Hubungan body image dan konformitas dalam perilaku konsumtif pada remaja.

(1)

(2)

(3)

(4)

PERSETUJUAN

PEMBIMBING

SKRIPSI

HTIBUNGAN

AI\TARA

BODY IMAGI9 DAI\[

KONT'ORMITAS

DALAM PERILAKU

KONSTJMTItr'

PADA REMAJA

DosenPembimbing

\

s


(5)

(6)

MOTTO

Nahkoda handal tidak dilahiran dilaut yang tenang. (Dahlan Iskan)

Don’t Explain, Your Friend don’t need it, Your enemies won’t believe it

(Paulo Coelho)

Mereka tertawa karena melihatku berbeda dan aku tertara karena melihat mereka smua sama

(Kurt Cobain)

Melakukan hal yang sama dengan cara yang sama, Tetapi mengharapkan hasil yang berbeda, Itulah yang disebut ORANG GILA (Nicholas Wahyu)


(7)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan untuk :

 Tuhan Yesusku yang memberikan segalanya

 Keluargaku tercinta, untuk Pak Sigit dan Buk Sum-ku yang terhebad, serta Dek Sita dan Bida tekasihku.

 Kesayanganku, Siti Fatimah S.Psi, bunda Kemuning dan Benjamin

 Diriku sendiri

 Sahabat dan teman-temanku yang telah memberikan dukungan. Sekecil apapun dukungan kalian, itu sangat berarti bagiku.


(8)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian dari karya orang lain, kecuali yang telah saya sebutkan dalam daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.


(9)

(10)

CONNECTION BETWEEN BODY IMAGE AND CONFORMITY

ON TEENAGER’S CONSUMPTIVE BEHAVIOR

Nicholas Wahyu Christianto

ABSTRACT

This research aims at knowing whether or not there is a connection between body image and conformity with the consumptive behavior among teenager. A suggested hypothesis is that there is a negative connection between body image and conformity on the consumptive behavior among teenager. Those, as the subject of the research, are 60 students -both male and female- of SMA Negri 1 Kalasan. As for data collection, it uses the tools namely Body Image scale which uses 59 items with coefficient reliability up to 0,959 and also for the conformity on the consumptive behavior uses 28 items with such reliability up to 0,888. This research applies correlative analysis to find out the connection between body image and conformity on the consumptive behavior among the students of SMA Negri 1 Kalasan. It resulted from the analysis that p value = 0.000 (p < 0.05) and r value = -0.796. It means that the hypothesis is accepted and proved. This research find out that there is a negative connection between body image and conformity on the consumptive behavior among teenager.

Keywords : body image, conformity, consumptive behavior, teenager.


(11)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PTJBLIKASI KARYA

ILMIAII

TJNTTIK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertandatangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama

NIM

: Nicholas Wahyu Christianto :089114128

Demi pengembangan

ilmu

pengetahuan, saya memberikan kepada

Perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, karya ilmiah saya yang berjudul :

HUBUNGAN AIITAIL{ BODY IMAGE DAN KONFORMITAS DALAM PERILAKU KONSUMTIF PADA REMAJA

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian, saya memberikan

kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta hak untuk menyimpan mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di intemet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari sayamaupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenamya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal :9 Desember 2014


(12)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala rahmat dan penyertaan-Nya sehingga skripsi dengan judul “Hubungan Body Image dan

Konformitas dalam perilaku Konsumtif pada Remaja” ini dapat diselesaikan dengan baik.

Selama menulis skripsi ini, penulis menyadari bahwa ada begitu banyak dukungan dan partisipasi dari banyak pihak untuk membantu penyelesaian skripsi ini. Oleh sebab itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Allah Bapa yang Maha Kuasa yang telah memberikan kesehatan, kekuatan, dan kesabaran selama proses pengerjaan skripsi dari awal hingga akhir.

2. Dra. Lusia Pratidarmanastiti, M.S,. selaku Ibu penyemangat dan Dosen Pembimbing Skripsi yang dengan sabar telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing, memberi masukan dan ide-ide, kritik maupun saran, dan dukungan dalam proses pengerjaan skripsi sehingga penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

3. Prof. Dr. Agustinus Supratiknya selaku dosen yang pernah menjadi dosen pembimbing skripsi dan juga dosen pengampu mata kuliah seminar yang telah banyak memberikan masukan dan pelajaran mengenai teknik penulisan skripsi yang baik.

4. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

5. Ibu Agnes Indar Etikawati, M. Psi.,selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan selama penulis menjalankan studi.

6. Semua Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan serta seluruh staf dan karyawan atas pemberian fasilitas dan pelayanan selama ini.


(13)

7. Tercintaku; Bapak dan Ibu Sigit Sunarto. Terima kasih atas segala dukungannya baik moral maupun materi. Terima kasih juga atas doa, kasih sayang, perhatian, dan kesabaran yang luar biasa sehingga penulis bisa meyelesaikan skripsi ini. 8. Adikku tersayang Sita dan Bidha yang selalu menjadi acuan untuk bisa

membahagiakan mereka.

9. Yang terkasih, Siti Fatimah S.E, ibunda Kemuning dan Benjamin, atas segala cinta, perhatian, waktu, kasih sayang, motivasi serta selalu memarahi untuk segera menyelesaikan skripsi.

10.Teman-teman penyebar kuisoner, Sita, Sekar, Tina, Nurul, dan teman-teman sudah membantu mencari subjek penelitian.

11.Para Leader Om Bowo, Om Didik, Tante Rina, Mas Aris dan Mas Unyink. Trimakasih sudah memberi contoh dan menjadi pembimbingan dalam dunia kerja yang sesungguhnya.

12.Teman-teman seperjuangan; Andy, Mathews, dan Frans, atas ajaran nakalnya serta teman sekelas Amanda, Kris, Titin, Jesika, Puji, Ricky, Patrik, Ichot, Ucil, Fajar dan semuanya. Trimkasih atas motivasi dan ejekannya.

13.Rekan kerja dari CV. E-solution, Fortuin Net, Jejak & Jelajah Indonesia. Terima kasih atas kesempatan berdinamika bersama dan wawasan yang tak terbatas ini. 14.Sahabat-sahabatku SMP Pangudi Luhur 1 Klaten, Seno & Chandra, serta sahabat

SMA Negri 1 Jogonalan, Wahyu, Gayuh & Olin, yang tidak akan pernah terlekang waktu.

15.Komunitas MIB Yogyakarta, Custom Art Indonesia, Mudika St.Joseph, Wingchun Brotherhood, Backpacker Yogyakarta dan RW 5, Futsal ceria dan sehat, DPP Geneng-Gendeng, serta GGModel Fotography. Pengalaman berorganisasi ini akan sangat membantu.

16.Teman kos Panjang Rudi yang setia hunting film dan Bu Bini selaku pengelola kos Panjang yang selalu membantu jika dibutuhkan serta temen kos 172c mbak


(14)

17. Semua pihak yang tak dapat disebutkan satu-persatu. Terima kasih atas segala partisipasi dan dukungannya.

Dengan rendah hati penulis menyadari batrwa slripsi ini masih jauh dari kata sempumaOleh sebab

itu,

segala lffitik

dan

sar:rn sangat diharapkan untuk memperbaiki skripsi ini agar menjadi lebih baik.Akhir kat4 semoga tugas ak*rir ini

dapat bermanfaat bagi semua pihak.Terima kasih.


(15)

DAFTAR

ISI

HALAMAN

ruDUL..

...

i

HALAMAN PERSETUruAN DOSEN

PEMBIMBING...

...

ii

HALAMANPENGESAHAN...

...

iii

DAFTAR ISI

...

... xiii

ABSTRAK

... vii

ABSRACT

... viii

A.

PENDAHULUAN

...

1

A.

Latarbelakang...

... I

B.

Tujuan

Masalah..

... 7

C.

DasarTeori.

...7

D.

Hipotesis

Penelitian.

...

8

BAB 2 LANDASAN

TEORI...

9

A.

Body

Imqge...

...

9

l.

Pengertian Body

Image

...

9

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Body

Image...

1l 3. Aspek Body

Image

12

B.

Konformitas Dalam Perilaku

Konsumtif.

...14

1.

Pengertian

Konformitas...

...

t4

a.

faktor-faktor yang mempemgaruhi

Konformitas

...

15

b.

Aspek-aspekKonformitas...

....

16

2.

Pengertian Perilaku Konsumtif Pada

Remaja...

...

17

a.

faktor-faktor yang memperngaruhi

Konformitas

...

19

b.

Indikator Perilaku

Konsumtif.

... 2l

3.

Pengertian Konformitas dalam Perilaku

kosumtif...

... 24

4.

Aspek-aspek Konformitas dalam Perilaku

Konsumtif.

.... 26

C.

Hubungan Body Image dan Konformitas dalam Perilaku Konsumtif...28


(16)

BAB 3 METODE PEMECAHAN

MASALAH

,... A

A.

Jenis

Penelitian...

...34

B.

Indetifikasi Variabel

Penelitian..

...34

C.

Subjek

Penelitian.

... 34

D.

Definisi

Operasional

...

35

E.

Metode Pengumpulan

Data..

... 37

F.

Validitas dan Reliabilitas Alat

Ukur...

...

42

G.

MetodeAnalisisData.

...

48

BAB 4 HASIL DAN

PEMBAHASAN.

50

A.

Orientasi Kancah dan

Persiapan....

...

50

1.

Orientasi

Kancah.

...

50

2.

Persiapan.

....

50

a. Persiapan

Administrasi...

...

50

b. Persiapan Alat

Ukur.

...

50

c.

Validitas

...

51

3.

Uji Coba Alat

Ukur

...

52

a. Distribusi

Item.

...52

b. Analisis

Item.

.... 54

c.

UjiReliabilitas.

...57

4.

Laporan Pelaksanaan

Penelitian.

... 57

5.

Hasil

Penelitian

...59

a.

UjiAsumsi...

... 59

l.

Uji

Normalitas...

...

59

2.

Uji

Linearitas.

... 59

b. Deskripsi Data

Penelitian

...61

c. Uji

Hipotesis.

....62


(17)

BAB 5 KESIMPULAN

DAN

...68

A.

Kesimpulan..

68

B.

Saran.

....68

DAFTAR

PUSTAKA

...70


(18)

DAX'TAR TABEL

Tabel

l.

Tabel SkorBerdasarkan Kategori Jawaban.... Tabel 2. Blueprint Perilalo Konsumtif.

Tabel 3. Blueprint Konformitas dalam P€rilaku Konsumtif.

Tabel 4. Dishibusi Item Skala Konformitas Dalam Perilaku Konsumtif

\

sebelum Uji coba....

Tabel 5. Disfribusi Ite,m SkalaBoSt Image Sebelum Uji Coba... Tabel6. Dishibusi Item Skala Body Image SetelahUji Coba...

Tabel 7. Disfribusi ltem Skala Konfomritas Dalam Perilaku Konsumtif

Setelah Uji coba...

Tabel 8. Tabel Deskripsi Subek Berdasarkan Usia...

Tabel 9. Tabel Diskripsi Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin... Tabel l0 Hasil Uji Normalitas...

Tabel I I Hasil Uji Linearitas

Tabel 12 Deslaipsi Konformitas Dalam Perilaku Konsumtif dan

BodyImage...

Tabel l3 Hasil Uji Hipotesis...

37 40

M

52 54 55

56 58 58 60 6l

62 63


(19)

Lampiran I Lampiran 2

Lampiran 3

J.ampiran 4

Lampiran 5

Laurpiran 6 Lampiran 7 I^ampiran 8

Lampiran 9

Lampiran 10

DAT'TARLAMPIRAN

Skala Try Out

Reliabilitas Konformitas Dalam Perilalru Konsumtif Sebclum Seleksi Ite,n (Try OuQ

Reliabilitas Body ImageSebelum Seleksi Item

(try

Out)

Reliabilitas Konformitas Dalam Perilaku Konsumtif Setelatr Seleksi Item

Reliabilitas Body ImageSetelah Seleksi Item Skala Peirelitian

Hasil UjiNormalitas Hasil IJji Lineadtas Hasil Deshipsi Data Hasil Uji Hipotesis


(20)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Menurut Schiffman dan Kanuk (2007), konsumsi yang berlebihan pada masyarakat terjadi pada awal abad ke-20, hal ini dapat terlihat dari pasar global yang gencar dalam memasarkan produk dan jasanya melalui berbagai media sehingga masyarakat secara tidak langsung diajak untuk hidup mewah dan berlebihan yang pada akhirnya akan berujung pada perilaku konsumtif. Perilaku konsumtif merupakan dampak sosiologis dari ekspansi pasar. Perubahan perekonomian dan globalisasi saat ini menjadi faktor perubahan dalam perilaku mengkonsumsi pada masyarakat Indonesia, khususnya para remaja. Selain itu juga di dukung dengan menjamurnya mall, tempat hiburan atau sekedar tempat untuk nongkrong pada era modern sekarang ini menjadi sebuah gaya hidup masyarakat di kota besar.

Sumartono (2002) menyatakan bahwa perilaku konsumtif pada remaja sangat dominan. Hal ini dikarenakan secara psikologis, remaja masih berada dalam proses pembentukan jati diri. Remaja terkesan senang dengan perilaku yang berbau konsumtif dan hedonis. Mereka senang mengeluarkan uang demi mendapatkan barang-barang yang sedang populer dan tidak mau ketinggalan zaman. Mereka juga mudah termakan iklan-iklan yang banyak bermunculan di berbagai media, padahal mereka tidak begitu mementingkan barang yang ditawarkan tersebut. Remaja tidak hanya membeli barang semata-mata karena mereka membutuhkan fungsi dari produk tersebut namun juga hanya untuk


(21)

mencoba produk tersebut, meskipun sebenarnya tidak membutuhkan produk tersebut.

Tambunan (2001) mengemukakan bahwa perilaku konsumtif adalah keinginan untuk mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan untuk mencapai kepuasan yang maksimal. Manusia lebih mementingkan faktor emosinya daripada tindakan rasionalnya atau lebih mementingkan keinginannya daripada kebutuhannya.

Menurut (Rombe, 2014) munculnya budaya konsumtif merupakan fenomena remaja saat ini. Perilaku konsumtif remaja diduga terkait karakteristik psikologis yang dimiliki remaja yaitu konformitas terhadap kelompok sebaya. Remaja akan berusaha kuat untuk mengikuti tekanan dalam kelompoknya sebagai usaha untuk sama dengan norma dan kebiasaan yang dianut dalam kelompok (Santrock, 2003). Upaya-upaya yang telah dilakukan para remaja untuk selalu konform dengan kelompok ternyata justru mendorong mereka mempunyai perilaku konsumtif. Banyak remaja yang bersedia melakukan berbagai perilaku demi pengakuan kelompok bahwa dia adalah bagian dari kelompok yang tidak bisa terpisahkan. Oleh sebab itu konformitas akan memberikan pengaruh pada remaja dalam pemunculan perilaku konsumtif.

Konformitas dalam kamus psikologi, diartikan sebagai kecenderungan individu untuk memperbolehkan sikap dan tingkahlakunya dikuasai oleh sikap dan tingkah laku yang sudah berlaku disekitarnya (Levianti, 2008). Menurut Baron dan Byrne (2005), konformitas adalah sebuah bentuk pengaruh sosial,


(22)

sosial. Remaja akan menganut norma kelompok acuan, menerima ide, atau aturan-aturan yang menunjukkan bagaimana remaja berperilaku. Efek dari konformitas tergantung dari kelompok yang akan dijadikan teman oleh individu, efek positif akan membuat individu mempunyai kemampuan dan keterampilan yang positif juga. Sebaliknya kalau kelompok yang dijadikan teman oleh individu ini memiliki perilaku negatif maka individu akan cenderung berperilaku dan berpandangan negatif juga.

Konformitas muncul ketika individu meniru sikap atau tingkah laku orang lain dikarenakan tekanan yang nyata maupun yang dibayangkan oleh mereka (Santrock, 2003). Tekanan untuk mengikuti teman sebaya menjadi sangat kuat pada masa remaja untuk dapat diterima dalam kelompok. tekanan-tekanan untuk melakukan konformitas sangat kuat, sehingga usaha untuk menghindari situasi yang menekan dapat menenggelamkan nilai-nilai personal dari individu. Levianti (2008) menjelaskan remaja cenderung melakukan konformitas karena faktor rasa takut tidak diterima menjadi bagian dari kelompok apabila ia tidak sama dengan kelompok. Remaja pada dasarnya ingin memperoleh persetujuan, atau menghindari celaan dari kelompok.

Banyak ditemukan kasus perilaku remaja yang ikut-ikutan dalam berperilaku konsumtif di kota-kota besar sehingga menjadikan mall sebagai tujuan utama untuk mencari hiburan. Salah satu alasannya, mereka ingin menunjukkan diri bahwa mereka juga dapat mengikuti mode yang ada dalam kelompoknya. Jadi ketika lingkungan teman sebayanya berperilaku konsumtif maka kecenderungan remaja tersebut akan menirunya (Santrock, 2003).


(23)

Menurut Sarwono (2002), pada dasarnya tidaklah mudah bagi remaja untuk mengikatkan diri mereka pada suatu kelompok karena kelompok memiliki tuntutan yang harus dapat dipenuhi oleh setiap remaja yang ingin bergabung. Santrock (2003) berpendapat bahwa konformitas mempengaruhi berbagai aspek dalam kehidupan remaja seperti pilihan aktivitas sekolah atau sosial yang diikuti, penampilan, bahasa yang digunakan, sikap serta nilai-nilai yang dianut. Termasuk di dalamnya bagaimana remaja mencoba menampilkan diri secara fisik. Remaja berusaha membentuk tubuh yang ideal dengan bersolek dan merawat tubuh yang sesuai dengan nilai kelompoknya. Para remaja cenderung mengikuti nilai dan standart tubuh yang ideal seperti yang dikehendaki kelompoknya.

Begitu memasuki usia remaja, seseorang punya kesadaran untuk tampil prima di mata teman sebayanya agar dapat diterima. Sejak dahulu hingga saat ini, tidak dapat dipungkiri lagi bahwa penampilan merupakan salah satu hal yang sering kali mendapat perhatian khususnya bagi remaja (Hurlock, 2006). Perhatian ini ditunjukan dengan perilaku membeli barang-barang yang dapat merawat dan meningkatkan body image mereka. Begitu memasuki usia remaja, seorang anak punya kesadaran untuk memiliki tubuh yang ideal sehigga di mata teman sebayanya lebih mudah untuk diterima. Hal yang dapat mempengaruhi konformitas dikalangan remaja adalah body image. Dalam memperoleh jati diri, remaja berusaha membentuk citra atau image tentang dirinya dan upaya ini terlihat dalam suatu gambaran tentang bagaimana setiap remaja mengaktualisasikan dirinya. Termasuk di dalamnya bagaimana ia mencoba


(24)

body image sehingga mendorong mereka melakukan berbagai upaya agar body imagenya sesuai dengan norma dan nilai yang ada di komunitas sosial mereka (Aryani,2006). Ketika seseorang memiliki body image yang positif, mereka akan percaya diri, sehingga mereka tidak menganggap bahwa norma dan nilai yang ada pada kelompok sebagai tekanan dan sebaliknya remaja yang memiliki body image

yang negative akan mengganggap dirinya rendah dan tidak percaya diri, sehingga norma dan nilai yang ada ada kelompok akan dianggap sebagai acuan yang wajib dalam mengikuti kelompoknya tersebut.

Body image adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi penampilan dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu yang secara berkesinambungan dimodifikasi dengan pengalaman-pengalaman baru setiap individu (Keliat, 1992). Cara individu memandang diri mempunyai dampak yang penting pada aspek psikologisnya. Pandangan yang realistik terhadap diri, menerima dan mengukur bagian tubuh akan memberi rasa aman, sehingga terhindar dari rasa cemas dan meningkatkan harga diri (Keliat, 1992).

Menurut Kamus Psikologi (Arthur, 2010), body image merupakan imajinasi subyektif yang dimiliki seseorang tentang tubuhnya, khususnya yang terkait dengan penilaian orang lain, dan seberapa baik tubuhnya harus disesuaikan dengan persepsi-persepsi ini. Dengan begitu seseorang akan memiliki standar tentang bentuk tubuh yang baik, kulit yang mulus, wajah yang cantik, dan beberapa istilah yang terkait tampilan fisik, sementara yang lain mencakup pula penilaian tentang fungsi tubuh, gerakan tubuh, koordinasi tubuh, dan sebagainya.


(25)

Santrock (2003) menyebutkan bahwa sebagian besar remaja, tidak puas dengan penampilan fisiknya. Mereka biasanya kurang puas dengan berat badan dan penampilan mereka serta selalu membandingkan penampilan dengan standar daya tarik wanita yang dilihat di berbagai media yang memamerkan tubuh yang langsing. Oleh sebab itu remaja cenderung ikut-ikutan dengan apa saja agar dapat mencapai citra tubuh yang diharapkan, karena kesempurnaan dari citra tubuh pada wanita menjadi tolok ukur penilaian remaja.

Perhatian terhadap tubuh yang ideal dan penampilan fisik yang menarik pada remaja memiliki andil besar didalam penerimaan terhadap lingkungannya. Pada usia remaja seseorang akan berusaha diterima dalam kelompok usia teman sebaya(Santrock, 2003). Kelompok usia tersebut akan membentuk batasan yang mempengaruhi perilaku seseorang menjadi sama dalam kelompok tersebut. Penyesuaian pribadi dalam remaja merupakan hal yang sangat penting. Hal ini dikarenakan kelompok teman sebaya merupakan lingkungan sosial pertama tempat remaja belajar untuk hidup dengan orang lain yang bukan merupakan anggota keluarganya.

Melalui penelitian Sembayang (2011) menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara body image dan konformitas dengan perilaku konsumtif pada siswi SMA. Sejalan dengan penelitian Andriany (2011) yang menemukan terdapat hubungan antara body image dengan perilaku konsumtif pada siswi SMK. Sementara hasil yang tidak berbeda ditunjukan dalam penelitian Supratikno (2012) bahwasanya terdapat hubungan antara self image dan perilaku


(26)

konsumtif. Perdana (2012) juga menyebutkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara body image dengan penyesuaian diri sosial pada remaja.

Berdasarkan atas penelitian-penelitian sebelumnya terdapat perbedaan dan persamaan antara penelitan yang dilakukan dengan penelitian sebelumnya. Persamaan dengan penelitian terdahulu adalah menganalisis tingkat konformitas pada remaja. Sedangkan perbedaannya adalah tingkat konformitas lebih di fokuskan pada perilaku konsumtif di usia remaja. Selain itu variabel yang digunakan adalah body image sebagai variabel independen. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti ingin mengetahui hubungan antara body image dengan konformitas dalam perilaku konsumtif.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah terdapat hubungan antara Body image dan Konformitas dalam Perilaku Konsumtif pada Remaja.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui secara empiris hubungan antara body image dan konformitas dalam perilaku konsumtif pada Remaja.


(27)

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang akan didapat adalah sebagai berikut: 1. Manfaat teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi mengenai body image, konformitas dan perilaku Konsumtif dalam pengembangan ilmu psikologi, khususnya bidang psikologi konsumen. 2. Manfaat praktis

a. Bagi Orang Tua

Dapat memberikan wawasan dan informasi tentang body image dan konformitas, sehingga dapat memberikan lingkungan yang sesuai yang dibutuhkan remaja agar bisa mencegah perilaku konsumtif.

b. Bagi Remaja,

Menambah pengetahuan tentang body image dan konformitas, sehingga dapat menjadi pertimbangan untuk mengembangkan body image positif dan menjalin hubungan persahabatan dengan kelompok teman sebaya yang baik agar tidak terjerumus dalam perilaku konsumtif.

c. Bagi peneliti lain,

Dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk melakukan penelitian selanjutnya, khususnya penelitian berkaitan dengan body image dan konformitas dalam perilaku konsumtif, dan dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan dalam penelitian selanjutnya.


(28)

BAB II

LANDASAN TEORI A. Body image

1. Pengertian Body image

Istilah body image atau citra raga pertama kali diperkenalkan oleh seorang neurolog dan psikiater bernama Paul Schilder pada tahun 1920. Rombe (2014) menjelaskan apabila individu memandang tubuhnya positif maka body image

yang dimiliki positif, sedangkan apabila individu memandang tubuhnya negatif maka body image yang dimiliki negatif. Pentingnya body image yang dimiliki oleh remaja tidak lepas dari perhatian mereka melalui pengaruh-pengaruh media lewat sarana iklan di tv, majalah hingga internet yang memperlihatkan body image

yang ideal.

Pruzinsky & Cash, (dalam Andea, 2010) menjelaskan bahwa body image

adalah evaluasi dan penilaian individu terhadap raganya. Body image secara subyektif dan terbuka memiliki konsep pada perubahan dari pengaruh sosial. Sikap terhadap penampilan merupakan fenomena psikologis yang sangat dipengaruhi oleh sosial dan budaya dimana seseorang tinggal. Oleh karena itu jika penampilan yang dimiliki tidak sesuai dengan norma sosial yang ada maka akan mengalami body dissatisfaction yaitu adanya pikiran dan perasaan negatif terhadap tubuhnya sendiri

Gambaran tubuh yang diperoleh dari pikiran atau dapat dikatakan bagaimana kita mengevaluasi tubuh kita sendiri. Jersild (dalam Hargiani, 2008) menjelaskan body image sebagai gambaran seseorang tentang tingkat kepuasan


(29)

terhadap bagian-bagian tubuh dan penampilan secara keseluruhan. Body image

memiliki karakter yang selalu berubah, peka terhadap perubahan, mood, lingkungan serta pengalaman fisik yang dialami seseorang. Body image tidak dapat diturunkan tetapi dipelajari dalam lingkungan keluarga atau teman sebaya dan diperkuat dengan harapan lingkunganya.

Menurut Rombe (2014) body image merupakan suatu sikap atau perasaan puas dan tidak puas yang dimiliki oleh seseorang atau suatu individu tertentu terhadap tubuhnya sehingga dapat melahirkan suatu penilaian yang positif atau negatif pada dirinya. Body image mengarahkan pada gambaran mental setiap individu terhadap kondisi fisiknya termasuk persepsi tentang bagaimana perasaan individu terhadap tubuh dan bentuk tubuhnya. Pengertian body image yang dipahamisecara mendalam ini telah melibatkan unsur perasaan individu mengenai gambaran mental, perasaan, dan persepsi individu yang berkaitan dengan ukuaran tubuh, bentuk tubuh, dan berap tubuh yang mengarah pada kepuasan penampilan fisiknya. Evaluasi terhadap ukuran tubuh seseorang, berat ataupun aspek tubuh lainnya yang mengarah kepada penampilan fisik.

Berdasarkan berbagai pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa body image adalah gambaran atau evaluasi seseorang tentang tingkat kepuasan terhadap penampilan tubuhnya baik itu secara keseluruhan atau per bagian. Evaluasi atau sikap tentang body image yang dimiliki seseorang secara subjektif terhadap tubuhnya tersebut bisa berupa perasaan suka, puas atau positif yang ditunjukkan dengan penerimaan terhadap tubuhnya atau bisa berupa perasaan tidak suka, tidak


(30)

ukuran tubuh, berat badan, dan bentuk tubuh. Body image memiliki sifat yang subyektif, oleh karena itu sangatlah relatif untuk melihat apakah seseorang merasa puas dengan tubuh yang dimilikinya.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Body image

Body image tersusun dari faktor internal psikologis, pengaruh budaya, konsep tubuh ideal, dan persepsi individu tentang penampilan dan kemampuan fungsional tubuhnya. Kepuasan body image yang dimiliki individu merupakan hasil dari beberapa faktor (Cash & Pruzinsky, 2002):

1. Media massa

Gencarnya media massa baik cetak maupun elektronik serta melalui jaringan sosial internet yang ada dimana-mana memberikan gambaran ideal mengenai figur perempuan dan laki-laki yang dapat mempengaruhi

body image seseorang. 2. Keluarga

Menurut teori Sosial Learning, orang tua merupakan model yang penting dalam proses sosialisasi sehingga mempengaruhi body image anak-anaknya melalui modelling, feedback, dan instruksi.

3. Hubungan Interpersonal

Hubungan interpersonal membuat seseorang cenderung membandingkan diri dengan orang lain dan feedback yang diterima ini mempengaruhi konsep diri termasuk mempengaruhi bagaimana perasaan terhadap penampilan fisik.


(31)

Faktor-faktor ini menjadi faktor pendukung dimana seseorang bisa memberikan persepsi terhadap dirinya. Persepsi tersebut yang nantinya akan mendorong remaja untuk dapat menyamakan persepsi diri dengan persepsi kelompok sehingga dapat diterima dikelompoknya. Kemampuan meberikan persepsi terhadap dirinya akan mampu memberikan penilaian yang maksimal bagaimana keadaan dirinya sendiri di saat orang lain memiliki penilaian yang berbeda terhadap dirinya.

3. Aspek Pengukuran Body image

Aspek-aspek body image menurut Cash & Pruzinsky (dalam Putri, 2002) adalah:

a. Evaluasi penampilan, yaitu penilaian terhadap tubuh, perasaan menarik, kepuasan atau ketidakpuasan terhadap penampilan secara keseluruhan. Disini menunjukan bahwa dari penampilanada hubungannya dengan konformitas dalam berperilaku konsumtif. akan Semakin baik penampilan yang ditunjukan maka semakin rendah konformitas yang ditunjukan oleh remaja. Evaluasi yang ditunjukkan akan menyebabkan remaja untuk selalu berpenampilan terbaik dalam lingkungan teman sebaya.

b. Kepuasan area tubuh, yaitu kepuasan individu terhadap bagian-bagian tubuh tertentu dari penampilannya. Adapun aspek-aspek tersebut adalah wajah, rambut, tubuh bagian bawah (pantat, paha, pinggul, kaki), tubuh bagian tengah (pinggang, perut), tampilan otot, berat, tinggi, dan


(32)

mempengaruhi bentuk pelayanan yang dihasilkan. Di sini terlihat bahwa bentuk tubuh meningkatkan penilaian terhadap diri sendiri dimana pun akan berpengaruh untuk memberikan penampilan yang terbaik pada bentuk tubuh. Memiliki bentuk tubuh yang terbaik tentu akan mudah diterima oleh lingkungan teman sebaya sehingga menekan adanya konformitas.

c. Kecemasan menjadi gemuk, yaitu menggambarkan kecemasan terhadap kegemukan, kewaspadaan akan berat badan, kecenderungan melakukan diet untuk menurunkan berat badan dan membatasi pola makan. Kegemukan menjadi momok bagi remaja dalam memberikan penampilan terbaiknya. Bila remaja merasa kurang baik dengan penampilan kegemukan ini, maka remaja akan merasa tidak percaya diri yang menyebabkan remaja kurang bisa diterima di lingkungan teman sebaya. d. Persepsi terhadap ukuran tubuh, yaitu menggambarkan bagaimana

seseorang mempersepsi dan menilai berat badannya, dari yang sangat gemuk sampai dengan sangat kurus. Ukuran tubuh yang proporsional memengaruhi kepercayaan diri sendiri. Dengan memiliki standart terhadap ukuran tubuh, maka dapat meningkatnya kepercayaan diri remaja sehingga membuat remaja dapat mudah diterima oleh teman sebayanya.

Dari uraian tersebut, dapat diketahui bahwa aspek body image yaitu evaluasi penampilan, kepuasan terhadap area tubuh, kecemasan menjadi gemuk dan persepsi tubuh. Body image akan lebih diperhatikan dari seseorang untuk


(33)

memperhatikan dan memandang sikap dari dirinya sendiri. Hal ini turut mempengaruhi tingkat penerimaan remaja di lingkungan teman sebaya.

B. Konformitas Dalam Perilaku Konsumtif 1. Pengertian Konformitas

Pengertian konformitas menurut Myers (1991) mengemukakan bahwa konformitas merupakan perubahan sikap percaya sebagai akibat tekanan kelompok. Remaja akan tunduk pada tekanan kelompok meskipun tidak ada permintaan langsung untuk mengikuti apa yang telah diperbuat dalam kelompok. Hal ini dapat terlihat dari kecenderungan remaja untuk selalu menyamakan perilakunya terhadap kelompok sehingga terhindar dari celaan, keterasingan, maupun cemoohan.

Zebua dan Nurdjayadi (dalam Pratiknyo, 2008) menyatakan bahwa konformitas adalah salah satu tuntutan yang tidak tertulis dari kelompok teman sebaya terhadap anggotanya namun memiliki pengaruh yang kuat dan dapat menyebabkan munculnya perilaku perilaku tertentu pada remaja anggota kelompok tersebut.

Konformitas muncul ketika individu meniru sikap atau tingkah laku orang lain dikarenakan tekanan yang nyata maupun yang dibayangkan oleh mereka (Santrock, 2003). Remaja akan tunduk pada tekanan kelompok meskipun tidak ada permintaan langsung untuk mengikuti apa yang telah diperbuat dalam kelompok. Konformitas mencerminkan perubahan perilaku sebagai hasil tekanan


(34)

kecenderungan seseorang untuk selalu menyamakan perilakunya terhadap kelompok sehingga dapat terhindar dari celaan, keterasingan, maupun cemoohan. Sedangkan pendapat yang sama dijelaskan oleh Baron dan Byrne (2005) yang menjelaskan bahwa konformitas remaja adalah penyesuaian perilaku remaja untuk menganut pada norma kelompok acuan, menerima idea tau aturan-aturan yang menunjukkan bagaimana remaja berperilaku.

Berdasarakan beberapa pendapat ahli, dapat diartikan bahwa konformitas adalah perubahan sikap, perilaku atau kepercayaan seseorang individu agar sesuai dengan norma kelompok atau norma sosial sebagai akibat dari tekanan kelompoknya.

a. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konformitas

Menurut Baron dan Bryne (2005) terdapat beberapa faktor yang memengaruhi konformitas. Faktor-faktor tersebut adalah:

1. Kohesivitas

Kohesivitas diartikan sebagai derajat ketertarikan remaja terhadap kelompoknya. Semakin besar kohesivitas, maka akan semakin tinggi keinginan remaja untuk berkonform terhadap kelompoknya.

2. Ukuran kelompok

Konformitas akan meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah anggota kelompok. Semakin besar kelompok tersebut maka akan semakin besar pula kecenderungan kita untuk ikut serta.


(35)

Norma deskripti adalah norma yang hanya mendeskripsikan apa yang sebagian besar orang lakukan pada situasi tertentu. Norma ini akan memengaruhi tingkah laku kita dengan cara memberi tahu kita mengenai apa yang umumnya dianggap efektif atau bersifat adaptif dari situasi tertentu tersebut. Sementara itu, norma injungtif akan memengaruhi kita dalam menentapkan apa yang harusnya dilakukan dan tingkah laku apa yang diterima dan tidak diterima pada situasi tertentu.

b.Aspek-aspek Konformitas dalam Perilaku konsumtif

Konformitas adalah sebuah kelompok acuan dapat terlihat dengan adanya ciri-ciri yang khas. Sears (1994) mengemukakan secara eksplisit aspek-aspek konformitas remaja yang akan diuraikan sebagai berikut :

1. Kekompakan

Kekuatan yang dimiliki kelompok acuan menyebabkan remaja tertarik dan ingin tetap menjadi anggota kelompok. Eratnya hubungan remaja dengan kelompok acuan disebabkan perasan suka antara anggota kelompok serta harapan memperoleh manfaat dari keanggotaannya. Kekompakan yang tinggi menimbulkan konformitas yang semakin tinggi, sebaliknya bila kekompakan rendah maka konformitas juga akan rendah.

2. Kesepakatan

Faktor yang sangat penting bagi timbulnya konformitas adalah kesepakatan pendapat kelompok. Remaja akan dihadapkan pada keputusan kelompok yang sudah bulat akan mendapatkan tekanan yang kuat


(36)

sehingga remaja harus loyal dan harus menyesuaikan pendapatnya dengan pendapat kelompok.

3. Ketaatan

Tekanan atau tuntutan kelompok acuan pada remaja membuatnya rela melakukan tindakan walaupun remaja tidak menginginkanya. Bila ketaatan tinggi maka konformitasnya akan tinggi juga. Ketaatan yang tinggi dalam sebuah kelompok akan menimbulkan tekanan sehingga mereka juga akan cenderung berkonform.

2. Pengertian Perilaku Konsumtif Pada Remaja

Kehidupan sehari-hari remaja saat akan membeli barang cenderung lebih menyesuaikan diri dengan yang diminati suatu kelompok dalam lingkungannya, walaupun pada dasarnya kecenderungan membeli tersebut hanya berdasar pada niat atau keinginan melakukan transaksi membeli, bukan karena faktor kebutuhan dan fungsi barang.

Tambunan (2001) menjelaskan bahwa perilaku konsumtif adalah keinginan untuk mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan untuk mencapai kepuasaan semata. Jika konsumtif sebagai tindakan membeli barang bukan untuk mencukupi kebutuhan tetapi untuk memenuhi keinginan, yang dilakukan secara berlebihan sehingga menimbulkan pemborosan dan inefisiensi biaya. Tidak mengherankan jika para produsen menjadikan kelompok usia remaja sebagai salah satu pangsa potensial untuk menawarkan barang-barang produksi mereka. (Rombe, 2014). Kecenderungan


(37)

remaja untuk melakukan konsumsi tiada batas, tidak jarang remaja lebih mementingkan faktor emosi daripada faktor rasionalnya atau lebih mementingkan keinginan daripada kebutuhan. Remaja tidak lagi membeli barang hanya semata-mata untuk membeli dan mencoba produk, walau sebenarnya tidak terlalu membutuhkan produk tersebut.

Zebua dan Nurdjayadi (Pratiknyo, 2008) juga menggambarkan karakteristik remaja yang labil, spesifik, dan mudah dipengaruhi membuat mereka sering dijadikan target pemasaran produksi industry sehingga akhirnya mendorong muncul berbagai gejala membeli yang tidak wajar. Tindakan yang tidak rasional dan bersifat kompulsif sehingga secara ekonomis menimbulkan pemborosan dan efisiensi biaya.

Abraham Maslow (dalam Wikipedia, diakses Maret 2014) menyatakan bahwa kebutuhan dasar manusia adalah kebutuhan fisiologis seperti makanan, pakaian, dan tempat tinggal. Pada umumnya, manusia akan memenuhi kebutuhan primer sebelum memenuhi kebutuhan sekunder dan keinginannya. Manusia akan menahan kebutuhan dan keinginan lain, sebelum kebutuhan primer terpenuhi. Tetapi, individu dengan perilaku konsumtif dapat menekan kebutuhannya hanya sekedar untuk memenuhi hasrat dan keinginannya semata. Pembelian barang individu tidak lagi dilihat dari fungsinya yaitu untuk mencukupi kebutuhan tetapi digunakan untuk memenuhi keinginannya. Individu tidak lagi mengenali kebutuhan sesungguhnya, namun justru selalu tergoda untuk memuaskan keinginan sesaatnya.


(38)

Rahardjo & Silalahi (dalam Shohibullana) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumtif yaitu hadirnya iklan, konformitas, gaya hidup dan kartu kredit. Perilaku konsumtif terjadi karena masyarakat mempunyai kecenderungan utuk mengkonsumsi barang mewah (Shohibullana, 2011). Dalam membelanjakan uangnya kadangkala remaja dinilai kurang efisien, karena pembelian barang yang dilakukan oleh remaja bukan lagi untuk memenuhi kebutuhan semata, tetapi juga keinginan untuk meniru orang lain, mencoba produk baru atau untuk menampilkan diri secara fisik agar memperoleh pengakuan sosial dari lingkungan maupun komunitas mereka. Keputusan pembelian yang disebabkan oleh faktor emosi sesaat menyebabkan timbulnya perilaku konsumtif.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa perilaku konsumtif merupakan tindakan individu untuk membeli atau mengkonsumsi barang atau jasa secara berlebihan yang bukan merupakan prioritas kebutuhannya dan tanpa pertimbangan yang rasional, demi kepuasan fisik dan dorongan untuk memuaskan hasrat kesenangan.

a. Faktor Perilaku Konsumtif

Ada dua faktor yang mempengaruhi perilaku konsumtif menurut Dharmmesta dan Handoko (dalam Murisal, 2002), yakni

1. Faktor Eksternal yang terdiri dari a. Kebudayaan

Kebudayaan didefinisikan sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan


(39)

masyarakat dan diwariskan dari generasi ke generasi sebagai penentu dan pengatur perilaku. Perilaku konsumtif individu ditentukan oleh kebudayaan yang tercermin pada cara hidup,kebiasaan, dan tradisi dalam permintaan barang dan jasa dipasar sosial.

b. Kelas sosial

Kelas sosial adalah pembagian dalam suatu masyarakat yang disusun dengan berdasarkan kedudukan dan status dalam masyarakat yang memegang nilai, minat, kepentingan dan perilaku yang sama. Individu akan

c. Kelompok referensi

Kelompok referensi adalah kelompok sosial yang menjadi ukuran seseorang untuk membentuk kepribadian dan perilaku. Sehinggga dengan berinteraksi individu dengan kelompok akan mempengaruhi individu tersebut dalam berperilaku konsumtif. Kelompok yang memiliki pengaruh secara langsung dan tidak langsung terhadap sikap dan perilaku seseorang

d. Keluarga

Keluarga dapat didefinisikan dua orang atau lebih yang memiliki hubungan darah, perkawinan dan adopsi yang tinggal bersama-sama. Keluarga memainkan peran terbesar dan erlama dalam membentuk sikap dan perilaku manusia, terutama dalam


(40)

2. Faktor internal

Faktor internal terdiri dari motivasi dan harga diri, a. Motivasi dan Harga diri

Motivasi merupakan pendorong perilaku seseorang, tidak terkecuali dalam melkukan pembelian. Harga diri berpengaruh ada perilaku membeli seseorang, seseorang dengan harga diri rendah cenderung mudah dipengaruhi dari pada seseorang dengan harga diri tinggi.

b. Pegamatan dan Proses Belajar

Ketika seseorang memutuskan membeli produk, hal itu berdasarkan pengamatan terhadap produk tersebut sebelumnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelian merupakan suatu proses belajar.

c. Kepribadian dan Konsep Diri

Konsep diri berpengaruh terhadap perilaku membeli seseorang. Seseorang yang memandang dirinya negatif cenderung berperilaku konsumtif untuk menaikkan citra dirinya.

b. Indikator Perilaku Konsumtif

Menurut Sumartono (2002), definisi konsep perilaku konsumtif amatlah variatif, tetapi pada intinya muara dari pengertian perilaku konsumtif adalah membeli barang tanpa pertimbangan rasional atau bukan atas dasar kebutuhan pokok. Dan secara operasional, indikator perilaku konsumtif yaitu:


(41)

1. Membeli produk karena iming-iming hadiah.

Remaja tertarik membeli suatu barang karena adanya hadiah yang ditawarkan jika membeli barang tersebut. Artinya motivasi membeli hanya karena ingin mendapat hadiah.

2. Membeli produk karena kemasannya menarik.

Konsumen remaja sangat mudah terbujuk untuk membeli produk yang dibungkus dengan rapi dan dihias dengan warna-warna yang menarik. Artinya motivasi untuk membeli produk tersebut hanya karena produk tersebut dibungkus dengan rapi dan menarik.

3. Membeli produk demi menjaga penampilan diri dan gengsi.

Konsumen remaja mempunyai keinginan membeli yang tinggi, karena pada umumnya remaja mempunyai ciri khas dalam berpakaian, berdandan, gaya rambut,dan sebagainya dengan tujuan agar mereka selalu berpenampilan yang dapat menarik perhatian orang lain. Remaja membelanjakan uangnya lebih banyak untuk menunjang penampilan diri.

4. Membeli produk atas pertimbangan harga (bukan atas dasar manfaat atau kegunaannya).

Konsumen remaja cenderung berperilaku yang ditandakan oleh adanya kehidupan mewah sehingga cenderung menggunakan segala hal yang dianggap paling mewah.


(42)

5. Membeli produk hanya sekedar menjaga simbol status.

Remaja mempunyai kemampuan membeli yang tinggi baik dalam berpakaian,berdandan, gaya rambut, dan sebagainya sehingga hal tersebut dapat menunjang sifat eksklusif dengan barang yang mahal dan memberi kesan berasal dari kelas sosial yang lebih tinggi. Dengan membeli suatu produk dapat memberikan symbol status agar kelihatan lebih keren dimata orang lain.

6. Memakai produk karena unsur konformitas terhadap model yang mengiklankan.

Remaja cenderung meniru perilaku tokoh yang diidolakannnya dalam bentuk menggunakan segala sesuatu yang dapat dipakai tokoh idolanya. Mereka juga cenderung memakai dan mencoba produk yang ditawarkan bila ia mengidolakan public figure produk tersebut.

7. Munculnya penilaian bahwa membeli produk dengan harga mahal akan menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi.

Remaja sangat terdorong untuk mencoba suatu produk karena mereka percaya apa yang dikatakan oleh iklan yaitu dapat menumbuhkan rasa percaya diri

8. Mencoba lebih dari dua produk sejenis (merek berbeda).

Remaja akan cenderung menggunakan produk jenis sama dengan merek yang lain dari produk sebelumnya ia gunakan, meskipun produk tersebut belum habis dipakainya.


(43)

3. Konformitas dalam Perilaku Konsumtif

Kehidupan sosial remaja cenderung mengikuti norma kelompok acuan tempat berinteraksi, dengan maksud agar remaja dapat diterima dalam kelompoknya. Salah satu cara untuk mendapatkan penerimaan sosial dari kelompok teman sebaya adalah dengan konformitas. Pada dasarnya tidaklah mudah bagi remaja bagi remaja untuk mengikatkan diri pada suatu kelompok karena setiap kelompok memiliki tuntutan yang harus dapat dipenuhi oleh setiap remaja yang ingin bergabung.

Konformitas mempengaruhi berbagai aspek dalam kehidupan remaja seperti pilihan terhadap aktifitas sosial, penampilan, bahasa, nilai yang dianut dan sikap. Salah satu contohnya adalah dalam berperilaku konsumtif. Perilaku konsumtif pada remaja ditandai dengan adanya keinginan untuk dapat mengikuti mode yang beredar, ikut-ikutan teman, ingin nampak berbeda dari orang lainnya dan cenderung tidak pernah puas dengan apa ang sudah dimiliki (Tambunan, 2001). Remaja lebih cenderung untuk mengkonsumsi barang tanpa melihat segi manfaat dan kebutuhannya saat ini. Remaja pada umumnya melakukan tindakan pembelian yang berlebihan hanya untuk meniru orang lain dan bukan untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Hal ini dilakukan karena remaja ingin dianggap populer, serta tidak dikucilkan dalam kelompok.

Santrock (2003) menjelaskan bahwa kebanyakan remaja berharap menjadi anggota kelompok acuan dan menolak menjadi tampak beda. Ketika pendapat remaja berbeda dengan pendapat kelompok maka kemungkinan ia akan merasa


(44)

Levianti, 2008). Perilaku konsumtif seseorang dalam sebuah kelompok dipengaruhi oleh sikap anggota kelompok, maka banyak remaja merasa perlu untuk menyesuaikan diri dengan kelompok acuan .

Dari berbagai hal yang telah diuraikan sebelumnya dapat dikatakan bahwa remaja berharap menjadi anggota kelompok acuan dan menolak menjadi tampak beda. Ketika pendapat remaja berbeda dengan pendapat kelompok maka kemungkinan ia akan merasa tertekan dan berusaha mengubah pendapatnya untuk berkonform. Individu yang melakukan konformitas merubah perilaku maupun keyakinannya untuk sesuai dengan orang lain (Myers dalam Levianti, 2008). Kecenderungan perilaku konsumtif pada remaja ini dikarenakan mereka cenderung untuk menyamakan tingkah laku, hobi, gaya hidup, penampilan agar tidak berbeda dengan rekan-rekannya dan dapat diterima sebagai bagian dari kelompoknya.

Dapat disimpulkan bahwa konformitas dalam perilaku konsumtif adalah perubahan sikap, perilaku atau kepercayaan seorang individu agar sesuai dengan norma kelompok atau norma sosial dalam bentuk membeli atau mengkonsumsi membeli atau mengkonsumsi barang atau jasa secara berlebihan yang bukan merupakan prioritas kebutuhannya dan tanpa pertimbangan yang rasional, demi kepuasan fisik dan dorongan untuk memuaskan hasrat kesenangan sebagai akibat dari tekanan kelompok.


(45)

4. Aspek-aspek Konformitas dalam Perilaku konsumtif

Dari uraian dapat dijelaskan bahawa konformitas dalam Perilaku Konsumtif adalah usaha untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan atau yang diharapkan kelompok dalam bentuk membeli atau mengkonsumsi barang atau jasa secara berlebihan yang bukan merupakan prioritas kebutuhannya dengan ciri-ciri : a. Kekompakan

Kekuatan yang dimiliki kelompok acuan menyebabkan remaja tertarik dan ingin tetap menjadi anggota kelompok. Eratnya hubungan remaja dengan kelompok acuan disebabkan perasan suka antara anggota kelompok serta harapan memperoleh manfaat dari keanggotaannya. Kekompakan yang tinggi menimbulkan konformitas dalam berperilaku konsumtif pada remaja yang semakin tinggi pula. Hal ini dapat dilihat dari semakin besar kesetiaan mereka, maka akan semakin kompak remaja tersebut dalam membeli produk karena iming-iming hadiah, kemasannya menarik, menjaga penampilan diri dan gengsi, pertimbangan harga tanpa melihat manfaat atau kegunaannya, konformitas terhadap model yang mengiklankan, serta mencoba lebih dari dua produk sejenis. Ini mengindikasikan bahwa bila kelompoknya menggunakan suatu barang tertentu, ia juga harus memakai barang tersebut walaupun sebenarnya barang tersebut kurang bermanfaat bagi dirinya sendiri.

b. Kesepakatan

Faktor yang sangat penting bagi timbulnya konformitas adalah kesepakatan pendapat kelompok. Remaja akan dihadapkan pada keputusan kelompok yang


(46)

dan harus menyesuaikan pendapatnya dengan pendapat kelompok. Hal ini nampak ketika remaja dalam sebuah kelompok menyetujui untuk mengkonsumsi barang atau jasa karena iming-iming hadiah, kemasannya menarik, menjaga penampilan diri dan gengsi, pertimbangan harga tanpa melihat manfaat atau kegunaannya, konformitas terhadap model yang mengiklankan, serta mencoba lebih dari dua produk sejenis. Ini mengindikasikan bahwa kelompok remaja tersebut mengkonsumsi barang tertentu yang sebenarnya barang tersebut dapat menunjukan simbol status kelompoknya.

c. Ketaatan

Tekanan atau tuntutan kelompok acuan pada remaja membuatnya rela melakukan tindakan walaupun remaja tidak menginginkanya. Bila ketaatan tinggi maka konformitasnya akan tinggi juga. Ketaatan yang tinggi dalam sebuah kelompok akan menimbulkan tekanan sehingga mereka juga akan cenderung berkonform dalam berperilaku konsumtif. Hal ini terlihat pada saat remaja rela membeli produk karena iming-iming hadiah, kemasannya menarik, menjaga penampilan diri dan gengsi, pertimbangan harga tanpa melihat manfaat atau kegunaannya, konformitas terhadap model yang mengiklankan, serta mencoba lebih dari dua produk sejenis.


(47)

C. Hubungan antara Body image dan Konformitas dalam Perilaku Konsumtif

Rombe (2014) menjelaskan bahwa bagi produsen, kelompok usia remaja adalah salah satu pasar yang potensial, karena pola konsumsi terbentuk pada usia remaja. Di samping itu, remaja biasanya mudah terbujuk rayuan iklan, suka ikut-ikutan teman sebaya, tidak realistis, dan cenderung boros dalam menggunakan uangnya sehingga sifat-sifat remaja inilah yang dimanfaatkan oleh sabagian produsen untuk memasuki pasar remaja (Tambunan, 2001). Terkadang remaja mengkonsumsi sesuatu bukan didasari pada kebutuhan yang sebenarnya. Perilaku membeli yang tidak sesuai dengan kebutuhan dilakukan semata-mata demi kesenangan sehingga menyababkan remaja menjadi boros. Perilaku konsumtif adalah keinginan untuk mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan untuk mencapai kepuasan yang maksimal. Remaja lebih mementingkan faktor emosinya daripada tindakan rasionalnya atau lebih mementingkan keinginannya daripada kebutuhannya.

Astuti (2013) menambahkan membeli barang didasarkan oleh keinginan tanpa mementingkan kegunaan dan manfaat dari suatu barang hanya akan membuat seseorang menjadi konsumtif. Remaja tidak hanya membeli barang semata-mata karena mereka membutuhkan fungsi dari produk tersebut namun juga hanya untuk mencoba produk tersebut, meskipun sebenarnya tidak membutuhkan produk tersebut.


(48)

Hotpascaman, 2009), salah satu faktor munculnya perilaku konsumtif adalah faktor eksternal yaitu kelompok referensi. Kelompok refenresi sangat erat kaitannya dengan kelompok sosial, dalam hal ini yang termasuk ke dalam kelompok referensi adalah kelompok pertemanan sebaya.

William (dalam Hotpascaman, 2009) menambahkan bahwa konformitas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang dalam melakukan perilaku konsumtif. Remaja akan berusaha kuat untuk mengikuti kebiasaan dalam kelompoknya sebagai usaha untuk dapat diterima dalam kelompok tersebut. Pada masa remaja, tekanan untuk mengikuti kelompok acuan menjadi sangat kuat, hal ini dikarenakan remaja ingin diterima dalam kelompok tersebut. Hal tersebut juga nampak ketika remaja mengikuti perilaku teman sebaya dalam mengkonsumsi barang dan jasa yang digunakan dalam kelompoknya. Upaya-upaya yang telah dilakukan para remaja untuk selalu konform dengan kelompok ternyata justru mendorong mereka mempunyai perilaku konsumtif, salah satunya dengan membeli barang yang sebenarnya tidak dibutuhkan tetapi hanya keinginan untuk memuaskan kesenangan agar mereka sama dengan anggota kelompoknya. Banyak remaja yang bersedia melakukan berbagai perilaku demi pengakuan kelompok bahwa dia adalah bagian dari kelompok yang tidak bisa terpisahkan. Oleh sebab itu konformitas akan memberikan pengaruh pada remaja dalam pemunculan perilaku konsumtif.

Konformitas adalah perubahan sikap, perilaku atau kepercayaan seseorang individu agas sesuai dengan norma kelompok atau norma sosial sebagai akibat dari tekanan kelompoknya. Kebutuhan untuk diterima dan menjadi sama dengan


(49)

orang lain yang sebaya itu menyebabkan remaja berusaha untuk mengukuti berbagai atribut yang sedang tren. Sensitifitas remaja terhadap gambaran diri secara fisik tersebut sehingga mendorong mereka melakukan berbagai upaya agar tampilan fisiknya sesuai dengan komunitas sosial mereka. Remaja akan lebih sering mengevaluasi penampilannya dengan membandingkan penampilanya dengan orang lain yang ada di lingkungannya. Dari perbandingan sosial tersebut remaja akan menemukan remaja lain yang lebih menarik bentuk tubuhnya sehingga sadar bahwa bentuk tubuhnya belum sempurna dan menyebabkan remaja tersebut akan semakin tidak puas terhadap penampilan fisiknya. Penampilan yang menarik akan membawa remaja pada penilaian yang baik tentang karakteristik pibadi dan akan membantu mereka di terima dilingkungan sosial. Salah satu cara untuk mendapatkan penerimaan soial dari kelompok teman sebayanya, maka remaja putri akan melakukan konformitas.

Baron dan Byrne (2003) menambahkan bahwa konformitas adalah penyesuaian perilaku remaja untuk menganut pada norma kelompok acuan, menerima ide, atau aturan-aturan yang menunjukkan bagaimana remaja berperilaku. Remaja melakukan konformitas dengan teman di lingkungannya apabila berkaitan dengan masalah sosial sehari-hari, seperti fashion, hoby maupun segala sesuatu yang mendukung penampilan fisiknya.

Menurut Sarwono (2002), pada dasarnya tidaklah mudah bagi remaja untuk mengikatkan diri mereka pada suatu kelompok karena kelompok memiliki tuntutan yang harus dapat dipenuhi oleh setiap remaja yang ingin bergabung.


(50)

dalam kehidupan remaja seperti pilihan aktivitas sekolah atau sosial yang diikuti, penampilan, bahasa yang digunakan, sikap serta nilai-nilai yang dianut. Termasuk di dalamnya bagaimana remaja mencoba menampilkan diri secara fisik. Remaja berusaha membentuk tubuh yang ideal dengan bersolek dan merawat tubuh yang sesuai dengan nilai kelompoknya. Para remaja cenderung mengikuti nilai dan standart tubuh yang ideal seperti yang dikehendaki kelompoknya.

Begitu memasuki usia remaja, seseorang punya kesadaran untuk tampil prima di mata teman sebayanya agar dapat diterima. Sejak dahulu hingga saat ini, tidak dapat dipungkiri lagi bahwa penampilan merupakan salah satu hal yang sering kali mendapat perhatian khusunya bagi remaja (Hurlock, 2006). Perhatian ini ditunjukan dengan perilaku membeli barang-barang yang dapat merawat dan meningkatkan body image mereka. Begitu memasuki usia remaja, seorang anak punya kesadaran untuk memiliki tubuh yang ideal sehigga di mata teman sebayanya lebih mudah untuk diterima. Hal yang dapat mempengaruhi konformitas dikalangan remaja adalah body image. Dalam memperoleh jati diri, remaja berusaha membentuk citra atau image tentang dirinya dan upaya ini terlihat dalam suatu gambaran tentang bagaimana setiap remaja mengaktualisasikan dirinya. Termasuk didalamnya bagaimana ia mencoba menampilkan diri secara fisik. Hal tersebut membuat mereka sensitif terhadap

body image sehingga mendorong mereka melakukan berbagai upaya agar body imagenya sesuai dengan norma dan nilai yang ada di komunitas sosial mereka (Aryani,2006). Ketika seseorang memiliki body image yang positif, mereka akan percaya diri, sehingga mereka tidak menganggap bahwa norma dan nilai yang ada


(51)

pada kelompok sebagai tekanan dan sebaliknya remaja yang memiliki body image

yang negative akan mengganggap dirinya rendah dan tidak percaya diri, sehingga norma dan nilai yang ada ada kelompok akan dianggap sebagai acuan yang wajib dalam mengikuti kelompoknya tersebut.

Cash & Pruzinky (dalam Perdani, 2009) menyatakan bahwa body image

mengarahkan pada gambaran mental setiap individu terhadap kondisi fisiknya termasuk persepsi tentang bagaimana perasaan individu terhadap tubuh dan bentuk tubuhnya, perasaan ini bisa positif dan negatif. Pengertian body image

yang dipahami secara mendalam ini telah melibatkan unsur perasaan individu mengenai tubuhnya yang terbentuk dari pikiran individu itu sendiri, yang merupakan bagian dari citra diri dan dasar dari representasi diri. Remaja yang tidak puas dengan penampilan fisiknya akan memiliki minat yang tinggi terhadap

body image mereka,agar sesuai dengan standart atau ideal yang mereka lihat di lingkungannya. Remaja melakukan berbagai cara agar memiliki penampilan yang menarik. Remaja akan membandingkan body image yang ia miliki dengan body image kelompok teman sebayanya.

Dari berbagai hal yang telah diuraikan tersebut dapat dikatakan bahwa remaja yang kurang puas terhadap tubuhnya atau memiliki body image yang negatif akan melakukan koformitas dengan mengikuti teman sebayanya sebagai akibat dari kurang percaya dirinya terhadap tubuh sehingga mengganggap norma dan nilai pada kelompok sebagai tekanan yang wajib untuk dilakukan, untuk itu mereka akan mengkonsumsi berbagai barang atau jasa untuk mendukung


(52)

kebutuhan akan pengakuan sosial yang diharapkan sehingga akan menimbulkan pola hidup yang konsumtif agar tidak berbeda dengan lingkungannya.

D. Hipotesis

Dari penjelasan tersebut maka dapat diambil suatu hipotesis penelitian yaitu ada hubungan negatif antara body image dengan konformitas dalam perilaku konsumtif pada remaja. Semakin positif body image, maka akan semakin negatif konformitas dalam berperilaku konsumtif. Sebaliknya, semakin negatif body image, maka akan semakin positif konformitas dalam berperilaku konsumtif.


(53)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif-korelasional yang bertujuan untuk mendeskripsikan hubungan antara dua variabel (Azwar, 2009). Peneliti memilih jenis penelitian ini karena penilitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan hubungan antara body image dengan konformitas dalam perilaku konsumtif.

B. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN

Variabel dapat didefinisikan sebagai objek penelitian yang menjadi titik perhatian dalam suatu penelitian. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Variabel Dependen : Konformitas dalam Perilaku Konsumtif Variabel Independen : Body image

C. SUBJEK PENELITIAN

Peneliti menggunakan subjek remaja pertengahan yang berusia 15-18 tahun, mengikuti rentang usia remaja menurut Santrock (2003), bahwa remaja diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Subjek yang digunakan peneliti adalah pelajar kelas 10-12. Peneliti mengambil sampel pada siswa-siswi kelas 10 hingga 12 karena mayoritas usia siswa pada kelas 10 hingga


(54)

pemilihan sekelompok subjek didasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumya (Azwar, 2009). Tujuan menggunakan teknik purposive sampling agar subjek yang diperoleh sesuai dengan karakteristik yang ditetapkan peneliti yakni remaja pertengahan dengan rentan usia 15-18 tahun. Populasi penelitian ini adalah remaja SMA Negri 1 Kalasan. Pengambilan sampel dilakukan di kantin pada saat jam istirahat. Dalam penelitan ini sampel subjek minimal 60 siswa dengan rentan usia 15 hingga 18 tahun.

D. DEFINISI OPERASIONAL

1. Konformitas dalam Perilaku Konsumtif

Konformitas dalam perilaku konsumtif adalah perubahan sikap, perilaku atau kepercayaan seorang individu agar sesuai dengan norma kelompok atau norma sosial dalam bentuk membeli atau mengkonsumsi membeli atau mengkonsumsi barang atau jasa secara berlebihan yang bukan merupakan prioritas kebutuhannya dan tanpa pertimbangan yang rasional, demi kepuasan fisik dan dorongan untuk memuaskan hasrat kesenangan sebagai akibat dari tekanan kelompok. Konformitas dalam perilaku konsumtif didalam penelitian ini diukur dengan menggunakan gabungan aspek konformitas dan aspek perilaku konsumtif. Pada konformitas terdapat 3 aspek yakni kekompakan, kesepakatan, dan ketaatan, sedangkan dalam perilaku konsumtif terdapat 8 aspek yakni aspek Membeli produk karena iming-iming hadiah, aspek Membeli produk karena kemasannya menarik, aspek Membeli produk demi menjaga penampilan diri dan gengsi, aspek Membeli produk atas pertimbangan harga (bukan atas dasar manfaat


(55)

atau kegunaannya), aspek Membeli produk hanya sekedar menjaga simbol status, aspek Memakai produk karena unsur konformitas terhadap model yang mengiklankan, aspek Munculnya penilaian bahwa membeli produk dengan harga mahal akan menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi, dan aspek Mencoba lebih dari dua produk sejenis (merek berbeda). Pada aspek konformitas terdapat beberapa persamaan dalam pengukuran, yaitu aspek Membeli produk demi menjaga penampilan diri dan gengsi sama dengan aspek Membeli produk atas pertimbangan harga (bukan atas dasar manfaat atau kegunaannya), aspek Membeli produk hanya sekedar menjaga simbol status, dan aspek Munculnya penilaian bahwa membeli produk dengan harga mahal akan menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi. Atas dasar itu peneliti hanya menggunakan 5 aspek perilaku konsumtif.

Semakin tinggi skor yang didapat pada skala konformitas dalam perilaku konsumtif, maka mengindikasikan bahwa semakin tinggi pula konfomitas seseorang dalam berperilaku konsumtif. Sebaliknya, semakin rendah skor yang didapatkan, maka semakin rendah konformitasnya.

2. Body image

Body image adalah gambaran atau evaluasi seseorang tentang tingkat kepuasan terhadap penampilan tubuhnya baik itu secara keseluruhan atau per bagian. Evaluasi ini berupa pemikiran, perasaan, dan perilaku seseorang terhadap ukuran tubuh, berat dan aspek tubuh lainnya yang mengarah pada penampilan fisik yang dapat berupa penilaian positif atau negatif. Body image akan diukur


(56)

(Pratiknyo, 2008) terdiri dari evaluasi penampilan, kepuasan area tubuh orientasi, kecemasan menjadi gemuk dan persepsi terhadap ukuran tubuh.

Semakin tinggi skor yang diperoleh pada skala body image maka menggambarkan bahwa semakin positif body image individu. Sebaliknya, semakin rendah skor yang didapatkan, maka menggambarkan semakin negatif

body image indvidu.

E. METODE PENGUMPULAN DATA

Pada penelitian ini, peneliti mengumpulkan data dengan menyebarkan skala stimulus yang berisi pertanyaan-pernyataan hendak mengungkapkan indikator dari variabel-variabel yang digunakan. Skala yang akan diukur adalah skala konformitas dalam perilaku konsumtif dan skala body image. Adapun bentuk skala mengacu pada model skala Likert, dimana masing-masing item berbentuk favourable dan unfavourable. Skala ini dimodifikasi dengan 4 pilihan jawaban yang disediakan, yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS).

Tabel 1

Skor Berdasarkan Kategori Jawaban Jawaban Pernyataan

Favorable Unfavorable

Sangat Tidak Setuju (STS) 1 1

Tidak Setuju (TS) 2 2

Setuju (S) 3 3


(57)

1. Pengukuran Konformitas

Skala konformotas pada perilaku konsumtif bertujuan unutk mengukur tingkat kecenderungan konformitas pada perilaku konsumtif. Skala konformitas terdiri dari 14 aitem fovurable dan 14 aitem unfovorable. Skala yang disusun oleh peneliti sendiri dengan mengacu pada aspek Konformitas dalam Perilaku Konsumtif, yaitu aspek Kekompakan, aspek Kesepakatan, dan aspek Ketaatan. a. Kekompakan

Kekuatan yang dimiliki kelompok acuan menyebabkan remaja tertarik dan ingin tetap menjadi anggota kelompok. Eratnya hubungan remaja dengan kelompok acuan disebabkan perasan suka antara anggota kelompok serta harapan memperoleh manfaat dari keanggotaannya. Kekompakan yang tinggi menimbulkan konformitas yang semakin tinggi dalam berperilaku konsumtif pada remaja. Hal ini dapat dilihat dari semakin besar kesetiaan mereka, maka akan semakin kompak remaja tersebut dalam membeli produk karena iming-iming hadiah, kemasannya menarik, menjaga penampilan diri dan gengsi, konformitas terhadap model yang mengiklankan, serta mencoba lebih dari dua produk sejenis.Ini mengindikasikan bahwa bila kelompoknya menggunakan suatu barang tertentu, ia juga harus memakai barang tersebut walaupun sebenarnya barang tersebut kurang bermanfaat bagi dirinya sendiri.

b. Kesepakatan


(58)

kelompok yang sudah bulat akan mendapatkan tekanan yang kuat sehingga remaja harus loyal dan harus menyesuaikan pendapatnya dengan pendapat kelompok. Hal ini nampak ketika remaja dalam sebuah kelompok menyetujui untuk mengkonsumsi barang atau jasa karena iming-iming hadiah, kemasannya menarik, menjaga penampilan diri dan gengsi, pertimbangan harga tanpa melihat manfaat atau kegunaannya, konformitas terhadap model yang mengiklankan, serta mencoba lebih dari dua produk sejenis. Ini mengindikasikan bahwa kelompok remaja tersebut mengkonsumsi barang tertentu yang sebenarnya barang tersebut dapat menunjukan simbol status kelompoknya.

c. Ketaatan

Tekanan atau tuntutan kelompok acuan pada remaja membuatnya rela melakukan tindakan walaupun remaja tidak menginginkanya. Bila ketaatan tinggi maka konformitasnya akan tinggi juga. Ketaatan yang tinggi dalam sebuah kelompok akan menimbulkan tekanan sehingga mereka juga akan cenderung berkonform dalam berperilaku konsumtif. Hal ini terlihat pada saat remaja rela membeli produk karena iming-iming hadiah, kemasannya menarik, menjaga penampilan diri dan gengsi, konformitas terhadap model yang mengiklankan, serta mencoba lebih dari dua produk sejenis.


(59)

Tabel 2

Blueprint Perilaku Konsumtif

Perilaku Konsumtif Favorable Unfavorable

K E K O M P A K A N

Membeli produk

karena iming-iming

hadiah

Saya ingin seperti

teman-temanyang membeli produk

berlabel beli 2 dapat satu

Saya tidak membeli

barang dengan tulisan

berhadiah walaupun itu

dilakukan oleh

teman-teman saya

Membeli produk

karena kemasannya

menarik,

Saya berusaha membeli

produk dengan kemasan yang

menarik agar terlihat kompak

dengan kelompok saya.

Kompak bukan berarti

membeli barang sama

dengan teman-teman

walaupun berhadiah

menarik

Membeli produk

karena menjaga

penampilan diri dan gengsi

Saya setia dengan keputusan

teman teman-teman untuk

membeli produk yang dapat

membuat saya percaya diri.

Saya tidak akan

mengikuti teman untuk

membeli produk yang

membuat saya tampil

menarik.

Membeli produk

karena konformitas

terhadap model yang mengiklankan,

Saya kompak dengan

teman-teman untuk menggunakan

barang yang dipakai dengan

tokoh idola.

Saya tidak mengikuti apa

yang idola saya pakai

seperti yang dilakukan

teman-teman saya.

Membeli produk

karena mencoba lebih

dari dua produk

sejenis.

Saya merasa harus membeli2

produk meskipun fungsinya

sama seperti yang dilakukan

Saya tidak perduli

dengan pendapat


(60)

berbeda merk dengan fungsi sama K E S E P A K A T A N

Membeli produk

karena iming-iming

hadiah

Saya setuju dengan usul

teman-teman untuk membeli

produk dengan diskon tinggi.

Saya tidak setuju

pendapat teman-teman

untuk membeli barang

karna diskon besar.

Membeli produk

karena kemasannya

menarik,

Saya sepakat untuk

mengkonsumsi produk yang

kemasanya disukai

teman-teman saya.

Saya tidak sependapat

dengan teman-teman

untuk mengkonsumsi

barang hanya karna

kemasannya lucu.

Membeli produk

karena menjaga

penampilan diri dan gengsi

Saya sependapat dengan

teman-teman untuk membeli

produk yang dapat membuat

saya disukai orang lain.

Saya tidak setuju dengan

teman-teman sayauntuk

membeli barang hanya

karna ingin

mempertahankan gengsi.

Membeli produk

karena konformitas

terhadap model yang mengiklankan,

Saya selalumembeli produk

yang menjadi trendartis idola

kelompok saya.

Saya tidak pernah

membeli produk yang

menjadi trend artis

favorit seperti yang

sudah kelompok kami

sepakati.

Membeli produk

karena mencoba lebih

dari dua produk

sejenis.

Saya setuju dengan

teman-teman untuk membeli 2

barang dengan merk berbeda

Saya tidak sependapat

dengan teman-teman


(61)

namun satu kegunaan. membeli barang yang

sama fungsi meskipun

beda merk. K E T A A T A N

Membeli produk

karena iming-iming

hadiah

Saya rela membeli barang agar

mendapat kupon hadiah sama

seperti anggota kelompok.

Saya pikir membeli

barang berlabel diskon

besar hanya karena

sudah ditetapkan

kelompok adalah hal

bodoh.

Membeli produk

karena kemasannya

menarik,

Saya rela membeli barang

dengan bungkus menarik agar

diterima dikelompok saya

Saya tidak akan setuju

dengan kesepakatan

untuk membeli barang

hanya karena

bungkusnya menarik.

Membeli produk

karena menjaga

penampilan diri dan gengsi

Saya rela membeli barang

mahal untuk mempertahankan

gengsi agar terlihat sepadan

dengan teman-teman saya

Saya tidak akan pernah

mengikuti teman-teman

saya untuk membeli

barang yang harganya

mahal demi gengsi.

Membeli produk

karena konformitas

terhadap model yang mengiklankan,

Saya rela mengkonsumsi

barang yang digunakan idola

saya karena dorongan

teman-teman

Saya tidak ingin seperti

teman-teman yang

berperilaku konsumtif

untuk mengikuti artis


(62)

dari dua produk sejenis.

teman untuk membeli produk

dengan merk berbeda.

berbeda merk dengan

fungsi sama seperti yang

teman-teman lakukan

adalah bukan sifat saya.

2. Pengukuran Body image

Skala Body image bertujuan untuk mengukur tingkat kepuasan Body image. Skala Body image terdiri dari 30 aitem fovurable dan 29 aitem unfovorable. Skala yang disusun menurut Sumartono(2002) berdasarkan indikator dijadikan pedoman oleh peneliti untuk pengukuran dari body image. Indikatorbody image tersebut adalah:

a. Evaluasi penampilan, yaitu penilaian terhadap tubuh, perasaan menarik, kepuasan atau ketidakpuasan terhadap penampilan secara keseluruhan. Disini menunjukan bahwa dari penampilan ada hubungannya dengan konformitas dalam berperilaku konsumtif. akan Semakin baik penampilan yang ditunjukan maka semakin rendah konformitas yang ditunjukan oleh remaja. Evaluasi yang ditunjukkan akan menyebabkan remaja untuk selalu berpenampilan terbaik dalam lingkungan teman sebaya.

b. Kepuasan area tubuh, yaitu kepuasan individu terhadap bagian-bagian tubuh tertentu dari penampilannya. Adapun aspek-aspek tersebut adalah wajah, rambut, tubuh bagian bawah (pantat, paha, pinggul, kaki), tubuh bagian tengah (pinggang, perut), tampilan otot, berat, tinggi, dan penampilan secara keseluruhan. Bentuk tubuh yang sempurna akan


(63)

bentuk tubuh meningkatkan penilaian terhadap diri sendiri dimana pun akan berpengaruh untuk memberikan penampilan yang terbaik pada bentuk tubuh. Memiliki bentuk tubuh yang terbaik tentu akan mudah diterima oleh lingkungan teman sebaya sehingga menekan adanya konformitas.

c. Kecemasan menjadi gemuk, yaitu menggambarkan kecemasan terhadap kegemukan, kewaspadaan akan berat badan, kecenderungan melakukan diet untuk menurunkan berat badan dan membatasi pola makan. Kegemukan menjadi momok bagi remaja dalam memberikan penampilan terbaiknya. Bila remaja merasa kurang baik dengan penampilan kegemukan ini, maka remaja akan merasa tidak percaya diri yang menyebabkan remaja kurang bisa diterima di lingkungan teman sebaya. d. Persepsi terhadap ukuran tubuh, yaitu menggambarkan bagaimana

seseorang mempersepsi dan menilai berat badannya, dari yang sangat gemuk sampai dengan sangat kurus. Ukuran tubuh yang proporsional memengaruhi kepercayaan diri sendiri. Meningkatnya kepercayaan diri akan membuat remaja dapat mudah diterima oleh teman sebayanya.

Tabel 3

Blueprint Konformitas dalam Perilaku Konsumtif

Favorable Unfavorable

Saya puas dengan tampilan fisik saya. saya merasa tidak nyaman ketika orang melihat penampilan saya

Saya bangga ketika berkaca melihat diri saya yang keren.


(64)

Evaluasi Penampilan

saya karena penampilan saya yang jelek

Saya selalu memikirkan apa yang orang katakan tentang penampilan saya

Saya tidak peduli apa yang dikatakan teman-teman tentang penampilan saya

Saya tidak pernah mengeluh tentang penampilan fisik saya

Saya sering kecewa dengan penampilan saya

Saya senang banyak orang memuji penampilan saya

Saya tidak pernah mengharapkan pujian dari orang lain tentang penampilan saya

Saya teliti dalam menggunakan baju agar menunjang penampilan

Saya tidak peduli dengan baju yang saya pakai meskipun itu menunjang penampilan

Saya selalu bercermin ketika ada kesempatan 65

Saya tidak sering bercermin

saya senang degan penampilan saya saat ini

Saya tidak senang dengan penampilan saya saat ini

Tubuh saya lebih bagus daripada teman-teman saya

Teman-teman saya memiliki tubuh yang lebih keren daripada saya

Saya suka dengan obrolan tentang penampilan remaja saat ini

Saya minder ketika teman-teman berbicara tentang penampilan

Saya kurang percaya diri dengan penampilan saya

Saya minder dengan penampilan saya

Kepuasan area tubuh Hidung saya lebih bagus daripada hidung teman saya.

Hidung saya pesek

Saya memiliki pantat yang indah Pantat saya terlalu besar

Saya puas dengan bentuk kaki saya Kaki saya leter O/X

Perut saya rata dan tanpa lemak Perut saya terlalu buncit

Saya merasa nyaman dengan bentuk tubuh saya

Saya kurang nyaman dengan bentuk bentuk tubuh

Wajah saya ganteng/cantik Wajah saya kurang menarik

Saya suka dengan warna kulit saya Warna kulit saya terlalu gelap


(65)

Saya memiliki dada yang indah Saya memiliki ukuran payudara yang terlalu kecil

Ketakutan menjadi gemuk

Saya tidak pernah makan malam karna takut gemuk

Saya sering makan malam meskipun membuat saya gendut

Saya sering mengurangi porsi makan agar berat saya tidak naik

Saya tidak punya masalah dengan berat badan saya

Saya ingin sedikit lebih kurus Saya tidak takut makan karna porsi berlebih

Saya menolak makanan yang menyebabkan saya gedut

Saya tidak pernah takut makan berlemak walaupun saya tau akan membuat saya gendut.

Saya akan melakukan diet ketat untuk menurunkan berat badan

Saya tidak pernah berfikir untuk makan nasi merah hanya untuk diet.

Saya bingung ketika berat saya naik Saya tidak takut jika berat badan saya naik

Saya mengatur pola makan saya Saya tidak pernah mengatur pola makan saya

Saya merasa berat badan saya jauh dari ukuran normal

Berat badan saya ideal

Saya membatasi jumlah makanan yang saya makan dalam sehari.

Saya pikir diet itu hanya untuk orang yang kurang kerjaan.

Persepsi ukuran tubuh

Ukuran tubuh saya sudah cukup seimbang Saya terlalu kurus/gendut dibanding dengan teman-teman saya.

Berat badan saya berada dalam kategori normal

Saya merasa terlalu kurus/gendut

Saya termasuk anak yang kerdil/kurang tinggi

Tinggi badan saya seimbang dengan teman-teman saya

F. VALIDITAS DAN RELIABILITAS ALAT UKUR

Sebuah penelitian pastilah diharapkan hasil yang benar-benar objektif, hal ini dapat digambarkan keadaan yang sesungguhnya dari masalah yang diteliti.


(66)

Oleh karena itu, dalam setiap penelitian diperlukan suatu alat ukut yang valid dan reliabel.

1. Validitas Alat Ukur

Menurut Ancok (1995), validitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur benar-benar megukur apa yang perlu diukur. Validitas suatu pengukuran senantiasa berhubungan dengan kesesuaian dan kecermatan dari alat ukur yang digunakan. Suatu alat ukur dinyatakan valid apabila benar-benar sesuai dan menjawab secara cermat tentang variabel yang hendak diukur. Cara yang peneliti gunakan adalah melalui professional judgement, yaitu dengan cara membandingkan antara isi item dengan indikator yang telah ditentukan pada variabel konformitas dalam perilaku konsumtif dan body image oleh orang yang dianggap berkompten. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah isi item-item dalam skala mencakup keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur dan tidak keluar dari indikator yang telah ditentukan (Azwar, 2009). Uji validitas ini dilakukan melalui konsultasi dengan dosen pembimbing.

2. Seleksi Item

Dalam melakukan seleksi item, peneliti menggunakan bantuan program SPSS versi 15 for windows. Kriteria pemilihan item yang sahih yaitu berdasarkan korelasi item-total dengan batasan rix ≥ 0,30. Akan tetapi, peneliti mengambil

kebijakan dengan batasan rix≥ 0,25. Hal ini dikarenakan banyaknya item yang


(67)

dibawah 0,25 dapat diinterpretasikan sebagai item yang memiliki daya diskriminasi rendah sehingga dinyatakan gugur.

3. Reliabilitas Alat Ukur

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana alat ukur dapat tersebut dapat memberikan hasil relative tidak berbeda apabila dilakukan pengukuran kembali terhadap subjek yang sama. Peneliti mengukur tingkat reliabilitas pada skala menggunakan teknik koefisien alpha croncbach yang diperhitungkan menggunakan program SPSS Statistical Package for Sosial for Windows Release 16.00.

G. METODE ANALISIS DATA

Analisis statistik adalah cara yang digunakan dalam menganalisis data dari penelitian. Data akan memberikan rangkuman keterangan yang dapat dipahami, tepat dan teliti apabila diolah dengan menggunakan teknik analisis yang sesuai dengan sifat data yang diperoleh. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dalah teknik korelasi product moment yang perhitungannya menggunakan program SPSS Statistical Package for Sosial for Windows Release 16.00.

1. Uji Normalitas

Uji Normalitas dilakukan untuk melihat apakah distribusi sebaran variabel bebas dan variabel tergantung penelitian tersebut bersifat normal atau tidak. Uji normalitas dengan metode Kolmogorov-Smirnov denga program SPSS


(1)

Means

Case Processing Summary

Cases

Included Excluded Total

N Percent N Percent N Percent

Konformitas dalam Perilaku

Konsumtif * Body Image 60 100.0% 0 .0% 60 100.0%

Report

Konformitas dalam Perilaku Konsumtif Body

Image Mean N Std. Deviation

100 1.0600E2 1 .

101 95.0000 1 .

104 1.0100E2 1 .

105 1.0000E2 1 .

106 1.0400E2 1 .

107 97.0000 1 .

108 94.0000 1 .

109 1.0000E2 1 .

119 97.6667 3 8.38650


(2)

123 84.5000 2 17.67767

125 86.0000 1 .

128 69.0000 1 .

130 75.0000 1 .

131 82.5000 2 .70711

132 76.0000 1 .

133 81.0000 2 1.41421

134 77.6667 3 4.93288

135 76.0000 2 2.82843

136 73.0000 1 .

137 73.0000 2 4.24264

138 76.6667 3 7.63763

139 77.6667 3 4.50925

140 76.5000 4 3.10913

141 70.0000 2 5.65685

142 77.0000 3 9.16515

143 76.6667 3 3.05505

144 76.2500 4 4.92443

145 78.0000 2 5.65685

146 82.0000 1 .

147 78.5000 2 7.77817

149 74.0000 1 .

151 76.0000 1 .

152 73.0000 1 .


(3)

ANOVA Table

Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig. Konformitas dalam

Perilaku Konsumtif * Body Image

Between Groups (Combined) 5100.017 33 154.546 3.651 .001 Linearity 3932.792 1 3932.792 92.908 .000 Deviation from

Linearity 1167.225 32 36.476 .862 .659

Within Groups 1100.583 26 42.330

Total 6200.600 59

Measures of Association

R R Squared Eta Eta Squared Konformitas dalam Perilaku

Konsumtif * Body Image -.796 .634 .907 .823


(4)

NPar Tests

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Konformitas dalam Perilaku

Konsumtif Body Image

N 60 60

Normal Parametersa Mean 81.3000 132.9333

Std. Deviation 10.25158 13.48931

Most Extreme Differences Absolute .173 .169

Positive .173 .099

Negative -.099 -.169

Kolmogorov-Smirnov Z 1.338 1.306

Asymp. Sig. (2-tailed) .056 .066


(5)

Correlations

Konformitas dalam Perilaku

Konsumtif Body Image Konformitas dalam Perilaku

Konsumtif

Pearson Correlation 1 -.796**

Sig. (2-tailed) .000

N 60 60

Body Image Pearson Correlation -.796** 1

Sig. (2-tailed) .000

N 60 60

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Model Summary

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .796a .634 .628 6.25301

a. Predictors: (Constant), Body Image

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 161.758 8.063 20.062 .000


(6)

Model Summary

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .796a .634 .628 6.25301

a. Dependent Variable: Konformitas dalam Perilaku Konsumtif

Data Hipotetik

Data Empirik

Variabel

N

Aitem Min Max

Mean

SD

Min

Max

Mean

SD

Perilaku Konformitas

28

28

112

70

14

66

106

81.30 10.25