Metode Runge-Kutta dan blok rasional untuk menyelesaikan masalah nilai awal.

(1)

ABSTRAK

Tugas akhir ini membahas tentang penyelesaian numeris masalah nilai awal dengan menggunakan metode Runge-Kutta dan metode blok rasional. Metode Runge-Kutta yang digunakan yaitu, Runge-Kutta tingkat satu (metode Euler) dan Runge-Kutta tingkat dua (metode Heun). Kedua metode numeris Runge-Kutta tersebut sering digunakan untuk menyelesaikan masalah nilai awal.

Metode blok rasional diperkenalkan oleh Teh Yuan Ying dan kawan-kawan pada tahun 2014. Metode ini merupakan metode yang tidak banyak dikenal umum, sehingga metode ini jarang digunakan. Metode blok rasional merupakan gabungan dari metode satu langkah dan dua langkah yang dalam penghitungannya metode blok rasional membentuk suatu blok yang di dalamnya terdapat tiga buah titik. Jadi metode blok rasional mampu menghitung nilai hampiran dua buah titik secara bersamaan dalam satu iterasi. Selain itu metode blok rasional juga mempunyai penyelesaian yang lebih akurat dibandingkan dengan metode Euler dan metode Heun. Hal ini dapat dilihat melalui simulasi dengan komputer. Kesalahan dari metode blok rasional relatif lebih kecil dibandingkan metode Euler dan metode Heun.


(2)

ABSTRACT

This final assignment discusses about numerical solutions to initial value problems using Runge-Kutta and rational block methods. The Runge-Kutta methods cosidered in this final assignment are the first order Runge-Kutta (Euler’s method) and the second order Runge-Kutta (Heun’s method). Both these Runge-Kutta numerical methods are often used to solve initial value problems.

Rational block method was introduced by Teh Yuan Ying and colleagues in 2014. This method is not widely known in general, so this method is rarely used. Rational block method is a combination of one-step and two-step methods where in the calculations, rational block method forms a block in which there are three points. Therefore, rational block method is able to calculate the approximation values of two points simultaniously in one iteration. Furthermore, rational block method also has more accurate solution than Euler’s and Heun’s methods. This can be seen in computer simulation. The error of rational block method is relatively smaller than those of Euler’s and Heun’s methods.


(3)

i

METODE RUNGE-KUTTA DAN BLOK RASIONAL UNTUK

MENYELESAIKAN MASALAH NILAI AWAL

Tugas Akhir

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Program Studi Matematika

Oleh : Agung Christian NIM: 133114019

PROGRAM STUDI MATEMATIKA, JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

ii

RUNGE-KUTTA AND RATIONAL BLOCK METHODS FOR

SOLVING INITIAL VALUE PROBLEM

FINAL ASSIGNMENT

Presented as Partial Fulfillment of the

Requirements to Obtain the Degree of Sarjana Sains Mathematics Study Program

Written by: Agung Christian Student Number: 133114019

MATHEMATICS STUDY PROGRAM DEPARTMENT OF MATHEMATICS FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY

SANATA DHARMA UNIVERSITY YOGYAKARTA


(5)

(6)

(7)

v MOTTO

“Hal yang paling penting dalam hidup bukanlah kemenangan

namun perjuangan. Hal yang perlu bukanlah menaklukan, tapi

telah berjuang dengan baik”

~Eddie the eagle~

“Bagaimana buruknya hidup, akan selalu ada sesuatu yang bisa

dilakukan dan bisa kau gapai, selama masih ada kehidupan

maka akan selalu ada harapan”

~The theory of everything~


(8)

vi

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini aku persembahkan kepada:

Tuhan Yesus Kristus yang selalu membuatku kuat dan bertahan pada pilihan yang aku buat.


(9)

vii

PERNYATAAN KEASLIAN

Saya menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa tugas akhir yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain kecuali yang disebutkan dalam daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 20 Februari 2017


(10)

viii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Agung Christian

NIM : 133114019

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

METODE RUNGE-KUTTA DAN BLOK RASIONAL UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH NILAI AWAL

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma untuk menyimpan, mengalihkan ke dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap menyantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya,

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 20 Februari 2017

Yang menyatakan


(11)

ix ABSTRAK

Tugas akhir ini membahas tentang penyelesaian numeris masalah nilai awal dengan menggunakan metode Runge-Kutta dan metode blok rasional. Metode Runge-Kutta yang digunakan yaitu, Runge-Kutta tingkat satu (metode Euler) dan Runge-Kutta tingkat dua (metode Heun). Kedua metode numeris Runge-Kutta tersebut sering digunakan untuk menyelesaikan masalah nilai awal.

Metode blok rasional diperkenalkan oleh Teh Yuan Ying dan kawan-kawan pada tahun 2014. Metode ini merupakan metode yang tidak banyak dikenal umum, sehingga metode ini jarang digunakan. Metode blok rasional merupakan gabungan dari metode satu langkah dan dua langkah yang dalam penghitungannya metode blok rasional membentuk suatu blok yang di dalamnya terdapat tiga buah titik. Jadi metode blok rasional mampu menghitung nilai hampiran dua buah titik secara bersamaan dalam satu iterasi. Selain itu metode blok rasional juga mempunyai penyelesaian yang lebih akurat dibandingkan dengan metode Euler dan metode Heun. Hal ini dapat dilihat melalui simulasi dengan komputer. Kesalahan dari metode blok rasional relatif lebih kecil dibandingkan metode Euler dan metode Heun.


(12)

x ABSTRACT

This final assignment discusses about numerical solutions to initial value problems using Runge-Kutta and rational block methods. The Runge-Kutta methods cosidered in this final assignment are the first order Runge-Kutta (Euler’s method) and the second order Runge-Kutta (Heun’s method). Both these Runge-Kutta numerical methods are often used to solve initial value problems.

Rational block method was introduced by Teh Yuan Ying and colleagues in 2014. This method is not widely known in general, so this method is rarely used. Rational block method is a combination of one-step and two-step methods where in the calculations, rational block method forms a block in which there are three points. Therefore, rational block method is able to calculate the approximation values of two points simultaniously in one iteration. Furthermore, rational block method also has more accurate solution than Euler’s and Heun’s methods. This can be seen in computer simulation. The error of rational block method is relatively smaller than those of Euler’s and Heun’s methods.


(13)

xi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan rahmat melimpah yang selalu diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Tugas akhir ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh penulis agar penulis dapat memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si.). Pada kesempatan kali ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Sudi Mungkasi, S.Si., M.Math.Sc., Ph.D. selaku dosen pembimbing

dan Dekan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma. 2. Bapak Hartono, S.Si., M.Sc., Ph.D. selaku Ketua Program Studi

Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma. 3. Romo Prof. Dr. Frans Susilo, S.J., Ibu Any Herawati, S.Si., M.Si., Bapak

Ig. Aris Dwiatmoko, M.Sc., Bapak Dr. rer. nat. Herry P. Suryawan, M.Si., dan Ibu Lusia Krismiyati Budiasih, S.Si., M.Si., selaku dosen-dosen Program Studi Matematika yang sangat membantu penulis selama proses menimba ilmu di Program Studi Matematika, Universitas Sanata Dharma. 4. Bapak/Ibu dosen dan karyawan yang selalu membantu dan memberikan

masukan dan dukungannya kepada penulis.

5. Kedua orang tuaku yang selalu mengingatkan dan memberi semangat untuk selalu belajar, berdoa dan berusaha.


(14)

xii

6. Keluarga besar F. B. Soeharto atas dukungan, semangat, dan motivasi yang selalu diberikan kepada penulis.

7. Teman-teman seperjuangan, mahasiswa/i Program Studi Matematika angkatan 2013 atas suka duka dan pahit manisnya pengalaman yang pernah kita jalani bersama.

8. Kakak tingkat dan adik tingkat mahasiswa/i Program Studi Matematika karena boleh mengenal, bercanda, berbagi suka duka bersama kalian. 9. Teman-teman OMK Gereja St. F. X. Kidul Loji Yogyakarta atas bantuan

dan dukungannya selama ini. Terima kasih karena selalu ada saat susah maupun senang.

10.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan tugas akhir ini. Oleh karena itu, penulis mohon kritik dan saran kepada pembaca supaya penulis dapat menyempurnakan karya ini. Semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan bagi kemajuan ilmu pengetahuan.

Yogyakarta, 20 Februari 2017 Penulis


(15)

xiii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ……..……..……..……..……..……..……..…... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………. iii

HALAMAN PENGESAHAN ……….……. iv

MOTTO ……… v

HALAMAN PERSEMBAHAN ……….. vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………... vii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ..… viii

ABSTRAK ……….. ix

ABSTRACT ………. x

KATA PENGANTAR ……… xi

DAFTAR ISI ……… xiii

BAB I: PENDAHULUAN ……….. 1

A. Latar Belakang ………

B. Rumusan Masalah ……….……… C. Batasan Masalah ……….…… D. Tujuan Penulisan ……… E. Manfaat Penulisan ……… F. Metode Penulisan ……… G. Sistematika Penulisan ………

1 3 4 4 4 5 5 BAB II: PERSAMAAN DIFERENSIAL DAN METODE NUMERIS…. 7


(16)

xiv

A. Persamaan Diferensial ……… 1. Definisi Persamaan Diferensial ………..……… 2. Klasifikasi Persamaan Diferensial ………..……. 3. Masalah Nilai Awal ………. 4. Teorema Eksistensi dan Ketunggalan ……….. B. Metode Pendekatan atas Nilai Fungsi ………

1. Deret Taylor ………

2. Metode Euler ………..………

3. Metode Heun ………..………

C. Penyelesaian Analitis Masalah Nilai Awal ……… 1. Persamaan Diferensial Biasa Tingkat Satu ……….……… 2. Persamaan Diferensial Biasa Tingkat Dua ……….……… 3. Penyelesaian Analitis Persamaan Diferensial Biasa ………

7 7 7 11 12 13 13 14 15 17 17 21 24

BAB III: METODE BLOK RASIONAL ………. 30 A. Metode Blok Rasional ……….. B. Penyelesaian Numeris Masalah Nilai Awal …………..…………

30 42 BAB IV: KEKONVERGENAN METODE NUMERIS ……… 53

A. Definisi dan Teorema untuk Kekonvergenan ……… B. Kekonvergenan Metode Euler ……… C. Kekonvergenan Metode Heun ……… D. Kekonvergenan Metode Blok Rasional ……….………

53 58 58 60

BAB V: PENUTUP ……….. 62


(17)

xv

B. Saran ………..…. 63

DAFTAR PUSTAKA ……… 64

LAMPIRAN 1……….. 66


(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam dunia sains dan teknik, model matematika sangat berguna untuk menyelesaikan berbagai macam persoalan yang ada. Ada berbagai macam model matematika yang bisa diterapkan, salah satunya model per-samaan matematika yang terdiri atas beberapa turunan fungsi yang tidak diketahui. Persamaan tersebut biasa disebut persamaan diferensial. Ber-dasarkan banyaknya variabel bebas, persamaan diferensial dibedakan men-jadi dua jenis, yaitu persamaan diferensial biasa dan persamaan diferensial parsial.

Pada tugas akhir ini akan dibahas mengenai penyelesaian masalah nilai awal dari suatu persamaan diferensial biasa. Persamaan diferensial biasa adalah persamaan yang memuat beberapa turunan dari fungsi yang tidak diketahui dan memuat satu variabel bebas. Untuk menyelesaikan suatu persamaan diferensial biasa diperlukan nilai awal. Persamaan diferensial yang disajikan bersama nilai awalnya disebut masalah nilai awal. Masalah nilai awal yang melibatkan turunan pertama dapat ditulis dalam bentuk:

= �( , ), = �

dengan merupakan variabel bebas, merupakan titik awal, dan � meru-pakan nilai awal di titik .


(19)

Ada dua cara yang bisa dilakukan untuk menyelesaikan masalah nilai awal, yaitu secara analitis dan numeris. Penyelesaian masalah nilai awal secara analitis tidak selalu mudah didapatkan. Ada beberapa bentuk persamaan diferensial yang sulit diselesaikan secara analitis. Jika masalah nilai awal sulit diselesaikan secara analitis, maka masalah nilai awal terse-but dapat dicoba diselesaikan secara numeris. Dalam tugas akhir ini akan dibahas penyelesaian masalah nilai awal suatu persamaan diferensial biasa secara numeris dengan menggunakan metode Euler, metode Heun, dan metode blok rasional.

Metode Euler dan metode Heun merupakan metode numeris yang sering digunakan untuk menyelesaikan masalah nilai awal, sedangkan metode blok rasional merupakan metode yang tidak terlalu populer dan oleh karena itu metode ini jarang digunakan. Akan tetapi, metode blok ra-sional mempunyai penghitungan yang lebih cepat dibandingkan dengan metode Euler dan metode Heun. Hal ini karena dalam satu iterasi, metode blok rasional mampu menghitung nilai pendekatan dua titik secara bersamaan. Penghitungan masalah nilai awal dengan metode blok rasional diilustrasikan dalam Gambar 1.


(20)

Gambar 1. Metode blok rasional

Dalam proses penghitungannya, metode blok rasional membentuk beberapa blok dengan setiap bloknya terdiri dari tiga titik. Untuk menghi-tung nilai dari titik-titik yang berada di dalam blok tersebut diperlukanlah nilai awal. Misal interval pengintegralan numerisnya adalah ∈ [ , ] ⊂ ℝ, maka = merupakan titik awalnya. Pada blok ke-k, nilai di titik

� digunakan untuk menghitung nilai �+ dan �+ . Pada blok ke-(� +

, nilai �+ yang telah diperoleh dari penghitungan sebelumnya digunakan untuk menghitung nilai �+ dan �+ . Proses penghitungan yang sama dilakukan pada blok-blok selanjutnya hingga mencapai titik akhir dari interval pengintegralannya, yaitu = . Jadi metode blok ra-sional mempunyai penghitungan numeris yang lebih cepat karena dalam satu iterasi, metode Blok Rasional mampu menghitung nilai dari dua titik secara bersamaan.

B. Rumusan Masalah


(21)

1. Bagaimana menyelesaikan masalah nilai awal dari suatu persa-maan diferensial biasa dengan menggunakan metode Euler, metode Heun, dan metode blok rasional?

2. Bagaimana kekonvergenan metode Euler, metode Heun, dan metode blok rasional?

C. Batasan Masalah

Masalah yang dibahas dalam tugas akhir ini terbatas pada penyelesaian masalah nilai awal dari suatu persamaan diferensial biasa tingkat satu dan tingkat dua.

D. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan tugas akhir ini:

1. Menyelesaikan masalah nilai awal dari suatu persamaan diferensial biasa secara numeris dengan menggunakan metode Euler, metode Heun, dan metode blok rasional.

2. Menganalisis kekonvergenan metode Euler, metode Heun, dan metode blok rasional dengan analisis numeris dan simulasi komput-er.

E. Manfaat penulisan

Manfaat penulisan dari tugas akhir ini yaitu kita dapat menyelesaikan ma-salah nilai awal dari suatu persamaan diferensial biasa secara numeris.


(22)

F. Metode Penulisan

Metode penulisan yang digunakan dalam tugas akhir ini yaitu studi pustaka dengan mempelajari buku-buku dan jurnal-jurnal yang berkaitan dengan persamaan diferensial dan metode numeris serta dengan simulasi komputer.

G. Sistematika Penulisan BAB I: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah C. Batasan Masalah D. Tujuan Penulisan E. Manfaat Penulisan F. Metode Penulisan G. Sistematika Penulisan

BAB II: PERSAMAAN DIFERENSIAL DAN METODE NUMERIS A. Persamaan Diferensial

1. Definisi Persamaan Diferensial 2. Klasifikasi Persamaan Diferensial 3. Masalah Nilai Awal

4. Teorema Eksistensi dan Ketunggalan B. Metode Pendekatan atas Nilai Fungsi


(23)

1. Deret Taylor 2. Metode Euler 3. Metode Heun

C. Penyelesaian Analitis Masalah Nilai Awal

1. Persamaan Diferensial Biasa Tingkat Satu 2. Persamaan Diferensial Biasa Tingkat Dua

3. Penyelesaian Analitis Persamaan Diferensial Biasa BAB III: METODE BLOK RASIONAL

A. Metode Blok Rasional

B. Penyelesaian Numeris Masalah Nilai Awal BAB IV: KEKONVERGENAN METODE NUMERIS

A. Definisi dan Teorema untuk Kekonvergenan B. Kekonvergenan Metode Euler

C. Kekonvergenan Metode Heun

D. Kekonvergenan Metode Blok Rasional BAB V: PENUTUP

A. Kesimpulan B. Saran


(24)

7

BAB II

PERSAMAAN DIFERENSIAL DAN METODE NUMERIS

Pada bab II ini akan dipaparkan beberapa pokok bahasan penting dalam persa-maan diferensial dan metode numeris.

A. Persamaan Diferensial

Pada bagian ini akan dibahas pengertian, klasifikasi dan contoh-contoh persamaan diferensial.

1. Definisi 2.1. (Persamaan Diferensial)

Persamaan Diferensial adalah suatu persamaan yang terdiri dari beberapa turunan fungsi yang tidak diketahui, yang menyatakan hubungan fungsi ter-sebut dengan turunan-turunannya. (Boyce, W. E. and R. C. DiPrima)

2. Klasifikasi Persamaan Diferensial

Berdasarkan beberapa kriteria, persamaan diferensial diklasifikasikan ke dalam beberapa jenis.

a.Persamaan Diferensial Biasa dan Parsial.

Salah satu klasifikasi penting dalam persamaan diferensial yaitu banyaknya variabel bebas yang terdapat dalam persamaan diferensial tersebut. Banyaknya variabel bebas dalam suatu persamaan diferensial akan menentukan jenis persamaan diferensial. Berdasarkan banyaknya variabel bebas, persamaan diferensial dibedakan menjadi dua jenis, yai-tu persamaan diferensial biasa dan persamaan diferensial parsial.


(25)

Definisi 2.2. (Persamaan Diferensial Biasa)

Persamaan Diferensial Biasa (PDB) adalah suatu persamaan diferensial yang hanya melibatkan turunan biasa dan mempunyai satu variabel bebas. (Boyce, W. E. and R. C. DiPrima)

Contoh persamaan diferensial biasa:

+ = (1)

+ − = (2)

+ 55 = (3)

+ = sin (4)

dengan merupakan variabel tak bebas dan merupakan variabel bebas. Persamaan (1) – (4) dapat ditulis dalam bentuk lain, yaitu:

′ + = (5)

′′ + ′ − = (6)

+ 5 = (7)

+ = sin (8)


(26)

Definisi 2.3. (Persamaan Diferensial Parsial)

Persamaan Diferensial parsial (PDP) adalah suatu persamaan diferensial yang melibatkan turunan parsial dan mempunyai lebih dari satu variabel bebas. (Boyce, W. E. and R. C. DiPrima)

Contoh persamaan diferensial parsial:

� ,

� +

� ,

� =

dengan , merupakan variabel tak bebas dan , merupakan varia-bel bebas.

b.Tingkat Persamaan Diferensial

Tingkat (orde) dari suatu persamaan diferensial adalah tingkat turunan tertinggi pada persamaan diferensial tersebut. Jika turunan tertinggi suatu persamaan diferensial adalah n, maka persamaan diferensial tersebut merupakan persamaan diferensial tingkat n. Contoh persamaan (1) merupakan persamaan diferensial tingkat satu, persa-maan (2) merupakan persapersa-maan diferensial tingkat dua dan persapersa-maan (3) merupakan persamaan diferensial tingkat sepuluh. Jadi, jika turunan tertinggi dari suatu persamaan diferensial adalah �, maka persamaan tersebut merupakan persamaan diferensial tingkat �. Berikut merupakan bentuk umum persamaan diferensial biasa berdasar tingkatannya.


(27)

′′ = , , ′ persamaan diferensial tingkat dua = ( , , ′, … , ) persamaan diferensial tingkat sepuluh = ( , ,, … , �− ) persamaan diferensial tingkat

c.Linier dan Non-Linier.

Salah satu klasifikasi penting pada persamaan diferensial adalah ketika persamaan diferensial tersebut bersifat linier atau non-linier.

Definisi 2.4. (Persamaan Diferensial Biasa Linier)

Persamaan diferensial biasa disebut linier jika ( , , ′, ′′, … . ,) = memuat semua suku fungsi linier dari var-iabel , ′, ′′, … . , � . (Boyce, W. E. and R. C. DiPrima)

Secara umum, persamaan diferensial biasa linier ditulis dalam bentuk:

+ �− + + = (9)

dengan , , , … , merupakan fungsi dari dan merupakan variabel tak bebas. Contoh dari persamaan diferensial biasa linier adalah persamaan (1) dan (2) karena kedua persamaan tersebut memenuhi bentuk seperti pada persamaan (9).


(28)

Definisi 2.5. (Persamaan Diferensial Biasa Non-linier)

Persamaan diferensial biasa disebut non-linier jika persamaan diferensial tersebut tidak memenuhi persamaan (9). (Boyce, W. E. and

R. C. DiPrima)

Contoh dari persamaan diferensial biasa non-linier adalah persamaan (4) karena pada persamaan tersebut terdapat fungsi y dan sin y.

3. Masalah Nilai Awal

Pada bagian ini akan dijelaskan pengertian masalah nilai awal dan contoh-contohnya.

Definisi 2.6. Masalah nilai awal

Masalah nilai awal adalah persamaan diferensial yang disajikan bersama dengan nilai awalnya. Misalkan masalah nilai awal untuk persamaan diferensial tingkat ke-� diberikan oleh:

( , , ′, … ,) = .

Hal ini berarti mencari penyelesaian persamaan diferensial pada interval I yang memenuhi kondisi awal,

= ,

= ,

�− =


(29)

dengan ∈ � dan , , … , �− merupakan suatu konstanta.

Contoh masalah nilai awal, yaitu:

= − , = (10)

′′ ++ = , = . ,= − (11)

= + , = . (12)

4. Teorema Eksistensi dan Ketunggalan

Teorema eksistensi dapat membantu untuk mencari tahu apakah penyelesaian masalah nilai awal tersebut ada atau tidak. Jika adalah fungsi kontinu yang melewati , , maka masalah nilai awal tersebut mempunyai penyelesaian. Selanjutnya, jika masalah nilai awal tersebut mempunyai penyelesaian, dapat diperiksa apakah penyelesaiannya tung-gal atau tidak. Oleh karena itu, untuk memeriksa ketungtung-galan dari penyelesaian masalah nilai awal tersebut dapat digunakan teorema ke-tunggalan. Jika , kontinu dan � juga kontinu, maka masalah nilai awal tersebut mempunyai penyelesaian yang tunggal. Lebih lanjut, diberikan teorema eksistensi dan ketunggalan sebagai berikut.

Teorema.

Diberikan masalah nilai awal:


(30)

Jika dan � adalah fungsi yang kontinu pada daerah � = { , : < < , < < }

yang memuat , , maka masalah nilai awal mempunyai penyelesaian tunggal pada interval − � ≤ ≤ + �, dengan � > .

Bukti: Dapat dilihat dalam buku referensi Fundamentals of Differential

Equations and Boundary Value Problem. (6th edition). Chapter 13.

B. Metode Pendekatan atas Nilai Fungsi

Pada bagian ini akan dibahas beberapa metode pendekatan antara lain deret Taylor, metode Euler dan metode Heun.

1. Deret Taylor

Misalkan dan semua turunannya, ′, ′′, ′′′, … kontinu di dalam interval [ , ]. Misalkan ∈[ , ], maka untuk nilai-nilai di sekitar dan ∈ [ , ], dapat diuraikan ke dalam deret Taylor:

= + −!+ + − �

�! � + .

Jika − = ℎ, maka deret Taylor dapat ditulis sebagai berikut:

= + ℎ! + +ℎ�

�! � + ,

atau dapat ditulis dalam notasi sigma sebagai berikut:

= ∑ℎ�! � � ∞

�=


(31)

2. Metode Euler

Metode Euler merupakan metode numeris yang sering digunakan dalam menyelesaikan masalah nilai awal. Metode Euler diperoleh dengan men-guraikan suatu fungsi ke dalam deret Taylor sampai dua suku awal. Metode ini mempunyai tingkat keakuratan satu.

Berikut ini rumusan dari metode Euler. Diberikan masalah nilai awal:

= , , = .

Misalkan = adalah hampiran nilai di titik dengan = + � ℎ untuk � = , , , … , . Metode Euler diturunkan dengan cara menguraikan �+ di sekitar ke dalam deret Taylor, sehingga diperoleh:

�+ = �+ �+ −! � �′ + �+ −! � �′′ + . Jika persamaan di atas dipotong sampai suku kedua, maka diperoleh:

�+ = �+ �+ −! � �′ + � ℎ ,

dengan � ℎ adalah suku sisa atau kesalahan pemotongan lokal dari metode Euler. Diketahui bahwa ′ = , dan ℎ = �+, maka persamaan tersebut menjadi:


(32)

3. Metode Heun

Metode Heun merupakan perbaikan dari metode Euler. Metode Euler mempunyai penghitungan yang lebih sederhana dibandingkan dengan metode Heun. Metode Heun merupakan metode Runge-Kutta tingkat dua. Bentuk umum penyelesaian persamaan diferensial biasa dengan menggunakan metode Runge-Kutta tingkat dua, yaitu:

�+ = �+ � + � ,

dengan � = ℎ �, dan � = ℎ + ℎ, + � .

Dari persamaan Runge-Kutta tingkat dua tersebut diketahui bahwa , , � , � adalah koefisien-koefisien yang tidak diketahui nilainya. Oleh karena itu akan dicari nilai dari koefisien-koefisien tersebut.

Misalkan,

= �, � ,

=� �, � ,

=� �, �

� .

Dengan menguraikan � ke dalam deret Taylor di sekitar , sampai suku tingkat satu, diperoleh:

� = ℎ � + ℎ, �+ �

= ℎ ( + ℎ� �, � + � � �, � )

= ℎ ( + ℎ + ℎ )


(33)

= ℎ + ℎ ( + ). Jadi,

�+ = �+ � + �

= �+ ℎ + ℎ + ℎ ( + )

= �+ ℎ + ℎ + ℎ ( + )

= �+ + ℎ + ℎ ( + ). (*)

Diketahui:

� = ( �, �)= , maka

′′

� = ′( �, �)=� +� ,

dengan menguraikan �+ ke dalam deret Taylor disekitar sampai suku tingkat dua, diperoleh:

�+ = �+ ℎ �′+ℎ �′′,

= �+ ℎ +ℎ (� +� ),

= �+ ℎ +ℎ ( + ). (**)

Agar persamaan (*) sama dengan persamaan (**) haruslah,

+ = ,

= , = .


(34)

= − = − ,

= = ,

= = .

Jadi metode Runge-Kutta tingkat dua mempunyai tak hingga banyak penyelesaian. Salah satu contoh metode Runge-Kutta tingkat dua yaitu metode Heun. Metode Heun merupakan penyelesaian khusus dari metode Runge-Kutta dengan mengambil

= , = , = = ,

sehingga diperoleh rumus metode Heun, yaitu:

�+ = �+ ℎ [ �, � + �+ , �+∗ ], dimana �+∗ = + ℎ �, .

C. Penyelesaian Analitis Masalah Nilai Awal

Sebelum masuk ke contoh penyelesaian persamaan diferensial biasa, terlebih dahulu akan dipaparkan beberapa metode penyelesaian persamaan diferensial biasa.

1. Persamaan Diferensial Biasa Tingkat Satu

Pada bagian ini akan dijelaskan teknik penyelesaian persamaan diferensial biasa tingkat satu, yaitu (a) persamaan diferensial biasa yang langsung diintegralkan, (b) persamaan diferensial biasa dengan variabel terpisah, (c) persamaan diferensial biasa linier, dan lain-lain.


(35)

a. Persamaan diferensial biasa yang bisa langsung diintegralkan. Akan dicari penyelesaian umum untuk persamaan diferensial biasa berikut:

= .

Dengan pengintegralan, diperoleh sebagai berikut: =

≡ =

≡ ∫ =∫

≡ = ∫ + �.

Jadi, diperoleh penyelesaian umum dari suatu persamaan diferensial biasa, yaitu:

= ∫ + �.

b. Persamaan diferensial biasa dengan variabel terpisah.

Akan dicari penyelesaian umum untuk persamaan diferensial biasa berikut:

= , .

Penyelesaian persamaan diferensial tersebut dapat dicari sebagai beri-kut.

Misalkan , = dengan fungsi dalam dan fungsi dalam . Sehingga diperoleh:


(36)

=

≡ = .

Dengan pegintegralan, diperoleh:

∫ =∫

≡ ∫ =∫ + �.

Jadi, diperoleh penyelesaian umum dari suatu persamaan diferensial biasa, yaitu:

∫ =∫ + �,

dengan � suatu konstanta.

c. Persamaan diferensial biasa linier

Akan dicari penyelesaian untuk persamaan diferensial biasa berikut:

+ = .

Persamaan diferensial biasa linier tingkat satu dapat diselesaikan dengan metode faktor integral. Berikut langkah-langkah mencari faktor integral.

Diberikan persamaan diferensial biasa linier tingkat satu. Persa-maan tersebut dikalikan dengan suatu fungsi � > dengan �

adalah fungsi dalam yang tidak diketahui nilainya. Sehingga


(37)

� + � = � . Persamaan tersebut dapat diubah menjadi,

[� ]= �

≡ � + � = � ,

sehingga diperoleh

= �

� =

Dengan pengintegralan diperoleh:

� =∫

≡ ln|� |=∫

≡ � = ∫ � � .

Diperoleh faktor integral, yaitu:

� = ∫ � � .

Karena faktor integral diketahui, maka dapat dicari penyelesaian dari persamaan diferensial biasa linier tingkat satu.

+ =

≡ � + � = �

≡ [� ] = � .


(38)

∫ [� ] = ∫ �

≡ � = ∫ � + �

= � [∫� + �],

dengan � adalah suatu konstanta. Jadi, diperoleh penyelesaian persa-maan diferensial biasa linier tingkat satu, yaitu:

= � [∫� + �].

2. Persamaan Diferensial Biasa Tingkat Dua

Pada bagian ini akan dijelaskan teknik penyelesaian persamaan diferensial biasa tingkat dua, yaitu (a) persamaan diferensial biasa koefisien konstan homogen, (b) persamaan diferensial biasa koefisien konstan non homogen.

a. Persamaan diferensial biasa koefisien konstan homogen

Diberikan persamaan diferensial biasa tingkat dua koefisien konstan homogen:

+ + =

dengan , , adalah konstanta. Misalkan penyelesaian umum persamaan diferensial biasa koefisien konstan homogen yaitu

= � . Maka dapat dicari turunan pertama dan kedua dari

penyelesaian tersebut, yaitu:

= ,


(39)

dengan adalah konstanta. Dengan mensubstitusikan ′ dan ′′ , diperoleh:

+ + =

≡ ′′ + + =

≡ � + + =

≡ + + = .

Diketahui bahwa ≠ , maka ( + + )= . Sehingga di-peroleh persamaan karakteristik ( + + )= . Dari persa-maan karakteristik diatas terdapat tiga kemungkinan dalam menen-tukan akar-akarnya.

1) Terdapat dua akar real berbeda, yaitu dan . 2) Terdapat satu akar real yang sama, yaitu = 3) Terdapat dua akar kompleks

Diasumsikan akar-akar dari persamaan karakteristik real berbeda. Dengan demikian diperoleh dua penyelesaian, yaitu:

= ,

= .

Jadi, penyelesaian umum persamaan diferensial biasa homogen ting-kat dua menjadi:

= + ,

atau

= � + ,


(40)

b. Persamaan diferensial biasa koefisien konstan non-homogen. Diberikan persamaan diferensial biasa tingkat dua koefisien konstan non-homogen:

+ + = ,

dengan , , adalah konstanta dan ≠ adalah fungsi dalam x. Penyelesaian persamaan diferensial biasa tingkat dua koefisien konstan non-homogen dapat diselesaikan dengan metode koefisien tak tentu. Misalkan � dan � adalah penyelesaian persamaan diferensial biasa tingkat dua koefisien konstan non-homogen, maka:

�′′+ �+ � = , dan

�′′+ �+ � = .

Dengan mengeliminasi kedua persamaan diferensial tersebut, di-peroleh:

�′′− �′′ + �− �+ � − � = .

Dengan kata lain, � − � adalah penyelesaian persamaan diferensial biasa tingkat dua koefisien konstan homogen. Diketahui bahwa per-samaan diferensial biasa tingkat dua koefisien konstan homogen mempunyai penyelesaian umum:

= + .

Hal ini berakibat,

� − � = � + � ,


(41)

� = � + � + � . Dengan mengambil = � dan � = � diperoleh:

= + + �,

dengan adalah penyelesaian umum persamaan diferensial biasa tingkat dua koefisien konstan homogen dan � adalah salah satu penyelesaian persamaan diferensial biasa tingkat dua koefisien kon-stan non-homogen.

3. Penyelesaian Analitis Persamaan Diferensial Biasa

Pada bagian ini diberikan tiga contoh masalah nilai awal yang akan diselesaikan secara analitis.

a. Contoh 1.

Diberikan masalah nilai awal

= − ,

dengan nilai awal = . Penyelesaian:

Persamaan ini merupakan persamaan diferensial biasa tingkat satu dengan variabel terpisah.

Dari

= − ,

dengan mengalikan disetiap ruasnya diperoleh:


(42)

Penyelesaian persamaan (i.1), yaitu: − = , dengan pengintegralan diperoleh:

− =∫ ,

− ln| | = + � , � = konstanta sehingga

ln| |= − − �, atau

= − − �.

Diketahui nilai awalnya = . Akan dicari penyelesaian khusus dari penyelesaian umumnya. Oleh karena itu, dengan mensubsti-tusikan = , diperoleh:

= − . − � = ,

atau

= , atau

= .

Jadi, diperoleh penyelesaian khususnya, yaitu: = − .

b. Contoh 2.


(43)

′′ ++ = , dengan nilai awal = . , ′ = − .

Penyelesaian:

Masalah nilai awal tersebut merupakan persamaan diferensial biasa tingkat dua dengan koefisien konstan homogen. Dari masalah nilai awal diketahui

′′ ++ = .

Misalkan penyelesaian umum persamaan diferensial biasa koefisien konstan homogen yaitu = � . Maka dapat dicari turunan pertama dan kedua dari penyelesaian umum tersebut, yaitu:

= ,

′′= ,

dengan ≠ . Dengan mensubstitusikan ′ dan ′′ ke dalam masa-lah nilai awal, maka diperoleh:

+ + =

≡ ( + + ) =

≡ + + = .

Diperoleh persamaan karakteristik:

+ + .

Dari persamaan karakteristik tersebut dapat dicari akar-akarnya, yaitu:

= − ,


(44)

Persamaan karakteristik tersebut mempunyai dua akar real berbeda. Dengan mensubstitusikan dan ke dalam penyelesaian umumnya, maka diperoleh:

= − ,

= − . Sehingga penyelesaian umumnya menjadi:

= +

= − +.

Diketahui nilai awalnya = . , ′ = − . Akan dicari penyelesaian khusus dari penyelesaian umumnya.

❖ Untuk = . .

Dengan mensubstitusikan = diperoleh

= − +=

≡ − . += .

≡ + = .

❖ Untuk ′ = − . Dari

= − +,

diperoleh

= −.

Dengan mensubstitusikan = diperoleh


(45)

≡ − − . = −

≡ − − = −

Dengan mengeliminasi dan diperoleh: = . ,

= .

Sehingga diperoleh penyelesaian khususnya, yaitu:

= . − +.

c. Contoh 3.

Diberikan masalah nilai awal

= + ,

dengan nilai awal = . Penyelesaian:

Masalah nilai awal tersebut merupakan persamaan diferensial biasa dengan variabel terpisah.

Dari

= + ,

karena + > maka dengan mengalikan + disetiap ruas, diperoleh:

+ = . (iii.1)

Penyelesaian umum persamaan (iii.1) diperoleh sebagai berikut:


(46)

dengan pengintegralan diperoleh

+ = ∫ ,

sehingga

arctan = + �,

atau

= tan + � .

Diketahui nilai awalnya = . Akan dicari penyelesaian khusus dari penyelesaian umumnya. Oleh karena itu, dengan mensubsti-tusikan = , diperoleh:

= tan + � = , atau

tan � = , atau

� =�. Jadi penyelesaian khususnya:

= tan +� .

Pada bab II ini, telah dipaparkan pengertian dan penyelesaian persamaan diferensial biasa secara analitis. Selain itu, disajikan pula metode numeris untuk masalah nilai awal dengan metode Euler dan metode Heun. Kedua metode terakhir ini (metode Euler dan metode Heun) akan dijadikan pembanding bagi metode blok rasional yang akan dipaparkan dalam bab III.


(47)

30 BAB III

METODE BLOK RASIONAL

A. Rumusan Metode Blok Rasional

Metode blok rasional merupakan suatu metode yang digunakan untuk me-nyelesaikan masalah nilai awal dari suatu persamaan diferensial biasa. Metode ini merupakan gabungan dari metode satu langkah dan metode dua langkah. Untuk menghitung nilai hampiran , metode blok rasional membentuk sebuah barisan blok dimana dalam satu blok terdiri dari tiga titik.

Diberikan masalah nilai awal sebagai berikut:

= , , = � (3.1.1)

dengan , : ℝ → ℝ dan , diasumsikan memenuhi semua syarat-syarat pada masalah nilai awal tersebut, sehingga masalah nilai awal mempunyai penyelesaian yang tunggal. Jika semua kondisi terpenuhi maka masalah nilai awal (3.1.1) mempunyai penyelesaian yang tunggal. Lebih lanjut, akan dipaparkan proses penghitungan metode blok rasional.

Misal akan dicari penyelesaian numeris dalam suatu interval atas variabel . Oleh karena itu, dibentuk interval pengintegralan numerisnya yaitu

∈ [ , ] ⊂ ℝ dengan adalah titik awal dan adalah titik akhir interval

atas variabel . Metode blok rasional mempunyai proses penghitungan yang sederhana, yaitu menghitung penyelesaian numeris dari suatu blok ke blok lainnya. Oleh karena itu, interval ∈ [ , ] ⊂ ℝ didiskretkan menjadi se-buah barisan titik-titik, sehingga menjadi:


(48)

{ , , … �, �+ , … , }⊂ ℝ

Setelah interval tersebut didiskretkan menjadi sebuah barisan titik-titik, kemudian barisan tersebut dibagi menjadi beberapa bagian ke dalam sebuah barisan blok dengan setiap blok terdiri dari tiga titik yang diilustrasikan seperti pada Gambar 1.

Gambar 1. Metode blok rasional.

Pada Gambar 1, dapat dilihat bahwa blok ke-� terdiri dari tiga titik yaitu �, �+ dan �+ . Pada blok ke-�, setiap titik di dalam blok tersebut dipisahkan oleh ukuran langkah ℎ yang konstan. Pada blok ke- � + , blok ini juga terdiri dari tiga titik, yaitu �+ , �+ dan �+ dengan setiap titik di dalam blok tersebut juga dipisahkan oleh ukuran langkah ℎ yang konstan. Lebih umum, setiap titik dalam interval atas variabel dipisahkan oleh suatu ukuran langkah ℎ yang konstan.

Untuk menghitung nilai hampiran pada setiap titik, maka terlebih da-hulu harus diketahui nilai awalnya. Jika nilai awal diketahui, maka nilai ham-piran pada setiap titik dapat dihitung. Dari Gambar 1 dapat dilihat, misalkan pada blok ke-� nilai hampiran diketahui. Disini nilai hampiran artinya nilai di titik atau bisa ditulis . Karena nilai hampiran


(49)

diketahui maka untuk menghitung nilai hampiran �+ diperlukan informasi pada titik sebelumnya, yaitu , . Dengan menggunakan metode rasional satu langkah, maka nilai hampiran �+ dapat dihitung. Selanjutnya, untuk menghitung nilai hampiran �+ diperlukan informasi pada titik sebelumnya, yaitu , dan �+ , �+ . Dengan menggunakan metode rasional dua langkah, maka nilai hampiran �+ dapat dihitung. Jadi, nilai hampiran di titik digunakan untuk menghitung nilai hampiran �+ dan �+ secara ber-samaan dalam satu iterasi.

Dengan proses yang sama, nilai hampiran �+ yang telah diperoleh dari penghitungan sebelumnya, digunakan untuk menghitung nilai hampiran �+ dengan metode rasional satu langkah dan menghitung nilai hampiran �+ dengan metode rasional dua langkah. Secara keseluruhan, proses penghi-tungan yang sama diulang sebanyak berhingga kali sampai mendapatkan nilai hampiran di titik akhir, yaitu .

Berikut ini merupakan analisis metode blok rasional. Pada sumbu- , dapat didefinisikan bahwa titik , �+ dan �+ diberikan oleh:

� = + � ℎ, (3.1.2)

�+ = + � + ℎ = �+ ℎ, (3.1.3)

�+ = + � + ℎ = �+ ℎ. (3.1.4)

Di sini adalah titik awal interval atas variabel x dan ℎ merupakan ukuran langkah yang konstan atau ℎ merupakan jarak antar titik yang saling berdeka-tan. Nilai h diperoleh dengan rumus ℎ =�� − �0


(50)

langkah pengintegralan. Untuk menghitung nilai hampiran di dalam interval tersebut, terlebih dahulu harus diasumsikan bahwa penyelesaian hampiran dari masalah nilai awal (3.1.1) direpresentasikan secara lokal pada interval [ � , �+ ] dengan hampiran rasional:

≈ � = + + (3.1.5)

dengan , dan adalah koefisien-koefiisen yang tidak diketahui nilainya. Hampiran rasional pada persamaan (3.1.5) harus melalui titik , dan �+ , �+ . Selain itu, harus diasumsikan pada titik tersebut turunannya diberikan oleh ′ = , dan " = ′ , . Untuk menghitung turunan dari hampiran rasional � dapat menggunakan rumus aturan rantai. Diberikan persamaan:

≈ � = + + .

Misalkan = + dan = + , maka rumus turunan aturan rantai dapat ditulis:

�′ = ′ − ′,

sehingga diperoleh,

�′ = + −+ +

= + −+


(51)

�′ merupakan turunan pertama dari hampiran rasional (3.1.5). Dengan menggunakan rumus yang sama, dapat dihitung turunan keduanya, yaitu

�" . Diberikan:

�′ = −+

Misalkan = − dan = + . Maka turunan keduanya yaitu:

�" = ′ − ′

= + − −+ +

=− −+ .

Dari informasi-informasi di titik , , maka diperoleh empat persamaan yang harus dipenuhi, yaitu:

� � = � = + +

� , (3.1.6)

� �+ = �+ = + + �+

�+ , (3.1.7)

�′ � = = −+

� ,

(3.1.8)

�" � = �′= − +

� =

− �

+ � , (3.1.9) dengan = , dan ′ = ′ , . Dari persamaan (3.1.6) – (3.1.9) dapat dilihat bahwa keempat persamaan tersebut mengandung koefisien , dan yang tidak diketahui nilainya. Oleh karena itu, untuk menghitung nilai hampiran �+ terlebih dahulu harus mengeliminasi ketiga koefisien tersebut


(52)

supaya dalam penyelesaiannya tidak terdapat koefisien , dan . Berikut adalah langkah-langkah mengeliminasi koefisien , dan .

�+ − � =

+ �+

+ �+ −

+ �

+ �

= + +�+ + �

�+ −

+ � + �+

+ �

= + �++ �+ + � �+

�+ + � −

+ �+ + �+ � �+

+ �+ + �

= � + +�+ − �+ + �

�+ + �

= � − �++ + �+ − �

�+ + �

= �− +�+ + �+ − �

�+ + �

= −ℎ + ℎ+

�+ + �

= ℎ +

�+ + � .

(3.1.10)

Dari persamaan (3.1.8) dan (3.1.3) diketahui

:

� + � = −+ dan �+ = �+ ℎ.

Dengan mensubstitusikan + dan + ℎ ke persamaan (3.1.10) di-peroleh:


(53)

ℎ −

+ �+ + � =

ℎ � + �

+ �+ ℎ

=ℎ �+ + �

� + ℎ.

(3.1.11)

Dari persamaan (3.1.9) diketahui

:

+ =− ��

��′

.

Dengan mensubstitusi − ��

′ ke persamaan (3.1.11) diperoleh:

+ �

+ � + ℎ =

− �

� ′

(− �

′ + ℎ)

= ℎ � −

� �′

(− � + ℎ �′

�′ )

= ℎ � −

� �′

(− � + ℎ �′

�′ )

= − ℎ �

� + ℎ �′

= ℎ �

�− ℎ �′∙ −

− ,

�+ − � =

ℎ ( )

�− ℎ �′

�+ = �+

ℎ ( )

�− ℎ �′


(54)

Hasil dari eliminasi ketiga koefisien ini merupakan metode rasional orde dua satu langkah. Metode ini merupakan rumus metode rasional III yang dapat dilihat pada karangan Lambert (1974):

�+ = �+

ℎ ( )

�− ℎ �′

(3.1.12)

Persamaan (3.1.12) adalah rumus yang akan digunakan untuk mencari nilai hampiran �+ dengan menggunakan informasi pada titik sebelumnya, yaitu

�, � .

Selanjutnya, untuk mencari nilai hampiran �+ , harus diasumsikan bahwa penyelesaian hampiran dari masalah nilai awal (3.1.1) direpresentasikan secara lokal pada interval [ , �+ ] dengan hampiran rasional yang sama pa-da persamaan (3.1.5). Karena nilai hampirannya berapa-da papa-da interval [ �, �+ ], maka hampiran rasional (3.1.5) harus melalui titik �, � , �+ , �+ dan �+ , �+ . Selain itu, harus diasumsikan pada ti-tik tersebut turunannya diberikan oleh ′= , . Metode yang digunakan untuk menghitung nilai hampiran �+ adalah metode dua langkah. Oleh ka-rena itu, untuk menghitung nilai hampiran �+ diperlukan informasi-informasi di titik , dan �+ , �+ sehingga diperoleh lima persamaan yang harus dipenuhi, yaitu:

� � = � = + +

� , (3.1.13)

� �+ = �+ = + + �+


(55)

� �+ = �+ = + + �+

�+ , (3.1.15)

�′ � = = −+

� ,

(3.1.16)

�′ �+ = �+ = −+ �+ , (3.1.17) dengan = , dan �+ = �+ , �+ . Dari persamaan (3.1.13) – (3.1.17) dapat dilihat bahwa kelima persamaan tersebut mengandung koefisien

, , dan yang tidak diketahui nilainya, maka untuk menghitung nilai �+ terlebih dahulu harus mengeliminasi , , dan �. Berikut adalah langkah-langkah mengeliminasi koefisien , , dan .

�+ − �+ =

+ �+

+ �+ −

+ �+

+ �+

= + + �+ + �+

�+ + �+ −

= + + �+ ∙ + �+

�+ + �+

= + �++ + �+ + �+ �+

�+ + �+ −

+ �+ + �+ + �+ �+

+ �+ + �+

= �+ + +�+ − �+ + �+

�+ + �+

= �+ − +�+ + �+ − �+

�+ + �+

= �+ − +�+ + �+ − �+


(56)

= + −ℎ + ℎ

�+ + �+

= +ℎ −

�+ + �+ .

(3.1.18)

Dari (3.1.17) dan (3.1.4) diketahui:

�+ + �+ = −+

�+ dan �+ = �+ ℎ.

Dengan mensubstitusi �+ + �+ dan + ℎ ke persamaan (3.1.18) diperoleh:

ℎ −

+ �+ + �+ =

�+ + �+

+ �+ ℎ

= ℎ �+

( + � + ℎ

+ �+ )

= ℎ �+

( + �

+ �+ +

+ �+ )

. (3.1.19)

Dari (3.1.10) diketahui:

�+ − � = +ℎ −

�+ + �

( �+). + � = +ℎ −

�+ + � . ( + � ℎ ) ( �+) + � ℎ = −

+ �+ . (3.1.20)

Dari (3.1.17) diketahui:

�+ + �+ = −+ �+ . (3.1.21) Dengan mensubstitusikan persamaan (3.1.20) ke persamaan (3.1.21) di-peroleh:


(57)

�+ + �+ = �+ − � + � ℎ

≡ �+ ℎ

�+ − � =

+ �

+ �+ .

Dengan mensubstitusi �+ ℎ

�+ − � ke persamaan (3.1.19), diperoleh:

ℎ −

+ �+ + �+ =

�+

( ++ �

�+ +

+ �+ )

= ℎ �+

( ℎ �+

�+ − �+

+ �+ )

= ℎ �+

[ℎ �+ + �+ + ℎ �+ − �

�+ − � + �+ ]

= ℎ �+ �+ − � + �+

�+ + �+ + ℎ �+ − � ∙

( + �+ )

( + �+ )

= ℎ �+ �+ − �

[ℎ �+ + ℎ +�+ − �

�+ ]

. (3.1.22)

Agar rumus metode rasional dari II Lambert (1974) sama dengan persamaan (3.1.22), maka harus dibuktikan:

�+ − � − ℎ �+ = ℎ �+ + ℎ +�+ − �

�+ ≡

�+ − � − ℎ �+ = ℎ +�+ − �

�+

+

�+ =

[ �+ − � − ℎ �+ ]

ℎ �+ − �

= �+ − � − ℎ �+


(58)

≡ + �+ = ℎ �+ − �

�+ − � − ℎ �+ .

Dengan mensubstitusikan + �+ ke persamaan (3.1.22), diperoleh:

�+ − �+ =

ℎ �+ �+ − �

[ℎ �+ + ℎ +�+ − �

�+ ]

= ℎ �+ �+ − �

[ℎ �+ + ℎ �+ − �

( ℎ �+ − �

�+ − � − ℎ �+ )

]

= ℎ �+ �+ − �

�+ + [ �+ − � − ℎ �+ ]

= ℎ �+ �+ − �

�+ + �+ − � − ℎ �+

= ℎ �+ �+ − �

�+ − � − ℎ �+ .

Hasil dari eliminasi keempat koefisien tersebut merupakan metode rasional orde tiga dua langkah. Metode ini merupakan rumus metode II yang dapat dilihat pada karangan Lambert (1974):

�+ = �+ +

�+ �+

( �+)− ℎ �+ . (3.1.23) Persamaan (3.1.23) adalah rumus yang akan digunakan untuk mencari nilai hampiran �+ dengan menggunakan informasi pada titik sebelumnya, yaitu

�, � dan �+ , �+ .

Jadi, metode blok rasional didasarkan pada hampiran rasional (3.1.5) yang terdiri dari dua rumus, yaitu rumus (3.1.12) dan rumus (3.1.23). Penerapan


(59)

dari metode blok rasional agak sederhana. Jika nilai diketahui, maka dapat dihitung nilai hampiran �+ dengan menggunakan rumus (3.1.12), setelah itu dihitung nilai hampiran �+ dengan menggunakan rumus (3.1.23).

B. Penyelesaian Numeris Masalah Nilai Awal

Pada bagian ini akan diselesaikan contoh-contoh masalah nilai awal pada bab II dengan menggunakan metode Euler, metode Heun dan metode blok ra-sional. Selain mencari penyelesaiannya, akan dicari pula kesalahan (error) maksimum dari setiap metode numeris (metode Euler, metode Heun dan metode blok rasional) yang digunakan untuk menyelesaikan masalah nilai awal tersebut. Oleh karena itu, perlu didefinisikan kesalahan maksimum se-bagai berikut:

� = max� �| n |

dengan N adalah banyaknya langkah pengintegralan, n adalah penyelesaian numeris pada langkah ke-� dan adalah penyelesaian eksak pada langkah ke-�. Untuk mempermudah penghitungan dan menggambar penyelesaiannya, maka digunakan software MATLAB. Berikut diberikan tiga contoh masalah nilai awal seperti yang sudah dikerjakan secara analitis pada bab II.

1. Contoh 1

Diberikan masalah nilai awal sebagai berikut:


(60)

Masalah nilai awal tersebut merupakan persamaan diferensial biasa tingkat satu dengan variabel terpisah. Berdasarkan penyelesaian analitis masalah nilai awal pada bab II, diperoleh penyelesaian eksaknya, yaitu:

= − �. (3.2.1)

Persamaan (3.2.1) merupakan penyelesaian khusus (penyelesaian eksak) dari Contoh 1. Karena penyelesaian eksak diketahui, maka dapat dihitung kesalahan maksimum dari setiap metode numeris.

Tabel 1. Kesalahan maksimum untuk Contoh 1

� Euler Heun Blok Rasional 32 0.066654 0.007616 0.003021 64 0.030792 0.001683 0.000749 128 0.014851 0.000397 0.000187 256 0.007304 0.000096 0.000047 Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa kesalahan maksimum dari metode blok rasional lebih kecil dibandingkan dengan kedua metode numeris lainnya (metode Euler dan metode Heun). Hal ini berarti metode blok rasional mempunyai penyelesaian numeris yang lebih akurat dibandingkan dengan metode Euler dan metode Heun. Hal tersebut juga diperlihatkan pada Gambar 2 dan Gambar 3, untuk � = metode blok rasional mempunyai kesalahan maksimum yang lebih kecil dari metode Euler dan metode Heun.


(61)

Gambar 2. Penyelesaian eksak dan numeris untuk Contoh 1.


(62)

Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa penyelesaian ketiga metode numeris tersebut selalu mendekati penyelesaian eksaknya. Hal ini berarti ketiga metode numeris tersebut cukup baik sebagai pendekatan penyelesaian eksaknya. Selain itu, ketiga metode numeris tersebut dapat menyelesaikan masalah nilai awal tersebut dengan baik. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 3 dengan kesalahan maksimum dari metode numeris tersebut kurang dari sama dengan 0.066654. Jadi dapat disim-pulkan bahwa dengan nilai kesalahan maksimum yang kecil

. , maka ketiga metode numeris tersebut dapat menyelesaikan masalah nilai awal pada Contoh 1 dengan baik.

2. Contoh 2

Diberikan masalah nilai awal sebagai berikut:

′′ ++ = ,

= . , ′ = − , ∈ [ , ].

Masalah nilai awal tersebut merupakan persamaan diferensial biasa tingkat dua dengan koefisien konstan homogen. Karena ketiga metode numeris tersebut tidak dapat menyelesaikan persamaan diferensial biasa tingkat dua, maka persamaaan diferensial tersebut harus diubah ke ben-tuk persamaan diferensial biasa tingkat satu.

Misal:

= , dengan = .


(63)

= − , dengan = − .

Berdasarkan penyelesaian analitis masalah nilai awal pada bab II, di-peroleh penyelesaian eksaknya, yaitu:

= . − +.

Karena diketahui, maka dapat dihitung ′ = . Sehingga

di-peroleh:

= − − .

Dari penyelesaian eksak tersebut, dapat dicari kesalahan maksimum dari penyelesaian numerisnya.

Table 2. Kesalahan maksimum untuk Contoh 2

� Euler Heun Blok Rasional 32 298872461.45 1.253348 x

10^12

0.017842

64 0.007843 0.004487 0.003982 128 0.002421 0.000661 0.000940 256 0.000880 0.000126 0.000233

Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa untuk � yang berukuran kecil (pada masalah

ini yaitu � = ) metode Euler dan metode Heun mempunyai kesalahan

maksimum yang sangat besar. Hal ini terjadi karena ketidakstabilan metode

Euler dan metode Heun untuk nilai � yang berukuran kecil. Namun demikian,

hal tersebut tidak berlaku untuk metode blok rasional. Metode ini mampu menyelesaikan masalah nilai awal dengan baik, dengan kesalahan maksimum 0.017842. Jika diambil nilai � yang lebih besar, metode Euler dan metode Heun mampu menyelesaikan masalah nilai awal ini dengan baik. Hal tersebut


(64)

dapat dilihat untuk � = , metode Euler dan metode Heun mempunyai

kesalahan maksimum yang sangat kecil . . Dengan mengambil

nilai � yang semakin besar, maka kesalahan maksimum dari ketiga metode numeris tersebut akan semakin kecil. Berikut ini adalah gambar penyelesaian

numeris dan kesalahan maksimum dari ketiga metode numeris untuk � =

.


(65)

Gambar 5. Kesalahan penyelesaian numeris untuk Contoh 2. Pada Gambar 4 dan Gambar 5 dapat dilihat bahwa penyelesaian ketiga metode numeris tersebut konvergen ke penyelesaian eksaknya. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2 yang menyatakan bahwa ketiga metode numeris tersebut

mempunyai kesalahan maksimum yang sangat kecil . . Untuk

� = , metode Heun mempunyai penyelesaian numeris yang lebih akurat

dibandingkan dengan metode Euler dan metode blok rasional, namun kelema-han metode Heun adalah tidak dapat menyelesaikan masalah nilai awal untuk

� = . Jadi, dapat disimpulkan bahwa semakin besar nilai �, maka akan semakin pendek jarak tiap titik ℎ . Hal ini mengakibatkan kesalahan dari metode numeris tersebut juga akan semakin kecil seiring dengan

bertambahnya nilai �. Oleh karena itu, ketiga metode numeris tersebut dapat


(66)

3. Contoh 3

Diberikan masalah nilai awal sebagai berikut:

= + , = , ∈ [ , ].

Masalah nilai awal tersebut merupakan persamaan diferensial biasa tingkat satu dengan variable terpisah. Berdasarkan penyelesaian analitis masalah nilai awal pada bab II, diperoleh penyelesaian eksaknya, yaitu:

= tan +� .

Penyelesaian eksak tersebut mempunyai titik singular yaitu = �. Jika =� maka nilai = tan � akan menuju tak hingga (infinity). Dari penyelesaian khusus tersebut, dapat dicari kesalahan maksimum dari penyelesaian numeris.

Tabel 3. Kesalahan maksimum untuk contoh 3. Disini inf adalah infinity.

� Euler Heun Rational Block 32 186471279.48 inf 13.92

64 Inf inf 3.64

128 Inf inf 1.20

256 Inf inf 67.13

Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa untuk � berukuran kecil maupun be-sar, metode Euler dan metode Heun tidak dapat menyelesaikan masalah nilai awal tersebut. Hal ini terjadi karena saat = ð metode Euler dan metode Heun mempunyai penyelesaian numeris yang divergen. Jadi un-tuk x selanjutnya, penyelesaian numeris tersebut akan selalu bernilai tak


(67)

hingga (inf). Namun hal ini tidak berlaku untuk metode blok rasional, metode ini mampu menyelesaikan masalah nilai awal dengan cukup baik. Walaupun metode blok rasional mampu menyelesaikan masalah nilai awal ini dengan cukup baik, metode ini mempunyai kesalahan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 3, kesalahan maksimum dari metode blok rasional . . Secara khusus untuk � = , metode ini mempunyai penyelesaian numeris, yaitu 67.13. Berikut ini adalah gambar penyelesaian numeris dan kesalahan maksimum untuk � = .


(68)

Gambar 7. Kesalahan penyelesaian numeris untuk Contoh 3. Dapat dilihat pada Gambar 6 bahwa metode Euler dan metode Heun divergen. Berbeda dengan metode blok rasional, metode ini konvergen ke penyelesaian eksaknya. Dapat dilihat pula pada Gambar 7 bahwa kesalahan maksimum dari metode Euler dan metode Heun menuju tak hingga. Jadi, dapat disimpulkan bahwa metode blok rasional mampu menyelesaikan masalah nilai awal terse-but dengan cukup baik, sementara metode Euler dan metode Heun tidak dapat menyelesaikan masalah nilai awal tersebut dengan baik.

Pada bab III bagian B telah dihitung penyelesaian numeris masalah nilai awal untuk contoh 1, contoh 2 dan contoh 3 dengan menggunakan metode Euler, metode Heun dan metode blok rasional. Dari penghitungan numeris ini diperoleh hasil bahwa metode blok rasional mempunyai hampiran penyelesaian yang lebih baik dibandingkan dengan metode Euler dan metode Heun.


(69)

Selanjutnya, diberikan tiga contoh masalah nilai awal (contoh 4, contoh 5 dan contoh 6) yang berbeda dengan contoh masalah nilai awal pada bab III. Ketiga contoh masalah nilai awal ini (contoh 4, contoh 5 dan contoh 6) dihitung dan diselesaikan dengan menggunakan metode Euler, metode Heun dan metode blok rasional. Penghitungan ini dilakukan untuk melihat apakah metode blok rasional juga mempunyai penyelesaian yang lebih baik dibandingkan dengan metode Euler dan metode Heun. Hasil dari penghitungan numeris ini yaitu metode blok rasional juga mempunyai penyelesaian yang lebih baik dibandingkan dengan metode Euler dan metode Heun. Contoh masalah nilai awal dan kesalahan maksimumnya dapat dilihat pada lampiran 1.


(70)

53 BAB IV

KEKONVERGENAN METODE NUMERIS

Pada bab ini akan dibahas kekonvergenan metode Euler, metode Heun dan metode blok rasional.

A. Definisi dan Teorema untuk Kekonvergenan Definisi 4.1. Kesalahan pemotongan lokal

Diberikan metode satu langkah sebagai berikut: = �

+ = + ℎ ,

untuk setiap = , , , … , − . Metode satu langkah tersebut mempunyai kesalahan pemotongan lokal sebagai berikut:

� + ℎ = + −( + ℎ , )= +− − ,

untuk setiap = , , , … , − , dimana dan + adalah penyelesaian pada titik dan + .

Definisi 4.2. Kekonsistenan

Metode satu langkah dikatakan konsisten jika, lim

ℎ→ max|� ℎ |=

dengan � ℎ adalah kesalahan pemotongan lokal pada langkah ke-n.

Definisi 4.3. Kekonvergenan


(71)

lim

ℎ→ max | − | =

dengan adalah penyelesaian numeris pada langkah ke- dan adalah penyelesaian eksak. Pada bab III telah didefinisikan kesalahan maksimum pemotongan global, yaitu:

= max | − |

Dengan kata lain suatu metode satu langkah dikatakan konvergen ke penyelesaian eksanya jika = ketika ℎ → .

Definisi 4.4. Syarat Lipschitz

Suatu fungsi , dikatakan memenuhi syarat Lipschitz pada sebuah himpunan � ⊂ ℝ jika terdapat konstanta > dengan

| ( , )− , | | − |

Untuk sebarang ( , ) dan , di �. Konstanta disebut konstanta Lipschitz untuk .

Contoh 4.5.

Tunjukkan bahwa , = | | memenuhi syarat Lipschitz pada interval � = { , | dan − }

Jawab:

Untuk setiap pasangan titik ( , ) dan ( , ) di D, diperoleh:

| ( , )− , | | | | − | ||


(72)

|| | − | ||

dengan demikian , memenuhi syarat Lipschitz di D dengan konstanta Lipschitz = .

Lemma 4.6.

Untuk setiap − dan > , berlaku + �. Bukti:

Dengan menerapkan Teorema Taylor untuk = �, = dan = , diperoleh:

= + −! + −!,

= + − + − �,

= + + �,

dengan < � < . Dari persamaan di atas diperoleh:

+ + + � =.

Karena + , maka

+ �.

Teorema 4.7.

Misalkan syarat Lipschitz dengan konstanta Lipschitz dan kesalahan pemotongan lokal terbatas oleh � ℎ � ℎ = max|� ℎ |, maka kesalahan pemotongan global terbatas oleh:


(73)

| − | � ℎ [ x−x − ]. Bukti:

Dari definisi kekonvergenan diketahui bahwa adalah kesalahan pemotongan global dan � ℎ adalah kesalahan pemotongan lokal. Diketahui bahwa = , oleh karena itu dapat dicari:

+ = | + − + |

= | + ℎ , − + |

= | − − ℎ [ + − − , ]|

= | − − ℎ [ + − − , ]

+ ℎ[ , − , ]|

| − | − ℎ | + − − , |

+ ℎ| , − , |.

Dengan menerapkan definisi kesalahan pemotongan lokal dan syarat Lipschitz, maka diperoleh:

+ | | − ℎ|� ℎ | + ℎ | − |

| | − ℎ|� ℎ | + ℎ | | | | + ℎ − ℎ|� ℎ |. Dari hasil di atas dapat dicari nilai dari | |, yaitu:

| | = 0,


(74)

| | | | + ℎ + ℎ|� ℎ | ℎ|� ℎ | + ℎ + ℎ|� ℎ |

= ℎ|� ℎ | + + ℎ ,

| | | | + ℎ + ℎ|� ℎ |.

= ℎ|� ℎ | [ + + ℎ + + + ℎ − ].

Diketahui bahwa + + ℎ + + + ℎ − merupakan deret geometri dengan rasio � = + ℎ . Karena � > , maka jumlahan suku deret geometri tersebut dapat ditulis menjadi:

+ ℎ −

+ ℎ − = + ℎ ℎ − .

Sehingga diperoleh,

| | ℎ|� ℎ | + ℎ −

ℎ � ℎ [ + ℎ − ].

Berdasarkan Lemma 4.6, diperoleh,

| | � ℎ [ ℎ ].

Diketahui bahwa = + ℎ atau ℎ =��−�0 sehingga,

| | � ℎ [ − − ] � ℎ [ x−x ].

Dari Teorema 4.7. dapat disimpulkan bahwa saat � ℎ = , maka = . Dengan kata lain, jika suatu metode satu langkah konsisten maka metode tersebut konvergen.


(75)

B. Kekonvergenan Metode Euler

Diketahui bahwa metode Euler mempunyai persamaan:

+ = + ℎ ( , ).

Jika persamaan Euler diuraikan ke dalam deret Taylor maka diperoleh:

+ = + + −! ′ + + −! ′′ �

dengan � + . Metode Euler diperoleh dengan memotong dua suku awal, oleh karena itu diperoleh:

+ = + ℎ ′ + ℎ ′′ �

dengan ℎ ′′ � = � ℎ adalah kesalahan pemotongan lokal. Misalkan | ′′ � | , maka dapat dicari kesalahan pemotongan global dari metode Euler, yaitu:

| | � ℎ [ x−x0 �− ]

[ x−x0 �− ]. Berdasarkan definisi kekonvergenan, maka:

lim

ℎ→ max |

[ x−x − ]|= .

Karena | |= , maka metode Euler konvergen.

C. Kekonvergenan Metode Heun

Misalkan � + adalah penyelesaian eksak di titik + dan + adalah penyelesaian numeris di titik + . Jika � + diuraikankan ke dalam deret Taylor, maka diperoleh:


(76)

� + = + + −

! ′ + +

! ′′ +

+ −

! ′′′ �

= + ℎ ′+ℎ ′′+

6 ′′′ � .

Misalkan ′ = ( , )= dan � + , maka diperoleh:

+ = + ℎ +ℎ ′+

6 ′′ � . (*)

Diketahui bahwa metode Heun mempunyai persamaan sebagai berikut:

+ = + ℎ [ , + + , + ∗ ]

dengan + ∗= + ℎ ( , ). Jika + , + ∗ diuraikankan ke dalam deret Taylor di sekitar , maka diperoleh:

+ , + ∗ = + , +

= + ℎ ′+ℎ ′′ � .

Sehingga metode Heun dapat ditulis sebagai berikut:

+ = + ℎ [ , + + , + ∗ ]

= + ℎ [ + + ℎ ′+ ′′ � ]

= + ℎ + ℎ ′+ ′′ � ,

+ = + ℎ +ℎ ′+ℎ ′′ � . (**)


(77)

+ − + = + ℎ +ℎ ′+ℎ6 ′′ �

− + ℎ +ℎ ′+ ′′ �

=ℎ

6 ′′ � −

ℎ ′′ �

= −ℎ ′′ � .

Jadi, diperoleh kesalahan pemotongan lokal metode Heun yaitu −ℎ3 ′′ � = −ℎ3 ′′′ � . Karena metode Heun memotong deret Taylor + di sekitar sampai tingkat kedua, maka metode Heun memiliki tingkat keakuratan yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode Euler. Misalkan | ′′′ � | , maka dapat dicari kesalahan pemotongan global dari metode Heun, yaitu:

| | � ℎ [ x−x0 �− ]

−ℎ [ x−x0 �− ]. Berdasarkan definisi kekonvergenan, maka:

lim

ℎ→ max | −

[ x−x − ]|= .

Karena | |= , maka metode Heun konvergen.

D. Kekonvergenan Metode Blok Rasional

Berdasarkan simulasi pada bab III, Contoh 1, Contoh 2, Contoh 3 dapat dilihat bahwa secara keseluruhan kekonvergenan metode blok rasional lebih


(78)

baik dibandingkan dengan metode Euler dan metode Heun. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 1, Tabel 2, Tabel 3 dan Gambar 2, Gambar 4, Gambar 6 dimana penyelesaian metode blok rasional selalu konvergen ke penyelesaian eksaknya. Teori kekonvergenan metode blok rasional dapat dilihat dalam makalah Teh, dkk (2014).


(79)

62 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Ada dua cara yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah nilai awal, yaitu dengan cara analitis atau dengan cara numeris. Penyelesaian masalah nilai awal secara numeris dapat dilakukan dengan berbagai macam metode. Dalam tugas akhir ini digunakan tiga macam metode numeris, yaitu metode Euler, metode Heun, dan metode blok rasional. Dari analisis numeris dan simulasi-simulasi yang telah dilakukan pada bab III, diperoleh hasil bahwa metode blok rasional mempunyai penyelesaian yang lebih baik dibandingkan dengan metode Euler dan metode Heun. Secara umum, metode blok rasional dapat menyelesaikan masalah nilai awal dengan cukup baik. Maksud dari cukup baik di sini yaitu bahwa metode blok rasional mempunyai penyelesaian yang selalu mendekati penyelesaian eksaknya. Hal ini berbeda dengan metode Euler dan metode Heun. Metode Euler dan metode Heun dapat dengan baik menyelesaikan masalah nilai awal tertentu, namun metode Euler dan metode Heun tidak dapat menyelesaikan masalah nilai awal untuk masalah tertentu yang lain. Kelemahan metode Euler dan metode Heun yaitu kedua metode tersebut tidak dapat menyelesaikan masalah nilai awal yang mempunyai titik singular.


(80)

B. Saran

Tugas akhir ini membahas tentang penyelesaian masalah nilai awal dengan menggunakan metode Euler, metode Heun dan metode blok rasional. Tentu masih banyak kekurangan dalam tugas akhir ini. Dalam tugas akhir ini hanya dibahas masalah nilai awal persamaan diferensial biasa linier koefisien konstan homogen tingkat satu dan dua. Saran dari penulis, tugas akhir ini bisa dikembangkan untuk menyelesaikan masalah nilai awal persamaan diferensial biasa non linier koefisien konstan non homogen tingkat tiga, empat, atau tingkat yang lebih tinggi dan dapat ditambahkan pula syarat bagaimana menentukan bahwa kesalahan penghitungan sudah dikatakan baik.


(81)

64

Daftar Pustaka

Boyce, W. E. and R. C. DiPrima. (2012). Elementary Differential Equation and

Boundary Value Problem. (10th Edition). New York: John Wiley & Sons,

Inc.

Burden, R. L. and J. D. Faires. (2011). Numerical Analysis. (9th edition). Boston: PWS Publishing Company.

Hackbusch, W. (2014). The Concept of Stability in Numerical Mathematics. Berlin: Springer-Verlag.

https://mtaufiknt.files.wordpress.com/2009/10/bab5-metnum-untuk-mna.pdf. Diakses tanggal 15 Januari 2017.

Lambert, J. D. (1974). Two unconventional classes of methods for stiff systems,

Stiff Differential Equations, edited by Willoughby R. A. New York:

Plenum Press. 171-186.

Mungkasi, S. (2014). Metode rasional eksplisit untuk masalah nilai awal.

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains IX, 21 Juni 2014,

UKSW, Salatiga, Indonesia, 629-635.

Mungkasi, S. dan A. Christian. (2017). Runge-Kutta and rational block methods for solving initial value problems, Journal of Physics: Conference Series 795(1):012040.

Munir, L. (2007). Metode Numerik: Revisi kedua. Bandung: Informatika.

Nagle, R. K., E. B. Saff, and A. D. Snider. (2012). Fundamentals of Differential

Equations and Boundary Value Problem. (6th edition). Boston: Pearson.

Nagle, R. K., E. B. Saff, and A. D. Snider. (2012). Fundamentals of Differential

Equations. (8th edition). Boston: Pearson.

Teh, Y. Y., Z. Omar, and K. H. Mansor. (2014). An A-stable explicit rational block method for the numerical solution of initial value problem.

Proceedings of the International Conference on the Analysis and Mathematical Applications in Engineering and Science, 19-22 January

2014, CSRI, Curtin University, Sarawak, Malaysia, pp 233-241.

Teh, Y. Y., Z. Omar, and K. H. Mansor. (2014). rational block method for the numerical solution of first order initial value problem I: Concepts and Ideas. Global Journal of Pure and Applied Mathematics. 12(4): 3787-3808.


(82)

Teh, Y. Y., Z. Omar, and K. H. Mansor. (2014). rational block method for the numerical solution of first order initial value problem II: A-stability and L-stability. Global Journal of Pure and Applied Mathematics. 12(4): 3809-3829.


(1)

%% Penyelesaian eksak

y_eksak=exp(-10.*x);

%% Plot grafik

figure

plot(x,y_eksak, 'k*'); %plot y eksak

hold on grid on

plot(x,y,'bo'); %plot euler

plot(x,H,'r-'); %plot heun

plot(x,B,'g>'); %plot metode 2 dan 3

%keterangan grafik

title('Penyelesaian eksak dan numeris untuk N=32') xlabel('x')

ylabel('y')

legend('eksak','Euler','Heun','Blok Rasional')

%display penyelesaian eksak dan numeris

A=[y_eksak' y H B];

disp(' eksak Euler Heun Blok Rasional') disp('======================================================') disp(A)

%% Penghitungan kesalahan numeris

Error_E=abs(y_eksak'-y); %Kesalahan Euler

Error_H=abs(y_eksak'-H); %Kesalahan Heun

Error_B=abs(y_eksak'-B); %Kesalahan blok rasional

error=[Error_E Error_H Error_B]; disp('error')

disp('Euler Heun Blok Rasional') disp('======================================================') disp(error)

%Kesalahan maksimum

max=[max(Error_E) max(Error_H) max(Error_B)]; disp('kesalahan maksimum')

disp('Euler Heun Blok Rasional') disp('======================================================') disp(max)

%% plot kesalahan numeris

figure

plot(x,Error_E,'bo') %plot kesalahan maksimum Euler

hold on grid on

plot(x,Error_H,'r-') %plot kesalahan maksimum Heun

plot(x,Error_B,'g>') %plot kesalahan maksimum blok rasional

%keterangan grafik

title('Kesalahan penyelesaian numeris untuk N=32') xlabel('x')

ylabel('y') grid on


(2)

legend('Euler','Heun','Blok Rasional')

B.

Program untuk contoh 2

clear clc

format long x0=0; %x awal

y0=1.01; %y awal

z0=-2;%z awal

xb=1; %x akhir

N=128; %banyaknya langkah pengintegralan

h=(xb-x0)/N; %ukuran-langkah

%misalkan y=y %f: y'=z

%g: y"=z'=-101z-100y

x=[x0:h:xb]; %x0,x1,x2,...,xb

y=zeros(N+1,1); Hy=zeros(N+1,1); By=zeros(N+1,1); %y=Euler, Hy=Heun, By=Blok Rasional

z=zeros(N+1,1); Hz=zeros(N+1,1); Bz=zeros(N+1,1); %y=Euler, Hz=Heun, Bz=Blok Rasional

y(1)=y0; Hy(1)=y0; By(1)=y0; %nilai awal y

z(1)=z0; Hz(1)=z0; Bz(1)=z0; %nilai awal z

%% penyelesaian numeris

%penyelesaian dengan metode Euler

for i=1:N %bagian f

f(i)=z(i);

y(i+1)=y(i)+h*f(i); %metode Euler

%bagian g

g(i)=-101*z(i)-100*y(i);

z(i+1)=z(i)+h*g(i); %metode Euler

end

%penyelesaian dengan metode Heun

for i=1:N

k1=Hz(i); %f(x,y,z)

k3=-101*Hz(i)-100*Hy(i); %g(x,y,z)

x_baru=x(i)+h; %x(n+1)

y_baru=Hy(i)+h*k1; %y(n+1)*

z_baru=Hz(i)+h*k3; %z(n+1)

%bagian f

k2=z_baru; %f[x(n+1),y(n+1),z(n+1)]

Hy(i+1)=Hy(i)+h/2*(k1+k2);


(3)

k4=-101*z_baru-100*y_baru; %g[x(n+1),y(n+1),z(n+1)]

Hz(i+1)=Hz(i)+h/2*(k3+k4); end

%penyelesaian dengan metode Blok Rasional

for i=1:2:N

f(i)=Bz(i); %f

g(i)=-101*Bz(i)-100*By(i); %g

diff_f=g(i); %f' -> turunan pertama f(x,y,z) terhadap x

diff_g=-100*f(i)-101*g(i); %%g' -> turunan pertama g(x,y,z) terhadap x

By(i+1)=By(i)+(2*h*f(i)^2)/(2*f(i)-h*diff_f); %metode 3 Lambert

Bz(i+1)=Bz(i)+(2*h*g(i)^2)/(2*g(i)-h*diff_g); %metode 3 Lambert

%bagian f

f(i+1)=Bz(i+1);

By(i+2)=By(i+1)+(h*f(i+1)*(By(i+1)-By(i)))/(2*(By(i+1)-By(i))-h*f(i+1)); %metode 2 Lambert

%bagian g

g(i+1)=-101*Bz(i+1)-100*By(i+1);

Bz(i+2)=Bz(i+1)+(h*g(i+1)*(Bz(i+1)-Bz(i)))/(2*(Bz(i+1)-Bz(i))-h*g(i+1)); %metode 2 Lambert

end

%% Penyelesaian eksak

y_eksak=0.01*exp(-100*x)+exp(-x);

%% Plot grafik

figure

%bagian y

plot(x,y_eksak,'k*'); %plot y eksak

axis([0 1 0.3 1]) hold on

grid on

plot(x,y,'bo'); %plot Euler

plot(x,Hy,'r-'); %plot Heun

plot(x,By,'g>'); %plot blok rasional

%keterangan grafik

title('Penyelesaian eksak dan numeris untuk N=128') xlabel('x')

ylabel('y')

legend('y eksak','Euler','Heun','Blok Rasional')

%% display penyelesaian eksak dan numeris

B1=[y_eksak' y Hy By];

disp('y eksak y Euler Hy Heun By Blok Rasional') disp('======================================================') disp(B1)


(4)

y_error=abs(y_eksak'-y); Hy_error=abs(y_eksak'-Hy); By_error=abs(y_eksak'-By);

disp('Kesalahan penyelesaian numeris untuk N=128') error_1=[y_error Hy_error By_error];

disp('y Euler Hy Heun By Blok Rasional') disp('====================================================') disp(error_1)

%% plot kesalahan numeris

figure

plot(x,y_error,'bo') %plot kesalahan Euler

hold on grid on

plot(x,Hy_error,'r-') %plot kesalahan Heun

plot(x,By_error,'g>') %plot kesalahan blok rasional

%Keterangan grafik

title('Kesalahan penyelesaian numeris untuk N=128') xlabel('x')

ylabel('y')

legend('Euler','Heun','Blok Rasional')

%% Kesalahan maksimum

Error_max_EULER=max(y_error); Error_max_HEUN=max(Hy_error); Error_max_BLOK=max(By_error);

Error_max=[Error_max_EULER Error_max_HEUN Error_max_BLOK]; disp('kesalahan maksimum')

disp('Euler Heun Blok Rasional') disp('===================================================') disp(Error_max)

C.

Program untuk contoh 3

clear clc

format long x0=0; %x awal

y0=1; %y awal

xb=1; %x akhir

N=64; %banyaknya langkah pengintegralan

h=(xb-x0)/N; %ukuran langkah

x=[x0:h:xb]; %x0,x1,x2,...,xb

y=zeros(N+1,1); H=zeros(N+1,1); B=zeros(N+1,1); %y=euler, H=heun, B=Blok Rasional

y(1)=y0; H(1)=y0; B(1)=y0; %nilai awal

%% Penyelesaian numeris


(5)

for i=1:N

f(i)=1+y(i)^2; %turunan pertama y

y(i+1)=y(i)+h*f(i); %metode Euler

end

%penyelesaian dengan metode Heun

for i=1:N

k1=1+H(i)^2; %k1=f(x,y)

x_baru=x(i)+h; %x(i+1)

y_baru=H(i)+h*k1; %y(i+1);

k2=1+y_baru^2; %k2=f(x_baru,y_baru)

H(i+1)=H(i)+h/2*(k1+k2); %metode heun

end

%penyelesaian dengan metode blok rasional

for i=1:2:N

f(i)=1+B(i)^2; %turunan pertama B

diff_f=2*B(i)*f(i); %df/dx -> turunan pertama f(x,y) terhadap x

B(i+1)=B(i)+(2*h*f(i)^2)/(2*f(i)-h*diff_f); %metode Lambert 3

f(i+1)=1+B(i+1)^2;

B(i+2)=B(i+1)+(h*f(i+1)*(B(i+1)-B(i)))/(2*(B(i+1)-B(i))-h*f(i+1)); %metode Lambert 2

end

%% Penyelesaian eksak

y_eksak=tan(x+pi/4);

%% Plot grafik

figure

plot(x,y_eksak,'k*'); %plot y eksak

axis([x0 xb -100 250]) hold on

grid on

plot(x,y,'bo'); %plot Euler

plot(x,H,'r-'); %plot Heun

plot(x,B,'g>'); %plot blok rasional

%keterangan grafik

title('Penyelesaian eksak dan numeris untuk N=64') xlabel('x')

ylabel('y')

legend('Eksak','Euler','Heun','Blok Rasional')

%display penyelesaian eksak dan numeris

C=[y_eksak' y H B];

disp('eksak Euler Heun Blok Rasional') disp('======================================================') disp(C)


(6)

%% Penghitungan kesalahan numeris

Error_E=abs(y_eksak'-y); %kesalahan Euler

Error_H=abs(y_eksak'-H); %kesalahan Heun

Error_B=abs(y_eksak'-B); %kesalahan blok rasional

error=[Error_E Error_H Error_B]; disp('error')

disp('Euler Heun Blok Rasional') disp('==================================================') disp(error)

%kesalahan maksimum

max=[max(Error_E) max(Error_H) max(Error_B)]; disp('kesalahan maksimum')

disp('Euler Heun Blok Rasional') disp('===================================================') disp(max)

%% plot kesalahan numeris

figure

plot(x,Error_E,'bo') %plot kesalahan maksimum Euler

axis([0 1 -100 245]) hold on

grid on

plot(x,Error_H,'r-') %plot kesalahan maksimum Heun

plot(x,Error_B,'g>') %plot kesalahan maksimum blok rasional

%keterangan grafik

title('Kesalahan penyelesaian numeris untuk N=64') xlabel('x')

ylabel('y') grid on