PENGARUH PRAKTIKUM LAJU REAKSI BERBASIS PROCESS ORIENTED GUIDED INQUIRY LEARNING TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA SMK.

(1)

PENGARUH PRAKTIKUM LAJU REAKSI

BERBASIS PROCESS ORIENTED GUIDED INQUIRY LEARNING TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS

DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA SMK

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Oleh :

Yogi Musthapa Kamil 1103324

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM KONSENTRASI PENDIDIKAN KIMIA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2014


(2)

PENGARUH PRAKTIKUM LAJU REAKSI

BERBASIS PROCESS ORIENTED GUIDED INQUIRY LEARNING TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS

DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA SMK

Oleh

Yogi Musthapa Kamil S.Pd. UPI Bandung, 2004

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Alam

Konsentrasi Pendidikan Kimia Sekolah Lanjutan

© Yogi Musthapa Kamil 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Januari 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

LEMBAR PENGESAHAN TESIS

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH :

Pembimbing I

Dr. Harry Firman, M. Pd. NIP. 19521008 197412 1 001

Pembimbing II

Dr. Sri Mulyani, M. Si. NIP. 19611115 198601 2 001

Diketahui oleh

Ketua Prodi Pendidikan IPA Sekolah Pascasarjana UPI

Prof. Dr. Hj. Anna Permanasari, M. Si. NIP. 19580712 198303 2 002


(4)

BERBASIS PROCESS ORIENTED GUIDED INQUIRY LEARNING TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS

DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA SMK

Oleh

Yogi Musthapa Kamil

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi pengaruh praktikum laju reaksi berbasis process oriented guided inquiry learning (POGIL) terhadap keterampilan proses sains dan penguasaan konsep siswa SMK. Sebanyak dua kelas siswa kelas XI pada kompetensi keahlian Rekayasa Perangkat Lunak dilibatkan sebagai kelas dengan praktikum POGIL dan praktikum konvensional. Dengan desain penelitian pretest-postest, nonequivalent control group design, siswa diminta mengerjakan soal pretes dan postes untuk mengukur peningkatan keterampilan proses sains dan penguasaan konsepnya sebagai bahan analisis atas perlakuan yang diberikan. Hasil analisis menunjukkan bahwa siswa yang melakukan praktikum berbasis POGIL memiliki keterampilan proses sains dan penguasaan konsep yang lebih baik daripada siswa yang melakukan praktikum konvensional. Siswa yang belajar melalui aktifitas laboratorium berbasis POGIL memiliki peningkatan keterampilan proses sains yang lebih tinggi dan signifikan pada keterampilan siswa dalam merumuskan hipotesis, memprediksi, mengajukan pertanyaan, menginterpretasikan dan mengkomunikasikan daripada siswa yang belajar melalui aktifitas laboratorium konvensional. Sedangkan untuk keterampilan mengobservasi serta keterampilan merencanakan dan menginvestigasi ditemukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara siswa yang belajar melalui aktifitas laboratorium berbasis POGIL dengan siswa yang belajar melalui aktifitas laboratorium konvensional. Dari penelitian ini ditemukan juga bahwa siswa yang belajar melalui aktifitas laboratorium berbasis POGIL memiliki peningkatan kemampuan dalam menuliskan persamaan laju reaksi konsumsi pereaksi dan laju reaksi pembentukan produk serta dalam menentukan laju reaksi, laju reaksi konsumsi pereaksi dan laju reaksi pembentukan produk berdasarkan data percobaan dibandingkan dengan siswa yang belajar melalui aktifitas laboratorium konvensional. Sedangkan pada kemampuan siswa dalam mendeskripsikan laju reaksi sebagai perubahan konsentrasi reaktan atau produk terhadap perubahan waktu ditemukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara siswa yang belajar melalui aktifitas laboratorium berbasis POGIL dengan siswa yang belajar melalui aktifitas laboratorium konvensional. Kata Kunci : pendidikan kimia, praktikum, POGIL, keterampilan proses sains,


(5)

BASED RATE OF REACTION LABORATORY ACTIVITY ON SMK STUDENTS SCIENCE PROCESS SKILLS AND CONCEPT MASTERY

by

Yogi Musthapa Kamil

ABSTRACT

The purpose of this study was to identify the effect of process oriented guided inquiry learning (POGIL) based rate of reaction experiment on the science process skills and mastery of the concept of vocational students. A total of two class XI students on department of Software Engineering with POGIL based experiment and conventional. With a pretest-posttest study design, nonequivalent control group design, students are asked to do about the pretest and posttest to measure the improvement of science process skills and mastery of the concept as a material analysis of the treatment given. The analysis showed that students who do have a POGIL-based lab science process skills and mastery of concepts better than students who do conventional lab. Students who learn through POGIL based laboratory activities have an increased on the science process skills and significantly higher on the student's skills in hypothesizing, predicting, raising questions, interpreting and communicating than students who learn through conventional laboratory activities. As for the observing and planning & investigating skills found that there was no significant difference between students who learn through POGIL based laboratory activities with students who learn through conventional laboratory activities. From this study also found that students who learned through POGIL based laboratory activities has an increased ability to write a reaction rate equation and the rate of consumption of reactants and reaction product formation in determining the rate of the reaction, the reaction rate of reagent consumption and product formation reaction rate based on the experimental data compared to students who learn through conventional laboratory activities. While the students' ability to describe the reaction rate as the change in concentration of reactants or products to change the time it was found that there was no significant difference between students who learn through POGIL based laboratory activities with students who learn through conventional laboratory activities.

Keywords: chemistry education, laboratory activities, POGIL, science process skills, concept mastery on rate of reaction


(6)

DAFTAR ISI

JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN TENTANG KEASLIAN KARYA ILMIAH DAN BEBAS PLAGIARISME ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

ABSTRAK ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 7

D. Tujuan Penelitian ... 7

E. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA KONSEPTUAL PENELITIAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN... 10

A. Kajian Pustaka ... 10

1. Process Oriented Guided Inquiry Learning ... 10

2. Keterampilan Proses Sains ... 17

3. Materi Laju Reaksi dalam Kurikulum SMK ... 20

4. Aktifitas Laboratorium berbasis POGIL dan Pengembangan Keterampilan Proses Sains dan Penguasaan Konsep Siswa ... 22

B. Kerangka Konseptual Penelitian ... 29


(7)

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 32

A. Lokasi dan Subyek Penelitian ... 32

B. Metode Penelitian... 32

C. Instrumen Penelitian... 34

D. Alur Penelitian ... 40

E. Analisis Data ... 42

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 46

A. Hasil Penelitian ... 46

B. Pembahasan ... 63

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 72

A. Kesimpulan ... 72

B. Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 75


(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan di era kekinian merupakan elemen yang sangat penting bagi manusia. Sebagaimana dikemukakan oleh Holbrook (2005) pendidikan merupakan sarana untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai baik dalam lingkup personal maupun sosial. Keterampilan yang dihasilkan melalui proses pendidikan juga memegang peranan yang tidak kecil. Termaktub dalam laporan konferensi ILO ke-97 (2008: 2) bahwa pengembangan keterampilan yang diperoleh melalui pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan produktifitas yang dapat mengubah standar dan pertumbuhan kehidupan.

Dewey (dalam Sudira, 2010) memiliki keyakinan bahwa tujuan dasar dari pendidikan umum adalah untuk memenuhi kebutuhan individu dan persiapan hidup. Salah satu yang erat kaitannya dengan paradigma ini adalah muatan kecakapan hidup dalam pendidikan. Menurut Susiwi (2007) kecakapan hidup memiliki arti yang luas, karena dalam menjalani hidup dan kehidupan, seseorang memerlukan keterampilan untuk dapat mempertahankan hidupnya. Hal demikian secara sengaja maupun tidak, telah ada sejak manusia ada.

Pendidikan kejuruan/vokasi memiliki inti yang selaras dengan pendidikan secara umum yaitu menyiapkan peserta didik untuk memiliki keterampilan, kecakapan, pengertian, perilaku, sikap, kebiasaan kerja, dan apresiasi terhadap pekerjaan-pekerjaan yang dibutuhkan oleh masyarakat dunia usaha/industri (DU/DI). Keterampilan-keterampilan ini menjadi landasan bagi perkembangan karir seseorang di masa yang akan datang. Menurut Sudira (2010) pengembangan proses belajar mengajar di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) harus memiliki porsi yang cukup bagi pengembangan keterampilan-keterampilan tersebut.


(9)

Porsi pengembangan keterampilan yang dibutuhkan oleh siswa dapat diemban oleh seluruh mata pelajaran di SMK, misalnya mata pelajaran adaptif Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) / sains yang didalamnya termasuk mata pelajaran kimia. National Research Council (2011: 14) mengisyaratkan bahwa manfaat dari pembelajaran sains dapat membantu dalam menghadapi tantangan di masa kini dan masa yang akan datang. Manfaat sains tersebut dapat diperoleh dengan mengoptimalkan pembelajaran sains yang diperkaya dengan pengembangan keterampilan-keterampilan yang relevan.

Manfaat pembelajaran sains, khususnya kimia dinyatakan dengan tegas pada Peraturan Pemerintah nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi. Mata pelajaran kimia mempersiapkan kemampuan peserta didik sehingga dapat mengembangkan program keahliannya pada kehidupan sehari-hari dan pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Salah satu tujuan dari mata pelajaran kimia di SMK adalah menerapkan metode ilmiah melalui percobaan atau eksperimen, dimana peserta didik melakukan pengujian hipotesis dengan merancang percobaan melalui pemasangan instrumen, pengambilan, pengolahan dan penafsiran data, serta menyampaikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis

Tuntutan mata pelajaran kimia yang tersurat dalam standar ini belum sepenuhnya dapat dilaksanakan oleh guru. Devi (2008: 2) mengemukakan bahwa banyak guru yang melaksanakan pembelajaran dengan hanya mentransfer ilmu dengan tanpa mengembangkan keterampilan proses sains. Pembelajaran tipe ini memiliki karakter kurangnya interaksi antara siswa dengan guru serta tidak ada interaksi antara siswa dengan siswa. Seringkali pembelajaran seperti ini juga dikenal dengan teaching by telling dimana guru hanya memberikan pengetahuan dari otaknya ke otak siswa. Pola seperti ini ternyata tidak berhasil (Barthlow, 2011) dan tidak lagi sesuai dengan kebutuhan pendidikan siswa (Hanson, 2013).


(10)

Realita lain mengenai pembelajaran sains dikemukan pula oleh Rustaman (2003) bahwa

pembelajaran cenderung berorientasi kognitif yang didominasi hitungan dan hafalan. Selain itu, sistem pendidikan yang terlalu kognitif ini juga terlalu abstrak (tidak konkrit), dengan proses pembelajaran yang pasif, kaku, sehingga proses belajar menjadi sangat tidak menyenangkan dan penuh beban. Semua ini telah “membunuh” karakter, siswa menjadi tidak kreatif, tidak percaya diri, tertekan dan stress, serta tidak mencintai belajar, sehingga sulit membangun manusia yang lifelong learner dan berkarakter.

Dengan beberapa realita di atas, kiranya diperlukan suatu pergeseran dalam hakekat pembelajaran sains dari hanya bersifat transfer ilmu menjadi pembelajaran yang diperkaya dengan pengembangan keterampilan lain yang diperlukan siswa, misalnya keterampilan proses sains. Perlunya pergeseran hakekat pembelajaran IPA dari nuansa kognitif menjadi terintegrasi dengan aspek lain memiliki kesamaan gagasan dengan Holbrook. Menurut Holbrook (2005: 4) diperlukan pergeseran penekanan dalam pembelajaran kimia. Pergeseran yang dimaksud adalah dari pembelajaran kimia sebagai body of knowledge menjadi pengembangan keterampilan-keterampilan yang diperoleh melalui materi subyek kimia (education through chemistry). Hal ini diperkuat pula dengan status kimia (secara umum di SMK) sebagai mata pelajaran adaptif (non major) yang perlu dirancang supaya memiliki dimensi yang menyentuh keterampilan proses yang mendukung keterampilan kejuruan.

Salah satu wujud dari pergeseran hakekat pembelajaran IPA adalah dengan mengemas pembelajaran IPA yang diperkaya dengan aspek di luar kognitif. Rustaman (2003) mengungkapkan perlunya pengembangan aspek keterampilan (keterampilan proses sains) yang diperoleh sebagai hasil belajar (termasuk praktikum dan kerja ilmiah) yang tak terpisahkan dalam pembelajaran. Pengintegrasian tersebut dilakukan karena kerja ilmiah diperoleh orang yang


(11)

belajar IPA untuk dapat memahami IPA sesuai dengan hakekatnya dan dapat digunakan dalam dunia kerja sebagai suatu kebiasaan.

Keterampilan proses sains merupakan salah satu keterampilan dasar yang dapat dikembangkan dari pambelajaran sains khususnya kimia. Keterampilan dasar ini termasuk dalam Standar Kompetensi Lulusan (SKL) siswa SMK dalam kaitannya dengan penguasaan teknologi masing-masing bidang keahlian. SKL kimia SMK mengisyaratkan agar siswa difasilitasi untuk memahami konsep, prinsip, hukum, dan teori kimia serta saling keterkaitannya dan penerapannya untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari dan teknologi. Selain itu siswa juga dituntut untuk menggunakan pengetahuan dasar kimia dalam kehidupan sehari-hari, dan memiliki kemampuan dasar kimia sebagai landasan dalam mengembangkan kompetensi di masing-masing bidang keahlian.

Pembelajaran kimia, khususnya di SMK memiliki standar kompetensi dan kompetensi dasar yang sering dikategorikan sulit dan biasanya hanya diampu dengan pembelajaran dengan metoda ceramah (teching by telling). Realitanya materi-materi seperti stoikiometri, asam basa maupun laju reaksi belum banyak dikembangkan dengan orientasi konten dan proses atau bahkan dengan pendekatan seperti inkuiri terbimbing.

Beberapa metode pembelajaran kimia, khususnya metode praktikum dipercaya dapat menghasilkan beberapa keterampilan pokok yang diperlukan oleh siswa agar berhasil dalam belajar dan hidup di masa depan. Kegiatan laboratorium dipandang sebagai kegiatan yang sangat esensial dalam pembelajaran kimia, dan beberapa penelitian menunjukkan bahwa kegiatan laboratorium merupakan cara yang terbaik dalam belajar kimia secara bermakna (Ding & Harskamp., 2011). Penelitian yang dilakukan oleh Iriany (2011:101) menghasilkan kesimpulan bahwa kegiatan laboratorium berbasis ICT (Infomation & Communication Technology) pada topik laju reaksi dapat meningkatkan keterampilan generik sains, berfikir kreatif dan motivasi siswa. Pembelajaran kimia dengan menggunakan Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan motivasi dan penguasaan konsep siswa pada topik laju reaksi (Sriyani, 2011: 87). Kegiatan praktikum juga dapat meningkatkan keterampilan berfikir kritis, kemampuan


(12)

literasi sains, komunikasi serta Keterampilan Proses Sains siswa (Rahman, 2011 : 91 ; Wulandari, 2011: 85).

Menurut Domin (1999), sepanjang sejarah pendidikan kimia terdapat empat jenis pembelajaran di laboratorium, yaitu ekspositori, inkuiri, discovery dan problem-based. Lebih lanjut Domin menambahkan bahwa jenis kegiatan laboratorium yang paling populer adalah jenis ekspositori. Pada jenis praktikum ini, guru menyajikan langkah yang harus dikerjakan, mendemostrasikan prosedur hingga menjelaskan konsep dan fenomena. Siswa hanya mengikuti serangkaian petunjuk (sehingga dikenal sebagai “cookbook”) dalam memverifikasi teori. Herrington (Ding & Harskamp, 2011) mengemukakan bahwa beberapa penelitian mengenai praktikum secara tradisional memiki kelemahan pada aspek pembelajaran secara virtual. Selain itu, Cutler (dalam Schroeder & Greenbowe, 2008) juga mengungkapkan bahwa praktikum dengan gaya tradisional mendorong kepasifan siswa (creeping passivity) atau rendahnya tingkat keterlibatan siswa. Meskipun praktikum konvensional memiliki beberapa keterbatasan seperti yang diuraikan, para guru di lapangan masih cenderung melaksanakannya ketika melakukan pembelajaran dengan praktikum.

Pembelajaran praktikum berjenis inkuiri merupakan salah satu satu alternatif dari pembelajaran praktikum tradisional/konvensional. Herron & Nurrenbern (dalam Burke & Greenbowe, 2006) menyatakan bahwa kegiatan laboratorium yang berorientasi inkuiri lebih baik daripada kegiatan ceramah/demonstrasi atau verifikasi, dengan catatan guru yang mengampu terlatih dengan pengajaran inkuiri dan siswa diberikan waktu dan bimbingan untuk memahami metode baru tersebut. Meskipun praktikum inkuiri memiliki kelebihan dibanding praktikum konvensional, pada kenyataannya terdapat pula beberapa keterbatasan. Keterbatasan tersebut terutama dari kegiatan praktikum jenis inkuiri terbuka yang justru menyebabkan siswa menjadi bingung, frustasi serta tidak memiliki dasar pengetahuan yang cukup sebagaimana ilmuwan (Barthlow, 2011: 53). Permasalahan ini dapat diatasi dengan praktikum inkuiri terbimbing yang didalamnya melibatkan guru untuk memfasilitasi siswa dalam menemukan konsep. Proses inkuiri terbimbing menjadi salah satu dasar Process Oriented


(13)

Guided Inquiry Learning (POGIL). Dengan diinisiasi oleh Rick Moog dan koleganya pada tahun 90-an, muncullah POGIL untuk menyempurnakan pembelajaran inkuiri terbimbing. POGIL hadir sebagai model yang dapat mempermudah pelaksanaan pembelajaran secara inkuiri baik di kelas maupun di laboratorium.

POGIL memiliki penekanan pada proses dan konten yang sangat erat kaitannya dengan keterampilan proses khususnya keterampilan proses sains. Pendekatan POGIL menurut Moog & Spencer (2008: 6) memiliki dua tujuan yang luas, yaitu untuk mengembangkan penguasaan konten mealui konstruksi pemahaman siswa sendiri, dan untuk mengembangkan dan meningkatkan keterampilan utama belajar seperti pemrosesan informasi, komunikasi oral dan tertulis, berfikir kritis, pemecahan masalah, metakognisi dan asesmen. Survey terhadap manajer dan pimpinan menunjukkan bahwa keterampilan-keterampilan tersebut merupakan keterampilan yang sangat diinginkan dari pekerja (Hanson, 2013).

Dari uraian di atas dapat ditarik suatu benang merah mengenai perlunya perbaikan akan kesesuaian antara hakekat dasar pendidikan, tuntutan-tuntutan yang ada dalam pembelajaran sains khususnya pata pelajaran kimia SMK dan realita yang ada. Praktikum berbasis POGIL diharapkan dapat menjadi sebuah solusi dalam mengembangkan hasil yang lebih besar dari aktifitas pembelajaran. Oleh karena itu, kiranya relevan untuk melakukan penelitian mengenai implementasi process oriented guided inquiry learning (POGIL) dan bagaimana pengaruhnya terhadap hasil belajar khususnya keterampilan proses sains dan penguasaan konsep siswa.


(14)

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian mengenai pendidikan kimia di era kekinian yang diuraikan pada latar belakang, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut

1. Perlu adanya pengkondisian pembelajaran di SMK yang memfasilitasi terbentuknya keterampilan, kecakapan, pengertian, perilaku, sikap, kebiasaan kerja, dan apresiasi terhadap pekerjaan-pekerjaan yang dibutuhkan oleh masyarakat dunia usaha/industri (DU/DI).

2. Terdapat realita bahwa pembelajaran cenderung bernuansa kognitif tanpa diperkaya dengan nilai tambahan berupa keterampilan-keterampilan dasar atau kecakapan hidup yang diperlukan.

3. Para guru di lapangan masih cenderung menggunakan praktikum konvensional dalam mengampu pembelajaran di laboratorium.

4. Perlu adanya alternatif dalam pembelajaran kimia khususnya praktikum yang dapat lebih mengaktifkan dan membekali siswa dengan keterampilan proses sains dan dapat meningkatkan pemahaman konsep.

5. Belum adanya studi yang dilakukan untuk meneliti implementasi POGIL dalam mengembangkan keterampilan proses sains, khususnya pada praktikum laju reaksi.

Berdasarkan identifikasi masalah yang diuraikan, maka dapat disusun rumusan masalah utama dari penelitian yang akan dilakukan adalah : “bagaimanakah pengaruh praktikum laju reaksi berbasis process oriented guided inquiry learning (POGIL) terhadap keterampilan proses sains dan penguasaan konsep siswa SMK ?”

Adapun pertanyaan penelitiannya adalah

1. Bagaimanakah pengaruh praktikum laju reaksi berbasis process oriented guided inquiry learning (POGIL) terhadap keterampilan proses sains secara keseluruhan dan pada setiap aspek keterampilan proses sains ?

2. Bagaimanakah pengaruh praktikum laju reaksi berbasis process oriented guided inquiry learning (POGIL) terhadap penguasaan konsep secara keseluruhan dan pada masing-masing indikator konsep ?


(15)

C. Pembatasan Masalah

Agar permasalahan dalam penelitian lebih terarah, maka masalah penelitian dibatasi sebagai berikut

1. Praktikum yang dilaksanakan dibatasi sebagai praktikum untuk menentukan laju reaksi dekomposisi H2O2 .

2. Keterampilan proses sains yang akan dianalisis dibatasi untuk keterampilan mengobservasi, merumuskan hipotesis, memprediksi, mengajukan pertanyaan, merencanakan & menginvestigasi, menginterpretasikan dan mengkomunikasikan.

3. Penelitian ini lebih difokuskan pada aspek-aspek kuantitatif dari pengaruh praktikum laju reaksi berbasis POGIL terhadap penguasaan KPS dan konsep siswa SMK.

D. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh praktikum laju reaksi berbasis process oriented guided inquiry learning terhadap keterampilan proses sains dan penguasaan konsep siswa SMK. Secara khusus penelitian bertujuan untuk

1. Memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh praktikum laju reaksi berbasis POGIL terhadap keterampilan proses sains siswa SMK.

2. Memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh praktikum laju reaksi berbasis POGIL terhadap setiap aspek keterampilan proses sains siswa SMK.

3. Memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh praktikum laju reaksi berbasis POGIL terhadap penguasaan konsep siswa SMK.

4. Memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh praktikum laju reaksi berbasis POGIL terhadap setiap indikator penguasaan konsep siswa SMK.


(16)

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang kiranya dapat diambil dari penelitian ini diantaranya adalah :

1. Memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh praktikum berbasis POGIL terhadap keterampilan proses sains dan penguasaan konsep siswa sebagai penyambung building block penelitian sebelumnya.

2. Memberikan alternatif dalam pembelajaran kimia yang selama ini berpusat kepada guru dengan suatu pendekatan yang lebih menekankan pada keterlibatan siswa dalam pembelajaran.

3. Memberikan masukan dalam pembelajaran kimia khususnya dan pendidikan pada umumnya yang dapat membekali siswa supaya siswa berhasil dalam pembelajaran dan memiliki keterampilan yang dapat dipergunakan di masa depannya.


(17)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi dan Subyek Penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah dua kelas siswa SMK kelas XI pada salah satu SMK di Kabupaten Majalengka yang mempelajari kimia pada materi laju reaksi. Adapun kelas yang diambil sebagai sampel adalah kelas XI pada kompetensi keahlian Rekayasa Perangkat Lunak kelas A (XI RPLA) dan kelas C (XI RPLC). Kelas XI RPLA memiliki jumlah siswa 30 orang dikondisikan sebagai kelas eksperimen, dan kelas XI RPLC dengan jumlah siswa 28 orang dikondisikan sebagai kelas kontrol.

Kedua kelas yang dipilih berasal dari kelas yang relatif homogen karena kelas tersebut pada awal kelas X diseleksi dengan patokan nilai yang sama dari hasil seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Selain itu kedua kelas berasal dari kompetensi keahlian yang sama, yaitu Rekayasa Perangkat Lunak.

B. Metode dan Desain Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi eksperimen dengan desain Pretest-Postest, Nonequivalent Control Group Design (Wiersma & Jurs, 2009: 169).

Tabel 3.1 Desain Penelitian

Pretest-Postest, Nonequivalent Control Group Design G1

G2

O1 O3

X1 X2

O2 O4

Keterangan :

G1 : Kelompok Eksperimen G2 : Kelompok Kontrol

O1 : Pretes Kelompok Eksperimen O2 : Postes Kelompok Eksperimen O3 : Pretes Kelompok Kontrol O4 : Postes Kelompok Kontrol X1 : Praktikum berbasis POGIL X2 : Praktikum Konvensional


(18)

Kelas eksperimen melaksanakan pembelajaran dengan aktifitas laboratorium dengan menggunakan format POGIL, sementara kelas kontrol melaksanakan pembelajaran dengan aktifitas laboratorium konvensional/ekspositori. Aktifitas laboratorium berbasis POGIL memiliki kekhasan yang sama dengan aktifitas laboratorium discovery. Perbandingan aktifitas laboratorium berbasis POGIL dan konvensional disajikan pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Perbandingan aktifitas laboratorium POGIL dan konvensional Jenis

Praktikum

Deskriptor

Tujuan Praktikum Pendekatan Prosedur

POGIL Di awal dan dalam

bentuk pertanyaan

Induktif Diberikan Konvensional Di awal dan dalam

bentuk pernyataan

Deduktif Diberikan

Implementasi praktikum POGIL secara umum mengikuti templat untuk aktifitas POGIL di kelas. Secara khusus aktifitas laboratorium POGIL yang dilakukan mengikuti pendapat Creegan (2006) yang mengemukakan format umum aktifitas laboratorium POGIL sebagai berikut

1. Sesi pre laboratorium

2. Pertanyaan di laboratorium 3. Pengumpulan data.

4. Sesi pos laboratorium.

5. Pelaksanaan tahap eksplorasi, penemuan konsep dan aplikasi.

Implementasi dari aktifitas laboratorium berbasis POGIL dan konvensional ini dituangkan pada rencana pelaksanaan pembelajaran yang dapat dilihat pada Lampiran 1 dan proses pembelajarannya dapat dilihat pada dokumentasi pembelajaran pada Lampiran 2.


(19)

C. Instrumen Penelitian

1. Penyusunan dan Validasi soal

Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini berupa soal-soal pilihan ganda yang mengukur keterampilan proses sains dan penguasaan konsep yang berkaitan dengan materi praktikum laju reaksi. Soal-soal disusun berdasarkan indikator keterampilan proses sains yang dikemukakan oleh Rankin dan indikator penguasaan konsep laju reaksi. Jumlah soal yang disusun adalah 21 soal untuk keterampilan proses sains dan 13 soal untuk penguasaan konsep. Berikut adalah distribusi soal dan masing indikator yang digunakan.

Tabel 3.3 Distribusi Soal Keterampilan Proses Sains

No Indikator KPS

Nomor Soal

1 Mengobservasi 1,2,3

2 Merumuskan hipotesis 4,5,6

3 Memprediksi 7,8,9

4 Mengajukan Pertanyaan 10,11,12

5 Merencanakan dan Menginvestigasi 13,14,15

6 Menginterpretasikan 16,17,18

7 Mengkomunikasikan 19,20,21

Tabel 3.4 Distribusi Soal Penguasaan Konsep

Indikator Konsep Nomor Soal Indikator 1 :

Mendeskripsikan definisi laju reaksi sebagai perubahan

konsentrasi reaktan atau produk terhadap perubahan waktu. 1,2,3 Indikator 2 :

Menuliskan persamaan laju reaksi konsumsi pereaksi dan

laju reaksi pembentukan produk 4,5,6

Indikator 3 :

Menentukan laju reaksi, laju reaksi konsumsi pereaksi dan


(20)

Validitas isi butir soal dievaluasi melalui model CVR (Content Validity Ratio). Penentuan validitas dengan cara ini melibatkan sejumlah item soal yang dinilai kesesuaiannya oleh sejumlah panelis (Lawshe, 1975). Dalam penelitian ini dilibatkan sebanyak lima orang panelis memberikan koreksi dan validasi terhadap konten butir soal, serta menilai kesesuaiannya dengan indikator. Hasil evaluasi panelis dan perhitungan CVR lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran 3. Untuk mengkuantifikasi data yang diberikan oleh panelis digunakan rumus perhitungan CVR (Content Validity Ratio) menurut Lawshe sebagai berikut

( ⁄ ) ⁄

Keterangan :

ne : Jumlah panelis yang menilai butir soal adalah sesuai N : Jumlah seluruh panelis

Nilai CVR tersebut kemudian digunakan sebagai patokan digunakan atau tidaknya suatu item soal. Nilai minimum CVR yang digunakan (critical value of CVR) adalah nilai kritis yang diteliti oleh Wilson yang merupakan penyempurnaan dari nilai kritis CVR yang dikeluarkan oleh Lawshe. Dari penelitian Wilson tersebut didapatkan bahwa nilai minimum CVR untuk lima panelis adalah 0,736 (Wilson et al., 2012). Dengan patokan tersebut, maka soal-soal dengan nilai CVR minimal sekitar 0,736 ke atas layak digunakan sebagai soal-soal untuk diujicoba dan diteliti reliabilitasnya. Tabel 3.5 menunjukkan hasil rekapitulasi perhitungan CVR untuk soal keterampilan proses sains.


(21)

Tabel 3.5 Rekapitulasi CVR soal Keterampilan Proses Sains Indikator KPS

No. Soal

CVR

Mengobservasi

1 1

2 1

3 0,6

Merumuskan hipotesis

4 1

5 1

6 1

Memprediksi

7 0,6

8 1

9 1

Mengajukan Pertanyaan

10 1

11 0,6

12 1

Merencanakan dan Menginvestigasi

13 1

14 1

15 1

Menginterpretasikan

16 1

17 1

18 1

Mengkomunikasikan

19 1

20 1

21 1

Dari Tabel 3.5 dapat diamati bahwa sebagian besar soal untuk keterampilan proses sains memiliki CVR sebesar 1 atau semua panelis menyatakan opini mengenai kesesuaian antara butir soal dengan indikator. Ada beberapa soal yang memiliki CVR dibawah 1, akan tetapi masih dapat dipertimbangkan untuk dipergunakan karena memiliki CVR tidak terlalu jauh dengan 0,736 atau hanya satu orang dari lima orang panelis yang menyatakan ketidaksesuaian antara butir soal dengan indikator.


(22)

Soal berikutnya yang ditentukan validitasnya melalui evaluasi dengan model CVR adalah soal penguasaan konsep. Jumlah soal yang dievaluasi adalah 13 soal yang mewakili tiga indikator penguasaan konsep. Tabel 3.6 menyajikan rekapitulasi hasil perhitungan CVR untuk soal penguasaan konsep.

Tabel 3.6 Rekapitulasi CVR soal penguasaan konsep

Indikator Konsep No. Soal CVR

Indikator 1 :

Mendeskripsikan definisi laju reaksi sebagai perubahan konsentrasi reaktan atau produk terhadap perubahan waktu.

1 1

2 -0,2

3 1

Indikator 2 :

Menuliskan persamaan laju reaksi konsumsi pereaksi dan laju reaksi pembentukan produk

4 1

5 1

6 1

Indikator 3 :

Menentukan laju reaksi, laju reaksi konsumsi pereaksi dan laju reaksi pembentukan produk berdasarkan data percobaan

7 0,6

8 1

9 1

10 1

11 1

12 1

13 1

Dari Tabel 3.6 dapat diamati bahwa hampir seluruh soal penguasaan konsep memiliki CVR yang tinggi kecuali soal nomor 2 yang memiliki CVR sebesar -0,2. Karena soal tersebut memiliki CVR yang sangat rendah, maka soal tidak dapat dipergunakan dalam uji coba.

2. Reliabilitas Soal

Tahap berikutnya dari penyusunan instrumen yang akan digunakan dalam penelitian adalah penentuan reliabilitas soal. Reliabilitas konsistensi internal yang digunakan untuk dalam penyusunan instrumen penelitian adalah melalui perhitungan koefisien Cronbach’s alpha. Soal-soal keterampilan proses sains dan peguasaan konsep diujicobakan kepada salah satu kelas yang memiliki jumlah siswa sebanyak 33 orang. Soal yang dipergunakan dalam uji coba dapat dilihat


(23)

pada Lampiran 4. Kelas yang dipergunakan dalam uji coba adalah kelas yang diampu oleh guru kimia lain dan sudah mempelajari materi laju reaksi.

Jawaban siswa pada kelas uji coba kemudian ditabulasi dan dihitung koefisien Cronbach’s alpha-nya. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan software pengolah data statistik SPSS. Nilai reliabilitas selanjutnya ditafsirkan sesuai klasifikasi reliabilitas yang dikemukakan oleh Hinton et al. (2004: 364) yang dicantumkan dalam Tabel 3.5.

Tabel 3.6 Penafsiran koefisien Cronbach’s alpha Koefisien Cronbach’s alfa Kategori

> 0,9 Reliabilitas sempurna 0,7 – 0,9 Reliabilitas tinggi 0,5 – 0,7 Reliabilitas moderat

< 0,5 Reliabilitas rendah

Perhitungan reliabilitas yang dilakukan memiliki dua fungsi yang terkait dengan instrumen penelitian. Fungsi yang pertama adalah mengetahui reliabilitas soal yang akan digunakan. Fungsi yang kedua adalah menjadi salah satu alat untuk mengetahui soal yang dapat dipergunakan atau tidak dalam penelitian.

Merujuk pendapat yang dikemukakan oleh Leech et al. (2005: 67) bahwa soal yang akan dipergunakan dalam tes sebaiknya memiliki koefisien Cronbach’s alpha yang lebih dari 0,7. Jika koefisien Cronbach’s alpha soal yang dipergunakan kurang dari 0,7, maka prosedur penghapusan soal dari analisis dapat dilakukan dengan panduan hasil analisis SPSS. Tabel 3.7 menyajikan hasil perhitungan koefisien Cronbach’s alpha untuk soal keterampilan proses sains dan penguasaan konsep setelah melalui prosedur penghapusan soal dari analisis.


(24)

Tabel 3.7 Koefisien Cronbach’s alpha Soal KPS dan Penguasaan Konsep Jenis Instrumen Cronbach’s alfa Jumlah butir soal

KPS 0,726 18

Penguasaan konsep 0,730 10

Dari Tabel 3.7 dapat diamati bahwa koefisien Cronbach’s alpha untuk soal keterampilan proses sains adalah sebesar 0,726 dengan tidak menyertakan 3 soal dalam analisis. Adapun soal yang tidak disertakan sesuai hasil perhitungan SPSS adalah soal nomor 1, 12 dan 21. Dengan demikian, terdapat 18 butir soal yang dapat dipergunakan untuk mengukur keterampilan proses sains pada penelitian. Selain soal KPS dihitung pula koefisien Cronbach’s alpha untuk soal penguasaan konsep. Hasil perhitungan koefisien Cronbach’s alpha lebih lengkap disajikan pada Lampiran 5.

Berdasarkan Tabel 3.7 juga dapat diamati bahwa soal yang mengukur penguasaan konsep memiliki nilai koefisien Cronbach’s alpha sebesar 0,730. Nilai tersebut didapatkan dengan tidak menyertakan dua soal dalam perhitungan. Adapun soal yang tidak disertakan dalam analisis adalah soal konsep nomor 7 dan 13. Dengan demikian, terdapat 10 butir soal yang dapat dipergunakan untuk mengukur penguasaan konsep pada penelitian.


(25)

C. Alur Penelitian

Alur penelitian yang ditempuh untuk penelitian ini disajikan pada Gambar 3.8 berikut

Gambar 3.8 Alur penelitian Perumusan Masalah Studi Pendahuluan Pembuatan RPP Praktikum POGIL dan Konvensional Pembuatan Instrumen KPS dan penguasaan

konsep Analisis Data Kesimpulan T ah ap Pe rsiap an

Analisis Kurikulum Analisis POGIL dan

KPS

Validasi & Revisi, Uji Coba

T ah ap Pe ran can gan T ah ap Pe lak sa n aan T ah ap Ak h ir Kelas Eksperimen (Praktikum dengan Format POGIL) Kelas Kontrol (Praktikum dengan Format Konvensional) Pretes Pretes


(26)

Penelitian yang dilakukan terbagi menjadi empat tahap utama. Tahap tersebut adalah tahap persiapan, tahap perancangan, tahap pelaksanaan dan tahap akhir. Penjelasan dari tahap-tahap penilitian yang dilakukan dapat diuraikan sebagai berikut

1. Tahap persiapan

Pada tahap persiapan dilakukan studi pendahuluan, identifikasi masalah, analisis POGIL dan KPS serta analisis kurikulum. Dilakukan studi berbagai macam literatur yang terkait dengan pendidikan, pembelajaran kimia, POGIL, pembelajaran di laboratorium, keterampilan proses sains dan penguasaan konsep. Studi yang dilakukan mendasari identifikasi masalah yang akan dijawab melalui penelitian.

Analisis kurikulum yang dilakukan meliputi analisis mengenai kurikulum kimia SMK yang difokuskan pada standar kompetensi lulusan, standar ini, standar proses dan standar penilaian.

2. Tahap perancangan

Tahap perancangan meliputi pembuatan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan pembuatan instrumen penelitian. RPP yang disusun adalah untuk pembelajaran praktikum laju reaksi berbasis POGIL dan konvensional. Butir soal untuk mengukur keterampilan proses sains dan penguasaan konsep dikembangkan berdasarkan indikator yang telah disusun sebelumnya.

RPP dan soal yang akan dipergunakan kemudian divalidasi, diujicoba dan direvisi. Validasi RPP didapatkan melalui konsultasi dengan dosen pembimbing sedangkan butir soal KPS dan penguasaan konsep divalidasi dengan metode CVR. RPP dan soal diujicobakan kepada kelas lain di luar kelas eksperimen dan kelas kontrol.

3. Tahap pelaksanaan

Penelitian dilaksanakan sesuai desain yang digunakan, yaitu pretes-postes nonequivalent control group design. Pretes diberikan kepada kelas


(27)

kontrol dan eksperimen untuk mengukur kemampuan awal siswa dalam keterampilan proses sains dan penguasaan konsep siswa. Perlakukan yang diberikan adalah praktikum laju reaksi berbasis POGIL untuk kelas eksperimen dan praktikum laju reaksi secara konvensional untuk kelas kontrol. Postes kemudian diberikan untuk mengukur kemampuan siswa setelah diberikan perlakuan.

4. Tahap akhir

Tahap akhir penelitian adalah analisis data yang diperoleh kemudian disimpulkan sebagai bagian dari penulisan tesis.

D. Analisis Data

Permasalahan dan rumusan masalah seperti yang telah dikemukakan dijawab melalui data yang kemudian diolah dan dianalisis sebagai berikut :

1. Melakukan tabulasi jawaban yang diperoleh dari respon setiap siswa terhadap soal untuk keterampilan proses sains dan penguasaan konsep. Tabulasi data mentah dapat dilihat pada Lampiran 6.

2. Menghitung n-gain keterampilan proses sains serta penguasaan konsep untuk setiap indikator dan secara keseluruhan

(Hake, 1999) Keterangan :

< g > : gain ternormalisasi Sf : skor akhir

Si : skor awal

Menginterpretasi hasil perhitungan n-gain mengikuti kategori yang dikemukakan oleh Hake (1999) yang disajikan pada Tabel 3.8. Hasil perhitungan n-gain untuk keterampilan proses sains dan penguasaan konsep dapat dilihat pada Lampiran 7.


(28)

Tabel 3.8 Interpretasi n-gain

n-gain Kategori

> 0,7 Tinggi 0,3 – 0,7 Sedang < 0,3 Rendah

3. Menentukan normalitas data dengan melihat nilai skewness dari masing-masing data. Jika skewness memiliki rentang nilai +/- 1, maka dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal (Leech et al., 2005: 28). Hasil deskriptif untuk n-gain keterampilan proses sains dan penguasaan konsep kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Lampiran 8.

4. Menentukan homogenitas dengan melihat nilai sig pada Lavene’s test equality of varians . Nilai sig ini merupakan salah satu output dari uji t yang dilakukan dengan SPSS. Data diasumsikan homogen jika nilai sig pada Lavene’s test equality of varians lebih dari 0,05 begitu pula sebaliknya.

5. Melakukan uji perbedaan dua rata-rata n-gain (uji t) dengan two independent samples t-test jika data berdistribusi normal dan uji Mann-Whitney jika data tidak berdistribusi normal. Uji ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antara dua variabel, dalam hal ini rata-rata n-gain antara kelas kontrol dan kelas eksperimen sehingga hasilnya bisa digunakan untuk menjawab hipotesis penelitian. Nilai t diambil dengan memperhatikan asumsi homogenitas data yang dilihat dari nilai sig pada Lavene’s test equality of varians. Jika nilai signifikansi t hitung atau nilai signifikansi Mann-Whitney U lebih kecil dari taraf signifikansi yang telah ditetapkan, yaitu 0,05 maka H0 ditolak, begitu juga sebaliknya. Hasil uji statistik untuk keterampilan proses sains dan penguasaan konsep kelas eksperimen dengan kelas kontrol dapat dilihat pada Lampiran 9.


(29)

6. Melakukan uji hipotesis

Uji hipotesis dilakukan dengan melihat nilai p dari hasil uji t yang telah dilakukan. H0 diterima jika nilai p > 0,05 yang dapat disimpulkan bahwa secara statistik tidak ada perbedaan yang signifikan antara rata-rata n-gain kelas eksperimen dengan kelas kontrol. Sebaliknya H0 ditolak jika p < 0,05 yang dapat disimpulkan bahwa secara statistik terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata n-gain kelas eksperimen dengan kelas kontrol.

7. Menghitung Cohen’s Effect Size (d) dengan menggunakan rumus

c t c c t t c t

n

n

s

n

s

n

x

x

d

 2 2

)

1

(

)

1

(

(Thalheimer & Cook, 2002)

Keterangan : S : standar deviasi n : jumlah subjek t : kelas eksperimen c : kelas kontrol

Perhitungan nilai d dibantu dengan menggunakan spreadsheet yang dipublikasikan oleh Thalheimer & Cook dari Work-Learning Research. Penafsiran nilai d mengikuti pendapat yang dikemukakan oleh Leech et al.(2005: 56) yang disajikan dalam Tabel 3.9.

Tabel 3.9 Kategori Cohen’s Effect Size (d) Cohen’s Effect Size (d) Kategori

< 0,2 Sangat kecil

0,2 – 0,5 Kecil

0,5 – 0,8 Sedang

0,8 – 1 Besar


(30)

8. Membuat kesimpulan dan menyusun laporan penelitian. Analisis yang dilakukan adalah terhadap peningkatan dan perbedaan rata-rata n-gain keterampilan proses sains dan penguasaan konsep siswa untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol. Peningkatan dan perbedaan rata-rata n-gain tersebut dianalisis untuk setiap indikator dan secara keseluruhan baik pada keterampilan proses sains maupun penguasaan konsep. Analisis yang lain dilakukan pada perbedaan rata-rata n-gain dilihat dari tinjauan perbedaan relatif antara kelas eksperimen dan kelas kontrol yang diwakili oleh

Cohen’s Effect Size (d). Dari analisis yang dilakukan didapatkan temuan-temuan yang kemudian dikaji sesuai dengan landasan teoretis dan disintesis menjadi kesimpulan sebagai bagian integral dari laporan penelitian.


(31)

Yogi Musthapa Kamil, 2014

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki pengaruh praktikum laju reaksi berbasis Process Oriented Guided Learning (POGIL) terhadap keterampilan proses sains dan penguasaan konsep siswa SMK. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut

1. Siswa yang belajar melalui aktifitas laboratorium berbasis POGIL memiliki peningkatan keterampilan proses sains secara keseluruhan yang lebih tinggi dan signifikan daripada siswa yang belajar melalui aktifitas laboratorium konvensional. Siswa yang belajar melalui aktifitas laboratorium berbasis POGIL memiliki peningkatan keterampilan proses sains yang lebih tinggi dan signifikan pada keterampilan keterampilan siswa dalam merumuskan hipotesis, memprediksi, mengajukan pertanyaan, menginterpretasikan dan mengkomunikasikan daripada siswa yang belajar melalui aktifitas laboratorium konvensional. Sedangkan untuk keterampilan mengobservasi serta keterampilan merencanakan dan menginvestigasi ditemukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara siswa yang yang belajar melalui aktifitas laboratorium berbasis POGIL dengan siswa yang belajar melalui aktifitas laboratorium konvensional.

2. Siswa yang belajar melalui aktifitas laboratorium berbasis POGIL memiliki peningkatan penguasaan konsep secara keseluruhan yang lebih tinggi dan signifikan daripada siswa yang belajar melalui aktifitas laboratorium konvensional. POGIL yang diimplementasikan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap peningkatan penguasaan konsep siswa secara keseluruhan. Siswa yang belajar melalui aktifitas laboratorium berbasis POGIL memiliki peningkatan kemampuan siswa dalam menuliskan persamaan laju reaksi konsumsi pereaksi dan laju reaksi pembentukan produk serta kemampuan siswa dalam menentukan laju reaksi, laju


(32)

reaksi konsumsi pereaksi dan laju reaksi pembentukan produk berdasarkan data percobaan daripada siswa yang belajar melalui aktifitas laboratorium konvensional. Sedangkan pada kemampuan siswa dalam mendeskripsikan laju reaksi sebagai perubahan konsentrasi reaktan atau produk terhadap perubahan waktu ditemukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara siswa yang belajar melalui aktifitas laboratorium berbasis POGIL dengan siswa yang belajar melalui aktifitas laboratorium konvensional.

B. Saran

Pedagogi berbasis POGIL menggabungkan beberapa metoda seperti pembelajaran inkuiri terbimbing dan pembelajaran koperatif dalam pembelajaran sains khususnya kimia. Dari hasil studi mengenai pengaruh implementasi POGIL dalam penelitian ini, dapat disampaikan saran baik dalam konteks teori maupun praktis sebagai berikut

1. Penelitian yang dilakukan menghasilkan beberapa temuan positif yang tidak terlepas dari berbagai keterbatasan. Meskipun pada beberapa aspek dalam keterampilan proses sains dan penguasaan konsep dapat dilihat bahwa POGIL memiliki pengaruh yang baik, akan tetapi pengaruh tersebut belum menggambarkan kemampuan siswa yang konsisten dan teruji. Selain itu, standar kompetensi yang diteliti terbatas pada satu standar kompetensi dan dilangsungkan dalam waktu yang relatif singkat. Oleh karena itu penelitian selanjutnya dapat dilakukan untuk menyelidiki lebih lanjut pengaruh POGIL terhadap keterampilan proses sains atau penguasaan konsep pada standar kompetensi lain yang dapat diampu dengan praktikum. Dengan demikian pengaruh POGIL dapat diteliti lebih jauh dalam kaitannya dengan pengembangan keterampilan proses sains, keterampilan lain yang diperlukan oleh siswa dan penguasaan konsep yang konsisten dan teruji.


(33)

Yogi Musthapa Kamil, 2014

2. Penelitian yang dilakukan memiliki variabel target pembelajaran berupa keterampilan proses sains dan penguasaan konsep. Studi di masa depan dapat dikembangkan untuk meneliti pengaruh POGIL terhadap keterampilan-keterampilan dasar lain yang sangat dibutuhkan oleh siswa ketika mereka melanjutkan studi, berwirausaha atau bekerja. Dengan demikian, penelitian yang dilakukan dapat memperkaya khazanah dari implementasi POGIL.

3. Fokus dari penelitian yang dilakukan adalah pada aspek kuantitatif dari pengaruh praktikum laju reaksi berbasis POGIL terhadap KPS dan penguasaan konsep siswa SMK. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan pada aspek-aspek kualitatif sehingga dapat lebih mengungkap proses pengembangan KPS dan konsep oleh siswa.

4. Implementasi POGIL yang merupakan pedagogi berpusat pada siswa seyogianya dilakukan dalam pembelajaran sehari-hari di sekolah baik di SMK maupun di SMA. Hal tersebut diharapkan dapat selaras dengan mulai diimplementasikannya kurikulum 2013 yang menekankan pada pembelajaran yang berpusat kepada siswa.

5. Keterampilan proses sains merupakan keterampilan yang sangat bermanfaat bagi siswa yang berguna dalam proses belajar pada level sekolah menengah maupun di masa sesudahnya. Diperlukan waktu yang lama agar keterampilan-keterampilan ini benar-benar dikuasai oleh siswa. Oleh karena itu pengembangan keterampilan proses ini hendaknya dimulai sejak pendidikan dasar, dengan demikian keterampilan tersebut dapat dikuasai dan dapat dimanfaatkan oleh siswa ketika berada pada level sekolah menengah seperti SMK atau SMA.


(34)

DAFTAR PUSTAKA

Barthlow, M. J. (2011). The Effectiveness of Process Oriented Guided Inquiry Learning to Reduce Alternate Conceptions in Secondary Chemistry. Disertasi doktor pada Liberty University : tidak diterbitkan

Burke, K. A., Greenbowe, T. J. (2006). “Implementing the Science Writing Heuristic in the Chemistry Laboratory”. Journal of Chemical Education. 83,(7),1032-1038

Creegan, F. J. (2006). The Pogil Laboratory Experience.[online]. Diakses pada 18 April 2013. Tersedia : www.POGIL.org

Dahar, R. W. (2011). Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Penerbit Erlangga

Devi, P. K. (2008). D.A.R.TS Using Work Sheets for Developing Process Skills and Critical Thinking with Pencil and Paper Tasks an Experiment Study in Chemistry Senior High School at “Colligative Properties Concept”. [online]. Diakses pada 29 Mei 2013. Tersedia : http://ojs.voctech.org/index.php/seavern/article/view/128/121

Ding, N. & Harskamp, E. G.. (2011). “Collaboration and Peer Tutoring in Chemistry Laboratory Education”. International Journal of Science Education (IJSE).33,(6),839-863

Domin, D. S. (1999). “A Review of Laboratory Instruction Styles”. Journal of Chemical Education. 76,(4),543-547

Eberlein, T. (2008). ”Pedagogies of Engagement in Science : A Comparison of PBL,

POGIL and PLTL”. Biochemistry and Molecular Biology Education.

36,(4),262-273

Fischer, K. W. (2008). “Dynamic Cycles of Cognitive and Brain Development : Measuring Growth in Mind, Brain and Education”. The Educated Brain . dalam A.M. Batro,K.W. Fischer & P.Lena (Eds).127-150

Fischer, K., & Rose, L. (2001). “Webs of Skill : How Students Learn”. Educational Leadership, 59,(3),6

Hake, R. R. (1999). Analyzing Change/Gain Scores.[online]. Diakses pada 7 Nopember 2013. Tersedia www.physics.indiana.edu/~sdi/


(35)

Hanson, D. M. (2005). Designing Process Oriented Guided-Inquiry Activities . [online]. Diakses pada 9 April 2013. Tersedia :

quarknet.fnal.gov/fellows/.../Designing_POGIL_Activities.pdf

Hanson, D. M. (2013). Introduction to POGIL. [online].diakses pada 13 April 2013. Tersedia : http://www.pcrest.com/PC/Pub/POGIL.htm

Hanson, D. & Apple, D. (2004). Process—The missing element. [online]. Diakses pada 10 April 2013. Tersedia : http://www.pkal.org/documents/hanson-apple_process—the-missing-element.pdf

Hinton, P. R., Brownlow C., McMurray I. & Cozens B. (2004). SPSS Explained. London : Routledge

Hofstein, A. (2004). “The Laboratory in Chemistry Education : Thirty Years of Experience with Developments, Implementation and Research”. Chemistry Education : Research and Practice. 5,(3),247-264

Holbrook, J. (2005). Making Chemistry Teaching Relevant. [online]. Diakses pada 23 Nopember 2011.Tersedia : www.iupac.org/publications/cei.

International Labour Organization. (2008). Skills for Improved Productivity, Employment Growth and Development.Geneva : ILO

Iriany .(2009). Model Pembelajaran Inkuiri Laboratorium Berbasis Teknologi Informasi Pada Konsep Laju Reaksi Untuk Meningkatkan Keterampilan Generik Sains Dan Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa SMU. Tesis SPS UPI. Tidak Diterbitkan

Johnstone, A. H. (2006). “Chemical Education Research in Glasgow in Perspective. Chemistry Education Research and Practice. 7,(2),49-63

King, P. M, & VanHecke, J. R. (2006). “Making Connections : Using Skill Theory to Recognize How Students Build and Rebuild Understanding”. About Campus. 11,(1),10-16

Kementerian Pendidikan Nasional. (2005). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikani. Jakarta : Kemdiknas Kementerian Pendidikan Nasional. (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional

no. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi. Jakarta : Kemdiknas

Kementerian Pendidikan Nasional. (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional no. 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan. Jakarta : Kemdiknas


(36)

Kementerian Pendidikan Nasional. (2009). Lampiran Surat Edaran Dirjen Mandikdasmen mengenai Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (SK-KD)dan Rincian Pembelajaran Materi Adaptif SMK. Jakarta : Kemdiknas Leech, N. L., Barret K. C. & Morgan G. A.. (2005). SPSS for Intermediate Statistics :

Use and Interpretation. Second Edition. London : Lawrence Erlbraum Associates Publishers

Mayanti, S. (2011). Analisis Hasil Belajar Siswa Sma Pada Pembelajaran Laju Reaksi Melalui Metode Praktikum Berbasis Inkuiri Terbimbing. Skripsi Jurusan Pendidikan Kimia UPI. Tidak Diterbitkan

Moog, R. S. & Spencer N. J. (2008). In Process Oriented Guided Inquiry Learning (POGIL). ACS Symposium Series. Washington DC : American Chemical Society

National Research Council. (2011). A Framework for K-12 Science Education: Practices,Crosscutting Concepts, and Core Ideas. Committee on a Conceptual Framework for New K-12 Science Education Standards. Board on Science Education, Division of Behavioral and Social Sciences and Education. Washington DC : The National Academies Press.

O’Brien, G. E. (2005). Developing Inquiry Skills.[online]. Diakses pada 7 Nopember

2013.Tersedia : www.pearsonhighered.com/assets/hip/us

Rahman. (2011). Pembelajaran Kimia Berbasis Literasi Sains dan Teknologi Pada Materi Pokok Laju Reaksi : Analisis Aspek Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas XI. Skripsi Jurusan Pendidikan Kimia UPI. Tidak Diterbitkan

Rankin, L., Stein F., Austin M., Bradley, B. W., & Brown T. F. (2006). Assesing Process Skills, A Professional Development Curriculum from the Institute for Inquiry. San Francisco : Exploratorium

Rustaman, N. (2003). Penilaian Hasil Belajar IPA. Makalah pada FPMIPA & Pasca Sarjana UPI : Tidak Diterbitkan

Schroeder, J.D & Greenbowe, T.J. (2008). Implementing POGIL in the lecture and the Science Writing Heuristic in the laboratory—student perceptions and performance in undergraduate organic chemistry. [online].diakses pada 08 Februari 2012. Tersedia : http://pubs.rsc.org | doi:10.1039/B806231P

Sriyani. (2011). Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) pada Pokok Bahasan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Kimia UPI. Tidak Diterbitkan


(37)

Sudira, P. (2010). VET curriculum, teaching, and learning for future skills requirements. Makalah Seminar VET. UNY

Straumanis, A. (2010). Classroom Implementation of Process Oriented Guided Inquiry Learning, a Practical Guide for Instructor. USA : POGIL Org.

Susiwi (2007). Kecakapan Hidup. Handout Mata Kuliah Perencanaan Pembelajaran Kimia Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI : Tidak Diterbitkan

Thalheimer, W. & Cook, S. (2002). How to Calculate Effect Sizes from Published Research : a Simplified Methodology.[online]. Diakses pada 20 Nopember 2013. Tersedia : http://work-learning.com/effect_sizes.htm.

Wilson, F. R., Pan W. & Schumsky, D. A. (2012). “Recalculation of Critical Values for Lawshe’s Content Validity Ratio”. Measurement and Evaluation in Counseling and Development, 45,(3),197-210

Widhy, P. (2010). Pembelajaran IPA (Kimia) Berbasis Laboratorium. Modul Pelatihan Pembelajaran MIPA Berbasis Laboratorium FMIPA UNY : Tidak Diterbitkan

Wiersma, W. & Jurs, S. G. (2009). Research Methods in Education. USA : Pearson Wulandari, A. D. (2011). Pembelajaran Praktikum Berbasis Inkuiri Terbimbing

Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Sma Pada Materi Laju Reaksi. Skripsi Jurusan Pendidikan Kimia UPI. Tidak Diterbitkan


(1)

73

Yogi Musthapa Kamil, 2014

Pengaruh Praktikum Laju Reaksi Berbasis Process Oriented Guided Inquiry Learning Terhadap Keterampilan Proses Sains Dan Penguasaan Konsep Siswa SMK

reaksi konsumsi pereaksi dan laju reaksi pembentukan produk berdasarkan data percobaan daripada siswa yang belajar melalui aktifitas laboratorium konvensional. Sedangkan pada kemampuan siswa dalam mendeskripsikan laju reaksi sebagai perubahan konsentrasi reaktan atau produk terhadap perubahan waktu ditemukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara siswa yang belajar melalui aktifitas laboratorium berbasis POGIL dengan siswa yang belajar melalui aktifitas laboratorium konvensional.

B. Saran

Pedagogi berbasis POGIL menggabungkan beberapa metoda seperti pembelajaran inkuiri terbimbing dan pembelajaran koperatif dalam pembelajaran sains khususnya kimia. Dari hasil studi mengenai pengaruh implementasi POGIL dalam penelitian ini, dapat disampaikan saran baik dalam konteks teori maupun praktis sebagai berikut

1. Penelitian yang dilakukan menghasilkan beberapa temuan positif yang tidak terlepas dari berbagai keterbatasan. Meskipun pada beberapa aspek dalam keterampilan proses sains dan penguasaan konsep dapat dilihat bahwa POGIL memiliki pengaruh yang baik, akan tetapi pengaruh tersebut belum menggambarkan kemampuan siswa yang konsisten dan teruji. Selain itu, standar kompetensi yang diteliti terbatas pada satu standar kompetensi dan dilangsungkan dalam waktu yang relatif singkat. Oleh karena itu penelitian selanjutnya dapat dilakukan untuk menyelidiki lebih lanjut pengaruh POGIL terhadap keterampilan proses sains atau penguasaan konsep pada standar kompetensi lain yang dapat diampu dengan praktikum. Dengan demikian pengaruh POGIL dapat diteliti lebih jauh dalam kaitannya dengan pengembangan keterampilan proses sains, keterampilan lain yang diperlukan oleh siswa dan penguasaan konsep yang konsisten dan teruji.


(2)

74

2. Penelitian yang dilakukan memiliki variabel target pembelajaran berupa keterampilan proses sains dan penguasaan konsep. Studi di masa depan dapat dikembangkan untuk meneliti pengaruh POGIL terhadap keterampilan-keterampilan dasar lain yang sangat dibutuhkan oleh siswa ketika mereka melanjutkan studi, berwirausaha atau bekerja. Dengan demikian, penelitian yang dilakukan dapat memperkaya khazanah dari implementasi POGIL.

3. Fokus dari penelitian yang dilakukan adalah pada aspek kuantitatif dari pengaruh praktikum laju reaksi berbasis POGIL terhadap KPS dan penguasaan konsep siswa SMK. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan pada aspek-aspek kualitatif sehingga dapat lebih mengungkap proses pengembangan KPS dan konsep oleh siswa.

4. Implementasi POGIL yang merupakan pedagogi berpusat pada siswa seyogianya dilakukan dalam pembelajaran sehari-hari di sekolah baik di SMK maupun di SMA. Hal tersebut diharapkan dapat selaras dengan mulai diimplementasikannya kurikulum 2013 yang menekankan pada pembelajaran yang berpusat kepada siswa.

5. Keterampilan proses sains merupakan keterampilan yang sangat bermanfaat bagi siswa yang berguna dalam proses belajar pada level sekolah menengah maupun di masa sesudahnya. Diperlukan waktu yang lama agar keterampilan-keterampilan ini benar-benar dikuasai oleh siswa. Oleh karena itu pengembangan keterampilan proses ini hendaknya dimulai sejak pendidikan dasar, dengan demikian keterampilan tersebut dapat dikuasai dan dapat dimanfaatkan oleh siswa ketika berada pada level sekolah menengah seperti SMK atau SMA.


(3)

Yogi Musthapa Kamil, 2014

Pengaruh Praktikum Laju Reaksi Berbasis Process Oriented Guided Inquiry Learning Terhadap Keterampilan Proses Sains Dan Penguasaan Konsep Siswa SMK

DAFTAR PUSTAKA

Barthlow, M. J. (2011). The Effectiveness of Process Oriented Guided Inquiry Learning to Reduce Alternate Conceptions in Secondary Chemistry. Disertasi doktor pada Liberty University : tidak diterbitkan

Burke, K. A., Greenbowe, T. J. (2006). “Implementing the Science Writing Heuristic in the Chemistry Laboratory”. Journal of Chemical Education. 83,(7),1032-1038

Creegan, F. J. (2006). The Pogil Laboratory Experience.[online]. Diakses pada 18 April 2013. Tersedia : www.POGIL.org

Dahar, R. W. (2011). Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Penerbit Erlangga

Devi, P. K. (2008). D.A.R.TS Using Work Sheets for Developing Process Skills

and Critical Thinking with Pencil and Paper Tasks an Experiment Study in Chemistry Senior High School at “Colligative Properties Concept”. [online]. Diakses pada 29 Mei 2013. Tersedia : http://ojs.voctech.org/index.php/seavern/article/view/128/121

Ding, N. & Harskamp, E. G.. (2011). “Collaboration and Peer Tutoring in Chemistry Laboratory Education”. International Journal of Science Education (IJSE).33,(6),839-863

Domin, D. S. (1999). “A Review of Laboratory Instruction Styles”. Journal of Chemical Education. 76,(4),543-547

Eberlein, T. (2008). ”Pedagogies of Engagement in Science : A Comparison of PBL, POGIL and PLTL”. Biochemistry and Molecular Biology Education.

36,(4),262-273

Fischer, K. W. (2008). “Dynamic Cycles of Cognitive and Brain Development : Measuring Growth in Mind, Brain and Education”. The Educated Brain . dalam A.M. Batro,K.W. Fischer & P.Lena (Eds).127-150

Fischer, K., & Rose, L. (2001). “Webs of Skill : How Students Learn”. Educational Leadership, 59,(3),6

Hake, R. R. (1999). Analyzing Change/Gain Scores.[online]. Diakses pada 7 Nopember 2013. Tersedia www.physics.indiana.edu/~sdi/


(4)

Hanson, D. M. (2005). Designing Process Oriented Guided-Inquiry Activities . [online]. Diakses pada 9 April 2013. Tersedia : quarknet.fnal.gov/fellows/.../Designing_POGIL_Activities.pdf

Hanson, D. M. (2013). Introduction to POGIL. [online].diakses pada 13 April 2013. Tersedia : http://www.pcrest.com/PC/Pub/POGIL.htm

Hanson, D. & Apple, D. (2004). Process—The missing element. [online]. Diakses

pada 10 April 2013. Tersedia : http://www.pkal.org/documents/hanson-apple_process—the-missing-element.pdf

Hinton, P. R., Brownlow C., McMurray I. & Cozens B. (2004). SPSS Explained. London : Routledge

Hofstein, A. (2004). “The Laboratory in Chemistry Education : Thirty Years of Experience with Developments, Implementation and Research”. Chemistry Education : Research and Practice. 5,(3),247-264

Holbrook, J. (2005). Making Chemistry Teaching Relevant. [online]. Diakses pada 23 Nopember 2011.Tersedia : www.iupac.org/publications/cei.

International Labour Organization. (2008). Skills for Improved Productivity, Employment Growth and Development.Geneva : ILO

Iriany .(2009). Model Pembelajaran Inkuiri Laboratorium Berbasis Teknologi Informasi Pada Konsep Laju Reaksi Untuk Meningkatkan Keterampilan Generik Sains Dan Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa SMU. Tesis SPS UPI. Tidak Diterbitkan

Johnstone, A. H. (2006). “Chemical Education Research in Glasgow in Perspective”. Chemistry Education Research and Practice. 7,(2),49-63

King, P. M, & VanHecke, J. R. (2006). “Making Connections : Using Skill Theory to Recognize How Students Build and Rebuild Understanding”.

About Campus. 11,(1),10-16

Kementerian Pendidikan Nasional. (2005). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikani. Jakarta : Kemdiknas Kementerian Pendidikan Nasional. (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional

no. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi. Jakarta : Kemdiknas

Kementerian Pendidikan Nasional. (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional no. 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan. Jakarta : Kemdiknas


(5)

Yogi Musthapa Kamil, 2014

Pengaruh Praktikum Laju Reaksi Berbasis Process Oriented Guided Inquiry Learning Terhadap Keterampilan Proses Sains Dan Penguasaan Konsep Siswa SMK

Kementerian Pendidikan Nasional. (2009). Lampiran Surat Edaran Dirjen Mandikdasmen mengenai Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (SK-KD)dan Rincian Pembelajaran Materi Adaptif SMK. Jakarta : Kemdiknas Leech, N. L., Barret K. C. & Morgan G. A.. (2005). SPSS for Intermediate Statistics :

Use and Interpretation. Second Edition. London : Lawrence Erlbraum Associates Publishers

Mayanti, S. (2011). Analisis Hasil Belajar Siswa Sma Pada Pembelajaran Laju Reaksi Melalui Metode Praktikum Berbasis Inkuiri Terbimbing. Skripsi Jurusan Pendidikan Kimia UPI. Tidak Diterbitkan

Moog, R. S. & Spencer N. J. (2008). In Process Oriented Guided Inquiry Learning (POGIL). ACS Symposium Series. Washington DC : American Chemical Society

National Research Council. (2011). A Framework for K-12 Science Education:

Practices,Crosscutting Concepts, and Core Ideas. Committee on a

Conceptual Framework for New K-12 Science Education Standards. Board on Science Education, Division of Behavioral and Social Sciences and Education. Washington DC : The National Academies Press.

O’Brien, G. E. (2005). Developing Inquiry Skills.[online]. Diakses pada 7 Nopember 2013.Tersedia : www.pearsonhighered.com/assets/hip/us

Rahman. (2011). Pembelajaran Kimia Berbasis Literasi Sains dan Teknologi Pada Materi Pokok Laju Reaksi : Analisis Aspek Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas XI. Skripsi Jurusan Pendidikan Kimia UPI. Tidak Diterbitkan

Rankin, L., Stein F., Austin M., Bradley, B. W., & Brown T. F. (2006). Assesing Process Skills, A Professional Development Curriculum from the Institute for Inquiry. San Francisco : Exploratorium

Rustaman, N. (2003). Penilaian Hasil Belajar IPA. Makalah pada FPMIPA & Pasca Sarjana UPI : Tidak Diterbitkan

Schroeder, J.D & Greenbowe, T.J. (2008). Implementing POGIL in the lecture and the Science Writing Heuristic in the laboratory—student perceptions and performance in undergraduate organic chemistry. [online].diakses pada 08 Februari 2012. Tersedia : http://pubs.rsc.org | doi:10.1039/B806231P

Sriyani. (2011). Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) pada Pokok Bahasan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Kimia UPI. Tidak Diterbitkan


(6)

Sudira, P. (2010). VET curriculum, teaching, and learning for future skills requirements. Makalah Seminar VET. UNY

Straumanis, A. (2010). Classroom Implementation of Process Oriented Guided Inquiry Learning, a Practical Guide for Instructor. USA : POGIL Org.

Susiwi (2007). Kecakapan Hidup. Handout Mata Kuliah Perencanaan Pembelajaran Kimia Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI : Tidak Diterbitkan

Thalheimer, W. & Cook, S. (2002). How to Calculate Effect Sizes from Published

Research : a Simplified Methodology.[online]. Diakses pada 20 Nopember

2013. Tersedia : http://work-learning.com/effect_sizes.htm.

Wilson, F. R., Pan W. & Schumsky, D. A. (2012). “Recalculation of Critical Values for Lawshe’s Content Validity Ratio”. Measurement and Evaluation in Counseling and Development, 45,(3),197-210

Widhy, P. (2010). Pembelajaran IPA (Kimia) Berbasis Laboratorium. Modul Pelatihan Pembelajaran MIPA Berbasis Laboratorium FMIPA UNY : Tidak Diterbitkan

Wiersma, W. & Jurs, S. G. (2009). Research Methods in Education. USA : Pearson Wulandari, A. D. (2011). Pembelajaran Praktikum Berbasis Inkuiri Terbimbing

Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Sma Pada Materi Laju Reaksi. Skripsi Jurusan Pendidikan Kimia UPI. Tidak Diterbitkan


Dokumen yang terkait

Pengaruh Model guided discovery learning terhadap hasil belajar kimia siswa pada konsep laju reaksi (quasi eksperimen di SMAN 72 Jakarta Utara)

5 19 165

Analisis Keterampilan Proses Sains Siswa Pada Materi Asam Basa Menggunakan Model Pembelajaran Guided Inquiry

6 19 183

Perapan model pembelajaran guide inquiry untuk meningkatkan keterampilan proses sains siswa: penelitian tindakan kelas di SMA Triguna Utama Ciputat

1 6 91

Pengaruh model process oriented guided inquiry learning (pogil) terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik siswa

11 94 302

PENGARUH MODEL PROCESS ORIENTED GUIDED INQUARY LEARNING (POGIL) TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS (KPS) DAN KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA PADA MATERI LAJU REAKSI.

0 5 19

STRATEGI PEMBELAJARAN INTERTEKSTUAL DENGAN PROCESS ORIENTED GUIDED INQUIRY LEARNING (POGIL) PADA KONSEP TINGKAT KEJENUHAN LARUTAN UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA.

0 0 39

Penerapan Model Pembelajaran Process Oriented Guided Inquiry Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Dan Keterampilan Proses Sains Siswa SMA.

1 2 46

PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA (LKS) PRAKTIKUM KIMIA BERBASIS INKUIRI TERBIMBING (GUIDED INQUIRY) UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS PADA MATERI LAJU REAKSI.

1 1 16

Penerapan Model Pembelajaran Process Oriented Guided Inquiry Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Dan Keterampilan Proses Sains Siswa SMA - repository UPI S FIS 1302256 Title

0 0 5

METODE PENELITIAN - PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROCESS ORIENTED GUIDED INQUIRY LEARNING (POGIL) TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP IPA, KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMP NEGERI 3 PRINGGABAYA LOMBOK TIMUR - Repository UNRAM

0 0 11