Perapan model pembelajaran guide inquiry untuk meningkatkan keterampilan proses sains siswa: penelitian tindakan kelas di SMA Triguna Utama Ciputat

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh UMMI KALSUM NIM. 106016100566

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

i

Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dosen Pembimbing I : Dr. Sujiyo Miranto, M. Pd. Dosen Pembimbing II : Sigit Tri Wibowo, M. Si.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan keterampilan proses sains siswa dengan model pembelajaran guided inquiry pada konsep pertumbuhan dan perkembangan pada tumbuhan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas yang terdiri dari empat tahapan yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Penelitian ini dilakukan di SMA Triguna Utama pada kelas XII IPA yang terdiri dari 31 siswa pada semester ganjil tahun ajaran 2010/2011. Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam dua siklus, siklus pertama pada subkonsep faktor-faktor luar yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan, sedangkan siklus kedua pada subkonsep faktor-faktor dalam yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembang pada tumbuhan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan tes uraian Keterampilan Proses Sains (KPS), lembar wawancara, lembar observasi, dan angket respon siswa terhadap proses pembelajaran serta instrumen pembelajaran berupa RPP dan LKS guided inquiry. Teknik analisis data secara kualitatif berdasarkan analisis deskriptif hasil perhitungan rata-rata skor penguasaan KPS dan respon siswa pada siklus pertama dan kedua. Dari hasil penelitian diperoleh rata-rata skor penguasaan KPS siswa pada siklus I sebesar 77,76 sedangkan pada siklus II sebesar 82,26. Ketercapaian aspek KPS mencapai rata-rata 82,26 dan sebagian besar sikap siswa positif terhadap pembelajaran

guided inquiry. Dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan penguasaan KPS siswa, hal tersebut juga didukung dengan perhitungan statistik menggunakan uji t pada nilai N Gain penguasaan KPS siswa, dan dihasilkan nilai uji t sebesar 4,52 dan t tabel sebesar 2,00, dengan taraf signifikansi 5%. Dengan demikian penerapaan model pembelajaran guided inquiry dapat meningkatkan keterampilan proses sains siwa. Adapun Aspek keterampilan proses sains yang mengalami peningkatan yaitu, keterampilan observasi, mengajukan pertanyaan, berkomunikasi, menghitung matematika, interpretasi, memprediksi, merencanakan percobaan, menentukan variabel, merumuskan masalah, dan berhipotesis


(3)

ii

Program, Natural Science Education Departement, Faculty of Education and Teaching, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta.

The aim of this study were to improve science process skill of students at growth and development of plant concept by implementation guided inquiry model of learning, and want to know the student coment about applies the guided inquiry model of learning. The study was an action research which was done in SMA Triguna Utama at XII level consist of 31students . This research consist of 4 steps, which were planning, implementing, observating, and reflecting. This action reasearch was devided into 2 cycles, the first cycle at concept the external factor that influence the plant growth, and the second cycle at concept the internal factor that influence the plant growth. The technique data gathering with science process skill essay test, interview sheet, observation sheet, and student responds questionnaire of learning process. The data analysis by qualitative base on descriptive analysis. The results of this study shows: there is increasing of science process skill from cycle to cycle; 77,76% to 82,06%, and the impression of students to implementation of guided inquiry model of learning is positive. Base on t test, shows that the t test score 4,52 and t table 2,00 with significancy 5%. Result of this reasearch showed that application learning model of inquiry can improving student science process skill. There are increased aspects of science process skill, consist of observation skill, questioning, communicating, math account, interpretating, predicting, planning an experiment,formulate the problem, and hypothesis.


(4)

iii

petunjuk-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Guided Inquiry untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa pada Konsep Pertumbuhan dan Perkembangan Tumbuhan.” Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada pahlawan revolusi Islam, Nabi besar Muhammad Saw.

Dalam menyelesaikan laporan ini, penulis banyak menerima bantuan dan bimbingan. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Si, Ketua Jurusan Pendidikan IPA Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

3. Ibu Nengsih Juanengsih, M.Pd, Sekretaris Jurusan Pendidikan IPA Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

4. Bapak Dr. Sujiyo Miranto, M.Pd, Ketua Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dan Dosen pembimbing I, yang telah membimbing, memberikan saran, masukan serta mengarahkan penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Sigit Tri Wibowo, M,Si, Dosen pembimbing II, yang telah membimbing, memberikan saran, masukan serta mengarahkan penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Seluruh Dosen yang telah membimbing, mendidik dan mewariskan ilmunya kepada penulis, semoga ilmu yang telah diberikan kepada penulis dapat menjadi ilmu yang berkah dan bermanfaat.

7. Bapak Sajiko, S.Pd, Kepala sekolah SMA Triguna Utama dan bapak Ase Saepul Karim, S.Pd sebagai wakil, yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian skripsi ini pada SMA Triguna Utama.


(5)

iv

do’a yang selalu terucap untuk penulis, serta memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis. Adik-adikku tersayang Maimanah Nur dan Siti Maisyaroh yang telah memberikan dukungan moril serta doanya kepada penulis.

10.Sahabat-sahabat seperjuanganku dibangku kuliah yang selalu memberikan semangat dan do’a kepada penulis serta semua teman-temanku di Jurusan IPA Prodi Pendidikan Biologi 2006.

11.Sahabat-sahabat seperjuanganku dari daerah perantauan RIAU (Nuraida, Aminah, Rhohmatillah, Lara Restiyani, Titin Nurhayati, Lilis Marina A, Ana Riyansih, Elida Hayati, Ronaldo Bafit, Halsariki Nasution, Feni Andrian dan Muhammad Zainul Ulum) yang selalu memberikan semangat dan doa kepada penulis serta semua adik-adik, abang-abang dan kakak-kakak IKAPDH Jakarta.

12.Anak-anak kosan tercinta, beti, reta, rohai, dan mbak idah. Terima kasih atas dukungannya.

13.Dan kepada semua pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk sempurnanya skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca, Amin. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Jakarta, Desember 2010


(6)

v

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. IdentifikasiArea dan Fokus Penelitian ... 6

C. Pembatasan Fokus Penelitian ... 6

D. Perumusan Masalah Penelitian ... 7

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

BAB II. KAJIAN TEORI A. Acuan Teori Area dan Fokus yang Diteliti ... 8

1. Keterampilan Proses Sains ... 8

a. Jenis-jenis Keterampilan Proses Sains ... 9

b. Keterampilan Proses Sains dan Indikatornya ... 13

c. Pengukuran Keterampilan Proses Sains ... 15

2.Model Pembelajaran ... ... 19

3.Teori Konstruktivisme ... 22

4. Model Pembelajaran Inquiry ... 24

5.Karakteristik Pembelajaran Inquiry ... 25

6.Prinsip-prinsip Penggunaan Pembelajaran Inquiry ... 30

7.Kelemahan Pembelajaran Inquiry ... 31

8.Tingkatan Pembelajaran Inquiry ... 32

9.Fase-fase Pembelajaran Inquiry ... 33

B. Pengajuan Konseptual Perencanaan Tindakan ... 37


(7)

vi

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 42

B. Subjek Penelitian ... 42

C. Metode dan Desain Intervensi Tindakan ... 42

1. Metode ... ... 42

2. Desain Intervensi Tindakan ... 43

3. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian ... 43

4. Prosedur Singkat Tindakan ... 44

D. Tahapan Intervensi Tindakan ... 45

E. Hasil Intervensi yang Diharapkan ... 46

F. Data dan Sumber Data ... 47

G. Instrumen Pengumpulan Data ... 47

H. Teknik Pengumpulan Data ... 48

I. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan ... 49

J. Analisis Data dan Interprestasi Hasil Analisis ... 53

K. Indikator Keberhasilan ... 58

BAB IV: HASIL PENELITIAN A. Temuan Hasil Penelitian ... 59

1. Siklus I ... 59

2. Siklus II ... 67

B. Pengujian Prasyarat Analisis ... 72

1. UjiNormalitas ... 72

2. Uji Homogenitas ... 72

3. Analisis Hipotesis Tindakan ... 73

C. Pembahasan ... 74

BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan ... 78


(8)

(9)

viii

Tabel 2.3 Tahap Pembelajaran Inquiry ... 36

Tabel 3.1 Teknik Pengumpulan Data ... 48

Tabel 3.2 Indeks Reliabilitas ... 50

Tabel 3.3 Indeks Kesukaran ... 51

Tabel 3.4 Indeks Daya Pembeda ... 53

Tabel 3.5. Interpretasi Keterampilan Proses Sains ... 56

Tabel 4.1 Hasil Catatan Lapangan ... 59

Tabel 4.2 Hasil Observasi KPS ... 60

Tabel 4.3 Data Wawancara ... 61

Tabel 4.4 N-gain KPS Pretest dan Postet Siklus I ... 63

Tabel 4.5 Persentase Ketercapaian Aspek KPS ... 63

Tabel 4.6 Tindakan perbaikan siklus I ... 66

Tabel 4.7 Catatan Lapangan ... 67

Tabel 4.8 Hasil Observasi KPS ... 68

Tabel 4.9 N-Gain KPS Pretest dan Postet Siklus II... 69

Tabel 4.10 Persentase Ketercapaian Aspek KPS ... 69

Tabel 4.11 Data Persentase Sikap Siswa ... 71

Tabel 4.12 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Uji Normalitas ... 72

Tabel 4.13 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Uji Homogenitas ... 73


(10)

ix

Lampiran 3. Kisi-Kisi Soal Keterampilan Proses Sain... 114

Lampiran 4. Soal Keterampilan Proses Sains ... 118

Lampiran 5. Perhitungan Uji Validitas Instrumen Tes ... 127

Lampiran 6. Perhitungan Uji Reliabilitas Instrumen Tes ... 131

Lampiran 7. Perhitungan Uji Tingkat Kesukaran Instrumen Tes ... 135

Lampiran 8. Perhitungan Uji Daya Pembeda ... 139

Lampiran 9. Rekapitulasi Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda Soal Postest ... 143

Lampiran 10. Format Wawancara dengan Guru Mata Pelajaran ... 145

Lampiran 11. Lembar Wawancara Terstruktur Respon Siswa ... 147

Lampiran 12. Format Observasi Aktivitas Guru dalam Pembelajaran ... 148

Lampiran 13. Lembar Obsevasi Keterampilan Proses Sains Siswa ... 150

Lampiran 14. Angket Respon Siswa ... 151

Lampiran 15. Hasil Keterampilan Proses Sains Siklus I ... 153

Lampiran 16. Perhitungan N Gain Siklus I... 155

Lampiran 17. Hasil Keterampilan Proses Sains Siklus II ... 156

Lampiran 18. Perhitungan N Gain Siklus II ... 158

Lampiran 19. Persiapan Uji Normalitas dan Homogenitas N Gain Siklus I .... 159

Lampiran 20. Perhitungan Uji Normalitas N Gain Siklus I ... 161

Lampiran 21. Persiapan Uji Normalitas dan Homogenitas N Gain Siklus II ... 163

Lampiran 22. Perhitungan Uji Normalitas N Gain Siklus II ... 165

Lampiran 23. Perhitungan Uji Homogenitas ... 167

Lampiran 24. Persiapan Perhitungan Uji Hipotesis Siklus I ... 168

Lampiran 25. Persiapan Perhitungan Uji Hipotesis Siklus II ... 169

Lampiran 26. Perhitungan Pengujian Hipotesis ... 170

Lampiran 27. Perhitungan Lembar Observasi ... 171


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembelajaran biologi sebagai bagian dari pendidikan di bidang IPA/sains, memiliki peranan penting dalam meningkatkan mutu pendidikan, khususnya di dalam menghasilkan peserta didik yang berkualitas. Karena IPA/sains merupakan landasan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang diketahui telah membawa pengaruh yang besar dan cepat pada semua aspek kehidupan manusia, dan diyakini juga bahwa melalui IPA/sains dengan pembelajaran keterampilan prosesnya memiliki potensi dan peluang paling besar untuk ikut andil dalam proses pengembangan manusia yang berkualitas terutama aspek intelektualnya.1 Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut termasuk ilmu biologi membawa dampak pemilihan materi, metode dan media pembelajaran serta sistem pembelajaran yang tepat agar dapat meningkatkan pengetahuan peserta didik sehingga dapat bersaing dalam menanggapi perkembangan sains tersebut dan dapat mencapai tujuan mata pelajaran biologi itu sendiri.

Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan tersebut, pemerintah menaruh perhatian terhadap mutu proses pembelajaran. Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 tentang Standar Nasional Pendidikan yang menyatakan bahwa: “proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.”2

1

Ahmad Sofyan, Konstruktivisme dalam pembelajaran IPA/Sains, Prosiding Seminar Internasional Pendidikan IPA, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2007), h. 9.

2

Peraturan Pemerintah RI Bab IV Standar Proses Pasal 19 ayat 1 tentang “Standar Nasional Pendidikan”, tersedia di: www.depdiknas.go.id


(12)

Upaya pemerintah tersebut harus ditindaklanjuti sehingga mutu pendidikan menjadi kenyataan yang akan berdampak terhadap pembangunan Indonesia di masa mendatang. Pembelajaran IPA/sains di sekolah selalu mengacu pada kurikulum IPA, di dalam kurikulum telah ditegaskan bahwa pembelajaran IPA harus menekankan pada penguasaan kompetensi melalui serangkaian proses ilmiah. Dalam buku panduan penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan, dikatakan bahwa pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja, dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA khususnya biologi menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah.3

Namun pada kenyataannya berbeda dari yang diharapkan, berdasarkan hasil kajian penelitian Sardjono dalam Muslim, menunjukkan bahwa pembelajaran IPA di sekolah masih banyak dilakukan secara konvensional (pembelajaran berpusat pada guru) dan prestasi belajar IPA masih sangat rendah bila dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya.4 Menurut Clements dan Battista dalam Trianto, yang kita lihat bahwa sebagian pola pembelajaran masih bersifat transmisif, pengajar mentransfer dan menyampaikan konsep-konsep secara langsung pada peserta didik. Dalam pandangan ini, siswa secara pasif “menyerap” struktur pengetahuan yang diberikan guru atau yang terdapat dalam buku pelajaran. Pembelajaran hanya sekedar penyampaian fakta, konsep, prinsip, dan keterampilan kepada siswa.5 Hal ini senada dengan hasil observasi peneliti pada Praktik Profesi Keguruan Terpadu selama empat bulan (Februari s/d Mei) di kelas XI IPA

3

BSNP, Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, (Jakarta: Balitbang Depdiknas, 2006) h. 484

4

Muslim, Effort to Improve Science Process Skill Student’s Learning in Physics Through Inquiry Based Model. (Proceeding The Second International Seminar on Science Education. UPI 2008) h. 285

5

Trianto, Mendisain Model Pembelajaran Inovatif Progresif: Konsep Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2009) h. 18


(13)

SMA Triguna Utama Tangerang serta wawancara yang dilakukan dengan siswa dan guru bidang studi biologi di sekolah tersebut, diperoleh informasi bahwa pembelajaran biologi yang telah dilaksanakan terdapat hal-hal yang perlu ditingkatkan. Adapun hal-hal yang perlu ditingkatkan tersebut adalah pertama, penggunaan metode pembelajaran, karena selama pembelajaran hanya sedikit sekali peserta yang aktif disebabkan guru masih menggunakan metode konvensional, yaitu dengan ceramah dan berpusat pada guru. Dengan tidak adanya kegiatan praktikum atau kegiatan yang menunjang keterampilan siswa pada metode ceramah yang diterapkan, hal ini dapat menyebabkan keterampilan proses sains (KPS) siswa tidak berkembang dengan maksimal, hal ini terlihat pada saat pembelajaran bahwa pada umumnya siswa belum dapat menyusun hipotesis, melakukan pengamatan dengan benar, membaca grafik dengan benar, menentukan variabel percobaan, menginterpretasi data dan menarik kesimpulan dengan benar. Akibatnya, keterampilan proses sains siswa menjadi rendah. Padahal dengan terlatihnya siswa menggunakan keterampilan proses sains akan memudahkannya dalam menerapkan konsep sains dalam kehidupan sehari-hari (pemecahan masalah).6 Selain itu, dalam pembelajaran model ceramah siswa ditempatkan pada posisi belajar pasif yaitu mendengar dan mencatat. Kondisi kelas seperti ini dapat membuat siswa bosan dan tidak mendapatkan pengalaman belajarnya sendiri serta semakin enggan untuk belajar biologi.

Kedua, sumber informasi masih didominasi oleh guru, sehingga siswa jarang dijadikan sumber informasi alternatif, sehingga tidak muncul interaksi. Hal ini membuat siswa tidak terbiasa bertanya, mengeluarkan pendapat, berdebat dan perilaku aktif lainnya. Sehingga pemahaman belajar yang diperoleh siswa tidak maksimal, karena melalui keaktifan siswa, maka ia akan mampu mengolah kesan pengamatan menjadi pengetahuan. Keaktifan juga mendorong siswa untuk berinteraksi dengan lingkungan sehingga merupakan pengalaman langsung dengan lingkungan. Pengalaman interaksi ini akan

6

Zulfiani, Tonih Feronika, dan Kinkin Suartini. Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009) h. 52


(14)

menimbulkan pengertian tentang lingkungan dan selanjutnya akan menjadi pengetahuan baru. 7

Terkait hal di atas Edgar Dale membuat kesimpulan dari penelitiannya yang dikenal dengan Dale’s Cone Experience, yang menunjukkan bahwa jika mengajar dengan banyak ceramah maka tingkat pemahaman siswa hanya 20%, sedangkan jika siswa diminta untuk melakukan sesuatu sambil melaporkannya tingkat pemahaman siswa dapat mencapai 90%.8

Ketidakaktifan siswa menyebabkan suasana kelas saat proses pembelajaran berlangsung sangat tidak kondusif, beberapa siswa banyak yang sibuk dengan aktifitasnya sendiri yang tidak mendukung kegiatan belajar seperti mengobrol, memainkan telepon genggam, ada yang mengantuk, dan ada yang bercanda.

Berdasarkan persoalan yang dipaparkan di atas peneliti bermaksud untuk melakukan suatu tindakan untuk mengatasi beberapa permasalahan tersebut. Dalam tindakan ini keterampilan proses sains dipandang perlu ditingkatkan. Mengingat percepatan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terjadi, tidak memungkinkan bagi guru bertindak sebagai satu-satunya orang yang menyalurkan semua fakta dan teori-teori. Untuk mengatasi hal ini perlu pengembangan keterampilan memperoleh dan memproses semua fakta, konsep, dan prinsip pada diri siswa.9 Menurut Rustaman keterampilan proses tersebut dimunculkan sebagai materi yang harus diukur dan berada dalam lingkup pembelajaran “bekerja ilmiah”.10 Selain itu pentingnya keterampilan proses sains untuk ditingkatkan mengingat standar kompetensi dan kompetensi dasar yang akan dilakukan memiliki rumusan tujuan pembelajaran yang menuntut keterampilan proses melalui suatu konsep tertentu. Adapun standar kompetensi yang akan

7

Yudi Munadi dan Farida Hamid, Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan, (Jakarta: UIN syarif Hidayatullah, 2009) hal. 24

8

Raymond S. Pastore, Principles of Teaching, Blommsburg University, dari: http://teacherwolrd.com/potdale.html

9

Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006) h. 137

10

Nuryani Rustaman,dkk. Strategi Belajar Mengajar Biologi, (Malang: Universitas Negeri Malang, 2005) h. 161


(15)

dilaksanakan berdasarkan panduan dari badan standar nasional pendidikan adalah melakukan percobaan pertumbuhan dan perkembangan pada tumbuhan. Selain itu aspek-aspek keterampilan proses sains juga menjadi salah satu poin dalam Standar Kompetensi Lulusan (SKL) Biologi SMA/MA.

Dalam pelaksanaan pembelajaran sains, siswa dituntut mengembangkan keterampilan proses sains, berpikir induktif, sikap ilmiah, keterampilan manipulasi alat, keterampilan komunikasi yang semuanya terintegrasi dalam keterampilan dasar kerja ilmiah.11 Sehingga diperlukan pembelajaran yang dapat mengembangkan keterampilan tersebut. Salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat diterapkan untuk meningkatkan keterampilan proses sains siswa serta dapat memberikan penguatan terhadap kualitas pembelajaran biologi di kelas sebagai sarana penelitian adalah model pembelajaran inquiry. Sebagai salah satu model pembelajaran rujukan konstruktivisme, inquiry ini dirancang untuk mendorong siswa untuk melakukan kegiatan penyelidikan, berpikir kritis, mengembangkan berbagai keterampilan dan melakukan penerapan. Berarti prinsip pembelajaran sains disini adalah proses aktif. Proses aktif memiliki aktivitas mental dan fisik. Artinya hands on activities

saja tidak cukup, melainkan juga minds on activities. Implikasi ini difasilitasi oleh model pembelajaran inquiry.

Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan keterampilan proses sains peserta didik diperlukan model pembelajaran yang sesuai, dan pembelajaran inquiry merupakan salah satu model pembelajaran yang sesuai untuk meningkatkan keterampilan tersebut karena model pembelajaran inquiry merupakan suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan peserta didik untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Seperti yang dinyatakan oleh Nur dalam Holil, bahwa dalam pembelajaran IPA, keterampilan-keterampilan proses sains adalah keterampilan-keterampilan

11

Nuryani Rustaman, Perkembangan Penelitian Pembelajaran Berbasis Inkuiri dalam Pendidikan Sains. Makalah dipresentasikan dalam Seminar Nasional II HISPPIPAI. (Bandung: FPMIPA UPI, 2005) h. 3


(16)

yang dipelajari siswa saat mereka melakukan inkuiri ilmiah.12 Jadi pada penelitian ini peneliti menggunakan model pembelajaran guided inquiry

sebagai model pembelajaran yang digunakan dalam upaya meningkatkan keterampilan proses sains siswa.

B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas dapat diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut:

1. Proses pembelajaran yang masih monoton dan satu arah. 2. Proses pembelajaran yang kurang melibatkan keaktifan siswa. 3. Suasana kelas yang tidak kondusif selama proses pembelajaran.

4. Keterampilan proses sains siswa pada mata pelajaran biologi masih tergolong rendah.

5. Penggunaan model pembelajaran guided inquiry dalam upaya meningkatkan keterampilan proses sains siswa pada konsep pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan.

C. Pembatasan Fokus Penelitian

Untuk menghindari kesalahpahaman makna serta upaya untuk lebih efisien dalam pelaksanaan penelitian yang selaras dengan judul penelitian, maka perlu adanya pembatasan masalah. Adapun pembatasan masalah tersebut adalah:

1. Model Pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran guided

inquiry. Model pembelajaran ini dipilih karena dalam proses

pembelajarannya melibatkan keterampilan proses sains sehingga diharapkan dengan menerapkan model pembelajaran ini dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa.

2. Penelitian ini akan dilaksanakan pada konsep pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Konsep pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan ini merupakan konsep konkrit yang tujuan utama dari

12

Anwar holil, Keterampilan Proses, tersedia di http://anwarholil.blogspot.com/2008/04/hubungan-inkuiri-dan-keterampilan.html, 24 Juni 2010


(17)

pembelajarannya adalah keterampilan proses sains melalui konsep tersebut.

D. Perumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan pembatasan fokus penelitian di atas, maka penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: “Apakah penerapan model pembelajaran

guided inquiry dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa kelas XII IPA SMA Triguna Ciputat Kabupaten Tangerang Tahun Pelajaran 2010/2011?”

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat beberapa tujuan dan manfaat dari penelitian, yaitu:

a. Tujuan Penelitian

Tujuan diadakannya penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui sejauh mana keterampilan proses sains siswa dapat meningkat dengan pembelajaran inkuiri terbimbing.

2. Mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan sebagai refleksi pembelajaran.

b. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Memberikan informasi kepada para pembaca tentang penerapan model pembelajaran guided inquiry untuk meningkatkan keterampilan proses sains siswa.

2. Bagi sekolah dan guru semoga karya tulis ini dapat digunakan sebagai masukan tentang pentingnya meningkatkan keterampilan proses sains siswa dalam pembelajaran.

3. Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar atau tolak ukur bagi penelitian-penelitian selanjutnya guna memperbaiki dan mengembangkan hasil penelitian yang sudah ada.


(18)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Acuan Teori Area dan Fokus yang Diteliti 1. Keterampilan Proses Sains

Belajar sains atau biologi secara bermakna baru akan dialami siswa apabila siswa terlibat aktif secara intelektual, manual, dan sosial. Pengembangan keterampilan proses sains sangat ideal dikembangkan apabila guru memahami hakikat belajar sains, yaitu sains sebagai proses dan produk. Keterampilan proses perlu dikembangkan melalui pengalaman langsung, sebagai pengalaman belajar, dan disadari ketika kegiatannya sedang berlangsung. Namun apabila dia sekedar melaksanakan tanpa menyadari apa yang sedang dikerjakannya, maka perolehannya kurang bermakna dan memerlukan waktu lama untuk menguasainya. Kesadaran tentang apa yang sedang dilakukannya, serta keinginan untuk melakukannya dengan tujuan untuk menguasainya adalah hal yang sangat penting.1

Keterampilan proses melibatkan keterampilan-keterampilan kognitif atau intelektual, manual dan sosial. Keterampilan kognitif atau intelektual terlibat karena dengan melakukan keterampilan proses siswa menggunakan pikirannya. Keterampilan manual jelas terlibat dalam keterampilan proses karena mungkin mereka melibatkan penggunaan alat dan bahan, pengukuran, penyusunan atau perakitan alat. Dengan keterampilan sosial dimaksudkan bahwa mereka berinteraksi dengan sesamanya dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar dengan keterampilan proses. Hal ini senada dengan pendapat Dahar yakni keterampilan proses sains adalah keterampilan yang meliputi intelektual, manual dan sosial, begitu juga dengan Semiawan mendefinisikan keterampilan proses sains sebagai keterampilan-keterampilan fisik dan

1

Nuryani Y Rustaman, dkk. Strategi Belajar dan Mengajar Biologi. Cetakan I (Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang. 2005) h. 86


(19)

mental yang dimiliki, dikuasai, dan diterapkan dalam usaha mencari penemuan-penemuan baru.2

Jadi menurut penulis keterampilan proses sains adalah keterampilan-keterampilan yang muncul atau diperlukan disetiap langkah dalam upaya memecahkan masalah atau menemukan sesuatu yang baru dalam sains.

a. Jenis-jenis Keterampilan Proses Sains

Jenis-jenis keterampilan proses sains dan karakteristiknya terdiri atas sejumlah keterampilan yang satu sama lain sebenarnya tidak dapat dipisahkan, namun ada penekanan khusus dalam masing-masing keterampilan proses tersebut.3

Menurut Harlen keterampilan proses sains terdiri dari tujuh keterampilan yaitu, observing, hypothesizing, predicting, investigating, interpreting findings, and drawing conclusions,

communicating.4 Sedangkan menurut Rustaman keterampilan proses

sains terdiri dari sembilan keterampilan yaitu: 1) Melakukan Pengamatan (observasi).

Mengamati merupakan keterampilan paling dasar dalam proses dan memperoleh ilmu pengetahuan serta merupakakn hal terpenting untu mengembangkan keterampilan-keterampilan proses yang lain. Mengamati merupakan tanggapan kita terhadap berbagai objek dan peristiwa alam dengan menggunakan pancaindra. Menggunakan indera penglihat, pembau, pendengar, pengecap, dan peraba pada waktu mengamati ciri-ciri semut, capung, kupu-kupu, dan hewan lain yang termasuk serangga merupakan kegiatan yang sangat dituntut dalam belajar IPA. Menggunakan fakta yang relevan dan memadai dari hasil pengamatan juga termasuk keterampilan proses mengamati.

2

Cony Semiawan. Pendekatan Keterampilan Proses. (Jakarta: Gramedia 1992), h.17 3

Nuryani Y Rustaman. Op.cit,. h. 78 4


(20)

2) Menafsirkan (interpretasi)

Mencatat setiap hasil pengamatan tentang fermentasi secara terpisah antara hasil utama dan hasil sampingan termasuk menafsirkan atau interpretasi. Menghubung-hubungkan hasil pengamatan tentang bentuk alat gerak dengan habitatnya menunjukkan bahwa siswa melakukan interpretasi. Begitu pula jika siswa menemukan pola atau keteraturan dari satu seri pengamatan tentang jenis-jenis makanan berbagai burung, misalnya semuanya bergizi tinggi, dan menyimpulkan bahwa makanan bergizi diperlukan oleh burung. 3) Mengelompokkan (klasifikasi)

Penggolongan makhluk hidup dilakukan setelah siswa mengenali ciri-cirinya. Dengan demikian dalam proses pengelompokan tercakup beberapa kegiatan seperti mencari perbedaan, mengontraskan ciri-ciri, mencari kesamaan, membandingkan, dan mencari dasar penggolongan. Jadi mengklasifikasikan merupakan keterampilan proses untuk memilah berbagai objek peristiwa berdasarkan sifat-sifat khususnya, sehingga didapatkan golongan/kelompok sejenis dari objek peristiwa yang dimaksud. 4) Meramalkan (prediksi)

Keterampilan meramalkan atau prediksi mencakup keterampilan mengajukan perkiraan tentang sesuatu yang belum terjadi berdasarkan suatu kecendrungan atau pola yang sudah ada. Memperkirakan bahwa besok matahari akan terbit pada jam tertentu di sebelah timur merupakan contoh prediksi. Memprediksi dapat diartikan sebagai mengantisipasi atau membuat ramalan tentang segala hal yang akan terjadi pada waktu mendatang, berdasarkan perkiraan pada pola atau kecendrungan tertentu, atau hubungan antara fakta, konsep, dan prinsip dalam ilmu pengetahuan.

5) Berkomunikasi

Membaca grafik, tabel, atau diagram dari hasil percobaan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan atau pernapasan


(21)

termasuk berkomunikasi dalam pembelajaran IPA. Menggambarkan data empiris dengan grafik, tabel, atau diagram juga termasuk berkomunikasi. Selain itu termasuk ke dalam berkomunikasi juga adalah menjelaskan hasil percobaan, misalnya mempertelakan atau memerikan tahap-tahap perkembangan daun, termasuk menyusun dan menyampaikan laporan secara sistematis dan jelas. Mengkomunikasikan dapat diartikan sebagai menyampaikan dan memperoleh fakta, konsep, dan prinsip ilmu pengetahuan dalam bentuk suara, visual, atau suara visual.

6) Berhipotesis

Hipotesis menyatakan hubungan antara dua variabel, atau mengajukan perkiraan penyebab sesuatu terjadi. Dengan berhipotesis diungkapkan cara melakukan pemecahan masalah, karena dalam rumusan hipotesis biasanya terkandung cara untuk mengujinya. Apabila ingin diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan tumbuh, dapat dibuat hipotesis: “Jika diberikan pupuk NPK, maka tumbuhan A akan lebih cepat tumbuh”. Dalam hipotesis tersebut terdapat dua variabel (faktor pupuk dan cepat tumbuh), ada perkiraan penyebabnya (meningkatkan), serta mengandung cara untuk mengujinya (diberi pupuk NPFC). Keterampilan menyusun hipotesis dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menyatakan “dugaan yang dianggap benar” mengenai adanya suatu faktor yang terdapat dalam suatu situasi, maka akan ada akibat tertentu yang dapat diduga akan timbul.

7) Merencanakan percobaan atau penyelidikan

Beberapa kegiatan menggunakan pikiran termasuk ke dalam keterampilan proses merencanakan penyelidikan. Apabila dalam lembar kegiatan siswa tidak dituliskan alat dan bahan secara khusus, tetapi tersirat dalam masalah yang dikemukakan, berarti siswa diminta merencanakan dengan cara menentukan alat dan bahan untuk penyelidikan tersebut. Menentukan variabel atau peubah yang


(22)

terlibat dalam suatu percobaan tentang pengaruh pupuk terhadap laju pertumbuhan tanaman juga termasuk kegiatan merancang penyelidikan. Selanjutnya menentukan variabel kontrol dan variabel bebas, menentukan apa yang diamati, diukur atau ditulis, serta menentukan cara dan langkah kerja juga termasuk merencanakan penyelidikan. Sebagaimana dalam penyusunan rencana kegiatan penelitian perlu ditentukan cara mengolah data untuk dapat disimpulkan, maka dalam merencanakan penyelidikan pun terlibat kegiatan menentukan cara mengolah data sebagai bahan untuk menarik kesimpulan.

8) Menerapkan konsep atau prinsip

Setelah memahami konsep pembakaran zat makanan menghasilkan kalori, barulah seorang siswa dapat menghitung jumlah kalori yang dihasilkan sejumlah gram bahan makanan yang mengandung zat makanan. Apabila seorang siswa mampu menjelaskan peristiwa baru (misal banjir) dengan menggunakan konsep yang telah dimiliki (erosi dan pengangkutan air), berarti ia menerapkan prinsip yang telah dipelajarinya. Begitu pula apabila siswa menerapkan konsep yang telah dipelajari dalam situasi baru.

9) Mengajukan pertanyaan

Pertanyaan yang diajukan dapat meminta penjelasan, tentang apa, mengapa, bagaimana, atau menanyakan latar belakang hipotesis. Pertanyaan yang meminta penjelasan tentang pembahasan ekosistem menunjukan bahwa siswa ingin mengetahui dengan jelas tentang hal itu. Pertanyaan tentang mengapa dan bagaimana keseimbangan ekosistem dapat dijaga menunjukkan si penanya berpikir. Pertanyaan tentang latar belakang hipotesis menunjukkan si penanya sudah memiliki gagasan atau perkiraan untuk menguji atau memeriksanya. Dengan demikian jelaslah bahwa bertanya tidak sekedar bertanya tetapi melibatkan pikiran.


(23)

Selain sembilan keterampilan proses di atas menurut Padilla’s keterampilan proses sains terdiri dari keterampilan dasar dan keterampilan terintegrasi. Keterampilan dasar terdiri dari: observasi, menyimpulkan, pengukuran, komunikasi, klasifikasi, dan prediksi. Keterampilan terintegrasi terdiri dari: mengontrol variabel, merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, interpretasi data, dan merumuskan model.5

b. Keterampilan Proses Sains dan Indikatornya 1) Mengamati/Observasi

 Menggunakan sebanyak mungkin indera

 Mengumpulkan atau menggunakan fakta yang relevan 2) Mengelompokkan/Klasifikasi

 Mencatat setiap pengamatan secara terpisah  Mencari perbedaan, persamaan

 Mengontraskan ciri-ciri

 Membandingkan

 Mencari dasar pengelompokkan atau penggolongan  Menghubungkan hasil-hasil pengamatan

3) Menafsirkan/Interpretasi

 Menghubungkan hasil-hasil pengamatan  Menemukan pola dalam suatu seri pengamatan  Menyimpulkan

4) Meramalkan/Prediksi

 Menggunakan pola-pola hasil pengamatan

 Mengemukakan apa yang mungkin terjadi pada keadaan yang belum diamati

5) Mengajukan Pertanyaan

5

Chris Keil, Jodi Haney, and Jennifer Zoffel. Improvements in Student Achievement and Science Process Skills Using Environmental Health Science Problem Base Learning Curricula, (Elecronic Journal of Science Education, Volume 13 No. 1, 2009) h. 4, tersedia: http://ejse.southwestern.edu


(24)

 Bertanya apa, bagaimana, dan mengapa  Bertanya untuk meminta penjelasan

 Mengajukan pertanyaan yang berlatar belakang hipotesis 6) Berhipotesis

 Mengetahui bahwa ada lebih dari satu kemungkinan penjelasan dari satu kejadian

 Menyadari bahwa suatu penjelasan perlu diuji kebenarannya dengan memperoleh bukti lebih banyak atau melakukan cara pemecahan masalah

7) Merencanakan Percobaan/Penelitian

 Menentukan alat/bahan/sumber yang akan digunakan  Menentukan variabel/faktor penentu

 Menentukan apa yang akan diukur, diamati, dan dicatat  Menentukan apa yang akan dilaksanakan berupa langkah

kerja.

8) Menggunakan Alat/Bahan  Memakai alat/bahan

 Mengetahui alasan mengapa menggunakan alat/bahan  Mengetahui bagaimana menggunakan alat/bahan 9) Menerapkan konsep

 Menerapkan konsep yang telah dipelajari dalam situasi baru  Menggunakan konsep pada pengalaman baru untuk

menjelaskan apa yang sedang terjadi 10) Berkomunikasi

 Mengubah bentuk penyajian

 Memerikan/menggambarkan data empiris hasil percobaan atau pengamatan dengan grafik atau tabel atau diagram  Menyusun dan menyampaikan laporan secara sistematis  Menjelaskan hasil percobaan atau penelitian


(25)

 Mendiskusikan hasil kegiatan, suatu masalah atau suatu peristiwa

c. Pengukuran Keterampilan Proses Sains

Pengukuran keterampilan proses sains tidak seperti pengukuran pengetahuan konsep pada umumnya, tapi itu dapat dilakukan. Untuk evaluasi keterampilan proses akan dibahas karakteristik butir soal keterampilan proses sains, penyusunan butir soal keterampilan proses sains, dan pemberian skor butir soal keterampilan proses sains.

1) Karakteristik Butir Soal Keterampilan Proses Sains

Karakteristik butir soal keterampilan proses sains akan dibahas secara umum dan secara khusus. Secara umum pembahasan butir soal keterampilan proses lebih ditujukan untuk membedakannya dengan butir soal biasa yang mengukur penguasaan konsep. Secara khusus karakteristik jenis keterampilan proses tertentu akan dibahas dan dibandingkan satu sama lain, sehingga jelas perbedaannya.

a) Karakteristik Umum

Secara umum butir soal keterampilan proses dapat dibedakan dari butir soal penguasaan konsep. Butir-butir soal keterampilan proses memiliki beberapa karakteristik. Pertama, butir soal keterampilan proses tidak boleh dibebani konsep (nonkonsep burdan). Hal ini diupayakan agar butir soal tersebut tidak rancu dengan pengukuran penguasaan konsepnya. Konsep dijadikan konteks, dan konsep yang terlibat harus diyakini oleh penyusun butir soal sudah dipelajari siswa atau tidak asing bagi siswa (dekat dengan keadaan sehari-hari siswa). Kedua, butir soal keterampilan proses mengandung sejumlah informasi yang harus diolah oleh responden atau siswa. Informasi dalam butir soal keterampilan proses dapat berupa gambar, diagram, grafik, data dalam tabel atau uraian, atau objek aslinya. Ketiga, seperti


(26)

butir soal pada umumnya, aspek yang akan diukur oleh butir soal keterampilan proses harus jelas dan hanya mengandung satu aspek saja, misalnya interpretasi. Keempat, sebaiknya ditampilkan gambar untuk membantu menghadirkan objek. b) Karakteristik khusus

Observasi :soal pada keterampilan ini harus dari objek atau peristiwa sesungguhnya.

Interpretasi :harus menyajikan sejumlah data untuk memperlihatkan pola yang harus diinterpretasikan. Klasifikasi :harus ada kesempatan mencari atau menemukan

persamaan dan perbedaan, atau diberikan kriteria tertentu untuk melakukan pengelompokan, atau ditentukan jumlah kelompok yang harus terbentuk. Prediksi :harus jelas pola atau kecenderungan untuk dapat

mengajukan dugaan atau ramalan.

Berkomunikasi: harus ada satu bentuk penyajian tertentu untuk diubah ke bentuk penyajian lainnya, misalnya bentuk uraian ke bentuk bagan atau bentuk tabel ke bentuk grafik.

Berhipotesis : siswa dapat merumuskan dugaan atau jawaban sementara, atau menguji pernyataan yang ada serta mengandung hubungan dua variabel atau lebih, biasanya mengandung cara kerja untuk menguji atau membuktikan.

Merencakan percobaan atau penyelidikan: harus memberikan kesempatan untuk mengusulkan gagasan berkenaan dengan alat/bahan yang akan digunakan, urutan prosedur yang harus ditempuh, menentukan peubah (variabel), mengendalikan peubah.


(27)

Menerapkan konsep atau prinsip: harus memuat konsep/ prinsip yang akan diterapkan tanpa menyebutkan nama konsepnya.

Mengajukan pertanyaan: harus memunculkan sesuatu yang mengherankan, mustahil, tidak biasa atau kontradiktif agar responden atau siswa termotivasi untuk bertanya.

2) Penyusunan Butir Soal Keterampilan Proses Sains

Penyusunan butir soal keterampilan proses sains menuntut penguasaan masing-masing jenis keterampilan prosesnya termasuk pengembangannya. Pilihlah satu konsep tertentu untuk dijadikan konteks. Dengan mengingat karakteristik jenis keterampilan proses yang akan diukur, sajikan sejumlah informasi yang perlu diolah. Setelah itu siapkan pertanyaan atau suruhan yang dimaksudkan untuk memperoleh respon atau jawaban yang diharapkan. Tentukan pula bagaimana bentuk respon yang diminta: memberi tanda silang pada pilihan huruf a/b/c atau memberi tanda cek dalam kolom yang sesuai, atau menuliskan jawaban singkat tiga buah, atau bentuk lainnya. Umpamanya akan disusun soal keterampilan observasi tentang bagian-bagian bunga. Berikan satu tangkai bunga sesungguhnya untuk diperiksa (informasi). Sebaiknya dipilih bunga yang kontras dan memiliki bau khas. Ajukan pertanyaan mengenai jumlah kelopak, jumlah dan keadaan daun mahkota bunga, bentuk kepala sari, keadaan kepala putik, dan ciri khas bunga tersebut. Respon diminta dalam bentuk jawaban singkat 5 buah berurutan ke bawah dari a sampai e.

3) Pemberian Skor Butir Soal Keterampilan Proses Sains

Sebagaimana butir soal pada umumnya, butir soal keterampilan proses perlu diberi skor dengan cara tertentu. Setiap respon yang benar diberi skor dengan bobot tertentu, umpamanya


(28)

masing-masing 1 untuk soal observasi di atas yang berarti jumlah skornya 5. Untuk respon yang lebih kompleks, misalnya membuat pertanyaan, dapat diberi skor bervariasi berdasarkan tingkat kesulitannya. Umpamanya pertanyaan berlatar-belakang hipotesis diberi skor 3; pertanyaan apa, mengapa, bagaimana diberi skor 2; pertanyaan yang meminta penjelasan diberi skor 1. d. Peranan Guru dalam Mengembangkan Keterampilan Proses Sains

Secara umum peran guru terutama berkaitan dengan pengalaman mereka membantu siswa mengembangkan keterampilan proses sains. Menurut Harlen sedikitnya terdapat lima aspek yang perlu diperhatikan oleh guru dalam berperan mengembangkan keterampilan proses.

Pertama, memberikan kesempatan untuk menggunakan keterampilan proses dalam melakukan eksplorasi materi dan fenomena. Pengalaman langsung tersebut memungkinkan siswa untuk menggunakan alat-alat inderanya dan mengumpulkan informasi atau bukti-bukti untuk kemudian ditindak lanjuti dengan pengajuan pertanyaan, merumuskan hipotesis berdasarkan gagasan yang ada.

Kedua, memberi kesempatan untuk berdiskusi dalam kelompok-kelompok kecil dan juga diskusi kelas. Tugas-tugas dirancang agar siswa berbagi gagasan (urun-rembuk), menyimak teman lain, menjelaskan dan mempertahankan gagasan mereka sehingga mereka dituntut untuk berpikir reflektif tentang hal yang sudah dilakukannya, menghubungkan gagasan dengan bukti dan pertimbangan orang lain untuk memperkaya pendekatan yang mereka rencanakan. Berbicara dan menyimak menyiapkan dasar berpikir untuk bertindak.

Ketiga, mendengarkan pembicaraan siswa dan mempelajari produk mereka untuk menemukan proses yang diperlukan untuk membentuk gagasan mereka. Dengan kata lain aspek ketiga


(29)

menekankan: membantu pengembangan keterampilan bergantung pada pengetahuan bagaimana siswa menggunakannya.

Keempat, mendorong siswa mengulas (review) secara kritis tentang bagaimana kegiatan mereka telah dilakukan. Mereka juga hendaknya didorong untuk mempertimbangkan cara-cara alternatif untuk meningkatkan kegiatan mereka. Membantu siswa untuk menyadari keterampilan-keterampilan yang mereka perlukan adalah penting sebagai bagian dari proses belajar mereka sendiri.

Kelima, memberikan teknik atau strategi untuk meningkatkan keterampilan, khususnya ketepatan dalam observasi dan pengukuran misalnya, atau teknik-teknik yang perlu rinci dikembangkan dalam komunikasi. Begitu pula dalam penggunaan alat, karena mengetahui bagaimana cara menggunakan alat tidak sama dengan menggunakannya. Menggunakan teknik secara tepat berarti

memerlukan pengetahuan bagaimana cara menggunakannya.6

2. Model Pembelajaran

Pentingnya keterampilan proses untuk dikembangkan menuntut adanya pemilihan proses pembelajaran yang dapat memberikan kontribusi terhadap keterampilan proses tersebut. Proses pembelajaran tersebut tentunya tidak terlepas dari model yang digunakan. Istilah model pembelajaran dapat diartikan sebagai tampilan grafis, prosedur kerja yang sistematis atau teratur, serta mengandung pemikiran bersifat uraian atau penjelasan berikut saran.7 Arends mengemukakan bahwa “ Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran dan pengelolaan kelas”.8 Sementara menurut Trianto model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang

6

Wynne Harlen, The Teaching of Science, h. 83 7

Dewi Salma Prawiladilaga, Prinsip Disain Pembelajaran; Instructional Designe Principle. (Jakarta: Kencana & UNJ, 2009), h.33

8


(30)

menggambarkan prosedur sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.9

Ada sejumlah pandangan atau pendapat berkenaan dengan model pembelajaran, yang perlu kita kaji untuk memperluas pemahaman dan wawasan kita sehingga kita dapat semakin fleksibel dalam menentukan salah satu atau beberapa model pembelajaran yang tepat. “Joyce, Weil, dan Calhoun mendeskripsikan empat kategori model mengajar, yaitu kelompok model sosial (social family), kelompok pengolahan informasi (information processing family), kelompok model personal (personal family), dan kelompok model sistem perilaku (behavioral systems family)”.10 Tiap-tiap model tersebut dijabarkan ke dalam beberapa tipe yang lebih terukur. Jika dituangkan dalam bentuk tabel adalah seperti berikut:

Tabel 2.1

Model-model Pembelajaran Menurut Joyce, Weil dan Calhoun

Kelompok Model Sosial Pengolahan

Informasi

Model Personal

Model Sistem Perilaku

Model 1. Kelompok

Belajar (Positive independence dan inkuiri terstruktur) 2. Investigasi Kelompok 3. Bermain Peran 4. Penelitian Yurisprudensi 1. Berpikir Introduktif (classification oriented) 2. Pencapaian Konsep 3. Memorisasi (memory assists) 4. Penelitian Ilmiah

5. Latihan Inkuiri 6. Synectics

1.Pembelaja ran tanpa arahan 2.Meningkat

kan rasa percaya diri 1.Belajar Tuntas 2.Pengajaran Langsung 3.Simulasi 4.Pembelajar an Sosial 5.Jadwal Terprogram (tugas penampilan)

Jadi menurut penulis model pembelajaran adalah : cara-cara yang akan digunakan oleh pengajar (guru) untuk memilih kegiatan belajar yang akan digunakan selama proses pembelajaran, dimana pemilihan tersebut dilakukan

9

Trianto,ibid.,h.2. 10


(31)

dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi, materi dan sumber belajar, kebutuhan dan karakteristik peserta didik yang dihadapi dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran tertentu.

Kesesuaian antara tujuan, materi dan metode serta pengalaman belajar jelas menjadi dambaan para pengembang kurikulum maupun guru dalam perencanaan pengajaran. Sangat tidak adil apabila siswa dituntut untuk kreatif melalui pengalaman belajar yang pasif dalam mempelajari konsep tertentu. Berdasarkan uraian di atas penulis memilih model pembelajaran guided inquiry sebagai tindakan yang akan digunakan dalam penelitian sebagai upaya meningkatkan keterampilan proses sains siswa, karena dalam pembelajaran inquiry terdapat keterampilan-keterampilan yang muncul, dan adapun keterampilan tersebut merupakan keterampilan-keterampilan proses sains. Seperti pernyataan Kuslan bahwa pengajaran

Inquiry merupakan pembelajaran dimana guru dan siswa mempelajari

fenomena alam dengan pendekatan dan semangat para ilmuan, serta karakteristik pembelajaran inquiry dengan proses sainsnya seperti observasi, pengukuran, estimasi, prediksi, membandingkan, klasifikasi, percobaan, komunkasi, inferensi, analisis dan membuat kesimpulan.11 Hal ini juga diungkapkan oleh Rustaman bahwa ketiga tingkatan inkuiri (discovery, guided inquiry, and free inquiry) memiliki kesamaan yaitu ketiganya melibatkan keterampilan proses sains dan atau kemampuan dasar bekerja ilmiah.12

Pengajaran dengan inquiry mengajukan kepada siswa konten yang berhubungan dengan permasalahan-permasalahan yang memfokuskan kepada kegiatan penelitian kelas. Dengan adanya permasalahan, siswa dapat merumuskan hipotesis atau jawaban sementara, mengumpulkan data yang relevan dengan hipotesis, dan kemudian mengevaluasi data yang telah

11

Louis I. Kuslan and A. Haris Stone. Teaching Children Science: an Inquiry Approach.. ( California: Wadsworth Publishing Company, 1969) h. 138

12

Nuryani Y Rustaman. Perkembangan Penelitian Pembelajaran Berbasis Inkuri dalam Pendidikan Sains. (Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia: Bandung, 2005) h. 3


(32)

terkumpul dan membuat suatu kesimpulan. Pada strategi ini siswa tidak hanya belajar konsep yang berhubungan dengan masalah tetapi juga belajar bagaimana pemecahan masalah kedepannya.13

Pembelajaran dengan menggunakan model guided inquiry

merupakan model pembelajaran yang tidak berdiri sendiri karena model ini bersumber dari teori kontruktivisme. Oleh karena itu pada bab ini penulis akan terlebih dahulu membahas tentang teori kontruktivisme dan kemudian model pembelajaran inquiry.

3. Teori Konstruktivisme

Teori belajar konstruktivistik dipelopori oleh J. Piaget dan Vigotsky. Belajar menurut pandangan konstruktivistik berarti membangun, yaitu siswa dapat mengonstruksi sendiri pemahamannya dengan melakukan aktivitas aktif dalam pembelajarannya. Teori konstrukivistik merupakan salah satu teori belajar yang berhubungan dengan cara seseorang memperoleh pengetahuan, yang menekankan pada penemuan makna (meaningfullness). Perolehan tersebut melalui informasi dalam struktur kognitif yang telah ada dari hasil perolehan sebelumnya yang tersimpan dalam memori dan siap dikonstruk untuk mendapatkan pengetahuan baru.14 Konstruktivisme merupakan teori pembelajaran yang berdasarkan pada pengamatan dan studi ilmiah mengenai bagaimana seseorang belajar.15 Dengan dasar itu, pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkonstruksi bukan menerima pengetahuan.

Teori pembelajaran kontruktivisme menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Menurut teori kontruktivisme,

13

David Jacobsen,dkk. Methods for Teaching; A Skill Approach. 2nd edition. (Columbus: A Bell & Howell Company. 1985) h. 197

14

Zulfiani, Tonih Feronika, dan Kinkin Suartini. Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009) h. 119

15

Educational Broadcasting Corporation , Contructivism as a Paradigma for Teaching and Learning: What is Contructivism? (2004) tersedia: http://www.thirteen.org (19 Juni 2010]


(33)

satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa sendiri yang harus membangun pengetahuan didalam benaknya.16

Konstruktivisme merupakan proses pembelajaran yang menjelaskan bagaimana pengetahuan disusun dalam pikiran seseorang. Unsur-unsur konstruktivisme telah lama dipraktikkan dalam pembelajaran disetiap tingkatan sekolah atau satuan pendidikan. Berdasarkan paham konstruktivisme, ilmu pengetahuan tidak dapat dipindahkan (transfer) dari seorang guru kepada siswa dalam bentuk yang serba sempurna, melainkan bertahap sesuai dengan pengalaman masing-masing siswa.17

Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar. Siswa menjadi pusat kegiatan bukan guru. Untuk itu tugas guru adalah menfasilitasi proses tersebut dengan :

a. Menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan terhadap siswa, b. Memberi kesempatan kepada siswa menemukan dan menerapkan

idenya sendiri, dan

c. Menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.18

Konteks pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan kontruktivisme, guru tidak dapat mengindoktrinasi gagasan ilmiah supaya peserta didik mau mengganti dan memodifikasi gagasannya yang non ilmiah menjadi gagasan atau pengetahuan ilmiah. Dengan demikian arsitek pengubah gagasan peserta didik adalah peserta didik itu sendiri dan guru hanya berperan sebagai fasilitator dan penyedia kondisi supaya proses pembelajaran dapat berlangsung.

16

Trianto. Mendisain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif; Konsep, Landasan, dan Implementasi pada KTSP, Cet II, (Jakarta : Kencana, 2010) h. 28

17

Ahmad Sofyan, Konstruktivisme dalam Pembelajaran IPA/Sains. Seminar Internasional Pendidikan IPA Jurusan Pendidikan IPA FITK( Jakarta: UIN Syahid, 2007) h. 14

18

Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007) h. 109


(34)

4. Model Pembelajaran Inquiry

Indrawati dalam Trianto menyatakan, bahwa suatu pembelajaran pada umumnya akan lebih efektif bila diselenggarakan melalui model-model pembelajaran yang termasuk rumpun pemrosesan informasi. Hal ini dikarenakan model-model pemrosesan informasi menekankan pada bagaimana seseorang berpikir dan bagaimana dampaknya terhadap cara-cara mengolah informasi. Menurut Downey dalam Trianto menyatakan bahwa inti dari berpikir yang baik adalah kemampuan untuk memecahkan masalah. Dasar dari pemecahan masalah adalah kemampuan untuk belajar dalam situasi proses berpikir. Dengan demikian, hal ini dapat diimplementasikan bahwa kepada siswa hendaknya diajarkan bagaimana belajar yang meliputi apa yang diajarkan, bagaiman hal itu diajarkan, jenis kondisi belajar, dan memperoleh padangan baru. Salah satu yang termasuk dalam model pemrosesan informasi adalah model pembelajaran inkuiry.19 Pembelajaran inkuiry adalah rangkain kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Proses berpikir itu sendiri biasanya dilakukan melalui tanya jawab antara guru dan siswa.20 Hal ini senada dengan pendapat Joseph Abruscato yang menyatakan bahwa inquiry adalah metode yang teliti dan sistematik dalam mempertanyakan dan mencari penjelasan.21

Sund, seperti yang dikutip oleh Suryosubroto, menyatakan bahwa

discovery merupakan bagian dari inquiry, atau inquiry merupakan perluasan proses discovery yang digunakan lebih mendalam. Inquiry yang dalam bahasa inggris inquiry, berarti pertanyaan, atau pemeriksaan, penyelidikan. Inquiry sebagai suatu proses umum yang dilakukan manusia untuk mencari atau memahami informasi. Gulo dalam Trianto,

19

Trianto. Mendisain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif; Konsep, Landasan, dan Implementasi pada KTSP. h.165

20

Wina Sanjaya. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.Cet ke-5 (Jakarta: Kencana. 2005) h. 196

21

Joseph Abruscato and Donald A. Derosa. Teaching Children Science; A Discovery Approach. (Unitate State: Pearson Education, 2010) h. 43


(35)

menyatakan strategi inquiry sebagai suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Sasaran utama kegiatan pembelajaran inquiry adalah (1) keterlibatan siswa secara maksimal dalam proses kegiatan belajar; (2) keterarahan kegiatan secara logis dan sistematis pada tujuan pembelajaran; (3) mengembangkan sikap percaya pada diri siswa tentang apa yang ditemukan pada proses inquiry.22 Menurut Albertapembelajaran inquiry adalah sebuah proses dimana siswa mengembangkan belajar mereka, merumuskan pertanyaan, menyelidiki, dan kemudian membangun pengetahuan baru yang berupa pengetahuan yang bermakna. Pengetahuan itu merupakan pengetahuan baru bagi siswa dan memungkinkan untuk mengajukan suatu pertanyaan, untuk dicari penyelesaiannya.23 Dalam suatu penelitian didapat bahwa penggunaan pembelajaran inquiry dapat membantu siswa menjadi lebih kreatif, bersungguh-sungguh, dan lebih percaya diri. Jadi pembelajaran inquiry

merupakan suatu pembelajaran yang diawali dengan suatu keadaan atau masalah yang menimbulkan suatu pertanyaan sehingga mendorong siswa untuk mencari solusi atau pemecahannya melalui proses ilmiah.

5. Karakteristik Pembelajaran Inquiry

Ada beberapa hal yang menjadi ciri utama pembelajaran inquiry. Pertama, pembelajaran inquiry menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan, artinya strategi inquiry

menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Dalam proses pembelajaran, siswa tidak hanya berperan sebagai penerima pelajaran melalui penjelasan guru secara verbal, tetapi mereka berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu sendiri.

22

Trianto. Mendisain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif; Konsep, Landasan, dan Implementasi pada KTSP, h. 166

23

Alberta Learning Center. Focus on Inquiry: a teacher’s guide to implementing inquiry based learning. (Canada: 2004) tersedia: http//www. Learning.gov.ab.ca/k_12/curriculum/bysubject/focus on inquiry.pdf (22 juni 2010), h. 1


(36)

Kedua, seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri (selfesteem). Dengan demikian, strategi pembelajaran inquiry menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, akan tetapi sebagai fasilitator dan motivator belajar siswa.

Aktivitas pembelajaran biasanya dilakukan melalui proses tanya jawab antara guru dan siswa. Oleh sebab itu kemampuan guru dalam menggunakan teknik bertanya merupakan syarat utama dalam melakukan

inquiry.

Ketiga, tujuan dari penggunaan strategi pembelajaran inquiry adalah mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis dan kritis, atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental. Dengan demikian, dalam strategi pembelajaran inquiry siswa tak hanya dituntut agar menguasai materi pelajaran, akan tetapi bagaimana mereka dapat menggunakan potensi yang dimilikinya. Manusia yang hanya menguasai pelajaran belum tentu dapat mengembangkan kemampuan berpikir secara optimal; namun sebaliknya, siswa akan dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya manakala ia bisa menguasai materi pelajaran.

Seperti yang dapat disimak dari proses pembelajaran, tujuan utama pembelajaran melalui strategi inquiry adalah menolong siswa untuk dapat mengembangkan disiplin intelektual dan keterampilan berpikir dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan dan mendapatkan jawaban atas dasar rasa ingin tahu mereka.24

Menurut Hinrichsen dan Jarrett dalam Zulfiani, menyatakan empat karakter inquiry, yaitu:

a. Koneksi Pada tahap ini:

24


(37)

1) Siswa mampu menghubungkan pengetahuan sains pribadi dengan konsep komunitas sains.

2) Dilakukan dengan diskusi bersama, eksplorasi fenomena.

3) Guru mendorong untuk mendiskusikan dan menjelaskan pemahaman mereka bagaimana suatu fenomena bekerja, menggunakan contoh dari pengalaman pribadi, menemukan hubungan dengan literatur.

4) Proses koneksi melalui: konsiliasi, pertanyaan, dan observasi. b. Desain

Pada tahap ini:

1) Proses melalui prosedur-materi.

2) Siswa membuat perencanaan mengumpulkan data yang bermakna yang ditujukan pada pertanyaan. Disini terjadi integrasi konsep sains dengan proses sains.

3) Siswa berperan aktif mendiskusikan prosedur, persiapan materi, menentukan variabel kontrol, dan pengukuran.

4) Guru memantau ketepatan aktivitas siswa. c. Investigasi

Pada tahap ini:

1) Proses melalui koleksi dan mempresentasikan data.

2) Siswa dapat membaca data secara akurat, mengorganisasi data dalam cara yang logis dan bermakna, dan memperjelas hasil penyelidikan.

d. Membangun Pengetahuan Pada tahap ini:

1) Proses melalui refleksi-konstruksi-prediksi.

2) Konsep yang dilakukan dengan eksperimen akan memberi arti yang lebih bermakna dan mampu berpikir kritis. Ia harus menghubungkan antara interpretasi data dengan interpretasi ilmiah yang diterima.


(38)

3) Siswa dapat mengaplikasikan pemahamannya pada situasi baru yang mengembangkan inferensi, generalisasi, dan prediksi.

4) Guru melakukan sharing pemahaman siswa.25

Alberta menyatakan bahwa pembelajaran inquiry memberikan kesempatan kepada siswa untuk:

a. Mengembangkan keterampilan mereka yang akan dibutuhkan pada seluruh kehidupan mereka.

b. Belajar mengatasi bagaimana mengatasi masalah yang mungkin tidak memiliki solusi yang pasti.

c. Menghadapi perubahan dan keraguan untuk dapat memahami.

d. Membuat suatu penelitian untuk menemukan solusi, sekarang dan yang akan datang. 26

Kondisi umum yang merupakan syarat timbulnya kegiatan inquiry bagi siswa adalah:

a. Aspek sosial di kelas dan suasana terbuka yang mengundang siswa berdiskusi;

b. Inquiry berfokus pada hipotesis, dan

c. Penggunaan fakta sebagai evidensi (informasi, fakta)

Untuk menciptakan kondisi seperti itu, peranan guru adalah sebagai berikut:

a. Motivator, memberikan rangsangan agar siswa aktif dan bergairah berpikir.

b. Fasilitator, menunjukan jalan keluar jika siswa mengalami kesulitan. c. Penanya, menyadarkan siswa dari kekeliruan yang mereka buat. d. Administrator, bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan kelas.

e. Pengarah, memimpin kegiatan siswa untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

f. Manajer, mengelola sumber belajar, waktu, dan organisasi kelas. g. Rewarder, memberi penghargaan pada prestasi yang dicapai siswa.

25

Zulfiani, Inkuiri dalam Pendidikan IPA, Pendekatan Baru dalam Proses Pembelajaran; Matematika dan Sains Dasar, Sebuah Antologi, (Jakarta: IAIN Indonesia Social Equity Project, 2007) h. 18

26


(39)

Pembelajaran inkuri dirancang untuk mengajak siswa secara langsung kedalam proses ilmiah. Strategi pembelajaran inkuri ini akan efektif manakala:

a. Guru mengharapkan siswa dapat menemukan sendiri jawaban dari suatu permasalahan yang ingin dipecahkan. Dengan demikian dalam strategi inquiry penguasaan materi pembelajaran bukan sebagai tujuan utama pembelajaran, akan tetapi yang lebih dipentingkan adalah proses belajar.

b. Jika bahan pelajaran yang akan diajarkan tidak berbentuk fakta atau konsep yang sudah jadi, akan tetapi sebuah kesimpulan yang perlu pembuktian.

c. Jika proses pembelajaran berangkat dari rasa ingin tahu siswa terhadap sesuatu.

d. Jika guru akan mengajar pada sekelompok siswa yang rata-rata memiliki kemauan dan kemampuan berpikir. Strategi inquiry akan kurang berhasil diterapkan kepada siswa yang kurang memiliki kemampuan untuk berpikir.

e. Jika jumlah siswa yang belajar tak terlalu banyak sehingga bisa dikendalikan oleh guru.

f. Jika guru memiliki waktu yang cukup untuk menggunakan pendekatan yang berpusat pada siswa.27

Selama pelaksanaan pembelajaran inquiry, guru dapat mengajukan suatu pertanyaan atau mendorong siswa mengajukan pertanyaan-pertanyaan mereka sendiri, yang dapat bersifat open-ended, memberi peluang siswa untuk mengarahkan penyelidikan mereka sendiri dan menemukan jawaban-jawaban yang mungkin dari mereka sendiri, dan mengantarkan pada lebih banyak pertanyaan lain.

Pembelajaran inquiry melibatkan siswa untuk berkomunikasi yang berarti tersedia suatu ruang, peluang, dan tenaga bagi siswa untuk

27


(40)

mengajukan pertanyaan dan pandangan yang logis, objektif, dan bermakna, serta untuk melaporkan hasil-hasil kerja mereka. Pembelajaran

inquiry memungkinkan guru belajar tentang siapakah siswa mereka, apa yang siswa ketahui, dan bagaimana pikiran siswa bekerja, sehingga guru dapat menjadi fasilitator yang lebih efektif berkat adanya pemahaman guru mengenai siswa mereka.

Dalam pembelajaran sains, guru diharapkan memiliki filosofi

inquiry, sehingga akan lebih berperilaku sebagai fasilitator pembelajaran, sedangkan siswa ditempatkan sebagai pusat pembelajaran. Oleh karena itu

inquiry merupakan filosofi utama dalam proses pembelajaran sains. Namun demikian, dalam pembelajaran sains perlu juga digunakan metode pembelajaran lainnya.

6. Prinsip-prinsip Penggunaan Pembelajaran Inquiry

Adapun prinsip-prinsip penggunaan pembelajaran inquiry yaitu:28

a. Berorientasi pada Pengembangan Intelektual

Tujuan utama dari strategi inquiry adalah pengembangan kemampuan berpikir. Dengan demikian, strategi pembelajaran ini selain berorientasi kepada hasil belajar juga berorientasi kepada proses belajar. Karena itu, kriteria keberhasilan dari proses pembelajaran dengan menggunakan strategi pembelajaran inquiry bukan ditentukan oleh sejauh mana siswa dapat menguasai materi pelajaran, akan tetapi sejauh mana siswa beraktivitas mencari dan menemukan sesuatu.

b. Prinsip Interaksi

Pembelajaran sebagai proses interaksi berarti menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, tetapi sebagai pengatur lingkungan atau pengatur interaksi itu sendiri. Guru perlu mengarahkan (directing) agar siswa bisa mengembangkan kemampuan berpikirnya melalui interaksi mereka.

28


(41)

c. Prinsip Bertanya

Peran guru yang harus dilakukan dalam menggunakakn strategi pembelajaran inquiry adalah guru sebagai penanya. Sebab kemampuan siswa untuk menjawab setiap pertanyaan pada dasarnya sudah merupakan sebagian dari proses berpikir.

d. Prinsip Belajar untuk Berpikir

Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar adalah proses berpikir (learning how to think), yakni proses mengembangkan potensi seluruh otak, baik otak kiri maupun otak kanan; baik otak reptil, otak limbik, maupun otak neokortek. Pembelajaran berpikir adalah pemanfaatan dan penggunaan otak secara maksimal.

e. Prinsip Keterbukaan

Belajar adalah suatu proses mencoba berbagai kemungkinan. Segala sesuatu mungkin saja terjadi. Oleh sebab itu, anak perlu diberi kebebasan untuk mencoba sesuai dengan perkembangan kemampuan logika dan nalarnya. Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang menyediakan berbagai kemungkinan sebagai hipotesis yang harus dibuktikan kebenarannya. Tugas guru adalah menyediakan ruang untuk memberikan kesempatan kepada siswa mengembangkan hipotesis dan secara terbuka membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukan.

7. Kelemahan Pembelajaran Inquiry

Disamping memiliki keunggulan, model pembelajaran inquiry juga mempunyai kelemahan, di antaranya sebagai berikut:

a. Guru akan sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan peserta didik b. Perencanaan pembelajaran dengan model ini sulit karena terbentur

dengan kebiasaan peserta didik dalam belajar.

c. Dalam mengimplementasikannya, memerlukan waktu yang panjang, sehingga guru sulit untuk menyesuaikan dengan waktu yang ditentukan.


(42)

d. Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan peserta didik dalam menguasai materi pelajaran, model pembelajaran

inquiry akan sulit diimplementasikan oleh guru.29

8. Tingkatan dalam Pembelajaran Inquiry

Pembelajaran inkuiri merupakan pembelajaran dimana siswa terkait dengan “open-ended, student centered, dan hands-on activities”.

Dari definisi ini terdapat beberapa pendekatan yang berbeda dalam model pembelajaran inkuiri yaitu, structured inquiry, guided inquiry, open inquiry, and learning cycle30. Adapun menurut Bonstetter model inkuiri terdiri dari lima tingkatan model, yaitu:

a. Praktikum (traditional hands-on science experience) adalah tipe inkuiri yang paling sederhana. Dalam praktikum guru menyediakan seluruh keperluan mulai dari topik sampai kesimpulan yang harus ditemukan siswa dalam bentuk buku petunjuk yang lengkap. Pada tingkat ini konponen esensial dari inkuiri yakni pertanyaan atau masalah tidak muncul, oleh karena itu, Martin-Hansen, menyatakan bahwa praktikum tidak termasuk dalam kegiatan inkuiri.

b. Pengalaman sains terstruktur (structured science experience) yaitu kegiatan inkuiri di mana guru menentukan topik, pertanyaan, bahan dan prosedur sedangkan analisis hasil dan kesimpulan dilakukan oleh siswa.

c. Inkuiri terbimbing (guided inquiry) yaitu dimana siswa diberikan kesempatan untuk merumuskan prosedur, menganalisis hasil dan mengambil kesimpulan secara mandiri, sedangkan dalam hal menentukan topik, pertanyaan dan bahan penunjang, guru hanya berperan sebagai fasilitator.

29

Wina sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, hal.208 30

Alan Colburn. An Inquiry Primer. (Science Scope: 2000), tersedia: http://www.exparentiallearning.ucdavis.edu/module2/el2-60-primer.pdf.


(1)

Dari deskripsi data keterampilan proses sains yang telah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran guided inquiry dapat meningkatkan keterampilan proses sains siwa, ini dapat dilihat dari hasil tes keterampilan proses sains siswa siklus II lebih tinggi dari hasil tes keterampilan proses sains siswa siklus I. Perbedaan ini juga diperkuat dengan uji t dengan membandingkan nilai t hitung dan t tabel diperoleh thitung > t tabel, ini berarti H0 ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan keterampilan proses sains siswa yang signifikan dari siklus I ke siklus II setelah diajar dengan model pembelajaran guided inquiry, yaitu yang menunjukkan bahwa terdapat peningkatan yang signifikan antara siklus I dengan siklus II. Sehingga dapat diinterpretasikan bahwa model pembelajaran guided inquiry dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa. Adapun Aspek keterampilan proses sains yang mengalami peningkatan yaitu, keterampilan observasi, mengajukan pertanyaan, berkomunikasi, menghitung matematika, interpretasi, memprediksi, merencanakan percobaan, menentukan variabel, merumuskan masalah, dan berhipotesis. Hal ini juga terjadi pada penelitian yang dilakukan oleh Muslim pada mata pelajaran fisika,2 dan oleh Fitri, Betty, dan Jimmi dalam penelitian mereka pada mata pelajaran kimia pokok bahasan laju reaksi, dari hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa keterampilan proses sains siswa dalam pembelajaran IPA setelah menggunakan model pembelajaran inkuiri menunjukkan adanya peningkatan.3

Pembelajaran dengan model guided inquiry merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilan proses sains siswa, selain itu pembelajaran ini juga dapat meningkatkan keterlibatan siswa atau keaktifan siswa selama mengikuti proses

2

Muslim, Effort to Improve Science Process Skill Student’s Learning in Physics Through Inquiry Based Model. Proceeding The Second International Seminar on Science Education. UPI 2008/7

3

Fitri Eka Sari, dkk. Pendekatan Inkuiri untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Siswa pada Poko Bahasan Laju Reaksi Kelas XI IPA SMAN 1 Siak Sri Indrapura. (Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP Universitas Riau, 2009) tulisan tidak diterbitkan


(2)

77

pembelajaran. Sehingga dapat mengubah proses pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa.

Pendekatan inkuiri dalam pembelajaran biologi melatih para siswa untuk membangun pengetahuannya melalui kegiatan mengobservasi, mengorganisasi data, fakta, konsep dan prinsip, merencanakan dan melaksanakan percobaan. hal ini tampak melalui peningkatan KPS yang terjaring melalui tes tertulis maupun tes observasi. Meskipun tidak terlalu tinggi tetapi aktivitas siswa dapat menjadi pengalaman yang sangat bermakna. Hal ini sejalan dengan pernyataan Carin (1997) bahwa proses ber-inkuiri sangat berarti bagi siswa untuk memahami fenomena dan peristiwa, dan pandangan konstruktivistik yang menekankan bahwa setiap individu perlu membangun pemaknaan pengetahuan dan gagasannya melalui interaksi dalam kerja kelompok.4

Selain itu sikap siswa terhadap pembelajaran biologi dengan menerapkan model pembelajaran guided inquiry pada konsep pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan sebagian besar positif. Siswa senang dengan kegiatan model pembelajaran guided inquiry.

Keberhasilan tindakan kelas sangat dipengaruhi oleh guru dalam mengelola kelas. Selama pelaksanaan tindakan siswa sangat membutuhkan perhatian dan bimbingan guru. Walaupun pembelajaran berpusat pada siswa tetapi peran guru untuk menciptakan suasana belajar masih sangat penting. Guru harus mampu bertindak sebagai fasilitator dan motivator. Ia harus menyediakan diri sepenuhnya untuk membimbing siswa. Saran-saran perbaikan pengelolaan kelas dari dosen pembimbing dan guru pamong serta hasil diskusi pada tahap refleksi telah memperbaiki kinerja penulis dari siklus ke siklus. Hal ini berdampak juga pada kinerja siswa.

4

Fransisca Sudargo Tapilouw, Pedagogical Competence of Pre-Service Biology Teacher on Conducting Inquiry Approach to Develop Science Process Skill (Study on ‘Profession Practice Program’ at High Schools In Bandung)


(3)

78

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan yang telah diuraikan pada bab VI maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

Penggunaan model pembelajaran guided inquiry pada konsep pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan dapat memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap keterampilan proses sains siswa. Adapun keterampilan proses sains siswa yang mengalami peningkatan yaitu, keterampilan observasi, mengajukan pertanyaan, berkomunikasi, menghitung matematika, interpretasi, memprediksi, merencanakan percobaan, menentukan variabel, merumuskan masalah, dan berhipotesis. Peningkatan keterampilan proses sains berada pada kategori sedang. Diperoleh sikap siswa terhadap penerapan model guided inquiry pada kegiatan pembelajaran positif. Siswa setuju bahwa belajar dengan cara ini menarik, tidak membosankan, dan mengajak untuk berpikir. Mereka menjadi memahami cara kerja ilmiah.

B. Saran

Model pembelajaran guided inquiry merupakan model pembelajaran yang dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa, oleh karena itu model pembelajaran ini perlu diterapkan. Adapun saran dari peneliti yaitu:

1. Pembelajaran guided inquiry ini dapat dijadikan alternatif model pembelajaran biologi. Model pembelajaran guided inquiry akan lebih baik jika digunakan pada konsep yang bersifat konkrit agar siswa dapat menemukan sendiri konsep yang sedang dipelajari.

2. Hasil penelitian ini diharapakan dapat dipergunakan untuk melakukan penelitian sejenis dalam pembelajaran yang berbeda.


(4)

77

DAFTAR PUSTAKA

Abruscato.Joseph. 2010. Teaching Children Science; A Discovery Approach. Unitate State: Pearson Education

Adi, Yanu Cari, Peningkatan Keterampilan Proses Sains Melalui Metode Inkuiri Terpimpin disertai Penggunaan LCD Proyektor Sebagai Penguatan Konsep dalam Pembelajaran Biologi. (Skripsi tidak diterbitkan: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhamadiyah Surakarta, 2009)

Alberta Learning, Focus on Inquiry: A Teacher’s Guide to Implementing Inquiry Based learning, Tersedia:

http://www.learning.gov.ab.ca/k_12/curriculum/bysubject/focusoniquiry.pdf .(20 Juni 2010)

Arikunto, Suharsimi. 2005. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Aunurrahman, 2009. Belajar dan Pembelajaran, Bandung: Alfabeta. Cet ke-2. Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Depdiknas

Bonnstetter,Ronal J. (2006) Inquiry: Learning from The Past with an Eye on The Future, University of Nebraska, Lincoln

Colburn, Alan (2000). An Inquiry primer. California: Science Scope. tersedia di: http://www.experentiallearning.ucdavis.edu/module 2/el2

Dimyati. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta

Dirgantara, Yudi dkk. Model Pembelajaran Laboratorium Berbasis Inkuiri untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Keterampilan Proses Sains Siswa MTs pada Pokok Bahasan Kalor. (Jurnal Penelitian Pendidikan IPA Vol.II No. 1, Maret 2008)

Educational Broadcasting Corporation, 2004, Contructivism as a Paradigma for Teaching and Learning: What is Contructivism? tersedia: http://www.thirteen.org/edonline/concept2class/constructivism/index_sub2. html.

Hake, Richard R. (1999) Analyzing Change/Gain Scores, American Educational Research Association’s Division, Measurrement and Research Methodology,

Harlen, Wynne. 1992. The Teaching of Science. London: David Fulton Publishers Holil, Anwar. 2008. “Jurnal Menjadi Manusia Pembelajar”, dari: (http//www.

Google.com/jurnal pendidikan/model pembelajaran, april

Holil, Anwar. 2008. Hbungan Inkuiri dan Keterampilan Proses dari : http://anwarholil.blogspot.com//04/hubungan-inkuiri-dan-keterampilan.html


(5)

Jacobsen, David, dkk. 1985. Methods for Teaching; A Skill Approach. 2nd edition. Columbus: A Bell & Howell Company.

Keil, Chris, Jodi Haney, and Jennifer Zoffel. (2009) Improvements in Student Achievement and Science Process Skills Using Environmental Health Science Problem Base Learning Curricula, (Elecronic Journal of Science Education, Volume 13 No. 1, h. 4, tersedia: http://ejse.southwestern.edu Kuslan, Louis I. and A Haris Stone. (1969) Teaching Children Science: an

Inquiry Approach.California: Wadsworth Publishing Company

Lasley, Thomas J. Dkk. 2002. Instructional Models: strategies for teaching in a diverse society. Unitate State: Wadsworth Group

M. Subana, (2005) Dasar-dasar Penelitian Ilmiah, Bandung : Pustaka Setia, Munadi, Yudi dan Farida Hamid, (2009) Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif,

Efektif, dan Menyenangkan. Jakarta: UIN syarif Hidayatullah

Muslim, (2008) Effort to Improve Science Process Skill Student’s Learning in Physics Through Inquiry Based Model. Proceeding The Second International Seminar on Science Education. UPI

National Research Council. (1999 )National Science Education Standard. (Washington DC: National Academy Press

Nurochmah, Tisngatun, Pengaruh Pendekatan Inkuiri Terhadap Peningkatan Keterampilan Proses Sains Siswa Dalam Proses Pembelajaran IPA Biologi pada materi pokok sistem pencernaan pada manusia, (Yogayakarta: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, 2008)

Peraturan Pemerintah RI Bab IV Standar Proses Pasal 19 ayat 1 tentang “Standar NasionalPendidikan”, tersedia di: www.depdiknas.go.id

Prawiladilaga,Dewi Salma (2009) Prinsip Disain Pembelajaran; Instructional Designe Principle. Jakarta: Kencana & UNJ

Purwanto, Ngalim (2000) Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Riyanto, Yatim, (1997) Pengajaran IPA Bermetode Inkuiri Suatu Upaya Peningkatan Keefektifan IBM di SD, Jakarta: Wahana

Rustaman,Nuryani, dkk. (2005) Strategi Belajar Mengajar Biologi, Malang: Universitas Negeri Malang

Rustaman. Nuryani Y (2005) Perkembangan Penelitian Pembelajaran Berbasis Inkuri dalam Pendidikan Sains. Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia: Bandung,

Sari, Fitri Eka, dkk. Pendekatan Inkuiri untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Siswa pada Poko Bahasan Laju Reaksi Kelas XI IPA SMAN 1 Siak Sri Indrapura. (Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP Universitas Riau, 2009) tulisan tidak diterbitkan


(6)

79

Semiawan. Cony (1992), Pendekatan Keterampilan Proses. Jakarta: Gramedia Sofyan, Ahmad. dkk. 2006. Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi,

(Lembaga ian UIN Jakarta,)

Sofyan, Ahmad. (2007) Konstruktivisme dalam Pembelajaran IPA/Sains. Seminar Internasional Pendidikan IPA Jurusan Pendidikan IPA FITK( Jakarta: UIN Syahid,

Sudjana. 2001. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito

Suyatna, Agus, Implementation experiment applies Inquiry Model to Improve Science Process skill of XII Level SMA Students, Poceeding The Second International Seminar on Science Education. ( Lampung: Physic Education Study Program The University of Lampung, 2006)

Trianto, Model Pembelajaran Terpadu, Jakarta: Prestasi Pustaka. Cet. ke 1. Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik.

Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher

Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif; Konsep, Landasan, dan Implementasi pada KTSP. Edisi Pertama. Jakarta: Kencana Wawan, Implementasi Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Untuk

Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa SMP pada Pokok Bahasan Kalor. (Bandung: Jurusan Pendidikan FisikaFPMIPA UPI, 2007) tidak diterbitkan

Wina Sanjaya. (2005) Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.Cet ke-5, Jakarta: Kencana

Wiriadmadja, Rochiati. 2008. Metode Penelitian Tindakan Kelas Cetakan ke-5. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Zulfiani, (2007) Inkuiri dalam Pendidikan IPA, Pendekatan Baru dalam Proses Pembelajaran; Matematika dan Sains Dasar, Sebuah Antologi, Jakarta: IAIN Indonesia Social Equity Project

Zulfiani, Tonih Feronika, dan Kinkin Suartini. (2009) Strategi Pembelajaran Sains, Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta