan.

commit to user

3) Dasar Penetapan Struktur Tarif berdasarkan jenis fasilitas yang terdiri dari : naiaman / plataran, los, kios, was lokasi, letak, kelas pasar, jenis dagangan, jangka waktu pemakaian, dan / pemakaian daya listrik.

D. Efektivitas

Menurut Sumarsan (2010: 83) efektivitas merupakan hubungan antara keluaran suatu pusat pertanggungjawaban dengan sasaran yang harus dicapainya. Semakin besar kontribusi keluaran yang dihasilkan terhadap nilai pencapaian sasaran tersebut, maka dapat dikatakan semakin efektif juga unit tersebut.

Menurut Robbins seperti yang dikutip oleh Kusdi (2009: 92) efektivitas didefinisikan sebagai sejauh mana suatu organisasi mampu merealisasikan berbagai tujuannya. Lebih lanjut Robbins (dalam Kusdi, 2009: 93) mendefinisikan efektivitas organisasi sebagai: the degree to which an organization attains its short-(ends) and long-term (means) goals, the selection of which reflects strategic contituencies, the self-interest of the evaluator, and the life stage of the organization . Jadi menurut definisi ini, efektivitas organisasi adalah sejauh mana organisasi mencapai berbagai sasaran (jangka pendek) dan tujuan (jangka panjang) yang telah ditetapkan, dimana penetapan sasaran-sasaran dan tujuan- tujuan itu mencerminkan konstituen strategis, kepentingan subjektif penilai, dan tahap pertumbuhan organisasi.

Menurut Abdul Halim dan Theresia Damayanti (2007: 75) efektivitas berarti tingkat pencapaian hasil program kerja dengan target yang ditetapkan. Efektivitas merupakan perbandingan antara outcome dengan output. Outcome

commit to user

seringkali dikaitkan dengan tujuan (objectives) atau target yang hendak dicapai. Jadi dapat dikatakan bahwa efektivitas berkaitan dengan pencapaian tujuan.

Cristiano Codagnone dalam European Journal of ePractice, Efficiency and Effectiveness (2008: 5) mengemukakan: “ Government spending is financed through taxation, which can create

distortion in resource allocation. It is, thus, important to measure its results in terms of efficiency and effectiveness to ensure that they foster both economic growth and social cohesions and contribute to the Lisbon agenda (Mandl et al 2008:2). While eGovernment spending is of a much smaller order of magnitude, the measurement of its result is also important as such and in relation to the its promised contribution to make government as a whole more efficient and effective. ”

(Pengeluaran pemerintah dibiayai melalui perpajakan, yang dapat membuat penyimpangan dalam alokasi sumber daya. Hal ini, dengan demikian, penting untuk mengukur hasilnya dalam hal efisiensi dan efektivitas untuk memastikan bahwa mereka mendorong baik pertumbuhan ekonomi dan cohesions sosial dan memberikan kontribusi pada agenda Lisabon (Mandl dkk 2008: 2). Sementara anggaran eGovernment adalah suatu tatanan yang jauh lebih kecil besarnya, pengukuran hasilnya juga penting, serta dalam kaitannya dengan kontribusinya menjanjikan akan membuat pemerintah secara keseluruhan lebih efisien dan efektif.)

Lebih lanjut Cristiano Codagnone (2008: 10) mendefinisikan efektivitas sebagai berikut: “ Effectiveness = the relationship between the sought and achieve results

for the constituencies, or “spending wisely .” (Efektivitas = hubungan antara yang dicari/target dan capaian hasil untuk konstituen, atau "membelanjakan uang dengan bijaksana)

Sedangkan menurut Devas (1989: 144) efektivitas mengukur hubungan antara hasil pungut suatu pajak dan potensi hasil pajak itu, dengan anggapan semua wajib pajak membayar pajak masing-masing, dan membayar seluruh pajak terhutang masing-masing. Lebih lanjut Devas (1989: 144-145) mengemukakan bahwa efektivitas menyangkut semua tahap administrasi penerimaan pajak yang

commit to user

meliputi: penentuan wajib pajak, penetapan nilai kena pajak, pemungutan pajak, penegakan sistem pajak, dan pembukuan penerimaan.

1. Menentukan Wajib Pajak

Dalam hal ini harus ada prosedur pajak yang menyulitkan bagi wajib pajak untuk menyembunyikan hutang pajaknya. Hal tersebut dapat dibantu dengan pembayaran secara otomatis, bila ada orang harus menunjukkan identitas, bila identitas dapat dikaitkan dengan sumber-sumber informasi yang lain, dan bila objek pajak sudah jelas sekali.

2. Menetapkan Nilai Pajak Terhutang

Nilai pajak terhutang harus ditentukan dengan cermat, dan ini melibatkan wajib pajak atau petugas pajak (atau keduanya) dalam menentukan nilai sesungguhnya dari objek pajak dan dalam menentukan tarif pajak yang benar. Hal-hal yang dapat membantu adalah bila penetapan bersifat otomatis, bila tarif umum diketahui dan petugas tidak memiliki wewenang menentukan sendiri, dan bila ada catatan lain yang dapat digunakan untuk membandingkan nilai terhutang sebenarnya.