Hubungan antara komunikasi yang efektif dan kepuasan perkawinan pada istri Suku Jawa.

(1)

HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI YANG EFEKTIF DAN KEPUASAN PERKAWINAN PADA ISTRI SUKU JAWA

Yuni Nurmaya ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara komunikasi yang efektif dan kepuasan perkawinan pada istri Jawa. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah adanya hubungan positif dan signifikan antara komunikasi yang efektif dan kepuasan perkawinan. Subjek pada penelitian ini adalah istri suku Jawa yang memiliki anak, tinggal bersama suami, dan memiliki usia pernikahan minimal 2 tahun yang berjumlah 133 subjek. Skala komunikasi yang efektif dan skala kepuasan perkawinan disusun sendiri oleh peneliti. Reliabilitas skala komunikasi yang efektif dan skala kepuasan perkawinan diuji menggunakan tehnik Alpha Cronbach. Pada skala komunikasi yang efektif memiliki koefisien Alpha sebesar 0.934, sedangkan pada skala kepuasan perkawinan memiliki koefisien Alpha sebesar 0.884. Berdasarkan hasil uji normalitas, data komunikasi yang efektif dan kepuasan perkawinan termasuk dalam distribusi tidak normal. Hasil uji linearitas menunjukkan bahwa komunikasi efektif memiliki hubungan yang linear dengan kepuasan perkawinan. Analisis data pada penelitian ini menggunakan uji korelasi Spearman’s Rho. Hasil korelasi antara komunikasi yang efektif dengan kepuasan perkawinan sebesar 0.838 dengan p= 0.000 (p<0.05), yang berarti terdapat hubungan korelasi positif yang sangat kuat dan signifikan antara komunikasi yang efektif dan kepuasan perkawinan.


(2)

THE CORRELATION BETWEEN EFFECTIVE COMMUNICATION AND MARITAL SATISFACTIONOF JAVANESE WIVES

Yuni Nurmaya

ABSTRACT

The purpose of this research was to understand the correlation between the effective communication and marital satisfaction for Javanese wives. The hypothesis proposed in this research was the positive and significant correlation between effective communication and marital satisfaction of Javanese wives. The subject was 133 wives who have children, currently living and husband, and have been married for at least 2 years. The effective communication scale and marital satisfaction scale were made by the researcher. The reliability of effective communication scale and marital satisfaction scale were tested using Alpha Cronbach technique. Alpha coefficient for effective communication scale was 0.934, and Alpha coefficient marital satisfaction was 0.884. However, based on normality test, the effective communication data and marital satisfaction data was abnormal. Furthermore, in the linearity test, the result showed that effective communication have a linear correlation with marital satisfaction. The data was analysed using the Spearman Rho correlation technique. Based on this correlation test, the correlation between effective communication and marital satisfaction is 0.838 with p=0.000 (p<0.05), which means that there is a strong and significant positive correlation between effective communication and marital satisfaction.


(3)

i

HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI YANG EFEKTIF DAN

KEPUASAN PERKAWINAN PADA ISTRI SUKU JAWA

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh : Yuni Nurmaya

109114158

Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2016


(4)

(5)

(6)

iv

HALAMAN MOTTO

“Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah,

maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan

dibukakan bagimu”

-

Matius 7 ayat 7 -

“Jangan bersukacita kalau musuhmu jatuh, jangan

hatimu beria-

ria kalau ia terperosok”

-

Amsal 24 ayat 17 -

“Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan,

sangat besar kuasanya”

-

Yakobus 5 ayat 16b -


(7)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

KUPERSEMBAHKAN KARYA INI UNTUK :

TUHAN YESUS KRISTUS UNTUK PENYERTAAN, BERKAT,

KASIH, DAN ANUGERAHNYA SELAMA INI

KEDUA ORANG TUA KU YANG SANGAT KU CINTAI BABE

HASIHOLAN SIMANUNGKALIT DAN IBU RISMA TAMBUNAN

ADIK-ADIKKU TERCINTA (TRY OCTAVIA, CLAUDIA

ASTARI, RUTH KRISTIANTI, PIA GEAN CARLO)

YANG SELALU SABAR MENGHADAPI AKU YUDHA EDY

SETIAWAN

SAHABAT-SAHABATKU YANG SANGAT LUAR BIASA


(8)

(9)

vii

HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI YANG EFEKTIF DAN KEPUASAN PERKAWINAN PADA ISTRI SUKU JAWA

Yuni Nurmaya

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara komunikasi yang efektif dan kepuasan perkawinan pada istri Jawa. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah adanya hubungan positif dan signifikan antara komunikasi yang efektif dan kepuasan perkawinan. Subjek pada penelitian ini adalah istri suku Jawa yang memiliki anak, tinggal bersama suami, dan memiliki usia pernikahan minimal 2 tahun yang berjumlah 133 subjek. Skala komunikasi yang efektif dan skala kepuasan perkawinan disusun sendiri oleh peneliti. Reliabilitas skala komunikasi yang efektif dan skala kepuasan perkawinan diuji menggunakan tehnik Alpha Cronbach. Pada skala komunikasi yang efektif memiliki koefisien Alpha sebesar 0.934, sedangkan pada skala kepuasan perkawinan memiliki koefisien Alpha sebesar 0.884. Berdasarkan hasil uji normalitas, data komunikasi yang efektif dan kepuasan perkawinan termasuk dalam distribusi tidak normal. Hasil uji linearitas menunjukkan bahwa komunikasi efektif memiliki hubungan yang linear dengan kepuasan perkawinan. Analisis data pada penelitian ini menggunakan uji korelasi Spearman’s Rho. Hasil korelasi antara komunikasi yang

efektif dengan kepuasan perkawinan sebesar 0.838 dengan p= 0.000 (p<0.05), yang berarti terdapat hubungan korelasi positif yang sangat kuat dan signifikan antara komunikasi yang efektif dan kepuasan perkawinan.


(10)

viii

THE CORRELATION BETWEEN EFFECTIVE COMMUNICATION AND MARITAL SATISFACTION OF JAVANESE WIVES

Yuni Nurmaya

ABSTRACT

The purpose of this research was to understand the correlation between the effective communication and marital satisfaction for Javanese wives. The hypothesis proposed in this research was the positive and significant correlation between effective communication and marital satisfaction of Javanese wives. The subject was 133 wives who have children, currently living and husband, and have been married for at least 2 years. The effective communication scale and marital satisfaction scale were made by the researcher. The reliability of effective communication scale and marital satisfaction scale were tested using Alpha Cronbach technique. Alpha coefficient for effective communication scale was 0.934, and Alpha coefficient marital satisfaction was 0.884. However, based on normality test, the effective communication data and marital satisfaction data was abnormal. Furthermore, in the linearity test, the result showed that effective communication have a linear correlation with marital satisfaction. The data was analysed using the Spearman Rho correlation technique. Based on this correlation test, the correlation between effective communication and marital satisfaction is 0.838 with p=0.000 (p<0.05), which means that there is a strong and significant positive correlation between effective communication and marital satisfaction.


(11)

(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat, penyertaanNya dan pertolonganNya selama menyelesaikan skripsi yang berjudul, “Hubungan Antara Komunikasi Yang Efektif Dan Kepuasan Perkawinan Pada Istri Suku Jawa” sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsinya dengan baik. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.).

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini tidak akan terlaksana tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis juga ingin mengucapakan terimakasih sebesar-besarnya kepada :

1. Tuhan Yesus Kristus yang selalu memberikan berkat, kesehatan, perlindungan, kelancaran, dan kemampuan dalam pengerjaan skripsi ini sehingga saya bisa menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

2. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

3. Bapak P. Eddy Suhartanto M.Si. selaku Kepala Program Studi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

4. Bapak R. Landung Eko P., M.Psi. selaku Dosen Pembimbing Akademik dan Dosen Pembimbing Skripsi yang selalu membimbing, mengarahkan, dan mendukung dalam setiap langkah pembuatan skripsi ini.

5. Alm. Ibu Dra. Lusia Pratidarmanastiti, M.Psi selaku dosen pembimbing akademik terima kasih atas kesediaan ibu dalam mendampingi saya khususnya untuk masalah akademik dan membantu dalam administrasi akedemik.

6. Dosen penguji Ibu Sylvia Carolina M.Y.M., M.si dan Pak T.M Raditya Hernawa, M.Psi yang berkenan menguji penelitian saya dan memberikan masukan untuk penelitian yang telah saya buat.


(13)

xi

7. Seluruh dosen Fakultas Psikologi Sanata Dharma atas segala dukungan dan perhatian selama penulis menjalani masa studi di Universitas Sanata Dharma. 8. Mas Gandung, Bu Nanik, Pak Gie, Mas Muji, dan Mas Doni atas bantuan dan

kesabarannya selama ini.

9. Mamaku tercinta yang sudah sangat luar biasa selalu memberikan dukungan, doa, semangat, perhatian yang sebesar-besarnya dan selalu mendengarkan keluh kesah anaknya, sehingga aku bisa menyelesaikan skripsi ini.

10.Babeku yang baik hati dan sabar, yang selalu memberikan motivasi, semangat dan dukungan, sehingga aku dapat menumbuhkan semangat untuk menyelesaikan skripsi.

11.Adik-adikku yang selalu menanyakan kapan kakaknya lulus, Try Octavia, Claudia Astari, Ruth Kristianti, dan Gean Carlo.

12.Opungku tercinta, uda, tante, tulang dan nantulang.

13.Yudha E. S. yang sudah luar biasa selama 5 tahun ini, yang selalu mendukung dan memberikan semangat di saat merasa tidak mampu dalam membuat skripsi dan selalu memberikan waktunya untuk membantu dari awal sampai jadinya skripsi ini. Dan sudah mau menjadi teman dalam suka dan duka. 14.Ibu-ibu sosialita kota Jogja yang Gorgeus Lorensia, Yohana R.S, Marcella

C.Y.S, Caecillia A.L.N, dan Celly B.T yang sudah terlebih dahulu menjadi sarjana psikologi.

15.Teman-temanku yang cantik dan baik hati Miss Chaterine Devinda Putri dan Miss Indah Nova Susanti.

16.Pejuang hidup Suster Petra, Emilia Astrid L. D, Agnes Dita T, Bianca Bibin, Yoga T, Cicillia V.K, dan Esri Rosa Laka yang sudah menyisihkan banyak waktunya untuk membantu saya dalam mengerjakan skripsi.

17.Kakak tingkat yang baik hati Albertus Harimurti (mas ucil) yang sudah mau membantu mendengarkan dan memberi saran saat dibutuhkan.

18.Teman-teman kos ku yang kece, cantik dan baik hati Dionesia Desiwanti, Yohana Yuyun, Raras Ayas, Mita Friska H. dan Jeane Carpri.


(14)

(15)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIBING………. ii

HALAMAN PENGESAHAN………. iii

HALAMAN MOTTO……….……… iv

HALAMAN PERSEMBAHAN……….. v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……….. vi

ABSTARK……….. vii

ABSTRACT……….. viii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH………. ix

KATA PENGANTAR………. x

DAFTAR ISI………... xiii

DAFTAR TABEL………... xvii

DAFTAR GAMBAR………... xviii

DAFTAR LAMPIRAN………... xix

BAB I PEDAHULUAN……….. 1

A. Latar Belakang………. 1

B. Rumusan Masalah………... 7

C. Tujuan Penelitian………. 7


(16)

xiv

BAB II LANDASAN TEORI………. 9

A. Komunikasi Yang Efektif………... 9

1. Definisi Komunikasi ………. 9

2. Komunikasi Yang Efektif……….. 10

3. Aspek-Aspek Komunikasi Yang Efektif………... 11

4. Indikator Komunikasi Yang Efektif……….. 12

5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi Yang Efektif………... 14

B. Kepuasan Perkawinan………. 16

1. Definisi Perkawinan……….. 16

2. Kepuasan Perkawinan………... 17

3. Aspek-Aspek Kepuasan Perkawinan……… 18

4. Indikator Kepuasan Perkawinan……… 20

5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Perkawinan……. 21

C. ISTRI SUKU JAWA………... 24

D. DINAMIKA HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI YANG EFEKTIF DAN KEPUASAN PERKAWINAN PADA ISTRI SUKU JAWA……….. 26

E. BAGAN HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI YANG EFEKTIF DAN KEPUASAN PERKAWINAN PADA ISTRI SUKU JAWA………... 29


(17)

xv

F. HIPOTESIS………... 30

BAB III METODE PENELITIAN……….. 31

A. JENIS PENELITIAN……….. 31

B. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN……… 31

C. DEFINISI OPERASIONAL……… 31

1. Komunikasi yang Efekif……… 31

2. Kepuasan Perkawinan………... 32

D. SUBJEK PENELITIAN……….. 33

E. METODE PENGUMPULAN DATA………... 33

1. Skala Komunikasi Yang Efektif……… 33

2. Skala Kepuasan Perkawinan………... 35

F. VALIDITAS DAN RELIABILITAS SKALA……… 37

1. Validitas………. 37

2. Seleksi Item………... 38

3. Reliabilitas………... 41

G. METODE ANALISIS DATA………... 42

1. Uji Asumsi………. 42

a. Uji Normalitas……… 42

b. Uji Linearitas………... 42

2. Uji Hipotesis……….. 43


(18)

xvi

A. PELAKSANAAN PENELITIAN………... 44

B. DESKRIPSI SUBJEK PENELITIAN………... 44

C. DESKRIPSI PENELITIAN………. 45

D. HASIL PENELITIAN………... 47

1. Uji Asumsi………. 47

a. Uji Normalitas………... 47

b. Uji Linearitas………... 49

c. Uji Hipotesis……… 51

E. PEMBAHASAN………... 53

BAB V PENUTUP……….. 55

A. Kesimpulan………... 55

B. Keterbatasan ………... 55

C. Saran……… 56

DAFTAR PUSTAKA………... 57


(19)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Distribusi Aitem Skala Komunikasi yang efektif……….. 35

Tabel 2. Distribusi Aitem Skala Kepuasan Perkawinan……….. 36

Tabel 3. Ditribusi Aitem Skala Komunikasi yang Efektif Setelah Seleksi Aitem……… 40

Tabel 4. Ditribusi Aitem Skala Kepuasan Perkawinan Setelah Seleksi Aitem………. 41

Tabel 5. Deskripsi Subjek Berdasarkan Lama Perkawinan……… 45

Tabel 6. Deskripsi Subjek Berdasarkan Jumlah Anak………. 45

Tabel 7. Data Hasil Penelitian………. 46

Tabel 8. Uji Normalitas……… 48

Tabel 9. Uji Linearitas………... 50

Tabel.10 Koefisien Korelasi Dan Interpretasinya……… 51


(20)

xviii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Histogram Variabel Komunikasi Yang Efektif………. 48 Gambar 2. Histogram Variabel Kepuasan Perkawinan………... 49 Gambar 3. Scatterplot variabel Komunikasi yang Efektif dan Kepuasan


(21)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Skala Tryout………. 63

Lampiran 2 Reliabilitas ……….. 79

Lampiran 3 Blue Print………. 91

Lampiran 4 Skala Penelitian Setelah Tryout………... 97

Lampiran 5 Statistik Deskriptif dan One Sample T-test ……… 111

Lampiran 6 Uji Normalitas……….. 114

Lampiran 7 Uji Linearitas………... 118


(22)

1

BAB I PENDAHULUAN

Perkawinan merupakan tugas perkembangan pada masa tahapan dewasa awal dalam rentang usia 18 tahun hingga 30 tahun (Hurlock, 2002). Tetapi pada kenyataannya hubungan antara pria dan wanita dalam sebuah perkawinan tidaklah sesederhana yang dibayangkan melainkan sesuatu yang cukup rumit dan pelik. Permasalahan yang sering terjadi seperti pertengkaran, perselisihan, bahkan kekerasan pada pasangan sering melanda kehidupan perkawinan. Banyak pasangan suami istri akhirnya bercerai karena tidak mampu menyelesaikan masalah dalam perkawinannya, karena perceraian dianggap sebagai jalan terbaik untuk mengatasi masalah (Ginnis, dalam Ficher dan Thomas (1998)).

Data BKKBN tahun 2013 menunjukkan bahwa angka perceraian Indonesia tertinggi di Asia-Pasifik. Jumlah kasus perceraian di Indonesia mencapai 200.000 setiap tahunnya. Angka perceraian dari tahun 2009 hingga tahun 2010 meningkat sebanyak 70%. Selain itu, data perceraian di Indonesia pada tahun 2013 menunjukkan jumlah kasus perceraian yang diajukan oleh wanita lebih besar dibandingkan laki-laki, dengan perbandingan 13,84% : 1,14% (BPS 2009-2013). Kasus perceraian di Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2015 meningkat sebanyak 6.078 kasus dari 5029 kasus dibandingkan pada tahun 2014 dan lebih dari 80% adalah cerai gugat yang diajukan oleh para istri (Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta).


(23)

Perceraian merupakan salah satu indikasi ketidakpuasan dalam perkawinan (Baxter dan Montgomery, dalam Osakinle dan Okafor (2013)). Setiap orang menginginkan kepuasan perkawinan karena kepuasan perkawinan menjadi salah satu faktor penentu kesejahteraan dalam kehidupan perkawinan (Hurlock, 1990). Menurut Bradbury (2000) kepuasan perkawinan adalah kondisi mental yang menggambarkan persepsi seseorang tentang kelebihan dan kekurangan dari suatu perkawinan. Semakin banyak manfaat yang didapat dari perkawinan maka akan semakin puas begitu pula sebaliknya.

Hurlock (1990) mengatakan bahwa kepuasan dalam perkawinan akan terwujud jika kebutuhan-kebutuhan dan harapan-harapan dalam kehidupan perkawinan, seperti persahabatan, cinta, seks, kebersamaan, dukungan, kejujuran, pertumbuhan dan kedewasaan, dapat terpenuhi. Sadarjoen (2005) mengungkapkan kepuasan perkawinan dapat tercapai sejauh mana kedua pasangan perkawinan mampu memenuhi kebutuhan pasangan masing-masing dan sejauh mana kebebasan dari hubungan yang mereka ciptakan memberi peluang bagi mereka untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan harapan-harapan yang mereka bawa sebelum perkawinan terlaksana. Kepuasan tersebut akan tercapai bila adanya rasa saling pengertian dan saling memahami antar pasangan (Chapman, 2007).

Ayub (2011) menyatakan bahwa komunikasi adalah salah faktor penting dalam terciptanya kepuasan perkawinan. Komunikasi bertujuan untuk memahami satu sama lain dalam hal kehidupan sosial dan cara berpikir. Komunikasi memiliki peran penting dalam hubungan perkawinan yang dapat menuntun pada


(24)

berkembangnya suatu hubungan dan tercapainya kepuasan dalam perkawinan. Komunikasi yang baik adalah komunikasi yang efektif, yang mempunyai ciri saling terbuka, empati, saling mendukung, sikap positif dan kesetaraan (Devito, 1997). Alberti & Emmons (1987) mengatakan bahwa komunikasi yang efektif memungkinkan terbangunnya hubungan positif dengan orang lain.

Canary dan Stafford (2002) mendefinisikan komunikasi efektif sebagai tindakan dan kegiatan yang digunakan untuk mempertahankan hubungan sesuai dengan apa yang diinginkan. Tujuan dari komunikasi yang efektif adalah terciptanya keberhasilan dan hubungan yang saling memahami satu sama lain Witkins dan Rose, dalam Montgomery (1981) mengatakan bahwa saling memahami satu sama lain dapat membantu membentuk dasar hubungan yang memuaskan antar pasangan. Gabriel, Beach, dan Bodenmann (2016) mengatakan bahwa karakteristik komunikasi yang efektif istri pada umumnya adalah istri lebih ekpresif, emosional, dan kritis dalam menghadapi masalah. Istri menganggap hubungan dalam perkawinan merupakan hal yang sangat penting, istri akan merasa lebih bertanggung jawab terhadap pemecahan masalah yang terjadi dalam hubungan perkawinan.

Salah satu suku terbesar yang ada di Indonesia adalah suku Jawa. Hal ini didukung oleh data BPS 2010 yang menyatakan bahwa suku Jawa merupakan suku terbesar di Indonesia dengan presentase 40%. Masyarakat jawa merupakan orang-orang yang bertempat tinggal, bergaul, dan berkembang di pulau Jawa yang kemudian mengembangkan tradisi dan kebudayaan yang khas dan berakarakteristik Jawa (Roqib, 2007). Geertz (1983) mengemukakan bahwa masyarakat Jawa dituntut


(25)

untuk bersikap dalam berbicara dan membawa diri yang ditunjukkan dengan sikap hormat dengan orang lain sesuai dengan derajat dan kedudukannya agar tidak menimbulkan pertentangan atau konflik. Suku Jawa secara budaya merupakan suku yang memiliki aturan-aturan tata krama terkait cara berperilaku dan berbicara baik kepada sesama usia maupun dengan orang yang lebih tua (Sujarno, 2000).

Budaya dan komunikasi berinteraksi secara erat dan dinamis. Inti budaya adalah komunikasi, karena budaya muncul melalui komunikasi. Akan tetapi, saat ini budaya yang tercipta mempengaruhi cara berkomunikasi anggota budaya tersebut. Hubungan antara budaya dan komunikasi adalah timbal balik (Mulyana, 2008). Ficher dan Thomas (1998) mengatakan bahwa komunikasi merupakan keterampilan dasar dan kunci dari segala macam unsur yang membentuk kehidupan perkawinan.

Pada suku Jawa terdapat kecenderungan yang menganggap bahwa seorang laki-laki lebih tinggi kedudukannya dibandingkan wanita. Hal ini tampak pada ungkapan yang cenderung mengunggulkan laki-laki, misalnya swarga nunut neraka

katut, yang berarti penderitaan dan kebahagiaan istri hanya bergantung pada suami

(Sukri & Sofyan, 2001). Oleh karena itu, dalam suku Jawa cenderung menempatkan istri suku Jawa sebagai the second class dalam keluarga. The second class diartikan bahwa istri memiliki kedudukan di bawah suami. Hal ini menyebabkan istri suku Jawa cenderung patuh dan kurang dapat mengungkapkan pikirannya secara terbuka kepada suami (Sudartini, 2010).

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada tanggal 30 Januari sampai 6 Februari 2016 pada tujuh orang istri suku Jawa tentang kepuasan perkawinan, enam


(26)

subjek mengungkapkan bahwa mereka puas dengan kehidupan perkawinannya karena mereka telah memiliki rumah, pekerjaan yang tetap, dan anak. Selain itu, istri suku Jawa dapat menerima dengan lapang dada perilaku negatif dari suami mereka yang terkadang tidak mereka sukai, seperti pergi bersama dengan teman kerja sampai pagi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Handayani dan Novianto (2004) yang menyatakan bahwa istri suku Jawa dapat menerima segala situasi bahkan yang terpahit sekalipun.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 30 Januari sampai 6 Februari 2016 pada tujuh orang istri suku Jawa tentang komunikasi efektif, terdapat lima orang istri suku Jawa yang mengatakan bahwa suami tidak terlalu mendengarkan mereka ketika sedang berbicara atau menceritakan sesuatu hal yang kurang menarik menurut suami seperti menceritakan tentang tetangga yang kurang menyenangkan dan masalah pekerjaan. Suami lebih tertarik ketika istri menceritakan tentang prestasi anak di sekolah, kenaikan jabatan atau gaji di kantor dan hal menyenangkan lainnya. Selain itu, tiga dari tujuh orang istri suku Jawa mengatakan bahwa ketika suami sedang berbicara, istri tidak boleh sambil melakukan sesuatu seperti bermain handphone, menyapu, dan menonton. Istri harus benar-benar mendengarkan suami dengan seksama.

Kebanyakan dari istri suku Jawa mengatakan bahwa mereka jarang mendiskusikan masalah yang dialami, mereka cenderung mengabaikan atau melupakan masalah yang mereka alami. Mereka takut untuk menambah masalah baru sehingga, lebih baik untuk memendam perasaan yang ingin diungkapkan. Hal ini didukung oleh pernyataan Handayani dan Novianto (2004) bahwa secara psikologis,


(27)

istri suku Jawa selalu berada dibawah tekanan terus-menerus untuk mengontrol dorongan-dorongan spontannya, menyesuaikan diri dengan berbagai otoritas, serta selalu memperhatikan kedudukannya dan pangkat setiap orang.

Hasil wawancara pada istri suku Jawa menunjukkan bahwa istri suku Jawa cenderung kurang dapat mengungkapkan secara terbuka dan jujur tentang apa yang mereka rasakan. Hal ini mengindikasikan adanya komunikasi yang kurang efektif pada istri suku Jawa. Komunikasi yang kurang efektif dapat menyebabkan kurangnya keintiman, depresi, kesepian, beradu argumen, gagal berhubungan, hingga berakhir dengan perceraian. Perceraian merupakan salah satu indikasi ketidakpuasan dalam perkawinan (Baxter dan Montgomery, dalam Osakinle dan Okafor (2013)).

Penelitian observasional mengenai komunikasi pada pasangan juga telah banyak dilakukan di negara barat (Gottman dan Notarius, 2000; Heyman, 2001).

Beberapa penelitian sebelumnya tentang perkawinan menekankan

pentingnya peran komunikasi dalam menentukan kepuasan perkawinan (Bradbury dan Karney, 2004 dan Gottaman dkk, 1998). Komunikasi yang efektif sebagai penentu kepuasan perkawinan (Gottman dalam Tavakolizadeh, Nejatian, dan Soori, 2014). Komunikasi efektif berperan penting dalam meraih kepuasan perkawinan (Yalcin, Ka dan Karahan, 2007;. Schilling, et al, 2003; Halford, Sanders, dan Behrens, 2001; Shirali, 2008 (dalam Tavakolizadeh, Nejatian, Soori, 2014).

Berdasarkan penjabaran tersebut, diketahui bahwa semakin efektif komunikasi maka akan semakin puas perkawinannya. Hal ini berbeda dengan fakta yang didapat dari hasil wawancara dengan tujuh orang istri suku Jawa dimana enam


(28)

orang istri mengatakan bahwa mereka cenderung merasa puas dengan perkawinannya walaupun komunikasi meraka dirasa kurang efektif. Berdasarkan perbedaan teori dengan fakta di lapangan tersebut, peneliti tertarik untuk melihat kembali hubungan antara komunikasi yang efektif dan kepuasan perkawinan pada istri suku Jawa.

B.Rumusan Masalah

Apakah terdapat hubungan positif antara komunikasi yang efektif dan kepuasan perkawinan pada istri suku Jawa?

C.Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui hubungan positif antara komunikasi yang efektif dan kepuasan perkawinan pada istri suku Jawa.

D.Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan akan memberikan sumbangan dalam Psikologi Perkembangan khususnya dalam perkawinan berkaitan dengan komunikasi yang efektif dan kepuasan perkawinan pada istri suku Jawa.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada masyarakat khususnya kepada istri suku Jawa agar mengetahui pentingnya komunikasi yang efektif dalam membina kehidupan perkawinan sehingga istri suku Jawa dapat


(29)

mengembangkan kemampuan komunikasi yang efektif yang dapat meningkatkan kepuasan dalam perkawinan.


(30)

9

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Komunikasi yang Efektif

1. Definisi Komunikasi

Menurut Effendy (2007), komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu, mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik secara lisan (langsung) ataupun tidak langsung (melalui media). Komunikasi adalah proses pengoperasian rangsangan (stimulus) dalam bentuk lambang atau simbol bahasa atau gerak (non-verbal), untuk mempengaruhi perilaku orang lain. Proses komunikasi yang menggunakan stimulus atau respon dalam bentuk bahasa baik lisan maupun tulisan selanjutnya disebut komunikasi verbal, apabila proses komunikasi tersebut menggunakan simbol-simbol disebut komunikasi non-verbal.

Menurut Devito (1997), komunikasi adalah suatu tindakan oleh dua orang atau lebih, yang mengirim dan menerima suatu pesan yang terdistorsi oleh suatu gangguan (noise), terjadi dalam konteks tertentu, dengan pengaruh tertentu dan ada kesempatan untuk melakukan umpan balik. Menurut Laswell dan Laswell (dalam Mulyana, 2002), komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu. Laswell dan Laswell menjabarkan komunikasi


(31)

sebagai who, says what, in which channel, to whom with, what efect (siapa, mengatakan apa, melalui saluran apa, kepada siapa, dengan efek apa).

Berdasarkan definisi-definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa komunikasi adalah proses penyampain informasi yang dilakukan oleh dua orang atau lebih baik lisan maupun secara tulisan yang di dalamnya terdapat suatu pesan atau makna yang ingin disampaikan.

2. Komunikasi yang Efektif

Menurut Mulyana (2002) komunikasi akan menjadi efektif apabila makna yang tercipta relatif sesuai dengan yang diinginkan komunikator. Efektif secara etimologis sering diartikan sebagai mencapai sasaran yang diinginkan, berdampak menyenangkan, bersifat aktual, dan nyata.

Menurut Maulana dan Gumelar (2013) komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang dapat terjadi apabila pesan yang dikirim oleh komunikator (sender) dapat diterima dengan baik (menyenangkan, aktual atau nyata) oleh komunikan (receiver). Canary dan Stafford (2002) mendefinisikan komunikasi efektif sebagai tindakan dan kegiatan yang digunakan untuk mempertahankan hubungan sesuai dengan apa yang diinginkan. Biasanya cara yang digunakan mencakup komunikasi verbal dan nonverbal.

Osakinle dan Okafor (2013) mengemukakan bahwa komunikasi efektif dapat terjadi ketika penerima dapat memahami dengan baik informasi yang diberikan oleh pengirim. Komunikasi efektif berfokus pada kemampuan pasangan untuk memberikan informasi atau pesan kepada pasangannya satu


(32)

sama lain dan menentukan siapa yang berbicara dan siapa yang mendengarkan (Animasahun dan Oladeni, 2012).

Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang isinya dapat dimengerti dan dipahami sama oleh pengirim dan penerima yang bersifat menyenangkan, aktual, nyata dan digunakan untuk mempertahankan hubungan sesuai dengan apa yang diinginkan.

3. Aspek-aspek Komunikasi yang Efektif

Terdapat tujuh aspek komunikasi efektif. Lima aspek menurut Canary dan Stafford (2002) dan dua aspek yang ditambahkan oleh Canary dan Zelley (dalam Punyanunt Carter, 2004).

Lima aspek komunikasi yang efektif menurut Canary dan Stafford (2002) yaitu :

a. Positivity

Positivity adalah bersikap sopan, baik, menyenangkan, dan tidak

mengkritik pembicaran selama pembicaraan antara suami istri berlangsung.

b. Openness

Openness adalah mampu mengungkapkan pikiran dan perasaan secara


(33)

c. Assurances

Assurances adalah jaminan yang melibatkan ekspresi cinta dan komitmen

dalam menyiratkan hubungan yang memiliki masa depan.

d. Social networking

Social networking adalah dapat menjalin hubungan baik dengan keluarga,

teman maupun rekan kerja pasangan.

e. Sharing

Sharing berbagi tugas dalam rumah tangga serta bertanggung jawab atas

peran yang dijalankan baik sebagi suami maupun istri. f. Management conflict

Management conflict berfokus pada cara pasangan suami istri

mendiskusikan masalah dalam kehidupan perkawinan ketika mengalami perselisihan pendapat dan perbedaan pandangan.

g. Advice

Advice adalah nasihat yang diberikan dan dijalankan oleh pasangan suami

istri dalam menjalain kehidupan perkawinan.

Berdasarkan uraian diatas, berikut indikator komunikasi yang efektif antara lain:

a. Positivity, indikatornya:

Bersikap sopan, baik, menyenangkan dan tidak mengkritik selama pembicaraan berlangsung


(34)

b. Openness, indikatornya:

Mampu mengungkapkan secara terbuka mengenai pikiran dan perasaan pada pasangan

c. Assurances, indikatornya:

Berkomitmen dalam menjalankan perkawinan yang memiliki masa depan

d. Social networking, indikatornya:

Memiliki hubungan yang baik dengan keluarga, teman, dan rekan kerja pasangan

e. Sharing, indikatornya:

Pembagian tugas dan peran dalam rumah tangga serta bertanggung jawab atas tugas dan peran tersebut

f. Management conflict, indikatornya:

Kemampuan pasangan suami istri untuk menyelesaikan masalah g. Advice, indikatornya:

Saling menerima dan menjalankan nasihat yang diberikan oleh pasangan


(35)

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komunikasi yang Efektif

Berikut ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi efektif:

a. Kepercayaan

Kepercayaan dapat meningkatkan daya perubahan sikap karena kepercayaan mencerminkan pesan yang diterima telah dianggap benar dan sesuai dengan kenyataan empiris (Effendy, 1981).

b. Daya tarik

Daya tarik akan tercipta apabila kedua belah pihak merasakan adanya kesamaan, khususnya kesamaan ideologi (Effendy, 1981).

c. Citra diri

Setiap manusia mempunyai gambaran tertentu mengenai dirinya, status sosial, kelebihan dan kekurangannya. Gambaran itulah yang menjadi penentu tetang apa dan bagaimana cara berbicara, penyaring apa yang dilihat, didengar dan penilaian akan sekitarnya (Lunandi, 1987).

d. Citra pihak lain

Citra pihak lain akan menentukan cara dan kemampuan seseorang dalam berkomunikasi. Citra pihak lain dapat mempengaruhi sesorang dalam beromunikasi, misalnya berkomunikasi dengan orang tua dan atasan di kantor berbeda ketika sedang berkomunikasi dengan anak dan rekan kerja (Lunandi, 1987).


(36)

e. Lingkungan fisik

Lingkungan fisik memiliki pengaruh terhadap cara berkomunikasi. Ketika sedang di rumah kita dapat berbicara dengan keras tetapi pada saat berada di kantor kita harus menjaga volume suara kita agar tidak mengganggu orang lain, karena setiap tempat memiliki norma yang harus ditaati (Lunandi, 1987).

f. Lingkungan sosial

Lingkungan sosial menentukan seseorang dalam berkomunikasi. Contohnya, ketika sedang di rumah kita dapat berkomunikasi dengan santai karena berada dalam lingkungan keluarga, tetapi ketika sedang berada di luar rumah, di kantor misalnya kita harus menjaga komunikasi kita karena di kantor terdapat berbagai macam kedudukan yaitu manajer, direktur, cleaning service dan lain-lain (Lunandi, 1987).

g. Kondisi fisik

Kondisi mempengaruhi pengiriman dan penerimaan komunikasi. Contohnya, seseorang yang sedang sakit biasanya kurang cermat dalam mendengarkan, seseorang yang sedang marah cenderung tidak peduli dengan apa yang dikatakan oleh orang lain. Hal ini terjadi karena komunikasi berlangsung secara timbal balik (Lunandi, 1987).

h. Bahasa tubuh

Bahasa tubuh merupakan gerakan-gerakan tubuh yang dilakukan tanpa


(37)

menggelengkan kepala, untuk mengatakan “ya” kita menganggukkan

kepala (Lunandi, 1987).

Berdasarkan uraian di atas, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi komunikasi yang efektif diantaranya, kepercayaan, daya tarik, citra diri, citra pihak lain, lingkungan fisik, lingkungan sosial, kondisi, dan bahasa tubuh.

B. Kepuasan Perkawinan

1. Definisi Perkawinan

Perkawinan merupakan suatu tahapan kehidupan baru yang akan dijalani oleh sebagian besar orang dewasa sebagai pasangan suami istri. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan bahwa perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Ikatan dalam perkawinan sangat perlu untuk menjaga terpenuhinya kebutuhan dalam perkawinan, supaya individu yang telah disahkan menjadi pasangan suami istri dapat memperoleh perasaan aman dan terlindung atau perasaan puas dalam perkawinannya (Gunarsa & Gunarsa, 1990). Hornby (dalam Walgito, 2010) menyatakan bahwa marriage is the union of two

persons as husband and wife, atau perkawinan adalah bersatunya dua orang


(38)

Berdasarkan definisi-definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa perkawinan adalah suatu ikatan lahir batin pasangan suami istri yang bertujuan untuk membentuk suatu keluarga yang bahagia dan kekal serta memperoleh rasa aman dan terlidung sehingga menimbulkan rasa puas dalam perkawinan.

2. Kepuasan Perkawinan

Duvall & Miller (1985) mendefinisikan kepuasan perkawinan bagi istri adalah terpenuhinya rasa aman secara emosional, komunikasi dan terbinanya kedekatan. Levenson dkk (1993) mengungkapkan bahwa kepuasan dalam perkawinan membuat perkawinan bertahan lama dan mengurangi kemungkinan berakhirnya ikatan perkawinan. Menurut Bradbury, Fincham, dan Beach (2000) kepuasan perkawinan adalah kondisi mental yang menggambarkan persepsi seseorang tentang kelebihan dan kekurangan dari suatu perkawinan. Semakin banyak manfaat yang didapat dari perkawinan maka akan semakin puas begitupula sebaliknya.

Hawkins (dalam Olson dan Hamiton, 2003) kepuasan perkawinan merupakan perasaan subjektif akan kebahagiaan dan pengalaman menyenangkan yang dialami oleh suami dan istri dalam perkawinan dengan mempertimbangkan keseluruhan aspek perkawinan. Olson dan Hamilton (2003), mendefinisikan kepuasan perkawinan sebagai perasaan bahagia, puas, dan menyenangkan terhadap seluruh kehidupan perkawinannya, serta pada aspek-aspek khusus yang berhubungan dengan pasangan tersebut.


(39)

Kepuasan dalam perkawinan memegang peranan penting dalam keberlangsungan perkawinan itu sendiri. Perkawinan yang memuaskan juga ditandai dengan keintiman, komitmen, persahabatan, afeksi, pemuasan seksual, keamanan ekonomi, dan kesempatan untuk pertumbuhan emosional (Papalia, Olds & Feldman, 2009). Apabila seseorang merasa puas terhadap perkawinan yang telah dijalani, maka ia beranggapan bahwa harapan, keinginan dan tujuan yang ingin dicapai pada saat ia menikah telah terpenuhi, baik sebagian ataupun seluruhnya.

Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kepuasan perkawinan adalah perasaan positif mengenai kebahagiaan, rasa puas dan perasaan yang menyenangkan karena telah terpenuhinya keinginan dan tujuan dalam perkawinan.

3. Aspek Kepuasan Perkawinan

Menurut Bradbury, Fincham, dan Beach (2000) terdapat beberapa aspek yang dapat menjadi indikator kepuasan perkawinan. Aspek-aspek tersebut antara lain:

a. Cognition

Bagaimana pasangan memberikan penilaian perilaku positif dan negatif yang dimiliki pasangan. Misalnya, perilaku malas, dalam situasi tertentu istri lelah ketika pulang bekerja dan malas memasak suami akan menerima dan mengerti bahwa sang istri sedang lelah atau mengeluhkan perilaku istri.


(40)

b. Affect

Pernyataan tentang peran afeksi dalam mengikis atau mendukung kepuasan perkawinan yang digunakan untuk mengamati ekspresi emosional dan untuk membedakan afeksi mereka tentang perkawinan dari waktu ke waktu.

c. Physiology

Pasangan akan lebih puas bila mereka sering melakukan sentuhan-sentuhan fisik yang dapat meningkatkan keselarasan dengan pasangan. Sentuhan-sentuhan fisik yang dimaksud seperti, berpegangan tangan, berciuman, berpelukan, dan melakukan hubungan seks.

d. Patterns

Pola berhubungan dengan permintaan atau penarikan perilaku pasangan. Misalnya, ketika istri akan cenderung menuntut suami untuk melakukan perubahan perilaku karena tidak puas dengan perilaku pasangannya, sementara itu suami akan cenderung menghindar dari tuntutan istri. Peningkatan tuntutan menyebabkan peningkatan penghindaran, yang pada gilirannya menyebabkan peningkatan tuntutan untuk keterlibatan suami dalam menyelesaikan konflik yang menyebabkan terjadinya penurunan kepuasan perkawinan.

e. Social Support

Dukungan sosial dipercaya berhubungan dengan fungsi perkawinan yang baik agar tercipta hubungan yang sehat dalam keluarga. Pasangan yang


(41)

memberikan dukungan sosial yang baik untuk pasangannya akan memberikan kontribusi terhadap kepuasan perkawinan. Dukungan sosial dapat berupa memberikan perhatian akan kesehatan pasangan, menyediakan kebutuhan pasangannya dan lain-lain.

f. Violence

Individu yang terlibat dalam hubungan yang kasar lebih cenderung tidak puas dengan perkawinannya daripada individu yang tidak terlibat dalam hubungan yang kasar.

Berdasarkan uraian diatas, berikut indikator dalam kepuasan perkawinan antara lain:

1. Cognition, indikatornya:

Memberikan penilaian yang positif dan negatif pada pasangan. 2. Affect, indikatornya:

Bagaimana pasangan mengekspresikan rasa cintanya dari waktu ke waktu.

3. Physiology, indikatornya:

Sentuhan-sentuhan fisik berupa berpegangan tangan, berciuman, berpelukan, dan berhubungan seksual.

4. Patterns, indikatornya:

Perubahan pola perilaku pasangan yang berupa permintaan dan penarikan perilaku pasangan.


(42)

5. Social Support

Dukungan sosial yang positif yang diberikan pasangan dapat menciptakan lingkungan keluarga yang sehat.

6. Violence, indikatornya:

Kekerasan yang dilakukan terhadap pasangan berdampak pada ketidakpuasan perkawinan.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Perkawinan

Menurut Ayub (2010) terdapat sepuluh faktor yang mempengaruhi kepuasan perkawinan, yaitu:

a. Hubungan dengan mertua

Memiliki hubungan yang baik dengan mertua dianggap penting dalam tatanan masyarakat khususnya mengenai penyatuan dua keluarga. Kualitas hubungan dengan keluarga pasangan dapat memperdiksi kepuasan perkawinan.

b. Perbedaan gender

Wanita berharap lebih banyak dalam kehidupan perkawinan serta lebih peduli pada afeksi dan kebersamaan. Kepuasan perkawinan istri cenderung lebih tinggi jika kedua pasangan bekerja dan suami turut membantu pekerjaan rumah. Selain itu, istri akan lebih puas jika suami lebih terbuka kepada istri mengapa suami merasa sedih (Conley, 2012). Sedangkan kepuasan perkawinan pada pria cenderung lebih tinggi dibandingkan


(43)

wanita (Gokmen dalam Ayub, 2010). Kepuasan perkawinan pada suami terjadi apabila istri merasa bahagia dan atraktif (Hillin, 2013).

c. Pendidikan pasangan

Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin bebas ekspresi dan perilaku asertifnya. Pasangan yang lebih asertif memiliki pandangan yang tidak terikat pada gaya tradisional seperti, gaya pria mendominasi wanita. d. Kehadiran anak

Kepuasan perkawinan cenderung meningkat ketika hadirnya anak ditengah-tengah kehidupan perkawinan (Santrock, 2002).

e. Kompromi

Kompromi dalam perkawinan dilakukan untuk saling mengerti satu sama lain, seperti membahas keuangan, rekreasi, lingkungan rumah, pengasuhan, dan relasi sosial. Keikhlasan dalam melakukan suatu hal diperlukan dalam melakukan kompromi.

f. Pengertian dan dukungan pasangan

Pengertian dan dukungan pasangan berarti saling mengerti dalam berbagai hal, seperti nilai-nilai kehidupan, kesepakatan, dan kemampuan dalam mengatasi perubahan dan perbedaan yang terjadi. Pengertian pasangan juga berubungan dengan kemampuan menyelesaikan konflik, kelekatan, dan

self-attributes. Dukungan pasangan tidak dapat digantikan oleh dukungan

orang terdekat atau teman. Orang yang tidak memiliki pasangan yang suportif cenderung mengalami kecemasan, depresi, dan kebencian. Berbagi


(44)

waktu luang bersama dan pembagian tugas dan peran yang adil dalam keluarga termasuk dalam pengertian terhadap pasangan.

g. Kepuasan seksual

Kepuasan seksual menjadi faktor yang cukup penting dalam kepuasan perkawinan. Frekuesnsi, kualitas hubungan intim dan aktivitas seksual yang terkait pada kesukaan pasangan (sexual-interest) menjadi penentu kepuasan perkawinan.

h. Persepsi diri

Seseorang yang memandang positif kehidupan akan lebih merasakan kepuasan perkawinan.

i. Finansial

Status finansial yang tinggi mendukung kepuasan pekawinan. j. Komunikasi

Komunikasi adalah faktor utama dalam perkawinan yang merupakan kunci dari kepuasan perkawinan. Komunikasi yang dilakukan dengan baik dapat dipahami satu sama lain sehingga menghindari kesalahpahaman. Pasangan dengan komunikasi yang tidak baik, sering mengalami kesalahpahaman dan cenderung sulit menyampaikan pesan-pesan positif kepada pasangannya.

Berdasarkan uraian di atas, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan perkawinan diantaranya, hubungan dengan mertua, perbedaan gender, pendidikan pasangan, kehadiran anak,


(45)

kompromi, pengertian dan dukungan pasangan, kepuasan seksual, persepsi diri, finansial dan komunikasi.

C. Istri Suku Jawa

Di Indonesia wanita Jawa masih diletakkan pada wilayah-wilayah domestik, misalnya sebagai ibu rumah tangga. Sardjono (1992) mengungkapkan pandangan tentang wanita Jawa yang menyatakan kedudukan wanita Jawa tidak sama dengan pria, namun dari wanita dituntut ciri-ciri terhormat antara lain, kesetiaan, kepatuhan, kesabaran, kemampuan menyembunyikan gejolak batin, pasrah atau nerimo ing pandrum dan kompromis. Menurut (Sukri dan Sofwan, 2001) wanita Jawa selalu diidentikkan dengan kelemah-lembutan, penurut, sopan santun, dan beberapa sifat feminim lainnya.

Menurut Handayani dan Novianto (2004) istri suku Jawa adalah wanita yang tetap tampak lembut, halus, berperan, dengan baik di rumah sebagai ibu maupun istri, di dapur maupun di tempat tidur. Karakter istri suku Jawa sangat identik dengan kultur Jawa, seperti bertutur kata halus, tenang, kalem, tidak suka konflik, mementingkan harmoni, menjunjung tinggi nilai keluarga, mampu mengerti dan memahami orang lain, sopan, terkontrol, memiliki daya tahan yang tinggi untuk menderita dan setia.

Sukri dan Sofwan (2001) mengatakan bahwa dalam kehidupan keluarga Jawa, wanita berkedudukan sebagai istri (garwa), pendamping suami dan sebagai ibu rumah tangga yang melahirkan, menjaga, dan memelihara anak.


(46)

Secara lebih luas perannya dalam keluarga wanita dalam Serat Candrarini dilukiskan bisa macak, manak, dan masak. Pada pola perkawinan seperti ini tugas istri adalah mengurus keluarga, karena istri tergantung pada suami dalam hal pencarian nafkah, maka suami dianggap lebih mempunyai kuasa (wewenang).

Sudartini (2010) mengatakan bahwa dalam budaya Jawa, seorang istri yang ideal digambarkan sebagai sosok yang lemah lembut, penurut, penyabar, penyayang, pasrah, dan setia pada suami. Selain itu, masyarakat Jawa juga menempatkan wanita sebagai the second class setelah laki-laki. Kedudukan sebagai istri, membuat wanita suku Jawa berada dalam posisi yang lebih rendah dari pada suami, sebab dalam konsep Jawa istri harus memperlakukan suami seperti dewa yang dipuji, ditakuti, dan dihormati (Sukri dan Sofwan, 2001).

Bahkan ada falsafah yang mengatakan bahwa seorang istri adalah konco

wingking bagi suaminya, artinya seorang istri harus mendukung suaminya dari

belakang tanpa boleh mendahului langkah suaminya. Ada pula falsafah Jawa lain

yang harus dipegang oleh seorang istri terhadap suaminya, yakni “surgo nunut neroko katut”. Falsafah tersebut menyiratkan bahwa seorang istri harus

mengikuti suaminya. Keputusan mutlak di tangan laki-laki dan wanita berkewajiban menurutinya tanpa boleh membantah (Roqib, 2007).

Berdasarkan penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa istri suku Jawa adalah seorang istri yang pasrah, penurut, penyabar terhadap apa saja yang


(47)

akan terjadi pada dirinya dan setia kepada suaminya. Selain itu, istri suku jawa juga memiliki peran dalam mendukung semua keputusan suami.

D. Dinamika Hubungan antara Komunikasi yang Efektif dan Kepuasan Perkawinan Pada Istri Suku Jawa

Roqib (2007) mengatakan bahwa istri suku Jawa adalah seorang wanita yang pasrah terhadap apa pun yang terjadi pada dirinya. Menurut tradisi Jawa, istri dibatasi oleh tradisi keperempuanan ideal yang mengutamakan nilai-nilai kepatuhan dan ketaatan (Hakimi dkk, 2011). Hal ini karena seorang istri yang ideal digambarkan sebagai sosok yang lemah lembut, penurut, penyabar, penyayang, pasrah, dan setia pada suami Sudartini (2010).Nilai-nilai kepatuhan dan ketaatan yang ditanamkan pada istri suku Jawa cenderung membuat istri suku Jawa kurang dapat mengutarakan pikiran dan perasaan.

Komunikasi adalah pertukaran arus informasi dan ide-ide dari satu orang ke orang lain dengan melibatkan pengirim transmisi ide, informasi atau perasaan ke penerima (Army, dalam Osakinle dan Okafor, 2013). Komunikasi yang efektif terjadi hanya jika penerima mengerti informasi atau gagasan yang tepat bahwa pengirim bermaksud untuk mengirimkan suatu pesan. Canary dan Stafford (2002) mendefinisikan komunikasi efektif sebagai tindakan dan kegiatan yang digunakan untuk mempertahankan hubungan sesuai dengan apa yang diinginkan.


(48)

Setiap orang menginginkan kepuasan dalam perkawinannya karena kepuasan perkawinan menjadi salah satu penentu kesejahteraan dalam kehidupan perkawinan (Hurlock, 1990). Beberapa studi telah menunjukkan bahwa komunikasi yang efektif berperan dalam kepuasan perkawinan (Yalcin, Ka & Karahan, 2007;. Schilling, et al, 2003; Halford, Sanders, & Behrens, 2001; Shirali, 2008 (dalam Tavakolizadeh, Nejatian, Soori, 2014)). Studi Gottman (2004) menunjukkan bahwa komunikasi efektif dapat menjadi penentu rasa puas dalam perkawinan (dalam Tavakolizadeh, Nejatian, dan Soori, 2014).

Pada istri suku Jawa yang memiliki komunikasi efektif dicirikan dengan sopan, baik, menyenangkan, mampu mengungkapkan pikiran dan perasaan, ekspresif, mempunyai hubungan yang baik dengan pasangan dan keluarga pasangan, berbagi tugas dan tanggung jawab, menyelesaikan masalah bersama, menerima dan menjalankan nasihat dari pasangan. Hal ini membuat istri suku jawa dapat menerima perilaku negatif pasangan, kehidupan seksual yang baik, hubungan yang harmonis, adanya dukungan sosial, dan saling perhatian dengan pasangan. Penjelasan tersebut menyebabkan istri suku jawa memiliki kepuasan perkawinan yang tinggi.

Sebaliknya apabila terjadi komunikasi tidak efektif pada istri suku Jawa dalam perkawinan seperti kasar, tidak ramah, banyak mengkritik, tertutup, jarang mengungkapkan perasaan cinta, hubungan dengan pasangan dan keluarga pasangan tidak harmonis, banyak masalah yang tidak terselesaikan dan mengabaikan nasihat dari pasangan diduga dengan situasi tersebut akan muncul


(49)

anggapan tentang perilaku pasangan yang negatif, kehidupan seksual tidak terpenuhi, hubungan yang tidak harmonis, tidak adanya dukungan sosial dari pasangan dan sering melakukan kekerasan dalam perkawinan yang akan berdampak pada kepuasan perkawinan yang rendah pada istri suku Jawa.

Istri suku Jawa memiliki posisi yang tidak terlalu menguntungkan dibandingkan dengan laki-laki secara budaya karena dipandang pasif, penurut dan tunduk kepada suami (Handayani dan Novianto, 2007). Adanya komunikasi yang tidak efektif antara suami istri menyebabkan renggangnya hubungan dengan pasangan dan kurangnya komunikasi verbal antar pasangan suami istri. Hal ini dapat menyebabkan menurunnya kepuasan dalam perkawinan (Tavakolizadeh, Nejatian, dan Soori, 2014). Kepuasan perkawinan muncul disebabkan karena adanya jalinan komunikasi yang efektif, bukan hanya karena masing-masing dapat mengemukakan apa yang menjadi kebutuhannya saja tetapi juga kebutuhan untuk berkomunikasi itu sendiri bila terpenuhi akan memberikan kepuasan perkawinan yang lebih tinggi (Montgomery, 1981).


(50)

E. Bagan Hubungan antara Komunikasi yang Efektif dan Kepuasan Perkawinan Pada Istri Suku Jawa

Istri Suku Jawa

Komunikasi yang Efektif: -sopan, baik, menyenangkan -mampu mengungkapkan pikiran

dan perasaan kepada suami - ekspresif

-mempunyai hubungan yang baik dengan suami dan keluarga suami

-berbagi tugas dan tanggung jawab

-menyelesaikan masalah bersama suami

-menerima dan menjalankan nasihat dari suami

Komunikasi Tidak Efektif: -kasar, tidak ramah, banyak

mengkritik - tertutup

-jarang mengungkapkan perasaan cinta

-hubungan dengan suami dan keluarga suami tidak harmonis -kurang bertanggung jawab atas

kewajiban

-banyak masalah yang tidak terselesaikan

-mengabaikan nasihat dari suami

- dapat menerima perilaku negatif suami

- kehidupan seksual baik - hubungan yang harmonis - adanya dukungan sosial dari

suami

- saling perhatian dengan suami

- menganggap perilaku suami negatif

- kehidupan seksual tidak terpenuhi - hubungan yang tidak harmonis - tidak adanya dukungan sosial dari

suami

- sering menjadi korban kekerasan


(51)

F. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah terdapat hubungan positif antara komunikasi yang efektif dan kepuasan perkawinan pada istri suku Jawa. Semakin efektif komunikasi pada istri suku Jawa maka akan semakin puas dalam perkawinan.


(52)

31

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian korelasional (correlational studies).

Penelitian korelasional ini bertujuan untuk melihat hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya (Azwar, 2003). Korelasi yang dimaksud adalah hubungan antara variabel X (komunikasi yang efektif) dengan variabel Y (kepuasan perkawinan).

B. Identifikasi Variabel Penelitian

Penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu : 1. Variabel X : Komunikasi yang Efektif 2. Variabel Y : Kepuasan Perkawinan

C. Definisi Operasional 1. Komunikasi Efektif

Komunikasi yang efektif pada istri suku Jawa adalah komunikasi yang isinya dapat dimengerti dan dipahami sama oleh pengirim dan penerima yang bersifat menyenangkan, aktual, nyata dan digunakan untuk mempertahankan hubungan sesuai dengan apa yang diinginkan. Aspek-aspek yang dapat digunakan untuk mengukur komunikasi efektif meliputi tujuh aspek, yaitu:


(53)

positivity, openness, assurances, social networking, sharing, management conflict, dan advice. Komunikasi efektif akan diukur menggunakan skala

komunikasi efektif. Tinggi rendahnya komunikasi efektif akan ditentukan oleh skor total dari skala tersebut. Semakin tinggi skor pada skala, maka makin tinggi juga komunikasi efektif yang dimiliki oleh istri suku Jawa. Sebaliknya, semakin rendah skor pada skala, maka makin rendah juga komunikasi efektif yang dimiliki oleh istri suku Jawa.

2. Kepuasan Perkawinan

Kepuasan perkawinan pada istri suku Jawa adalah perasaan positif mengenai kebahagiaan, rasa puas dan perasaan yang menyenangkan karena telah terpenuhinya keinginan dan tujuan dalam perkawinan. Kepuasan

perkawinan diukur menggunakan enam aspek yang meliputi cognition, affect,

physiology, patterns, social support, dan violence. Kepuasan perkawinan akan

diukur menggunakan skala kepuasan perkawinan. Tinggi rendahnya kepuasan perkawinan akan ditentukan oleh skor total dari skala tersebut. Semakin tinggi skor pada skala, maka semakin tinggi kepuasan perkawinan pada istri suku Jawa. Sebaliknya, semakin rendah skor pada skala, maka makin rendah juga kepuasan perkawinan pada istri suku Jawa.


(54)

D. Subjek Penelitian

Peneliti menggunakan teknik purposive sampling. Teknik ini digunakan

karena pengambilan sampel didasarkan pada pertimbangan tertentu berdasarkan ciri atau sifat populasi yang sudah ditentukan peneliti (Sugiyono, 2010).

Subjek dalam penelitian ini adalah istri suku Jawa yang berdomisili di Provinsi D.I Yogyakarta yang memiliki beberapa ciri, diantaranya:

1. Minimal usia perkawinan adalah 2 tahun, karena durasi perkawinan di bawah dua tahun dianggap sebagai penyesuaian dan kurang dapat memprediksi kepuasan perkawinan (Fischer dalam Trokan, 1998).

2. Tinggal bersama dengan suami, hal ini dikarenakan terdapat beberapa aspek dalam kepuasan perkawinan dan komunikasi efektif yang membutuhkan kerjasama suami istri secara langsung seperti positivity, openness, sharing,

physiology, affect dan social support.

3. Memiliki anak, karena pasangan yang memiliki anak cenderung lebih puas dan merasa perannya sebagai orang tua terpenuhi dibandingkan pasangan tanpa anak (Santrock, 2002).

E. Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini dalam pengumpulan data menggunakan 2 skala, yaitu; 1. Skala Komunikasi yang Efektif

Komunikasi yang efektif diukur dengan menggunakan skala komunikasi yang efektif yang disusun oleh peneliti. Skala komunikasi yang


(55)

efektif terdiri dari 42 aitem yang terbagi menjadi dua (2) kategori, yaitu 21 aitem favourable dan 21 aitem unfavourable. Aspek-aspek yang diukur dalam skala komunikasi efektif tersebut adalah aspek-aspek komunikasi yang efektif menurut Cannary dan Stafford (2002) dan Canary dan Zelley (dalam Punyanunt Carter, 2004), yaitu; positivity, openness, assurances, social

networking, sharing, management conflict, dan advice.

Setiap aitem pada skala komunikasi yang efektif menggunakan skala likert dengan empat pilihan jawaban, antara lain; Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Kategori penilaian untuk masing-masing aitem favourable adalah nilai 4 untuk Sangat Setuju (ST), nilai 3 untuk Setuju (S), nilai 2 untuk Tidak Setuju (TS), dan nilai 1 untuk Sangat Tidak Setuju (STS). Sedangkan, untuk masing-masing aitem

unfavourable adalah nilai 1 untuk Sangat Setuju (SS), nilai 2 untuk Setuju (S),


(56)

Tabel.1

Tabel Distribusi Aitem Skala Komunikasi yang Efektif

2. Skala Kepuasan Perkawinan

Kepuasan perkawinan diukur dengan menggunakan skala kepuasan perkawinan yang disusun oleh peneliti. Skala kepuasan perkawinan terdiri dari 36 aitem yang terbagi menjadi dua (2) kategori, yaitu 18 aitem favourable dan 18 aitem unfavourable. Aspek-aspek yang diukur dalam skala kepuasan perkawinan tersebut adalah aspek-aspek kepuasan perkawinan menurut Bradbury, Fincham, dan Beach (2000), yaitu; cognition, affect, physiology,

patterns, social support, dan violence

Setiap aitem pada skala kepuasan perkawinan menggunakan skala likert dengan empat pilihan jawaban, antara lain; Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Kategori penilaian

Aspek Sebaran Aitem Jumlah

Aitem

Favourable Unfavourable

Positivity 3 (2, 5, 8) 3 (3, 6, 20) 6 (14.3 %)

Openness 3 ( 1, 21, 24) 3 (7, 23, 30) 6 (14.3 %)

Asurancess 3 (4, 15, 22) 3 (26, 41, 42) 6 (14.3 %)

Social networking 3 (10, 27, 31) 3 (11, 16, 35) 6 (14.3 %)

Sharing 3 (9, 18, 28) 3 (12, 14, 19) 6 (14.3 %)

Management conflict 3 (13, 33, 38) 3 (17, 25, 29) 6 (14.3 %)

Advice 3 (34, 37, 40) 3 (32, 36, 39) 6 (14.3 %)


(57)

untuk masing-masing aitem favourable adalah nilai 4 untuk Sangat Setuju (SS), nilai 3 untuk Setuju (S), nilai 2 untuk Tidak Setuju (TS), dan nilai 1 untuk Sangat Tidak Setuju (STS). Sedangkan, untuk masing-masing aitem

unfavourable adalah nilai 1 untuk Sangat Setuju (SS), nilai 2 untuk Setuju (S),

nilai 3 untuk Tidak Setuju (TS), dan nilai 4 untuk Sangat Tidak Setuju (STS). Peneliti tidak memasukkan pilihan jawaban “Netral” untuk menghindarkan kecenderungan subjek memilih alternatif jawaban yang dianggap paling aman. Selain itu, hal ini bertujuan untuk mengarahkan subjek memilih pernyataan yang bersifat favourable atau unfavourable (Widoyoko, 2015).

Tabel.2

Tabel Distribusi Aitem Skala Kepuasan Perkawinan

Aspek Sebaran Aitem Jumlah Aitem

Favourable Unfavourable

Cognition 3 (3, 16, 17) 3 (14, 19, 27) 6 (16.67 %)

Affect 3 (1, 7, 12) 3 (2, 9, 11) 6 (16.67 %)

Physiology 3 (26,32,35) 3 (5, 6, 15) 6 (16.67 %)

Patterns 3 (10, 30, 33) 3 (18, 21, 28) 6 (16.67 %)

Social Support 3 (8, 13, 22) 3 (4, 24, 31) 6 (16.67 %)

Violence 3 (20, 25, 29) 3 (23, 34, 36) 6 (16.67 %)


(58)

F. VALIDITAS DAN REALIBILITAS SKALA

1. Validitas

Validitas adalah tingkat ketetapan dan kecermatan suatu alat pengukur untuk dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Suatu alat ukur dapat dikatakan memiliki validitas yang tinggi jika alat ukur tersebut dapat memberikan hasil sesuai dengan tujuan pengukuran tersebut (Azwar, 2003). Skala sebagai alat pengukur perlu diuji validitas, karena jika validitas tidak memenuhi syarat berarti kuisioner sebagai alat tidak dapat dipertanggungjawabkan ketepatan pengukurannya. Semakin tinggi validitasnya semakin tepat alat ukur tersebut digunakan untuk mengukur sasarannya. Sebaliknya semakin rendah validitas suatu alat pengukur, semakin tidak dapat mengukur sasaran yang akan diukur.

Penelitian ini menggunakan metode validitas isi. Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi dengan menggunakan pengujian terhadap isi tes dengan cara analisis rasional atau professional judgement, untuk melihat sejauh mana isi tes tersebut menunjukkan atribut yang diukur, sehingga tes tersebut harus relevan dan tidak keluar dari tujuan pengukuran (Azwar, 2003) dan lay rational judgement dengan membacakan kembali item yang telah yang dibuat kepada subjek apakah subjek telah mengerti dan pahan pada pernyataan-pernyataan yang telah dibuat (Supratiknya, 2015).

Professional judgment dilakukan oleh orang yang ahli dalam bidang tersebut,


(59)

2. Seleksi Aitem

Seleksi Aitem dilakukan untuk dilakukan dengan tujuan untuk memilih aitem-aitem yang valid untuk diteliti. Seleksi aitem didasarkan pada daya diskriminasi aitem, yaitu sejauh mana aitem bisa membedakan individu yang memiliki atau tidak memiliki atribut yang sedang diteliti (Azwar, 2009). Perhitungan diskriminasi aitem dilakukan dengan cara mengkorelasikan skor aitem dengan skor aitem total sehingga didapatkan koefisien korelasi aitem total (rix) yang disebut dengan indeks daya beda

aitem. Aitem yang dengan koefisien korelasi aitem total minimal 0,30 memiliki daya diskriminasi yang baik (Azwar, 2009). Maka dari itu, kriteria pemilihan aitem dalam menggunakan aitem menggunakan batasan rix >0,30.

Seleksi aitem perlu dilakukan untuk melihat dan menentukan aitem yang baik dan aitem yang buruk dalam penelitian ini. Seleksi item dilakukan dengan melihat daya diskriminasi aitem, yaitu sejauh mana aitem mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki dan yang tidak memiliki atribut yang diukur (Azwar, 2007). Dalam prosedur seleksi aitem, aitem dapat dikatakan memuaskan (dapat diterima) dalam penelitian apabila aitem memiliki koefisien korelasi (rix) >0,300. Apabila aitem memiliki

nilai 0,250-0,299 maka aitem tersebut dapat dipertimbangkan untuk lolos seleksi dengan pertimbangan aitem yang memiliki nilai >0,300 terbatas. Dan, aitem dengan nilai <0,249 tidak disarankan untuk lolos seleksi (Periantalo, 2015).


(60)

Uji coba skala dilakukan di Kota Yogyakarta pada tanggal 28 Maret 2016 sampai pada tanggal 3 Mei 2016. Peneliti menyebar skala kepada istri suku Jawa yang memiliki usia perkawinan minimal 2 tahun, tinggal bersama dengan suami dan memiliki anak. Terdapat 60 skala yang disebar oleh peneliti tetapi peneliti hanya menggunakan 50 karena 10 skala dianggap gugur karena ada yang tidak mengisi pernyataan secara lengkap.

Dari 42 aitem skala komunikasi yang efektif, 35 aitem yang dinyatakan sahih dan 7 aitem lainnya yang digugurkan karena memiliki rix < 0,30.

Sedangkan pada aitem kepuasan perkawinan dari 36 aitem terdapat 20 aitem yang dinyatakan sahih dan 16 aitem yang yang harus digugurkan karena memiliki rix < 0,25.


(61)

Tabel.3

Tabel Distribusi Aitem Skala Komunikasi yang Efektif (Setelah Seleksi Aitem)

Aspek dan Indikator Sebaran Aitem Jumlah

Aitem

Favorable Unfavorable

Positivity 2, 5, 8 6, 20 5

Openness 1, 24 7, 23, 30 5

Asurancess 4, 15, 22 26, 41 5

Social Networking 10, 27, 31 11, 16, 35 6

Sharing 9, 18, 28 12 4

Conflict Management 13, 33, 38 17, 29 5

Advice 34, 40 32, 36, 39 5


(62)

Tabel.4

Tabel Distribusi Aitem Skala Kepuasan Perkawinan (Setelah Seleksi Aitem)

3. Reliabilitas

Reliabilitas mengacu pada sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya, konsisten, dan memiliki kecermatan (Azwar, 2003). Pada penelitian ini, reliabilitas skala komunikasi yang efektif dan kepuasan perkawinan menggunakan koefisien Alpha dari Cronbach. Pendekatan ini memiliki nilai praktis karena cukup dikenakan sekali saja pada kelompok subjek (Azwar, 2009). Suatu alat ukur dikatakan memuaskan reliabiltasnya jika nilai koefisien Alpha mencapai 0.900, sedangkan suatu alat ukur dapat dikatan reliabel jika memiliki koefisien nilai Alpha minimal 0.600 (Azwar, 2003).

Aspek dan Indikator

Sebaran Aitem Jumlah

Aitem

Favorable Unfavorable

Cognition 16, 17 14, 19 4

Affect 1, 12 9, 11 4

Physiology 26, 35 5, 15 4

Patterns 36 18 2

Social Support 8, 22 24, 31 4

Violence 25 23 2


(63)

Berdasarkan hasil perhitungan statistik menggunkan program SPSS versi 16.0, skala komunikasi yang efektif memiliki koefisien Alpha sebesar (0.934), dan skala kepuasan perkawinan memiliki koefisien Alpha sebesar (0.884). Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa skala komunikasi yang efektif dan skala kepuasan perkawinan memiliki koefisien Alpha lebih dari 0.600. Hal tersebut menunjukkan bahwa skala komunikasi yang efektif dan skala kepuasan perkawinan reliabel.

G. METODE ANALISA DATA 1. Uji Asumsi

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk melihat normal atau tidaknya distribusi data yang diperoleh. Uji normalitas data dilakukan dengan menggunakan uji One Sample Kolmogorov-Smirnov Z Test pada program SPSS. Distribusi data dapat dikatakan normal jika nilai signifikansi lebih dari 0.05 ( p > 0.05 ).

b. Uji Linearitas

Uji linearitas dilakukan untuk melihat komunikasi yang efektif sebagai variabel bebas memiliki hubungan yang linear dengan kepuasan perkawinan sebagai variabel tergantung. Teknik yang dilakukan untuk melihat uji linearitas dalam penelitian ini adalah Tes For Linearity pada program SPSS SPSS for Windows 16.0. Hubungan yang dapat dikatakan


(64)

linear jika signifikansi kurang dari 0.05 (p<0.05), sebaliknya hubungan dikatakan tidak linear jika signifikansi lebih besar dari 0.05 ( p>0.05).

2. Uji Hipotesis

Uji hopotesis dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara komunikasi yang dan kepuasan perkawinan. Data yang diperoleh kemudian diolah menggunakan perhitungan statistik, yaitu menggunakan perhitungan korelasi product-moment dari Pearson jika data yang diperoleh berdistribusi normal dan menggunakan Spearman’s rho jika data berdistribusi tidak normal. Pengolahan data tersebut dilakukan dengan menggunakan program SPSS.


(65)

44

BAB IV

PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. PELAKSANAAN PENELITIAN

Pengambilan data dilakukan selama 3 minggu dimulai dari tanggal 9 Mei 2016 sampai 31 Mei 2016. Subjek dalam penelitian ini adalah istri suku Jawa yang memiliki usia perkawinan minimal 2 tahun, tinggal bersama dengan suami, dan sudah memiliki anak. Peneliti mendapatkan bantuan dari beberapa teman untuk melakukan pengambilan data karena kondisi tempat tinggal subjek yang sulit untuk ditemui secara langsung oleh peneliti.

Peneliti menyebar 160 skala kepada istri suku Jawa yang berada di Daerah Istimewa Yogyakarta dan sekitarnya. Dari 143 skala yang kembali, hanya 133 skala yang dapat dianalisis, sedangkan 10 skala lainnya tidak dapat dianalisis dikarenakan ada yang tidak mengisi identitas diri secara lengkap, seperti usia perkawinan, jumlah anak dan tidak mengisi pernyataan secara lengkap.

B. DESKRIPSI SUBJEK PENELITIAN

Subjek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah 133 orang istri suku Jawa yang berada di kota Yogyakarta dan sekitarnya yang memiliki usia perkawinan minimal 2 tahun, tinggal bersama dengan suami, dan sudah memiliki anak.


(66)

Tabel.5

Tabel Deskripsi Subjek Berdasarkan Lama Perkawinan Lama Perkawinan Jumlah

2 – 10 tahun 55

11-20 tahun 32

21-30 tahun 33

31-40 tahun 12

41-50 tahun 1

Total 133

Tabel.6

Tabel Deskripsi Subjek Berdasarkan Jumlah Anak Jumlah Anak Jumlah Subjek

1 45

2 58

3 24

4 6

Total 133

C. DESKRIPSI PENELITIAN

Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan pada istri suku Jawa, peneliti memperoleh data hasil penelitian yang membandingkan antara data empiris dengan data teoritis. Hal ini dilakukan untuk mengetahui hubungan


(67)

antara komunikasi yang efektif dengan kepuasan perkawinan pada istri suku Jawa. Berikut ini disajikan tabel yang berisi data empiris dan data teoritis : Tabel.7

Tabel Data Hasil Penelitian

Variabel Teoritis Empiris SD Sig.

Hasil Uji-t

Mean X max X min Mean X max X min

Komunikasi yang Efektif

87.5 134 64 109.53 134 64 12.063 0.000

Kepuasan Perkawinan

50 80 20 62.24 80 20 7.749 0.000

Berdasarkan tabel diperoleh data hasil perbandingan antara mean empiris dan mean teoritis pada masing-masing variabel. Pada variabel komunikasi yang efektif diperoleh mean empiris (109.53) lebih besar dibandingkan mean teoritisnya (87.5). Demikian juga pada variabel kepuasan perkawinan diperoleh data yang menunjukkan bahwa mean empiris (62.24) lebih besar dibandingkan mean teoritisnya (50). Berdasarkan hasil uji one sample t-test pada variabel komunikasi yang efektif dan variabel kepuasan perkawinan, mean empiris memiliki perbedaan yang signifikan terhadap mean teoritis karena memiliki nilai signifikansi lebih kecil dari 0.05 (p<0.05), yaitu nilai 0.000. Hal


(68)

ini menunjukkan komunikasi yang efektif dan kepuasan perkawinan pada istri suku Jawa cenderung tinggi.

D. HASIL PENELITIAN

1. Uji Asumsi a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk melihat normal atau tidaknya distribusi data yang diperoleh. Uji normalitas data dilakukan dengan menggunakan uji One Sample Kolmogorov-Smirnov Z Test pada program SPSS. Distribusi data dapat dikatakan normal jika nilai signifikansi lebih dari 0.05 (p>0.05).

Berdasarkan hasil perhitungan, signifikansi data komunikasi yang efektif sebesar 0.007, sedangkan nilai signifikasi pada kepuasan perkawinan sebesar 0.043. Hasil tersebut menunjukkan bahwa data komunikasi yang efektif dan kepuasan perkawinan termasuk dalam distribusi tidak normal dikarenakan memiliki nilai signifikansi lebih kecil dari 0.050 (p<0.050).


(69)

Tabel.8

Tabel Uji Normalitas

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig. Statistic df Sig. komunikasi

yang efektif .093 133 .007 .975 133 .015

kepuasan

perkawinan .079 133 .043 .966 133 .002

a. Lilliefors Significance Correction


(70)

Gambar 2. Histogram Variabel Kepuasan Perkawinan

b. Uji Linearitas

Teknik yang dilakukan untuk melihat uji linearitas dalam penelitian ini adalah Tes For Linearity pada program SPSS. Hubungan dapat dikatakan linear jika signifikansi kurang dari 0.05 (p<0.05), sebaliknya hubungan dikatakan tidak linear jika signifikansi lebih besar dari 0.05 (p<0.05).

Berdasarkan uji linearitas komunikasi yang efektif dengan kepuasan perkawinan memiliki nilai F sebesar 353.192 dengan signifikansi sebesar 0.000. Hal ini menunjukkan bahwa komunikasi yang efektif dan kepuasan perkawinan memiliki hubungan yang linear dikarenakan memiliki nilai signifikansi kurang dari 0.050 (p<0.050).


(71)

Tabel.9

Tabel Uji Linearitas

F Sig.

Komunikasi yang Efektif *Kepuasan Perkawinan

Between Groups (combined) Linearity

Deviation from Linearity

8.601 353.192

1.110

.000 .000 .334


(72)

c. Uji Hipotesis

Uji hipotesis dalam penelitian ini ditujukan untuk mengetahui dan menguji hipotesis pada penelitian ini yaitu terdapat hubungan antara komunikasi yang efektif dan kepuasan perkawinan pada istri suku Jawa. Uji hipotesis pada penelitian ini menggunakan teknik korelasi Spearman’s Rho karena data komunikasi yang efektif dan data kepuasan perkawinan memiliki distribusi tidak normal. Menurut Yasmin dan Kurniawan (2009) r=0.838 termasuk dalam kategori hubungan korelasi yang sangat kuat.

Tabel.10

Koefisien Korelasi dan Interpretasinya

Nilai Korelasi Sampel (r) Interpretasinya

0,00-0,09 Hubungan korelasi diabaikan

0,10-0,29 Hubungan korelasi sangat rendah

0,30-0,49 Hubungan korelasi moderat

0,50-0,70 Hubungan korelasi sedang


(73)

Tabel.11

Tabel Uji Hipotesis

Correlations

kepuasan perkawinan

komunikasi yang efektif

Spearman's rho kepuasan

perkawinan

Correlation

Coefficient 1.000 .838

**

Sig. (1-tailed) . .000

N 133 133

komunikasi yang efektif

Correlation

Coefficient .838

**

1.000

Sig. (1-tailed) .000 .

N 133 133

**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).

Berdasarkan hasil uji hipotesis pada Tabel.11 dapat dilihat bahwa variabel komunikasi yang efektif dan kepuasan perkawinan memiliki koefisien korelasi (r) sebesar 0.838 dengan signifikansi sebesar 0.000. Hal tersebut menunjukkan adanya hubungan positif yang sangat kuat (Yasmin dan Kurniawan, 2009) antara komunikasi yang efektif dan kepuasan perkawinan karena nilai signifikansinya lebih kecil dari 0.050 (p < 0.050). Dengan demikian hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini diterima, yaitu semakin


(74)

efektif komunikasi pada istri suku Jawa maka akan semakin puas dalam perkawinannya.

2. PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara komunikasi yang efektif sebagai variabel bebas dan kepuasan perkawinan sebagai variabel tergantung. Berdasarkan hasil penelitian, komunikasi yang efektif dan kepuasan perkawinan memiliki koefisien korelasi sebesar 0.838 dengan p= 0.000 (p<0.050). Korelasi koefisien tersebut tergolong dalam korelasi yang sangat kuat (Yasmin dan Kurniawan, 2009). Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan korelasi positif yang sangat kuat dan signifikan antara komunikasi yang efektif dan kepuasan perkawinan pada istri suku Jawa. Dengan demikian semakin efektif komunikasi yang dilakukan oleh istri suku Jawa, maka akan semakin puas dalam perkawinannya.

Berdasarkan hasil penelitian terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara komunikasi yang efektif dan kepuasan perkawinan. Hal ini dikarenakan pada istri suku jawa komunikasi efektif dicirikan dengan sopan, baik, menyenangkan, mampu mengungkapkan pikiran dan perasaan, ekspresif, mempunyai hubungan yang baik dengan pasangan dan keluarga pasangan, berbagi tugas dan tanggung jawab, menyelesaikan masalah bersama, menerima dan menjalankan nasihat dari pasangan (Canary dan Stafford, 2002 dan Canary dan Zelley (dalam Punyanunt Carter, 2004)). Ciri-ciri tersebut menyebabkan


(75)

istri suku Jawa dapat menerima perilaku negatif pasangan, kehidupan seksual yang baik, hubungan yang harmonis, adanya dukungan sosial, dan saling perhatian dengan pasangan (Bradbury, Fincham, dan Beach, 2000). Hal ini menyebabkan istri suku jawa memiliki kepuasan perkawinan yang tinggi.

Berdasarkan hasil uji t one sample test menunjukkan bahwa mean empiris (109.53) dan mean teoritis (87.5) variabel komunikasi yang efektif memiliki perbedaan yang signifikan karena nilai signifikansinya 0.000 yang lebih kecil dari 0.050 (p<0.05). Hal ini berarti bahwa kecenderungan komunikasi yang efektif sangat dirasakan oleh subjek. Hasil uji t one sample test pada variabel kepuasan perkawinan menunjukkan bahwa mean empiris (62.24) dan mean teoritis (50) dari skala kepuasan perkawinan memiliki perbedaan yang signifikan karena nilai signifikansinya 0.000 yang lebih kecil dari 0.050 (p<0.05). Hal ini berarti bahwa subjek merasakan kepuasan dalam perkawinan. Subjek merasa terdapat rasa puas dalam kehidupan perkawinannya.

Data variabel komunikasi yang efektif dan data variabel kepuasan perkawinan termasuk dalam distribusi tidak normal. Hal ini bisa terjadi karena peneliti tidak menggunakan teknik random sampling, sehingga tidak dapat memberikan kesempatan yang sama pada populasi untuk mengisi skala komunikasi yang efektif dan skala kepuasan perkawinan.


(76)

55

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis penelitian ini diterima. Hal tersebut terbukti dengan adanya korelasi positif yang sangat kuat dan signifikan antara komunikasi yang efektif dan kepuasan perkawinan pada istri suku Jawa yaitu sebesar 0.838 dengan nilai signifikansi 0.000. Hal ini berarti bahwa semakin efektif komunikasi yang dilakukan oleh istri suku Jawa maka akan semakin puas dalam perkawinannya. Sebaliknya, semakin tidak efektif komunikasi yang dilakukan oleh istri suku Jawa maka akan semakin tidak puas dalam perkawinannya.

B. Keterbatasan penelitian

Peneliti menyadari adanya keterbatasan selama melakukan penelitian, yaitu penelitian ini kurang mampu mewakili populasi suku jawa karena tidak menggunakan teknik random sampling sehingga, generalisasi pada penelitian ini terbatas. Selain itu, kurangnya data demografi tentang pekerjaan dan data pendidikan terakhir untuk melihat latar belakang setiap subjek juga menjadi keterbatasan dalam penelitian ini.


(77)

C. Saran

1. Bagi Istri Suku Jawa

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang kuat dan signifikan antara komunikasi yang efektif dab kepuasan perkawinan pada istri suku Jawa. Istri suku Jawa diharapkan dapat melakukan komunikasi yang efektif dengan suami agar dapat tercipta kepuasan dalam perkawinan. Untuk itu istri diharapkan mampu mempertahankan komunikasi yang efektif dalam perkawinannya.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini memiliki beberapa kekurangan diantaranya kurangnya data tentang pendidikan terakhir dan pekerjaan. Ada baiknya peneliti selanjutnya untuk menambahkan data demografi seperti, pekerjaan, usia menikah, dan pendidikan terakhir. Untuk itu bagi peneliti yang ingin meneliti tentang komunikasi yang efektif dan kepuasan perkawinan selanjutnya disarankan menambahkan faktor pendukung lain yang dapat menentukan tingkat kepuasan perkawinan.


(78)

57

Alberti, R. E., & Emmons, M. L. (1987). Your Perfect Right, A Guide to Assertive

Living. California: Impact Publishers.

Animasahaun, R. A., & Oladeni, O.O. (2012). Effect of assertiveness training and marital communication skills in enhancing marital satisfaction among bapist couple state, Nigeria. Global Journal of Human Social Science Arts &

Humanities.

Ayub, N. (2010). Development of Marital Satisfaction Scale. Pakistan Journal of

Clinical Psychology. ©Institute of Clinical Psychology, University of Karachi.

9.19-34.

Azwar, S. (2003). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustka Pelajar. Azwar, S. (2007). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Azwar, S. (2009). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Badan Pusat Statistik. (2010). Persentase Jumlah Suku Terbesar Di Indonesia. Diakses tanggal 6 Mei 2014 dari http://bps.go.id/.

Badan Pusat Statistik. (2009-2013). Persentase Rumah Tangga menurut Daerah Tempat Tinggal, Kelompok Umur,Jenis Kelamin Kepala Rumah Tangga, dan Status Perkawinan, 2009-2013. Diakses tanggal 2 Oktober 2015 dari http://bps.go.id/index.php/linkTabelStatis/1605.

Bradbury, T., Beach, R.H.S., dan Fincam F.D. (2000). Research on the Nature and Determinants of Marital Satisfaction: A Decade in Review. Journal Of

Marriage And Family. DOI: 10.1111/j.1741-3737.2000.00964.x. https://www.researchgate.net/publication/227495523

Bradbury, T. N., & Karney, B. R. (2004). Understanding and altering the longitudinal course of marriage. Journal of Marriage and Family, 66, 862–879. http://dx.doi.org/10.1111/j.0022-2445.2004.00059.x

Canary, D.J, dan Stafford, L. (2002). A Panel Study Of The Associations Between Maintenance And Strategies And Relational Characteristics. Journal of


(1)

Descriptives

Statistic Std. Error komunikasi yang

efektif

Mean 109.53 1.046

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 107.46 Upper Bound 111.60

5% Trimmed Mean 109.88

Median 112.00

Variance 145.524

Std. Deviation 12.063

Minimum 64

Maximum 134

Range 70

Interquartile Range 14

Skewness -.596 .210

Kurtosis .701 .417

kepuasan perkawinan

Mean 62.24 .672

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound


(2)

117

Upper Bound

63.57

5% Trimmed Mean 62.55

Median 63.00

Variance 60.048

Std. Deviation 7.749

Minimum 32

Maximum 79

Range 47

Interquartile Range 11

Skewness -.707 .210

Kurtosis 1.080 .417


(3)

Lampiran 7

Uji Linearitas


(4)

119

ANOVA Table Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig. kepuasan

perkawinan * komunikasi yang efektif

Between Groups

(Combined) 6549.195 47 139.345 8.601 .000 Linearity 5722.144 1 5722.144 353.192 .000 Deviation

from Linearity

827.051 46 17.979 1.110 .334

Within Groups 1377.106 85 16.201

Total 7926.301 132


(5)

Lampiran 8

Uji Hipotesis


(6)

121

Korelasi Komunikasi yang Efektif dengan Kepuasan Perkawinan

Correlations

kepuasan perkawinan

komunikasi yang efektif Spearman's rho kepuasan

perkawinan

Correlation Coefficient

1.000 .838**

Sig. (1-tailed) . .000

N 133 133

komunikasi yang efektif

Correlation Coefficient

.838** 1.000

Sig. (1-tailed) .000 .

N 133 133

**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).