9
Definisi 2.3. Persamaan Diferensial Parsial
Persamaan Diferensial parsial PDP adalah suatu persamaan diferensial yang melibatkan turunan parsial dan mempunyai lebih dari
satu variabel bebas. Boyce, W. E. and R. C. DiPrima
Contoh persamaan diferensial parsial: �
, �
+ �
, �
= dengan
, merupakan variabel tak bebas dan , merupakan varia- bel bebas.
b. Tingkat Persamaan Diferensial
Tingkat orde dari suatu persamaan diferensial adalah tingkat turunan tertinggi pada persamaan diferensial tersebut. Jika turunan
tertinggi suatu persamaan diferensial adalah n, maka persamaan diferensial tersebut merupakan persamaan diferensial tingkat n. Contoh
persamaan 1 merupakan persamaan diferensial tingkat satu, persa- maan 2 merupakan persamaan diferensial tingkat dua dan persamaan
3 merupakan persamaan diferensial tingkat sepuluh. Jadi, jika turunan tertinggi dari suatu persamaan diferensial adalah
�, maka persamaan tersebut merupakan persamaan diferensial tingkat
�. Berikut merupakan bentuk umum persamaan diferensial biasa berdasar tingkatannya.
′ = ,
persamaan diferensial tingkat satu PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
′′ = , ,
′
persamaan diferensial tingkat dua =
, ,
′
, … , persamaan diferensial tingkat sepuluh
�
= , ,
′
, … ,
�−
persamaan diferensial tingkat �
c. Linier dan Non-Linier.
Salah satu klasifikasi penting pada persamaan diferensial adalah ketika persamaan diferensial tersebut bersifat linier atau non-linier.
Definisi 2.4. Persamaan Diferensial Biasa Linier
Persamaan diferensial
biasa disebut
linier jika
, ,
′
,
′′
, … . ,
�
= memuat semua suku fungsi linier dari var- iabel
,
′
,
′′
, … . ,
�
. Boyce, W. E. and R. C. DiPrima
Secara umum, persamaan diferensial biasa linier ditulis dalam bentuk:
�
+
�−
+ +
�
= 9
dengan ,
, , … ,
�
merupakan fungsi dari dan merupakan variabel tak bebas. Contoh dari persamaan diferensial biasa
linier adalah persamaan 1 dan 2 karena kedua persamaan tersebut memenuhi bentuk seperti pada persamaan 9.
11
Definisi 2.5. Persamaan Diferensial Biasa Non-linier
Persamaan diferensial biasa disebut non-linier jika persamaan diferensial tersebut tidak memenuhi persamaan 9. Boyce, W. E. and
R. C. DiPrima
Contoh dari persamaan diferensial biasa non-linier adalah persamaan 4 karena pada persamaan tersebut terdapat fungsi
y dan sin y.
3. Masalah Nilai Awal
Pada bagian ini akan dijelaskan pengertian masalah nilai awal dan contoh-contohnya.
Definisi 2.6. Masalah nilai awal
Masalah nilai awal adalah persamaan diferensial yang disajikan bersama dengan nilai awalnya. Misalkan masalah nilai awal untuk
persamaan diferensial tingkat ke- � diberikan oleh:
, ,
′
, … ,
�
= . Hal ini berarti mencari penyelesaian persamaan diferensial pada interval
I yang memenuhi kondisi awal,
=
,
′
=
,
�−
=
�−
,
12
dengan ∈ � dan , , … ,
�−
merupakan suatu konstanta.
Contoh masalah nilai awal, yaitu:
′
= − ,
= 10
′′
+
′
+ = ,
= . ,
′
= − 11
′
= +
,
= . 12
4. Teorema Eksistensi dan Ketunggalan
Teorema eksistensi dapat membantu untuk mencari tahu apakah penyelesaian masalah nilai awal tersebut ada atau tidak. Jika
adalah fungsi kontinu yang melewati
, , maka masalah nilai awal tersebut
mempunyai penyelesaian. Selanjutnya, jika masalah nilai awal tersebut mempunyai penyelesaian, dapat diperiksa apakah penyelesaiannya tung-
gal atau tidak. Oleh karena itu, untuk memeriksa ketunggalan dari penyelesaian masalah nilai awal tersebut dapat digunakan teorema ke-
tunggalan. Jika , kontinu dan
� �
juga kontinu, maka masalah nilai awal tersebut mempunyai penyelesaian yang tunggal. Lebih lanjut,
diberikan teorema eksistensi dan ketunggalan sebagai berikut.
Teorema. Diberikan masalah nilai awal:
= , ,
=
.
13
Jika dan
� �
adalah fungsi yang kontinu pada daerah � = { , : , }
yang memuat ,
, maka masalah nilai awal mempunyai penyelesaian tunggal
pada interval − � ≤ ≤
+ �, dengan � .
Bukti: Dapat dilihat dalam buku referensi Fundamentals of Differential
Equations and Boundary Value Problem. 6th edition. Chapter 13.
B. Metode Pendekatan atas Nilai Fungsi
Pada bagian ini akan dibahas beberapa metode pendekatan antara lain deret Taylor, metode Euler dan metode Heun.
1. Deret Taylor
Misalkan dan semua turunannya,
′
,
′′
,
′′′
, … kontinu di dalam interval
[
,
]
. Misalkan ∈
[
,
]
, maka untuk nilai-nilai di sekitar dan
∈ [ , ],
dapat diuraikan ke dalam deret Taylor: =
+ −
′
+ + −
�
�
�
+ . Jika
− = ℎ, maka deret Taylor dapat ditulis sebagai berikut:
= +
ℎ
′
+ + ℎ
�
�
�
+ , atau dapat ditulis dalam notasi sigma sebagai berikut:
= ∑ ℎ
�
�
� ∞
�=
.
14
2. Metode Euler
Metode Euler merupakan metode numeris yang sering digunakan dalam menyelesaikan masalah nilai awal. Metode Euler diperoleh dengan men-
guraikan suatu fungsi ke dalam deret Taylor sampai dua suku awal. Metode ini mempunyai tingkat keakuratan satu.
Berikut ini rumusan dari metode Euler.
Diberikan masalah nilai awal:
′
= , ,
=
.
Misalkan
�
=
�
adalah hampiran nilai di titik
�
dengan
�
= +
� ℎ untuk � = , , , … , . Metode Euler diturunkan dengan cara menguraikan
�+
di sekitar
�
ke dalam deret Taylor, sehingga diperoleh:
�+
=
�
+
�+
−
� �
′ +
�+
−
� �
′′ + . Jika persamaan di atas dipotong sampai suku kedua, maka diperoleh:
�+
=
�
+
�+
−
� �
′
+ � ℎ
,
dengan � ℎ adalah suku sisa atau kesalahan pemotongan lokal dari metode
Euler. Diketahui bahwa
′
= , dan ℎ =
�+
−
�
, maka persamaan tersebut menjadi:
�+
=
�
+ ℎ
�
,
�
.